INDRA ELIZAR-AZZAM DAN SEGENGGAM SEMANGAT.pdf

8
Azzam dan Segenggam Semangat Oleh INDRA ELIZAR MAHASISWA AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of INDRA ELIZAR-AZZAM DAN SEGENGGAM SEMANGAT.pdf

  • Azzam dan Segenggam Semangat

    Oleh

    INDRA ELIZAR

    MAHASISWA AGROEKOTEKNOLOGI

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

  • Hanya satu pintaku tuk memandang langit biru

    Dipangkuan Ayah dan ibu

    Apabila ini hanya sebuah mimpi

    Ku selalu berharap dan tak pernah terbangun

    Dinyanyikannya berulang kali lagu itu, sambil menunggu orang-orang datang mengambil

    motor yang dijaga tepat di depan BNS Jerayah, dengan upah yang diberikan seribu rupiah

    setiap kendaraan, ia masih bersemangat untuk bekerja. Khairul Azzam namanya yang berarti

    tekad yang baik, seorang anak lelaki yang masih berusia 12 tahun lahir di kota Karo tepatnya

    di Jerayah.

    Jika malam sudah terlalu larut dan badannya sudah terasa letih, Azzam pasti akan segera

    pulang ke gubuk tua yang sudah lapuk, tempatnya berlindung dari kerasnya kehidupan.

    Nek, Azzam pulang Nek Teriak Azzam dengan riang Azzam cucuku, masuk nak, kenapa

    Azzam lama sekali pulang nak?Nenek dari tadi nungguin Azzam. Ucap Nenek sambil

    memeluk cucu kesayangannya itu. Nenek lihat, Azzam dapat uang tiga puluh ribu malam ini,

    banyak kan Nek?sambil menunjukkan uangnya. Ia sayang, Azzam sekarang makan, terus

    tidur ya nak? oke Nek. Jawab Azzam dengan senyuman lebar.

    Mentari tersenyum menghangatkan bumi

    Rinai semangat kan berhamburan di jalan panjang

    Dipunguti satu persatu semangat itu

    Sebab tak satupun yang tahu harga dari kebangkitan diri

    Ketika Adzan subuh berkumandang, Nenek yang berumur 75 tahun itu dengan penuh

    kasih akan membangunkan Azzam untuk memenuhi panggilan Allah, bersujud kepada yang

    Maha Tunggal atas nikmat hidup yang telah diberikan. Setiap tetesan air wudhu yang jatuh

    adalah bentuk ibadah di mata Azzam, karena baginya nasehat neneknya adalah ibadah juga,

    mendengar dan selalu mentaati perintah nenek terkasih. Subuh yang dingin itu Nenek

    mengamati cucu kesayangannya melakukan ibadah sholat subuh dengan khusyuk, kebanggaan

    Nenek kian bertambah melihat cucunya yang tumbuh menjadi anak yang sholeh. Dari arah

    pintu Nenek mendengar jelas doa yang dilantunkan oleh Azzam penuh kepolosan.

    Ya Alloh, berikan Nenek kesehatan dan rejeki yang banyak,

    Ya Allah, kapan Azzam bisa berjumpa dengan Ibu,dan Ayah.

    Azzam rindu ya Alloh, berikan Azzam uang yang banyak agar bisa ketemu dengan mereka.

    Amin.

  • Mendengar doa cucunya, Nenek yang berjalan dengan bantuan tongkat itu begitu

    terharu,dan kembali merangkul Azzam dengan pelukan hangat, ia selalu meyakinkan Azzam

    bahwa dia akan segera bertemu kedua orang tuanya.

    Jika matahari telah melayangkan sinarnya ke muka bumi, hati Azzam akan selalu

    bahagia , karena itu pertanda ia bisa mengais sedikit rejeki di luar rumah tanpa halangan tetesan

    air hujan.

    Nenek, kenapa jambunya tinggi sekali ya Nek? Tanya Azzam sambil memetik buah jambu

    yang berada di samping rumahnya.

    sedikit saja nak, tidak apa-apa yang penting ada yang di jual hari ini

    wah ndak bisa begitu Nek, jambunya baru sedikit, pokoknya Azzam akan memanjat ke atas,

    nenek tak perlu khawatir

    Kemudian dipanjatnya pohon jambu air itu dengan menaiki dahannya yang kuat satu persatu,

    bulir-bulir keringatnya mulai bercucuran seiring dengan usahanya menaiki pohon yang akan

    menjadi rejeki kehidupannya.

    Hore, Nek lihat Azzam dapat banyak, sekarang Azzam akan pergi menjual jambu-jambu ini,

    Nenek istirahat saja di rumah, Assalammualaikum

    Waalaikummusalam Azzam.

    Nenek yang sudah tak bisa lagi bekerja karena faktor usia, begitu mensyukuri memiliki cucu

    setegar Azzam, baginya Azzam adalah harta satu-satunya yang paling berharga di muka bumi

    ini, apalagi ia telah merawatnya ketika Azzam berumur 2 bulan.

    ***

    Hai Azzam..! teriak Citra kawan bermainnya

    Halo juga Cit, kau mau beli jambuku tidak? kata Azzam sambil memperlihatkan jambu air

    miliknya

    iyalah pasti, aku beli 5 ribu ya

    ini Cit jambunya, makasih ya

    Azzam kenapa kau tidak melanjutkan sekolah lagi?, tiap hari kuperhatikan kau hanya menjual

    jambu air, dan malam menjaga di parkiran BNS Jerayah itu

    kata Nenek, Nenek tidak punya uang cukup untuk menyekolahkan aku, Nenek juga selalu

    bilang kalau belajar bisa dimana aja, tapi sekarang aku ingin mencari uang saja agar bisa

    bertemu orang tuaku jawab Azzam sambil menunduk.

    Memangnya orang tuamu dimana Zam? citra mencoba mencari tahu.

    Nenek bilang orang tuaku berada di tempat jauh, tapi suatu saat aku bisa bertemu mereka jika

    aku kumpul uang yang banyak untuk pergi ke sana Cit

  • kalau gitu kamu harus cari uang yang banyak Zam, nanti besok aku beli jambu kamu lagi deh,

    biar kamu bisa dapat uang banyak sambung citra dengan riang.

    Anak yang berusia 12 tahun itu tidak sedikit pun mengeluhkan tentang lelahnya mencari

    uang, tak menyerah pada kerasnya hidup, dan tidak pernah menangis untuk meminta permainan

    pada Neneknya yang sudah berambut putih, karena ia menyadari bahwa Neneknya tak mampu

    lagi bekerja, ia pun akan terus memungut semangat baru di muka bumi untuk mengumpulkan

    uang beberapa rupiah demi berjumpa dengan orang tua yang sejak dahulu dirindukannya, di

    sebuah gubuk tua yang sudah mulai reok itu Azzam akan pulang selepas mencari sesuap nasi

    untuknya dan Nenek yang merawatnya.

    Sebuah pendidikan pernah ia raih tapi ia Cuma mampu menamatkan SD nya saja

    karena faktor keuangan yang dimiliki nenek sudah tak ada lagi ditambah sang nenek yang

    sudah berpenyakitan. Sungguh malang nasib Azzam, seharusnya di masa kecil ini dia harus

    mendapatkan perlakuan yang sama seperti teman-teman sebayanya yakni belajar, bermain,

    saling canda tawa dan perlakuan-perlakuan yang didapatkan anak seumurannya yang lain.

    Beginilah negeri kita yang masih kurang melotot dan meninjau nasib rakyatnya di pelosok

    negeri yang sedang kesusahan mengais uang dan merelakan masa anak-anaknya demi

    menafkahi diri dan nenek tercinta.

    Dan malam pun tiba, tandanya azam harus bekerja untuk menjadi tukang parkir di

    tempat biasa ia bekerja. Satu per satu kendaraan sudah memberikan upahnya untuk Azam dan

    jam pun juga sudah larut malam hingga akhirnya ia harus pulang karena sudah kosong orang

    yang memarkirkan motornya di tempat itu. Dan ia pun berkata Alhamdulillah sudah dapat

    banyak uang, sekarang Azzam harus segera kembali ke rumah, Azzam rindu pada Nenek,

    Nenek pasti akan memarahi Azzam karena tak pulang semalam ucapnya sambil tersenyum

    Assalammualaikum, Nek Azzam pulang

    Salam dari Azzam tak di balas oleh Neneknya, pelan-pelan ia langkahkan kakinya ke

    dalam rumah itu, diperhatikannya setiap sudut rumah, dia tak juga menemukan sosok Nenek

    yang merawatnya, kegelisahan di hati Azzam muncul juga, dengan nafas yang masih tersengal-

    sengal Azzam memasuki kamar Neneknya, ia melihat segerombol orang mengerumuni nenek,

    orang-orang itu ada yang menangis dan ada yang hanya berdiam diri sambil melihat-lihat.

    Dengan segera Azzam masuk dalam kerumunan orang-orang yang tak dikenalnya,

    dilihatnya mata nenek yang sudah tertutup,dan tubuhnya ditutupi oleh kain berwarna putih,

    Azzam yang masih terlalu kecil dan belum mengerti tentang hidup, masih tak mengerti apa

    yang terjadi dengan neneknya, dibangunkannya nenek kesayangannya itu, tapi nenek tak juga

  • mendengar, kemudian dipeluknya erat-erat tubuh nenek yang keriput dan cokelat, Azzam mulai

    menyadari bahwa neneknya telah tiada.

    Nek, Azzam tak melihat makanan enak di meja makan seperti biasanya, Azzam juga

    masih tak melihat orang tua Azzam hingga saat ini, lalu kenapa Nenek hadiahkan Azzam

    kepergian Nenek, kepada siapa lagi Azzam bersandar dari kerasnya hidup Nek, uang Azzam

    juga tidak cukup untuk pergi menemui Ayah, Ibu,jangan tinggalkan Azzam ne.nek.

    Tangisan Azzam memecah udara dingin malam itu, keheningan yang tercipta dengan

    kesedihan yang mendalam merasuk ke dalam kalbunya, ia benar-benar merasakan kehilangan

    yang tak terkira.

    Mencoba menegarkan dirinya sendiri, Azzam mengantarkan jasad Neneknya ke

    peristirahatan terakhir, ia menaburkan bunga mawar di atas kuburan Neneknya, Azzam

    mencoba tersenyum tapi matanya masih terus mengeluarkan air yang membuat matanya

    menjadi sembab.

    Ditatapnya semua kuburan disekitar neneknya, ia melihat kuburan yang bertuliskan

    nama Ayahnya (Abdul Rizal) dan Ibunya (Aminah), ia sangat ingat ketika nenek

    memberitahukan padanya nama kedua orang tuanya. Air mata Azzam terus mengalir ia baru

    menyadari perkataan Neneknya dulu Orang tua kamu sudah pergi jauh sekali Azzam.

    Nek, kenapa Nenek bohong sama Azzam, kenapa semua orang tinggalkan Azzam

    sendiri di dunia ini, Azzam masih kecil Nek, kenapa Nenek memilih tidur dibalik tumpukan

    tanah, begitu juga Ayah, dan ibu. Azzam belum besar Nek

    Isak tangis menyeruak di pemakaman itu, Mataharinya tidak secerah dulu, tapi telah

    berubah menjadi hujan sangat deras. Kehidupan tak kan seindah mentari pagi, hidup yang

    dirasakannya benar-benar mendekati garis akhir kehidupannya yang melarat tak bertepi itu.

    Azzam mengelus-elus dadanya, mencoba merasakan dan mencari-cari kedekatan jarak

    hatinya dengan Sang Maha pemilik semangat yang tiada tandingnya,tapi matanya terlalu

    melukiskan kesedihan yang berlarut menembus semua ruang-ruang jiwa yang seakan mati,

    untuk kembali berjuang dan menjalani segala onak dan duri kehidupan yang tak hidup baginya,

    tak mudah.

    Pesan Neneknya begitu terpatri baik dan tulus di dalam hati Azzam, tak perlu

    menunggu waktu lama Azzam menengadah ke langit yang membiru bisu, mengangkat kedua

    tangannya untuk bertekad, bangkit dari segala keterpurukkan diri. Khairul Azzam namanya

    seorang bocah yang kala itu memberanikan diri untuk mengadu nasib di kota Karo, senantiasa

    semangatnya bangkit membara.

  • katakan pada mereka bahwa api itu masih membara, bahwa mentari itu masih terbit

    dari hatimu, bahwa letupan itu siap meledak di dalam duniamu, katakan itu pada mereka wahai

    Azzam, orang-orang yang masih ragu akan kemampuan dan ketegaran dirimu

  • CURICULUM VITAE

    INDRA ELIZAR

    Per Januari 2015

    Perkenalkan namaku Indra Elizar, teman-temanku biasa memanggilku dengan

    sebutan Indra. Aku lahir di Medan, 07 Maret 1995. Aku merupakan anak pertama dari 3

    bersaudara. Ibuku bernama Erlinawaty sedangkan ayahku bernama Gustizar. Aku merupakan

    seorang mahasiswa Pertanian USU stambuk 2013. Dan hobiku selain menulis aku juga suka

    travelling.