Implikasi mk 35 di kaltim

18
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No.35/PUU-X/2012 TERHADAP EKSISTENSI HUTAN ADAT DI PROVINSI KALTIM MUKTI ALI AZIS YAYASAN KAWAL BORNEO DISAMPAIKAN PADA SEMINAR DAN WORKSHOP TENTANG PENANGANAN KASUS YANG BERBASIS ATAU BERKAITAN DENGAN KONFLIK-KONFLIK PERTANAHAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PERKEBUNAN OLEH PENYIDIK POLRI Balikpapan, 5 Oktober 2016

Transcript of Implikasi mk 35 di kaltim

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No.35/PUU-X/2012

TERHADAP EKSISTENSI HUTAN ADAT DI PROVINSI KALTIM

MUKTI ALI AZISYAYASAN KAWAL BORNEO

DISAMPAIKAN PADA SEMINAR DAN WORKSHOP TENTANG PENANGANAN KASUS YANG BERBASIS ATAU BERKAITAN DENGAN KONFLIK-KONFLIK PERTANAHAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PERKEBUNAN OLEH PENYIDIK POLRIBalikpapan, 5 Oktober 2016

Latar Belakang Gugatan

Nama Penggugat :

Ir Abdon Nababan, Sekjen AMAN

H Busthamir, Khalifah Kuntu bergelar Dato Bandaro

H Ocri, Olot Kesepuhan Cisitu

Alasan Gugatan

Kawasan Hutan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu seluas 1.700 (seribu tujuh ratus) Ha dijadikan sebagai bagian dari kawasan hutan PT. RAPP

Wilayah hutan adat Cisitu dijadikan sebagai Kawasan Taman Nasional Halimun Salakdan izin konsesi tambang emas untuk PT. Aneka Tambang

Hasil Putusan

Pasal 1 angka 6 UUK “Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalamwilayah masyarakat hukum adat”.

Kata “negara” dihapuskan oleh MK sehingga bunyi Pasal 1 angka 6 menjadisebagai berikut: “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayahmasyarakat hukum adat”.

• Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa “.... hutan berdasarkanstatusnya dibedakan menjadi dua yaitu hutan negara dan hutan hak.

• Adapun hutan hak dibedakan antara hutan adat dan hutanperseorangan/badan hukum. Ketiga status hutan tersebut pada tingkatanyang tertinggi seluruhnya dikuasai oleh Negara”.

Hasil Putusan Pasal 4 ayat (3) UUK “Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan

hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakuikeberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional”.

Dalam hal ini terdapat beberapa ketentuan yang digariskan MK: • Pasal 4 ayat(3) dinyatakan oleh MK sebagai bertentangan dengan UUD 1945 secarabersyarat (conditionally unconstitutional) kecuali dimaknai sebagai berikut: “Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukumadat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakatdan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”;

Di dalam pertimbangannya MK secara khusus menegaskan bahwa kata “memperhatikan” harus dimaknai lebih tegas, yaitu “negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-haktradisionalnya”.

Hasil Putusan

Para Pemohon juga meminta agar Pasal 67 ayat (2) dan ayat (3) dihapuskarena pengukuhan dan hapusnya keberadaan masyarakat hukum adat melaluiPeraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Pemerintah (PP) dianggap pemohonbertentangan dengan ketentuan Pasal 18B Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukumadat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai denganperkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.

Dalam hal ini, MK MENOLAK argumentasi Pemohon karena pengaturan melaluiPerda dan PP dipandang MK untuk mengisi kekosongan hukum guna menjaminkepastian hukum yang berkeadilan.

Hasil

Implikasi Putusan MK.35Pasca Putusan MK, terdapatbeberapa upaya di kalanganmasyarakat untuk secarafisik memperjelas batas-batas wilayah adat di lapangan dan mengambil alihtanah-tanah adat yang di atasnya sudah diberikan izinkepada pihak ketiga.

Data dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) sampaiNovember 2012, telah mengidentifikasi 2.4 Juta Ha wilayah adatyang terdiri dari 265 peta wilayah adat

Belum adanya pengakuan atas MHA tidak boleh merugikan MHA Tidak menghidup-hidupkan MHA yang sudah tidak ada

Implikasi Putusan MK.35

Oleh karena MK juga menyatakan bahwa frasa “kenyataannya masih adadan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingannasional” sebagai prasyarat bagi pengakuan dan penghormatan terhadapmasyarakat hukum adat (MHA), dan karenanya harus dimaknai secara jelasdan tegas bahwa masyarakat hukum adat tersebut tidak hanya sekedar“ada” tetapi benar-benar yang “masih hidup”.

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. UU No. 7/2004 Pasal 6 Ayat3 menegaskan “Pengakuan MHA disertai syarat:

(a) sepanjang masih ada dan jika tidak ada, maka hak ulayat MHA tidakdapat dihidupkan lagi;

(b) keberadaannya harus dikukuhkan oleh pemda melalui perda;

(c) tidak bertentangan dengan kepentingan nasional;

(d) tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku”.

TINDAK LANJUT PUTUSAN MK 35

PP Hutan Adat (Perintah Pasal 67 ayat (3) UU Kehutanan

UU MHA (Perintah Pasal 18B ayat (2) UUD 1945)

Transisi :

Surat-Edaran-Menhut-No.-S.75-Tahun-2004

Permen LHK No. 32 Tahun 2015 tentang Hutan Hak

Permen ATR No. 09 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat dalam Kawasan Tertentu

TATA CARA DAN ALUR PENGUSULAN HUTAN

ADAT DI PROVINSI KALTIM

Dasar Hukum

Permen LHK No. 32 Tahun 2015 tentangHutan Hak

Perda Kaltim No. 1 Tahun 2015 PedomanPPMHA

definisi

Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.

Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat.

Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

Pemangku Hutan Hak adalah masyarakat hukum adat, perseorangan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam kelompok atau badan hukum yang memiliki hak untuk mengurus hutan hak.

Hak Ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, yang selanjutnya disebut hak ulayat, adalah hak milik bersama masyarakat hukum adat yang diakui oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turuntemurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asalusul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanyasistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.

Hutan Hak

Hutan berdasarkan status terdiri dari : hutan negara; hutan adat; dan hutan hak.

Hutan hak terdiri dari: Hutan adat; Hutan perseorangan/badan hukum.

Hutan hak dapat mempunyai fungsi pokok: Konservasi; Lindung; Produksi.

Tata Cara Penetapan Hutan Adat

1. Penetapan Masyarakat Hukum Adat (MHA)

1. Identifikasi MHA

2. Verifikasi dan Validasi MHA

3. Penetapan MHA oleh Bupati/Walikota*

2. Penetapan Hutan Adat

1. Pengusulan Penetapan

2. Verifikasi dan verifikasi oleh Dirjen PSKL

3. Penetapan Hutan Adat oleh Men LHK

* MHA lintas kota/kabupaten ditetapkan oleh Gubernur

Yang diidentifikasi

Sejarah masyarakat hukum adat

Letak dan batas wilayah adat

Hukum adat

Harta kekayaan dan atau benda-benda adat

Kelembagaan/sistem pemerintahan adat

Alur Penetapan Hutan Adat di Kaltim

Pengusulan olehKepala Adat ke

Bupati / Walikota

IdentifikasiMHA oleh

Camat

Verfikasi danValidasi olehPanitia MHA

Penetapan MHA oleh Bupati /

Walikota

* Ketua Panitia MHA: SEKDA

MASYARAKAT HUKUM ADAT

( MHA )

PengusulanPenetapan HutanAdat oleh MHA ke

Men LHK

Dirjen PSKLmelalukanverifikasi &

validasi usulan

PenetapanHutan Adat

oleh Men LHK

PencantumanHutan Adat

ke dalam PetaKawasan Hutan

PembentukanPanitia MHA*

Kab/Kota

Permen LHK No. 32 Tahun 2015 tentang

Hutan Hak

Perda Kaltim No. 1 Tahun2015 Pedoman PPMHA

KESIMPULAN

HUTAN ADAT BUKAN HUTAN NEGARA

Putusan MK.35 perlu segera ditindaklanjutidengan regulasi baru

Di masa transisi dapat memanfaatkan beberaparegulasi (Peraturan Menteri dan Peraturan Daerah)

Provinsi Kaltim sudah menyiapkan ruang untukakses hutan adat