IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS...

141
IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS PENANGANAN TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH (TKIB) TAHUN 2015 (Studi kasus di debarkasi Kota Tanjungpinang) SKRIPSI Oleh : RAMZAN NIM. 120565201018 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

Transcript of IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS...

Page 1: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS PENANGANAN

TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH (TKIB) TAHUN 2015

(Studi kasus di debarkasi Kota Tanjungpinang)

SKRIPSI

Oleh :

RAMZAN

NIM. 120565201018

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

Page 2: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS PENANGANAN

TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH (TKIB) TAHUN 2015

(Studi kasus di debarkasi Kota Tanjungpinang)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

pada Program Studi Ilmu Pemerintahan

Oleh :

RAMZAN

NIM. 120565201018

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

Page 3: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan
Page 4: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan
Page 5: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan
Page 6: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

MOTTO

ZUHUD-LAH TERHADAP APA

YANG ADA DI DUNIA MAKA

ALLAH AKAN MENCINTAIMU,

DAN ZUHUD-LAH TERHADAP

APA YANG ADA DI TANGAN

MANUSIA MAKA MANUSIA PUN

AKAN MENCINTAIMU (H.R IBNU

MAJAH).

DI ANTARA TANDA

KEBAIKAN

KEISLAMAN

SESEORANG

ADALAH IA

MENINGGALKAN

PERKARA YANG

TAK BERGUNA

BAGINYA (H.R

TIRMIDZI)

Page 7: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil „alamiin, segala puji bagi Allah Subhanahu wa

Ta‟ala atas segala nikmat dan kasih saying-Nya, serta atas pertolongan-Nya lah

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul

Implementasi Koordinasi Satuan Tugas Penanganan Tenaga Kerja

Indonesia Bermasalah (TKIB) Tahun 2015 (Studi Kasus Di Debarkasi Kota

Tanjungpinang) dengan baik dan lancar. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan banyak ucapan

terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dan

memberikan dukungan serta masukan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini, diantaranya :

1. Kepada Ummi Nurbaya, yang telah berjuang membesarkan dan merawat

penulis dengan sepenuh hati, memberikan banyak dukungan dan nasehat,

yang selalu memberikan do’a terbaiknya bagi penulis dan meridhoi setiap

pilihan yang penulis ambil.

2. Bapak Drs. Hajarullah Aswad M.Hum beserta keluarga, selaku orang tua

asuh yang selama ini telah memberikan tempat bernaung untuk penulis,

memberikan banyak nasehat serta wejangan-wejangan yang berharga

kepada penulis.

3. Bapak Kustiawan, M. Pol, Sc, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

Sayed Fauzan Riyadi, S.sos, IMAS, selaku Dosen Pembimbing II yang

Page 8: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

vi

telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam

melakukan penelitian, serta banyak memberikan koreksi-koreksi yang

membangun dalam meyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Afrizal, S. IP, M. Si sebagai Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

yang telah banyak memberikan pengetahuan dan membantu penulis

selama menjalankan masa perkuliahan di Universitas Maritim Raja Ali

Haji.

5. Bapak Drs. Son Haji, M Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

6. Bapak Dr. Oksep Adhayanto, SH, MH selaku penasehat akademik yang

telah bersedia menyempatkan waktu ketika penulis butuhkan.

7. Seluruh bapak dan ibu dosen serta staff di Jurusan Ilmu Pemerintahan

yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, yang telah memberikan

percikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama kuliah di

Universitas Maritim Raja Ali Haji.

8. Kepada seluruh narasumber yang tidak bisa disebutkan satu persatu di

lingkungan pemerintah kota Tanjungpinang, Dinsosnaker, Dishub, Dinkes,

Satpol PP, Pendamping Pemulangan Debarkasi, yang telah menyediakan

waktunya memberikan bantuan dan informasi yang penulis butuhkan

selama meneliti di lingkungan narasumber masing-masing.

9. Kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan selama menjalani perkuliahan,

terutama kader-kader dakwah yang yang berada di lingkungan LDF FSIRI,

Imron Nadi (Ron), Gilang Ramadhan (Lang), M. Arif Fauzan (Rif), Fahmi

Dasrizal (Mi), Said Faisal (Sal), Bhakti A.A, Baginda Raja Sulaiman

Page 9: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

vii

(BaRa), serta kader yang tersebar di Universitas Maritim Raja Ai Haji

yang memberikan banyak dukungan moril dan semangat kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi.

10. Kepada pengajar di Yayasan Al-Madinah yang ikut membantu dalam

dukungan moril dan materil, Suhaili S.Pd.I, Adhariansya S.Pd.I, M. Bobby

P, Dandan Mardiana, S.IP, Bang Fi’i, Rudi S.Pd.I, Zulkarnaen S.HI, serta

pegawai yang ada di lingkungan Yayasan Al-Madinah.

11. Kepada teman-teman LBQ yang banyak memberikan do’a dan semangat

kepada penulis, Ustd. Riza Hafiz S.Pd.I, Ustd. Anto Makmur Lc, Ustd.

Zaki, Ustd. Kasyful, Ustd. Syaifudin S.IQ, akh Dhani (al-fatih), Yadit

(Ustd muda), serta seluru teman seperjuangan di LBQ Markaz Huffadz.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh

dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun penulis

harapkan untuk perbaikan yang lebih baik lagi ke depannya. Demikian yang dapat

penulis sampaikan pada kesempatan ini, mohon maaf atas segala kekurangan dan

kesalahan yang penulis lakukan, sekian terima kasih.

Tanjungpinang, Desember 2016

Penulis

Page 10: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

viii

ABSTRAK

Tenaga Kerja Indonesia bermasalah (TKIB) yang dideportasi dari Negara

Malaysia ke Kota Tanjungpinang sebagai salah satu daerah debarkasi tidak pernah

ada habisnya. Proses penanganan TKIB ini dilakukan oleh Tim Satuan Tugas

TKIB Kota Tanjungpinang yang diketuai oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kota Tanjungpinang bersama Pendamping Pemulangan Debarkasi Kementerian

Sosial Republik Indonesia. Masalah yang sering dihadapi pada saat penanganan

TKIB adalah adanya oknum yang menjemput TKIB yang bukan berasal dari

keluarga TKIB sehingga ketika keluarganya datang mereka telah keluar terlebih

dahulu. Selain itu adalah adanya keterlambatan pemulangan TKIB ke daerah asal

sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan di rumah penampungan selama

berhari-hari sehingga dikhawatirkan terjadinya kerawanan sosial serta kerentanan

sosial diantara TKIB. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

implementasi kebijakan Satuan Tugas Lapangan Penanganan TKIB di Kota

Tanjungpinang serta bagaimana koordinasi antar setiap pemangku kepentingan

yang terlibat dalam proses penanganan TKIB ini. Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian deskriptif kualitatif yang terdiri dari 12 orang informan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan satuan tugas lapangan

penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang sudah berjalan sesuai dengan ketentuan

kebijakan yang telah ditetapkan. Hal ini ditandai dengan berjalanya indikator

implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini. Namun belum

adanya SOP (standard operating procedures) baku yang dibentuk oleh Tim

Satgas TKIB di lapangan dalam proses penanganan TKIB tersebut. Disisi lain

sumber daya staf yang ada dirasa terlalu banyak sehingga terjadi ketidak efektifan

tugas dan menyebabkan ketidak efesiensi penggunaan anggaran dalam

pembiayaan honorer satgas. Proses penanganan TKIB oleh Tim Satgas TKIB

yang berjalan belum menunjukkan adanya collaboarative governance yang baik.

Kata kunci : Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB), Implementasi

kebijakan, Koordinasi, Collaborative governance.

Page 11: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

ix

ABSTRACT

Workers Indonesia troubled, who was deported from Malaysia to the city

of Tanjungpinang (as one of the disembarkation) is never-ending. Handling

process is done by the task force Handling Courses Indonesian Workers Affected

from Tanjungpinang directly chaired by the Head of Department of Social and

Labor Tanjungpinang, along with the Companion Discharge Debarkation

(officers of the Ministry of Social Affairs of the Republic of Indonesia). Problems

encountered in the handling of this deportation is the emergence of "another

person" who pick them up and did not come from their families. When their

families come to pick them up, they have been out in advance. In addition, delays

in the repatriation to their home areas lead to the accumulation of people in

shelters for days that feared the occurrence of social insecurity and social

vulnerability among them. The purpose of this study was to determine how the

policy implementation of the task force Handling Courses Indonesian Workers

Affected of Tanjungpinang in handling them and how coordination between all

stakeholders involved in the process of handling them. This type of research is

qualitative descriptive study consisting of 12 informants. The results of this study

indicate that the policy implementation of Task Handling Courses Indonesian

Workers Affected from Tanjungpinang city has been running in accordance with

the established policy. It is characterized by the passage of policy implementation

indicators used in this study. But in the process of handling, yet using Standard

Operating Procedures created by the team itself. On the other hand, the resources

available staff too much which causes ineffectiveness in the division of tasks and

cause no efficiency in the use of the budget to hire them. Handling processes

carried out by the task force in handling this Field Workers Affected Indonesia

has not shown good collaborative governance.

Keywords: Workers Indonesia Troubled (TKIB), policy implementation,

coordination, Collaborative governance.

Page 12: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

x

DAFTAR ISI

Halaman judul luar

Halaman judul dalam

Halaman pengesahan

Halaman pernyataan

Halaman tanda tangan tim penguji

Halaman motto

Kata pengantar ............................................................................................ v

Abstrak bahasa Indonesia .......................................................................... viii

Abstrak bahasa Inggris............................................................................... ix

Daftar isi ....................................................................................................... x

Daftar tabel .................................................................................................. xiii

Daftar lampiran ........................................................................................... xiv

Bab I Pendahuluan ...................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................... 1

B. Rumusan masalah.............................................................................. 7

C. Tujuan penulisan ............................................................................... 8

D. Konsep teoritis .................................................................................. 8

D.1. Kebijakan publik ....................................................................... 8

D.2. Implementasi kebijakan............................................................. 9

D.3. Koordinasi ................................................................................. 12

D.4. Collaborative governance ......................................................... 15

D.5. Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) ............................ 20

E. Tinjaun pustaka ................................................................................. 20

F. Konsep operasional ........................................................................... 21

F.1. Implementasi kebijakan ............................................................. 22

F.2. Collaborative Governance ......................................................... 22

G. Metode penelitian .............................................................................. 23

G.1. Jenis penelitian .......................................................................... 23

G.2. Lokasi penelitian ....................................................................... 23

G.3. Jenis data ................................................................................... 23

Page 13: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

xi

G.4. Informan .................................................................................... 24

G.5. Teknik dan alat pengumpulan data............................................ 25

H. Teknik analisa data ............................................................................ 26

I. Sistematika penulisan ........................................................................ 27

Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................ 28

A. Kebijakan publik ............................................................................... 28

A.1. Pengertian .................................................................................. 28

A.2. Tahapan kebijakan..................................................................... 29

B. Implementasi kebijakan .................................................................... 31

B.1. Komunikasi................................................................................ 32

B.2. Sumber daya .............................................................................. 33

B.3. Disposisi sikap ........................................................................... 35

B.4. Struktur birokrasi ....................................................................... 35

C. Koordinasi ......................................................................................... 36

C.1. Macam-macam koordinasi ........................................................ 37

C.2. Unsur-unsur berjalannya koordinasi.......................................... 38

D. Collaborative governance .................................................................. 39

D.1. Collaborative ............................................................................. 39

D.2. Governance ............................................................................... 40

D.3. Tahapan collaborative governance ........................................... 42

Bab III Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 46

A. Gambaran Umum Satuan Tugas Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah (TKIB) Kota Tanjungpinang ........................................ 46

B. Gambaran Umum Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) ...... 50

C. Gambaran Umum Dinas Sosial dan Tenga Kerja

Kota Tanjungpinang ......................................................................... 54

D. Gambaran Umum Pendamping Pemulangan Debarkasi Kementerian

Sosial Republik Indonesia ................................................................ 58

Bab IV Implementasi Kebijakan Satuan Tugas Lapangan

Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah

di Kota Tanjungpinang Tahun 2015 ......................................... 60

Page 14: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

xii

A. Komunikasi ....................................................................................... 61

B. Sumber daya ...................................................................................... 66

C. Disposisi ............................................................................................ 72

D. Struktur birokrasi .............................................................................. 74

Bab V Koordinasi Antar Sektor Satuan Tugas (Satgas)

Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah

(TKIB) Kota Tanjungpinang Dalam Pemulangan

Tenaga Kerja Indonesia (TKIB) Ke Daerah Asal ................... 80

A. Penilaian ............................................................................................ 82

B. Permulaan .......................................................................................... 89

C. Pertimbangan..................................................................................... 94

D. Implementasi ..................................................................................... 99

Bab VI Penutup ........................................................................................... 104

A. Kesimpulan ....................................................................................... 104

B. Saran .................................................................................................. 106

Daftar Pustaka ............................................................................................. 107

Lampiran

Riwayat Penulis

Page 15: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

xiii

DAFTAR TABEL

1. Tabel I.1 Data kedatangan TKIB di kota Tanjungpinang 5

2. Tabel I.2 Konsep Operasional Implementasi Kebijakan 22

3. Tabel I.3 Konsep Operasional Berjalannya Koordinasi 22

4. Table I.4 Data Informan Penelitian 25

5. Tabel II.1 Perbandingan model implementasi kebijakan 32

6. Tabel III.1 Daftar Instansi Anggota Satgas Beserta Tugas Tahun 2015 48

7. Tabel III.2 Jumlah Kedatangan TKIB Deportasi Malaysia Tahun 2015 49

8. Tabel III.3 Data kedatangan TKIB di kota Tanjungpinang 52

9. Tabel III.4 Jumlah Kedatangan TKIB Deportasi Malaysia Tahun 2015 53

10. Tabel III.5 Jumlah Kepulangan TKIB ke Daerah Asal Tahun 2015 59

11. Tabel V.1 Daftar Pemangku Kepentingan Pemulangan TKIB Tahun 2015 87

Page 16: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Pedoman Wawancara

Lampiran II Surat Keputusan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji tentang Dosen

Pembimbing Skripsi

Lampiran III Surat Keputusan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji tentang Dosen Penelaah

Seminar Usulan Penelitian

Lampiran IV Surat Permohonan Izin / Rekomendasi Penelitian dari

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Maritim Raja

Ali Haji

Lampiran V Surat Rekomendasi Penelitian dari KESBANGPOL

LINPENMAS Kota Tanjungpinang

Lampiran VI Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian

Lampiran VII Dokumentasi Penelitian

Page 17: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) mempunyai hak

untuk bebas meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah Negara Republik

Indonesia. Hal ini merupakan ketentuan yang sesuai dengan undang-undang yang

mengatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM) (Pasal 27 ayat (2) UU NO. 39

Tahun 1999). Kebebasan untuk keluar dan masuk kembali ke negara asal juga

merupakan salah satu hak atas kebebasan pribadi yang diatur dalam Pasal 12

Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Implikasi

dari adanya ketentuan tersebut adalah adanya migrasi yang dilakukan oleh warga

Negara Indonesia ke negara lain secara bebas sesuai dengan aturan yang

diterapkan oleh negara penerima.

Migrasinya warga Negara Indonesia ke negara lain bisa disebabkan oleh

berbagai faktor pendorong, seperti; belajar, bekerja sebagai TKI, maupun hanya

sekedar liburan. Dari faktor-faktor yang disebutkan tersebut, (faktor untuk bekerja

menjadi TKI) merupakan faktor yang terbesar daripada yang lain, hal ini

disebabkan oleh sulitnya lapangan kerja yang tersedia di Indonesia, serta harapan

untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan bekerja di negara yang

menyediakan upah kerja lebih besar dari upah kerja yang ada di Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang banyak menyediakan TKI yang tersebar

dibanyak negara, salah satu negara yang banyak menerima TKI adalah Malaysia.

Malaysia menjadi negara yang paling banyak menampung TKI, hal ini disebabkan

Page 18: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

2

oleh jarak yang dekat serta rumpun bahasa yang cenderung lebih sama. Implikasi

dari hal tersebut adalah banyaknya TKI yang bekerja di Malaysia yang pada tahun

ini totalnya berjumlah 97.635 TKI, jumlah ini merupakan jumlah terbanyak yang

menjadi tujuan TKI dari semua negara tujuan TKI (BNP2TKI, 2015). Jarak serta

bahasa yang cenderung lebih sama tersebut dimungkinkan sebagai alasan bagi

para TKI untuk masuk ke Malaysia melalui cara-cara ilegal, seperti tidak memiliki

dokumen resmi, serta masuk dengan visa pelancong, padahal sejatinya mereka ini

bekerja. Hal-hal tersebut nantinya akan menjadi masalah besar bagi diri mereka

sendiri. Akibat selanjutnya yang disebabkan oleh tidak adanya dokumen resmi

sebagai TKI adalah terjadinya deportasi TKI dalam jumlah besar dari negara

penerima. Sebagaimana yang sering terjadi di Malaysia, setiap harinya kita akan

mendengar berita pemulangan TKI oleh pemerintah Malaysia ke Indonesia.

Pemulangan TKI oleh pemerintah Malaysia dilakukan lewat beberapa jalur

debarkasi yang memang merupakan daerah perbatasan dengan Malaysia. Kota

Tanjungpinang merupakan salah satu daerah debarkasi yang berada di Provinsi

Kepulauan Riau, pemulangan juga terjadi di daerah Nunukan yang merupakan Pos

Lintas Batas RI-Malaysia yang berada di Kabupaten Nunukan Provinsi

Kalimantan Timur, daerah lainnya adalah Entikong. Entikong merupakan Pos

Lintas Batas RI-Malaysia yang ada di Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan

Barat, yang secara geografis berbatasan langsung dengan Malaysia (Serawak)

dengan panjang perbatasan lebih kurang sekitar 800 km (Pamungkas, dkk.,

2010:21). Daerah-daerah tersebut adalah tempat yang paling sering dijadikan

sebagai debarkasi deportasi TKI di Malaysia.

Page 19: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

3

Tenaga Kerja Indonesia yang dideportasi melalui daerah-daerah

perbatasan, dalam hal ini melalui pelabuhan Internasional Sri Bintan Pura di

Tanjungpinang, tentunya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pada

prosesnya, untuk memulangkan TKI yang berasal dari berbagai daerah ke daerah

asalnya masing-masing, diperlukan mekanisme penanganan dan biaya yang tidak

sedikit. Apakah penanganan ini sepenuhnya tanggungjawab pemerintah daerah

debarkasi, atau merupakan tanggungjawab pemerintah pusat. Jika semua proses

penanganan tersebut dilimpahkan kepada pemerintah daerah debarkasi, tentunya

ini sangat memberatkan bagi pemerintah daerah. Kemudian, bagaimana dengan

tanggungjawab pemerintah pusat dengan masalah TKI tersebut, apakah ada

koordinasi dengan pemerintah daerah tempat asal TKI tersebut. Untuk menjawab

semua permasalahan tersebut, maka perlu dilihat kembali peraturan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah.

Demi mengatasi permasalahan TKI yang dideportasi ini sebenarnya

Pemerintah RI telah membentuk suatu badan yang yang disebut dengan Tim

Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah (TK-PTKIB). Salah satu tugas dari

banyak tugas TK-PTIKB adalah pemberian pelayanan kebutuhan dasar sejak dari

penampungan selama perjalanan sampai ke tempat asal (Pamungkas, 2010:39).

Adanya Satgas TK-PTKIB ini awalnya diatur dalam Surat Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2004, kemudian berubah menjadi

Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2013 dan selanjutnya diatur dalam Peraturan

Menteri Sosial Nomor 22 Tahun 2013, yang kepengurusannya terdiri dari

kementerian-kementerian yang ada. Berdasarkan Peraturan Presiden No 45 Tahun

Page 20: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

4

2013, ketua dari Tim Koordinasi adalah Menteri Koordinator Bidang

kesejahteraan Rakyat. Adapun dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB bekerja

sama dengan Gubernur dan Bupati/Walikota dan/atau pihak-pihak lain yang

dipandang perlu sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 11 Peraturan Presiden

No 45 Tahun 2013. Selanjutnya, Satgas TKIB di daerah dibentuk oleh kepala

daerah setempat sebagaimana hasil kerja sama antara TK-PTKIB dengan

pemerintah daerah seperti yang telah diatur sebelumnya, kemudian satgas

tersebutlah yang mengurusi TKIB sejak kedatangan sampai pemulangan ke daerah

asalnya.

Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah

debarkasi terdekat untuk menerima TKIB deportan dari Johor Bahru Malaysia

(Pamungkas, dkk., 2010:20). Dalam data yang dikeluarkan oleh BNP2TKI, pada

tahun 2011 jumlah TKI yang dideportasi ke Tanjungpinang sebanyak 15.850

orang, tahun 2012 jumlah TKI yang dideportasi ke Tanjungpinang ada sebanyak

7.864 orang, kemudian pada tahun 2013 meningkat menjadi 17.748 orang, hingga

pada tahun 2014 telah ada sekitar 15.611 orang, terakhir tahun 2015 tercatat

sebanyak 17.682 orang TKI yang dideportasi (PUSLITFO BNP2TKI, 2015). Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Page 21: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

5

Tabel I.1 Data kedatangan TKIB di kota Tanjungpinang

No. Tahun Jumlah

1. 2011 15.850

2. 2012 7.864

3. 2013 17.784

4. 2014 15.611

5. 2015 17.682

Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan Dan Informasi (PUSLITFO

BNP2TKI).

Hal ini merupakan akibat dari tidak terdaftarnya TKI tersebut dalam

dokumen resmi TKI, hingga akhirnya menjadi masalah, bukan hanya bagi TKI

tersebut, namun juga menjadi masalah bagi pemerintah kota Tanjungpinang

sendiri.

Kota Tanjungpinang yang merupakan salah satu daerah debarkasi,

memiliki tim satgas lapangan yang bertugas menangani TKIB yang dideportasi ke

kota Tanjungpinang. Penanganan yang dilakukan berupa sejak mulai dari

kedatangan di pelabuhan, pendataan, pelayanan, penampungan sampai pada

pemulangan ke daerah asal. Adapun komposisi Satgas Lapangan Penanganan

TKIB Kota Tanjungpinang terdiri dari beberapa instansi yang telah ditunjuk, yaitu

:

a. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang

b. Kantor Imigrasi Pelabuhan Sri Bintan Pura

c. Kantor Kesehatan Pelabuhan

d. Kepolisian Sektor Pelabuhan Sri Bintan Pura

Page 22: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

6

e. SABHARA Polres Tanjungpinang

f. Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Tanjungpinang

g. Dinas kesehatan Kota Tanjungpinang

h. SATPOL PP Kota Tanjungpinang

Daerah debarkasi Tanjungpinang dalam upaya penanganan TKIB yang

dideportasi, membentuk Tim Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja

Indonesia Bermasalah (TKIB) Kota Tanjungpinang. Berdasarkan pasal 11

Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2013, TK-PTKIB bekerja sama dengan

gubernur dan bupati/walikota untuk membentuk Satgas TKIB di daerah.

Namun kemudian, Pemerintah Kota Tanjungpinang mendelegasikan

kewenangan tersebut kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang

untuk membentuk Satgas Lapangan Penanganan TKIB Kota Tanjungpinang

melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang Nomor 25 Tahun 2015. Untuk menjalankan tugasnya dalam

memulangkan TKIB ke daerah asal, diharapkan Satgas Lapangan Penanganan

TKIB dapat mengimplementasikan dengan baik sesuai dengan perencanaan yang

sudah ditetapkan. Hal ini dikarenakan telah adanya peraturan yang menjelaskan

tentang tugas dari setiap instansi dalam lingkungan satgas.

Fenomena yang terjadi pada TKI-TKI yang dideportasi tersebut sebelum

dipulangkannya mereka ke daerah asalnya terkadang adalah adanya orang-orang

dari luar, yang berasal dari daerah Kepulauan Riau yang mengaku sebagai

keluarga dari tenaga kerja wanita yang ingin menjemput tenaga kerja wanita

tersebut, namun ternyata setelah itu datang seorang wanita yang ternyata

Page 23: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

7

merupakan anak dari tenaga kerja wanita tersebut yang ingin menjemput ibunya.

Hal ini menjadi suatu hal yang mesti diatasi oleh petugas pemulangan, karena

mekanisme yang begitu mudah dalam menjemput TKIB. Keterlambatan jadwal

kapal juga menjadi suatu permasalahan yang serius, sehingga menyebabkan

menumpuknya TKIB yang berada di rumah penampungan selama berhari-hari

(BNP2TKI, 2015). Berbagai masalah yang terjadi sebagaimana yang disebutkan

diatas menimbulkan kerawanan sosial bagi para TKI yang berada di penampungan

sementara tersebut karena terdiri dari berbagai daerah dan suku yang berada di

Indonesia, yang sebagian besar berasal dari daerah Jawa (wawancara bersama

anggota satgas, 17 Mei 2016, 10:10 WIB).

Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana implementasi koordinasi

yang telah dilakukan oleh Satgas Lapangan Penanganan TKIB dalam

memulangkan kembali para TKIB dari Tanjungpinang ke daerah asal, maka

diperlukan suatu penelitian yang berjudul “IMPLEMENTASI KOORDINASI

SATUAN TUGAS LAPANGAN PENANGANAN TENAGA KERJA

INDONESIA BERMASALAH PADA TAHUN 2015” yang studi kasusnya

dilakukan di Kota Tanjungpinang yang merupakan salah satu daerah debarkasi

TKIB.

B. Rumusa Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah di

atas, maka dari itu adapun rumusan masalah yang akan diangkat dari penelitian ini

adalah:

Page 24: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

8

1. Bagaimana implementasi kebijakan Satuan Tugas Lapangan Penanganan

TKIB di Kota Tanjungpinang ?

2. Bagaimana koordinasi antar instansi Satuan Tugas Lapangan Penanganan

TKIB Kota Tanjungpinang dalam penanganan TKIB ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini berdasarkan penjelasan dan latar

belakang serta rumusan masalah yang diangkat adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan Satuan Tugas

Lapangan Penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang.

b. Untuk mengetahui bagaimana koordinasi antar instansi pada Satuan Tugas

Lapangan Penanganan TKIB Kota Tanjungpinang dalam penanganan

TKIB.

D. Konsep Teoritis

D.1 Kebijakan Publik

Dalam kegiatan pemerintahan, setiap tindakan seseorang memiliki dasar,

dasar dari tindakan seseorang itu adalah berupa kebijakan publik yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan publik merupakan sekumpulan aturan yang

mengatur bagaimana suatu program itu dibentuk dan dijalankan sesuai dengan

bagiannya masing-masing.

Banyak definisi kebijakan yang dikemukakan oleh para ahli, diantara

definisi yang ada adalah definisi yang dikemukakan oleh James Anderson, yang

mengatakan bahwa kebijakan publik sebagai pelaksanaan tindakan yang relatif

Page 25: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

9

stabil dan digunakan untuk tujuan tertentu, diikuti oleh seorang aktor atau

sejumlah aktor dalam menghadapi masalah (Nugroho, 2014:43).

Robert Eyestone menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah hubungan

suatu unit pemerintah dengan lingkungannya (Winarno, 2012:20). Pengertian

yang diberikan oleh Eyestone masih bersifat luas, karena hanya menjelaskan

hubungan secara umum. Pengertian lain diberikan oleh Carl Friedrich dengan

penjelasan yang lebih spesifik, yaitu suatu arah tindakan yang diusulkan oleh

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang

memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang

diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu

tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu (Winarno,

2012:21).

D.2 Implementasi Kebijakan

Sebuah kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, maka perlu di

implementasikan agar memberikan pengaruh kepada masyarakat terkait dengan

perihal yang diatur dalam sebuah kebijakan. Implementasi adalah proses untuk

memastikan terlaksananya suatu program dan tercapainya program tersebut

(Mukarom & Wijaya Laksana, 2015:206). Untuk mencapai keberhasilan dari

terlaksananya program dengan tujuan dari dibuatnya suatu program ditentukan

oleh beberapa faktor pendukung yang menjadikan suatu program tersebut

berjalannya dengan lancar.

Dalam proses implementasi kebijakan, ada banyak model implementasi

yang dikemukakan oleh para ahli di banyak literatur. Model implementasi

Page 26: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

10

kebijakan klasik dikembangkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn, yang

menyebutkan beberapa variabel kritis implementasi kebijakan adalah sumber daya

dan tujuan standar, yang mendorong ke komunikasi antar organisasi dan

penegakan aktivitas, karakteristik badan-badan yang mengimplementasikan, yang

dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan kondisi politik, yang pada

gilirannya membangkitkan watak pengimplementasi agar dapat mencapai kinerja

kebijakan (Nugroho, 2014:219).

Terdapat banyak model lainnya yang berkaitan dengan implementasi

kebijakan, salah satu model yang banyak menjadi rujukan dari peneliti adalah

model yang dijelaskan oleh George Edward III (Nugroho, 2014:225), yang

mengemukakan empat faktor krusial yang menentukan keberhasilan dari

implementasi kebijakan, faktor-faktor tersebut adalah:

a. Komunikasi

Komunikasi adalah dalam hal bagaimana kebijakan dikomunikasikan

kepada publik untuk memperoleh respon dari pihak-pihak yang terlibat. Secara

umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan,

yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan.

Menurut Edward persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang

efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa

yang harus mereka lakukan. Oleh karena itu, komunikasi-komunikasi harus akurat

dan harus dimengerti dengan cermat oleh pelaksana kebijakan.

Dalam komunikasi juga harus terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas, agar

pelaksana tidak mengalami kebingungan tentang apa yang harus mereka lakukan.

Page 27: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

11

Selain itu, petunjuk-petunjuk tersebut juga harus konsistensi, keputusan-

keputusan yang bertentangan akan membingungkan pelaksana dan menghambat

kemampuan mereka melaksanakan kebijakan secara efektif.

b. Sumber daya

Sumber daya adalah menyangkut ketersediaanya khususnya kompetensi

sumber daya manusia dan kapabilitas untuk melakukan kebijakan secara efektif.

Sumber daya yang penting dalam pelaksanaan kebijakan terdiri dari staf,

informasi, wewenang, dan fasilitas.

Staf yang memadai tidak hanya dari segi kuantitas namun juga didukung

dengan kualitas yang kompeten. Infromasi termasuk sumber daya yang harus

dimiliki dalam pelaksanaan kebijakan.

Informasi mengenai program-proram adalah penting terutama bagi

kebijakan-kebijakan baru atau kebijakan-kebijakan yang melibatkan persoalan-

persoalan teknis.

Wewenang adalah berupa kekuasaan untuk menjalankan implementasi

kebijakan beserta penggunaan aset-aset yang menunjang implementasi kebijakan.

Fasilitas merupakan sumber daya yang digunakan sebagai penunjang dari

impelementasi. Ketersediaan fasilitas yang memadai sangat dibutuhkan demi

keberhasilan implementasi

c. Disposisi sikap

Disposisi adalah dalam hal kesediaan aktor untuk melakukan implementasi

kebijakan. Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-

konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para

Page 28: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

12

pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini

berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan

sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian juga

sebaliknya, bila tingkah laku-tingkah laku para pelaksana berbeda dengan

pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan akan sulit.

d. Struktur birokrasi

Struktur birokrasi adalah dalam hal tantangan agar tidak menjadi

fragmentasi birokrasi, karena menurunkan efektivitas implementasi. Struktur

birokrasi menjelaskan susunan tugas dan para pelaksana kebijakan,

memecahkannya dalam perincian tugas, serta menetapkan prosedur standar

operasi.

Keempat faktor yang dijelaskan oleh Edward III tersebut saling

mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya dalam proses implementasi.

Sehingga diperlukan kesesuaian keempat faktor tersebut sangat diperlukan untuk

keberhasilan implementasi kebijakan.

D.3 Koordinasi

Dalam setiap tim kerja ataupun dalam sebuah organisasi ada pembagian-

pembagian kerja yang dilimpahkan kepada setiap unit-unit yang ada di dalam

sebuah organisasi, begitu juga dengan sebuah negara yang mengatur segala hal

yang berkaitan denga pelayanan masyarakat terbagi dalam bagian-bagian yang

berbeda. Untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh sebuah organisasi

apapun bentuk organisasi tersebut yang terbagi dalam beberapa unit kerja,

diperlukan suatu koordinasi.

Page 29: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

13

Tugas untuk mengkoordinasikan semua kegiatan unit-unit untuk mencapai

tujuan organisasi tersebut adalah tugas pimpinan. Artinya pimpinan harus dapat

mengkoordinasikan tujuan organisasi kepada setiap unit dengan cara

menerjemahkan tujuan tersebut menjadi sasaran-sasaran khusus masing-masing

unit organisasi. Pimpinan harus berusaha supaya setiap unit mengetahui dan

memperoleh informasi yang cukup tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

unit-unit lain sehingga unit-unit yang berbeda kegiatannya tersebut dapat bekerja

sama dengan lancer (Arif, dkk., 2007:4.68).

Newman mengemukakan bahwa koordinasi adalah suatu usaha

menyelaraskan tindakan-tindakan dan penyerapan waktu yang dilakukan oleh

berbagai-bagai kesatuan dalam rangka penyatuan tugas-tugas sehingga tercipta

keharmonisan dalam mencapai tujuan organisasi (Arif, dkk., 2007:4.68).

D.3.1 Unsur-unsur Koordinasi

Ada beberapa unsur yang diperlukan dalam koordinasi, hal ini dinyatakan

oleh Inu Kencana Syafiie di dalam bukunya (2011:44), yaitu :

a. Pengaturan

Pengaturan, yaitu pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi dalam

pelaksanaan koordinasi, terdapat unsur pengaturan waktu dan ketepatan waktu.

Pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi ini telah dibuat dan disesuaikan

dengan kebutuhan koordinasi. Pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi

ini sangat penting karena keberhasilan koordinasi akan tercapai jika instansi yang

berkoordinasi ini dapat memenuhi pengaturan dan ketepatan waktu koordinasi.

Page 30: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

14

b. Sinkronisasi

Sinkronisasi, yaitu kegiatan koordinasi berjalan secara serentak dan

berurutan. Unsur kedua yang terdapat dalam koordinasi adalah koordinasi ini

berjalan serentak dan berurutan. Koordinasi berupa seperti rapat dan musyawarah

baik yang berupa formal maupun tidak resmi dijalankan berurutan, agar tidak

terjadi tumpang tindih pekerjaan dalam koordinasi.

c. Kepentingan bersama

Kepentingan bersama, yaitu koordinasi merupakan pandangan menyeluruh

dalam mencapai sasaran bersama. Unsur yang ketiga dalam koordinasi adalah

kepentingan bersama. Kepentingan bersama ini merupakan cara pandang instansi

dalam mencapai sasaran bersama, koordinasi juga akan berjalan dengan baik jika

ada unsur kepentingan bersama yang diterapkan dalam menjalani koordinasi.

d. Tujuan bersama

Tujuan bersama, yaitu koordinasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan

bersama. Tujuan tersebut adalah yang pertama menciptakan dan memelihara

efektifitas pelaksanaan kebijakan, melalui sinkronisasi, penyerasian dan

kesinambungan. Yang kedua mencegah konflik dalam koordinasi, menciptakan

efisiensi yang tinggi melalui kesepakatan-kesepakatan yang dibuat untuk

kepentingan bersama. Dan yang ketiga adalah menciptakan dan memelihara sikap

saling responsif antara instasi melalui jaringan informasi dan komunikasi yang

efektif.

Page 31: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

15

D.3.2 Macam-macam Koordinasi

Mirrian Sjofyan Arif, dkk., di dalam bukunya (2007:4.70-4.71), membagi

koordinasi menurut sifatnya menjadi dua (2) macam bentuk, yaitu :

a. Koordinasi vertical

Koordinasi yang melakukan kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan

yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja

yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan

mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara

langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan

dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

b. Koordinasi literal atau horizontal

Merupakan kegiatan mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-

kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam

tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.

1. Koordinasi antara departemen

2. Koordinasi antara departemen melalui perantara

3. Koordinasi melalui panitia atau task force

4. Struktur matriks

D.4 Collaborative Governance

Dalam tata kelola pemerintahan modern, disertai dengan adanya tuntutan

masyarakat pada zaman sekarang, isu pembangunan bukan hanya menjadi urusan

pemerintah saja. Dalam hal perumusan kebijakan untuk menyelesaikan berbagai

permasalahan masyarakat, pemerintah tidak hanya melaksanakannya sendiri, akan

Page 32: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

16

tetapi adanya tuntutan untuk melibatkan masyarakat atau kelompok-kelompok di

luar pemerintah itu sendiri. Ikut sertanya masyarakat dan pemangku kepentingan

di luar pemerintah dalam menyelesaikan sebuah permasalahan publik dikenal

dengan pemikiran collaborative governance.

Definisi dari collaborative governance yang diberikan oleh Ansell dan

Gash (2007:544) adalah,

”A governing arrangement where one or more public agencies directly

engage non-state stakeholders in a collective decision-making process that is

formal, consensus-oriented, and deliberative and that aims to make or implement

public policy or manage public programs or assets.‖

Dari penjelasan diatas, dapat kita ambil kesimpulan umum bahwa

collaborative governance merupakan sebuah bentuk kerja sama kemitraan yang

dilakukan oleh aktor pemerintah bersama aktor non pemerintah baik berupa

stakeholders swasta maupun masyarakat dalam membuat sebuah kesepakatan atau

keputusan yang bersifat publik dengan jalan konsensus bersama.

Dalam menjalankan sebuah proses collaborative, ada prasyarat agar

collaborative dapat terjadi, sebagaimana yang disebutkan oleh Sufianti (Ely

Sufianti, dkk., 2013:3). Adapun prasyarat yang harus ada agar terjadinya

collaborative adalah :

1. Terdapat partisipasi para pemangku kepentingan.

2. Terdapat kondisi dimana ada kesetaraan kekuasan.

3. Terdapat aktor-aktor yang kompeten.

D.4.1 Tahapan collaborative governance

Page 33: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

17

Dalam menjalankan collaborative governance ada tahapan-tahapan yang

harus dilalui agar proses dalam collaborative governance dapat berjalan dengan

baik. Tahapan dalam collaborative governance ini bisa menjadi tolak ukur

apakah dalam sebuah pemerintahan, baik itu dalam merumuskan atau

mengimplementasikan sebuah kebijakan publik sudah terjadi proses collaborative

governance atau tidak.

Tahapan collaborative governance yang akan dijelaskan pada

pembahahasan ini adalah empat (4) tahapan collaborative governance yang

dijabarkan oleh Morse dan Stephens (2012:567-569). Morse dan Stephens

menyebutkan bahwa tahapan collaborative governance ini adalah sebuah tahapan

umum dari proses collaborative governance berdasarkan literatur yang mereka

kaji.

a. Penilaian

Tahapan pertama dari collaborative governance adalah melakukan

penilaian. Fase ini merupakan kondisi awal yang sangat mempengaruhi

kemungkinan keberhasilan dan penilaian dalam sebuah kemitraan, apakah

kolaborasi memang benar diperlukan dan tepatkah untuk dilaksanakan. Fase ini

meliputi :

1. Memahami faktor-faktor kontekstual seperti sejarah kerjasama dan

insentif kelembagaan lain atau paksaan.

2. Mengidentifikasi stakeholders.

3. Kesepakatan umum dalam permasalahan, atau setidaknya kesepakatan

dari tujuan bersama.

Page 34: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

18

4. Perasaan penting atau komitmen sekarang untuk mengejar solusi

kolaboratif.

Dengan demikian, fungsi penting untuk seorang calon pemimpin

kolaboratif adalah melakukan sebuah penilaian terhadap situasi awal. Kondisi

awal harus dianalisa untuk menilai apakah kolaborasi benar-benar diperlukan dan

layak untuk dijalankan.

b. Inisiasi

Inisiasi merupakan sebuah permulaan dari proses collaborative

governance. Setelah jelas diketahui bahwa suatu kondisi mengharuskan kolaborasi

dan adanya potensi sukses untuk dilakukan kolaboratif setidaknya terlihat

menguntungkan, prosesnya berlanjut dari penilaian ke inisiasi. Proses inisiasi

meliputi :

1. Mengidentifikasi pengadaan dan peran sponsor, yang mungkin

meliputi mengidentifikasi sumber daya.

2. mempertemukan pemangku kepentingan, mengembangkan kelompok

kerja, dan mendesain proses.

Jika sebelumnya, pada tahap penilaian berbicara tentang kemampuan

analisis, maka proses inisiasi menekankan "soft skill" dari penyelenggaranya,

yakni bagaimana membangun sebuah hubungan dalam tim.

c. Pertimbangan

Setelah memulai proses dengan kelompok inti dari pemangku kepentingan

dan adanya sebuah komitmen untuk bekerja sama dalam berbagai cara, pekerjaan

Page 35: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

19

selanjutnya yang terbilang sulit, yaitu dari pertimbangan akan dimulai. Disini

keahlian fasilitas dikedepankan. Unsur fase pertimbangan mencakup :

1. membangun aturan dasar.

2. musyawarah dan dialog sebagai bagian dari proses saling belajar

bertujuan menciptakan dan mengeksplorasi pilihan.

3. mencapai kesepakatan kolaboratif.

Dalam diskusi antara Agranoff dan McGuire tentang kolaborasi antar

pemerintah, mengacu pada semacam ―karya kelompok‖ yang dikembangkan

dalam kemitraan yang sukses, gagasan yang erat melacak unsur fase

pertimbangan. Mereka berpendapat bahwa karya kelompok ini memerlukan modal

sosial, belajar bersama, dan negoisasi.

d. Implementasi

Implementasi merupakan tahapan terakhir dari proses collaborative

governance, yang merupakan pelaksanaan dari apa yang telah disepakati pada fase

pertimbangan sebelumnya bersama para stakeholders. Setelah mitra memutuskan

hasil dan strategi, proses kolaboratif bergerak ke tahap implementasi.

Implementasi melibatkan berbagai komponen yang saling mendukung, termasuk :

1. Merancang struktur tata pemerintahan.

2. Membangun dukungan konstituen atau menemukan juara yang lain.

3. Pemantau perjanjian, mengevaluasi hasil, dan yang lainnya yaitu

mengelola kemitraan.

Pada tahapan implementasi adalah tahap dimana banyak kemitraan

membuat kesalahan. Perjanjian dan rencana yang telah dibuat, tetapi ketika terjadi

Page 36: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

20

suatu pepatah yaitu ―karet memenuhi jalan‖, menjadi sulit bagi mitra untuk

mengubah atau dalam keadaan lain menindak lanjutinya.

Dalam menguraikan proses kolaboratif dengan cara ini-seperti empat (4)

fase yang luas itu, penting untuk mengakui bahwa setiap fase mungkin memiliki

batasan yang keropos dengan fase yang berdampingan, dan dalam prakteknya

sering ada perulangan antara pertimbangan dan fase implementasi. Selain itu, ada

banyak variasi dalam setiap fase mengenai unsur-unsur tertentu dan jenis

kejadian. Proses kolaboratif jarang terjadi secara teratur, ragam langkah demi

langkah, itulah sebabnya ―sistem berpkir‖ sering diidentifikasi sebagai meta-

kompetensi.

D.5 Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB)

TKI-B adalah Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah. Merupakan TKI yang

dideportasi dari negara tempatnya bekerja karena bekerja di negara asing dengan

status ilegal. TKIB dikatakan bekerja secara ilegal karena berbagai sebab seperti,

bekerja dengan menggunakan passport pelancong, habisnya masa bekerja yang

tidak diperpanjang, masuk ke negara asing tanpa dokumen resmi, serta TKI yang

merupakan korban dari calo-calo TKI yang tidak bertanggungjawab.

E. Tinjaun Pustaka

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebelumnya dan relevan

dengan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul ―Implementasi Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Koordinasi

Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia‖, penelitian ini mengambil studi kasus di

Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau, oleh Indra Sakti Simbolon pada tahun

Page 37: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

21

2015. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan tujuan

untuk mengetahui implementasi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45

Tahun 2013 tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga kerja Indonesia pada

pemulangan TKI ke daerah asal oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Implementasi Peraturan

Presiden Indonesia Nomor 45 tahun 2013 secara umum sudah berjalan dengan

baik, hal ini dapat dilihat dari Satuan Tugas yang dibentuk sudah mempersiapkan

para pegawainya untuk melaksanakan regulasi tersebut. Menurut peneliti, dalam

penanganan pekerja migran, kerjasama, komunikasi dan koordinasi pelaksanaan

pembangunan kesejahteraan sosial sudah dilakukan dengan berbagai instansi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilaksanakan adalah,

pada penelitian ini hanya membahas tentang implementasi dari Peraturan Presiden

Indonesia Nomor 45 tahun 2013 yang masih bersifat umum, sedangkan pada

penelitian yang akan dilakukan berikutnya adalah lebih spesifik pada peraturan

yang ada di daerah dan membahas bagaimana hubungan koordinas antar setiap

instansi dalam melakukan penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang.

F. Konsep Operasional

Dalam penelitian ini akan digunakan dua konsep operasional yang akan

menjelaskan dua rumusan masalah yang telah disebutkan dibagian sebelumnya.

Adapun konsep operasional yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

konsep implementasi kebijakan dan konsep koordinasi.

Page 38: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

22

F.1 Implementasi Kebijakan

Tabel I.2 Konsep Operasional Implementasi Kebijakan

F.2 Tahap-tahap Collaborative Governance

Tabel I.3 Konsep Operasional Berjalannya Koordinasi

Konsep Implementasi kebijakan

Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan oleh

Edward III 1980

Dimensi 1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Disposisi 4. Struktur

birokrasi

Indikator

a. Transmisi

b. Kejelasan

c. Konsistensi

a. Staf

b. Informasi

c. Wewenang

d. Fasilitas

a. Adanya

dukungan dari

implementor

a. Adanya

perincian tugas

b. Adanya SOP

Konsep Koordinasi

Teori Tahap-tahap collaborative governance oleh R. S. Morse dan J. B. Stephens

Dimensi 1. Penilaian 2. Permulaan 3. Pertimbangan 4. Pelaksanaan

Indikator

1. Perlunya

Kolaborasi

2. Mengidentifikasi

stakeholders

3. Mengidentifikasi

pemeran kunci

1. Mengidentifikasi

sumber daya

2. Mempertemukan

pemangku

kepentingan.

3. Mendesain proses

1. Membangun aturan

dasar

2. Musyawarah dan

dialog

3. Mencapai

kesepakatan

kolaboratif

1. Adanya

pembagian tugas

2. Mengevaluasi

hasil

Page 39: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

23

G. Metode Penelitian

G.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif

kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk menjelaskan bagaimana proses

suatu kejadian atau kasus itu terjadi dengan menggunakan penjelasan kata-kata.

Menurut Ulber Silalahi penelitian deskriptif kualitatif semata-mata mengacu pada

identifikasi sifat-sifat yang membedakan atau karakteristik sekelompok manusia,

benda, atau peristiwa (Silalahi, 2012:27).

G.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang akan dilakukan ini adalah berada di kota

Tanjungpinang yang merupakan salah satu entry point di Provinsi Kepulauan

Riau, tepatnya pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sebagai intansi yang

mengetuai Tim Satgas TKI-B kota Tanjungpinang. Dipilihnya Kota

Tanjungpinang sebagai lokasi penelitian karena Kota Tanjungpinang merupakan

salah satu daerah entry point (pintu masuk) terdekat untuk menerima TKIB dari

Johor Bahru, Malaysia.

G.3 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari

subjek penelitian yang merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat

melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan

foto, atau film (Moleong, 2012:157).

Page 40: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

24

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber kedua setelah

sumber utama yang bisa dijadikan sebagai bahan penunjang dari data yang

didapatkan dari sumber utama. Data sekunder bisa didapatkan dari data-data

berupa sumber dari buku-buku penelitian, sumber dari arsip, serta dari sumber

dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian.

G.4 Informan

Informan adalah orang yang dimintai untuk memberikan informasi tentang

situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2012:132). Dalam pemilihan

informan, penulis memilih informan yang terlibat langsung dalam kegiatan yang

akan diteliti.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan satu orang informan kunci (key

informan) yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang akan diteliti,

dan beberapa orang informan tambahan yang ditentukan dengan dasar

pertimbangan sebagai pelengkap informasi dari informan kunci. Adapun informan

kunci yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Sosial dan

Tenaga kerja sebagai kepala instansi yang mengetuai Tim Satgas TKI-B.

Sedangkan informan tambahan dipilih dari staf Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kota Tanjungpinang yang berurusan langsung dengan hal yang akan diteliti, serta

informan dari instansi yang lain sebagai mana dicantumkan tabel di bawah ini.

Page 41: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

25

Table I.4 Data Informan Penelitian

Sumber : Data olahan peneliti

G.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Wawancara

Wawancara merupakan proses berlangsungnya tanya jawab diantara dua

orang atau lebih yang dilakukan oleh orang yang membutuhkan informasi dengan

informan dalam mendapatkan pengetahuan tentang sesuatu. Data yang diperoleh

No. Informan Jumlah

1. Informan Kunci :

Kepala Dinsosnaker

1

2. Informan 1 :

Kasi Jamsos Dinsosnaker

1

3. Informan 2 :

Staf Sei. Angkutan Dishub

1

4. Informan 3 :

Kepala Puskesmas Batu X

1

5. Informan 4 :

Anggota Sabhara Tpi

1

6. Informan 5 :

Petugas Imigrasi

1

7. Informan 6 :

Petugas KKP

1

8. Informan 7 :

Danru Satpol PP Tanjungpinang

1

9. Informan 8 :

Anggota KSPSBP

1

10. Informan 9 :

Koor. Pendamping

1

11. Informan 10 : Seksi

Perlindungan dan Pemberdayaan

BP3TKI Kota Tanjungpinang

1

12. Informan 11 :

Kepala operasional PT. Pelni

Tanjungpinang

1

Page 42: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

26

terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat,

perasaan, dan pengetahuannya (Suyanto, dkk., 2008:186).

2. Observasi

Obervasi adalah kegiatan berupa pengamatan langsung di lapangan

mengenai objek yang diteliti. Data yang didapat melalui observasi langsung

terdiri dari pemerian rinci tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang-orang, serta

juga keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal, dan proses penataan yang

merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati (Suyanto, dkk.,

2008:186).

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah sebuah proses pengumpulan bukti-bukti atau

keterangan dari suatu kejadian atau kegiatan. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, menjelaskan bahwa dokumentasi adalah pemberian atau pengumpulan

bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan

referensi lain) (KBBI.WEB.ID).

4. Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah berupa :

a. Pedoman wawancara

b. Recorder (Hp)

H. Teknik Analisa Data

Analisis data berkaitan dengan pengolahan data. Analisis data adalah

proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan

data ke dalam suatu kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis,

Page 43: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

27

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,

dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun

orang lain (Saebani, 2008:199).

Adapun teknik yang akan digunakan dalam menganalisis data yang telah

didapat adalah dengan cara reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari

tema dan polanya (Saebani, 2008;201). Inti dari reduksi data adalah proses

penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu

bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis (Herdiansyah, 2010:165).

I. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, adapun sistematika penulisan

yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Kerangka Teori

Bab III : Gambaran Umum Lokasi penelitian

Bab IV : Implementasi Kebijakan Pemulangan TKI-B ke Daerah Asal

Bab V : Koordinasi antar Sektor Satgas TKI-B Kota Tanjungpinang

dalam pemulangan TKIB ke daerah asal

Bab VI : Penutup

Page 44: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan Publik

A.1 Pengertian

Dalam kegiatan pemerintahan, setiap tindakan seseorang memiliki dasar,

dasar dari tindakan seseorang itu adalah berupa kebijakan publik yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan publik merupakan sekumpulan aturan yang

mengatur bagaimana suatu program itu dibentuk dan dijalankan sesuai dengan

bagiannya masing-masing. Banyak definisi kebijakan yang dikemukakan oleh

para ahli, diantara definisi yang ada adalah definisi yang dikemukakan oleh James

Anderson, yang mengatakan bahwa kebijakan publik sebagai pelaksanaan

tindakan yang relatif stabil dan digunakan untuk tujuan tertentu, diikuti oleh

seorang aktor atau sejumlah aktor dalam menghadapi masalah (Nugroho,

2014:43).

Robert Eyestone menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah hubungan

suatu unit pemerintah dengan lingkungannya (Winarno, 2012:20). Pengertian

yang diberikan oleh Eyestone masih bersifat luas, karena hanya menjelaskan

hubungan secara umum. Pengertian lain diberikan oleh Carl Friedrich dengan

penjelasan yang lebih spesifik, yaitu suatu arah tindakan yang diusulkan oleh

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang

memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang

diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu

Page 45: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

29

tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu (Winarno,

2012:21).

Secara umum, istilah kebijakan digunakan untuk menunjuk perilaku

seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Winarno,

2012:19). Sedangkan Riant Nugroho menyimpulkan bahwa kebijakan publik

adalah keputusan negara atau pemerintah (sebagai pemegang kekuasaan) untuk

me-manage kehidupan publik (sebagai lingkungan) agar dapat mencapai misi

bangsa (Nugroho, 2014:47).

A.2 Tahapan kebijakan

Sebuah kebijakan publik dibuat oleh sekelompok aktor yang memiliki

kewenangan yang sudah ditetapkan dalam mengatur suatu kondisi dalam

masyarakat. Dalam proses pembuatannya, ada beberapa tahap dari penyusunan

kebijakan publik. Sebagaimana yang dipaparkan oleh William Dunn (1999)

(Winarno, 2012:36), tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut :

1. Tahap penyusunan agenda

2. Tahap formulasi kebijakan

3. Tahap adopsi kebijakan

4. Tahap implementasi kebijakan

5. Tahap evaluasi kebijakan

Sedangkan menurut pandangan Ripley dalam Subarsono (2009:11), bahwa

tahapan kebijakan publik terdiri dari :

1. Penyusunan agenda kebijakan,

2. Formulasi dan legitimasi kebijakan,

Page 46: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

30

3. Implementasi kebijakan dan

4. Evaluasi terhadap implementasi, kinerja, & dampak kebijakan.

Dalam tahap penyusunan agenda kebijakan, menurut Ripley (Subarsono,

2009:11) menyatakan bahwa terdapat tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu:

1. Membangun persepsi di kalangan stake holder bahwa sebuah fenomena benar-

benar dianggap masalah

2. Membuat batasan masalah dan

3. Memobilisasi dukungan agar masalah tersebut bisa masuk dalam agenda

pemerintah.

Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, Ripley dalam Subarsono

(2009:12) mengatakan bahwa analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan

menganalisa informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan,

kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun

dukungan dan melakukan negosiasi, sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang

dipilih.

Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Ripley dalam

Subarsono (2009:12) mengatakan bahwa pada tahap ini diperlukan dukungan

sumber daya dan penusunan organisasi pelaksanaan kebijakan. Dalam proses

implementasi sering ada mekanisme insentif dan sanksi agar implementasi suatu

kebijakan berjalan dengan baik. Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja

dan dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi terhadap

implementasi, kinerja dan dampak kebijakan. Menurut Riplye dalam Subarsono

Page 47: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

31

(2009:12) bahwa ―hasil evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan kebijakan baru di

masa yang akan datang‖.

B. Implementasi Kebijakan

Sebuah kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, maka perlu di

implementasikan agar memberikan pengaruh kepada masyarakat terkait dengan

perihal yang diatur dalam sebuah kebijakan. Implementasi adalah proses untuk

memastikan terlaksananya suatu program dan tercapainya program tersebut

(Mukarom & Wijaya Laksana, 2015:206). Untuk mencapai keberhasilan dari

terlaksananya program dengan tujuan dari dibuatnya suatu program ditentukan

oleh beberapa faktor pendukung yang menjadikan suatu program tersebut

berjalannya dengan lancar.

Dalam proses implementasi kebijakan, ada banyak model implementasi

yang dikemukakan oleh para ahli di banyak literatur. Model implementasi

kebijakan klasik dikembangkan oleh Donald Van Meter dan Carl Van Horn, yang

menyebutkan beberapa variabel kritis implementasi kebijakan adalah sumber daya

dan tujuan standar, yang mendorong komunikasi antar organisasi dan penegakan

aktivitas, karakteristik badan-badan yang mengimplementasikan, yang

dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan kondisi politik, yang pada

gilirannya membangkitkan watak pengimplementasi agar dapat mencapai kinerja

kebijakan (Nugroho, 2014:219).

Page 48: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

32

Tabel II.1 Perbandingan model implementasi kebijakan

Model

No.

Van Horn & Van

Meter

Edward III Mazmanian & Sabatier

1. Standar dan sasaran

kebijakan

Komunikasi Karakteristik masalah

2. Sumber daya Sumber daya Karakteristik kebijakan

3. Komunikasi antar

organisasi dan

penguatan aktivitas

Disposisi Variable lingkungan

4. Karakteristik agen

pelaksana

Struktur

birokrasi

5. Kondisi sosial,

ekonomi dan

politik

6. Disposisi implementor Sumber: Olahan Peneliti

Terdapat banyak model lainnya yang berkaitan dengan implementasi

kebijakan, salah satu model yang banyak menjadi rujukan dari peneliti adalah

model yang dijelaskan oleh George Edward III (Nugroho, 2014:225), yang

mengemukakan empat faktor krusial yang menentukan keberhasilan dari

implementasi kebijakan, faktor-faktor tersebut adalah:

B.1 Komunikasi

Komunikasi adalah dalam hal bagaimana kebijakan dikomunikasikan

kepada publik untuk memperoleh respon dari pihak-pihak yang terlibat. Secara

umum Edward membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan,

yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Menurut Edward persyaratan pertama

bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang

melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Oleh

karena itu, komunikasi-komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan

Page 49: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

33

cermat oleh pelaksana kebijakan. Dalam komunikasi juga harus terdapat

petunjuk-petunjuk yang jelas, agar pelaksana tidak mengalami kebingungan

tentang apa yang harus mereka lakukan. Selain itu, petunjuk-petunjuk tersebut

juga harus konsistensi, keputusan-keputusan yang bertentangan akan

membingungkan pelaksana dan menghambat kemampuan mereka melaksanakan

kebijakan secara efektif. Ada tiga hal penting yang menjadi indikator dalam

proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan.

1. Transmisi

Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi.

Seorang pejabat yang mengimplementasikan keputusan harus menyadari bahwa

suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah

dikeluarkan.

2. Kejelasan

Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan,

yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima

oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas.

3. Konsistensi

Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi,

yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-

perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

B.2 Sumber daya

Sumber daya adalah menyangkut ketersediaanya khususnya kompetensi

sumber daya manusia dan kapabilitas untuk melakukan kebijakan secara efektif.

Page 50: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

34

Sumber daya yang penting dalam pelaksanaan kebijakan terdiri dari staf,

informasi, wewenang, dan fasilitas.

1. Staf

Staf merupakan sumber daya yang paling penting sebagai pelaksana

implementasi kebijakan. Kuantitas staf yang banyak tidak selalu memberikan

dampak positif bagi impelentasi jika tidak berbanding dengan kualitas. Kualitas

berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan staf dalam mengimplementasikan

kebijakan. Staf yang memadai tidak hanya dari segi kuantitas namun juga

didukung dengan kualitas yang kompeten.

2. Informasi

Infromasi merupakan sumber penting yang kedua dalam implementasi

kebijakan. Informasi yang diperlukan mengenai bagaimana melaksanakan

kebijakan. Pelaksana perlu diberi petunjuk tentang apa yang dilakukan dan

bagaimana mereka melakukannya. Informasi mengenai program-proram adalah

penting terutama bagi kebijakan-kebijakan baru atau kebijakan-kebijakan yang

melibatkan persoalan-persoalan teknis.

3. Wewenang

Wewenang berupa kekuasaan untuk menjalankan implementasi kebijakan

beserta penggunaan aset-aset yang menunjang implementasi kebijakan.

4. Fasilitas

Fasilitas merupakan sumber daya yang digunakan sebagai penunjang dari

impelementasi. Ketersediaan fasilitas yang memadai sangat dibutuhkan demi

keberhasilan implementasi.

Page 51: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

35

B.3 Disposisi sikap

Disposisi adalah dalam hal kesediaan aktor untuk melakukan implementasi

kebijakan. Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-

konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para

pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal ini

berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan

sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal. Demikian juga

sebaliknya, bila tingkah laku-tingkah laku para pelaksana berbeda dengan

pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan akan sulit

dijalankan dengan baik.

B.4 Struktur birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara

keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga

organisasi-organisasi swasta. Ada dua indikator yang dapat dilihat dari struktur

birokrasi

1. Adanya perincian tugas

Perincian tugas yang ditetapkan dalam struktur birokrasi bagi pelaksana

kebijakan untuk menghindari tumpang tindih dari masing-masing pelaksana

kebijakan.

2. Adanya prosedur standar operasi

Prosedur standar operasi digunakan untuk menyeragamkan tindakan-

tindakan para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar

luas, sehingga menciptakan kesamaan dalam penetapan aturan-aturan.

Page 52: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

36

Struktur birokrasi adalah dalam hal tantangan agar tidak menjadi

fragmentasi birokrasi, karena menurunkan efektivitas implementasi. Struktur

birokrasi menjelaskan susunan tugas dan para pelaksana kebijakan,

memecahkannya dalam perincian tugas, serta menetapkan prosedur standar

operasi.

Keempat faktor yang dijelaskan oleh Edward III tersebut saling

mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya dalam proses implementasi.

Sehingga diperlukan kesesuaian keempat faktor tersebut yang sangat diperlukan

untuk keberhasilan implementasi kebijakan.

C. Koordinasi

Dalam setiap tim kerja ataupun dalam sebuah organisasi ada pembagian-

pembagian kerja yang dilimpahkan kepada setiap unit-unit yang ada di dalam

sebuah organisasi, begitu juga dengan sebuah negara yang mengatur segala hal

yang berkaitan denga pelayanan masyarakat terbagi dalam bagian-bagian yang

berbeda. Untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh sebuah organisasi

apapun bentuk organisasi tersebut yang terbagi dalam beberapa unit kerja,

diperlukan suatu koordinasi.

Tugas untuk mengkoordinasikan semua kegiatan unit-unit untuk mencapai

tujuan organisasi tersebut adalah tugas pimpinan. Artinya pimpinan harus dapat

mengkoordinasikan tujuan organisasi kepada setiap unit dengan cara

menerjemahkan tujuan tersebut menjadi sasaran-sasaran khusus masing-masing

unit organisasi. Pimpinan harus berusaha supaya setiap unit mengetahui dan

memperoleh informasi yang cukup tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

Page 53: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

37

unit-unit lain sehingga unit-unit yang berbeda kegiatannya tersebut dapat bekerja

sama dengan lancar (Arif, dkk., 2007:4.68). Newman mengemukakan bahwa

koordinasi adalah suatu usaha menyelaraskan tindakan-tindakan dan penyerapan

waktu yang dilakukan oleh berbagai-bagai kesatuan dalam rangka penyatuan

tugas-tugas sehingga tercipta keharmonisan dalam mencapai tujuan organisasi

(Arif, dkk., 2007:4.68).

C.1 Macam-macam Koordinasi

Mirrian Sjofyan Arif, dkk, di dalam bukunya (2007:4.70-4.71) membagi

koordinasi menurut sifatnya menjadi dua (2) macam bentuk, yaitu :

1. Koordinasi vertikal

Koordinasi yang melakukan kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan

yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja

yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan

mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara

langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan

dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

2. Koordinasi literal atau horizontal

Merupakan kegiatan mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-

kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam

tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.

1. Koordinasi antara departemen

2. Koordinasi antara departemen melalui perantara

3. Koordinasi melalui panitia atau task force

Page 54: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

38

4. Struktur matriks

C.2 Unsur-unsur berjalannya koordinasi

Dalam melakukan koordinasi, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi

agar suatu koordinasi berjalan dengan baik. Beberapa unsur tersebut adalah:

1. Pengaturan

Pengaturan, yaitu pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi dalam

pelaksanaan koordinasi, terdapat unsur pengaturan waktu dan ketepatan waktu.

Pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi ini telah dibuat dan disesuaikan

dengan kebutuhan koordinasi. Pengaturan waktu dan ketepatan waktu koordinasi

ini sangat penting karena keberhasilan koordinasi akan tercapai jika instansi yang

berkoordinasi ini dapat memenuhi pengaturan dan ketepatan waktu koordinasi.

2. Sinkronisasi

Sinkronisasi, yaitu kegiatan koordinasi berjalan secara serentak dan

berurutan. Koordinasi berupa seperti rapat dan musyawarah baik yang berupa

formal maupun tidak resmi dijalankan berurutan, agar tidak terjadi tumpang tindih

pekerjaan dalam koordinasi.

3. Kepentingan bersama

Kepentingan bersama yaitu koordinasi merupakan pandangan menyeluruh

dalam mencapai sasaran bersama. Kepentingan bersama ini merupakan cara

pandang instansi dalam mencapai sasaran bersama, koordinasi juga akan berjalan

dengan baik jika ada unsur kepentingan bersama yang diterapkan dalam menjalani

koordinasi.

Page 55: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

39

4. Tujuan bersama

Tujuan tersebut adalah yang pertama menciptakan dan memelihara

efektifitas pelaksanaan kebijakan. Yang kedua mencegah konflik dalam

koordinasi, menciptakan efisiensi yang tinggi melalui kesepakatan-kesepakatan

yang dibuat untuk kepentingan bersama. Dan yang ketiga adalah menciptakan dan

memelihara sikap saling responsif antara instasi melalui jaringan informasi dan

komunikasi yang efektif.

D. Collaborative Governance

―Over the last two decades, a new strategy of governing called

„„collaborative governance‟‟ has developed. This mode of governance brings

multiple stakeholders together in common forums with public agencies to engage

in consensus-oriented decision making.”(Ansell and Gash, 2007:543)

Dalam tata kelola pemerintahan modern, disertai dengan adanya tuntutan

masyarakat pada zaman sekarang, isu pembangunan bukan hanya menjadi urusan

pemerintah saja. Dalam hal perumusan kebijakan untuk menyelesaikan berbagai

permasalahan masyarakat, pemerintah tidak hanya melaksanakannya sendiri, akan

tetapi adanya tuntutan untuk melibatkan masyarakat atau kelompok-kelompok di

luar pemerintah itu sendiri. Ikut sertanya masyarakat dan pemangku kepentingan

di luar pemerintah dalam menyelesaikan sebuah permasalahan publik dikenal

dengan pemikiran collaborative governance.

D.1 Collaborative

Collaborative governance merupakan sebuah konsep yang muncul dalam

dua dekade terkahir ini. Konsep yang menggabungkan dua buah kata yang terdiri

dari collaborative dan governance. Proses collaborative merupakan sebuah proses

Page 56: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

40

adaptive system dimana pendapat-pendapat yang berbeda dari berbagai pihak

yang akhirnya menghasilkan suatu konsensus (Ely Sufianti, dkk., 2013:3). Secara

umum, collaborative merupakan sebuah rangkaian bentuk kerjasama yang

dilakukan oleh dua atau lebih organisasi yang dilakukan untuk mencapai suatu

tujuan bersama yang sudah ditetapkan dengan cara menggabungkan sumber daya

yang ada pada setiap masing-masing organisasi dan menciptakan kesepakatan

bersama tentang cara dan keputusan yang akan diambil.

Dalam menjalankan sebuah proses collaborative, ada prasyarat agar

collaborative dapat terjadi, sebagaimana yang disebutkan oleh Sufianti (Ely

Sufianti, dkk., 2013:3). Adapun prasyarat yang harus ada agar terjadinya

collaborative adalah :

1. Terdapat partisipasi para pemangku kepentingan.

2. Terdapat kondisi dimana ada kesetaraan kekuasan.

3. Terdapat aktor-aktor yang kompeten.

Prasyarat diatas merupakan hal-hal yang harus ada untuk mewujudkan

proses collaborative, tanpa adanya ketiga hal diatas maka collaborative sulit

untuk diwujudkan dalam sebuah masyarakat atau kelompok.

D.2 Governance

”One critical component of the term collaborative governance is

„„governance.‟‟ Much research has been devoted to establishing a workable

definition of governance that is bounded and falsifiable, yet comprehensive. For

instance, Lynn, Heinrich, and Hill (2001, 7) construe governance broadly as

„„regimes of laws, rules, judicial decisions, and administrative practices that

constrain, prescribe, and enable the provision of publicly supported goods and

services.‟‟ This definition provides room for traditional governmental structures

as well as emerging forms of public/private decision-making bodies. (Ansell dan

Gash, 2007:545)”

Page 57: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

41

Menurut Stoker (Ansell and Gash, 2007:545) berkaitan dengan

governance,

―As a baseline definition it can be taken that governance refers to the rules

and forms that guide collective decision-making. That the focus is on decision-

making in the collective implies that governance is not about one individual

making a decision but rather about groups of individuals or organisations or

systems of organisations making decisions.”

Sedangkan Morse dan Stephens (2012:566) mengatakan bahwa, Governance is

more than government; it is the combined efforts of all sectors in the “steering”

of society. (governance lebih dari pemerintah; ini adalah upaya gabungan dari

semua sektor dalam "kemudi" masyarakat).

Samodra Wibawa (2014:77) mengatakan bahwa govenance menekankan

pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan

institusi-institusi lain, yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warga negara.

Bahkan institusi non pemerintah ini dapat saja memegang peran dominan dalam

governance tersebut, atau bahkan lebih dari itu pemerintah tidak mengambil

peran apapun.

―Collaborative governance is therefore a type of governance in which

public and private actors work collectively in distinctive ways, using particular

processes, to establish laws and rules for the provision of public goods.” (Ansell

and Gash, 2007:545)

Salah satu definisi dari collaborative governance yang diberikan oleh

Ansell dan Gash (2007:544) adalah,

A governing arrangement where one or more public agencies directly

engage non-state stakeholders in a collective decision-making process that is

formal, consensus-oriented, and deliberative and that aims to make or implement

public policy or manage public programs or assets.

Page 58: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

42

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat kita ambil kesimpulan umum

bahwa collaborative governance merupakan sebuah bentuk kerja sama kemitraan

yang dilakukan oleh aktor pemerintah bersama aktor non pemerintah baik berupa

stakeholders swasta maupun masyarakat dalam membuat sebuah kesepakatan

atau keputusan yang bersifat publik dengan jalan konsensus bersama.

D.3 Tahapan Collaborative Governance

Dalam menjalankan collaborative governance ada tahapan-tahapan yang

harus dilalui agar proses dalam collaborative governance dapat berjalan dengan

baik. Tahapan dalam collaborative governance ini bisa menjadi tolak ukur

apakah dalam sebuah pemerintahan, baik itu dalam merumuskan atau

mengimplementasikan sebuah kebijakan publik sudah terjadi proses collaborative

governance atau tidak.

Tahapan collaborative governance yang akan dijelaskan pada

pembahahasan ini adalah empat (4) tahapan collaborative governance yang

dijabarkan oleh Morse dan Stephens (2012:567-569). Morse dan Stephens

menyebutkan bahwa tahapan collaborative governance ini adalah sebuah tahapan

umum dari proses collaborative governance berdasarkan literatur yang mereka

kaji.

1. Penilaian

Tahapan pertama dari collaborative governance adalah melakukan

penilaian. Fase ini berhubungan dengan kondisi awal yang sangat mempengaruhi

kemungkinan dari adanya keberhasilan dan penilaian dari kemitraan yang akan

Page 59: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

43

dilakukan, apakah kolaborasi memang benar diperlukan dan mungkin tepat untuk

dilaksanakan. Fase ini meliputi :

a. Memahami faktor-faktor kontekstual seperti sejarah kerjasama dan insentif

kelembagaan lain atau paksaan.

b. Mengidentifikasi stakeholders.

c. Kesepakatan umum dalam permasalahan, atau setidaknya kesepakatan dari

tujuan bersama.

d. Perasaan penting atau komitmen sekarang untuk mengejar solusi kolaboratif.

Dengan demikian, fungsi penting untuk seorang calon pemimpin

kolaboratif adalah melakukan penilaian situasi. Kondisi awal harus dianalisa

untuk menilai apakah kolaborasi benar-benar diperlukan dan layak untuk

dilakukan.

2. Inisiasi

Inisiasi merupakan sebuah permulaan dari proses collaborative

governance. Setelah diketahui dengan jelas bahwa kondisi mengharuskan

kolaborasi dan adanya potensi sukses untuk dilakukan kolaboratif setidaknya agak

menguntungkan, prosesnya berlanjut dari penilaian ke inisiasi. Proses inisiasi

meliputi :

a. Mengidentifikasi pengadaan dan peran sponsor, yang mungkin meliputi

mengidentifikasi sumber daya.

b. mempertemukan pemangku kepentingan, mengembangkan kelompok kerja,

dan mendesain proses.

Page 60: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

44

Jika pada tahap penilaian lebih berbicara tentang kemampuan analisis,

maka proses inisiasi lebih kepada menekankan "soft skill" dari penyelenggaranya,

berupa pengembangan hubungan dan membangun tim dalam kemitraan.

3. Pertimbangan

Setelah memulai proses dengan kelompok inti dari pemangku kepentingan

dan mendapatkan komitmen untuk bekerja sama dalam berbagai cara, pekerjaan

sulit dari fase pertimbangan akan dimulai. Disini keahlian fasilitas dikedepankan.

Unsur fase pertimbangan mencakup :

a. membangun aturan dasar.

b. musyawarah dan dialog sebagai bagian dari proses saling belajar bertujuan

menciptakan dan mengeksplorasi pilihan.

c. mencapai kesepakatan kolaboratif.

Dalam diskusi Agranoff dan McGuire, yaitu tentang kolaborasi antar

pemerintah, yang mengacu pada semacam ―karya kelompok‖ yang dikembangkan

dalam kemitraan yang sukses, gagasan yang erat melacak unsur fase

pertimbangan. Mereka berpendapat bahwa karya kelompok ini memerlukan modal

sosial, belajar bersama, dan negoisasi.

4. Implementasi

Implementasi merupakan tahapan terakhir dari proses collaborative

governance, yang merupakan pelaksanaan dari apa yang telah disepakati pada fase

pertimbangan sebelumnya bersama para stakeholders. Setelah mitra memutuskan

hasil dan strategi, proses kolaboratif bergerak ke tahap implementasi (Carlson,

Page 61: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

45

2007). Implementasi melibatkan berbagai komponen yang saling mendukung,

termasuk :

a. Merancang struktur tata pemerintahan.

b. Membangun dukungan konstituen atau menemukan juara yang lain.

c. Pemantau perjanjian, mengevaluasi hasil, dan yang lainnya yaitu mengelola

kemitraan.

Pada tahapan implementasi merupakan tahap dimana banyak kemitraan

membuat kesalahan. Perjanjian dan rencana yang dibuat, tetapi ketika terjadi suatu

pepatah yaitu ―karet memenuhi jalan‖, menjadi sulit bagi mitra untuk mengubah

atau dalam keadaan lain menindak lanjutinya.

Dalam menguraikan proses kolaboratif dengan cara ini-seperti empat (4)

fase yang luas itu, penting untuk mengakui bahwa setiap fase mungkin memiliki

batasan yang keropos dengan fase yang lain, dan dalam prakteknya sering ada

perulangan antara pertimbangan dan fase implementasi. Selain itu, ada banyak

variasi dalam setiap fase mengenai unsur-unsur tertentu dan jenis kejadian. Proses

kolaboratif jarang terjadi secara teratur, ragam langkah demi langkah, itulah

sebabnya ―sistem berpikir‖ sering diidentifikasi sebagai meta-kompetensi.

Page 62: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

46

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja

Indonesia Bermasalah (TKIB) Kota Tanjungpinang

Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka mengatasi permasalahan

deportasi TKIB menjalankan tugasnya melalui Tim Koordinasi Pemulangan

Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dari Malaysia (TK-PTKIB) yang dibentuk

melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013. Sebelum

peraturan ini diterbitkan, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Presiden

Nomor 106 Tahun 2004. Tim Koordinasi Pemulangan TKI yang selanjutnya

disebut dengan Tim Koordinasi dibentuk untuk melakukan koordinasi dalam

pemulangan TKI yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

Presiden (PP No. 45 Tahun 2013).

Tim Koordinasi dalam melaksanakan tugasnya dapat bekerja sama dengan

Gubernur, Bupati/Walikota dan/atau pihak-pihak lain yang terkait yang berada di

daerah entry point. Dalam menjalankan koordinasi pemulangan TKI di daerah,

Bupati/Walikota membentuk Satuan Tugas (Satgas) Lapangan Penanganan TKIB

di daerah masing-masing yang menjadi daerah entry point. Dalam menjalankan

tugasnya, satgas melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan

Tim Koordinasi.

Pemerintah Kota Tanjungpinang sebagai salah satu entry point tempat

pertama kali masuknya Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) melalui

Malaysia dan kembali ke Indonesia dalam menindak lanjuti Peraturan Presiden

Page 63: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

47

Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 telah membentuk Satgas Lapangan

Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) dan Keluarganya serta

korban tracfiking di Debarkasi Kota Tanjungpinang yang ditetapkan dalam suatu

keputusan yang dilimpahkan kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang melalui Keputusan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang Nomor 25 Tahun 2015 (SK K.a Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kota Tanjungpinang No. 25 Tahun 2015). Tugas yang dilaksanakan oleh Satgas

Lapangan Penanganan TKIB adalah mengkoordinir proses pemulangan Tenaga

Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) dari Malaysia di Debarkasi Kota

Tanjungpinang, mulai dari pintu Kedatangan di Pelabuhan Sri Bintan Pura

Tanjungpinang hingga keberangkatan TKIB ke Tanjung Priok melalui Pelabuhan

Sri Bay-Intan Kijang Kabupaten Bintan.

Secara keseluruhan, jumlah anggota yang ada dalam Tim Satgas Lapangan

Penanganan TKIB berjumlah 45 orang. Adapun komposisi Satgas Lapangan

Penanganan TKIB yang selanjutnya disebut Satgas TKIB serta jumlah perinstansi,

berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang Nomor 25 Tahun 2015 terdiri dari beberapa instansi yang telah

ditunjuk, disertai dengan tugas dari masing-masing instansi dapat dilihat dari tabel

dibawah ini.

Page 64: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

48

Tabel III.1 Daftar Instansi Anggota Satgas Beserta Tugas

Tahun 2015

No. Instansi Tupoksi

1. Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja Kota Tanjungpinang

- Koordinasi

- Pendataan

- Pelayanan

2. Kantor Imigrasi Pelabuhan

Sri Bintan Pura

- Menerima dan mendata jumlah TKI

sesuai dengan manivest kedatangan

3. Kantor Kesehatan

Pelabuhan

- Pemeriksaan dan pelayanan kesehatan

bagi TKI di pelabuhan Sri Bintan Pura

4. Kepolisian Sektor

Pelabuhan Sri Bintan Pura

- Menjaga keamanan pada saat kedatangan

TKI di pelabuhan Sri Bintan Pura

5. SABHARA Polres

Tanjungpinang

- Pengawalan menuju rumah

penampungan

6.

Dinas Perhubungan,

Komunikasi, dan

Informatika Kota

Tanjungpinang

- Mempersiapkan angkutan menuju rumah

penampungan dank ke pelabuhan Sri

Bayi Intan, Kijang

7. Dinas Kesehatan Kota

Tanjungpinang

- Memberikan pelayanan kesehatan TKI

selama berada di rumah penampungan

8.

SATPOL PP Kota

Tanjungpinang

- Mengkoordinir pengawalan, penjagaan

dan pengamanan

Sumber : SK Dinsosnaker Kota Tanjungpinang No. 25 Tahun 2015.

Pada Tahun 2015, Satgas TKIB Kota Tanjungpinang telah menangani

Pemulangan TKIB yang dideportasi dari Malaysia sejumlah 17.682 orang, yang

terdiri dari 12.550 laki-laki dan 5.132 perempuan, dengan rincian sebagaimana

yang terlihat pada tabel berikut ini.

Page 65: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

49

Tabel III.2 Jumlah Kedatangan TKIB Deportasi Malaysia

Tahun 2015

L AL P AP

1 Januari 1,135 17 399 10 1,561

2 Februari 813 12 283 4 1,112

3 Maret 1,457 13 659 19 2,148

4 April 1,479 21 554 18 2,072

5 Mei 807 16 359 10 1,192

6 Juni 1,336 15 625 16 1,992

7 Juli 1,427 32 513 21 1,993

8 Agustus 921 6 350 7 1,284

9 September 1,070 15 413 24 1,522

10 Oktober 1,179 18 539 20 1,756

11 November 382 12 157 10 561

12 Desember 361 6 118 4 489

12,367 183 4,969 163 17,682 JUMLAH

No BulanJenis Kelamin

Jumlah

Keterangan :

L = Laki-laki

P = Perempuan

AL = Anak Laki-laki

AP = Anak Perempuan

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga kerja Kota Tanjungpinang, 2015.

Adapun dalam pelaksanaan penanganan TKIB, alur koordinasi yang

selama ini berjalan dalam proses penanganannya adalah sebagaimana yang terlihat

pada bagan dibawah ini.

Bagan Alur Koordinasi Satgas TKIB

KSP

KONSULAT

JENDERAL

DINSOSNAKER

SATPOL

DISHUB DINKES

IMIGRASI

SABHAR

TRANSPORTAS

PEMAKANAN

PENDAMPING

PELNI

Page 66: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

50

B. Gambaran Umum Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB)

Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) merupakan TKI yang

dideportasi dari negara tempatnya bekerja karena bekerja di negara asing dengan

status ilegal. TKIB dikatakan bekerja secara ilegal karena berbagai sebab seperti,

bekerja dengan menggunakan passport pelancong, habisnya masa bekerja yang

tidak diperpanjang, masuk ke negara asing tanpa dokumen resmi, serta TKI yang

merupakan korban dari calo-calo TKI yang tidak bertanggungjawab.

Proses dari pendeportasian sendiri dimulai ketika tertangkapnya TKI oleh

aparat Malaysia, sehingga menjadi tahanan polisi sampai pada tiba waktunya

persidangan. Hasil dari persidangan yang menyatakan TKI bersalah akan

memberikan hukuman berupa penjara sesuai dengan waktu yang ditentukan. Pada

saat masa tahanan TKI telah habis, maka TKI akan ditempatkan di penampungan

yang bernama Pasir Gudang, yaitu sebuah tempat untuk mengumpulkan TKI yang

akan dideportasi sampai pada jumlah tertentu.

Selama TKI berada di Pasir Gudang pemerintah Malaysia mengkonfirmasi

kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia tentang adanya TKIB tersebut dan

Konsulat Jenderal melakukan pendataan terhadap TKIB tersebut. Ketika TKIB

sudah berjumlah sekitar dua ratusan keatas, maka pemerintah Malaysia akan

mendeportasi TKIB tersebut, sementara itu Konsulat Jenderal melakukan

pemberitahuan kepada Satgas di daerah yang menjadi debarkasi dan memberikan

manifest data TKIB yang telah di data oleh Konsulat Jendral selama di Malaysia.

Adapun mekanisme pemulangan TKIB dapat dilihat pada gambar diberikut ini.

Page 67: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

51

Penyambutan kedatangan TKIB di

pelabuhan Sri Bintan Pura oleh

Dinsosnaker

Pendataan kewarga negaraan oleh

imigrasi

Penyesuaian data TKIB oleh

Dinsosnaker dan PPD

Pemeriksaan kesehatan oleh

Kantor Kesehatan Pelabuhan

Pengamanan TKIB oleh Kepolisian

Sektor Pelabuhan

Penertiban menuju transportasi oleh

Satpol PP dan PPD

Penyiapan transportasi dan mobilisasi TKIB

oleh Dishub

Pengawalan TKIB menuju rumah

penampungan oleh Satpol PP dan

Sabhara

Pelayanan kesehatan selama di

penampungan oleh Dinas Kesehatan

Pengambilan tiket kapal di Kantor Pelni oleh PPD

Pemulangan TKIB melalui pelabuhan

Sri Bayi Intan, Kijang

Bagan Alur Mekanisme Pemulangan TKIB

Masuknya TKI tanpa menggunakan dokumen resmi TKI hingga masuk

melalui calo dengan janji-janji akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik tidak

mensurutkan niat para TKIB untuk merantau di negeri Malaysia. Padahal mereka

mengetahui resiko yang akan mereka terima jika tertangkap oleh pihak berwajib

di Malaysia. Mereka akan mendapatkan perlakuan yang tidak menguntungkan

berupa penahanan passport, upah yang tidak dibayarkan, dipenjara hingga di

deportasi. Walaupun beresiko seperti itu, modus pengiriman TKI tersebut banyak

diminati oleh calon TKI yang tidak mendapatkan kesempatan kerja di dalam

negeri, khususnya bagi mereka yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai

Page 68: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

52

keterampilan yang tinggi. Di Malaysia mereka banyak dipekerjakan pada jenis

pekerjaan yang kasar, kotor, terkadang berbahaya dengan gaji murah di

pedalaman (hutan, kebun sawit, kaebun karet), dan di perkotaan (kedai, rumah

tangga, pabrik, pasar, atau bangunan). Jenis pekerjaan seperti itu sudah tidak

diminati lagi oleh warga negara Malaysia yang berpendidikan relatif lebih baik

(Laporan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, 2015).

Para TKIB yang berada di Malaysia ini di negara Malaysia disebut dengan

Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI). Pemulangan PATI oleh negara Malaysia

baik melalui program amnesi maupun di deportasi telah berlangsung sejak tahun

2004 dan masih berlangsung sampai sekarang. Hal ini disebabkan juga dari

lemahnya Pemerintah Malaysia dalam menindak para majikan yang

mempekerjakan PATI tersebut (Laporan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang, 2015). Jumlah kedatangan TKIB di kota Tanjungpinang sendiri

setiap tahunnya selama lima (5) tahun ini selalu berada diangka ribuan orang.

Tabel III.3 Data kedatangan TKIB di kota Tanjungpinang

No. Tahun Jumlah

1. 2011 15.850

2. 2012 7.864

3. 2013 17.784

4. 2014 15.611

5. 2015 17.682

Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan Dan Informasi (PUSLITFOBNP2TKI)

Page 69: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

53

Sedangkan data kedatangan untuk rincian pada tahun 2015 yang direkap oleh

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang selama menangani

pemulangan TKIB beserta anggota satgasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel III.4 Jumlah Kedatangan TKIB Deportasi Malaysia

Tahun 2015

L AL P AP

1 Januari 1,135 17 399 10 1,561

2 Februari 813 12 283 4 1,112

3 Maret 1,457 13 659 19 2,148

4 April 1,479 21 554 18 2,072

5 Mei 807 16 359 10 1,192

6 Juni 1,336 15 625 16 1,992

7 Juli 1,427 32 513 21 1,993

8 Agustus 921 6 350 7 1,284

9 September 1,070 15 413 24 1,522

10 Oktober 1,179 18 539 20 1,756

11 November 382 12 157 10 561

12 Desember 361 6 118 4 489

12,367 183 4,969 163 17,682 JUMLAH

No BulanJenis Kelamin

Jumlah

Keterangan : L = Laki-laki

P = Perempuan

AL = Anak Laki-laki

AP = Anak Perempuan

Sumber: Dinas Sosial dan Tenaga kerja Kota Tanjungpinang, 2015.

Page 70: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

54

SEKRETARIS

KEPALA DINAS

KASUBBAG.

PENYUSUNAN

PROGRAM

KASUBBAG. UMUM

KEPEGAWAIAN

KASUBBAG.

KEUANGAN

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

KABID. PENEMPATAN

TENAGA KERJA

KABID. HUBUNGAN

INDUSTRIAL DAN

PENGAWASAN NAKER

KABID. PELAYANAN,

BANTUAN DAN JAMINAN

SOSIAL

KABID. PEMBERDAYAAN

DAN REHABILITASI SOSIAL

KASI. PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA

KERJA ASING

KASI. PELATIHAN DAN

PRODUKTIFITAS

KASI. INFORMASI DAN PERLUASAN TENAGA

KERJA

UPTD

KASI. HI DAN PENGAWASAN TENAGA

KERJA

KASI. ORGANISASI PEKERJA DAN

PENGUSAHA

KASI. PENGAWASAN

NORMA KERJA DAN K3

KASI. REHABILITASI

SOSIAL

KASI. PEMBINAAN USAHA

BERSAMA DAN KEMITRAAN

KASI. PEMBERDAYAAN

DAN KELEMBAGAAN

SOSIAL

KASI. PELAYANAN SOSIAL

KASI. BANTUAN SOSIAL

KASI. JAMINAN SOSIAL

C. Gambaran Umum Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI

DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA TANJUNGPINANG

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang merupakan salah satu

SKPD yang melaksanakan tugasnya berdasarkan Peraturan Walikota

Tanjungpinang Nomor 49 Tahun 2012. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang berkantor di Jl. D.I.Panjaitan Km. X Komplek Embung Fatimah

Taman Seraya Bintan Center Tanjungpinang (Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang, 2015).

Page 71: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

55

C.1 Visi dan Misi

Visi Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang adalah

―Terwujudnya Kemampuan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

Dan Tenaga Kerja yang Profesional Memiliki Daya Saing Dalam Rangka

Terciptanya Masyarakat Kota Tanjungpinang yang Sejahtera―. Pemahaman atas

pernyataan visi tersebut bermakna bahwa Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang sebagai unsur utama melaksanakan urusan Pemerintah Daerah

berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang Sosial dan

Ketenagakerjaan bersama dengan instansi lainnya menuju masyarakat Kota

Tanjungpinang yang sejahtera dalam rangka mendukung terwujudnya visi Kota

Tanjungpinang.

Untuk mewujudkan Visi tersebut, terdapat 3 (tiga) Misi yang akan

dilaksanakan dalam membangun Kota Tanjungpinang selama 5 (lima) tahun

kedepan (2013 —2018), yaitu :

1. Meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat melalui pemberdayaan

ekonomi lokal dan program pengentasan kemiskinan.

2. Meningkatkan pelayanan dan penanganan masalah kesejahteraan sosial

melalui pembinaan dan pengembangan kemitraan dengan masyarakat agar

terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera.

3. Menciptakan iklim ketenagakerjaan yang kondusif dengan meningkatkan

pelayanan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan tenaga kerja demi

terwujudnya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Page 72: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

56

C.2 Tugas dan Fungsi

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang merupakan Satuan

Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab kepada Walikota Tanjungpinang

sebagai penyelenggara pembangunan di bidang kesejahteraan sosial dan

ketenagakerjaan dalam wilayah Kota Tanjungpinang. Hal ini tertuang dalam

Berdasarkan Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 49 Tahun 2102 tentang

perubahan atas peraturan Walikota No. 10 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas

Pokok dan Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja Kota Tanjungpinang.

Adapun tugas pokok dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja ini adalah

sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Walikota mempunyai fungsi, sebagai

berikut :

1. Perumusan kebijakan teknis dibidang sosial dan tenaga kerja.

2. Penyelenggaraan pelayanan dibidang sosial dan tenaga kerja.

3. Pembinaan pelaksanaan tugas dibidang sosial dan tenaga kerja.

4. Pelaksanaan urusan kesekretariatan dinas.

5. Pelaksanaan tugas yang diberikan pimpinan.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang merupakan SKPD

yang mengetuai dalam Satgas penanganan TKIB, sehingga Pemerintah Kota

Tanjungpinang melimpahkan kepada Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang dalam mengeluarkan keputusan yang terkait dengan koordinasi

Satuan Tugas Penanganan TKIB ini. Adapun bidang yang terlibat dalam satgas ini

Page 73: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

57

adalah Bidang Pelayanan, Bantuan dan Jaminan Sosial, khususnya bagian Seksi

Jaminan Sosial.

Berdasarkan data bulan Desember 2014, jumlah pegawai yang ada pada

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang saat ini sebanyak 80 orang.

Diklasifikasi menurut tingkat pendidikan terdiri dari : Pasca Sarjana (S2)

sebanyak 2 orang, Sarjana (S1 ) sebanyak 27 orang , D3 sebanyak 6 orang dan

SLTA sebanyak 45 orang. Sedangkan diklasifikasi menurut jabatan terdiri dari

Pejabat Struktural sebanyak 21 orang dan staf sebanyak 60 orang (Dinas Sosial

dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, 2015).

C.3 Tujuan dan Sasaran

Adapun tujuan dan sasaran Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang yang merupakan penjabaran dari Visi dan Misi Dinas Sosial dan

Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang Tahun 2013 – 2018 adalah sebagai berikut :

1. Misi Pertama : Meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat melalui

pemberdayaan ekonomi lokal dan program pengentasan kemiskinan.

Tujuan : Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat.

Sasaran:

a. Meningkatnya Kesejahteraan Sosial Masyarakat.

b. Menurunnya Angka Pengangguran Melalui Penempatan Dan Peningkatan

Kualitas Angkatan Kerja

2. Misi Kedua : Meningkatkan pelayanan dan penanganan masalah kesejahteraan

sosial melalui pembinaan dan pengembangan kemitraan dengan masyarakat

agar terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera.

Page 74: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

58

Tujuan : Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan terhadap Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Penanggulangan Bencana.

Sasaran : Terlayaninya, terlindunginya dan tersantuninya Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta tersedianya bantuan tanggap

darurat bencana.

3. Misi Ketiga : Menciptakan iklim ketenagakerjaan yang kondusif dengan

meningkatkan pelayanan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan tenaga

kerja demi terwujudnya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan

berkeadilan.

Tujuan : Meningkatkan perlindungan tenaga kerja dan kesejehteraan tenaga

kerja.

Sasaran : Terciptanya hubungan industrial yang efektif, efesien dan

professional guna meningkatkan perlindungan tenaga kerja, kesejahteraan

tenaga kerja dan pelayanan penyelesaian kasus PHI/PHK.

D. Gambaran Umum Pendamping Pemulangan Debarkasi Kementerian

Sosial Republik Indonesia Kota Tanjungpinang

Tugas pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) selain

dilaksanakan oleh Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah (Satgas TKIB), juga dibantu oleh petugas Pendamping Pemulangan

Debarkasi (PPD) Kota Tanjungpinang. Pendamping Pemulangan Debarkasi

(PPD) Kota Tanjungpinang merupakan petugas yang dibentuk oleh Kementerian

Sosial Republik Indonesia di setiap daerah debarkasi pemulangan TKI deportasi.

Pendamping Pemulangan Debarkasi tersebut mulai terbentuk pada tahun 2011

Page 75: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

59

melalui surat keputusan yang dikeluarkan setiap pergantian tahun anggaran. Oleh

karena itu, petugas Pendamping Pemulangan Debarkasi (PPD) bersifat honorer

dari Kementerian Sosial, dan ketika terjadi pergantian tahun anggaran maka akan

terjadi pergantian surat keputusan.

Pendamping Pemulangan Debarkasi (PPD) Kota Tanjungpinang memiliki

kantor skretariat dalam menjalankan tugasnya yang bertempat di Rumah

Perlindungan Trauma Center (RPTC) Provinsi Kepulauan Riau. Rumah

Perlindungan Trauma Center (RPTC) sendiri dikelola oleh pemerintah Provinsi

Kepulauan Riau, dan Pendamping Pemulangan Debarkasi masuk dalam salah satu

struktur yang ada di bagian RPTC bersama unit tugas lainnya yang terdiri dari

pekerja sosial, praktisi, pramu sosial, security, dan pendamping pemulangan

debarkasi.

Tabel III.5 Jumlah Kepulangan TKIB Deportasi Malaysia ke Daerah Asal

Tahun 2015

L AL P AP

1 Januari 1,135 17 399 10 1,561

2 Februari 813 12 283 4 1,112

3 Maret 1,456 14 658 20 2,148

4 April 1,479 21 554 18 2,072

5 Mei 807 16 359 10 1,192

6 Juni 1,336 15 625 16 1,992

7 Juli 1,427 32 513 21 1,993

8 Agustus 921 6 350 7 1,284

9 September 1,070 15 413 24 1,522

10 Oktober 1,179 18 539 20 1,756

11 November 382 12 157 10 561

12 Desember 394 13 138 4 549

12,399 191 4,988 164 17,742 JUMLAH

No BulanJenis Kelamin

Jumlah

Keterangan : L = Laki-laki

P = Perempuan

AL = Anak Laki-laki

AP = Anak Perempuan

Sumber: Pendamping Pemulangan Debarkasi Kemensos RI Kota Tanjungpinang, 2015.

Page 76: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

60

BAB IV

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATUAN TUGAS LAPANGAN

PENANGANAN TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH

DI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2015

Pemerintah Indonesia telah berusaha melakukan berbagai upaya dalam

menangani permasalahan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) yang sudah

dilakukan sejak dari tahun 2004, terutama dalam mengatasi TKIB deportasi yang

berasal dari Malaysia oleh Satgas TKIB. Malaysia merupakan negara yang paling

sering dan banyak mendeportasi TKIB, yang merupakan negara terdekat dan ada

kemiripan budaya dengan Indonesia. Berbagai aturan dan kebijakan telah

dikeluarkan untuk menangani masalah ini.

Dalam tingkatan nasional, terdapat Peraturan Presiden yang mengatur

tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia yang awalnya diatur

dalam PP Nomor 106 Tahun 2004, kemudian diganti dengan PP Nomor 45 Tahun

2013. Selanjutnya terdapat aturan turunan yang dikeluarkan oleh Menteri Sosial

yaitu Peraturan Menteri Sosial Nomor 22 tahun 2013 yang mengatur tentang

Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah dan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah

ke Daerah Asal.

Pada tingkat daerah, dalam hal ini Kota Tanjungpinang Provinsi

Kepulauan Riau, yang merupakan tataran lapangan di daerah debarkasi dari

kebijakan yang telah disebutkan diatas terdapat peraturan pemerintah daerah yang

berbentuk surat keputusan yaitu Keputusan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Kota Tanjungpinang yang mengatur tentang Satuan Tugas Lapangan yang

Page 77: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

61

bertugas dalam melakukan pemulangan TKIB yang datang dari Malaysia kembali

ke daerah asal para deportan. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan tersebut adalah

merupakan upaya pemerintah dalam mengatasi masalah TKIB yang dideportasi.

Salah satu tahapan yang ada dalam proses kebijakan adalah proses

implementasi kebijakan. Bagaimana sebuah kebijakan diimplementasikan sangat

mempengaruhi keberhasilan dari sebuah kebijakan, yaitu menyelesaikan

permasalahan yang terjadi dalam suatu keadaan. Untuk melihat tingkat

keberhasilan dari implementasi kebijakan, maka perlu dilihat apa saja hal yang

mempengaruhi implementasi kebijakan, yang terdapat di dalam teori-teori yang

dijelaskan oleh para ahli.

Dalam penelitian ini, untuk melihat implementasi kebijakan satuan tugas

lapangan penanganan tenaga kerja indonesia bermasalah di kota Tanjungpinang

tahun 2015 yang selanjutnya disebut Satgas Penanganan TKIB, peneliti

menggunakan teori Edward III dalam menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi dalam implementasi kebijakan yang akan dijelaskan di bawah ini.

A. Komunikasi

Sebuah kebijakan sebelum diiplementasikan pada sasaran kebijakan maka

perlu dikomunikasikan terlebih dahulu kepada implementor kebijakan. Adanya

komunikasi kebijakan sangat diperlukan untuk keberhasilan kebijakan tersebut,

dengan adanya komunikasi kebijakan maka diharapkan para implementor

memahami dan dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan tujuan dari adanya

kebijakan tersebut. Oleh karena itu, agar implementor dapat menjalankan

Page 78: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

62

tugasnya dengan baik, maka komunikasi harus dilakukan dengan akurat dan jelas

tentang bagaimana menjalankan implementasi kebijakan yang sudah ada.

Dalam mengimplementasikan kebijakan yang dikeluarkan oleh kepala

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, sebagai ketua Satgas

Lapangan Penanganan TKIB Kota Tanjungpinang, maka perlu adanya komunikasi

kebijakan yang dilakukan dengan anggota-anggota satgas yang tergabung dalam

satgas tersebut. Dengan adanya komunikasi yang dilakukan oleh pembuat

keputusan dengan pelaksana keputusan, maka diharapkan anggota-anggota satgas

dapat melaksanakan tugas sesuai dengan fungsinya masing-masing. Ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi kebijakan.

1. Transmisi

Sebuah komunikasi kebijakan perlu ditransmisikan kepada setiap

implementor agar setiap implementor mengetahui adanya kebijakan yang harus

diimplementasikan. Dalam Tim Satgas Lapangan Penanganan TKIB, para anggota

tim dari setiap instansi telah mengetahui tentang adanya kebijakan pemerintah

tentang penanganan TKIB dari Malaysia ke Kota Tanjungpinang. Penanganan

TKIB yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu instansi saja memerlukan kerja

sama dari instansi yang lain untuk penyelesaiannya.

Pemerintah Kota Tanjungpinang yang merupakan daerah debarkasi

pemulangan TKIB dari Malaysia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 45

Tahun 2013, membentuk Satuan Tugas Penanganan TKI di daerah masing-masing

yang bekerja sama dengan Tim Koordinasi Pemulangan TKIB pusat dalam

memulangkan TKIB ke daerah asal TKIB tersebut.

Page 79: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

63

Pembentukan Satgas Lapangan Penanganan TKIB dilakukan pada setiap

tahun mengikuti pengalokasian anggaran daerah. Pada tahun 2015, pemerintah

Kota Tanjungpinang membentuk Tim Satgas Lapangan Penanganan TKIB

melalui keputusan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang

selaku ketua tim satgas di Kota Tanjungpinang. Dibentuknya Satgas Lapangan

Penanganan TKIB oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang pada

tahun 2015 dikarenakan ketiadaan anggaran pada pemerintah kota pada saat itu,

sehingga pada tahun 2015 anggaran terkait satgas dibebankan pada DPA-SKPD

Dinas Sosial dan Tenaga kerja Kota Tanjungpinang (wawancara 3 Agustus 2016,

Kasi Jaminan Sosial, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja).

Dalam menentukan anggota satgas dari setiap instansi yang terlibat, pihak

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja mengirimkan surat permintaan kepada instansi

lain untuk mengirimkan nama yang akan bergabung menjadi anggota satgas.

Selanjutnya kepala dinas dari instansi lain akan menunjuk anggotanya dan

mengirimkan nama mereka untuk dimasukkan menjadi anggota satgas.

Sebagaimana yang dikatakan oleh masing-masing anggota satgas dari setiap

instansi, bahwa mereka ditunjuk oleh kepala dinas mereka masing-masing setelah

mendapatkan surat permintaan dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, sehingga

mereka mengetahui langsung melalui pemberitahuan dari masing–masing kantor

bahwa mereka terlibat menjadi anggota satgas dan bertugas sesuai dengan bidang

mereka masing-masing berdasarkan arahan dari kepala dinas yang bersangkutan

(wawancara kepada satu anggota dari setiap instansi, Agustus 2016).

Page 80: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

64

Dengan kata lain setiap anggota satgas dari setiap instansi yang tergabung,

mengetahui adanya kebijakan tentang adanya tim satgas penanganan TKI di Kota

Tanjungpinang yang bertugas menangani TKIB mulai dari kedatangan sampai

pada pemulangan ke daerah asal berdasarkan fungsi kerja mereka masing-masing.

2. Kejelasan

Kejelasan merupakan hal yang penting dalam komunikasi kebijakan, para

implementor kebijakan perlu mendapatkan kejelasan mengenai apa yang harus

mereka lakukan dalam mengimplementasikan kebijakan. Jika komunikasi tidak

disampaikan dengan jelas maka implementor kebijakan akan mengalami ketidak

pahaman tentang kebijakan yang akan diimplementasikan.

Dalam menjalankan keputusan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja tentang

Satgas Lapangan Penanganan TKIB, anggota satgas dari setiap instansi telah

memahami dengan jelas apa yang harus dilakukan oleh setiap anggota, karena

tugas setiap anggota sudah disampaikan dengan jelas oleh pimpinan masing-

masing. Selain itu, mereka mengetahuin tujuan dari kebijakan tersebut sehingga

mereka dapat melaksanakannya dengan baik. Sebagaimana yang diungkapkan

oleh salah satu anggota dari Satpol PP bahwa mereka telah mengetahui dengan

jelas bahwa tugas mereka adalah melakukan pengawalan bersama Kepolisian dan

Dinas Perhubungan selaku pihak yang menyiapkan kendaraan mulai dari

kedatangan TKIB dari Malaysia hingga pemulangan melalui kapal Pelni di

Pelabuhan Kijang (wawancara Satpol PP, 2 Agustus 2016).

Hal senada juga disampaikan oleh anggota dari Kesatuan Sabhara, bahwa

dalam menjalankan tugas sebagai anggota Satgas Lapangan Penanganan TKIB,

Page 81: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

65

mereka telah mengetahui dengan jelas tugas yang mereka lakukan adalah

mengawali TKIB sejak kedatangan sampai ke RPTC yang berkoordinasi melalui

jaringan radio bersama Kepolisian Sektor Pelabuhan (wawancara Sabhara Polres,

1 Agustus 2016).

Melihat respon dari anggota satgas dalam menjalankan tugas tersebut,

kejelasan komunikasi kebijakan telah didapatkan oleh masing-masing anggota

sehingga mereka telah mengetahui apa yang harus mereka lakukan dana kapan

mereka melaksanakannya.

3. Konsistensi

Dalam menyampaikan komunikasi kebijakan, maka hal berikutnya yang

harus diperhatikan adalah konsistensi dari komunikasi. Komunikasi yang tidak

konsisten akan membuat implementor kebingungan dalam mengimplementasikan

kebijakan. Penyebab dari kebingungan tersebut karena tidak konsistennya

komunikasi yang selalu berubah-ubah dalam menyampaikan, hingga pada

akhirnya para implementor hanya akan melakukan hal yang mudah menurut

mereka.

Anggota Satgas Lapangan Penanganan TKIB telah melakukan tugasnya

sebanyak sekali setiap minggu, hal ini mereka lakukan terus menerus tanpa

berubah-ubah selama setahun, ini menunjukkan bahwa komunikasi yang berjalan

konsisten. Jika komunikasi yang mereka dapatkan tidak konsisten, maka tentu ada

perbedaan pada setiap tugas yang mereka laksanakan. Namun ada sedikit

perbedaan dari apa yang dituturkan oleh petugas yang Dinas Kesehatan yang ada

Page 82: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

66

di Puskesmas Batu X dengan apa yang dituturkan oleh petugas dari Kantor

Kesehatan Pelabuhan.

Berdasarkan keputusan ketua satgas, diketahui bahwa petugas dari Kantor

Kesehatan Pelabuhan hanya bertugas memeriksa TKIB pada saat awal kedatangan

di pelabuhan, namun dari pihak petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan mengatakan

bahwa mereka juga melakukan pemeriksaan TKIB pada saat di penampungan

yang dilakukan setiap bulan (wawancara Kantor Kesehatan pelabuhan, 4 Agustus

2016). Hal ini bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh pihak Dinas

Kesehatan yang menjabat sebagai kepala Puskesmas Batu X, bahwasanya yang

melakukan pemeriksaan TKIB selama di penampungan merupakan tugas dari

mereka selama ini (wawancara kepala Puskesmas Batu X, 8 Agustus 2016).

B. Sumber Daya

Dalam mengimplementasikan kebijakan, selain mengetahui tentang

adanya suatu kebijakan, sumber daya juga merupakan faktor yang perlu

diperhatikan. Sumber daya merupakan syarat mutlak jika sebuah implementasi

kebijakan ingin berhasil, tanpa adanya sumber daya yang memadai maka

implementasi tidak akan bisa dijalankan dengan maksimal.

Ada beberapa sumber daya utama yang perlu ada agar implementasi

kebijakan berjalan dengan baik.

1. Staf

Dalam implementasi kebijakan, staf merupakan sumber daya paling utama

yang harus dimiliki, karena staflah yang akan menjalankan implementasi

kebijakan tersebut. Ketersedian sumber daya staf tidak hanya dilihat dari segi

Page 83: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

67

kuantitas, namun juga perlu kualitas yang sesui dengan keahlian yang dibutuhkan.

Satgas Lapangan Penanganan TKIB dalam menangani TKIB terdiri dari beberapa

tugas yang pelaksanaannya dilakukan oleh orang yang berbeda-beda.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja selaku ketua tim dari satgas sejak awal

kedatangan TKIB melakukan pendataan, mengawali setiap kegiatan bersama

anggota lain dan mengkoordinir instansi lain dalam penanganan TKIB, hingga

setiap saat penanganan pihak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja akan selalu ada,

karena tidak semua anggota akan ada pada setiap waktu, tergantung dari tugas

yang akan mereka lakukan saja (wawancara Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, 3

Agustus 2016).

Dalam mengatasi masalah kesehatan para TKIB, satgas memiliki anggota

dari Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan. Ketika tiba kedatangan TKIB

di pelabuhan Internasional, staf dari Kantor Kesehatan Pelabuhan telah menunggu

di pelabuhan guna memeriksa setiap TKIB, hal ini dilakukan untuk menghindari

penyakit yang berasal dari luar negeri masuk ke Indonesia. Hal ini diungkapkan

oleh staf dari Kantor Kesehatan Pelabuhan, bahwa mereka bertugas memeriksa

TKIB pada saat TKIB tiba di pelabuhan, guna mencegah masuknya penyakit dari

luar negeri. Jika terdapat TKIB yang positif mengidap penyakit berbahaya yang

berasal dari luar, maka TKIB akan segera di karantina (wawancara Kantor

Kesehatan Pelabuhan, 4 Agustus 2016).

Selain itu, untuk TKI yang berada di penampungan, pemeriksaan

dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan, dan apabila diperlukan maka TKIB akan

dirujuk ke rumah sakit, yang disana telah ada petugas lain dari Dinas Kesehatan

Page 84: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

68

yang mengurusi TKIB selama di rumah sakit. (wawancara petugas Dinas

Kesehatan, 8 Agustus 2016).

Dalam hal melakukan pengawalan, anggota satgas memiliki petugas yang

berasal dari Sabhara Polres Tanjungpinang, yang mengawali TKIB selama

penjemputan di pelabuhan sampai ke rumah penampungan RPTC, dalam

melakukan tugasnya, Sabhara berkoordinasi dengan petugas Kepolisian Sektor

Pelabuhan dan bekerja sama dengan petugas dari Satpol PP Kota Tanjungpinang.

(wawancara Sabhara Polres, 1 Agustus 2016).

Jika dilihat dari sisi kualitas dan kuantitas, sumber daya staf dalam Satgas

Lapangan Penanganan TKIB sangat mencukupi, karena setiap instansi melakukan

tugas yang sesua dengan fungsi instansi mereka masing-masing. Sedangkan dalam

hal kuantitas juga mencukupi, jika ternyata anggota yang ditunjuk tidak

mencukupi, mereka akan menambah personil yang ada di instansi. Namun

berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, ada beberapa instansi yang memiliki

kelebihan kuantitas yang akhirnya menimbulkan ketidak efektifan tugas, karena

ada sebagian staf yang hanya menunggu dan sekedar hadir dan melihat pada saat

kedatangan TKIB.

2. Informasi

Informasi termasuk sumber daya yang penting dalam

mengimplementasikan kebijakan. Ketersediaan informasi dalam pelaksanaan

keputusan akan mampu meningkatkan keberhasilan implementasi yang dilakukan.

Anggota satgas dalam menjalankan tugasnya di lapangan saling

berkoordinasi antara Dinas Sosial dan Tenaga Kerja dengan instansi lainnya.

Page 85: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

69

Dalam pelaksanaanya, sumber daya informasi diperoleh melalui proses koordinasi

yang dilakukan melalui alat komunikasi berupa Hp dan saluran radio. Hal ini

sebagaimana yang dijelaskan oleh staf Dinas Sosial dan Tenaga Kerja bahwa

pada saat kedatangan TKIB, pihak Dinas Sosial dan Tenaga Kerja akan

menyampaikan informasi tersebut kepada instansi lain melalui handphone dan

segera berkoordinasi untuk mempersiapkan kedatangan TKI (wawancara Dinas

Sosial dan Tenaga Kerja, 3 Agustus 2016).

Hal senada juga disampaikan oleh anggota Dishub, bahwa pada saat

kedatangan TKIB, mereka mendapatkan informasi dari pihak Dinas Sosial dan

Tenaga Kerja melalui handphone tentang waktu dan jumlah TKIB yang tiba di

pelabuhan, sehingga dengan informasi yang didapat tersebut mereka segera

menyiapkan angkutan untuk mengangkut para TKIB ke panampungan di RPTC

(wawancara anggota Dishub, 4 Agustus 2016).

Sedangkan dari petugas Sabhara mengatakan bahwa untuk melaksanakan

tugas mereka dalam mengawali TKIB, mereka akan mendapatkan informasi dari

petugas yang ada di Kepolisian Sektor Pelabuhan, yang menginformasikan kepada

pihak Sabhara melalui jaringan radio yang mereka gunakan (wawancara Kasat

Sabhara, 1 Agustus 2016). Penuturan yang sama juga dikatakan oleh petugas dari

Kepolisian Sektor Pelabuhan (wawancara petugas KSP, 4 Agustus 2016).

Dilihat dari keterangan dari beberapa anggota satgas diatas, mereka saling

berbagi informasi dalam menjalankan tugasnya melalui handphone dan saluran

radio. Informasi tersebut didapat dalam proses koordinasi antar instansi pada saat

kedatangan TKIB.

Page 86: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

70

3. Wewenang

Adanya wewenang yang melekat pada implementor, membuat mereka

tidak perlu melewati berlapis-lapis birokrasi dalam memutuskan suatu

permasalahan teknis dilapangan, atau menggunakan aset-aset yang diperlukan

dalam kelancaran implementasi. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota satgas

ada yang bertugas dengan menggunakan aset instansi yang mereka miliki,

tentunya mereka harus memiliki kewenangan untuk bisa menggunakan aset

tersebut. Seperti dalam hal pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh

kepala Puskesmas Batu X, untuk melakukan tugasnya dan harus menggunakan

fasilitas dari puskesmas, tidak perlu meminta izin dari atasannya, karena

kewenangan untuk itu telah dimilikinya sebagai kepala Puskesmas Batu X.

Salah satu bentuk kewenangan adalah kewenangan adalah adanya

wewenang untuk menambah personil jika personil yang ada tidak mencukupi. Hal

ini berdasarkan penuturan dari petugas Dishub, bahwa nama yang tertera di

keputusan tentang anggota satgas hanya ada empat (4) orang, namun karena dirasa

kurang mencukupi untuk mengawali perjalanan TKIB yang berjumlah ratusa

orang, mereka menambahkan anggota menjadi tujuh (7) orang personil

(wawancara petugas Dishub, 4 Agustus 2016). Hal ini juga dilakukan oleh

petugas dari Sabhara Polres (wawancara Kasat Sabhara, 1 Agustus 2016).

Pada intinya, setiap anggota dari setiap instansi diberi kewenangan untuk

menggunakan fasilitas yang dimiliki dalam mendukung kelancaran tugas mereka,

begitu juga dengan kewenangan untuk menambah personil ketika dibutuhkan

penambahan personil.

Page 87: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

71

4. Fasilitas

Fasilitas merupakan alat pendukung atau penunjang dalam sebuah

kegiatan, baik itu berupa kantor dan peralatannya ataupun kendaraan, serta

fasilitas lainnya yang dibutuhkan. Satgas Lapangan Penanganan TKIB dalam

melaksanakan tugasnya menggunakan fasilitas yang melekat pada instansi

mereka sesuai dengan tugas yang mereka emban. Seperti yang dikemukakan oleh

pihak Dinas Kesehatan, yang salah satunya merupakan kepala Puskesmas Batu X,

mereka mempunyai tugas untuk memeriksa kesehatan TKIB selama berada di

penampungan, dalam melaksanakan tugas tersebut mereka menggunakan fasilitas

yang berada di Puskesmas Batu X sesuai dengan tingkat kebutuhan pemerikasaan,

jika TKIB tersebut mengalami gangguan kesehatan yang parah, maka TKIB

tersebut akan di rujuk ke Rumah Sakit Umum Kota (wawancara Kepala

Puskesmas, 8 Agustus 2016).

Dalam proses penjemputan dan pemulangan menuju pelabuhan di Kijang,

Kabupaten Bintan, fasilitas kendaraan yang digunakan bukan milik Dishub,

namun fasilitas kendaraan angkutan umum dari Pacitan Indah. Berdasarkan

penuturan yang disampaikan oleh petugas Dishub, Kementerian Sosial telah

bekerja sama dengan pihak angkutan umum Pacitan Indah dalam menyediakan

angkutan umum guna mengangkut TKIB, tugas dari petugas Dishub hanya

menghubungi pihak Pacitan Indah saat kendaraan dibutuhkan. Pada saat petugas

Dishub mendapatkan informasi tentang jumlah TKIB yang telah tiba dari pihak

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, maka petugas Dishub menghubungi pihak

Pacitan Indah untuk segera menyediakan angkutan berdasarkan jumlah TKIB

Page 88: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

72

yang ada. Pihak Pacitan Indah menerima pembayaran dari Kementerian Sosial

yang telah melakukan perjanjian bersama, dan pembayaran dibayarkan perbulan

oleh pihak Kementerian Sosial (wawancara petugas Dishub, 4 Agustus 2016).

Jadi, dalam hal penyediaan fasilitas untuk menunjang tugas satgas dalam

penanganan TKIB, fasilitas yang digunakan adalah fasilitas yang melekat pada

instansi masing-masing anggota. Walaupun pada fasilitas kendaraan, pihak

Kementerian Sosial melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak swasta,

sehingga penggunaan fasilitas Dishub hanya digunakan untuk pengawalan saja.

C. Disposisi

Kecenderungan para pelaksana keputusan sangat berpengaruh dalam

mengimplementasikan kebijakan, karena kecenderungan-kecenderungan

implementor merupakan gambaran apakah mereka mendukung kebijakan tersebut

atau tidak. Kecenderungan yang baik oleh implementor terhadap suatu keputusan

akan menunjukkan suatu dukungan, yang berarti mereka akan melaksanakan

keputusan tersebut dengan baik sebagaimana yang diinginkan oleh pembuat

keputusan. Implementor akan benar-benar melaksanakan apa yang diperintahkan

oleh atasannya, jika apa yang mereka kerjakan tersebut sesuai dengan keinginan

mereka, ataupun karena adanya niat mereka untuk menyelesaikan suatu

permasalahan yang menjadi tujuan dari adanya kebijakan tersebut.

Namun sebaliknya, ketika implementor menunjukkan kecenderungan yang

bertentangan dengan pembuat keputusan dan tidak menampakkan dukungan yang

baik, mereka akan melaksanakan keputusan tersebut dengan setengah hati dan tak

acuh. Hal ini berakibat pada penyimpangan tindakan dengan apa yang sudah

Page 89: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

73

ditetapkan. Dalam menjalankan tugas selama ini, anggota satgas telah

melaksanakan tugas mereka menurut bagiannya masing-masing. Terlepas dari

kekurangan-kekurangan yang terjadi dilapangan, apakah itu berasal dari faktor

internal satgas atau merupakan hal yang disebabkan oleh faktor eksternal.

Pada umumnya, TKIB yang tiba di Kota Tanjungpinang itu kebanyakan

adalah TKI yang berasal dari luar daerah Tanjungpinang. Melakukan pekerjaan

yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, hal ini tentunya sesuatu yang

menambah beban bagi daerah, karena tenaga dan anggaran terpakai untuk

mengurusi sesuatu yang tidak ada kepentingannya dengan daerah, namun anggota

satgas tetap melaksanakan tugasnya dengan membebankan anggaran pada APBD

kota.

Alasan kuat anggota satgas melaksanakan tugasnya adalah karena mereka

merasa bertanggung jawab atas tugas yang sudah diberikan oleh atasan. Salah satu

petugas Dishub mengatakan, bahwa mereka melakukan tugas ini karena memang

hal ini sudah merupakan tugas yang diperintahkan, dan hal ini sudah berjalan

sejak tahun 2004 (wawancara petugas Dishub, 4 Agustus 2016). Pandangan lain

diberikan oleh petugas dari imigrasi, bahwa tugas ini sudah menjadi kewajiban

bagi mereka, karena walau bagaimanapun, TKIB tersebut merupakan warga

Negara Indonesia, sehingga sudah seharusnya mereka melaksanakan tugas

tersebut yang merupakan kewajiban bagi abdi negara dalam membantu sesama

warga Negara Indonesia (wawancara petugas Imigrasi, 2 Agustus 2016).

Hal yang serupa juga diungkapkan oleh petugas dari Kepolisian Sektor

Pelabuhan, bahwa tugas ini sudah menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai

Page 90: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

74

warga Negara Indonesia dalam menjaga keamanan dan ketertiban Kota

Tanjungpinang (wawancara petugas KSP, 4 Agustus 2016). Beberapa penuturan

dari petugas instansi yang lain juga mengatakan hal yang serupa, bahwa adanya

tugas ini merupakan tanggung jawab bersama.

Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan yang baik dari implementor

terhadap tugas yang sudah ditetapkan tersebut kepada mereka. Dengan adanya

kecenderungan yang baik dari implementor tersebut, maka dukungan untuk

melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan akan muncul dari setiap petugas

satgas.

D. Struktur Birokrasi

Ada dua hal yang bisa dilihat dalam struktur birokrasi yang menjadikan

struktur birokrasi menjadi salah satu faktor dalam keberhasilan implementasi

kebijakan.

1. Perincian Tugas

Satgas Lapangan Penanganan TKIB dalam melaksanakan tugasnya, terdiri

dari beberapa instansi yang berbeda-beda yang setiap mereka sudah memiliki

tugas masing-masing. Penjabaran tugas dari setiap instansi tersebut telah

dijabarkan dalam keputusan yang dikeluarkan oleh ketua satgas. Dengan adanya

perincian tugas yang telah dijelaskan dalam keputusan tersebut, setiap anggota

satgas melaksanakan tugas mereka tanpa adanya tumpang tindih tugas dengan

petugas dari instansi yang lain.

Adanya perincian tugas tersebut, selain terdapat pada keputusan yang

dikeluarkan, juga dapat dilihat dari apa yang dipaparkan oleh petugas dari Dinas

Page 91: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

75

Sosial dan Tenaga Kerja, bahwa setiap instansi sudah memiliki rincian tugas

masing-masing sebagaimana fungsi yang sudah melekat pada setiap instansi.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja sendiri mempunyai tugas untuk melakukan

pendataan terhadap TKIB yang tiba di Tanjungpinang dan bertugas

mengkoordinir setiap anggota dari instansi yang tergabung untuk melakukan tugas

mereka masing pada saat kedatangan TKIB tersebut (wawancara Kasi Jaminan

Sosial, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, 8 Agustus 2016).

Adanya perincian tugas tersebut juga dibenarkan oleh petugas dari Dinas

Kesehatan yang merupakan kepala Puskesmas Batu X, bahwa tugas yang

diberikan kepadanya hanya memeriksa dan mengobati penyakit ringan saja untuk

TKIB di penampungan, namun jika ditemukan TKIB yang mendapatkan penyakit

yang parah, maka akan dirujuk ke RSU Kota, dan disana ada petugas lain dari

Dinas Kesehatan yang menunggu TKIB di rumah sakit. Sementara itu, petugas

kesehatan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan hanya bertugas memeriksa TKIB

pada waktu awal kedatangan di pelabuhan saja (wawancara kepala Puskesmas

Batu X, 8 Agustus 2016).

Berdasarkan penuturan yang disampaikan oleh beberapa anggota satgas

tersebut, dan ini juga dikatakan juga oleh petugas yang lain, bahwa dalam struktur

birokrasi Satgas Lapangan Penanganan TKIB, perincian tugas sudah dijelaskan

dengan rinci kepada setiap anggota satgas sebagaimana yang terdapat dalam

keputusan ketua satgas.

Page 92: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

76

2. Adanya Standard Operating Procedures (SOP)

Dalam struktur birokrasi, SOP merupakan aturan-aturan dasar dalam

melaksanakan sesuatu, termasuk dalam hal implementasi kebijakan. Adanya SOP

dalam staruktur birokrasi karena suatu pekerjaan yang komplek yang dilakukan

terus menerus, sehingga diperlukan SOP untuk menciptakan keseragaman

tindakan dan kefektifan waktu. Satgas Lapangan Penanganan TKIB dalam

menjalankan tugasnya selama ini hanya berdasarkan aturan yang ditetapkan

sendiri oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja selaku ketua dari tim Satgas. Aturan

yang dijalankan tersebut hanya melalui koordinasi di lapangan saja, tanpa adanya

aturan tertulis tentang SOP pelaksanaanya.

Namun berdasarkan keterangan dari petugas dari Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja, yang merupakan kasi Jaminan Sosial, SOP pelaksanaan penanganan TKIB

ini berdasarkan SOP dari Kementerian Sosial yang masih bersifat umum,

sedangkan SOP untuk pelaksanaan di lapangan secara langsung belum pernah ada

(wawancara Kasi Jaminan Sosial, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, 8 Agustus

2016). Karena tidak adanya SOP yang baku bagi anggota satgas dalam

melaksanakan tugasnya, maka setiap anggota hanya melakukan koordinasi yang

dipimpin oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja pada saat penanganan TKIB

berlangsung.

Berdasarkan penjelasan dan penjabaran dari faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III,

secara pelaksanaannya, implementasi kebijakan Koordinasi Satuan Tugas

Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) Tahun 2015

Page 93: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

77

(Studi kasus di debarkasi Kota Tanjungpinang) yang dilakukan oleh Satgas

Lapangan Penanganan TKIB sudah berjalan sesuai dengan ketentuan kebijakan

yang telah ditetapkan.

Hal ini dapat dilihat dari terpenuhinya faktor-faktor yang mempengaruhi

implementasi kebijakan berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Edward

III yang dijadikan sebagai konsep operasional dalam penelitian ini.

Implementasi kebijakan Koordinasi Satuan Tugas Lapangan Penanganan

Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) Tahun 2015 (Studi kasus di

debarkasi Kota Tanjungpinang) berdasarkan konsep operasional dari teori

implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III seperti yang telah

dipaparkan diatas, menggunakan empat (4) dimensi yaitu, komunikasi, sumber

daya, disposisi dan struktur birokrasi. Komunikasi dalam implementasi kebijakan

Koordinasi Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah (TKIB) Tahun 2015 (Studi kasus di debarkasi Kota Tanjungpinang)

berjalan dengan baik karena telah memenuhi indikator yang diperlukan berupa

transmisi, kejelasan dan konsistensi. Sehingga setiap implementor pada dasarnya

mengetahui apa yang harus mereka perbuat.

Dalam hal sumber daya, dari beberapa indikator berupa sumber daya staf,

informasi, wewenang dan fasilitas, semua sumber terlengkapi dari setiap instansi

sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing tugas. Namun untuk kuantitas

sumber daya staf, tidak semua instansi harus mengirimkan jumlah yang sama,

karena ada instansi yang memang memerlukan banyak tenaga di lapangan, dan

ada juga instansi yang hanya perlu mengirimkan petugasnya seperlunya saja. Jika

Page 94: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

78

disamakan semua antar instansi, maka yang terjadi adalah ketidak efektifan

sumber daya staf, dan hanya akan memboroskan anggaran saja.

Faktor disposisi, merupakan pemulus dari implementasi kebijakan yang

datang dari keinginan implementor untuk mendukung suatu kebijakan.

Pemulangan TKIB yang sudah berjalan sejak tahun 2004 masih tetap terlaksana

hingga saat ini, disposisi implementor dalam kebijakan ini cukup terlihat positif,

walaupun instensif yang didapat tidak terlalu besar.

Dimensi struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan Koordinasi

Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB)

Tahun 2015 (Studi kasus di debarkasi Kota Tanjungpinang) kurang berjalan

secara maksimal. Dalam perincian tugas memang telah terlaksana dengan baik

dengan penjabaran tugas masing-masing instansi. Namun dalam hal adanya SOP

(standard Operating Procedures), SOP yang digunakan hanya SOP yang

ditetapkan dari Kementrian Sosial yang mungkin ada sedikit perbedaan jika

diterapkan di lapangan.

Satuan Tugas Lapangan Penanganan TKIB di Debarkasi Tanjungpinang

yang terdiri dari berbagai instansi tersebut melakukan suatu tugas dalam

menyelesaikan masalah yang sama dalam sebuah tim koordinasi. Keberadaan

instansi yang ada tersebut dalam sebuah tim satgas menuntut adanya hubungan

kerja sama yang saling terkait antara satu instansi dengan instansi lain berupa

collaborative Governance. Selain satgas yang terdiri dari instansi-isntansi yang

ada di Pemerintah Kota Tanjungpinang, penanganan TKIB juga ditangani oleh

Page 95: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

79

Pendamping Pemulangan Debarkasi yang merupakan petugas dari Kementerian

Sosial serta terdapat instansi BP3TKI Kota Tanjungpinang.

Dalam menjalankan tugasnya, Pendamping Pemulangan Debarkasi

bertugas mendampingi TKIB dan bekerja sama dengan Satgas Lapangan

Penanganan TKIB dalam memulangkan TKIB ke daerah asalnya. Demi menjamin

kelancaran dan tercapainya tujuan dari setiap tugas yang diemban oleh satgas

maupun Pendamping Pemulangan Debarkasi, maka diperlukan collaborative

governance yang terjadi diantara setiap instansi dan tenaga pendamping. Dengan

adanya collaborative governance maka pelaksanaan pemulangan TKIB akan lebih

terkoordinasi dengan baik dan diharapkan dapat mencapai hasil yang lebih

maksimal.

Untuk melihat koordinasi yang terjadi antara instansi dalam Satgas

Lapangan Penanganan TKIB maupun koordinasi yang terjadi dengan Pendamping

Pemulangan Debarkasi, maka perlu dilihat apakah ada collaborative governance

antara instansi tersebut. Karena implementasi dari pelaksanaan penanganan TKIB

akan berjalan dengan baik jika terciptanya collaborative governance dalam

pelaksanaan penanganan TKIB yang dilakukan antar instansi di dalam Satgas

TKIB. Oleh karena itu, pembahasan tentang collaborative governance antara

instansi dalam satgas maupun Pendamping pemulangan Debarkasi dari

Kementerian Sosial akan dibahas pada bab selanjutnya.

Page 96: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

80

BAB V

KOORDINASI ANTAR SEKTOR SATUAN TUGAS (SATGAS)

LAPANGAN PENANGANAN TENAGA KERJA INDONESIA

BERMASALAH (TKIB) KOTA TANJUNGPINANG DALAM

PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA (TKIB)

KE DAERAH ASAL

Proses pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) dari Kota

Tanjungpinang ke daerah asal melibatkan beberapa instansi pemerintahan kota

Tanjungpinang. Instansi pemerintahan kota Tanjungpinang yang terlibat dalam

proses pemulangan TKIB tersebut bekerja dalam sebuah tim satuan tugas yang

dibentuk oleh pemerintah kota Tanjungpinang. Tim Satuan Tugas (Satgas)

Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) melakukan

tugasnya sesuai dengan fungsi dari instansi masing-masing dari setiap anggota tim

satgas tersebut serta saling melakukan koordinasi.

Selain melakukan koordinasi antar sektor, Tim Tatgas Lapangan

Penanganan TKIB juga berkoordinasi dengan Pendamping Pemulangan Debarkasi

(PPD) Kementerian Sosial. Bersama dengan Pendamping Pemulangan Debarkasi

(PPD) Kementerian Sosial, tim satgas melayani kedatangan TKIB deportasi

secara bahu membahu dalam kerja sama tersebut, selain itu terdapat juga Balai

Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) kota

Tanjungpinang, yang juga hadir pada saat kedatangan TKIB di pelabuhan.

Bekerja dalam satu tim kerja, yang terdiri dari beberapa lintas sektor,

dengan tugas yang berbeda-beda, membutuhkan sebuah koordinasi yang baik

Page 97: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

81

dalam mencapai keberhasilannya. Koordinasi dilakukan karena setiap sektor

memiliki cara kerja yang berbeda, namun berada dalam suatu wadah yang

memiliki objek dan tujuan yang sama. Dalam sistem kerja antar sektor yang

menuntut adanya sebuah koordinasi, diperlukan keaktifan setiap sektor dalam

merespon informasi dan menginformasikannya kembali kepada sektor yang lain,

inilah dasar dari koordinasi.

Dalam sebuah tugas yang diemban oleh banyak sektor dalam

pelaksanaannya, koordinasi merupakan hal yang mendasar untuk mencapai

keberhasilan sebuah kerja sama. Untuk menciptakan koordinasi yang baik dalam

sebuah kerja antar sektor, maka diperlukan sebuah konsep yang mengatur tentang

bagaimana menciptakan kerja sama yang efektif dalam setiap tugas. Sebuah

konsep yang mengatur tentang sebuah kerja sama yang membutuhkan koordinasi

antar sektor dalam menjalankan sebuah pemerintahan, baik itu untuk membuat

sebuah keputusan publik maupun untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan

yang sudah ada, dikenal dengan teori collaborative governance.

Teori collaborative governance menjelaskan bagaimana tahapan yang

dilalui untuk menciptakan sebuah kolaborasi dalam kerja sama yang sudah

dibentuk. Melalui tahapan-tahapan inilah bisa kita lihat apakah sebuah kerja sama

yang dilakukan oleh sebuah tim sudah dikategorikan sebagai collaborative

governance atau belum. Jika sebuah tim kerja sudah menerapkan pola

collaborative governance dalam kerjanya, maka koordinasi akan berjalan dengan

baik dan mendapatkan hasil yang baik pula. Namun, apabila pola collaborative

Page 98: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

82

governance belum dapat berjalan dengan baik, maka koordinasi yang dilakukan

tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Adapun tahapan yang akan digunakan sebagai indikator berjalan atau

tidaknya collaborative governance dalam sebuah pelaksanaan fungsi

pemerintahan yang akan dijelaskan dalam bab ini adalah tahapan collaborative

governance yang dikemukakan oleh Ricardo S. Morse dan Jhon B. Stephens

(2012). Tahapan atau fase dari collaborative governance yang dijelaskan oleh

Ricardo S. Morse dan Jhon B. Stephens terdiri dari empat (4) tahapan yang akan

dijelaskan dalam bab ini untuk menganalisa koordinasi yang dilakukan oleh

Satgas Lapangan Penanganan TKIB yang terdiri dari beberapa sektor instansi

yang telah ditunjuk, serta Pendamping Pemulangan Debarkasi yang ditugaskan

langsung oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia dalam mendampingi proses

pemulangan TKIB dan pihak-pihak lain yang terkait dengan proses pemulangan

TKIB dari kota Tanjungpinang sampai ke daerah asal mereka masing-masing.

A. Penilaian

Tahapan pertama dari collaborative governance adalah penilaian.

Penilaian merupakan hal pertama yang harus dilakukan untuk menciptakan sebuah

hubungan collaborative governance, dengan penilain ini akan dianalisa apakah

collaborative governance bisa dilaksanakan atau tidak dalam sebuah hubungan

pemerintahan. Tahapan ini berhubungan dengan kondisi awal yang sangat

mempengaruhi kemungkinan keberhasilan dari collaborative governance yang

akan dijalankan nantinya. Adapun perihal yang akan menjadi penilaian dari

dijalankannya collaborative governance atau tidak dalam penanganan

Page 99: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

83

pemulangan TKIB ke daerah asal ini, terdiri dari beberapa indikator mendasar

sebelum collaborative governance benar-benar dijalankan. Dengan melihat

beberapa indikator iniliah dapat disimpulkan apakah penanganan pemulangan

TKIB ke daerah asal melalui collaborative governance akan dilaksanakan atau

tidak.

1. Perlunya collaborative governance

Pertanyaan pertama yang menjadi dasar sebagai penilaian dalam

collaborative governance adalah berkaitan dengan keperluan dari adanya

collaborative governance itu sendiri. Sebelum collaborative governance

dilaksanakan, maka perlu adanya analisa terlebih dahulu apakah collaborative

governance benar-benar diperlukan untuk mengatasi sebuah permasalahan yang

sedang dihadapi saat ini. collaborative governance akan benar-benar diperlukan

jika permasalahan yang muncul sudah bersifat kompleks dan menuntut adanya

penyelesaian oleh banyak pihak.

Pertanyaan pertama dalam aspek penilaian ini berguna untuk

memaksimalkan sumber daya yang ada dalam pelaksanaan collaborative

governance, jangan sampai pelaksanaan collaborative governance hanya

digunakan untuk menghadapi permasalahan yang sebenarnya bisa diatasi oleh satu

sektor dalam pemerintahan. Sehingga dalam pelaksanaan collaborative

governance, segala sumber daya yang dialokasikan dan tenaga yang terpakai

hanya terbuang sia-sia saja karna tidak maksimal penggunaannya.

Berkaitan dengan pertanyaan pertama ini, penanganan pemulangan TKIB

ke daerah asal merupakan pekerjaan yang tidak bisa hanya dilakukan oleh satu

Page 100: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

84

instansi saja, karena ada bagian-bagian kerja lain yang bukan merupakan fungsi

dari satu instansi namun merupakan fungsi dari instansi yang lain. Hal ini

dikarenakan penanganan pemulangan tersebut tidak hanya terdiri dari satu

masalah saja yang berkaitan dengan instansi tertentu, namun juga ada

permasalahan lain yang berkaitan dengan instansi yang lain.

Dalam Satgas TKIB tersebut misalnya, terdapat salah satu anggotanya

yang merupakan instansi Dinas Kesehatan, hal ini dikarenakan para TKIB tersebut

ada yang terkena penyakit, baik itu penyakit yang dialami pada saat kedatangan

maupun penyakit yang sudah ada sebelum TKIB tersebut sampai di Rumah

Perlindungan Trauma Center (RPTC). Hal tersebut merupakan salah satu contoh

dari masalah yang merupakan fungsi dari salah satu instansi dari anggota satgas.

Selain itu, dalam proses pemulangan akan didapati masalah-masalah lain seperti

masalah pendataan, transportasi, pengamanan, dan bantuan sosial, semua ini

diperlukan kerja sama dengan instansi yang lain yang mempunyai kewenangan

dan tugas pokok masing-masing.

Maka dari itu, untuk mengakomodasi setiap masalah yang terjadi tersebut,

yang tidak hanya bisa diatasi oleh satu instansi saja, maka diperlukan

collaborative governance diantara instansi-instansi yang ada di kota

Tanjungpinang agar setiap proses pemulangan dapat berjalan dengan baik karena

setiap aspek dalam proses pemulangan ditangani oleh instansi yang sesuai dengan

fungsinya masing-masing. Hal serupa juga telah disampaikan oleh kepala Dinas

Sosial dan Tenaga Kerja kota Tanjungpinang selaku ketua Satgas Lapangan

Penanganan TKIB, bahwa dalam penanganan pemulangan TKIB ini, perlu adanya

Page 101: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

85

kerja sama setiap pihak yang terkait dengan proses pemulangan, karena dalam

proses pemulangan banyak tugas-tugas lain yang tidak bisa ditangani oleh

Dinsosnaker sendiri, namun itu menjadi fungsi dari instansi yang lain, oleh karena

itu diperlukan kerja sama dengan saling koordinasi antar setiap instansi yang

terkait agar proses pemulangan dapat berjalan dengan lancar (wawancara 8

Agustus 2016, kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja).

Berdasarkan penjelasan serta wawancara yang dilakukan bersama kepala

Dinsosnaker tersebut, maka adanya collaborative governance dalam proses

penanganan pemulangan TKIB ke daerah asal memang sangat diperlukan,

mengingkat masalah yang terjadi begitu komplek pada saat proses pemulangan

terjadi mulai dari proses pendataan pada saat kedatangan, pengangkutan ke RPTC

serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan para TKIB sampai pada proses

pemulangan ke daerah masing-masing. Sehingga dengan adanya collaborative

governance, penyelesaian masalah dalam pemulangan TKIB ke daerah asal lebih

mudah dihadapi dan dapat berjalan dengan baik.

2. Mengidentifikasi stakeholders

Pertanyaan kedua yang bisa digunakan dalam penilaian situasi

pelaksanaan collaborative governance adalah berkaitan dengan siapa saja

pemangku kepentingan yang akan terlibat dalam proses collaborative governance

tersebut. Hal ini penting untuk menentukan orang-orang yang akan diajak kerja

sama agar dapat menentukan tiap-tiap tugas dari setiap pemangku kepentingan.

Dalam proses penanganan pemulangan TKIB ke daerah asal, pemangku

kepentingan terdiri dari banyak anggota dari instansi yang ada di kota

Page 102: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

86

Tanjungpinang, selain itu terdapat juga pemangku kepentingan dari Kementerian

Sosial, dan lembaga negara non kementerian yaitu BP3TKI. Pemangku

kepentingan yang berasal dari instansi Pemerintahan Kota Tanjungpinang

tergabung dalam Satgas Lapangan Penanganan TKIB, anggota-anggota dari satgas

ini ditunjuk langsung oleh Walikota Tanjungpinang. Sedangkan pemangku

kepentingan dari Kementerian Sosial berasal dari pegawai kontrak yang berada

dibawah perintah dari Kementerian Sosial yang bertugas sebagai Pendamping

Pemulangan Debarkasi.

Namun di luar itu, terdapat juga pemangku kepentingan yang bertugas

menyediakan jasa seperti dari PO Pacitan Indah yang merupakan pihak swasta

yang melayani penyediaan angkutan darat, serta pemangku kepentingan dari

BUMN yaitu dari PT. Pelni Indonesia yang melayani penyediaan angkutan laut.

Kedua pemangku kepentingan tersebut merupakan pihak yang sudah melakukan

kontrak kerja sama dengan Kementerian Sosial untuk penyediaan jasa layanan

transportasi.

Sedangkan BP3TKI merupakan pemangku kepentingan yang berasal dari

lembaga negara non-kementerian yang sebenarnya berfungsi dalam perlindungan

dan penempatan TKI ke luar negeri, namun mereka juga ikut terlibat dalam proses

pemulangan selama di lapangan. Akan tetapi, ada pertentangan antara keterangan

yang disampaikan oleh pihak BP3TKI dan Pendamping Pemulangan Debarkasi

Kota Tanjungpinang terkait dengan keaktifan BP3TKI dalam keikut sertaan pada

proses penanganan TKIB.

Page 103: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

87

Pemangku kepentingan dari perusahaan penyedia jasa yang terdiri dari PT.

Pelni dan PO Pacitan Indah hanya menerima pemesanan jasa saja melalui

koordinasi dari satgas dan PPD, mereka tidak diikut sertakan dalam proses

penanganan pemulangan. Tugas dari kedua pemangku kepentingan tersebut hanya

menyediakan jasa ketika dihubungi oleh tim satgas maupun PPD.

Tabel V.1 Daftar Instansi Pemangku Kepentingan

dalam Pemulangan TKIB ke Daeah Asal Tahun 2015

No. Instansi

1. Dinsosnaker Kota TPI

2. Kantor Imigrasi Pelabuhan

3. Kantor Kesehatan Pelabuhan

4. Kantor ADPEL TPI

5. DISHUBKOMINFO Kota TPI

6. KSP Sri Bintan Pura

7. SABHARA Polres TPI

8. SATPOL PP Kota TPI

9. Dinas Kesehatan Kota TPI

10. Pendamping Pemulangan

Debarkasi Kementerian Sosial

11. BP3TKI

12. PT. Pelni Indonesia Cab. TPI

13. PO Pacitan Indah TPI

Sumber: Data olahan peneliti

Dari keseluruhan pemangku kepentingan yang terlibat dalam penanganan

pemulangan TKIB diatas khususnya dari Tim Satgas TKIB serta dari PPD, ada

beberapa instansi yang memiliki tugas yang sama dengan instansi yang lain. Hal

Page 104: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

88

ini tentunya menimbulkan ketidak efektifan dalam hal penggunaan sumber daya

yang ada. Sehingga perlu dipikirkan lagi oleh ketua satgas demi efesiensi sumber

daya. Hal yang bisa dilakukan adalah memilih satu instansi untuk setiap satu tugas

dan mengeliminasi instansi yang lainnya.

3. Mengidentifikasi pemeran kunci

Pada proses pemulangan TKIB ke daerah asal, pihak yang menjadi pemeran

kunci adalah Satgas Lapangan Penanganan TKIB yang dibentuk oleh Walikota

Tanjungpinang dan Pendamping Pemulangan Debarkasi yang diangkat oleh

Kementerian Sosial. Keduah belah pihak ini selalu bekerja sama dalam hal

koordinasi dan pendampingan pada saat kedatangan TKIB sampai pada proses

pemulangan. Dalam satgas itu sendiri terdapat instansi-instansi lain yang diketuai

oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang.

Dinas Sosial dan Tenaga Kerja yang merupakan ketua satgas merupakan

pemeran kunci dalam satgas, karena sebagai ketua satgas, Dinsosnaker memiliki

tugas untuk mengkoordinasikan seluruh instansi yang lain ketika ada kedatangan

TKIB ke Tanjungpinang. Hal itu dikarenakan Dinsosnaker merupakan pihak

pertama yang mengetahui adanya kedatangan TKIB dari Malaysia melalui

pemberitahun dari konsulat jendral yang ada di Malaysia, pernyataan ini

disampaikan oleh kepala Dinsosnaker (wawancara 8 Agustus 2016, kepala Dinas

Sosial dan Tenaga Kerja).

Adapun Pendamping Pemulangan Debarkasi (PPD) merupakan petugas

yang mendampingi dan membantu satgas dalam proses penanganan pemulangan

TKIB, yang berada di bawah dan diangkat oleh Kementerian Sosial serta

Page 105: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

89

bertanggung jawab kepada Kementerian Sosial dalam pelaksanaan tugasnya.

Pendamping Pemulangan Debarkasi merupakan salah satu pemeran kunci dalam

pemulangan TKIB, karena berada di bawah Kementerian Sosial, PPD

menyerahkan laporan tugasnya kepada Kementerian Sosial.

Fungsi penting dari PPD ini membuatnya menjadi pemangku kepentingan

yang menjadi salah satu pemeran kunci diantaranya adalah menjadi pihak yang

mengeluarkan surat rekomendasi keluar kepada TKIB jika ada anggota keluarga

yang menjemput di RPTC. Selain itu, PPD juga mengurus tiket kapal

keberangkatan TKIB ke pihak Pelni untuk diberangkatkan ke Jakarta dan Medan,

sekaligus mendampingi keberangkatan TKIB di dalam kapal menuju ke tempat

tujuan (wawancara 18 Oktober 2016, koordinator PPD).

Dengan tugas yang begitu penting seperti itu, maka PPD merupakan

pemangku kepentingan yang mengisi peran kunci dalam proses pemulangan TKIB

ke daerah asal selain dari Dinsosnaker yang merupakan ketua dari Satgas

Lapangan Penanganan TKIB.

B. Permulaan

Setelah tahapan penilaian dilakukan, maka selanjutnya masuk pada

tahapan kedua dari proses collaborative governance yaitu tahapan permulaan.

Tahapan permulaan akan dilanjutkan jika pada tahapan penilaian sudah

diputuskan bahwa collaborative governance memang perlu dilakukan dalam

sebuah hubungan pemerintahan. Sehingga pada tahapan penilaian, harus benar-

benar dianalisa keadaan dan kondisi yang harus dilakukan. Masuk pada tahapan

Page 106: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

90

permulaan, ada beberapa hal yang mejadi indikator berjalannya proses

collaborative governance dalam tahapan permulaan.

1. Mengidentifikasi sumber daya

Dalam pelaksanaan collaborative governance, sumber daya akan sangat

menentukan keberhasilan berjalannya collaborative governance yang akan

dilaksanakan. Jika pada tahapan penilaian sudah diputuskan bahwa collaborative

governance perlu dilaksanakan, namun sumber daya yang ada tidak memadai

dalam pelaksanaannya maka collaborative governance akan sulit berjalannya

dengan baik.

Dalam proses penanganan pemulangan TKIB ke daerah asal yang

dilaksanakan Satgas TKIB bersama dengan PPD, sumber daya yang tersedia

cukup memadai. Umumnya sumber daya yang tersedia tersebut berasal dari setiap

instansi yang bertugas. Setiap instansi yang mendapatkan tugas sesuai dengan

fungsi instansi tersebut, sehingga sumber daya sarana dan prasarana dalam proses

penanganan TKIB menggunakan sarana dan prasarana yang melekat pada setiap

instansi yang ada.

Penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh setiap instansi tersebut,

dinyatakan juga oleh dinas kesehatan Tanjungpinang terkait dengan tugas mereka

dalam pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, bahwa dalam menjalankan tugas

mereka, sarana dan prasarana menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia di

instansi mereka (wawancara 8 Agustus 2016, Ka. Puskesmas Batu X), hal serupa

juga terjadi ketika peneliti menanyakan kepada SATPOL PP Kota Tanjungpinang

terkait dengan tugas pengawalan yang mereka lakukan (wawancara 2 Agustus

Page 107: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

91

2016, SATPOL PP). Oleh karena itu, sumber daya berupa sarana dan prasarana

secara umum cukup memadai karena tersedia pada masing-masing instansi.

Dalam hal pendanaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain berupa

kebutuhan pangan serta pembiayaan tiket kapal pemulangan, disediakan oleh

pemerintah melalui anggaran Kementerian Sosial. Pihak Kementerian Sosial

membayar langsung segala pembayaran setiap kebutuhan TKIB kepada pihak

penyedia yang sebelumnya telah melakukan kesepakatan kerja sama untuk

penyediaan kebutuhan TKIB selama di Tanjungpinang.

Pada aspek sumber daya manusia dalam penanganan TKIB, berdasarkan

hasil observasi, peneliti melihat ada pemubaziran anggota dari setiap instansi yang

tergabung dalam satgas. Hal ini tentunya menyebabkan pembengkakan anggaran

APBD atas pembayaran honor setiap anggota satgas.

2. Mempertemukan pemangku kepentingan

Mempertemukan kepentingan merupakan bagian dari permulaan dari

proses collaborative governance, yaitu bagaimana melibatkan setiap pemangku

kepentingan sehingga ikut berpartisipasi dalam proses collaborative governance

yang akan dilaksanakan.

Pada proses penanganan pemulangan TKIB di Kota Tanjungpinang yang

dilaksanakan oleh Tim Satgas Lapangan Penanganan TKIB, anggotanya berasal

dari setiap instansi yang ditunjuk oleh Walikota Tanjungpinang. Walikota

Tanjungpinang mengeluarkan surat tugas kepada setiap instansi untuk ikut serta

menjadi anggota satgas dalam penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang dan

kemudian menyerahkan nama-nama yang telah ditunjuk kepada kepala

Page 108: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

92

Dinsosnaker yang bertugas sebagai ketua Satgas Lapangan Penanganan TKIB

Kota Tanjungpinang.

Penunjukan anggota Satgas TKIB tahun 2015 tersebut oleh Walikota

Tanjungpinang kemudian ditindak lanjuti oleh kepala Dinsosnaker dengan

membuat surat keputusan tentang pelaksanaan tugas penanganan TKIB. Dalam

surat keputusan tersebutlah dicantumkan nama-nama anggota satgas serta tugas

dari masing-masing instansi. Hal tersebut berdasarkan pernyataan dari kepala

Dinsosnaker Tanjungpinang (wawancara 8 Agustus 2016). Pernyataan serupa juga

dikatakan oleh salah satu petugas Dishub Tanjungpinang yang menyatakan bahwa

mereka ditunjuk oleh kepala Dinas Dishub untuk menjadi anggota satgas

berdasarkan perintah dari Walikota Tanjungpinang (wawancara 4 Agustus 2016).

Dilihat dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa keterlibatan

pemangku kepentingan dalam proses penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang

berdasarkan perintah dari walikota. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikutnya

setiap pemangku kepentingan tersebut bukan atas inisiatif sendiri dari setiap

instansi.

3. Mendesain proses

Mendesain proses merupakan rancangan kerja yang dilakukan oleh seluruh

pemangku kepentingan yang terlibat, semuanya ikut andil dalam memberikan

pandangan dan masukan tentang bagaimana proses kerja sama akan dijalankan.

Terbentuknya rancangan kerja yang akan dilaksanakan tentunya merupakan hasil

konsensus dari seluruh pemangku kepentingan, tanpa adanya pihak yang

memonopoli setiap keputusan yang dibuat. Hal ini dikarenakan dalam proses

Page 109: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

93

collaborative governance semua pemangku kepentingan memiliki kedudukan

yang sama dalam menyepakati hasil konsensus yang akan dilaksanakan.

Perlunya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam proses

mendesain proses, agar setiap pemangku kepentingan memiliki perasaan penting

terhadap setiap proses agenda yang sudah ditetapkan bersama. Ketika proses

dalam collaborative governance yang didesain tidak mencerminkan kesepakatan

seluruh pemangku kepentingan, maka proses kerja yang sudah ditetapkan tersebut

tidak akan berjalan dengan lancar. Hal ini diakibatkan tidak adanya perasaan

memiliki bersama terhadap proses kerja yang sudah didesain tersebut karena

hanya mengakomodasi keinginan beberapa pihak saja.

Maka dari itu penting untuk diperhatikan, dalam proses mendesain proses

untuk melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam hubungan

collaborative governance agar seluruh pemangku kepentingan tersebut

menghargai proses yang sudah ditetapkan bersama dan mau menjalankannya

dengan sepenuh hati. Bentuk output dari mendesain proses adalah menghasilkan

sebuah Standart Operating Procedure (SOP) dalam pelaksanaan sebuah proses

collaborative governance.

Proses penanganan TKIB oleh Tim Satgas TKIB dan PPD yang berada di

Tanjungpinang menggunakan panduan yang diatur oleh Kementerian Sosial yang

tercantum dalam surat keputusan yang dikeluarkan sejak tahun 2013 tentang

pemulangan pekerja migran bermasalah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

proses penanganan TKIB tersebut tidak terdapat SOP tentang bagaimana proses

penanganan TKIB terjadi di lapangan yang dirancang sendiri oleh tim satgas. Hal

Page 110: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

94

ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Kasi Jaminan Sosial Dinsosnaker, bahwa

SOP pelaksanaan penanganan TKIB ini berdasarkan SOP dari Kementerian Sosial

yang masih bersifat umum, sedangkan SOP pelaksanaan di lapangan secara

langsung belum ada (wawancara Kasi Jamsos, 8 Agustus 2016).

Ketiadaan SOP standar di lapangan yang dibentuk sendiri oleh tim satgas

dan instansi yang terkait mengenai penanganan TKIB di kota Tanjungpinang ini,

jelas ini menunjukan kepada kita bahwa selama ini tim satgas dan PPD serta

instansi yang terkait yang ikut terlibat dalam penanganan TKIB tidak ada inisiatif

untuk berusaha mendesain proses penanganan TKIB di lapangan. Seharusnya hal

ini sudah lama dipikirkan oleh semua pemangku kepentingan karena penanganan

TKIB ini sudah sejak lama dilaksanakan, hal ini demi menciptakan keefektifan

dan efisiensi dalam pelaksanaan tugas.

C. Pertimbangan

Memasuki fase ketiga setelah melalui fase permulaan dalam tahapan

collaborative governance yaitu fase pertimbangan. Fase pertimbangan dimulai

setelah memulai proses dengan kelompok inti dari pemangku kepentingan dan

mereka memberikan komitmen untuk bekerja sama dalam beberapa cara yang

sebelumnya sudah disepakati dengan konsensus bersama. Ada beberapa indikator

yang bisa dilihat dari fase pertimbangan yang akan dipaparkan dibawah ini.

1. Membangun aturan dasar

Membangun aturan dasar merupakan hal pertama yang dilakukan dalam

fase pertimbangan. Aturan dasar merupakan hal yang penting dalam collaborative

governance sebagai landasan awal sebagai legitimasi bagi pemangku kepentingan

Page 111: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

95

dalam menjalankan collaborative governance. Dengan aturan dasar itulah setiap

pemangku kepentingan berpijak dalam menjalankan setiap aktivitas tugasnya,

sehingga dengan adanya aturan dasar tersebut diharapkan setiap pemangku

kepentingan menghormati segala tugas dan proses yang dilakukan dalam

collaborative governance.

Pada proses penanganan TKIB di kota Tanjungpinang, pemangku

kepentingan yang menjadi pemeran inti hanya tim satgas dan PPD yang bertugas

menangani kedatangan dan pemulangan TKIB. Tim satgas merupakan gabungan

pemangku kepentingan dari instansi pemerintah Kota Tanjungpinang yang

disatukan dalam sebuah surat keputusan pemerintah Kota Tanjungpinang. Surat

keputusan yang dikeluarkan oleh kepala Dinsosnaker sebagai ketua satgas

merupakan aturan dasar bagi anggota dalam tim satgas dalam menjalankan

tugasnya. Namun aturan dasar tersebut hanya berlaku bagi tim satgas saja,

sedangkan PPD dan pemangku kepentingan lain yang terlibat dalam penanganan

TKIB tidak terdapat aturan dasar dalam proses kerja sama ini.

Dengan kata lain, PPD melaksanakan tugasnya berdasarkan aturan yang

telah dikeluarkan oleh Kementerian Sosial. Dalam hal ini setiap pemangku

kepentingan hanya menjalankan tugas sesuai dengan aturan yang berasal dari

instansi mereka sendiri tanpa adanya aturan dasar bersama yang dibentuk oleh

sesama pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penanganan TKIB di

Kota Tanjungpinang.

Tidak adanya sebuah aturan dasar bersama bagi seluruh pemangku

kepentingan yang mendasari setiap tugas yang mereka kerjakan, hal ini

Page 112: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

96

berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti di

lapangan. Sebagaimana keterangan dari beberapa instansi, bahwa tim satgas hanya

melakukan pertemuan ketika mereka melakukan evaluasi kegiatan saja, pertemuan

yang berlangsung tidak pernah membahas tentang aturan dasar dalam penanganan

TKIB (wawancara 18 Agustus 2016, Satpol PP dan Imigrasi). Pertemuan yang

dilakukan oleh tim satgas hanya membahas tentang evaluasi kerja yang dilakukan

selama empat kali dalam setahun, selain itu terdapat juga pertemuan yang

dilakukan dalam rangka sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan.

Oleh karena itu perlunya bagi setiap pemangku kepentingan untuk duduk

bersama dan bersinergi dalam menciptakan sebuah aturan dasar dalam

menjalankan proses penanganan TKIB agar koordinasi yang terjadi lebih efektif

dan terjalin hubungan kerja sama yang lebih solid.

2. Musyawarah dan dialog

Musyawarah dan dialog yang terjadi dalam proses collaborative

governance merupakan sebuah bagian dari proses saling belajar bagi setiap

pemangku kepentingan yang tujuannya untuk menciptakan dan menggali banyak

pilihan dalam menjalankan kerja sama tersebut. Ketika musyawarah dan dialog

dilakukan, maka setiap pemangku kepentingan mengeluarkan pendapat dan saling

bertukar pikiran tentang bagaimana menciptakan solusi-solusi baru dalam

mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.

Proses penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang selalu diikuti dengan

berbagai macam masalah-masalah kecil dilapangan, walaupun begitu tetap saja

sebuah masalah kecil yang terjadi berulang-ulang akan mengurangi keefektifan

Page 113: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

97

kinerja dari pemangku kepentingan. Masalah-masalah yang sering terjadi seperti

menumpuknya TKIB dalam jangka waktu dua minggu serta terjadinya

penjemputan TKIB yang bukan berasal dari keluarga korban, menunjukkan tidak

adanya pilihan solusi dari pemangku kepentingan dalam menjalankan tugas.

Tentunya hal ini merupakan penyebab dari tidak adanya musyawarah dan dialog

yang memadai dalam proses kerja sama tersebut.

Jika seluruh pemangku kepentingan menjalankan musyawarah dan dialog

yang memadai, tentunya masalah-masalah yang terjadi tersebut akan dapat diatasi

dengan berbagai pilihan solusi, hal ini dikarenakan dalam musyawarah dan dialog

tersebut terjadinya proses saling belajar dan bertukar pikiran bagi setiap

pemangku kepentingan. Adanya proses saling belajar dan bertukar pikiran

tersebut tentunya akan mengeluarkan pikiran dan solusi-solusi baru dalam

pemecahan sebuah masalah, dan ini memang merupakan tujuan dari adanya

musawarah dan dialog dalam menjalankan collaborative governance.

3. Mencapai kesepakatan kolaboratif

Kesepakatan kolaboratif merupakan sebuah kesepakatan bersama dari

setiap pemangku kepentingan, kesepakatan ini merupakan hasil dari pertemuan-

pertemuan, diskusi, serta musyawarah dan dialog yang sebelumnya sudah

dilakukan oleh pemangku kepentingan dalam collaborative governance, dan sifat

dari kesepakatan ini merupakan hasil konsensus bersama. Kesepakatan kolaboratif

inilah yang nantinya akan dijalankan bersama oleh setiap pemangku kepentingan

dalam kerja sama yang akan dilakukan, yang mungkin berupa berbagai macam

solusi bersama yang telah dibahas sebelumnya, serta bagaimana penanganan yang

Page 114: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

98

dilakukan dalam setiap masalah. Sehingga dengan adanya kesepakatan kolaboratif

ini maka setiap pemangku kepentingan berkerja sesuai dengan kesepakatan yang

telah disetujui bersama tersebut.

Dalam proses penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang oleh tim satgas

dan PPD yang pada umumnya mendominasi dalam proses penanganan TKIB ini,

menjalankan semua proses penanganan TKIB dengan alur dan cara yang begitu-

begitu saja tanpa ada perubahan dalam pelaksanaannya yang sudah dilakukan

selama bertahun-tahun. Semua proses terjadi dengan sendirinya tanpa pernah ada

kesepakatan kolaboratif sebelumnya, dan ini dilakukan atas dasar fungsi dari

masing-masing instansi yang terlibat.

Hal ini terjadi dikarenakan setiap instansi sudah menerima tugas-tugas

yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga tanpa mencapai kesepakatan

kolaboratif diantara mereka, setiap instansi tersebut hanya mengikuti alur proses

yang telah umum dilakukan. Mencapai kessepakatan kolaboratif artinya sebuah

kesepakatan yang dicapai tentang bagaimana kerja sama yang dilakoni itu berjalan

melalui dialog dan musyawarah, sedangkan yang terjadi pada setiap pemangku

kepentingan yang ada pertemuan hanya dilakukan pada saat evaluasi yang

dilaksanakan per triwulan (wawancara 20 September 2016, Koordinator PPD).

Selain itu pertemuan juga dilakukan hanya bersifat sosialisasi yang

dilaksanakan oleh dinsosnaker sebagai ketua satgas. Oleh karena itu sudah

seharusnya dinsosnaker menginisiasi pertemuan untuk seluruh pemangku

kepentingan agar saling berdialog dalam menyelesaikan masalah penanganan

Page 115: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

99

TKIB tersebut. Dengan dialog tersebut diharapkan tercipta cara-cara baru yang

disepakati bersama dalam menangani proses penanganan TKIB ini.

D. Implementasi

Fase terakhir dari proses collaborative governance adalah fase

pelaksanaan. Fase implementasi merupakan tahap dilaksanakannya rencana dari

seluruh hal yang sudah dibahas dan disepakti pada tahap sebelumnya, yaitu pada

fase pertimbangan. Tahap implementasi akan dilaksanakan jika seluruh pemangku

kepentingan telah memutuskan hasil dan strategi yang akan dijalankan, yang

berasal dari fase pertimbangan yang sebelumnya melibatkan dinamika kelompok

antar pemangku kepentingan yang saling bekerja sama.

Untuk melihat bagaimana fase implementasi berjalan dalam sebuah proses

collaborative governance, ada beberapa hal yang dilihat dari fase implementasi

agar collaborative governance dapat berjalan dengan baik.

1. Adanya pembagian tugas

Collaborative governance merupakan kerja sama yang dilakukan oleh

berbagai aktor baik pemerintah maupun swasta dan masyarakat. Tergabungnya

berbagai pemangku kepentingan dalam suatu wadah kerja sama membutuhkan

pembagian kerja yang jelas dalam setiap prosesnya. Adanya pembagian tugas ini

berdasarkan hasil dari kesepakatan pemangku kepentingan dari fase-fase yang

telah dilalui sebelumnya, melalui kesepakatan inilah setiap pemangku kepentingan

bertanggung jawab terhadap tugas yang sudah menjadi domain dari masing-

masing pemangku kepentingan.

Page 116: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

100

Pada fase implementasi ini setiap pemangku kepentigan menjalankan

tugas yang sudah disepakati pembagiannya, sehingga bisa kita lihat pada fase

implementasi ini apakah ada pembagian tugas atau tidak dalam sebuah kerja

sama. Jika terdapat pembagian tugas, maka akan terlihat setiap pemangku

kepentingan memiliki aktivitas masing-masing yang dijalankan dengan sebuah

koordinasi dalam proses mencapai tujuan dari kerja sama tersebut.

Dalam proses penanganan TKIB yang dilakukan oleh tim satgas yang

terdiri dari berbagai instansi di pemerintahan Kota Tanjungpinang dan PPD dari

Kementerian Sosial Republik Indonesia, memiliki tugas masing-masing, selain itu

terdapat pihak penyedian jasa yang berasal dari BUMN dan pihak swasta. Setiap

pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penanganan TKIB ini sudah

memiliki tugas masing-masing yang sudah ditetapkan.

Namun pembagian tugas tersebut bukanlah hasil dari kesepakatan bersama

dari setiap pemangku kepentingan, pembagian tugas tersebut merupakan

pembagian tugas yang ditetapkan oleh pemerintah melalui sebuah surat

keputusan. Surat keputusan yang diterbitkan tersebut merupakan surat keputusan

yang menetapkan siapa saja pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses

penanganan TKIB, didalamnya juga terdapat pembagian tugas dari setiap

pemangku kepentingan yang dinyatakan terlibat tersebut.

Instansi yang tergabung dalam Tim Satgas Lapangan Penanganan TKIB

merupakan instansi yang ditunjuk oleh pemerintah Kota Tanjungpinang, dan tugas

yang diemban berdasarkan tupoksi dari masing-masing instansi dan tidak terlibat

dengan aktivitas lain yang bukan menjadi tupoksi dari instansi tersebut.

Page 117: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

101

Pembagian tugas tersebut diatur dalam surat keputusan yang dikeluarkan oleh

kepala Dinsosnaker yang merupakan ketua satgas di Kota Tanjungpinang, dan

pembagian tugas tersebut bukan berdasarkan kesepakatan bersama dari setiap

pemangku kepentingan yang ada.

Sedangkan Pendamping Pemulangan Debarkasi (PPD) merupakan petugas

yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui surat

keputusan Direktur Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja

Migran, didalamnya terdapat pembagian tugas yang akan dilaksanakan oleh PPD

Kota Tanjungpinang dalam penanganan TKIB.

Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap

pemangku kepentingan sudah memiliki pembagian tugas masing-masing. Namun

pembagian tugas yang ada tersebut bukan merupakan pembagian tugas yang

berdasarkan oleh kesepakatan dari pemangku kepentingan itu sendiri, akan tetapi

pembagian tugas yang ditetapkan oleh pemerintah melalui sebuah surat

keputusan.

2. Mengevaluasi hasil

Evaluasi hasil merupakan sebuah proses penilaian terhadap kegiatan yang

telah dilakukan, tujuan dari evaluasi ini adalah untuk melihat seberapa jauh

kegiatan tersebut berhasil dilaksanakan. Untuk melihat keberhasilan tersebut dapat

melalui analisa terhadap tujuan dari sebuah kegiatan itu dilakukan, semakin dekat

tercapainya tujuan maka dikatakan semakin berhasil sebuah kegiatan itu

dilaksanakan.

Page 118: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

102

Evaluasi hasil biasanya dilakukan pada sesi akhir dari pelaksanaan

kegiatan, dengan melihat hasil dari evaluasi tersebut diharapkan pada setiap

pemangku kepentingan untuk bisa melihat setiap kekurangan dari pelaksanaan

yang sudah berlalu. Selanjutnya, dengan mengetahui kekurangan-kekurangan dari

masing-masing pemangku kepentingan, maka akan timbul suatu pelajaran dan

usaha untuk memperbaiki kekurangan tersebut agar tidak terulang lagi pada

pelaksanaan berikutnya.

Pada proses penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang yang dilakukan

oleh tim satgas dan PPD, evaluasi hasil dilakukan selama empat (4) kali dalam

setahun kerja. Pertemuan untuk membahas evaluasi hasil dikoordinasikan

langsung oleh Dinsosnaker sebagai ketua satgas, yang kemudian mengatur waktu

dan tempat pertemuan. Dalam pertemuan evaluasi hasil tersebut, seluruh anggota

satgas hadir untuk mengikuti pertemuan tersebut setelah mendapat koordinasi dari

dinsosnaker.

Berdasarkan keterangan dari beberapa sumber, pertemuan tersebut

membahas tentang hasil dari kerja tim selama beberapa bulan oleh masing-masing

pemangku kepentingan yang terlibat. Setiap pemangku kepentingan juga

memberikan masukan kepada Disosnaker selaku ketua tim satgas terkait dengan

pelaksanaan penanganan TKIB kedepannya. Namun terkadang masukan yang

disampaikan tersebut tidak terlaksana sebagaimana yang disampaikan, sehingga

hal-hal yang pernah terjadi pada pelaksanaan sebelumnya terkadang terulang lagi

pada proses pelaksanaan berikutnya (wawancara 18 Agustus 2016, anggota Satpol

PP).

Page 119: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

103

Pada proses evaluasi hasil tersebut, ada juga pihak pemangku kepentingan

yang hanya sekedar mengingatkan tentang jadwal-jadwal penting dalam prose

pamulangan, sebagaimana yang dilakukan oleh pihak PT. Pelni, yang

mengingatkan tentang jadwal keberangkatan kapal. Hal ini dilakukan agar tidak

terjadi keterlambatan dalam pengambilan tiket (wawancara 25 Oktober 2016,

Kepala operasional Pelni). Penjelasan diatas dapat menggambarkan bahwa dalam

proses penanganan TKIB kota Tanjungpinang, terdapat proses evaluasi hasil

terhadap tugas yang dijalankan.

Berdasarkan penjelasan dan penjabaran dari fase-fase yang dilalui dalam

proses collaborative governance yang dikemukakan oleh R.S Morse dan J.B

Stephens, secara umum proses yang berjalan belum sepenuhnya menunjukkan

adanya collaboarative governance yang baik. Hal yang paling terlihat dari fase-

fase yang diperhatikan adalah pada fase pertimbangan, pada fase ini terlihat masih

sangat kurangnya peranan dari seluruh pemangku kepentingan.

Sebagian indikator dari setiap fase yang dilalui untuk menentukan

berjalannya proses collaborative ini kebanyakannya hanya bersifat mobilisasi saja

dari pemangku kepentingan selain dari dinsosnaker dan Pendamping Pemulangan

Debarkasi (PPD). Kurangnya peranan seluruh pemangku kepentingan dalam

menyepakati konsensus bersama juga disebabkan oleh sistem kerja yang masih

bersifat komando dari pemerintah yang diatasnya, sehingga setiap pemangku

kepentingan hanya menjalankan apa yang sudah menjadi ketentuan dari

pemerintah atasan.

Page 120: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

104

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis menyimpulkan bahwa

secara pelaksanaannya, implementasi kebijakan Koordinasi Satuan Tugas

Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) Tahun 2015

yang dilakukan oleh Satgas TKIB Kota Tanjungpinang sudah berjalan sesuai

dengan ketentuan kebijakan yang telah ditetapkan dalam SK Kepala Dinas Sosial

dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang Nomor 25 Tahun 2015. Hal ini dapat

dilihat dari terpenuhinya faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi

kebijakan dalam penelitian ini, serta didukung dengan data kedatangan TKIB

yang berjumlah 17.742 berhasil dipulangkan dengan jumlah yang sama

berdasarkan data yang bersumber dari Pendamping Pemulangan Debarkasi Kota

Tanjungpinang. Namun hasil dari implementasi tersebut belum tercapai dengan

maksimal, hal ini dapat dilihat dari sisi ketersedian tempat, salah satu dari tempat

penampungan masih merupakan pinjaman dari pihak swasta.

Selain itu, hal lain yang ditemukan adalah ada sedikit kekurangan pada

penjelasan faktor keempat dari indikator yang ada, yaitu belum adanya SOP

(standard operating procedures) di lapangan dalam proses penanganan TKIB

tersebut. Disisi lain yang terkait dengan faktor kedua pada indikator sumber daya

staf, sumber daya staf yang ada dirasa terlalu banyak sehingga terjadi ketidak

efektifan tugas dan menyebabkan ketidak efesiensi penggunaan anggaran dalam

pembiayaan honorer satgas.

Page 121: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

105

Selanjutnya, secara umum, proses penanganan TKIB oleh tim satgas yang

berjalan belum menunjukkan adanya collaboarative governance yang baik. Hal

yang paling terlihat dari fase-fase yang diperhatikan adalah pada fase

pertimbangan, pada fase ini terlihat masih sangat kurangnya peranan dari seluruh

pemangku kepentingan. Sebagian indikator dari setiap fase yang dilalui untuk

menentukan berjalannya proses collaborative ini kebanyakannya hanya bersifat

mobilisasi saja dari pemangku kepentingan selain dari Dinsosnaker dan

Pendamping Pemulangan Debarkasi (PPD).

Kurangnya peranan seluruh pemangku kepentingan dalam menyepakati

konsensus bersama juga disebabkan oleh sistem kerja yang masih bersifat

komando dari pemerintah yang diatasnya, sehingga setiap pemangku kepentingan

hanya menjalankan apa yang sudah menjadi ketentuan dari pemerintah atasan.

Akibatnya, seluruh pemangku kepentingan tidak bisa begitu saja menciptakan hal-

hal baru yang tidak diatur dalam menyelesaikan masalah penanganan TKIB di

kota Tanjungpinang ini.

Sehingga dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara implementasi dan

collaborative governance dalam proses penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang

pada Tahun 2015 yaitu tidak maksimalnya implementasi kebijakan Koordinasi

Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB)

Tahun 2015 disebabkan karena kurangnya berjalannya collaborative governance

dalam proses pelaksanaan penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang.

Page 122: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

106

B. Saran

Adapun saran yang bisa diberikan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Perlunya inisiatif dari ketua satgas untuk membuat SOP penanganan TKIB

bersama anggota satgas lainnya yang dibuat berdasarkan proses penanganan di

lapangan yang bersifat baku, dan hendaknya jumlah anggota satgas dari

Dinsosnaker dikurangi maksimal 10 orang dari 15 anggota karena ada petugas

Pendamping Pemulangan Debarkasi yang ikut membantu dan anggota instansi

lain yang ada perlu dipertimbangkan lagi agar sesuai dengan kebutuhan di

lapangan.

2. Dalam hal collaborative governance, setiap pemangku kepentingan harus aktif

dalam memberikan ide-ide, dan menjadi kewajiban ketua satgas untuk

menfasilitasi pertemuan yang terjadwal diantara pemangku kepentingan untuk

mencapai konsensus dalam mengatasi masalah yang ada.

Page 123: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

107

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Arif, Mirrian Sjofyan, dkk. 2007. Manajemen Pemerintahan. Universitas

Terbuka. Jakarta.

AS, Enjang. 2009. Komunikasi Konseling. NUANSA. Bandung.

Herdiansyah, Haris.2010. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.

Salemba Humanika. Jakarta.

Moleong, L. J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi revisi. Rosdakarya.

Bandung.

Mukarom, Zaenal, dkk. 2015. Manajemen Pelayanan Publik. Pustaka Setia.

Bandung.

Nugroho, Riant. 2014. Kebijakan Publik, Di Negara-negara Berkembang. Pustaka

Pelajar. Yogyakarta.

Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian. Pustaka Setia. Bandung.

Silalahi, Ulber. 2012. Metode Penelitian Sosial. Refika Aditama. Bandung.

Sumaryadi, I. Nyoman. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom Dan

Pemberdayaan Masyarakat. Citra Utama. Jakarta.

Suyanto, Bagong, dkk. 2008. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif

Pendekatan. Prenada Media Group. Jakarta.

Syafiie, Inu Kencana. 2011. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Refika Aditama.

Bandung.

Torang, syamsir. 2013. Organisasi & Manajemen (Perilaku, Struktur, Budaya &

Perubahan Organisasi). Alfabeta. Bandung.

Wibawa, Samodra. 2014. Good Governance dan Otonomi Daerah. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik; Teori, Proses, dan Studi Kasus. CAPS.

Jakarta.

Jurnal :

Chris Ansell and Alison Gash. 2007. Collaborative Governance in Theory and

Practice. University of California, Berkeley. Vol. 18.

Ely Sufianti, dkk. 2013. Proses Kolaboratif dalam Perencanaan Berbasis

Komunikasi pada Masyarakat Nonkolaboratif. Institut Teknologi Bandung.

Vol. 29

Ricardo S. Morse and Jhon B. Stephens. 2012. Teaching Collaborative

Governance: Phases, Competencies, and Case-Based Learning. The

University of North Carolina. Vol. 18

Internet :

http://www.bnp2tki.go.id

Page 124: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

108

Hasil Penelitian :

Indra Sakti Simbolon. 2015.‖Implementasi Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 45 Tahun 2013 Tentang Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja

Indonesia‖.

Ismardi Danardono Jati Pamungkas, dkk. 2010.―Peran Pemerintah Daerah Di

Wilayah Perbatasan Dalam Melindungi Warga Negara Indonesia Yang

Dideportasi‖.

Sukron Amin, dkk. 2013.‖Upaya Meningkatkan Koordinasi Dalam

Mengembangkan Industri Pariwisata Di Kabupaten Wonosobo‖.

Dokumen :

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 Tahun 2004 Tentang Tim

Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya

dari Malaysia.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2013 Tentang

Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2013 Tentang

Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah dan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah

ke Daerah Asal.

Keputusan Direktur Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja

Migran Nomor 34 Tahun 2015 Tentang Penetapan Pendamping Debarkasi Tahun

2015.

Keputusan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang Nomor 25

Tahun 2015 Tentang Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah dan Keluarganya serta Korban Trafficking Deportasi Negara Malaysia

di Debarkasi Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran

2015.

Page 125: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

109

Page 126: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

110

PEDOMAN WAWANCARA

NAMA :

INSTANSI :

JABATAN :

1. Komunikasi

a. Apakah bapak mengetahui adanya kebijakan tentang pembentukan Satgas

TKIB dalam penanganan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah di Kota

Tanjungpinang ?

b. Apakah bapak mengetahui apa saja tugas yang bapak lakukan dalam menjadi

anggota Satgas TKIB Kota Tanjungpinang ?

c. Apakah dalam menjalankan tugas, bapak selalu mendapatkan informasi yang

berbeda-beda terkait dengan tugas yang harus dilakukan ?

2. Sumber daya

a. Bagaimana kondisi staf anggota Satgas TKIB Kota Tanjungpnang dalam

penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang ?

b. Bagaimanakah bapak mendapatkan informasi dalam menjalankan tugas

sebagai anggota Satgas TKIB Kota Tanjungpinang ?

c. Apakah bapak memiliki kewenangan tertentu dalam menjalankan tugas

penanganan TKIB ?

d. Bagaimana penyediaan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan proses

penanganan TKIB ?

Page 127: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

111

3. Disposisi

a. Bagaimana menurut bapak tentang tugas yang bapak lakukan dalam menjadi

anggota Satgas Kota Tanjungpinang ?

4. Struktur birokrasi

a. Apakah ada perincian tugas yang dilakukan dalam menjadi anggota Satgas

TKIB Kota Tanjungpinang ?

b. Apakah terdapat SOP lapangan dalam proses penanganan TKIB yang dibentuk

sendiri oleh Satgas TKIB Kota Tanjungpinang ?

Page 128: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

112

PEDOMAN WAWANCARA

NAMA :

INSTANSI :

JABATAN :

1. Penilaian

a. Apakah collaborative governance diperlukan oleh Satgas TKIB dalam

penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang ?

b. Siapa saja pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses collaborative

governance ?

c. Siapa pemangku kepentingan yang menjadi pemeran kunci dalam

collaborative governance ?

2. Permulaan

a. Bagaimana ketersediaan sumber daya dalam pelaksanaan collaborative

governance pada proses penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang ?

b. Bagaimana melibatkan setiap pemangku kepentingan yang tergabung dalam

Tim Satgas TKIB untuk ikut serta dalam proses collaborative governance ?

c. Apakah terdapat SOP lapangan yang disepakati oleh seluruh pemangku

kepentingan dalam menjalankan proses collaborative governance ?

3. Pertimbangan

a. Apakah terdapat aturan dasar yang dibentuk bersama dalam menjalankan

proses collaborative governance terhadap penanganan TKIB ?

Page 129: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

113

b. Apakah terdapat musyawarah dan dialog yang dilakukan oleh seluruh

pemangku kepentingan dalam proses collaborative governance ?

c. Apakah terdapat kesepakatan kolaboratif antar seluruh pemangku kepentingan

tentang penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang ?

4. Implementasi

a. Apakah terdapat pembagian tugas antar pemangku kepentingan dalam proses

penanganan TKIB ?

b. Apakah terdapat proses valuasi hasil yang dilakukan oleh seluruh pemangku

kepentingan terhadap hasil dari penanganan TKIB di Kota Tanjungpinang ?

Page 130: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

114

Page 131: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

115

Page 132: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

116

Page 133: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

117

Page 134: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

118

Page 135: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

119

Page 136: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

120

Page 137: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

121

Page 138: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

122

Lampiran Dokumentasi

Page 139: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

123

Page 140: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

124

Page 141: IMPLEMENTASI KOORDINASI SATUAN TUGAS …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · allah akan mencintaimu, dan zuhud-lah terhadap apa yang ada di tangan

125

RIWAYAT PENULIS

Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Alm. Zahar

dan Ibu Nurbaya, yang dilahirkan di Kota Tanjungpinang pada

tanggal 15 Maret 1993. Pendidikan formal ditempuh di SD

Negeri 015 Batam (1999-2006), kemudian melanjutkan

pendidikan di SLTP Negeri 13 Batam (2006-2009), dan setelah itu menempuh

pendidikan SMA Negeri 9 Batam (2009-2012) pada jurusan Ilmu Pendidikan

Sosial. Pada tahun 2012 Penulis diterima di Universitas Maritim Raja Ali Haji

(UMRAH) pada Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga ikut serta dalam organisasi

Lembaga Dakwah Fakultas Forum Studi Islam Robbul Izzah dan ditunjuk sebagai

sekretaris pada kepengurusan Tahun 2015/2016. Penulis pernah mengikuti

kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) di Desa Penarah, Kecamatan Belat,

Kabupaten Karimun selama dua (2) bulan.

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan

mendapatkan gelar sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH),

penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Implementasi

Koordinasi Satuan Tugas Lapangan Penanganan Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah (TKIB) Tahun 2015 (Studi Kasus di Debarkasi Kota

Tanjungpinang)”.