indus n ispu
Transcript of indus n ispu
Nama : Anita Dwi Puspitasari
NPM :0706265200
Proposal Penelitian
HUBUNGAN ANTARA JUMLAH DAN KEPADATAN INDUSTRI DENGAN
INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA DI JAWA BAGIAN BARAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan jumlah penduduk dan urbanisasi telah menyebabkan perubahan alih fungsi
lahan dari penggunaan lahan yang identik dengan kegiatan pedesaan seperi perkebunan,
peternakan menjadi penggunaan lahan yang identik dengan perkotaan seperti industri,
perkantoran dll.
Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi, dll disamping memberikan
dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif dimana salah satunya
berupa pencemaran udara baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan
(outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.
Menurut PP no. 41 Tahun 1999, pencemaran udara adalah peristiwa masuknya atau
dimasukkannya zat, energy dan/atau komponen lain ke dalam udara ambient oleh kegiatan
manusia, sehingga mutu udara ambient turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambient tidak dapat memenuhi fungsinya.
Diperkirakan pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan kendaraan
bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi tahun 1990 dan 10 kali pada
tahun 2020. Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat
keramaian di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang
menunjukkan gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar
0,76 ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai
ambang batas/standar kualitas udara.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya pencemaran udara adalah
Indeks standar Pencemar Udara (ISPU). ISPU merupakan suatu angka yang tidak memiliki
satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang
didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup
lainnya [MLH97]. ISPU digunakan untuk mendukung tindakan-tindakan strategis tentang
pengendalian pencemaran udara.
Kegiatan industri yang berkembang pesat terjadi di kota-kota besar. Jawa Bagian Barat
merupakan daerah yang paling banyak berkembang industrinya dibanding daerah lain.
Banyak terdapat pusat industri di Jawa Bagian Barat antara lain, DKI Jakarta, Bekasi,
Tangerang, Bandung, dan lain-lain.
Sejalan dengan uraian di atas tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan jumlah dan kepadatan industri dengan indeks standar pencemar udara di Jawa
Bagian Barat. Dengan tujuan tersebut penelitian yang diusulkan ini diberi judul “Hubungan
jumlah dan kepadatan industri dengan indeks standar pencemar udara di Jawa Bagian Barat”.
1.2 Masalah Penelitian
Dalam penelitian ini masalahnya adalah “Bagaimana hubungan antara jumlah dan
kepadatan industri dengan Indeks Standar pencemar Udara di Jawa bagian barat?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jumlah dan
kepadatan industri dengan Indeks Standar pencemar Udara di Jawa bagian barat.
1.4 Batasan Penelitian
1. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang
berada di dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup
lainnya.
2. Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi dan
atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan
manusia atau oleh proses alam, sebagai kualitas udara turun sampai ke tingkat-tingkat
yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya (Kep. 02/MENLH/1998).
3. Industri adalah usaha untuk memproduksi bara-barang jadi, dari bahan bak atau bahan
mentah melalui suatu proses penggarapan dalam jumlah besar, sehingga barang dapat
diperoleh dengan suatu harga yang serendah mungkin tetapi dengan mutu yang
setinggi mungkin. (Sandy, 1985).
4. Industri dalam penelitian ini antara lain industri pertambangan dan penggalian,
industri manufaktur, industri listrik, gas, dan air,serta industri bangunan/ konstruksi.
5. Industri yang diukur adalah jumlah industri dalam satu wialayah Kab/Kota dan
kepadatan industri dalam wilayah tertentu.
6. Kadar pencemar udara yang dikaji dalm penelitian adalah kadar PM10, kadar SO2,
kadar O3, dan kadar NO2.
7. Wilayah kajian dalam penelitian adalah Kab/Kota yang termasuk dalam wilayah Jawa
bagian barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri
Industri adalah usaha untuk memproduksi bara-barang jadi, dari bahan bak atau bahan
mentah melalui suatu proses penggarapan dalam jumlah besar, sehingga barang dapat
diperoleh dengan suatu harga yang serendah mungkin tetapi dengan mutu yang setinggi
mungkin. (Sandy, 1985).
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
10/m-ind/per/2/2006, industri adalah perusahaan yang telah mempunyai izin usaha untuk
mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan/ atau barang jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
Ditinjau dari karakteristik ruang atau tempat yang dipakai oleh suatu sektor industri,
maka industri dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu:
1. Industri kecil
Usaha industri yang cukup diusahakan di rumah, atau di pekarangan pengusaha, atau di
tengah komplek pertokoan. Fasilitas lain yang dibutuhkan tidak banyak, jumlah yang
dihasilkan pun tidak besar.
2. Industri Besar
Usaha industri yang membutuhkan tempat tersendiri, karena besarnya. Industri besar
membutuhkan jalan yang diperkeras sampai ke depan tempat usahanya, karena banyak
truk keluar masuk membawa barang-barang. Malahan dia kadang memerlukan rel
kereta api. Fasilitas yang diperlukan berupa tenaga listrik, air, dan alat komunikasi.
(Sandy, 1985)
Beradasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1995, industri digolongkan
berdasarkan investasinya yaitu:
1. Industri besar, jika besarnya investasi lebih dari 1 milyar rupiah;
2. Industri sedang, jika besarnya investasi antara 200 juta hingga 1 milyar rupiah; dan
3. Industri kecil, jika besarnya investasi kurang dari 200 juta rupiah.
2.2. Pencemaran Udara
2.2.1. Defenisi
Menurut Henry C. Perkins, 1974, dalam buku Air Polution, pencemaran udara
dinyatakan sebagai berikut : pencemaran udara berarti hadirnya satu atau beberapa
kontaminan di dalam udara atmosfer diluar, seperti antara lain oleh debu, busa, gas, kabut,
bau-bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak dengan berbagai sifat maupun laina
berlangsungnya di udara tersebut, hingga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap
kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan atau hewan maupun benda, atau tanpa alasan jelas
sudah dapat mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme maupun benda.
Sedang berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1999, tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksudkan dengan pencernaran udara
adalah Masuknya atau dimasukannya zat, energi, daniatau komponen lain ke dalam
udara ambient oleh kegiatan inanusia, sehingga mutu udara ambient tidak dapat
memenuhi fungsinya.
Menurut Slamet Ryadi (1982:12): memberikan defenisi pencemaran udara
sebagai berikut : Pencemaran udara adalah keadaan dimana kedalam udara atmosfer
oleh suatu sumber baik melalui aktivitas manusia maupun secara alamiah dibebaskan
satu atau beberapa bahan atau zat-zat dalam kuantitas maupun batas waktu tertentu
secara karakteristik dapat atau memiliki kecendrungan untuk menimbulkan
ketimpangan susunan udara atmosfer secara ekologis sehingga mampu menimbulkan
gangguan-gangguan bagi kehidupan satu maupun kelompok organisme maupun
benda-benda (Ryadi, 1982;12,13).
Sementara udara ambient adalah : udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfer yang
berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dun mempengaruhi
kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.
2.2.2. Dampak Pencemaran Udara
Pencemaran udara tidak mengenal batas-batas politik atau geografis. Misalnya
perjalanan jauh partikel-partikel yang berasal dari kebakaran hutan Indonesia telah
membawa dampak terhadap kualitas udara di negara-negara tetangga terdekat dan bahkan
mencapai tempat yang lebih jauh lagi. Kegiatan manusia menimbulkan dampak sama dengan
yang disebabkan oleh proses alami, dan bahkan mereka mampu mempengaruhi sistem
penopang kehidupan global. Pencemaran yang disebabkan oleh belerang dan nitrogen, bukan
lagi sebagai masalah perkotaan saja.
Yang paling serius dari kesernuanya ini adalah akumulasi dari gas-gas rumah
kaca, yang diramalkan akan menyebabkan perubahan iklim global. Lapisan ozon yang
menipis pada stratosfer mengancam kehidupan di muka bumf. Sebagai akibatnya, maka
beberapa negara setuju untuk menghentikan produksi dan konsumsi zat penyebab menipisnya
lapisan ozon yaitu chloro-flourokarbon (CFC).
Kegiatan perkotaan seperti sektor-sektor perumahan penduduk, pengangkutan,
perdagangan, industri, pengelolaan limbah padat dan kegiatan lainnya yang terkait meiniliki
potensi untuk mengubah kualitas udara perkotaan.
Perubahan kualitas udara akan berpengaruh pada kesehatan manusia, hewan, tumbuh-
tumbuhan serta benda-benda lainnya. Nevers, 1995 menyatakan bahwa dampak dari
pencemaran udara meliputi : gangguan bagi barang-barang properti seperti pelapukan atau
korosi, gangguan kesehatan akibat paparan singkat dengan konsentrasi polutan yang tinggi,
atau paparan jangka panjang dengan konsentrasi polutan rendah, serta gangguan pada
penglihatan (visibility).
Tabel Dampak pencemaran udara berupa gas
No Bahan Pencemar sumberDampak/ akibat pada individu/
masyarakat
1Sulfur Dioksida (SO2)
Batu bara atau baan bakar minyak tanah yang mengandung sulfur. Pembakaran limbah pertanah. Proses dalam industri.
Menimbulkan efek iritasi pada saluran nafas sehingga menimbulkan gejala batuk dan sesak nafas
2Hidrogen Sulfa (H2S)
Dari kawah gunung yang masih aktif
Menimbulkan bau yang tidak sedap, dapat merusak indera penciuman (nervus olfactory)
3
Nitrogen Oksida (N2O) Nitrogen Monoksida (NO) Nitrogen Dioksida (NO2)
Berbagai jenis pembakaran. Gas buangan kendaraan bermotor. Peledak. Pabrik pupuk.
Mengganggu sistem pernapasan. Melemahkan sistem pernapasan paru dan saluran nafas sehingga paru mudah terserang infeksi.
4 Amonia (NH3) proses industri
Menimbulkan bau yang tidak sedap/menyengat. Menyebabkan sistem pernapasan, Bronchitis, merusak indera penciuman
5
Karbon Dioksida (CO2) Karbon Monoksida (CO) Hidrokarbon
semua hasil pembakaran dan proses industri
Menimbulkan efek sistematik, karena meracuni tubuh dengan cara pengikatan hemoglobin yang amat vital bagi oksigenasi jaringan tubuh akibatnya apabila otak kekurangan oksigen dapat menimbulkan kematian. Dalam jumlah kecil dapat menimbulkan gangguan berfikir, gerakan otot, gangguan jantung.
Sumber : litbang
2.1.3. Sumber Pencemaran Udara
Sumber pencemaran udara dapat digolongkan menjadi sumber area, sumber titik dan
sumber garis. Sistem pencemaran udara berdasarkan sumbernya juga dikelompokan menjadi
antrofogenik (pencemar primer yang berasal dari kegiatan manusia) dan pencemar sekunder.
Berdasarkan jenis kegiatannya, sumber pencemaran udara dikelompokan menjadi :
1. Sumber transportasi yang meliputi kendaraan bermotor jalan raya, pada penggunaan
bahan bakar, pesawat udara, kereta api, kapal laut.
2. Penanganan minyak dan kehilangan akibat penguapan
3. Sumber tetap pads pembakaran bahan bakar yang meliputi pemakaian bahan
bakar di rumah tangga, industri, komersial, kelembagaan, PLTU dan PLTD
4. Emisi dan kebocoran proses industn yang meliputi industri-industri proses kimia,
makanan, pertanian, metalurgi, produk mineral dan penyulingan minyak
5. Pembuangan limbah padat yang meliputi insenerator kota serta. Pembakaran terbuka.
Dari kesemuanya itu yang memberikan sumbangan penting pada pencemaran udara di
kota-kota besar adalah sektor transportasi terutama kendaraan bermotor.
2.1.4. Klasifikasi Zat Pencemar Udara
Pencemar udara di sekitar kita dapat diklasifkasikan menjadi 2 (dua) kelompok
berdasar asal mulanya dan kelanjutan perkembangannya diudara yaitu : Sumber pencemar
primer dan sumber pencemar sekunder.
1. Pencemar primer adalah semua pencemar yang berada di udara yang dalam bentuk
hampir tidak berubah, sama seperti saat is dibebaskan dari sumbernya semula sebagai
hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar primer pada umumnya berasal dari sumber-
sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri maupun emisi
kendaraan bermotor seperti CO, SO2, NOx, H2S, NH3, bertindak sebagai precursor
untuk terbentuknya zat pencemar sekunder.
2. Pencemar sekunder adalah sernua pencemar di udara yang sudah berubah karena basil
reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan primer dengan
kontaminan/polutan lain yang ada dalam udara.
Reaksi-reaksi yang dimaksudkan dalam timbulnya pencemar sekunder antara lain
adalah reaksi foto kimia dan reaksi oksida katalitis (Ryadi, 1982;18-19). Pencemar sekunder
yang terjadi melalui reaksi foto kimia seperti pembentukan ozon, terjadi antara zat-zat
hidrokarbon yang ada di udara dengan NOx melalui pengaruh sinar ultraviolet yang ada pada
sinar matahari. Sedangkan pencemar sekunder yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksidasi
katalis diwakili oleh pencemar-pencemar yang berupa oksida-oksida gas, yang terjadi di
udara karena adanya partikel-partikel logam di udara sebagai katalisator (Ryadi, 1982;20).
Sedangkan menurut Rau J. G.dan Wooten D.C.(1980:3-2) sumber dari pencemar
udara dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu, sumber bergerak dan sumber tetap (diam).
2.1.5. Karakteristik Zat Pencemar
Berdasarkan karakteristik fisiknya, zat pencemar di udara dapat dibedakan atas
partikulat (aerosol) dan zat pencemar bentuk gas. Baik zat pencemar dalam bentuk gas atau
partikulat dapat tersusun dari senyawa anorganik atau organik.
Perkembangan ilmu dan teknologi dalam rangka mewujudkan pemenuhan kebutuhan
dari manusia telah banyak didirikan industri-industri yang pada akhirnya banyak
menyumbangkan kontaminan-kontaminan yang dilepaskan ke ruang bebas dalam atmosfer.
Bagian terbesar oksida-oksida nitrogen terbentuk didaerah perkotaan yang
paling utama dari senyawa ini adalah NO (Nitril Oxide) j uga dieinisikan dalam j umlah
yang cukup besar keatmosfer. NOx biasanya digunakan sebagai satuan komposit
oksida-oksida nitrogen di lingkungan. NOx diemisikan dari pembuangan pembakaran
(kombusi) pada temperatur tinggi, sebagai hash dari reaksi Nitrogen dengan Oksigen.
Dengan adanya hidrokarbon, pada slang hari akibat adanya radiasi fotonultra violet,
senyawa ini akan membentuk ozon fotokimia (photochemical smog) (Soedomo, 2001;
145-146).
Pencemar-pencemar udara yang ada di atmosfer antara lain adalah
1. Carbon Monoksida (CO).
Carbon monoksida merupakan pencemar udara yang paling besar dan umum
dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan-bahan
karbon yang digunakan sebagai bahan bakar, secara tidak sempurna, misalnya dari
pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran
sampah (Soedomo, 1982 ;147).
Carbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa dan juga
tidak berwarna. Oleh karena itu lingkungan yang tercemar oleh gas CO tidak dapat
dilihat oleh mata. Didaerah perkotaan dengan lalu lintas yang padat konsentrasi gas
CO berkisar antara 10 - 15 ppm (Wardhana, 2001;115).
Pemaparan CO ke atmosfer sebagai akibat aktivitas manusia nampak lebih
nyata, misalnya dari sektor transportasi, pembakaran minyak, gas, arang atau kayu,
proses-proses industri seperti industri besi, petroleum, kertas dan kayu, pembuangan
limbah padat, dan sumber lain termasuk kebakaran hutan (Kristanto, 2002; 101).
Komponen yang dapat mengubah/mengoksidasi CO menjadi CO2 di dalam
atmosfer adalah OH dan H2O radikal, atom oksigen dan ozon. Telah diketahui bahwa
CO di dalam atmosfer dihilangkan dengan mereaksikannya dengan radikal hidroksil
(OH) dan hisdroperoksi 1 (H02) dengan reaksi sebagai berikut :
Reaksi diatas akan terus berlangsung secara berantai selama terdapat cukup
energi. Jadi CO juga secara tidak langsung memiliki kontribusi dalam pertambahan
konsentrasi oksidan photokimia suatu wilayah dan peningkatan pemanasan global
oleh efek rumah kaca (Leggett, 1990).
Transportasi menghasilkan CO yang paling banyak di antara sumber-sumber
CO lainnya, terutama dari kendaraan bermotor yang menggunakan bensin sebagai
bahan bakarnya.
2. Oksida-oksida Nitrogen (NOx).
Sebagai pencemar is berbeda dalam bentuk NO2 dan NO. Oksida-oksida
Nitrogen masih juga didapatkan dalam senyawa-senyawa lain dengan Rumus Umum
NOx. Oksida-oksida Nitrogen yang terjadi ketika panas pembakaran memicu suatu
reaksi kimia yang menyebabkan bersatunya oksigen dan nitrogen yang terdapat di
udara dan membentuk berbagai polutan cokiat kemerahan yang dapat memberikan
berbagai ancaman bahaya. Walaupun beberapajenis Oksida Nitrogen ini ditimbulkan
oleh nitrogen di dalam bahan bakar itu sendiri, namun sebagian besar bersifat
"termal".
NOx secara kimia terjadi :
Polutan udara merupakan zat kontaminan baik gas, droplet, cairan atau
partikel padat yang berada di udara dengan konsentrasi dalam jumlah yang cukup
besar, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan atau kesejahteraan
manusia. Polutan dapat dibagi menurut jenis sumbernya :
Sumber bergerak (mobile) dan diam (stationer)
Sumber pembakaran (combustion) dan non-pembakaran (non-combustion)
Sumber titik, garis dan area
Dua pertiga atau lebih dari seluruh pencemaran udara merupakan efek
langsung dari pembakaran beberapa jenis bahan bakar. Secara kimiawi, produk
pembakaran merupakan bentuk teroksidasi dari atom yang berada di dalam molekul
bahan bakar atau udara, seperti :
Karbon monoksida (CO) yang berasal dari karbon dalam bahan bakar
Nitrogen Oksida (NO,,) yang berasal dari sulfur dalam bahan bakar
Karbon dioksida (CO2) berasal dari karbon dalam bahan bakar
Oksida nitrogen seperti NO dan NO2, merupakan polutan udara yang penting
karena merugikan kesehatan manusia dan memegang peranan penting sebagai
prekursor polutan berbahaya lainnya, seperti pembentukan smog fotokimiawi.
Aktivitas antropogenik sangat bertanggung jawab terhadap meningkatnya kadar
NO, di dalam udara lingkungan. Beberapa sumber stationer, seperti pusat
pembangkit listrik dan pabrik bahan kimia mencurahkan sejumlah besar NO,, ke
udara. Untuk mengantisipasi peningkatan yang cepat kadar NO,, perlu
dikembangkan teknologi alternatif dalam mengurangi kadar NO,, sehingga
kegiatan antropogenik melepas NOa ke udara dalam kadar yang tidak berbahaya.
3. Partikulat
Menurut Cooper dan Alley, 1994, yang dimaksud partikulat atau SPM adalah
padatan atau zat cair dengan diameter sangat kecil yang tersuspensi dalam aliran gas
dan terbuang ke atmosfer.
Partikulat dalam pencemaran udara digunakan untuk menyatakan keberadaan
partikel debu dalam bentuk solid atau liquid dengan diameter antara >0,0002 p (lebih
besar dari diameter molekul) dan lebih kecil dari 500,Uyang terdispersi di udara
ambien atau dalam aliran gas pada kondisi standar.
Produk non-pembakaran dapat juga berasal dari pembakaran bahan bakar yang
tercampur dan menghasilkan produk yang dikenal dengan partikulat (particulate
matter). Bentuknya dapat berupa padatan kecil atau droplet cairan (100 - 0,01 µ m)
seperti jelaga, abu, debu mineral, fibers, funus (asam, logam termasuk Pb) dan
sebagainya.
Sifat dan perilaku partikulat di atmosfer selalu berhubungan erat dengan
ukuran diameter partikel, seperti waktu tinggal partikulat di atmosfer sangat
tergantung pada ukuran diameter dan berat jenis. Pada umumnya waktu tinggal
partikulat di atmosfer dapat berkisar antara orde detik sampai bulan. Semakin kecil
diameter partikulat semakin lama waktu tinggal di atmosfer.
Sebagian benda partikulat yang keluar dari cerobong pabrik sebagai asap
hitam tebal, tetapi yang paling berbahaya adalah partikel-partikel halus yang diduga
mengandung bahan-bahan karsinogen, butiran-butiran yang begitu kecil sehingga
dapat menembus bagian terdalam paru-paru dan terakumulasi. Sebagian besar
partikel halus ini terbentuk dengan polutan lain, terutama sulfur dioksida dan oksida
nitrogen, dan secara kimiawi berubah dan membentuk zat-zat nitrat dan sulfat. Di
beberapa kota, sampai separuh jumlah benda partikulat yang disebabkan ulah
manusia terbentuk dari perubahan sulfur dioksida menjadi partikel sulfat di atmosfer.
Tabel 2.1 Defenisi-defenisi yang digunakan untuk partikel debu di udara No Istilah Definisi
1 PartikulatBerbagai material dalam bentuk solid atau liquid di udara pada ukuran lebih besar dari molekul dan lebih kecil dari 500 µ
2 AerosolDispersi partikel dalam bentuk solid atau liquid dengan ukuran miskropis
3 Dust (Debu)Partikel bentuk solid dengan diameter lebih besar dari ukuran koloid
4Fly Ash (Abu Terbang)
Partikel halus dari abu pembakaran yang mungkin mengandung sisa bahan bakar tidak terbakar
5 Fog (Kabut) Aerosol yang terlihat
6 Fume (uap)Partikel yang terbentuk dari hasil kondensasi, sublimasi dan reaksi kimia, dengan ukuran lebih kecil dari 1 µ
7 Mist (Kabut) Dispersi tetesan air dengan ukuran diameter 0.001-10 µ
8 Partikel Dispersi bentuk solid atau liquid
9 Smoke (Asap) partikel halus yang berasal dari proses pembakaran
10 Soot (Jelaga) partikel-partikel karbon
2.2. Dampak Emisi CO, NOx dan Partikulat terhadap Lingkungan
Penurunan kualitas udara melalui berbagai macam pencemaran akan menjadi
ancaman yang sangat serius terhadap keseimbangan ekologi serta keberlanjutan kehidupan
makhluk hidup. Penurunan kualitas udara telah melanda kota-kota di dunia, termasuk pula
kota-kota di Indonesia. Hal tersebut juga terjadi di kota Padang, balk yang disebabkan
transportasi, industri maupun sumber pencemar yang lainnya.
Adanya polutan di udara yang lembab menyebabkan terjadinya reaksi kimia antara
polutan dengan uap air. Hasil reaksi ini terutama asam sulfat dan asam nitrat (NOx),
menyebabkan lapuknya barang-barang logam, tembok bangunan, cat rumah tinggal atau
mobil serta fasilitas urnum.
Asam sulfat dan asarn nitrat bereaksi dengan kapur (carbonate) yang dipakai sebagai
bahan bangunan, reaksi tersebut menyebabkan lapuknya tembok sehingga dapat
mempercepat turunnya nilai ketahanan bangunan.
2.3. Dampak Emisi CO, NOx dan Partikulat terhadap Tumbuh-tumbuhan
Polutan yang terdapat disekitar jalan juga dapat merusak tanaman. Tanaman
membutuhkan oksigen untuk bernafas, sinar matahari untuk asimilasi dan zat kimia lain
yang dihisap melalui akar. Akan tetapi, dengan adanya polutan udara yang terhisap atau
masuk kedalam pori-pori daun akan merusak sel-sel daun dan menutupi jalannya sinar
matahari.
Dampak lain juga dapat dilihat pada pencernaran tanah yang diakibatkan oleh
hujan asam yang mengakibatkan kadar keasaman tanah menjadi meningkat yang pada
akhirnya menganggu pertumbuhan tanaman yang ada diatasnya. Penurunan PH tanah
mengakibatkan terlepasnya alumunium dari zarah tanah dan mengakibatkan keracunan
pada akar tanah, akar menjadi tidak menyerap air dan tumbuhan matt kekeringan.
2.4. Dampak Emisi CO, NOx dan Partikulat terhadap Kesehatan
Pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pads manusia melalui
berbagai Cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor pencetus
sejumlah penyakit. Kini perhatian dunia ditujukan pada kombinasi antara SO2, asap
(black smoke) dan debu (particulat matter). Partikulat diudara bervariasi dari segi fisik
ataupun komposisi kimianya, serta sumber dan ukurannya. Partikulat PM10 (yaitu fraksi
partikel diudara. yang memiliki ukuran dibawah 10 p m) adalah yang utama, karena dengan
ukurannya yang kecil, partikel ini jika terhirup dapat menembus saluran pernafasan hingga
paru-paru, sehingga memiliki resiko tinggi bagi kesehatan. Di lain fihak, partikulat yang
ukurannya lebih besar, jarang terhirup karena adanya efek pengendapan di udara ambien.
2.5. Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU)
Perhitungan indeks untuk indikator kualitas udara dilakukan berdasarkan
Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 tentang Pedoman Perhitungan dan Pelaporan
serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Pedoman teknis mengenai tata cara pengukuran, perhitungan, dan pelaporan ISPU
diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 107 tahun 1997. Nilai ISPU mempunyai
rentang dari 0 (baik) sampai dengan 500 (berbahaya). Menurut pedoman tersebut di atas,
parameter-parameter dasar untuk ISPU adalah partikulat (PM10), sulfur dioksida (SO2),
karbon monoksida (CO), ozon (O3), dan nitrogen dioksida (NO2). Setiap nilai hasil
pengukuran parameter-parameter tersebut dikonversikan menjadi nilai ISPU dengan
berpedoman pada Tabel 3 atau grafik pada Gambar 2 sampai dengan Gambar 6.
Tabel 3. Batas Indeks Pencemar Udara
PM10 (24 jam) (µg/m3)
SO2 (24 jam) (µg/m3)
CO (8 jam) (µg/m3)
O3 (1 jam) (µg/m3)
NO2 (1 jam) (µg/m3)
0 0 0 0 050 80 5 120 282
150 365 10 235 565350 800 17 400 1130420 1600 34 800 2260500 2100 46 1000 3000600 2620 57,5 1200 3750
Untuk memperoleh angka Indeks Standar Pencemar Udara dari hasil pengukuran,
digunakan rumus berikut ini:
Keterangan:
I = ISPU terhitung
= ISPU batas atas (dari tabel)
= ISPU batas bawah (dari tabel)
= Ambien batas atas (dari tabel)
= Ambien batas bawah (dari tabel)
= Ambien hasil pengukuran
Nilai indeks yang menggambarkan kualitas udara suatu wilayah adalah nilai
maksimum dari indeks semua parameter pada semua lokasi pemantauan di wilayah tersebut.
Tabel Baku Mutu ISPU sesuai Kep 45/MENLH/10/1997
Parameter yang
diukurKategori Rentang Penjelasan Warna
PM10 Baik 0-50
Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan maupun nilai estetika
Hijau
CO Sedang 51-100
Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika
Biru
SO2Tidak sehat
101-199
Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika
Kuning
NO2
Sangat Tidak sehat
200-299Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejuumlah segmen populasi yang terpapar
Merah
O2 Berbahaya300-lebih
Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi
Hitam
Pemantauan kualitas udara dilakukan di seluruh ibu kota provinsi di mana pada
masing-masing kota dipilih tiga lokasi yang mewakili wilayah padat kendaraan
bermotor (transportasi), wilayah industri, dan wilayah permukiman. Pengukuran kualitas
udara dilakukan empat kali dalam setahun, masing-masing selama 12 hari dengan
menggunakan metoda passive sampler. Sedangkan parameter yang diukur adalah SO2 dan
NO2.
Setelah mendapatkan nilai indeks (ISPU) dari setiap kota, langkah selanjutnya
adalah normalisasi nilai ISPU dari skala 0 - 500 (terbaik - terburuk) menjadi nilai indeks
kualitas udara dalam skala 0 - 100 (terburuk - terbaik).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian ini mencakup Jawa bagian barat yang terdiri atas Propinsi Jawa
Barat, Propinsi Banten, dan Propinsi DKI Jakarta. Wilayah penelitian dipilih dengan dasar
pertimbangan bahwa Jawa bagian barat merupakan daerah dengan pertumbuhan wilayah dan
penduduk yang lebih maju dibanding dengan daerah Jawa lainnya.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Jumlah industri
2. Kepadatan industri
3. Kadar PM10
4. Kadar SO2
5. Kadar O3
6. Kadar NO2
7. ISPU
3.3 Pengumpulan Data
3.2.1 Data primer
Foto-foto survey lapangan. Pengumpulan data primer bertujuan untuk melakukan
periksa ulang terhadap industri yang terdapat di setiap kabupaten/ kota. Peta yang dihasilkan
dari citra perlu diverifikasi (diperiksa ulang) di lapangan untuk mengetahui kondisi
sesungguhnya pada saat kegiatan penelitian dilakukan.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan antara lain:
1. Peta Administrasi Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten, dan Propinsi DKI Jakarta.
2. Peta Penggunaan Tanah Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten, dan Propinsi DKI
Jakarta
3. Data jumlah penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik pada setiap
kabupaten/ kota di Jawa bagian barat.
4. Data luas wilayah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik pada setiap kabupaten/
kota di Jawa bagian barat.
5. Data jumlah industri yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik pada setiap kabupaten/
kota di Jawa bagian barat.
6. Data jumlah industri yang diperoleh dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan
pada setiap kabupaten/ kota di Jawa bagian barat.
7. Data harian parameter ISPU meliputi konsentrasi PM10, SO2, O3, dan NO2 yang
diperoleh dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup pada setiap kabupaten/ kota di
Jawa bagian barat.
8. Data-data pendukung lainnya yang diperoleh dari Kementrian Lingkungan Hidup,
Pusat Dokumentasi Ilmiah Nasional, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dan
perpustakaan-perpustakaan lainnya.
3.4 Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan telah terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah
data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam pengolahan peta dengan menggunakan
software Microsoft Office Excel 2007, Arc GIS 9.3, serta Arc View 3.3. Pengolahan data-
data tersebut yaitu :
1. Membuat Peta Sebaran Industri seluruh jenis.
2. Membuat Peta Sebaran Industri menurut jenisnya, antara lain
Industri pertambangan dan penggalian
Industri manufaktur
Industri listrik, gas, dan air
Industri bangunan/ konstruksi
3. Menghitung kepadatan industri total dengan membagi jumlah industri seluruh dengan
luas wilayah kabupaten/ kota.
4. Menghitung kepadatan industri menurut jenis yaitu dengan membagi jumlah industri
tiap jenis dengan luas wilayah kabupaten/ kota.
5. Membuat Peta Kepadatan Industri total dan menurut jenis berdasarkan perhitungan
kepadatan industri setiap kabupaten/ kota.
6. Menghitung Indeks Standar pencemar Udara setiap kabupaten/ kota dengan
menggunakan data konsentrasi PM10, SO2, O3, dan NO2. Perhitungan nilai ISPU
dilakukan dengan rumus :
Keterangan:
I = ISPU terhitung
= ISPU batas atas (dari tabel)
= ISPU batas bawah (dari tabel)
= Ambien batas atas (dari tabel)
= Ambien batas bawah (dari tabel)
= Ambien hasil pengukuran
7. Membuat Peta Nilai ISPU Menurut Kabupaten/ Kota di Jawa Bagian Barat
berdasarkan hasil perhitungan nilai ISPU yang telah dilakukan.
8. Melakukan overlay peta kepadatan industri total dengan peta nilai ISPU, serta overlay
peta kepadatan industri menurut jenis dengan peta nilai ISPU.
3.5 Analisis
Penelitian mengkaji data-data yang sudah diolah secara spasial kemudian dianalis lebih
lanjut untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian. Analisis yang dilakukan adalah analisa
keruangam (spasial) dan analisa statistik. Analisis keruangan adalah analisis mengenai
perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat penting dan analisis ekologi
adalahn analisis interaksi antara variabel manusia dan lingkungannya untuk dipelajari
kaitannya (Bintarto & hadisumarno, 1991). Analisis keruangan berupa analisis deskripsi
terhadap hasil pertampalan peta jumlah dan kepadatan industri dengan peta nilai ISPU, serta
analisis statistik untuk melihat korelasi antara industri dengan nilai ISPU. Analisis statistik
menggunakan uji korelasi yang dihitung menggunakan software SPSS.v15.0. Hal ini
dilakukan karena variabel merupakan data numerik. Uji korelasi dikatakan bermakna jika Pv
≤ 0,05. Keeratan hubungan diperoleh dari nilai korelasi (r). Kisaran nilai r adalah antara +1
dan -1, dengan r+1 menyatakan hubungan positif yang kuat dan r-1 menyatakan hubungan
negative yang kuat.
3.6 Alur Pikir Penelitian
Jawa barat
Industri Kualitas Udara
Jumlah Kadar PM12 Kadar NO2Kadar O3Kadar SO2
Jumlah dan Kepadatan Industri Industri
Hubungan Industri dengan
ISPU
Kepadatan
Indeks Standar pencemar Udara (ISPU)
Industri
DAFTAR PUSTAKA
Syamsudin,Kemas. 1998. Korelasi Antara Penyebaran Industri Terhadap Penyebaran
Penduduk dan Kualitas Udara. Tesis PascaSarjana Program Studi Ilmu Lingkungan
UI. Depok.
Nugroho,Sudarmanto Budi. 2001. Pengaruh Kegiatan Penambangan Batubara Terhadap
Kualitas Udara Ambien (Studi Kasus di PT.Arutmin Indonesia, Lokasi Tambang
Satul, kecamatan Kintap dan Kecamatan Satui, Kalimantan Selatan). Tesis
PascaSarjana Program Studi Ilmu Lingkungan UI. Depok.
Tugaswati, Tri, dkk. 1996. Pemantauan Kualitas Udara di daerah Rawasari dan
Pulogadung, Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 24 (1). Pusat Penelitian ekologi
Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan. Jakarta.
Kusminingrum, Nanny, dkk. 2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendaraan bermotor di
Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan. Bandung.
Pohan, Nurhasmawaty. 2004. Pencemaran Udara. Program studi Teknik Kimia, Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Purwanti, Devi. 2008. Pengaruh Emisi Gas Buang Kendaraan bermotor terhadap Struuktur
Epidermis dan Stomata Daun Tanaman Pelindung di Jalan Adi Sucipto Sampat
Terminal Tirtonadi Surakarta. Skripsi Sarjana Departemen Pendidikan Biiologi.
Fakultas Keduruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Kementrian Lingkungan Hidup Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004 dalam
http://www.menlh.go.id/i/bab2%20udara %20dan%20atmosfer.pdf (diakses 30
Desember 2010).