Indeks Kebersihan Gigi Dan Karies

26
INDEKS KEBERSIHAN GIGI DAN KARIES 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Hasil penelitian Natamiharja (2010) menunjukkan gambaran hubungan nilai pengetahuan dengan indeks OHIS. Kelompok yang pengetahuaannya ditingkatkan dengan penyuluhan mengalami penurunan indeks OHIS sebesar 1,53 dan terlihat adanya perbedaan bermakna ( p = 0,0001 ) dimana skor OHIS sebelum penyuluhan adalah 3,54 dan setelah penyuluhan adalah 2,01. Untuk nilai pengetahuan juga terjadi peningkatan sebesar 49,72 dan terlihat adanya perbedaan bermakna sebelum dan setelah penyuluhan kedua dilakukan ( p = 0,0001 ). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan sample dengan indeks OHIS nya. Penelitian yang dilakukan peneliti sekarang adalah hubungan tingkat pengetahuan tentang upaya menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan indeks kebersihan gigi dan mulut anak usia 9-12 tahun di

Transcript of Indeks Kebersihan Gigi Dan Karies

INDEKS KEBERSIHAN GIGI DAN KARIES

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

Hasil penelitian Natamiharja (2010) menunjukkan gambaran

hubungan nilai pengetahuan dengan indeks OHIS. Kelompok yang

pengetahuaannya ditingkatkan dengan penyuluhan mengalami penurunan

indeks OHIS sebesar 1,53 dan terlihat adanya perbedaan bermakna ( p =

0,0001 ) dimana skor OHIS sebelum penyuluhan adalah 3,54 dan setelah

penyuluhan adalah 2,01. Untuk nilai pengetahuan juga terjadi peningkatan

sebesar 49,72 dan terlihat adanya perbedaan bermakna sebelum dan setelah

penyuluhan kedua dilakukan ( p = 0,0001 ). Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan sample dengan indeks OHIS nya.

Penelitian yang dilakukan peneliti sekarang adalah hubungan tingkat

pengetahuan tentang upaya menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan indeks

kebersihan gigi dan mulut anak usia 9-12 tahun di Dusun Bagek Kedok

Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur. Desain penelitian ini menggunakan

rancangan penelitian cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan

metode simple random sampling. Data diambil secara langsung dengan

instrumen kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah Chi-Square dengan

tingkat kemaknaan 0,05.

Kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu

sama-sama menilai indeks kebersihan gigi dan mulut. Perbedaannya yaitu

penelitian sekarang tidak diberi perlakuan, sedangkan penelitian terdahulu

diberi perlakuan. 6

2.2 LANDASAN TEORETIK

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah  merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah seseorang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu, pengetahuan umumnya datang dari penginderaan yang terjadi

melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Dari tahap penginderaan, sampai dihasilkan

pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo 2003). 

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya dan merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (aplication)

7

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang

sebenarnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek (Muhariani 2008). 

2.2.2 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut

Kesehatan gigi adalah bagian integral dari kesehatan umum,

sehingga perlu bagi tenaga kesehatan gigi untuk senantiasa meningkatkan

kemampuan sesuai dengan perkembangan kesehatan pada umumnya.

Penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat

salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan

gigi dan mulut (Notoatmodjo 2003). Hal tersebut dilandasi oleh kurangnya

8

pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut. Anak masih

sangat tergantung pada orang dewasa dalam hal menjaga kebersihan dan

kesehatan gigi karena kurangnya pengetahuan anak mengenai kesehatan

gigi dibanding orang dewasa. Pada umumnya keadaan kebersihan mulut

anak lebih buruk yang mana salah satu faktornya adalah kebiasaan

mengkonsumsi makanan yang beresiko menyebabkan kerusakan gigi

(karies). Pentingnya perawatan gigi dan mulut serta usaha untuk menjaga

kebersihannya merupakan hal mutlak harus dilakukan karena mulut bukan

sekedar pintu masuknya makanan dan minuman saja, tetapi mulut juga

bisa menjadi pintu masuknya mikroorganisme yang dapat menyebabkan

kerusakan pada gigi (Notoatmodjo 2003).

Menurut Bloom (1908), terdapat tiga domain untuk mengukur

perilaku manusia terhadap kesehatan, yaitu pengetahuan, afektif dan

psikomorik. Dimana disini dikatakan bahwa pengetahuan merupakan hal

yang sangat penting karena pengetahuan tentang kesehatan mancakup apa

yang diketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan.

Penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama dari daftar 10

besar penyakit yang paling sering dikeluhkan masyarakat Indonesia.

Persepsi dan perilaku masyarakat Indonesia terhadap kesehatan gigi dan

mulut masih buruk. Ini terlihat dari masih besarnya angka karies gigi dan

penyakit mulut di Indonesia yang cenderung meningkat. Hal yang sangat

mempengaruhi masalah tersebut, faktor pendidikan merupakan faktor

kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi terhadap

pengetahuan sikap, dan perilaku seseorang untuk hidup sehat, sehingga

9

diharapkan seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih

tinggi mampu memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang

kesehatan. Dan alangkah baiknya berbagi dengan masyarakat yang tingkat

pendidikanya rendah, dan membutuhkan lebih banyak lagi informasi

(Depkes 1994).

Pemberian pengetahuan ini bisa dilakukan oleh dokter gigi di

praktek ataupun saat dilapangan, atau tenaga kesehatan khususnya tenaga

kesehatan gigi. Pendidikan kesehatan yang diberikan adalah meningkatkan

kesehatan gigi dan mulut, masyarakat harus semakin sadar bahwa

perawatan gigi dan mulut merupakan tindakan yang segera dan tidak boleh

dianggap remeh ( Depkes 1994).

Dengan demikian diharapkan rencana pembangunan kesehatan

menuju Indonesia Sehat 2010, yang menggariskan arah pembangunan

kesehatan yang mengedepankan paradigma sehat, khususnya

penanggulangan dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta

pencegahannya akan terwujud. Mari kita mulai pola hidup sehat dengan

menjaga kesehatan secara utuh dan menyeluruh dengan maksimal (Depkes

1994).

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pembinaan

kesehatan gigi terutama pada anak usia sekolah perlu mendapat perhatian

khusus karena pada usia ini anak sedang menjalani proses tumbuh

kembang. Keadaan gigi sebelumnya akan berpengaruh terhadap

perkembangan kesehatan gigi pada usia dewasa nanti. Penyebab timbulnya

10

masalah kesehatan gigi dan mulut pada anak salah satunya adalah faktor

perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut

dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi

dan mulut (Depkes 1994).

2.2.3 Upaya Menjaga Kebersihan Gigi Dan Mulut

Termasuk dalam pengetahuan kesehatan gigi yang harus diketahui

oleh masyarakat adalah tentang cara-cara menjaga kebersihan gigi dan

mulut (Herijuliyanti 2002):

a) Sikat Gigi Dan Manfaatnya

Ada berbagai ukuran, corak, bentuk dan pola sikat gigi yang

dapat diperoleh masyarakat. Terdapat sikat dengan kepala yang

panjang, kepala yang pendek, dengan tangkai yang lunak, serta dengan

berbagai derajat kekerasan dari bulu sikat alami dan bulu sikat plastik.

Alasan untuk mendapat sikat gigi yang baik, cukup banyak, tetapi

belum pernah dibicarakan secara menyeluruh pada lingkungan

profesional (Herijuliyanti 2002).

1) Desain dan bentuk sikat gigi telah sering mengalami perubahan

selama bertahun tahun, tetapi walaupun demikian, banyak dokter

gigi yang masih menggunakan konsep lama tersebut ( Harijuliyanti

2002).

2) Pandangan kita terhadap pembersihan telah berubah. Kita

memandang lebih penting untuk memperhatikan plak dan gingiva

11

daripada menghilangkan sisa makanan dan memoles atau

memutihkan enamel ( Harijuliyanti 2002).

b) Pasta Gigi

Pasta gigi dimaksudkan untuk membersihkan dan

menghaluskan permukaan gigi geligi dan dapat memberikan rasa serta

aroma yang nyaman dalam rongga mulut. Selain itu, pasta gigi juga

berfungsi sebagai media melekatkan fluor pada jaringan gigi. Bubuk

pasta gigi berisi bahan yang abrasive, pembersih, bahan penambah rasa

dan pewarna serta pemanis. Disamping mengandung juga bahan

pengikat, ‘pelembap’, pengawet dan air. Kebanyakan pasta gigi

yangberedar dipasaran juga mengandung fluor. Sebagian kecil lainnya

berisi bahan desensitisasi (Herijuliyanti 2002, Kidd 1992).

c) Frekuensi Menyikat Gigi

Kesehatan mulut tidak lepas dari etiologi, dengan plak sebagai

salah satu faktor terjadinya karies. Penting di sadari bahwa plak pada

dasarnya di bentuk terus-menerus. Dalam waktu setengah jam bakteri

dalam plak dapat berkolonisasi, untuk itu gigi dan gusi harus sering

dibersihkan. Namun, bagi banyak orang, sulit untuk mncapai

kebersihan mulut yang demikian teliti. Berapa kali gigi harus disikat

untuk mencegah karies, lebih sukar dijawab. Sebuah penelitian

melaporkan, tentang penelitian yang berusaha membuat korelasi,

antara frekuensi menyikat gigi dan frekuensi karies. Didapatkan hasil

yang bertentangan. Meskipun suatu hubungan yang positif, antara

frekuensi menyikat dan frekuensi karies, belum merupakan bukti

12

bahwakaries gigi dapat dicegah, dengan menggosok gigi hanya

hubungan kedua faktor (Herijuliyanti 2002, Kidd 1992, Suryo 1993)

Pada umumnya menyikat gigi dua kali sehari. Saat yang dipilih

adalah pada pagi hari setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Tetapi

ada yang berpendapat bahwa menyikat gigi sekali sehari, asalkan

efektif dapat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan mulut (Ratih

2000)

d) Tujuan Menyikat Gigi

Tujuan menyikat gigi adalah untuk membersihkan,dan

menghilangkan semua sisa-sisa makanan dan plak yang menempel

pada gigi geligi,dan memijat gusi untuk melancarkan peredaran darah

di gigi.Frekuensi mengosok gigi yang disarankan adalah dua kali

sehari,pagi hari dan malam sebelum tidur (Kidd 1992, Suryo 1993)

e) Waktu Menyikat Gigi

Bersihkan gigi yang tepat waktu adalah pagi hari dan

sebelum tidur,sehingga kebiasaan menyikat gigi saat mandi tidak

betul.Sebab sesudah bersikat gigi pagi di saat mandi,orang akan makan

pagi.Setelah makan pagi,kalau hana berkumu-kumur akan

kotor.Demikian juga,apabila bersikat gigi pada saat mandi sore

hari.Padahal menurut beberapa ahli,kuman paling aktif dapat merusak

email gigi,ialah sekitar setengah jam sejak saat selesai makan.Pada saat

itu sisa makanan segera di rubah oleh kuman,menjadi asam yang dapat

melunakkan email itu.Oleh karena itu , menyikat gigi yang benar

13

adalah setiap setelah makan,dan sebelum tidur.Bila hanya 3 kali, yang

terakhir sebaiknya menjelang tidur,sbebab antara saat makanan hendak

tidur mungkin saja masih makan-makanan kecil (Ratih 2000)

f) Teknik Menyikat Gigi

Walaupun kita selalu mengatakan telah menyikat gigi dua kali

sehari, namun sebagian besar orang tetap memiliki plak dalam

mulutnya. Hal ini menunjukkan bahwa metode pembersihan yang

dilakukan belum tepat. Ada beberapa metode yang disarankan para

ahli namun belum dapat dibuktikan metode mana yang terbaik (Pratiwi

2009).

Metode tersebut diantaranya:

1) Scrub memperkenalkan cara sikat gigi dengan menggerakakan

sikat secra horizontal. Ujung bulu sikat diletakkkan pada area batas

gusi dan gigi, kemudian digerakkan maju dan mundur berulang-

ulang (Pratiwi 2009).

2) Roll memperkenalkan cara menyikat gigi dengan gerakan memutar

mulai dari permukaan kunyah gigi belakang, gusi dan seluruh

permukaan gigi sisanya. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi

dan gigi dengan posisi paralel dengan sumbu tegaknya gigi

(Pratiwi 2009)

3) Bass meletakkan bulu sikatnya pada area batas gusi dan gigi sambil

membentuk sudut 45o dengan sumbu tegak gigi. Sikat gigi

digetarkan ditempat tanpa mengubah-ubah posisi bulu sikat

(Pratiwi 2009).

14

4) Stillman mengaplikasikan metode dengan menekan bulu sikat dari

arah gusi ke gigi secara berulang. Setelah sampai di permukaan

kunyah, bulu sikat digerakkan memutar. Bulu sikat diletakkan pada

area batas gusi dan gigi sambil membentuk sudut 45o dengan

sumbu tegak gigi seperti metode bass (Pratiwi 2009).

5) Fones mengutarakan metode garakan sikat secara horizontal

sementara gusi ditahan pada posisi menggigit atau oklusi. Gerakan

dilakukan memutar dan mengenai seluruh permukaan gig atas dan

bawah (Pratiwi 2009).

6) Charters meletakkan bulu sikat menekan gigi dengan arah bulu

sikat menghadap permukaan kunyah atau oklusal gigi. Arahkan 450

pada daerah leher gigi. Tekan pada daerah leher gigi dan sela sela

gigi kemudian getarkan minimal 10 kali pada tiap tiap area dalam

mulut. Gerakan berputar dilakukan terlebih dulu untuk

membersihkan daerah mahkota gigi. Metode ini baik untuk

membersihakan plak di daerah sela-sela gigi, pada apsien yang

memakai alat orthodontik cekat atau kawat gigi dan pada pasien

dengan gigi tiruan yang permanen (Pratiwi 2009).

Setiap metode yang telah disarankan oleh beberapa

Dokter Gigi ahli memiliki kesulitan tersendiri. Bagi anak-anak

disarankan memulai dengan metode scrub dan dilanjutkan dengan

metode bass. Secara umum sampai saat ini disimpulkan bahwa cara

sikat gigi yang paling efektif adalah dengan mengkombinasikan

metode-metode tersebut (Pratiwi 2009).

15

2.2.4 Status Kebersihan Gigi dan Mulut

2.2.4.1 Kebersihan Gigi dan Mulut

Kebersihan mulut sangat penting karena kurangnya

kebersihan gigi dan mulut memungkinkan terjadinya penimbunan

plak dan sisa-sisa makanan. Karbohidrat dapat mengalami

peragian, terutama sukrosa, merupakan substrat utama untuk

menghasilkan asam-asam metabolis oleh bakteri-bakteri yang

terjerat. Plak menetralisasi asam dan mencegah penyebaran

bakteri. Asam akan menghancurkan lapisan email gigi dengan

jalan dekalsifikasi (Kidd 1992, Pratiwi 2009).

Kebersihan gigi dan mulut yang maksimal dapat tercapai

dengan baik dengan cara membersihkan gigi dan mulut dari sisa

makanan yang tertinggal diantara gigi atau fissure. Gigi yang

bersih sedikit sekali kemungkinannya terkena karies gigi. Dari

uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebersihan gigi dan

mulut adalah suatu keadaan dimana gigi gedligi yang berada dalam

rongga mulut dalam keadaan yang bersih, bebas dari plak dan

kotoran lain yang berada diatas permukaan gigi seperti debris,

karang gigi dan sisa makanan serta tidak terciumbau mulut dalam

mulut (Kidd 1992, Pratiwi 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebersihan gigi dan

mulut adalah menggosok gigi, karena salah satu pemeliharaan

kesehatan gigi dan mulut adalah menggosok gigi, yang meliputi

frekuensi menggosok gigi, cara menggosok gigi, dan bentuk sikat

16

gigi. Ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi kebersihan gigi

dan mulut (Kidd 1992, Pratiwi 2009).

2.2.4.2 Indeks Kebersihan Gigi dan Mulut (OHI-S)

Pemeriksaan OHI-S (Simplified Oral Hygiene Index) adalah

pemeriksaan gigi dan mulut dengan menjumlahkan debris Index

(DI) dan Calculus Index (CI). DI adalah score/nilai dari endapan

lunak yang terjadi karena adanya sisa makanan yang melekat pada

gigi penentu. CI adalah score/nilai dari endapan keras/karang gigi

terjadi karena debris yang mengalami pengapuran yang melekat

pada gigi penentu. Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan

pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut

(Herijuliyanti 2002, pratiwi 2009), yaitu :

Untuk rahang atas yang diperiksa:

a. Gigi M1 kanan atas pada permukan bukal.

b. Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial.

c. Gigi M1 kiri atas pada permukaan bukal.

Untuk rahang bawah, yang diperiksa :

a. Gigi M1 kiri bawah, permukaa lingual.

b. Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial.

Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual.

17

Bila ada kasus salah satu dari gigi gigi tersebut tidak ada

(telah dicabut/tinggal sisa akar), penilaian dilakukan pada gigi gigi

pengganti yang sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu :

a.) Bila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada,

penilaian dilakukan pada gigi M2 rahang atas atau rahang

bawah.

b.) Bila gigi M1 dan M2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada,

penilaian dilakukan pada gigi M3 rahang atas/rahang bawah.

c.) Bila M1,M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada,

tidak dapat dilakukan penilaian.

d.) Bila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilaian dilakukan

pada I1 kiri rahang atas.

e.) Bila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.

f.) Bila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan

pada gigi I1 kanan rahang bawah

g.) Bila gigi I1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada, tidak dapat

dilakukan penilaian.

Bila terdapat kasus beberapa gigi diantara keenam gigi

yang seharusnya diperiksa tidak ada, debris index dan kalkulus

18

masih dapat dihitung apabila terdapat paling sedikit 2 gigi yang

dapat dinilai (Herijuliyanti 2002).

Penilaian dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan

hanya pada gigi permanen.

1. Individu

a. Simplified Debris Index (DI-S)

Skor/kriteria :

0 : tidak ada debris maupun stain

1 : debris lunak menutupi tidak lebih 1/3 permukaan gigi /

extrinsic stains tanpa debris

2 : debris lunak menutupi lebih 1/3 s.d tidak lebih 2/3

permukaan gigi

3 : debris lunak menutupi lebih 2/3 permukaan gigi

b. Simplfied Calculus Index (CI-S)

Skor/kriteria :

0 : tidak ada calculus

1 : supragingival calculus menutupi tidak lebih 1/3

permukaan gigi

2 : supragingival calculus menutupi lebih 1/3 s.d tidak lebih

2/3 permukaan gigi / subgingival calculus sedikit

3 : supragingival calculus menutupi lebih 2/3 permukaan

gigi / subgingival calculus banyak

2. Kriteria OHI-S

19

baik : 0,1 – 1,2

sedang : 1,3 - 3,0

kurang : 3,1 – 6,0 (Herijuliyanti 2002).

2.2.5 Hubungan Pengetahuan Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut

Terhadap Status Kebersihan Gigi dan Mulut

Pengetahuan, sikap, dan tindakan merupakan 3 tingkatan perilaku.

Banyak yang bisa dikaitkan dari ketiga tingkatan tersebut. Pengetahuan

yang baik, sikap yang baik, belum tentu tindakan yang dilakukan baik juga.

Hal tersebut terjadi karena pengetahuan dan sikap sebatas perilaku tertutup,

artinya masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi.

Sedangkan tindakan merupakan perilaku terbuka, artinya telah dilakukan

atau telah dipraktekkan (Notoatmodjo 2003).

Upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya dilakukan

sejak usia dini. Usia sekolah dasar merupakan saat yang ideal untuk

melatih kemampuan motorik seorang anak, termasuk di antaranya

menyikat gigi (Trehan 1995).

Kemampuan menyikat gigi secara baik dan benar merupakan faktor

yang cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.

Keberhasilan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut juga dipengaruhi oleh

faktor penggunaan alat, metode penyikatan gigi, serta frekuensi dan waktu

penyikatan yang tepat. Tersedia berbagai variasi dalam desain sikat gigi,

berbagai metode penyikatan gigi, frekuensi penyikatan gigi, dan waktu

penyikatan gigi (Trehan 1995, Pratiwi 2009).

20

Perubahan yang diharapkan terjadi dalam proses pendidikan

bukanlah sekadar penambahan atau pengurangan perilaku atau

keterampilan, namun perubahan struktur pola perilaku dan pola

kepribadian menuju pola yang makin sempurna (Notoatmodjo 2003).

Penelitian eksperimental semu oleh Riyanti dkk (2005) untuk

mengetahui tingkat kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi sebuah sekolah

dasar setelah diberikan pendidikan kesehatan gigi menunjukkan perubahan

yang signifikan nilai rata-rata OHI-S antara sebelum dan sesudah

perlakuan. Perubahan yang signifikan juga terjadi selama proses

pendidikan dengan thitung -8,346. Kesimpulan dari penelitian ini terjadi

perubahan tingkat kebersihan gigi dan mulut antara sebelum dan sesudah

perlakuan pada kunjungan kedua, ketiga, dan keempat dan selama proses

pendidikan.

Hasil penelitian Natamiharja (2010) menunjukkan gambaran

hubungan nilai pengetahuan dengan indeks OHIS. Kelompok yang

pengetahuannya ditingkatkan dengan penyuluhan mengalami penurunan

indeks OHIS sebesar 1,53 dan terlihat adanya perbedaan bermakna ( p =

0,0001 ) dimana skor OHIS sebelum penyuluhan adalah 3,54 dan setelah

penyuluhan adalah 2,01. Untuk nilai pengetahuan juga terjadi peningkatan

sebesar 49,72 dan terlihat adanya perbedaan bermakna sebelum dan setelah

penyuluhan kedua dilakukan ( p = 0,0001 ). Berdasarkan jawaban

kuesioner sebelum penyuluhan, banyak penderita yang tidak mengetahui

fungsi dan cara penyikatan yang benar. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan sample dengan indeks OHIS nya.

21

Pendidikan cara-cara penyikatan gigi bagi anak-anak perlu

diberikan contoh suatu model yang baik serta dengan teknik yang

sesederhana mungkin. Penyampaian pendidikan kesehatan gigi dan mulut

pada anak-anak harus dibuat semenarik mungkin, antara lain melalui

penyuluhan yang atraktif tanpa mengurangi isi pendidikan, demonstrasi

secara langsung, program audio visual, atau melalui sikat gigi massal yang

terkontrol (Anningrum 2000).

22