LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 4
SKENARIO 1 BLOK 15
“IMUNISASI “
Disusun oleh:
1. Amalia Isnaini H2A010003
2. Devi Yanuar Permatasari H2A010011
3. Eka Budhiarti H2A010014
4. Fitria Wijayanti H2A010019
5. Gananda Laksa H2A010021
6. Juhendra Fathoni H2A010027
7. Kunthi Rahmawati H2A010029
8. Maria Ulfah H2A010032
9. R. Prindjati Prakasa H2A010042
10. Rofiqo Umania Rachmawati H2A010045
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013
1
IMUNISASI
Seorang ibu membawa anak perempuannya yang berusia 1 tahun utuk imunisasi
dipuskesmas. Anak lahir cukup bulan dengan BB lahir 3000gr dan panjang 45cm, saat ini
terjadi pertambahan BB= 8kg, Tb= 80cm. Saat ini anak belum mampu berdiri sendiri dan
berkata mama, papa kepada orang tuanya. Anak ini pernah beberapa kali menderita
infeksi saluran nafas tapi saat ini dalam keadaan tidak sakit. Anak ini sudah mendapatkan
imunisasi sejak lahir tetapi belum lengkap, dikarenakan ibu anak tersebut tidak
mengetahui adanya program imunisasi wajib dan dikarenakan tempat tinggalnya yang
jauh dari pusat kesehatan. Di lingkungan sekitar keluarga tersebut terdapat beberapa anak
penderita lumpuh layu.
STEP 1 (IDENTIFIKASI KATA-KATA SULIT)
1. Imunisasi: suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu antigen yang serupa sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa,
tidak terjadi penyakit.(1)
2. Lumpuh layu: merupakan manifestasi dari Acute Flaccid Paralysis yaitu kelumpuhan
yang terjadi secara akut yang mengenai otot, saraf, neuromuscular junction, otak,
medula spinalis dan kornu anterior.(2)
3. Infeksi: invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang
menyebabkan cedera seluler lokal, akibat kompetisi metabolism, toksin, replikasi
intraseluler, atau respon antigen-antibodi.(3)
STEP 2 (IDENTIFIKASI MASALAH)
1. Berat badan anak perempuan = 8kg, dan tinggi badan = 80cm, termasuk normal atau
tidak dan bagaimanakah status gizi anak tersebut?
2. Bagaimana perkembangan normal anak pada usia satu tahun, apa saja yang dapat
menyebabkan anak pada kasus ini belum dapat berdiri dan berkata mama papa kepada
orang tuanya?
3. Imunisasi apa yang akan diberikan pada anak tersebut yang berumur satu tahun, dan
Hal-hal apa saja yang harus dijelaskan kepada orang tua sebelum melakukan
imunisasi?
2
4. Adakah hubungan dari penyakit anak dahulu yang beberapa kali menderita infeksi
saluran nafas dan lingkungan sekitar rumah ada beberapa anak yang menderita
lumpuh layu dengan gejala anak tersebut? Jelaskan!
STEP 3 (KLASIFIKASI MASALAH)
1. Status gizi anak :
Berdasarkan Z-score.(4)
- Tinggi badan ideal (TBI) 1,5 x Pb lahir = 1,5 x 45cm = 67,5
- Berat badan ideal (BBI) (usia dalam tahun) x 2 + 8 = (1 X 2) + 8 = 10 kg
- BB/U= riel – median 8 – 9,5 - 1,5
Sd low 1 1
- TB/U= riel – median 80- 74,3 5,7
Sd up 2,8 2,8
- BB/TB= riel – median 8-10,6 - 2,6
Sd low 0,9 0,9
2. Anak belum bisa berdiri dan berkata mama papa :
Ada banyak kemungkinan, bisa karena gangguan perkembangan dengan berbagai
macam etiologi.(5)
a. Faktor yang mempengaruhi terjadinya tumbuh kembang anak yaitu :
1) Faktor internal (genetik)
- Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil proses tumbuh kembang
anak.
- Melalui genetik dapat di tentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.
- Yang termasuk faktor internal yaitu perbedaan ras/etnik/bangsa, keluarga,
umur, jenis kelamin, kelainan genetik dan kelainan kromosom.
2) Faktor eksternal (lingkungan)
Yang termasuk faktor eksternal yaitu biofisikopsikososial yang
mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya.
3
Gizi normal
jangkung
kurus
- 1,5
2,03
- 2,88
Faktor eksternal dibagi menjadi 2 yaitu :
- Faktor pranatal yaitu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan janin
sejak konsepsi hingga lahir, yang meliputi ; gizi ibu saat hamil,
mekanis, toksin / zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas,
dan anoksia embrio.
- Faktor postnatal meliputi lingkungan biologis, lingkungan fisik,
lingkungan psikososial, serta keluarga dan adat-istiadat.
b. Berdasarkan formulir denver II anak usia 1 tahun harus sudah bisa melakukan :
1) Personal sosial
Meliputi ; minum dengan cangkir, menirukan kegiatan, bermain bola
dengan pemeriksa, berusaha menggapai mainan, dada dengan tangan,
menyatakan keinginannya, tepuk tangan dan makan sendiri.
2) Adaptif-motorik halus
Meliputi ; menaruh kubus di cangkir, menbenturkan 2 kubus, memegang
ibu jari dan jari telunjuk, mengambil 2 kubus dan memindahkan kubus.
3) Bahasa
Meliputi ; mengatakan atau mengucapkan 2 kata, mengucapkan papa,
mama, dan mengoceh.
4) Motorik kasar
Meliputi ; berjalan dengan baik, membungkuk kemudian berdiri, serta
berdiri sendiri.
c. Perkembangan Bahasa Normal (6)
Hemisfer kiri merupakan pusat kemampuan berbahasa pada 94% orang dewasa
kinan dan 75% pada orang dewasa kidal. Pengkhususan hemisfer untuk fungsi bahasa
sudah dimulai sejak di dalam kandungan, tetapi berfungsi secara sempurna setelah
beberapa tahun kemudian. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak dengan
kerusakan otak unilateral sebelum maupun sesudah lahir, diperkirakan fungsi berbahasa
dapat diprogram oleh hemisfer lainnya, walaupun kelainan yang khusus masih dapat
ditemukan dengan tes yang teliti. Kelenturan perkembangan otak seperti ini
menyebabkan macam perkembangan bahasa pada anak sukar ditemukan.
4
Seperti pada orang dewasa terdapat 3 area utama pada hemisfer kiri anak
khusus untuk berbahasa, yaitu di bagian anterior (area brocca dan korteks motorik)
dan di bagian posterior (area wernicke). Informasi yang berasal dari korteks
pendengaran primer dan sekunder, diteruskan ke bagian korteks temporoparietal
posterior (area wernicke), yang dibandingkan dengan ingatan yang sudah disimpan.
Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan oleh fasiculus arcuata ke bagian
anterior otak dimana jawaban motorik dikoordinasi. Apabila terjadi kelainan pada
salah satu dari jalannya impuls ini, maka akan terjadi kelainan bicara. Kerusakan
pada bagian posterior akan mengakibatkan kelainan bahasa reseptif, sedangkan
kerusakan di bagian anterior akan menyebabkan kelainan bahasa ekspresif.
d. Gangguan berbicara pada anak dapat dibedakan berdasarkan: (7)
1) Kongenital:
- Retardasi mental
- Tuli (akibat rubella, kern ikterus, sindrom turner)
- Cerebral palsy
- Anomali alat bicara perifer (palatum, bibir, gigi dan lidah)
- Developmental speech disorder misalnya developmental dyslexia, gagap,
developmental dysarthria, developmental word deafness, developmental
motor aphasia
2) Didapat:
- Afasia karena penyakit yang disertai kejang, pasca ensefalitis, trauma,
neoplasma, gangguan vaskuler otak, penyakit degeneratif
- Disartria pada Bell's Palsy, poliomielitis, tumor batang otak, miastenia
gravis, penyakit degeneratif
- Psikogenik dan sosiokultural.
3. Imunisasi yang diberikan untuk anak usia 1 tahun :(1)
5
a. Vaksin influenza :
- Vaksin influenza terdiri dari dua virus influenza sub tipe A yaitu H3N2
dan H1N1 , serta virus influenza tipe B.
- Jadwal pemberian vaksin influenza diberikan pada anak umur 6-23 bulan,
baik pada anak sehat maupun dengan resiko (asma, penyakit jantung, HIV dan
diabetes).
- Imunisasi influenza diberikan setiap tahun dan diberikan secara intramuscular
pada paha anterolateral atau deltoid.
- Dosis yang diberika pada umur 6-23 bulan : 0,25ml.
b. PCV-7 (pneumococcal conjugate vaccine)
- Diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis pertama tidak diberikan sebelum umur
6 minggu.
- Untuk BBLR (≤ 1500gr), vaksin diberikan setelah umur kronologik 6-8
minggu tanpa memperhatikan umur atau apabila berat badan telah mencapai ≥
2000gr.
- Dapat diberikan bersamaan vaksin lainnya; missal DTwP, DTaP, TT, Hib,
Hep B, MMR, atau varicela yang menggunakan syringe terpisah. untuk setiap
vaksin diberikan disisi badan yang berbeda.
c. Jadwal imunisasi dari usia 0 – 12 bulan
Umur Vaksin Keterangan
Saat lahir 1. Hepatitis B-1
2. Polio - 0
- HB-1 harus diberikan dalam
waktu 12 jam setelah lahir,
dilanjutkan pada umur 1 dan 6
bulan.
- Diberikan saat kunjungan
pertama atau pada bayi yang
lahir di RB/RS , polio oral
diberikan saat bayi di pulangkan.
1 bulan 1. Hepatitis B-2 - HB-2 diberikan pada umur satu
bulan , dengan interval HB-1
dan HB-2 adalah satu bulan.
6
0-2 bulan 1. BCG - BCG dapat diberika sejak lahir.
Bila diberikan pada usia > 3
tahun, maka perlu dilakuan uji
tuberculin terlebih dahulu. BCG
diberikan bila uji tuberculin
negative
2 bulan 1. DTP-1
2. Hib-1
3. Polio-1
4. PCV-1
- DTP diberikan pada umur > 6
minggu
- Hib diberikan pada umur 2 bulan
dengan interval 2 bulan
- Dapat diberikan bersamaan
dengan DTP-1
- Diberikan pada umur 2 bulan
4 bulan 1. DTP-2
2. Hib-2
3. Polio-2
4. PCV-2
- DTP-2 (DTwP/DTaP) dapat
diberikan terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-2
(PRP-T)
- Polio-2 diberikan bersamaan
dengan DTP-2
- PCV-2 diberikan pada umur 4
bulan
6 bulan 1. DTP-3
2. Hib-3
3. Polio-3
4. PCV-3
- DTP-3 dapat diberikan terpisah
atau dikombinasikan dengan
Hib-3 (PRP-T)
- Apabila menggunakan Hib-
OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan
tidak perlu diberikan
- Polio- diberikan bersamaan
dengan DTP-3
- PCV-3 pada umur 6 bulan
6 bulan 1. Hepatitis B-3 - HB-3 diberikan pada umur 3-6
7
bulan. Untuk mendapat respon
imun optimal interval HB-2 dan
HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5
bulan
6-23 bulan - Influenza - Influenza dapat diberikan sejak
umur 6 bulan
9 bulan - Campak - Campak-1 diberikan pada umur
9 bulan, campak-2 merupakan
program BIAS pada SD kl 1,
umur 6 tahun. Apabila telah
mendapat MMR pada umur 15
bulan, campak-2 tidak perlu
diberikan.
12-15 bulan - PCV-7 - Ulangan PCV-7 diberikan 1
dosis, pada umur 12-15 bulan
4. Adakah hubungan anak yang beberapa kali menderita infeksi saluran nafas dan
lingkungan sekitar ada beberapa anak yang lumpuh layuh dengan keadaan anak yang
belum mampu berdiri sendiri dan berkata papa mama?
Lingkungan dan kesehatan anak berpengaruh penting terhadap tumbuh
kembangnya, pada kasus ini dikatakan bahwa anak beberapa kali mengalami infeksi
saluran nafas atas dan lingkungan sekitar rumahnya banyak anak yang menderita
lumpuh layuh. Infeksi saluran nafas atas dapat disebabkan karena imunitas anak yang
menurun, paparan lingkungan maupun tanda awal suatu penyakit contohnya
poliomielitis yang awalnya menyerang mukosa faring. Banyaknya anak disekitar
rumah yang menderita lumpuh layuh merupakan faktor resiko penularan virus polio
pada anak tersebut sehingga diperlukan pemeriksaan dan observasi lebih lanjut
apakah gejala anak yang belum dapat berdiri sendiri dan berkata mama dan papa pada
orang tuanya disebabkan karena poliomielitis atau penyebab lain.
8
Penyebab dari penyakit poliomyelitis sendiri adalah virus polio yang termasuk
enterovirus, dalam family picornaviridae, gejala awalnya mirip infeksi pada
umumnya, demam, nyeri tenggorokan, gangguan saluran cerna (gejala menyerupai
influenza) penularan penyakit ini melalui udara yang mengandung virus polio. (8)
a. Respon imunologi anak (9)
Respon imun adalah reaksi badan terhadap suatu benda asing yang
merupakan suatu mekanisme kompleks, yaitu dimuali dengan masuknya antigen ke
dalam tubuh dan diakhiri dengan pembentukan zat anti. Reaksi ini bergantung
kepada sifat antigen (macam, jumlah, cara pemberian) dan kontitusi genetik badan.
Respon imun menjadi dasar dalam imunisasi.
- Respon imun primer
Pada pemberian antigen pertama, sel imunokompeten akan mengadakan
differensiasi menjadi sel yang sensitif terhadap antigen yang kemudian akan
berproliferasi lebih lanjut sebagian menjadi sel yang akan membentuk zat anti
(imunoglobulin) dan sebagian lagi dipersiapkan untuk menghadapi masuknya
antigen berikut. Bila antigen dapat dieliminasi tubuh, maka reaksi imunologis
tubuh selesai.
- Respon imun sekunder
Pada pemberian antigen kedua atau bila benda asing atau antigen pemberian
pertama masih ada, sel yang telah dipersiapkan pada respon imun primer akan
berproliferasi dengan cepat, sebagian menjadi sel yang membentuk zat anti dan
sebagian lagi berploriferasi terus menjadi memmory cells. Memmory cells ialah
sekelompok sel yang peka terhadap antigen yang sama atau serupa. Sel ini dapat
bertahan sampai beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun. Reaksi imun
sekunder berlangsung lebih cepat, zat anti yang dibentuk lebih banyak dan
berumur lebih lama. Dengan adanya memmory cells ini maka untuk memacu
pembentukan zat anti yang banyak secara cepat, hanya dibutuhkan antigen dalam
jumlah sedikit. Bila antigen dapat dieliminasi dalam stadium ini maka reaksi
imunologis selesai tanpa terjadi kerusakan tubuh. Adakalanya hal ini tidak
berakhir seperti disebut di atas, antigen masih tetap ada, sehingga terjadi apa yang
9
disebut respon imun tertier. Sifat antigen atau kerusakan genetik tubuh merupakan
faktor penyebab. Keadaan ini sangat merugikan tubuh, karena terjadi kerusakan
imunologis dengan akibat timbulnya immunologically mediated disease (IMD)
yang dapat berlangsung sementara atau menetap bergantung kepada daya
eliminasi antigen.
STEP 4 (SKEMA)
10
anak perempuan usia 1 tahun
tumbuh
kembang
Px. Penilaian antropometri
kembang denver
BB: 8kg
PB: 80cm
f.resiko
Belum mampu berdiri dan berkata mama, papa
etiologi tatalaksanaPernah ISPA
Imunisasi tidak lengkap
Lingkungan lumpuh layu
penularan
gejala
f.resiko
etiologi
tatalaksana
patofisiologi
Imunisasi nasional
prosedur
KIPI
etiologi
gejala
epidemiologi
tatalaksana
STEP 5 (SASARAN BELAJAR)
1. Imunisasi (nasional)
a. Definisi
b. Tujuan imunisasi
c. Sasaran program imunisasi
d. Manfaat imunisasi
e. Jenis imunisasi
f. Imunisasi nasional
g. KIPI ( kejadian ikutan paska imunisasi)
h. Imunisasi Pada Kelompok Resiko
i. Kontra Indikasi Imunisasi
j. Manifestasi Klinis Penyakit yang dapat di Cegah dengan Imunisasi Nasional
2. Poliomielitis
a. Definisi
b. Etologi
c. Patofisiologi
d. Manifestasi klinis
e. Diagnosis
f. Tatalaksana
g. Rehabilitasi medik.
STEP 6 (BELAJAR MANDIRI)
STEP 7 (PEMBAHASAN SASARAN BELAJAR)
1. IMUNSASI
A. Definisi(1)
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen yang serupa sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa, tidak terjadi penyakit.
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai
usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan.
11
B. Tujuan Imunisasi(1)
Adapun tujuan program imunisasi sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi akibat Penyakit Yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Penyakit dimaksud antara lain, Difteri,
Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Measles (campak), Polio dan Tuberculosis.
2) Tujuan Khusus:
- Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara.
- Tercapainya ERAPO (Eradiksi Polio)
- Tercapainya ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum), artinya menurunkan
kasus TN sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup.
- Tercapainya RECAM (Reduksi Campak).
C. Sasaran Program Imunisasi(1)
Sasaran program imunisasi yang meliputi sebagai berikut :
- Bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, Polio, Campak
dan Hepatitis-B.
- Ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (catin) untuk
mendapatkan imunisasi TT.
- SD kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT.
- SD kelas II s/d kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT.
D. Manfaat Imunisasi(1)
Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :
- Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit menular
yang sering berjangkit.
- Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan jika anak
sakit.
- Untuk negara: memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat
dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
E. Jenis Imunisasi(1)
1) Imunisasi Pasif
12
Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk
memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif
tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Misalnya:
a. Imunisasi pasif bawaan
- Transfer immunoglobulin G (IgG) melalui plasenta ke janin.
- Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum
(ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (IgA).
b. Imunisasi pasif didapat
Terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung
antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya dan tidak
berlangsung lama.
- Inmunoglobulin yang dapat mencegah anak dari penyakit campak
(measles)
2) Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif dalah tubuh anak sendiri yang memproduksi zat anti dengan cara
memasukkan antigen ke tubuh si anak yang diharapkan akan terjadi suatu proses
infeksi buatan sehingga tubuh akan mengalami reaksi imunologi spesifik yang
akan menghasilkanrespon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori
yang akan bertahan selama bertahun-tahun.
Kandungan vaksin pada imunisasi aktif:
a. Kuman mati: kolera, tuphoid, paratyphus ABC, pertusis
b. Kuman hidup yang dilemahkan: BCG
c. Virus hidup yang dilemahkan: cacar, polio
d. Toxoid (toxin yang dinetralisir): difteri, tetanus
F. IMUNISASI NASIONAL, meliputi: (1)
1) BCG
a. Kandungan isi vaksin BCG: Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup
yang dibuat dari Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3
13
tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen teatapi masih
mempunyai imunogenitas.
b. Imunisasi BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Namun
untuk mencapai cakupan yang lebih luas, kementrian kesehatan
menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan.
c. Dosis 0,05 ml untuk bayi <1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (> 1 tahun).
Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan atas pada insersio
M. deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain (misalnya bokong,
paha) hal ini mengingat penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid
lebih mudah dilakukan ( jaringan lemak subkutis tipis), ulkus yang
terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan peberian
didaerah gluteal lateral atau paha anterior), dan sebagai tanda baku untuk
keperluan diagnosis apabila di anjurkan.
d. Keterangan:
- Imunisasi BCG ulangan tidak di anjurkan.
- Vaksin BCG tidak dapat mencegah tuberculosis tapi dapat mencegah
koplikasinya.
- Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada
pasien imunokompromise ( leukemia, anak yang sedang mendapat
pengobatan steroid jangka panjang, atau menderita infeksi HIV).
- Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya
dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila
uji tuberkulin negatif.
2) Hepatitis B
a. Kandungan isi vaksin hepatitis B : Vaksin Hepatitis B rekombinan
mengandung antigen virus hepatitis B, HbsAg, yang tidak menginfeksi yang
dihasilkan dari biakan sel ragi Hansenula Polymorpha lalu dimurnikan
denga metode ultrasentrifugasi, kromatografi kolom dan diinaktivasi dengan
formaldehid. Vaksisn Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril
berwarna keputihan.
14
b. Vaksin hepatitis B harus diberikan setelah lahir, mengingat vaksin hepatitis
B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan
rantai penularan melaluin transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
c. Jadwal imunisasi hepatitis B:
- Imunisasi hepB- 1 diberikan sedini mungkin ( dalam waktu 12 jam )
setelah lahir.
- Imunisasi hepB – 2 diberikan setelah 1 bulan ( 4 minggu ) dari
imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur satu bulan. Untuk mendapat
respon imun yang optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3
minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan
pada umur 3-6 bulan.
d. Jadwal dan dosis hepB-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HBsAg
ibu saat melahirkan yaitu
- ibu dengan HBsAg yang tidak diketahui: HepB-1 harus diberikan dalam
waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur satu bulan dan 3-
6 bulan. Apabila semula status HBsAg ibu tidak diketahui dan ternyata
dalam perjalanan selanjutnya diketahui HBsAg positif maka
ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi
berumur 7 hari.
- ibu HBsAg positif: Diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara
bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.
3) DTP
a. Isi kandungan vaksin DTP: Merupakan vaksin kombinasi antigen toksoid
dan antigen kumannya yang dimatikan. Setiap 1 ml dapat mengandung 32
milyar bakteri B. Pertusis yang sudah dimatikan.
b. Jadwal imunisasi: imunisasi DTP primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan
( DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8
minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu, jdai DTP-1 diberikan pada
umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6 bulan.
Ulangan booster DTP selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu
15
pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 diberikan pada saat masuk sekolah umur
5 tahun.
c. Dosis : DTwP atau DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuscular , baik untuk
imunisasi dasar maupun ulangan.
d. Vaksin dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain, yaitu
DTwP/HepB, DTaP/Hib, DTwP/Hib, DTaP/IPV, DTaP/Hib/IPV sesuai
jadwal.
4) Tetanus
Program imunisasi mengharuskan seorang anak minimal medapatkan vaksin
tetanus toksoid sebayak lima kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup.
Dengan demikian, seorang wanita usia subur (WUS) telah mendapat perlindungan
untuk bayi yang akan dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatorum
( pemberian vaksin TT WUS dan TT ibu hamil).
a. Jadwal imunisasi tetanus sesuai dengan imunisasi DTP.
- Imunisasi DTP primer pada bayi 3 kali akan memberikan imunitas
selama 1-3 tahun. Tiga dosis toksoid pada bayi setara dengan 2 dosis
toksoid pada dewasa.
- Ulangan DTP pada umur 18-24 bulan (DTP-4) akan memperpanjang
imunitas 5 tahun yaitu sampai dengan umur 6-7 tahun, pada umur
dewasa dihitung setara 3 dosis toksoid.
- Dosis toksoid tetanus kelima (DTP/DT5) bila diberikan pada usia
masuk sekolah, akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi yaitu
sampai umur 17-18 tahun; pada umur dewasa dihitung setara 4 dosis
toksoid.
- Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan pada tahun berikutnya
disekolah (DT 6 atau dT )akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi;
pada umur dewasa dihitung setara 5 dosis toksoid.
- Upaya ETN (eliminasi tetanus neonatorum) dengan target sasaran TT5
kali juga dilakukan pada anak sekolah melalui kegiatan BIAS.
16
b. Dosis vaksin DTP atau TT diberikan dengan dosis 0,5 ml secara
intramuscular.
5) POLIO
a. Terdapat dua kemasan vaksin polio yang berisi virus polio-1,2,3.
- OPV (oral polio vaccine), hidup diemahkan, tetes, oral.
- IPV (inactivated polio vaccine), in-aktif, suntikan.
Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat
diberikan pada anak sehat maupun yang menderita imunokompromais, dan dapat
diberikan sebagai imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat diberikan
bersamaan dengan vaksin DTP, secara terpisah atau kombinasi.
b. Jadwal :
- Polio-0 diberikan saat bayi lahir, mengingat OPV berisi virus polio
hidup maka diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/ rumah
bersalin agar tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat
diekskresi melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat menjadi
alternative.
- Untuk imunisasi dasar (polio-2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6
bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
- Pada PIN (pecan imunisasi nasional) semua balita harus mendapat
imunisasi OPV tanpa memandang status imunisasinya (kecuali pasien
imunokompromais diberi IPV) untuk kekebalan dimukosa salauran
cerna dan memutuskan transmisi virus polio liar.
- Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4,
selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).
c. Dosis :
- OPV diberikan 2 tetes per-oral.
- IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuscular. Vaksin IPV dapat diberikan
tersendiri atau dalam kemasan kombinasi ( DTaP/ IPV, DTaP/Hib/IPV).
17
6) CAMPAK
a. Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap
dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain
CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus
dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah.
b. Jadwal imunisasi:
- Vaksin campak rutin diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan
dalam, pada umur 9 bulan. Disamping imunisasi umur 9 bulan,
diberikan juga imunisasi campak esempatan kedua (second opportunity
pada crash program campak) pada umur 6-59 bulan dan SD kelas 1-6.
- Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan pada program
school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah
SD kelas satu dalam program BIAS.
- Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan
ulangan umut 6 tahun; ulangan campak SD kelas 1 tidak diperlukan.
G. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) (1)
1) Definisi
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi merupakan kejadian medik yang berhubungan
dengan imunisasi baik berupa efek vaksin atau pun efek samping, toksisitas, reaksi
sensitivitas, efek farmakologis/ kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan atau
hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
2) Manifestasi kejadian ikutan pasca imunisasi
Berikut tabel kejadian ikutan pasca imunisasi berdasarkan vaksin yang diberikan.
Vaksin Reaksi KIPI Waktu
muncul
Vaksin Reaksi KIPI Waktu
muncul
BCG - BCG itis 4-6 Campak - Syok anafilaktik 0- 4 jam
18
- Limfadenitis
Supuratif
- BCG osteitis
- BCG itis
diseminata
minggu
2-6 bulan
1-12
bulan
1-12
bulan
- Ensefalopati
- Trombositopenia
- Klinis campak pd
pasien defisiensi
imun
- Demam, Ruam,
Konjungtivitis
5-15 hari
7-30 hari
6 bulan
Hep B Syok anafilaktik 0- 4 jam Polio
Hidup
(OPV)
- Polio paralisis
- Anafilaksis
30 hari
0-1 jam
DPT,
DT, TT
Neuritis brakialis 2-28 hari Mumps Pembengkakan
Glandula parotis
DPT - Persisten
inconsolable
screaming (>
3jam)
- Kejang demam
- Episode
hipotenik
hiporesponsif
0-24 jam
0-3 hari
0-24 jam
Measles - Kejang demam
- Trombositopenia
5-12 hari
15-35
hari
DPwT ensefalopati 0-3 hari Rubella Nyeri sendi
TT - Syok anafilaktik
- Abses steril
- VAPP (vaccine
associated
paralytic
poliomyelitis)
0- 4 jam
1-6
minggu
19
4-30 hari
H. IMUNISASI PADA KELOMPOK RESIKO (1)
Untuk mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah
resipien termasuk dalam kelompok resiko. Yang dimaksud dengan kelompok
resiko adalah:
1) Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu
Hal ini harus segera dilaporkan kepada Pokja KIPI setempat dan KN PP KIPI
dengan mempergunakan formulir pelaporan yang telah tersedia untuk
penanganan segera
2) Bayi berat lahir rendah
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup
bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
- Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dan pada
bayi cukup bulan
- Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda
dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2
bulan; imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih
kecuali bila ibu terdeteksi HbsAg positif
- Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio
yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
3) Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai
akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis
vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan
IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis
20
kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak
dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison
20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan
pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
4) Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk
menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
I. KONTRA INDIKASI IMUNISASI(1)
1) Vaksin DPT, polio, campak, hepatitis B
- Ensefalopati dalam 7 hari pasca DPT sebelumnya
- Demam >40,50C dalam 48 jam pasca DPT sebelumnya tanpa penyebab lain
- Kolaps dan keadaan seperti syok dalam 48 jam setelah DPT sebelumnya
- Kejang dalam 3 hari setelah DPT
- Persisten inconsolable screaming >3 jam dalam 48 jam setelah imunisasi
DPT
- Sindroma Guillain Barre dalam 6 minggu pasca vaksinasi
2) Vaksin campak, hati-hati pada:
- Pasien yang mendapat transfusi produk darah/ imunoglobulin dalam 3-4
bulan
- Trombositopenia
- Riwayat purpura trombositopenia
3) Vaksin polio (OPV)
- Infeksi HIV/ kontak HIV serumah
- Imunodefisiensi (keganasan hematologi, tumor padat, terapi
imunosuppresan, defisiensi imun kongenital)
4) Vaksin hepatitis B
- Reaksi anafilaksis terhadap ragi.
21
J. Manifestasi Klinis Penyakit Yang Dapat Di Cegah Dari Imunisasi Nasional
1) Campak(7,10)
Disebabkan oleh virus RNA dari Famili Paramixoviridae genus Morbili virus,
dengan masa inkubasi + 10-12 hari. Gejalanya terbagi menjadi:
a. Fase Prodromal (3-5 hari):
- Demam ringan-sedang, batuk kering, konjungtivitis.
- Bercak koplik pada 2-3 hari 9bintik putih keabuan dengan tengah
sedikit merah)
- Enantem/ bintik-bintik merah biasanya pada palatum durum da molle
- Bercak mulanya pada daerah dekat molar lalu menyebar pada mukosa
buccal yang lain
b. Fase Lanjut:
- Suhu tubuh meningkat saat ruam muncul (40-40,50C)
- Ruam awalnya dibagian atas lateral leher, belakang telinga, posterior
pipi, lalu menyebar ke seluruh muka. Leher, lengan atas dan bagian atas
dada pada 24 jam awal
- 24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh punggung, abdomen,
lengan dan paha. Dalam 2-3 hari mencapai seluruh tubuh lalu
menghiang mulai dari muka
- Limfonodi sudut rahang dan cervical posterior biasanya membesar, dan
didapati splenomegali ringan
- Pada campak tipe hemoragik (campak hitam) dapat terjadi perdarahan
dari mulut, hidung dan usus besar
2) Difteri (7)
Disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae dengan masa tunas 2-7 hari.
a. Gejala umum: demam tidak tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala, anoreksia,
sehingga pasien tampak sangat lemah
22
b. Gejala akibat eksotoksin:
- Hidung: pilek lalu diikuti keluarnya sekret bercampur darah sedikit dari
pseudomembran
- Faring dan tonsil: radang selaput lendir, faringitis akut,
pseudomembran yang meluas ke nasofaring/ laring, nafas berbau,
pembengkakan kelenjar limfe regional
- Laring dan trakea: suara serak, stridor inspirasi, sesak nafas hebat,
sianosis, retraksi suprasternal serta epigastrium
3) Pertusis(7)
Disebabkan oleh Bordetella pertusis dan Hemophilus pertusis dengan masa tunas 7-
14 hari. Dengan gejala klinis:
a. Stadium kataralis (1-2 minggu)
- Batuk ringan terutama pada malam hari lalu memberat dan terjadi
siang-malam
b. Stadium spasmodik
- Pasien berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar, muka
merah dan sianosis
- Batuk panjang, tanpa inspirasi diantaranya dan diakhiri dengan whoop
(tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking), sering disertai
muntah dan sputum kental
- Anak bisa sampai terberak-berak atau terkencing-kencing
- Bila berta dapat menyebabkan perdarahn subkonjungtiva dan epistaksis
- Stadium konvalesensi (>2minggu sampai sembuh)
c. Fase penyembuhan, gejala tahapan sebelumnya akan berkurang namun
infeksi seperti common cold dapat mencetuskan serangan pertusis lagi
4) Tetanus(7)
Disebabkan oleh bakteri Clostridium tetanii dengan masa tunas 5-14 hari sampai
beberapa minggu. Gejala klinisnya berupa:
23
- Trismus yaitu kesukaran membuka mulut
- Kaku kuduk sampai epistotonus
- Tegang otot dinding perut
- Risus sardonikus yaitu wajah menyeringai seperti wajah monyet
- Sulit menelan, nyeri kepala, nyeri anggota tubuh
- Asfiksisa, retensi urin, bisa sampai fraktur columna vertebralis
- Panas tidak tinggi, peningkatan tekanan intrakranial
5) Hepatitis B(7)
- Pada umumnya asimtomatis
- Gejala yang dapat timbul diantaranya: lethargi, anoreksia, malaise, artralgia,
urtikaria, ruam purpura, makular/ makulopapular, mukosa pada sklera dan
bawah lidah ikterik, hepatomegali, nyeri saat hepar ditekan
- Dapat berkembang menjadi hepatitis kronik sehingga mengakibatkan sirosis
dan kanker hepatoseluler
6) Tuberkulosis(11)
Tuberkulosis pada anak memiliki gejala yang tidak khas dan kumannya sulit ditemukan
pada sputum karena pada umumnya menyerang parenkim paru dimana parenkim paru
tidak menghasilkan sekret. Namun ada beberapa gejala yang dapat mengarahkan
diagnosis tuberkulosis, diantaranya:
- Penurunan BB dalam 2 bulan berturut-turut
- Batuk > 3 minggu
- Pembesaran limfe colli, axilla dan inguinal
- Adanya kontak dengan orang dewasa dengan BTA +
2. POLIOMIELITIS
A. DEFINISI(12)
Penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel
anterior masa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak dan
akibat kerusakan bagian system saraf pusat tersebut akan terjadi kelumpuhan dan
atrofi otot.
B. ETIOLOGI(12)
24
Virus poliomyelitis (Virus RNA)
Genus : enterovirus, family : piconaviridae
Ada 3 strain :
- Tipe 1 (Brunhilde) serangannya bersifat ganas
- Tipe 2 (Lansing) serangannya bersifat sporadic
- Tipe 3 (Leon) serangannya bersifat ringan
Masa inkubasi : 7 – 10 hari, tapi kadang 3 – 35 hari
Sifat virus :
- Virus polio tahan pada pengaruh fisik dan bahan kimia (lisol & alcohol, tapi
peka pada formaldehide).
- Ketahanan virus di tanah dan air tergantung suhu dan kelembabannya.
- Virus dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat
sampai berkilometer dari sumber penularan, sedangkan di dalam tinja / feses
virus dapat bertahan sampai berbulan – bulan.
Faktor yang mempengaruhi keganasan virus antara lain :
- Jenis virus
- Usia (penderita)
- Genetik
- Aktivitas fisik
- Trauma
- Tonsilektomi
C. PATOFISIOLOGI(13)
25
D. MANIFESTASI KLINIK (7)
1) Asimptomatis (silent infection)
26
Poliomielitis non paralitik
Virus hanya menginfeksi meningen, tidak menginfeksi
otak dan medulla spinalis
Poliomielitis paralitik
Virus menginfeksi korteks motorik otak dan kornu anterior medulla spinalis
Virus menginfeksi organ lain/ secondary viremia
circulation
Virus menyebar ke aliran darah dalam jumlah kecil/
primary viremia circulation
Poliomielitis asimtomatis
Replikasi terhenti oleh sistem imun atau
pemberian vaksin
Menginfeksi pada PVR (poliovirus receptor) pada intestinum lalu bereplikasi
Masuk ke lambung dan tidak mati bila terkena
asam lambung
Virus polio menginfeksi mukosa orofaring dan jar
limfoid
Virus Polio 1, 2,3
Penularan melalui:
Fekal-oralOral-oralUdara
Masa inkubasi 7- 10 hari dimana pada periode ini tidak terdapat gejala klinis
sama sekali.
2) Poliomielitis Abortif
- Secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemi terutama
yang diketahui kontak dengan penderita poliomyelitis yang jelas
- Timbul mendadak, berlangsung beberap jam sampai beberapa hari
- Gejala berupa infeksi virus : malaise, anoreksia, nausea, muntah,
nyeri kepala, nyeri tenggorok, konstipasi dan nyeri abdomen
- Diagnosis pasti hanya dapat dibuat dengan menemukan virus di
biakan jaringan
3) Poliomielitis Paralitik
- Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif hanya nyeri kepala,
nausea dan muntah lebih berat
- Gejala timbul 1-2 hari,kadang-kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase
kedua dengan nyeri otot
- Khas : nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai
dengan hipertonia (mungkin karena lesi pada batang otak,
gangguan spinal dan kolumna posterior)
- Terdapat tanda Tripod ( bila anak berusaha duduk dari sikap tidur,
maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan
menunjang ke belakang pada tempat tidur) dan terlihat kekakuan
spinal oleh spasme
- Kuduk kaku terlihat secara pasif dengan Kernig dan Brudzinsky
uang positif
- Head drop yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik
pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala jatuh ke belakang
- Reflek tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan
maka kemungkinan terdapat poliomyelitisparalitik
4) Poliomielitis Paralitik
- Gejala seperti poliomyelitis non paralitik ditambah dengan
27
kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau kranial
- Timbul paralisis akut
- Bayi : ditemukan paralisis vesica urinaria dan atonia usus
Secara klinis dapat dibedakan dalam beberapa bentuk (sesuai dengan
tingginya lesi) pada sistem saraf pusat
1) Bentuk spinal
- Gejala paralisis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma,
toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada
tungkai bawah otot kuadriseps femoris, pada lengan otot deltoideus
- Sifat paralisis asimetris
- Refleks tendon mengurang atau menghilang
- Tidak terdapat gangguan sensibilitas.
2) Bentuk bulber
Gangguan motorik satu atau lebih saraf otak dengan atau tanpa gangguan
pusat vital yakni pernafasan dan sirkulasi. Yang terkena : saraf V, VII,
IX, X, XI.
3) Bentuk Bulbospinal
Didapat gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulber.
4) Bentuk Ensefalitik
Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor, dan
kadang-kadang kejang.
E. DIAGNOSIS (1,2,14)
1) Anamnesis :
- Bagaimana pemberian imunisasi pada anak? Sesuai jadwal atau tidak?
- bagaimana sosial ekonomi keluarga?
- Tanyakan tentang sanitasi lingkungan?termasu lingungan yang bersih
ataukotor?
- Tanyakan apakah lingkungan sekitar termasuk endemik polio?
2) Pemeriksaan fisik
28
- Otot melemah, biasanya sensorik normal
- Refleks tendo dalam biasanya menurun/ hilang
- Gangguan N kranialis
3) Pemeriksaan penunjang:
- Isolasi virus dari apusan faring, urine, atau feses penderita
- Peningkatan titer antibodi fase akut dan konvalesen. Pada fase akut 3-
6 minggu dapat terjadi peningkatan Ig G sampai 4 kali atau IgM
positif
- Dari LCS dapat ditemukan peningkatan leukosit (10-200 sel/mm3)
terutama limfosit dan peningkatan ringan protein (40-50mg/ 100ml)
F. TATALAKSANA (2)
1) Infeksi abortif :
29
Istirahat sampai beberapa hari sampai suhu normal. Kalau perlu diberi analgetik,
sedative. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu. 2 bulan kemudian
dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk mengetahui adanya
kelainan.
2) Non paralitik :
- Sama dengan tipe abortif, pemberian analgetik sangat efektif bila
diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit
setiap 2-4 jam dan kadang mandi air hangat juga dapat membantu.
- Sebaiknya diberikan foot board (papan penahan pada telapa kaki); yaitu
agar kaki terletak pada sudut yang sesuai dengan tungkai.
- Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan
untuk mencegah atrofi otot yang timbul akibat denervasi sel kornu
anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi.
3) Paralitik:
- Harus dirawat du rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi
paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis.
- Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan
menggerakkan kaki/tangan. Bia terjadi paralisis kandung kemih maka
perlu diberikan stimulant parasimpatetik seperti betanechol (urecholine)
5-10mg oral atau 2,5-5/sk.
G. REHABILITASI MEDIK (15,16)
Untuk kepentingan rehabilitasi medisnya dibagi menjadi 3 tahap:
1) Tahap akut (sejak lumpuh sampai dengan 2 minggu )
Pada fase ini biasanya pasien masih demam. Penanganan dengan istirabat di
tempat tidur dengan posisi yang benar.
2) Tahap penyembuhan (>2minggu sampai 18 bulan kemudian)
Pada tahap ini herpotensi untuk perbaikan fungsi secara spontan. Program
rehabiltasi meliputi posisi yang benar, latihan gerak sendi, latihan perenggangan,
stimulasi listrik, latihan penguatan otot brace, dan tongkat, aktifitas sehari-hari
jangan sampai kelelahan karena dapat memperburuk keadaan, observasi teratur.
30
3) Tahap kronis (>18 bulan lebih setelah kejadian)
Pada kasus yang terlantar seringkali terjadi komplikasi kontraktur, deformitas
karena renggangan yang berlebihan pada sendi keluar dari tempatnya. Penanganan
ditujukan untuk mengatasi komplikasi tersebutt disamping upaya-upaya pada
tahap ke 2 dilanjutkan. Bila perlu dilakukan tindakan operatif untuk perbaikan
alignment tungkai guna pemasanganorthesa
4) Latihan yang dapat dilakukan dirumah (17)
Beberapa latihan anggota gerak pada anak- anak dapat dilakukan untuk menguatkan
anggota gerak yang mengalami paralisis. Berikut adalah kombinasi gerakan yang dapat
dilakukan sebanyak 6 kali secara simultan.
Latihan yang dilakukan untuk pemulihan kelumpuhan anggota gerak bawah
31
a. Menekuk lutut anak
b. Meluruskan pangkal paha dengan
menggerakan tungkai kaki kearah
belakang
c. Menekuk pangkal paha anak
dengan lutut tertekuk
d. Menekuk pangkal pada anak
dengan lutut lurus
32
e. Menyilangkan kaki, menjauhkannya satu sama lain dan menyilangkannya kembali
f. Menggerakan kaki anak ke atas. Gerakan ini dilakukan dengan satu tangan menahan
tungkai kaki tepat diatas mata kaki, kemudian jempol dan jari telunjuk lainnya
menarik tumit anak sambil telapak tangan mendorong telapak kaki anak ke atas.
Menahannya dalam 5 hitungan kemudian menarik dan mendorongnya lagi.
Latihan yang dilakukan untuk pemulihan kelumpuhan anggota gerak atas
a. Mengangkat tangan anak keatas
kepala
b. Mengangkat tangan anak menjauhi
sisi tubuh
33
c. Meluruskan dan menekuk siku
d. Memutar pergelangan tangan
e. Menekuk pergelangan tangan anak ke arah depan dan ke arah belakang
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Gde Ranuh, IGN. Suyitno, Hariyono. Hadinegoro, Sri Rezeki S. Kartasasmita, Cissy B.
Ismoedijanto. Soedjatmiko editor. Pedoman Imunisasi di Indonesia Ed 4. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2011.
2. Dewanto, George. Suwono, Wita J. Riyanto, Budi. Turana, Yuda. Panduan Praktis
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC. 2009.
3. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.25. Alih Bahasa: Poppy Kumala et al. Jakarta :
EGC.1998.
4. Staf STIKES Elizabeth. Buku Antropometri Z-Score. Semarang : STIKES ST Elizabeth.
2010.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Jilid 1. Jakarta: Sagung
Seto. 2002
6. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. 1995.
7. Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta : FKUI. 1985
8. Purwo, S. Sumarmo. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2008.
9. Anonim. Imunologi Dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 2007.
10. Behrman, Ricard E. Kliegman, Robert M. Arvin, Ann M. Ilmu Kesehatan Anak NELSON
Vol 2. Jakarta: EGC. 1999.
11. Depkes RI. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Jakarta: Depkes RI. 2008.
12. Dadiyanto, Dwi Wastoro. Muryawan, M Heru. Anindita editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak. Semarang: FK UNDIP. 2011
35
13. Hunt, Ricard. Enterovirus and General Features of Picornavirus. Microbiology and
Immunologi On Line University of South Carolina School of Medicine. 2010.
14. Kemenkes RI No 483. Th 2007 tentang Pedoman Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP).
15. Tohamuslim, Ahmad dan Sugiarmin, M. Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa.
1996
16. WHO. Training in the Community for People with Disability.1989.
17. UNICEF. Communication Handbook for Polio Eradication and Routine EPI. New York:
USAID. 2001.
36