IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

50
LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 4 SKENARIO 1 BLOK 15 “IMUNISASI “ Disusun oleh: 1. Amali a Isnaini H2A010003 2. Devi Yanuar Permatasari H2A010011 3. Eka Budhiarti H2A010014 4. Fitria Wijayanti H2A010019 5. Gananda Laksa H2A010021 6. Juhendra Fathoni H2A010027 7. Kunthi Rahmawati H2A010029 8. Maria Ulfah H2A010032 9. R. Prindjati Prakasa H2A010042 10. Rofiqo Umania Rachmawati H2A010045 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 1

Transcript of IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Page 1: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 4

SKENARIO 1 BLOK 15

“IMUNISASI “

Disusun oleh:

1. Amalia Isnaini H2A010003

2. Devi Yanuar Permatasari H2A010011

3. Eka Budhiarti H2A010014

4. Fitria Wijayanti H2A010019

5. Gananda Laksa H2A010021

6. Juhendra Fathoni H2A010027

7. Kunthi Rahmawati H2A010029

8. Maria Ulfah H2A010032

9. R. Prindjati Prakasa H2A010042

10. Rofiqo Umania Rachmawati H2A010045

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2013

1

Page 2: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

IMUNISASI

Seorang ibu membawa anak perempuannya yang berusia 1 tahun utuk imunisasi

dipuskesmas. Anak lahir cukup bulan dengan BB lahir 3000gr dan panjang 45cm, saat ini

terjadi pertambahan BB= 8kg, Tb= 80cm. Saat ini anak belum mampu berdiri sendiri dan

berkata mama, papa kepada orang tuanya. Anak ini pernah beberapa kali menderita

infeksi saluran nafas tapi saat ini dalam keadaan tidak sakit. Anak ini sudah mendapatkan

imunisasi sejak lahir tetapi belum lengkap, dikarenakan ibu anak tersebut tidak

mengetahui adanya program imunisasi wajib dan dikarenakan tempat tinggalnya yang

jauh dari pusat kesehatan. Di lingkungan sekitar keluarga tersebut terdapat beberapa anak

penderita lumpuh layu.

STEP 1 (IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT)

1. Imunisasi: suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap

suatu antigen yang serupa sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa,

tidak terjadi penyakit.(1)

2. Lumpuh layu: merupakan manifestasi dari Acute Flaccid Paralysis yaitu kelumpuhan

yang terjadi secara akut yang mengenai otot, saraf, neuromuscular junction, otak,

medula spinalis dan kornu anterior.(2)

3. Infeksi: invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang

menyebabkan cedera seluler lokal, akibat kompetisi metabolism, toksin, replikasi

intraseluler, atau respon antigen-antibodi.(3)

STEP 2 (IDENTIFIKASI MASALAH)

1. Berat badan anak perempuan = 8kg, dan tinggi badan = 80cm, termasuk normal atau

tidak dan bagaimanakah status gizi anak tersebut?

2. Bagaimana perkembangan normal anak pada usia satu tahun, apa saja yang dapat

menyebabkan anak pada kasus ini belum dapat berdiri dan berkata mama papa kepada

orang tuanya?

3. Imunisasi apa yang akan diberikan pada anak tersebut yang berumur satu tahun, dan

Hal-hal apa saja yang harus dijelaskan kepada orang tua sebelum melakukan

imunisasi?

2

Page 3: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

4. Adakah hubungan dari penyakit anak dahulu yang beberapa kali menderita infeksi

saluran nafas dan lingkungan sekitar rumah ada beberapa anak yang menderita

lumpuh layu dengan gejala anak tersebut? Jelaskan!

STEP 3 (KLASIFIKASI MASALAH)

1. Status gizi anak :

Berdasarkan Z-score.(4)

- Tinggi badan ideal (TBI) 1,5 x Pb lahir = 1,5 x 45cm = 67,5

- Berat badan ideal (BBI) (usia dalam tahun) x 2 + 8 = (1 X 2) + 8 = 10 kg

- BB/U= riel – median 8 – 9,5 - 1,5

Sd low 1 1

- TB/U= riel – median 80- 74,3 5,7

Sd up 2,8 2,8

- BB/TB= riel – median 8-10,6 - 2,6

Sd low 0,9 0,9

2. Anak belum bisa berdiri dan berkata mama papa :

Ada banyak kemungkinan, bisa karena gangguan perkembangan dengan berbagai

macam etiologi.(5)

a. Faktor yang mempengaruhi terjadinya tumbuh kembang anak yaitu :

1) Faktor internal (genetik)

- Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil proses tumbuh kembang

anak.

- Melalui genetik dapat di tentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.

- Yang termasuk faktor internal yaitu perbedaan ras/etnik/bangsa, keluarga,

umur, jenis kelamin, kelainan genetik dan kelainan kromosom.

2) Faktor eksternal (lingkungan)

Yang termasuk faktor eksternal yaitu biofisikopsikososial yang

mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya.

3

Gizi normal

jangkung

kurus

- 1,5

2,03

- 2,88

Page 4: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Faktor eksternal dibagi menjadi 2 yaitu :

- Faktor pranatal yaitu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan janin

sejak konsepsi hingga lahir, yang meliputi ; gizi ibu saat hamil,

mekanis, toksin / zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas,

dan anoksia embrio.

- Faktor postnatal meliputi lingkungan biologis, lingkungan fisik,

lingkungan psikososial, serta keluarga dan adat-istiadat.

b. Berdasarkan formulir denver II anak usia 1 tahun harus sudah bisa melakukan :

1) Personal sosial

Meliputi ; minum dengan cangkir, menirukan kegiatan, bermain bola

dengan pemeriksa, berusaha menggapai mainan, dada dengan tangan,

menyatakan keinginannya, tepuk tangan dan makan sendiri.

2) Adaptif-motorik halus

Meliputi ; menaruh kubus di cangkir, menbenturkan 2 kubus, memegang

ibu jari dan jari telunjuk, mengambil 2 kubus dan memindahkan kubus.

3) Bahasa

Meliputi ; mengatakan atau mengucapkan 2 kata, mengucapkan papa,

mama, dan mengoceh.

4) Motorik kasar

Meliputi ; berjalan dengan baik, membungkuk kemudian berdiri, serta

berdiri sendiri.

c. Perkembangan Bahasa Normal (6)

Hemisfer kiri merupakan pusat kemampuan berbahasa pada 94% orang dewasa

kinan dan 75% pada orang dewasa kidal. Pengkhususan hemisfer untuk fungsi bahasa

sudah dimulai sejak di dalam kandungan, tetapi berfungsi secara sempurna setelah

beberapa tahun kemudian. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak dengan

kerusakan otak unilateral sebelum maupun sesudah lahir, diperkirakan fungsi berbahasa

dapat diprogram oleh hemisfer lainnya, walaupun kelainan yang khusus masih dapat

ditemukan dengan tes yang teliti. Kelenturan perkembangan otak seperti ini

menyebabkan macam perkembangan bahasa pada anak sukar ditemukan.

4

Page 5: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Seperti pada orang dewasa terdapat 3 area utama pada hemisfer kiri anak

khusus untuk berbahasa, yaitu di bagian anterior (area brocca dan korteks motorik)

dan di bagian posterior (area wernicke). Informasi yang berasal dari korteks

pendengaran primer dan sekunder, diteruskan ke bagian korteks temporoparietal

posterior (area wernicke), yang dibandingkan dengan ingatan yang sudah disimpan.

Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan oleh fasiculus arcuata ke bagian

anterior otak dimana jawaban motorik dikoordinasi. Apabila terjadi kelainan pada

salah satu dari jalannya impuls ini, maka akan terjadi kelainan bicara. Kerusakan

pada bagian posterior akan mengakibatkan kelainan bahasa reseptif, sedangkan

kerusakan di bagian anterior akan menyebabkan kelainan bahasa ekspresif.

d. Gangguan berbicara pada anak dapat dibedakan berdasarkan: (7)

1) Kongenital:

- Retardasi mental

- Tuli (akibat rubella, kern ikterus, sindrom turner)

- Cerebral palsy

- Anomali alat bicara perifer (palatum, bibir, gigi dan lidah)

- Developmental speech disorder misalnya developmental dyslexia, gagap,

developmental dysarthria, developmental word deafness, developmental

motor aphasia

2) Didapat:

- Afasia karena penyakit yang disertai kejang, pasca ensefalitis, trauma,

neoplasma, gangguan vaskuler otak, penyakit degeneratif

- Disartria pada Bell's Palsy, poliomielitis, tumor batang otak, miastenia

gravis, penyakit degeneratif

- Psikogenik dan sosiokultural.

3. Imunisasi yang diberikan untuk anak usia 1 tahun :(1)

5

Page 6: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

a. Vaksin influenza :

- Vaksin influenza terdiri dari dua virus influenza sub tipe A yaitu H3N2

dan H1N1 , serta virus influenza tipe B.

- Jadwal pemberian vaksin influenza diberikan pada anak umur 6-23 bulan,

baik pada anak sehat maupun dengan resiko (asma, penyakit jantung, HIV dan

diabetes).

- Imunisasi influenza diberikan setiap tahun dan diberikan secara intramuscular

pada paha anterolateral atau deltoid.

- Dosis yang diberika pada umur 6-23 bulan : 0,25ml.

b. PCV-7 (pneumococcal conjugate vaccine)

- Diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis pertama tidak diberikan sebelum umur

6 minggu.

- Untuk BBLR (≤ 1500gr), vaksin diberikan setelah umur kronologik 6-8

minggu tanpa memperhatikan umur atau apabila berat badan telah mencapai ≥

2000gr.

- Dapat diberikan bersamaan vaksin lainnya; missal DTwP, DTaP, TT, Hib,

Hep B, MMR, atau varicela yang menggunakan syringe terpisah. untuk setiap

vaksin diberikan disisi badan yang berbeda.

c. Jadwal imunisasi dari usia 0 – 12 bulan

Umur Vaksin Keterangan

Saat lahir 1. Hepatitis B-1

2. Polio - 0

- HB-1 harus diberikan dalam

waktu 12 jam setelah lahir,

dilanjutkan pada umur 1 dan 6

bulan.

- Diberikan saat kunjungan

pertama atau pada bayi yang

lahir di RB/RS , polio oral

diberikan saat bayi di pulangkan.

1 bulan 1. Hepatitis B-2 - HB-2 diberikan pada umur satu

bulan , dengan interval HB-1

dan HB-2 adalah satu bulan.

6

Page 7: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

0-2 bulan 1. BCG - BCG dapat diberika sejak lahir.

Bila diberikan pada usia > 3

tahun, maka perlu dilakuan uji

tuberculin terlebih dahulu. BCG

diberikan bila uji tuberculin

negative

2 bulan 1. DTP-1

2. Hib-1

3. Polio-1

4. PCV-1

- DTP diberikan pada umur > 6

minggu

- Hib diberikan pada umur 2 bulan

dengan interval 2 bulan

- Dapat diberikan bersamaan

dengan DTP-1

- Diberikan pada umur 2 bulan

4 bulan 1. DTP-2

2. Hib-2

3. Polio-2

4. PCV-2

- DTP-2 (DTwP/DTaP) dapat

diberikan terpisah atau

dikombinasikan dengan Hib-2

(PRP-T)

- Polio-2 diberikan bersamaan

dengan DTP-2

- PCV-2 diberikan pada umur 4

bulan

6 bulan 1. DTP-3

2. Hib-3

3. Polio-3

4. PCV-3

- DTP-3 dapat diberikan terpisah

atau dikombinasikan dengan

Hib-3 (PRP-T)

- Apabila menggunakan Hib-

OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan

tidak perlu diberikan

- Polio- diberikan bersamaan

dengan DTP-3

- PCV-3 pada umur 6 bulan

6 bulan 1. Hepatitis B-3 - HB-3 diberikan pada umur 3-6

7

Page 8: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

bulan. Untuk mendapat respon

imun optimal interval HB-2 dan

HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5

bulan

6-23 bulan - Influenza - Influenza dapat diberikan sejak

umur 6 bulan

9 bulan - Campak - Campak-1 diberikan pada umur

9 bulan, campak-2 merupakan

program BIAS pada SD kl 1,

umur 6 tahun. Apabila telah

mendapat MMR pada umur 15

bulan, campak-2 tidak perlu

diberikan.

12-15 bulan - PCV-7 - Ulangan PCV-7 diberikan 1

dosis, pada umur 12-15 bulan

4. Adakah hubungan anak yang beberapa kali menderita infeksi saluran nafas dan

lingkungan sekitar ada beberapa anak yang lumpuh layuh dengan keadaan anak yang

belum mampu berdiri sendiri dan berkata papa mama?

Lingkungan dan kesehatan anak berpengaruh penting terhadap tumbuh

kembangnya, pada kasus ini dikatakan bahwa anak beberapa kali mengalami infeksi

saluran nafas atas dan lingkungan sekitar rumahnya banyak anak yang menderita

lumpuh layuh. Infeksi saluran nafas atas dapat disebabkan karena imunitas anak yang

menurun, paparan lingkungan maupun tanda awal suatu penyakit contohnya

poliomielitis yang awalnya menyerang mukosa faring. Banyaknya anak disekitar

rumah yang menderita lumpuh layuh merupakan faktor resiko penularan virus polio

pada anak tersebut sehingga diperlukan pemeriksaan dan observasi lebih lanjut

apakah gejala anak yang belum dapat berdiri sendiri dan berkata mama dan papa pada

orang tuanya disebabkan karena poliomielitis atau penyebab lain.

8

Page 9: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Penyebab dari penyakit poliomyelitis sendiri adalah virus polio yang termasuk

enterovirus, dalam family picornaviridae, gejala awalnya mirip infeksi pada

umumnya, demam, nyeri tenggorokan, gangguan saluran cerna (gejala menyerupai

influenza) penularan penyakit ini melalui udara yang mengandung virus polio. (8)

a. Respon imunologi anak (9)

Respon imun adalah reaksi badan terhadap suatu benda asing yang

merupakan suatu mekanisme kompleks, yaitu dimuali dengan masuknya antigen ke

dalam tubuh dan diakhiri dengan pembentukan zat anti. Reaksi ini bergantung

kepada sifat antigen (macam, jumlah, cara pemberian) dan kontitusi genetik badan.

Respon imun menjadi dasar dalam imunisasi.

- Respon imun primer

Pada pemberian antigen pertama, sel imunokompeten akan mengadakan

differensiasi menjadi sel yang sensitif terhadap antigen yang kemudian akan

berproliferasi lebih lanjut sebagian menjadi sel yang akan membentuk zat anti

(imunoglobulin) dan sebagian lagi dipersiapkan untuk menghadapi masuknya

antigen berikut. Bila antigen dapat dieliminasi tubuh, maka reaksi imunologis

tubuh selesai.

- Respon imun sekunder

Pada pemberian antigen kedua atau bila benda asing atau antigen pemberian

pertama masih ada, sel yang telah dipersiapkan pada respon imun primer akan

berproliferasi dengan cepat, sebagian menjadi sel yang membentuk zat anti dan

sebagian lagi berploriferasi terus menjadi memmory cells. Memmory cells ialah

sekelompok sel yang peka terhadap antigen yang sama atau serupa. Sel ini dapat

bertahan sampai beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun. Reaksi imun

sekunder berlangsung lebih cepat, zat anti yang dibentuk lebih banyak dan

berumur lebih lama. Dengan adanya memmory cells ini maka untuk memacu

pembentukan zat anti yang banyak secara cepat, hanya dibutuhkan antigen dalam

jumlah sedikit. Bila antigen dapat dieliminasi dalam stadium ini maka reaksi

imunologis selesai tanpa terjadi kerusakan tubuh. Adakalanya hal ini tidak

berakhir seperti disebut di atas, antigen masih tetap ada, sehingga terjadi apa yang

9

Page 10: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

disebut respon imun tertier. Sifat antigen atau kerusakan genetik tubuh merupakan

faktor penyebab. Keadaan ini sangat merugikan tubuh, karena terjadi kerusakan

imunologis dengan akibat timbulnya immunologically mediated disease (IMD)

yang dapat berlangsung sementara atau menetap bergantung kepada daya

eliminasi antigen.

STEP 4 (SKEMA)

10

anak perempuan usia 1 tahun

tumbuh

kembang

Px. Penilaian antropometri

kembang denver

BB: 8kg

PB: 80cm

f.resiko

Belum mampu berdiri dan berkata mama, papa

etiologi tatalaksanaPernah ISPA

Imunisasi tidak lengkap

Lingkungan lumpuh layu

penularan

gejala

f.resiko

etiologi

tatalaksana

patofisiologi

Imunisasi nasional

prosedur

KIPI

etiologi

gejala

epidemiologi

tatalaksana

Page 11: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

STEP 5 (SASARAN BELAJAR)

1. Imunisasi (nasional)

a. Definisi

b. Tujuan imunisasi

c. Sasaran program imunisasi

d. Manfaat imunisasi

e. Jenis imunisasi

f. Imunisasi nasional

g. KIPI ( kejadian ikutan paska imunisasi)

h. Imunisasi Pada Kelompok Resiko

i. Kontra Indikasi Imunisasi

j. Manifestasi Klinis Penyakit yang dapat di Cegah dengan Imunisasi Nasional

2. Poliomielitis

a. Definisi

b. Etologi

c. Patofisiologi

d. Manifestasi klinis

e. Diagnosis

f. Tatalaksana

g. Rehabilitasi medik.

STEP 6 (BELAJAR MANDIRI)

STEP 7 (PEMBAHASAN SASARAN BELAJAR)

1. IMUNSASI

A. Definisi(1)

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif

terhadap suatu antigen yang serupa sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang

serupa, tidak terjadi penyakit.

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai

usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan.

11

Page 12: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

B. Tujuan Imunisasi(1)

Adapun tujuan program imunisasi sebagai berikut :

1) Tujuan Umum

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit Yang

Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain, Difteri,

Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.

2) Tujuan Khusus:

- Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan

imunisasi lengkap minimal 80% secara.

- Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio)

- Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan

kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup.

- Tercapainya RECAM (Reduksi Campak).

C. Sasaran Program Imunisasi(1)

Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut :

- Bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak

dan Hepatitis-B.

- Ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (catin) untuk

mendapatkan imunisasi TT.

- SD kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT.

- SD kelas II s/d kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT.

D. Manfaat Imunisasi(1)

Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :

- Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit menular

yang sering berjangkit.

- Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan jika anak

sakit.

- Untuk negara: memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat

dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

E. Jenis Imunisasi(1)

1) Imunisasi Pasif

12

Page 13: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk

memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif

tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Misalnya:

a. Imunisasi pasif bawaan

- Transfer immunoglobulin G (IgG) melalui plasenta ke janin.

- Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum

(ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (IgA).

b. Imunisasi pasif didapat

Terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung

antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya dan tidak

berlangsung lama.

- Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit campak

(measles)

2) Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif dalah tubuh anak sendiri yang memproduksi zat anti dengan cara

memasukkan antigen ke tubuh si anak yang diharapkan akan terjadi suatu proses

infeksi buatan sehingga tubuh akan mengalami reaksi imunologi spesifik yang

akan menghasilkanrespon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori

yang akan bertahan selama bertahun-tahun.

Kandungan vaksin pada imunisasi aktif:

a. Kuman mati: kolera, tuphoid, paratyphus ABC, pertusis

b. Kuman hidup yang dilemahkan: BCG

c. Virus hidup yang dilemahkan: cacar, polio

d. Toxoid (toxin yang dinetralisir): difteri, tetanus

F. IMUNISASI NASIONAL, meliputi: (1)

1) BCG

a. Kandungan isi vaksin BCG: Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup

yang dibuat dari Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3

13

Page 14: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen teatapi masih

mempunyai imunogenitas.

b. Imunisasi BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Namun

untuk mencapai cakupan yang lebih luas, kementrian kesehatan

menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.

c. Dosis 0,05 ml untuk bayi <1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (> 1 tahun).

Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan atas pada insersio

M. deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (misalnya bokong,

paha) hal ini mengingat penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid

lebih mudah dilakukan ( jaringan lemak subkutis tipis), ulkus yang

terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan peberian

didaerah gluteal lateral atau paha anterior), dan sebagai tanda baku untuk

keperluan diagnosis apabila di anjurkan.

d. Keterangan:

- Imunisasi BCG ulangan tidak di anjurkan.

- Vaksin BCG tidak dapat mencegah tuberculosis tapi dapat mencegah

koplikasinya.

- Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada

pasien imunokompromise ( leukemia, anak yang sedang mendapat

pengobatan steroid jangka panjang, atau menderita infeksi HIV).

- Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya

dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila

uji tuberkulin negatif.

2) Hepatitis B

a. Kandungan isi vaksin hepatitis B : Vaksin Hepatitis B rekombinan

mengandung antigen virus hepatitis B, HbsAg, yang tidak menginfeksi yang

dihasilkan dari biakan sel ragi Hansenula Polymorpha lalu dimurnikan

denga metode ultrasentrifugasi, kromatografi kolom dan diinaktivasi dengan

formaldehid. Vaksisn Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril

berwarna keputihan.

14

Page 15: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

b. Vaksin hepatitis B harus diberikan setelah lahir, mengingat vaksin hepatitis

B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan

rantai penularan melaluin transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.

c. Jadwal imunisasi hepatitis B:

- Imunisasi hepB- 1 diberikan sedini mungkin ( dalam waktu 12 jam )

setelah lahir.

- Imunisasi hepB – 2 diberikan setelah 1 bulan ( 4 minggu ) dari

imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur satu bulan. Untuk mendapat

respon imun yang optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3

minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan

pada umur 3-6 bulan.

d. Jadwal dan dosis hepB-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HBsAg

ibu saat melahirkan yaitu

- ibu dengan HBsAg yang tidak diketahui: HepB-1 harus diberikan dalam

waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur satu bulan dan 3-

6 bulan. Apabila semula status HBsAg ibu tidak diketahui dan ternyata

dalam perjalanan selanjutnya diketahui HBsAg positif maka

ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi

berumur 7 hari.

- ibu HBsAg positif: Diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara

bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

3) DTP

a. Isi kandungan vaksin DTP: Merupakan vaksin kombinasi antigen toksoid

dan antigen kumannya yang dimatikan. Setiap 1 ml dapat mengandung 32

milyar bakteri B. Pertusis yang sudah dimatikan.

b. Jadwal imunisasi: imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan

( DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8

minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jdai DTP-1 diberikan pada

umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6 bulan.

Ulangan booster DTP selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu

15

Page 16: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 diberikan pada saat masuk sekolah umur

5 tahun.

c. Dosis : DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuscular , baik untuk

imunisasi dasar maupun ulangan.

d. Vaksin dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain, yaitu

DTwP/HepB, DTaP/Hib, DTwP/Hib, DTaP/IPV, DTaP/Hib/IPV sesuai

jadwal.

4) Tetanus

Program imunisasi mengharuskan seorang anak minimal medapatkan vaksin

tetanus toksoid sebayak lima kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup.

Dengan demikian, seorang wanita usia subur (WUS) telah mendapat perlindungan

untuk bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatorum

( pemberian vaksin TT WUS dan TT ibu hamil).

a. Jadwal imunisasi tetanus sesuai dengan imunisasi DTP.

- Imunisasi DTP primer pada bayi 3 kali akan memberikan imunitas

selama 1-3 tahun. Tiga dosis toksoid pada bayi setara dengan 2 dosis

toksoid pada dewasa.

- Ulangan DTP pada umur 18-24 bulan (DTP-4) akan memperpanjang

imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun, pada umur

dewasa dihitung setara 3 dosis toksoid.

- Dosis toksoid tetanus kelima (DTP/DT5) bila diberikan pada usia

masuk sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi yaitu

sampai umur 17-18 tahun; pada umur dewasa dihitung setara 4 dosis

toksoid.

- Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya

disekolah (DT 6 atau dT )akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi;

pada umur dewasa dihitung setara 5 dosis toksoid.

- Upaya ETN (eliminasi tetanus neonatorum) dengan target sasaran TT5

kali juga dilakukan pada anak sekolah melalui kegiatan BIAS.

16

Page 17: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

b. Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara

intramuscular.

5) POLIO

a. Terdapat dua kemasan vaksin polio yang berisi virus polio-1,2,3.

- OPV (oral polio vaccine), hidup diemahkan, tetes, oral.

- IPV (inactivated polio vaccine), in-aktif, suntikan.

Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat

diberikan pada anak sehat maupun yang menderita imunokompromais, dan dapat

diberikan sebagai imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat diberikan

bersamaan dengan vaksin DTP, secara terpisah atau kombinasi.

b. Jadwal :

- Polio-0 diberikan saat bayi lahir, mengingat OPV berisi virus polio

hidup maka diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/ rumah

bersalin agar tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat

diekskresi melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat menjadi

alternative.

- Untuk imunisasi dasar (polio-2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6

bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.

- Pada PIN (pecan imunisasi nasional) semua balita harus mendapat

imunisasi OPV tanpa memandang status imunisasinya (kecuali pasien

imunokompromais diberi IPV) untuk kekebalan dimukosa salauran

cerna dan memutuskan transmisi virus polio liar.

- Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4,

selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).

c. Dosis :

- OPV diberikan 2 tetes per-oral.

- IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan

tersendiri atau dalam kemasan kombinasi ( DTaP/ IPV, DTaP/Hib/IPV).

17

Page 18: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

6) CAMPAK

a. Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap

dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain

CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu

erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus

dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah.

b. Jadwal imunisasi:

- Vaksin campak rutin diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan

dalam, pada umur 9 bulan. Disamping imunisasi umur 9 bulan,

diberikan juga imunisasi campak esempatan kedua (second opportunity

pada crash program campak) pada umur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6.

- Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan pada program

school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah

SD kelas satu dalam program BIAS.

- Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan

ulangan umut 6 tahun; ulangan campak SD kelas 1 tidak diperlukan.

G. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) (1)

1) Definisi

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi merupakan kejadian medik yang berhubungan

dengan imunisasi baik berupa efek vaksin atau pun efek samping, toksisitas, reaksi

sensitivitas, efek farmakologis/ kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan atau

hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.

2) Manifestasi kejadian ikutan pasca imunisasi

Berikut tabel kejadian ikutan pasca imunisasi berdasarkan vaksin yang diberikan.

Vaksin Reaksi KIPI Waktu

muncul

Vaksin Reaksi KIPI Waktu

muncul

BCG - BCG itis 4-6 Campak - Syok anafilaktik 0- 4 jam

18

Page 19: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

- Limfadenitis

Supuratif

- BCG osteitis

- BCG itis

diseminata

minggu

2-6 bulan

1-12

bulan

1-12

bulan

- Ensefalopati

- Trombositopenia

- Klinis campak pd

pasien defisiensi

imun

- Demam, Ruam,

Konjungtivitis

5-15 hari

7-30 hari

6 bulan

Hep B Syok anafilaktik 0- 4 jam Polio

Hidup

(OPV)

- Polio paralisis

- Anafilaksis

30 hari

0-1 jam

DPT,

DT, TT

Neuritis brakialis 2-28 hari Mumps Pembengkakan

Glandula parotis

DPT - Persisten

inconsolable

screaming (>

3jam)

- Kejang demam

- Episode

hipotenik

hiporesponsif

0-24 jam

0-3 hari

0-24 jam

Measles - Kejang demam

- Trombositopenia

5-12 hari

15-35

hari

DPwT ensefalopati 0-3 hari Rubella Nyeri sendi

TT - Syok anafilaktik

- Abses steril

- VAPP (vaccine

associated

paralytic

poliomyelitis)

0- 4 jam

1-6

minggu

19

Page 20: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

4-30 hari

H. IMUNISASI PADA KELOMPOK RESIKO (1)

Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah

resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok

resiko adalah:

1) Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu

Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI

dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk

penanganan segera

2) Bayi berat lahir rendah

Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup

bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:

- Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dan pada

bayi cukup bulan

- Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda

dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2

bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih

kecuali bila ibu terdeteksi HbsAg positif

- Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio

yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak

menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja

3) Pasien imunokompromais

Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai

akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis

vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan

IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis

20

Page 21: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak

dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison

20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan

pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.

4) Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin

Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk

menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.

I. KONTRA INDIKASI IMUNISASI(1)

1) Vaksin DPT, polio, campak, hepatitis B

- Ensefalopati dalam 7 hari pasca DPT sebelumnya

- Demam >40,50C dalam 48 jam pasca DPT sebelumnya tanpa penyebab lain

- Kolaps dan keadaan seperti syok dalam 48 jam setelah DPT sebelumnya

- Kejang dalam 3 hari setelah DPT

- Persisten inconsolable screaming >3 jam dalam 48 jam setelah imunisasi

DPT

- Sindroma Guillain Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi

2) Vaksin campak, hati-hati pada:

- Pasien yang mendapat transfusi produk darah/ imunoglobulin dalam 3-4

bulan

- Trombositopenia

- Riwayat purpura trombositopenia

3) Vaksin polio (OPV)

- Infeksi HIV/ kontak HIV serumah

- Imunodefisiensi (keganasan hematologi, tumor padat, terapi

imunosuppresan, defisiensi imun kongenital)

4) Vaksin hepatitis B

- Reaksi anafilaksis terhadap ragi.

21

Page 22: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

J. Manifestasi Klinis Penyakit Yang Dapat Di Cegah Dari Imunisasi Nasional

1) Campak(7,10)

Disebabkan oleh virus RNA dari Famili Paramixoviridae genus Morbili virus,

dengan masa inkubasi + 10-12 hari. Gejalanya terbagi menjadi:

a. Fase Prodromal (3-5 hari):

- Demam ringan-sedang, batuk kering, konjungtivitis.

- Bercak koplik pada 2-3 hari 9bintik putih keabuan dengan tengah

sedikit merah)

- Enantem/ bintik-bintik merah biasanya pada palatum durum da molle

- Bercak mulanya pada daerah dekat molar lalu menyebar pada mukosa

buccal yang lain

b. Fase Lanjut:

- Suhu tubuh meningkat saat ruam muncul (40-40,50C)

- Ruam awalnya dibagian atas lateral leher, belakang telinga, posterior

pipi, lalu menyebar ke seluruh muka. Leher, lengan atas dan bagian atas

dada pada 24 jam awal

- 24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh punggung, abdomen,

lengan dan paha. Dalam 2-3 hari mencapai seluruh tubuh lalu

menghiang mulai dari muka

- Limfonodi sudut rahang dan cervical posterior biasanya membesar, dan

didapati splenomegali ringan

- Pada campak tipe hemoragik (campak hitam) dapat terjadi perdarahan

dari mulut, hidung dan usus besar

2) Difteri (7)

Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae dengan masa tunas 2-7 hari.

a. Gejala umum: demam tidak tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia,

sehingga pasien tampak sangat lemah

22

Page 23: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

b. Gejala akibat eksotoksin:

- Hidung: pilek lalu diikuti keluarnya sekret bercampur darah sedikit dari

pseudomembran

- Faring dan tonsil: radang selaput lendir, faringitis akut,

pseudomembran yang meluas ke nasofaring/ laring, nafas berbau,

pembengkakan kelenjar limfe regional

- Laring dan trakea: suara serak, stridor inspirasi, sesak nafas hebat,

sianosis, retraksi suprasternal serta epigastrium

3) Pertusis(7)

Disebabkan oleh Bordetella pertusis dan Hemophilus pertusis dengan masa tunas 7-

14 hari. Dengan gejala klinis:

a. Stadium kataralis (1-2 minggu)

- Batuk ringan terutama pada malam hari lalu memberat dan terjadi

siang-malam

b. Stadium spasmodik

- Pasien berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar, muka

merah dan sianosis

- Batuk panjang, tanpa inspirasi diantaranya dan diakhiri dengan whoop

(tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking), sering disertai

muntah dan sputum kental

- Anak bisa sampai terberak-berak atau terkencing-kencing

- Bila berta dapat menyebabkan perdarahn subkonjungtiva dan epistaksis

- Stadium konvalesensi (>2minggu sampai sembuh)

c. Fase penyembuhan, gejala tahapan sebelumnya akan berkurang namun

infeksi seperti common cold dapat mencetuskan serangan pertusis lagi

4) Tetanus(7)

Disebabkan oleh bakteri Clostridium tetanii dengan masa tunas 5-14 hari sampai

beberapa minggu. Gejala klinisnya berupa:

23

Page 24: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

- Trismus yaitu kesukaran membuka mulut

- Kaku kuduk sampai epistotonus

- Tegang otot dinding perut

- Risus sardonikus yaitu wajah menyeringai seperti wajah monyet

- Sulit menelan, nyeri kepala, nyeri anggota tubuh

- Asfiksisa, retensi urin, bisa sampai fraktur columna vertebralis

- Panas tidak tinggi, peningkatan tekanan intrakranial

5) Hepatitis B(7)

- Pada umumnya asimtomatis

- Gejala yang dapat timbul diantaranya: lethargi, anoreksia, malaise, artralgia,

urtikaria, ruam purpura, makular/ makulopapular, mukosa pada sklera dan

bawah lidah ikterik, hepatomegali, nyeri saat hepar ditekan

- Dapat berkembang menjadi hepatitis kronik sehingga mengakibatkan sirosis

dan kanker hepatoseluler

6) Tuberkulosis(11)

Tuberkulosis pada anak memiliki gejala yang tidak khas dan kumannya sulit ditemukan

pada sputum karena pada umumnya menyerang parenkim paru dimana parenkim paru

tidak menghasilkan sekret. Namun ada beberapa gejala yang dapat mengarahkan

diagnosis tuberkulosis, diantaranya:

- Penurunan BB dalam 2 bulan berturut-turut

- Batuk > 3 minggu

- Pembesaran limfe colli, axilla dan inguinal

- Adanya kontak dengan orang dewasa dengan BTA +

2. POLIOMIELITIS

A. DEFINISI(12)

Penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel

anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak dan

akibat kerusakan bagian system saraf pusat tersebut akan terjadi kelumpuhan dan

atrofi otot.

B. ETIOLOGI(12)

24

Page 25: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Virus poliomyelitis (Virus RNA)

Genus : enterovirus, family : piconaviridae

Ada 3 strain :

- Tipe 1 (Brunhilde) serangannya bersifat ganas

- Tipe 2 (Lansing) serangannya bersifat sporadic

- Tipe 3 (Leon) serangannya bersifat ringan

Masa inkubasi : 7 – 10 hari, tapi kadang 3 – 35 hari

Sifat virus :

- Virus polio tahan pada pengaruh fisik dan bahan kimia (lisol & alcohol, tapi

peka pada formaldehide).

- Ketahanan virus di tanah dan air tergantung suhu dan kelembabannya.

- Virus dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat

sampai berkilometer dari sumber penularan, sedangkan di dalam tinja / feses

virus dapat bertahan sampai berbulan – bulan.

Faktor yang mempengaruhi keganasan virus antara lain :

- Jenis virus

- Usia (penderita)

- Genetik

- Aktivitas fisik

- Trauma

- Tonsilektomi

C. PATOFISIOLOGI(13)

25

Page 26: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

D. MANIFESTASI KLINIK (7)

1) Asimptomatis (silent infection)

26

Poliomielitis non paralitik

Virus hanya menginfeksi meningen, tidak menginfeksi

otak dan medulla spinalis

Poliomielitis paralitik

Virus menginfeksi korteks motorik otak dan kornu anterior medulla spinalis

Virus menginfeksi organ lain/ secondary viremia

circulation

Virus menyebar ke aliran darah dalam jumlah kecil/

primary viremia circulation

Poliomielitis asimtomatis

Replikasi terhenti oleh sistem imun atau

pemberian vaksin

Menginfeksi pada PVR (poliovirus receptor) pada intestinum lalu bereplikasi

Masuk ke lambung dan tidak mati bila terkena

asam lambung

Virus polio menginfeksi mukosa orofaring dan jar

limfoid

Virus Polio 1, 2,3

Penularan melalui:

Fekal-oralOral-oralUdara

Page 27: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Masa inkubasi 7- 10 hari dimana pada periode ini tidak terdapat gejala klinis

sama sekali.

2) Poliomielitis Abortif

- Secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemi terutama

yang diketahui kontak dengan penderita poliomyelitis yang jelas

- Timbul mendadak, berlangsung beberap jam sampai beberapa hari

- Gejala berupa infeksi virus : malaise, anoreksia, nausea, muntah,

nyeri kepala, nyeri tenggorok, konstipasi dan nyeri abdomen

- Diagnosis pasti hanya dapat dibuat dengan menemukan virus di

biakan jaringan

3) Poliomielitis Paralitik

- Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif hanya nyeri kepala,

nausea dan muntah lebih berat

- Gejala timbul 1-2 hari,kadang-kadang diikuti penyembuhan

sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase

kedua dengan nyeri otot

- Khas : nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai

dengan hipertonia (mungkin karena lesi pada batang otak,

gangguan spinal dan kolumna posterior)

- Terdapat tanda Tripod ( bila anak berusaha duduk dari sikap tidur,

maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan

menunjang ke belakang pada tempat tidur) dan terlihat kekakuan

spinal oleh spasme

- Kuduk kaku terlihat secara pasif dengan Kernig dan Brudzinsky

uang positif

- Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik

pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala jatuh ke belakang

- Reflek tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan

maka kemungkinan terdapat poliomyelitisparalitik

4) Poliomielitis Paralitik

- Gejala seperti poliomyelitis non paralitik ditambah dengan

27

Page 28: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau kranial

- Timbul paralisis akut

- Bayi : ditemukan paralisis vesica urinaria dan atonia usus

Secara klinis dapat dibedakan dalam beberapa bentuk (sesuai dengan

tingginya lesi) pada sistem saraf pusat

1) Bentuk spinal

- Gejala paralisis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma,

toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada

tungkai bawah otot kuadriseps femoris, pada lengan otot deltoideus

- Sifat paralisis asimetris

- Refleks tendon mengurang atau menghilang

- Tidak terdapat gangguan sensibilitas.

2) Bentuk bulber

Gangguan motorik satu atau lebih saraf otak dengan atau tanpa gangguan

pusat vital yakni pernafasan dan sirkulasi. Yang terkena : saraf V, VII,

IX, X, XI.

3) Bentuk Bulbospinal

Didapat gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulber.

4) Bentuk Ensefalitik

Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor, dan

kadang-kadang kejang.

E. DIAGNOSIS (1,2,14)

1) Anamnesis :

- Bagaimana pemberian imunisasi pada anak? Sesuai jadwal atau tidak?

- bagaimana sosial ekonomi keluarga?

- Tanyakan tentang sanitasi lingkungan?termasu lingungan yang bersih

ataukotor?

- Tanyakan apakah lingkungan sekitar termasuk endemik polio?

2) Pemeriksaan fisik

28

Page 29: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

- Otot melemah, biasanya sensorik normal

- Refleks tendo dalam biasanya menurun/ hilang

- Gangguan N kranialis

3) Pemeriksaan penunjang:

- Isolasi virus dari apusan faring, urine, atau feses penderita

- Peningkatan titer antibodi fase akut dan konvalesen. Pada fase akut 3-

6 minggu dapat terjadi peningkatan Ig G sampai 4 kali atau IgM

positif

- Dari LCS dapat ditemukan peningkatan leukosit (10-200 sel/mm3)

terutama limfosit dan peningkatan ringan protein (40-50mg/ 100ml)

F. TATALAKSANA (2)

1) Infeksi abortif :

29

Page 30: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

Istirahat sampai beberapa hari sampai suhu normal. Kalau perlu diberi analgetik,

sedative. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu. 2 bulan kemudian

dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk mengetahui adanya

kelainan.

2) Non paralitik :

- Sama dengan tipe abortif, pemberian analgetik sangat efektif bila

diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit

setiap 2-4 jam dan kadang mandi air hangat juga dapat membantu.

- Sebaiknya diberikan foot board (papan penahan pada telapa kaki); yaitu

agar kaki terletak pada sudut yang sesuai dengan tungkai.

- Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan

untuk mencegah atrofi otot yang timbul akibat denervasi sel kornu

anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.

3) Paralitik:

- Harus dirawat du rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi

paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis.

- Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan

menggerakkan kaki/tangan. Bia terjadi paralisis kandung kemih maka

perlu diberikan stimulant parasimpatetik seperti betanechol (urecholine)

5-10mg oral atau 2,5-5/sk.

G. REHABILITASI MEDIK (15,16)

Untuk kepentingan rehabilitasi medisnya dibagi menjadi 3 tahap:

1) Tahap akut (sejak lumpuh sampai dengan 2 minggu )

Pada fase ini biasanya pasien masih demam. Penanganan dengan istirabat di

tempat tidur dengan posisi yang benar.

2) Tahap penyembuhan (>2minggu sampai 18 bulan kemudian)

Pada tahap ini herpotensi untuk perbaikan fungsi secara spontan. Program

rehabiltasi meliputi posisi yang benar, latihan gerak sendi, latihan perenggangan,

stimulasi listrik, latihan penguatan otot brace, dan tongkat, aktifitas sehari-hari

jangan sampai kelelahan karena dapat memperburuk keadaan, observasi teratur.

30

Page 31: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

3) Tahap kronis (>18 bulan lebih setelah kejadian)

Pada kasus yang terlantar seringkali terjadi komplikasi kontraktur, deformitas

karena renggangan yang berlebihan pada sendi keluar dari tempatnya. Penanganan

ditujukan untuk mengatasi komplikasi tersebutt disamping upaya-upaya pada

tahap ke 2 dilanjutkan. Bila perlu dilakukan tindakan operatif untuk perbaikan

alignment tungkai guna pemasanganorthesa

4) Latihan yang dapat dilakukan dirumah (17)

Beberapa latihan anggota gerak pada anak- anak dapat dilakukan untuk menguatkan

anggota gerak yang mengalami paralisis. Berikut adalah kombinasi gerakan yang dapat

dilakukan sebanyak 6 kali secara simultan.

Latihan yang dilakukan untuk pemulihan kelumpuhan anggota gerak bawah

31

Page 32: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

a. Menekuk lutut anak

b. Meluruskan pangkal paha dengan

menggerakan tungkai kaki kearah

belakang

c. Menekuk pangkal paha anak

dengan lutut tertekuk

d. Menekuk pangkal pada anak

dengan lutut lurus

32

Page 33: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

e. Menyilangkan kaki, menjauhkannya satu sama lain dan menyilangkannya kembali

f. Menggerakan kaki anak ke atas. Gerakan ini dilakukan dengan satu tangan menahan

tungkai kaki tepat diatas mata kaki, kemudian jempol dan jari telunjuk lainnya

menarik tumit anak sambil telapak tangan mendorong telapak kaki anak ke atas.

Menahannya dalam 5 hitungan kemudian menarik dan mendorongnya lagi.

Latihan yang dilakukan untuk pemulihan kelumpuhan anggota gerak atas

a. Mengangkat tangan anak keatas

kepala

b. Mengangkat tangan anak menjauhi

sisi tubuh

33

Page 34: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

c. Meluruskan dan menekuk siku

d. Memutar pergelangan tangan

e. Menekuk pergelangan tangan anak ke arah depan dan ke arah belakang

34

Page 35: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Gde Ranuh, IGN. Suyitno, Hariyono. Hadinegoro, Sri Rezeki S. Kartasasmita, Cissy B.

Ismoedijanto. Soedjatmiko editor. Pedoman Imunisasi di Indonesia Ed 4. Jakarta: Badan

Penerbit IDAI. 2011.

2. Dewanto, George. Suwono, Wita J. Riyanto, Budi. Turana, Yuda. Panduan Praktis

Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC. 2009.

3. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.25. Alih Bahasa: Poppy Kumala et al. Jakarta :

EGC.1998.

4. Staf STIKES Elizabeth. Buku Antropometri Z-Score. Semarang : STIKES ST Elizabeth.

2010.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Jilid 1. Jakarta: Sagung

Seto. 2002

6. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. 1995.

7. Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta : FKUI. 1985

8. Purwo, S. Sumarmo. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

2008.

9. Anonim. Imunologi Dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 2007.

10. Behrman, Ricard E. Kliegman, Robert M. Arvin, Ann M. Ilmu Kesehatan Anak NELSON

Vol 2. Jakarta: EGC. 1999.

11. Depkes RI. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Jakarta: Depkes RI. 2008.

12. Dadiyanto, Dwi Wastoro. Muryawan, M Heru. Anindita editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak. Semarang: FK UNDIP. 2011

35

Page 36: IMUNISASI SKENARIO 2 BLOK 15.doc

13. Hunt, Ricard. Enterovirus and General Features of Picornavirus. Microbiology and

Immunologi On Line University of South Carolina School of Medicine. 2010.

14. Kemenkes RI No 483. Th 2007 tentang Pedoman Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP).

15. Tohamuslim, Ahmad dan Sugiarmin, M. Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa.

1996

16. WHO. Training in the Community for People with Disability.1989.

17. UNICEF. Communication Handbook for Polio Eradication and Routine EPI. New York:

USAID. 2001.

36