ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan...

27
Zuhud dalam pemikiran Hasan Al- Bashry dan Fazlur Rahman Mahmud Gobel 1/1/2008

Transcript of ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan...

Page 1: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

Zuhud dalam

pemikiran Hasan Al-

Bashry dan Fazlur

Rahman

Mahmud Gobel

1/1/2008

Page 2: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

2 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

PENDAHULUAN

Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

Tasawuf merupakan bagian dari segi pengamalan ibadah dalam Islam, ia merupakan aplikasi dari rukun Ihsan yang bermakna adanya keyakinan akan hubungan langsung seorang manusia dengan Tuhan-nya (hablun min Allah). Dalam tradisi tasawuf klasik, manusia yang ingin berjumpa dengan Tuhan maka ia harus melakukan pengembaraan spiritual yang panjang dengan senantiasa menghilangkan kecintaan terhadap gemerlapnya dunia, yang konon sebagai hijab yang bisa menghalangi bertemunya manusia dengan Tuhan. Dalam tradisi tasawuf sikap ini yang kemudian dikenal sebagai zuhud.

Dalam Islam, zuhud mempunyai pengertian khusus. Zuhud bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi. Akan tetapi ia adalah hikmah pemahaman yang membuat para penganutnya mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, di mana mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan kalbu mereka, serta tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya. (Abu al-Wafa’ al Ghanimi al-Taftazani. 1985:54).

Di samping itu zuhud mempunyai makna, hendaklah seseorang menajuhkan diri dari hawa nafsunya. Dengan kata lain hendaklah dia membebaskan dirinya secara penuh dari segala hal yang menghalangi kebebasannya.

Dengan demikian zuhud dalam Islam adalah suatu metoda kehidupan yang berusaha mengurangi nikmat kelezatan hidup, dan berpaling dari keterpesonaan terhadap kelezatan itu. Sehingga dengan begitu terealisasilah kebebasan manusia, yang tercermin dalam keterhindarannya dari hawa nafsunya, dengan berdasar kehendaknya sendiri sekalipun ketika itu dia sebenarnya bisa saja memenuhi hawa nafsunya, misalnya, namun keimanannya kepada Allah, pahala-Nya dan azab-Nya di akhirat, menghalanginya untuk berbuat seperti itu.

A. Latar Belakang Pemikiran

Page 3: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

3 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

Demikian halnya dengan konsepsi tokoh sentral dalam penelitian ini yaitu Hasan Al-bashry dan Fazlur Rahman tentang zuhud. Mereka memiliki konsepsi yang berbeda dalam memandang dan menghadapi dunia serta kemewahannya.

Zuhud dalam pandangan Hasan Al-Bashry adalah dunia merupakan tempat kerja bagi orang yang disertai perasaan tidak senang dan tidak butuh kepadanya, dan dunia merasa bahagia bersamanya atau dalam menyertainya. Barang siapa menyertainya dengan perasaan ingin memilikinya, dan mencintainya, dia akan dibuat menderita oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal yang tidak tertanggungkan oleh kesabarannya. (‘Abd al-Wahhab al-Sya’rani. tt: 72).

Demikianlah zuhud dalam pandangan Hasan Al-Bashry, akan tetapi di sisi lain terdapat suatu kondisi yang sangat menarik bahwa zuhud merupakan sikap yang dapat diartikan sebagai moralitas atau akhlak Islam, yaitu suatu moral yang harus dimiliki oleh umat Islam dalam memandang dan menghadapi gemerlapnya materi. Yaitu kondisi diri yang tidak tertarik dengan dunia dan berusaha untuk menjauhinya.

Dari paradigma di atas, pertanyaan yang paling mendasar adalah apa sesungguhnya yang melatarbelakangi pemikiran Hasan Al-Bashry, hingga ia berusaha hati-hati dan menjauhi kehidupan dunia? Secara sosiologis ternyata apa yang dilakukan oleh Hasan Al-Bashry tidak lain adalah sebagai gerakan protes sosial atas kondisi sosio-historis dan sosio-kultural pada masanya, yaitu terjadinya ketimpangan-ketimpangan sosial dalam sendi kehidupan masyarakat dan sistem pemerintahan.

Sementara pada abad XIX dan XX yang dikenal dengan zaman modern, situasi dan keadaan berbeda dengan kehidupan pada masa sebelumnya. Kalau pada masa sebelumnya dunia dipandang sebagai kehidupan yang hina dan harus dijauhi, maka pada masa kini dunia bukan merupakan suatu yang hina, akan tetapi menjadi sarana untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt.

Fazlur Rahman (1338 H./1919 M.) seorang ulama yang hidup di penghujung abad XX misalnya, memiliki konsepsi tentang zuhud, bahwa dunia merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Ia sangat menolak adanya pandangan yang negatif dan menjauhkan diri dari dunia. Baginya dunia merupakan ladang untuk beraktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan semangat spiritualitas keagamaan. Konsepsi inilah yang kemudian dikenal dengan Neo-Sufisme.

Berdasarkan paradigma pemikiran di atas, terdapat perbedaan corak pemikiran yang sangat signifikan antara konsep zuhud Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman, maka penulis terdorong untuk mengangkat permasalahan ini sebagai objek kajian. Penelitian ini berusaha mencari akar permasalahan yang melatarbelakangi corak pemikiran kedua tokoh ini, melakukan studi komparasi dan mecari benang merah sebagai titik persinggungan antara

Page 4: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

4 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

konsep zuhud keduanya. Penulis berasumsi bahwa ada perbedaan sekaligus persamaan konsep zuhud antara keduanya, karena munculnya perbedaan corak pemikiran tersebut dikarenakan adanya perbedaan latar belakang dan setting sosiohistoris dan sosiokultural keduanya.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, pokok masalah yang hendak dibahas adalah: 1. Bagaimana konsep zuhud menurut Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman? 2. Bagaimana perbedaan dan persamaan pandangan keduanya tentang zuhud serta apa faktor yang mempengaruhi persamaan dan perbedaan tersebut?

3. Apakah ada relevansi konsep zuhud dengan kehidupan kekinian? Sekalipun banyak tokoh sufi klasik dan sufi modern yang memberikan

pandangannya tentang zuhud, akan tetapi dalam penelitian ini hanya dibatasi pada pandangan Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman.

B. Rumusan Masalah

Page 5: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

5 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

BIOGRAFI HASAN AL-BASHRY

DAN FAZLUR RAHMAN

Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

1. Latar Belakang Internal

a. Keluarga

Hasan Al-Bashry lahir di Madinah tahun 21 H (641 M) dan meninggal pada tahun 110 H (728 M). Nama lengkapnya adalah Abu Said al-Hasan bin abu Hasan. Ayahnya bernama Yasar keturunan Persi beragama Nasrani sementara ibunya bernama Khairah. Bagi kedua orang tua ini lahirnya Hasan Al-Bashry telah memberikan berkah bagi keduanya, sebab dengan kelahiran Hasan Al-Bashry telah mengangkat status keduanya dari hamba sahaya menjadi merdeka. Hasan Al-Bashry besar dalam lingkungan yang saleh mendalam pengetahuan agamanya. Dia menerima hadits dari sebagian sahabat dan menyatakan bahwa kepada Ali ibn Abi Thalib ra, diperlihatkan sebagian ilmu pengetahuan, maka diapun begitu terpesona melihat pengetahuan itu. (Abu al-Wafa’ al Ghanimi al-Taftazani. 1985:72).

Dalam perjalanan hidupnya, tanpa diketahui secara pasti motifnya dia dan keluarganya pindah ke Bashrah. Di kota ini ia merasa sangat prihatin melihat kondisi gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu imbas dari kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu, maka ia membuka pusat pengajian dan pengkajian Islam. Gerakan itulah yang menjadikan Hasan Al-Bashry kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi Bashrah. Di antara ajarannya yang terpenting adalah zuhud (al-zuhud). Dia dikenal sebagai pendiri madrasah zuhud di kota Bashrah.

A. Hasan Al-Bashry

Page 6: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

6 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

b. Aktivitas Sosial Politik Munculnya pemikiran zuhud dan gerakan zuhud disebabkan oleh

beberapa pergolakan politik umat Islam ketika itu. Pada mulanya zuhud bermotifkan keagamaan semata, kemudian kemasukan beberapa unsur luar. Gerakan ini semakin berkembang pada masa pemerintahan Bani Umayyah termasuk pendukungnya ialah ulama’ ahli hadits Hasan Al-Bashry. (Amin Syukur. 1997:65).

Ketika pemerintahan Muawiyah berkuasa (661-680) segalanya berubah, hal ini disebabkan oleh putra dan pewaris takhta Mu’awiyah, Yazid (680-683) adalah seorang yang suka minum minuman keras. Keadaan seperti inilah yang mendorong para pegiat agama di antaranya Hasan Al-Bashry untuk menarik diri dari masyarakat yang semakin rusak dan mencapai keruntuhan. Banyak orang pernah mengenal nabi terpaksa mengambil sikap ini, jalan tunggal yang masih terbuka bagi mereka, pada masa akhir mereka karena ngeri melihat kebejatan moral para penguasa dinasty. Karena yakin bahwa mereka benar, maka mereka tak takut mencela terang-terangan dan mengancam bahwa hukuman dari Tuhan akan segera menimpa. (A.J. Arberry. 1985:36).

Berbeda dengan pemerintahan pada masa Umar bin Abdul Aziz (717-7200), para ulama memegang peranan penting dalam pemerintahan. Hal ini karena Umar bin Abdul Aziz selaku Khalifah saat itu menjadikan para ulama sebagai partner kerjanya dalam kepemerintahan. Ulama tersebut di antaranya Hasan Al-Bashry (ahli hadits dan fikih) dan Sulaiman bin Umar. Umar bin Abdul Aziz berdialog dan meminta fatwa dari mereka tentang berbagai kebijakannya, mengajak mereka agar mengajar rakyat tentang hukum syari’ah, setia mengikuti perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia kemudian menerapkan hukum syari’ah secara serius dan sistematis. Dialah khalifah pertama dari Dinasti Umayyah yang melakukan hal ini. (Hafizh Dasuki. 1993:123).

Peranan Hasan Al-Bashry dalam sosial politik terutama dengan penguasa (Umar bin Abdul Aziz) terjalin dengan baik. Hal ini dapat dilihat melalui surat beliau yang ditujukan kepada Umar bin Abdul Aziz, di antaranya isi surat tersebut adalah sebagai berikut:

Hati-hatilah terhadap dunia yang menipu dan menggiurkan ini. Ia akan membunuh pemiliknya dengan angan-angannya, dan membunuh lawan bicaranya. Ia bagaikan pengantin wanita yang menjadi perhatian semua pihak, semua pandangan tertuju padanya, dan semua asyik kepadanya, padahal hakekatnya adalah pembunuh suaminya. Yang kekal dengan yang sirna tak boleh disamakan, yang akhirnya tak boleh dipandang sama dengan yang awal. Berpalinglah dari pada dunia, dan tinggalkanlah dia, karena di dalamnya sedikit yang menarik dan dapat dijadikan teman. (Al-Sayid Mahmud Abu al-Faid Fi al-Hasani. tt:84).

Page 7: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

7 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

2. Latar Belakang Eksternal (Setting Sosial Politik dan kultural)

Ditinjau dari sosiohistoris dan sosiokultural, kota Bashrah dalam perkembangannya banyak mendapat pengaruh imperialisme peradaban-peradaban besar, seperti Romawi, Yunani dan Persia. Hal ini ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan semakin meningkat dengan munculnya filsafat dan kalam dalam Islam, sebagai akibat kontak budaya dan pengetahuan dengan peradaban Yunani. Sementara dalam bidang ekonomi pertumbuhannya semakin meningkat, menyebabkan umat Islam cenderung hidup bebas (hedonis) materialis, cinta akan kehidupan dan kemegahan serta cenderung konsumtif.

Dengan melihat gaya hidup yang profan dan bergelimang harta yang menjadi tabiat umat Islam terutama para pembesar negeri dan hartawan serta sikap hidup yang sekular dan glamour dari keluarga penguasa ketika itu, mendorong Hasan Al-Bashry untuk melakukan gerakan zuhud. Protes tersamar ini ia lakukan dengan gaya hidup murni etis, pendalaman kehidupan spiritual dengan motivasi etikal. Bahkan Ia pernah mengeluarkan fatwa yang sangat keras : “Jika Allah menghendaki seseorang itu baik, maka dia mematikan keluarganya sehingga dia dapat leluasa dalam beribadah.” (Abd. Al-Hakim Hasan. 1954:38).

Rabbah ibn ‘Amru al-Qaisy pernah meriwayatkan bahwa dia pernah berkata: “seseorang tidak akan sampai ke tingkat siddīq, sehingga ia meningalkan istrinya bagaikan janda, dan anak-anaknya bagaikan anak yatim, dan bertempat tinggal di kandang anjing”. (Amin Syukur. 1997:66). Ucapan ini terkesan ekstrim namun merupakan gambaran bahwa seseorang yang hidup asketis harus meninggalkan mereka dan tidak terpengaruh oleh materi yang mengitarinya seperti istri, anak, dan tempat tinggal. Hanya satu yang dipikirkan dan diinginkan ialah bertemu dan ma’rifat kepada Allah SWT.

Setting sosial politik dan kultural inilah yang melahirkan gagasan zuhud Hasan Al-Bashry yang berusaha hawa nafsunya untuk tidak terpengaruh oleh gemerlapnya kemewahan dunia. Tampaknya gagasan zuhud ini hanya melahirkan kesalehan individual belaka.

1. Latar Belakang Internal

1. Keluarga

Fazlur Rahman dilahirkan pada tahun 1338 H/1919 M., disebuah daerah yang kini terletak di barat laut Pakistan. Daerah tersebut sangat dikenal

B. Fazlur Rahman

Page 8: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

8 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

sebagai gudang intelektual muslim sebut saja Syah Waliyullah, Amīr ‘Alī dan Muhammad Iqbal. Dengan budaya intelektual lingkungannya yang demikian, tidak heran jika Fazlur Rahman tumbuh menjadi sosok cendekiawan yang mempunyai pemikiran radikal dan liberal dalam pembaruan Islam, ditambah dia hidup dalam lingkungan keluarga Sunni bermazhab Hanafī, salah satu mazhab dalam hukum Islam (fiqh) yang lebih rasional daripada mazhab Fiqh yang lain. (Taufiq Adnan Amal. 1989:79).

b. Aktivitas Sosial Politik

Fazlur Rahman menyelesaikan pendidikannya di Universitas Punjab Program Bahasa Arab pada tahun 1942 dengan gelar M.A. dan gelar Ph.D. diraihnya pada tahun 1951 di Oxford University sejak itu pula aktivitas sosial politiknya ia mulai dengan mengamalkan ilmunya selang beberapa tahun di Durham University, Inggris, kemudian di Institute of Islamic Studies, McGill University, Kanada, dengan jabatan Associate Professor of Philosophy. (Taufiq Adnan Amal. 1987:13).

Setelah sekian tahun mengabdikan ilmunya di negeri orang, maka pada tahun 1380 H./1960 M dia kembali ke negerinya. Sejak sekembalinya itu dia diberi jabatan sebagai staf senior pada Institute of Islamic Research, yaitu suatu lembaga yang bertugas menafsirkan Islam dan term-term rasional dan ilmiah guna memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang progresif. (Amin Syukur. 1997:122-123).

Karirnya di lembaga tersebut semakin meningkat, di tahun berikutnya tepatnya pada tahun 1382 H./1962 M. ia dipromosikan menjadi direktur lembaga tersebut. Dua tahun berikutnya yaitu pada tahun 1384 H./1964 M. diangkat sebagai anggota Advisory Council of Islamic Ideology Pemerintahan Pakistan, lembaga yang bertugas meninjau seluruh hukum positif untuk diselaraskan dengan al-Quran dan Sunnah, dan memberi rekomendasi kepada pemerintah pusat tentang bagaimana menjadi seorang Muslim yang lebih baik. (Taufiq Adnan Amal. 1987:14).

Sejak saat itulah ia mulai menampilkan pemikiran pembaruan dalam Islam. Majalah Islamic Studies, milik Lembaga Research Islam Pakistan ia jadikan sebagai sarana publikasi ide pemikirannya secara efektif (John L. Esposito (ed.). 1986:227). Namun misinya tersebut mendapat tantangan berat dari kelompok tradisionalis Pakistan, yang sebagian besar adalah para Ulama dan Mullah. Apalagi dengan diterbitkannya karya monumentalnya Islam, ketegangan tersebut semakin memanas. Dia kemudian didemonstrasi dan dikecam secara pedas di berbagai media massa yang berafiliasi dengan kelompok fundamentalis dan konservatif, karena dalam beberapa hal ide-ide pembaruannya banyak dianggap asing oleh mereka. Bahkan mereka telah menvonisnya sebagai orang yang munkir al-Quran, sebagaimana yang dilansir oleh Jurnal al-Bayyināt. Akhirnya Rahman mengundurkan diri dari jabatan direktur lembaga tersebut pada tanggal 5 September 1968 setelah

Page 9: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

9 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

mendapat persetujuan presiden Ayyub Khan. Ia juga meletakkan keanggotaannya pada Dewan Penasihat Ideologi Islam di tahun berikutnya (Taufiq Adnan Amal. 1987:15).

Dengan semakin gencarnya diskriminasi intelektual yang ia terima dan untuk menghindari kebekuan intelektual, maka ia hijrah ke Chicago, dan sejak tahun 1390 H./1970 M. ia menjadi guru besar Kajian Islam dalam berbagai aspeknya pada Department of Near Eastern Language and

Civilization, University of Chicago. Di negeri inilah Fazlur Rahman mencapai puncak prestasi inteketualnya karena kebebasan berfikir yang mendukung. Dia selain memberikan kuliah dan studi-studi keislaman, juga aktif dalam kegiatan penelitian, dan seminar-seminar. Karena pola pemikiran pembaruannya berbeda dengan pola pembaruan para pembaharu sebelumnya, maka ia dijuluki sebagai Neomodernis.

Kerja Rahman belum selesai, namun Allah SWT. menghendaki lain, dia dipanggil-Nya pada tanggal 26 Juli 1988 dengan jabatan terakhir sebagai guru besar pemikiran Islam di Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Walaupun secara fisik dia telah wafat, namun ide-idenya masih hidup di tengah-tengah masyarakat Muslim, dan selalu dikaji melalui karya-karyanya yang ditinggalkan, seperti, Islam; Islam and Modernity; Transformation of an

Intellectual Tradition; Islamic Methodology in History; Major Themes of the

Qur’ān; Prophecy in Islam; Health and Medicine in the Islamic Tradition, dan lain-lain (Amin Syukur. 1997: 124).

2. Latar Belakang Eksternal (Setting Sosial Politik dan Kultural)

Sebelum sampai pada pembahasan kondisi sosial politik dan kultural lahirnya gagasan zuhud yang kemudian dikenal dengan Neo-Sufisme Fazlur Rahman, maka perlu diketahui dulu adalah masalah bagaimana awal munculnya zuhud dalam kehidupan masyarakat Islam. Menurut Fazlur Rahman Spiritualisme dalam Islam telah ada sejak Nabi Muhammad saw. Sebelumnya spiritualisme tersebut sebatas ibadah individual, namun dalam perkembangan selanjutnya, penanaman sikap tunduk dan patuh terhadap hukum Tuhan tersebut yang berpangkal dari rasa takut kepada-Nya, lambat laun menjadi tahapan khusus penyucian diri dan introspeksi motif moral, hal inilah yang menjadi dasar berdirinya zuhud pada abad I sampai dengan II H./7 sampai dengan 8 M (Amin Syukur. 1997: 124).

Gerakan tersebut mendapat dukungan kuat dari kondisi sosial, ekonomi dan keimanan masyarakat, khususnya pada pemerintahan Dinasti Umayyah, maka ada sekelompok masyarakat berupaya meningkatkan kesalehan secara individual. Dengan demikian gerakan ini adalah murni etis dengan pendalaman motif etik, seperti Hasan Al-Bashry.

Selain kondisi sosio-ekonomi di atas, eksklusivisme politik masyarakat juga telah mendorong lahirnya gerakan tersebut. Di mana fenomena eksklusivisme politik tersebut menjadikan umat Islam terhempas dari

Page 10: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

10 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

percaturan politik dan kenegaraan serta urusan umat secara keseluruhan, bahkan sampai anjuran untuk melakukan kontemplasi ke gua.

Menurut Fazlur Rahman, selama dua abad pertama, sufisme baru merupakan sebatas fenomena individual, tetapi dengan berkembangnya disiplin formal hukum Islam dan teologi, maka gerakan yang semulanya sebatas praktek individual, berkembang dan melembaga dengan daya tarik tersendiri, yaitu diadakannya halaqah atau kelompok kajian untuk membahas masalah keagamaan dan mengadakan latihan kerohanian yang “mengesampingkan” urusan dunia. Dan gerakan ini bertambah intensif setelah mengadakan kontak dengan luar Islam (Fazlur Rahman. 1984:190-191).

Akhirnya banyak praktek sufisme yang menurut pandangan mereka berdasarkan hadits Nabi, tetapi menolak secara ekstrim terhadap dunia. Praktek seperti ini bagi Fazlur Rahman adalah keluar dari koridor ajaran Islam:

“Apa yang dapat disebut duniawi, yang menekankan implementasi aktual dari cita moral secara realistik dalam suatu konteks sosial, termasuk yang utama dari semangat al-Quran. Tetapi hadits-hadits sufi pun bila dilepaskan dari bumbu-bumbunya yang penuh hayalan dan berlebih-lebihan, juga akan mencerminkan kehidupan Nabi saw. dan ajaran al-Quran dalam menekankan kesucian hati dan kehidupan batin.” (Fazlur Rahman. 1984:193). Memahami pola hidup sufisme di atas, tampaknya tidak murni etik,

tetapi lebih sebagai bentuk ketidakberdayaan menghadapi proses lajunya zaman, maka beralihlah mencari kepuasan spiritual dengan mengisolasi dari proses sosial, memilih hidup kontemplasi dan introversi yang dalam perkembangannya menghasilkan doktrin-doktrin yang beku.

Fazlur Rahman sangat tidak setuju pola kehidupan yang demikian, karena pola yang dipraktekkan oleh para sufi tersebut jauh dari ajaran al-Quran, sebab pesan dasar al-Quran adalah bagaimana manusia mampu mengimplementasikan dan mengaktualisasikan citra spiritualisme dan moralnya secara realistik dalam praksis sosial (Fazlur Rahman. 1984:166). Tampaknya Fazlur Rahman mengharapkan agar masyarakat tidak hanya meningkatkan kesalehan individual saja, akan tetapi mampu mengembangkan kesalehan sosial.

Page 11: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

11 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

ZUHUD DALAM PANDANGAN HASAN AL-BASHRY

DAN FAZLUR RAHMAN

MahmudMahmudMahmudMahmud GobelGobelGobelGobel

Sebagaimana pada pembahasanan sebelumnya bahwa munculnya gerakan zuhud, merupakan embrio awal dari lahirnya sufisme dalam Islam. Gerakan ini mulai mucul secara intensif pada pemerintahan Dinasti Umayyah. Ketika itu kekerasan dan penindasan politik yang dilakukan oleh para penguasa, dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terlalu berlebihan sehingga melahirkan bermacam aksi dan protes sosial, politik. Salah satu reaksi protes terhadap ketidakadilan sosial dan morosotnya moral kepemerintahan pada waktu itu adalah gerakan sufi yang berusaha menangkap kedalaman spiritual Islam. Islam dalam hal ini bukanlah Islam yang sudah dikebiri menjadi sejumlah aturan-aturan hukum dan doktrin-doktrin teologi yang kering, dan juga bukan Islam yang telah berubah menjadi sistem politik yang memberikan legalitas bagi elitisme, nepotisme dan eksploitasi.

Dalam pandangan Nicholas, zuhud merupakan bentuk tasawuf yang paling dini, ia memberi atribut pada para asketis dengan gelar “para sufi angkatan pertama” (abad-abad pertama dan kedua Hijriyah). Selanjutnya (sampai abad ketiga) mulai tampak perbedaan jelas antara zuhud (Abu al-Wafa’ al Ghanimi al-Taftazani. 1985:77). Jadi sebelum lahirnya tasawuf sebagai disiplin ilmu, zuhud merupakan permulaan tasawuf, namun setelah itu zuhud menjadi salah satu maqomat dari tasawuf.

Awalnya pengertian zuhud itu hanya sekedar hidup sederhana, namun pemaknaan tersebut kemudian bergeser dan berkembang ke arah yang lebih keras dan ekstrim. Pengertian yang ekstrim tentang zuhud datang pertama kali dari Hasan Al-Bashry yang mengatakan, “perlakukanlah dunia ini sebagai

A. Zuhud dalam Pandangan Hasan Al-Bashry

Page 12: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

12 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

jembatan sekedar untuk dilalui dan sama sekali jangan membangun apa-apa di atasnya” (Rivay Siregar. 1999:117). Dan menurut A.J. Arberry, Hasan Al-Bashry mengatakan, “beware of this world with all wariness, for it is like to snake, smooth to the touch, but is venom is deadly. Beware of this world for

its hopes are lies, its expectation false” (A.J. Arberry. 1950:33). Waspadalah terhadap dunia ini, ia seperti ular yang lembut sentuhannya, dan mematikan bisanya, berpalinglah dari pesonanya sedikit terpesona anda akan terjerat olehnya. Waspadalah terhadapnya, pesonanya lancang. Bahkan menurut al-Junaid, zuhud itu adalah, tidak punya apa-apa dan tidak memiliki siapa saja.

Abdul Al-Hakim Hasan meriwayatkan bahwa Hasan Al-Bashry pernah mengatakan : “Aku pernah menjumpai suatu kaum yang lebih zuhud terhadap barang yang halal dari pada yang haram”. Dari apa yang disampaikan secara otomatis ia membagi zuhud pada dua tingkatan, yaitu zuhud terhadap barang yang haram, ini adalah tingkatan zuhud yang elementer, sedangkan yang lebih tinggi adalah zuhud terhadap barang-barang yang halal, suatu tingkatan zuhud yang lebih tinggi dari pada yang sebelumnya. Dan Hasan Al-Bashry telah mencapai tingkatan yang kedua, sebagaimana diekspresikan dalam bentuk sedikit makan, tidak terikat oleh makanan dan minuman, bahkan dia pernah mengatakan, seandainya menemukan alat yang dapat dipakai untuk mencegah makan pasti akan dilakukan, katanya: “aku senang makan sekali dapat kenyang selamanya, sebagaimana semen yang tahan dalam air selama-lamanya” (Abd. Al-Hakim Hasan. 1954:38).

Hasan Al-Bashry terkenal berpengetahuan mendalam, terkenal pula keasketisan dan kerendahanhatinya. Al-Thusi dalam kitabnya, al-Luma’, meriwayatkan, suatu ketika dikatakan pada Hasan Al-Bashry: “Engkau adalah orang yang paling etika! Hal apakah yang paling bermanfaat, baik untuk masa singkat atau lama?” Jawabannya: “mendalami agama! Sebab itu arah kalbu orang-orang yang menuntut ilmu, sikap asketis dalam hal duniawi, memperdekat pada Tuhan semata, dan mengerti apa yang dianugerahkan Allah kepadamu. Di dalamnya terkandung kesempurnaan iman”.

Di antara pernyataannya yang terkenal adalah: “seorang faqih adalah yang asketis dalam hal duniawi, yang tahu terhadap dosanya, dan yang selalu beribadah kepada Allah.” Pendapatnya tentang zuhud: “dunia adalah tempat kerja bagi orang yang disertai perasaan tidak senang dan tidak butuh kepadanya, dan dunia merasa bahagia bersamanya atau dalam menyertainya. Barang siapa menyertainya dengan perasaan ingin memilikinya, dan mencintainya, dia akan dibuat menderita oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal yang tidak tertanggungkan oleh kesabarannya.” (Abu al-Wafa’ al Ghanimi al-Taftazani. 1985:72).

Hasan Al-Bashry dalam melakukan zuhud hatinya selalu diliputi rasa ketakutan dan kekhawatiran jangan sampai apa yang dia lakukan tidak mendapatkan perhatian dari Allah swt. Sikap mental ini yang kemudian dikenal dengan khauf dan raja’.

Page 13: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

13 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

Khauf menurut Hasan Al-Bashry adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah. Khauf dalam hal ini bermakna takut karena kurang sempurna pengabdiannya, takut dan khawatir kalau-kalau Allah tidak senang padanya. Oleh karena adanya perasaan seperti itu, maka ia selalu berusaha agar sikap dan laku perbuatannya tidak menyimpang dari yang dikehendaki Allah.

Khauf merupakan aspek yang tidak terpisah dari zuhud. Karena khauf tersebut merupakan tipe kezuhudan Hasan Al-Bashry. Khauf senantiasa meliputi perasaan Hasan Al-Bashry, bila ia duduk seperti tawanan perang yang menjalani sangsi dipukul pundaknya, dan jika disebutkan kepadanya tentang neraka, sepertinya neraka itu diciptakan untuknya.

Perasaan al-Khauf (takut) baginya merupakan sebuah “hal” (kondisi) dari beberapa ilmu. Perasaan khauf ini menjadi salah satu maqam (tingkatan) pemberian Allah bagi seorang yang ‘Arif Billah.

Allah Swt berfirman, Artinya: “dan barang siapa yang takut saat menghadap Tuhannya, dia

akan memperoleh dua surga.” (Q.S. ar-Rahman : 46) Dalam hal ini, Hasan Al-Bashry mengaitkan khauf sebagai al-Hal dalam

salah satu maqam untuk mencapai “keyakinan” (al-Yaqin). Allah swt berfirman, Artinya: “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu

keyakinan” (Q.S. al-Hijr: 99)

Untuk mencapai keyakinan ini, harus ditempuh melalui perasaan takut kepada Allah swt. yaitu dengan mengembangkan sikap mental yang dapat merangsang seseorang melakukan hal-hal yang baik dan mendorongnya untuk menjauhi perbuatan maksiat. Perasaan khauf timbul karena pengenalan dan kecintaan kepada Allah sudah mendalam sehingga ia merasa khawatir kalau-kalau Allah melupakannya atau takut kepada siksa Allah.

Sementara Raja’ berarti suatu sikap mental optimisme dalam memperoleh karunia dan nikmat Ilahi yang disediakan bagi hamba-hambanya yang saleh. Menurut Hasan Al-Bashry setelah perasaan khauf tertanam dalam hati, maka harus dibarengi dengan pengharapan (raja’). Oleh karena Allah Maha Pengampun, Pengasih dan Penyayang, maka seorang hamba yang taat merasa optimis akan memperoleh limpahan karunia Ilahi. Jiwanya penuh pengharapan akan mendapat ampunan, merasa lapang dada, penuh gairah menanti rahmat dan kasih sayang Allah, karena merasa hal itu akan terjadi. Perasaan optimis akan memberi semangat dan gairah melakukan mujahadah

Page 14: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

14 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

demi terwujudnya apa yang diidam-idamkan itu, karena Allah adalah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dari pemaparan di atas, jelaslah konsep zuhud Hasan Al-Bashry berupaya untuk selalu meninggalkan dan memalingkan diri dari hal-hal yang menghalanginya untuk mengabdi kepada Tuhannya dan senantiasa dibarengi dengan sikap mental rasa takut (khauf) dan optimisme (raja’) kepada Allah. Zuhud terhadap dunia dan mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sesuai dengan pemaknaan zuhud, yaitu ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya.

Sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya bahwa kehidupan zuhud

merupakan awal kehidupan tasawuf yang merupakan reaksi atau protes moral spiritual atas kondisi pada waktu itu (Fazlur Rahman. 1979:132-133), yang kemudian membawa sikap isolasi para sufi terhadap dunia, dan sikap sinisme politik yang menimbulkan pesimisme. Fazlur Rahman sangat tidak sepakat dengan pemaknaan zuhud yang demikian, baginya pesimisme dan isolasionisme seperti itu bertentangan dengan ajaran al-Quran, sebab yang utama dalam al-Quran adalah imlpementasi aktual dari citra moral secara realistik dalam suatu konteks sosial (Fazlur Rahman. 1984:163-164).

Konsep zuhud Fazlur Rahman terlihat pada penolakannya terhadap sikap isolasi terhadap dunia dan menjauh dari kehidupan masyarakat. Menurutnya antara individu dan masyarakat tidak bisa dipisahkan, tidak ada individu tanpa masyarakat dan sebaliknya. Tujuan utama al-Quran ialah tegaknya sebuah tatanan sosial yang bermoral, adil dan dapat bertahan di muka bumi. Konsep takwa hanya memiliki arti dalam sebuah konteks sosial (Fazlur Rahman. 1983:54). Pemikiran ini adalah sikap penentangan terhadap hidup eksklusif yang banyak dilakukan para sufi. Kesucian seseorang bukan karena keterasingan dari dunia dan proses sosial, tetapi berada dalam gerakan menciptakan sejarah.

Disamping itu Fazlur Rahman tidak sepakat atas pengalaman ektase para penganut tasawuf falsafi seperti yang pernah dialami oleh Abu Yazid al-Busthami, Ibn Arabi, al-Hallaj dan sebagainya. Menurutnya mereka telah melakukan “penambahan” dalam agama. Karena ektase (fana’ diri) yang dijalaninya telah menyebabkan pengisolasian diri yang dianggap sebagai the ultimate goal atau perjalanan manusia menuju Khaliknya. Penolakan Rahman tersebut berdasarkann pada perilaku Rasulullah. Menurutnya, seandainya ekstase diri para sufi itu dianggap sebagai religious experience (pengalaman

B. Zuhud dalam Pandangan Fazlur Rahman

Page 15: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

15 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

agama), maka Rasulullah pun mengalaminya. Tetapi pengalaman zuhud bukan sebagai titik akhir apalagi mengisolasikan diri dari kehidupan duniawi, melainkan tampil dalam bentuk social movement atau gerakan sosial. Sebab kesucian seseorang bukan karena keterasingannya dari dunia dan proses sosial, namun harus berada di dalamnya dalam bentuk gerakan menciptakan sejarah. Konteks sosial-historis kemanusiaan, memberikan tanggapan kritis dan pemikiran alternatif untuk keberadaannya khususnya menghadapi masa depan. Selain itu dikaitkannya dengan berbagai bidang keislaman seperti teologi, fiqh, politik, dan doktrin-doktrin ortodok Islam secara kontekstual-sosiologis.

Pada dasarnya gerakan zuhud Fazlur Rahman adalah sebuah gerakan moral yang menandaskan, betapa pentingnya usaha-usaha interiorisasi, pendalaman dan penyucian terhadap motif moral dan memperjuangkan kepada umat manusia mengenai tanggung jawab yang maha berat yang dibebankan dalam hidup ini ke atas pundak manusia. Inilah yang sebetulnya model gerakan yang didukung oleh al-Quran dan al-Hadits Nabi saw.

Dari konsep zuhud tersebut di atas, Fazlur Rahman mencoba menampilkan pemaknaan yang lain, yaitu zuhud yang cenderung menimbulkan aktivisme dan menanamkan kembali sikap positif terhadap dunia. Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan Neo-Sufisme.

Menurut Rahman Neo–sufisme adalah jenis zuhud atau zuhud yang telah diperbaharui, di mana ciri dan kandungan asketik klasik (benci terhadap dunia) serta metafisisnya (pengalaman ektase) sudah dihilangkan dan diganti dengan kandungan dari dalil-dalil ortodoksi Islam (Fazlur Rahman. 1979:193-4 dan 205-6). Menurutnya lagi bahwa metode zuhud baru ini menekankan dan memperbaharui faktor moral asli dan kontrol diri yang puritan dalam tasawuf dan menyisihkan ciri-ciri ekstrimis (berlebihan) dalam tasawuf populer yang dipandang unortodox sufism (menyimpang). Dengan demikian, pusat perhatian Neo–Sufisme adalah upaya rekonstruksi sosial-moral kaum muslimin. Atau secara epistimologis konsep zuhud yang berdasarkan pada tiga prisip dasar yaitu (1) mengacu pada normativitas al-Quran dan al-Sunnah, (2) menjadikan Nabi dan para salaf al-shalihin sebagai panutan dalam aplikasinya dan (3) berprinsip pada sikap tawazun dalam Islam (penghayatan keagamaan batini yang menghendaki hidup aktif dan terlibat dalam praksis soaial).

Prinsip inilah yang membedakan dengan konsep zuhud Hasan Al-Bashry yang lebih menekankan kesalehan individual dari pada kesalehan struktural (sosial). Sebagai konsekuensinya, Rahman menunjukkan keseluruhan karakteristik Neo–Sufisme tidak lain adalah puritanis dan aktivis.

Maka dengan demikian Neo-Sufisme Fazlur Rahman dengan kerangka pemikiran back to Qur’an and Sunnah yang begitu kuat, akan melahirkan alternatif kehidupan sufistik di masa sekarang sesuai dengan tantangan zaman yang semakin berkembang.

Page 16: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

16 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

Hasil pemikiran seseorang senantiasa dipengaruhi oleh latar belakang sosio-kultural begitu pula pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman. Kedua tokoh ini hidup pada abad dan tempat yang berbeda, Hasan Al-Bashry hidup pada abad klasik yaitu pada abad III Hijriyah di kota Bashrah, di mana pada masa itu terjadi kericuhan dalam system sosial politik dan morosotnya moral para penguasa Dinasti Umayyah sementara Fazlur Rahman hidup di abad XIX dan XX di Pakistan dimana pada masa itu adalah masa yang penuh dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta system perekonomian yang semakin maju. Kondisi ini menggambarkan keadaan di mana sangat dibutuhkannya seorang ulama yang dapat melakukan protes sosial terhadap system sosial-politik yang ada, menumbuhkan semangat keagamaan, menguraikan gejolak jiwa terhadap masalah-masalah keduniaan, membangkitkan keyakinan terhadap akhirat, cinta Allah dan menjadikan kehidupan duniawi sebagai bagian untuk menggapai kehidupan bahagia yang lebih kekal.

1. Perbedaan Konsep Zuhud Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman

Hasan Al-Bashry menyadari akan arti pentingnya hidup menurut ajaran Islam, bahwa dunia ini tidak kekal dan penuh tipuan. Apalagi dihadapkan pada realitas sosial yang kurang mencerminkan nilai-nilai keislaman di masanya, di mana pada waktu itu terjadi krisis moralitas terutama di kalangan penguasa. Oleh karena itu beliau memilih jalan kezuhudan dalam rangka melaksanakan ajaran agamanya dan menyelamatkan diri dari praktek-praktek atau sesuatu yang kurang mendukung atau menghalangi untuk berkomunikasi dengan Tuhan.

Sementara Fazlur Rahman Fazlur Rahman memiliki konsepsi bahwa dunia merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Ia sangat menolak adanya pandangan yang negatif dan menjauhkan diri dari dunia. Baginya dunia merupakan ladang untuk beraktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan semangat spiritualitas keagamaan.

Tampaknya profil zuhud Hasan al-Bashry ditinjau dari aspek pengamalan ibadah lebih mementingkan kesalehan individual karena ia berusaha melakukan kontemplasi dan memisahkan diri dari kehidupan masyarakat. Sementara profil zuhud Fazlur Rahman tidak semata-mata berakhir pada kesalehan individual melainkan berupaya untuk membangun kesalehan sosial bagi masyarakat di sekitarnya. Konsep zuhud ini tidak hanya bermaksud

C. Analisa Komparasi Zuhud Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman

Page 17: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

17 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

memburu sorga bagi diri sendiri dalam keterasingan, melainkan justru membangun sorga untuk orang banyak dalam kehidupan sosial. Makna yang dapat diperoleh dari pemahaman ini adalah alternatif pengembangan tasawuf untuk menghayati keberadaan Tuhan menuju pada pengamalan perintah-Nya dalam pola tasawuf sosial.

2. Persamaan Konsep Zuhud Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman

Ditinjau dari aspek gerakan moral dan protes, maka sesungguhnya konsep zuhud Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman memiliki tujuan yang sama. Hal ini dapat dilihat pada sikap Hasan Al-Bashry yang tidak sekedar lari dari ralitas sosial yang dihadapi dengan menyendiri beribadah, tetapi beliau juga gencar melakukan kritikan dan perbaikan sendi-sendi kehidupan masyarakat, terutama ditujukan terhadap penguasa yang zalim serta system kehidupan masyarakat yang lebih cinta dengan kemegahan dunia untuk kembali menjalankan Islam sebagaimana mestinya. Demikian adanya dengan Fazlur Rahman, ia gencar melakukan perbaikan moral masyarakat lewat konsep-konsep pemikiranya bahwa dunia bukanlah tujuan utama, akan tetapi bagaimana dunia dapat dijadikan sebagai batu loncatan menuju kesalehan spiritual sekaligus sebagai sarana untuk berbagi kasih, menjalin interaksi dan hubungan serta kepekaan sosial dengan masyarakat. 3. Anomali (Permasalahan) Munculnya Konsep Zuhud Hasan Al-

Bashry dan Fazlur Rahman

Dari kedua konsep ini, apa sesungguhnya yang melatar-belakangi pemikiran keduanya? Dari hasil penelitian ditemukan bahwa akar permasalahan munculnya ekspresi zuhud dan perjalanan spiritual Hasan Al-Bashry, nampaknya dimotivasi oleh tiga faktor, faktor inilah yang kemudian memberikan gambaran tentang tipe gerakannya yang muncul.

Pertama, adalah karena corak kehidupan yang profan dan hidup kepelesiran yang diperagakan oleh umat Islam terutama para pembesar negeri dan para hartawan.

Kedua, timbulnya sikap apatis sebagai reaksi maksimal kepada radikalisme kaum Khawarij dan polarisasi politik pada masa itu, menyebabkan Hasan Al-Bashry terpaksa mengambil sikap menjauhi kehidupan masyarakat ramai menyepi dan sekaligus menghindarkan diri dari keterlibatan langsung dalam pertentangan politik, untuk mempertahankan kesalehan dan ketenangan rohaniah. Apabila diukur dari kriteria sosiologi, nampaknya gerakan Hasan Al-Bashry ini dapat dikategorikan sebagai gerakan “sempalan”, satu gerakan yang sengaja mengambil sikap ‘uzlah yang cenderung eksklusif dan kritis terhadap penguasa. Dalam pandangan ini, kecenderungan memilih kehidupan rohaniah mistis, sepertinya merupakan pelarian, atau mencari konpensasi untuk menang dalam perjuangan duniawi. Ketika di dunia yang penuh tipu daya ini sudah kering dari siraman cinta

Page 18: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

18 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

sesama, Hasan Al-Bashry mencoba membangun dunia baru, realitas baru yang terbebas dari kekejaman dan keserakahan, dunia spiritual yang penuh dengan salju cinta.

Faktor ketiga, nampaknya adalah karena corak kodifikasi hukum Islam dan perumusan ilmu kalam yang rasional sehingga kurang bermotivasi etikal yang menyebabkan kehilangan moralitasnya, menjadi semacam wahana tiada isi atau semacam bentuk tanpa jiwa. Formalitas paham keagamaan dirasakan semakin kering dan menyesakkan ruhuddin yang menyebabkan terputusnya komunikasi langsung suasana keakraban personal antara hamba dan penciptanya. Kondisi hukum dan teologi yang kering tanpa jiwa itu, karena dominannya posisi moral dalam agama, Hasan Al-Bashry tergugah untuk mencurahkan perhatian terhadap moralitas (Rivay Siregar. 1999: 37-39).

Sementara konsep zuhud Fazlur Rahman dilatarbelakangi oleh beberapa anomali atau problemeatika yang dipraktekkan oleh para sufi terutama puncaknya pada abad III H. Anomali tersebut adalah:

Pertama, anomali teologis yang berhubungan dengan pengalaman ekstasik-fana’ dan ucapan-ucapan syatahat yang ganjil serta banyak ditandai oleh pemikiran-pemikiran spekulatif-metafisis, al-misal Hulul, wahdat al-wujud, ittihad dan sebagainya.

Kedua, anomali non-formalistik yang berhubungan dengan dasar praktek-aplikatif tasawuf yang tidak bersandar pada normativitas al-Quran dan al-Sunnah.

Ketiga, anomali holistika, yang berhubungan dengan aspek aksiologis (implementasi) tasawuf dimana para sufisme lebih memilih sikap isolasi dari kehidupan dengan melakukan kontemplasi dan uzlah dan tidak mau aktif dalam praksis kemasyarakatan.

Agama Islam diturunkan menjadi rahmatan li al-alamin, diturunkan

dalam konteks zamannya guna memecahkan persoalan kemasyarakatan ketika itu. Konteks dan background perjuangan Rasulullah saw. dalam konteks Arab Quraisy saat itu. Dalam konteks kekinian harus dipahami dalam konteks yang tepat, yaitu pemahaman yang mondar-mandir, memasukkan konteks kekinian ke masa diturunkannya al-Quran dan kembali lagi ke masa kini. Pemahaman ini akan menjamin aktualisasi dan kemampuan Islam menjawab tantangan zaman sepanjang sejarah.

Setelah problem keumatan berkembang, maka sebagai tuntutan kultural

D. Peranan Zuhud dalam Konteks Kekinian

Page 19: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

19 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

dan historis, muncullah mazhab dalam berbagai bidang, seperti fiqih, ilmu kalam, politik, dan tasawuf, yang selanjutnya menampilkan diri sebagai disiplin ilmu keislaman.

Tasawuf sebagai salah satu disiplin ilmu keislaman tidak bisa keluar dari kerangka itu. Rumusan ajaran tasawuf klasik khususnya menyangkut konsep zuhud sebagai maqam yang diartikan sebagai sikap menjauhi dunia dan isolasi terhadap keramaian duniawi, karena semata-mata ingin bertemu dan makrifat kepada Allah swt., sebagaimana yang dirumuskan oleh Hasan Al-Bashry. Di sisi lain hal tersebut bias diberi makna bahwa konteks saat itu menghendaki demikian, yakni sebagai reaksi terhadap sistem sosial, politik, dan ekonomi. Sementara rumusan zuhud dalam tasawuf modern diformulasi sebagai Sebuah model tasawuf yang secara epistimologis berdasarkan acuan normatif al-Quran dan al-Sunnah, menjadikan Nabi dan para salaf al-shalihin sebagai panutan dalam aplikasinya yang tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan proses spiritualisasi ketuhanannya dengan mengeliminir unsur mistik-metafisik dan asketik dalam tasawuf serta unsur-unsur heterodoks asing lainnya, dan digantikan dengan doktrin-doktrin yang bernuansa salaf yang quranik-normatif namun tidak elitis-esklusif. Doktrin ini dimaksudkan untuk menjadikan tasawuf mampu berperan dalam konteks sosial kemasyarakatan. Hal ini dilakukan karena berbagai anomali atau problem (teologis, normatif dan sosiologis) yang berkembang di tubuh tasawuf kala itu, harus diperbaharui agar supaya tasawuf sebagai bagian dari keislaman dapat memberikan kontribusi positif-konstruktif terhadap kehidupan masyarakat muslim dalam berbagai bidang kehidupannya.

Selanjutnya bagaimana zuhud sebagai upaya pembentukan moral terhadap dunia di masa modern seperti ini. Untuk mengungkap hal ini, maka perlu diperhatikan bagaimana sesungguhnya prototype masyarakat modern itu.

Masyarakat modern ialah masyarakat yang cenderung menjadi sekuler. Hubungan antara anggota masyarakat tidak lagi atas dasar atau prinsip tradisi atau persaudaraan, tetapi pada prinsip-prinsip fungsional pragmatis. Masyarakatnya merasa bebas dan lepas dari kontrol agama dan pandangan dunia metafisis, meletakkan hidup manusia dalam konteks kenyataan sejarah, dan penisbian nilai-nilai.

Masyarakat modern yang mempunyai ciri tersebut, ternyata menyimpan problem hidup yang sulit dicarikan solusinya. Rasionalisme, sekularisme, dan lain sebagainya ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketenteraman hidupnya, akan tetapi sebaliknya, menimbulkan kegelisahan hidup ini.

Hossein Nasr menyatakan bahwa akibat masyarakat modern yang memiliki ciri tersebut di atas, maka ia berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri, bergerak menjauhi pusat, sementara pemahaman agama yang berdasarkan wahyu mereka tinggalkan dan hidup dalam keadaan sekuler (Komarudin Hidayat. dalam M. Dawam Rahadjo (ed.) .1985:184).

Page 20: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

20 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang dikatakan the post-industrial society telah kehilangan visi ilahi. Kehilangan visi Keilahian ini bisa mengakibatkan timbulnya gejala psikologis, yakni adanya kehampaan

spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat rasionalisme sejak abad 18 kini dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital yang hanya bisa digali dari sumber wahyu ilahi. Akibat dari itu maka tidak heran kalau akhir-akhir ini banyak dijumpai orang stress, resah, bingung, gelisah, gundah gulana dan setumpuk penyakit kejiwaan, akibat tidak mempunyai pegangan dalam hidup ini. Mau ke mana, akan ke mama dan untuk apa hidup ini? Dan daripada itu timbul dekadensi moral.

Apabila masyarakat modern ini menempatkan diri pada proporsinya, dan ingin menghilangkan problema psikologis dan etik, maka harus back to agama melalui tasawuf (Komarudin Hidayat. dalam M. Dawam Rahadjo (ed.) .1985:205).

Intisari tasawuf ialah kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung antara manusia dengan Tuhannya, sebagai perwujudan ihsan, yang diartikan sebagai “ibadah kepada Allah SWT seakan-akan melihat-Nya, apabila tidak mampu demikian, maka harus disadari bahwa Dia melihat diri kita”. Ihsan di sini menunjukkan arti penghayatan seseorang terhadap agamanya.

Dalam kaitannya dengan problema masyarakat modern, maka secara praktis tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual, ia mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya. Tasawuf dapat memberi jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka akibat pendewaan mereka terhadap selain Tuhan, seperti materi dan sebagainya.

Memang diakui bahwa manusia dalam kehidupannya selalu berkompetensi dengan hawa nafsu yang selalu ingin menguasainya. Agar posisi seseorang dapat terbalik, yakni hawa nafsunya dikuasai oleh akal yang telah mendapatkan bimbingan wahyu, dalam dunia tasawuf diajarkan berbagai terapi, seperti riyādah (latihan) dan Mujāhadah (bersungguh-sungguh) dalam melawan hawa nafsu tadi (Amin Syukur. 1997:181). Dengan jalan ini diharapkan seseorang mendapatkan jalan yang diridhai Allah Swt.

Kehidupan modern seperti sekarang ini sering menampilkan sifat-sifat yang kurang dan tidak terpuji, terutama dalam menghadapi materi yang gemerlap ini. Antara lain sifat at-tama’, sifat loba dan sifat al-Hirs, yaitu sifat keinginan yang berlebih-lebihan terhadap materi.

Dalam tasawuf terdapat prisip-prinsip positif yang mampu menumbuhkan masa depan masyarakat, antara lian hendaknya selalu mengadakan introspeksi, berwawasan hidup moderat, tidak terjerat oleh nafsu rendah, sehingga lupa pada diri dan Tuhannya.

Dalam menempuh jenjang kesempurnaan rohani, dikenal tahapan takhalli, tahalli dan tajalli. Dalam takhalli terdapat ciri moralitas Islam, yakni

Page 21: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

21 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela, baik secara vertical maupun horizontal, misalnya tama’, hirs, takabur, hasad dan sebagainya. Tahalli merupakan pengungkapan secara progresip nilai moral yang terdapat dalam Islam, misalnya zuhud, yang oleh sebagian ulama sufi sebagai awal kehidupan tasawuf.

Zuhud sebagai sikap sederhana dalam kehidupan berdasarkan motif agama, akan bisa menanggulangi sifat-sifat tercela. Imam Hambal menyebutkan ada tiga tahap zuhud:

Pertama, zuhud dalam arti meninggalkan yang haram, ini adalah zuhud orang awam; Kedua, zuhud dalam arti meninggalkan hal-hal yang berlebih-lebihan dalam perkara yang halal, ini zuhudnya orang khawas (istimewa); dan Ketiga, zuhud dalam arti meninggalkan apa saja yang memalingkan diri dari Allah Swt., ini adalah zuhudnya orang ‘arif (orang yang mengenal Tuhan) (Ibn Qayyim al-Jauziyah. tt:12). Berpegang kepada definisi ini, peneliti dapat menjabarkan beberapa nilai

derivatif darinya yang kondusif untuk mengatasi dekadensi moral yang berkaitan dengan sikap kefoya-foyaan masyarakat dewasa ini. Meninggalkan hal-hal yang haram menuntut orang mencari kekayaan serta tulus lewat kerja keras. Dan profesional. Meninggalkan suap, manipulasi, korupsi, menindas yang lain, dan sebagainya.

Meninggalkan hal-hal yang berlebihan, walaupun halal, menunjukkan sikap hemat, hidup sederhana, dan menghindari berlebih-lebihan, kemewahan atau pemilikan harta yang lebih bernilai sebagai promotor status dari pada sebagai harta kekayaan produktif. Zuhud melahirkan sikap menahan diri memanfaatkan harta untuk kepentingan produktif. Zuhud mendorong untuk mengubah harta bukan saja aset ilahiyah yang mempunyai nilai ekonomis, tetapi juga sebagai aset sosial dan mempunyai tanggung jawab pengawasan aktif terhadap pemanfaatan harta dalam masyarakat.

Dengan demikian zuhud dapat dijadikan benteng untuk membangun diri dari dalam diri sendiri, terutama dalam menghadapi gemerlapnya materi. Dengan zuhud akan tampil sifat positif lainnya, seperti qana’ah (menerima apa yang telah ada/dimiliki) tawakkal (pasrah kepada Allah Swt.), wara’ yaitu menjaga diri agar jangan sampai makan barang yang meragukan (syubhat), sabar, yakni tabah menerima keadan dirinya baik keadaan itu menyenangkan, menyusahkan dan sebagainya, syukur, yakni menerima nikmat dengan hati lapang, dan mempergunakan sesuai dengan fungsi dan proporsinya.

Yang perlu diketahui bahwa sifat-sifat itu merupakan bekal menghadapi kenyataan hidup ini bukan menjadikan seseorang pasif, seperti tidak mau berusaha mencari nafkah, ekslusif dan menarik diri dari keramaian dunia, tetapi sebaliknya, sebab seorang muslim hidup di dunia ini membawa amanah, yakni membawa fungsi kekhalifahan, yang berarti sebagai “pengganti” Tuhan, pengelola, pemakmur, dan yang meramaikan dunia ini.

Page 22: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

22 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

Sifat-sifat tersebut merupakan sikap batin dalam menyikapi keadaan masing-masing individu. Setiap manusia diwajibkan berikhtiar untuk menjadikan dirinya lebih baik dari keadaan sekarang.

Setelah seseorang telah mampu menguasai dirinya, dapat menanamkan sifat-sifat terpuji dalam jiwanya, maka sudah barang tentu hatinya menjadi jernih, ketenangan dan ketenteraman memancar dari hatinya. Inilah hasil yang dicapai seseorang dalam tasawuf yang disebut dengan tajallī, yaitu sampai pada nūr Ilāhī dalam hatinya (Amin Syukur. 1997:183). Dalam keadaan yang demikian ini, seseorang bisa membedakan mana yang baik dan yang tidak baik, mana yang batil dan mana yang haq.

Tajallī sebagai kristalisasi nilai-nilai religi moral dalam diri manusia yang berarti melembaganya nilai-nilai Ilahiyah yang selanjutnya akan merefleksikan dalam setiap gerak dan aktivitasnya. Pada tingkatan ini seseorang telah mencapai tingkat kesempurnaan (“insan kāmil”). Dia dapat merealisasikan segala kemungkinan yang dapat dicapai oleh makhluk manusia yang membawa potensi keilahian (Amin Syukur. 1997:183).

Capaian terakhir ini merupakan puncak kebahagiaan seorang sufi. Orang seperti ini akan mencapai tuma’n īnah al-qalb, ketenangan hati yang merupakan pangkal kebahagiaan seseorang, baik bahagia di dunia maupun di akhirat. Orang yang demikian ini hidupnya penuh dengan optimisme (raja’), tidak mungkin tergoda oleh situasi dan kondisi yang melingkupinya, bisa menguasai diri dan menyesuaikan diri di tengah-tengah deru modernisasi dan industrialisasi.

Oleh karena itu kalau kehidupan manusia tidak menginginkan adanya ketimpangan sosial yang menitikberatkan pada kepuasan materialitas dan mengabaikan nilai-nilai spiritual, maka zuhud harus menjadi gerakan moralitas, yang pada akhirnya dapat mengantarkan manusia menuju kebaikan dan kebenaran, sehingga tidak terjadi lagi adanya krisis moral dan krisis kepercayaan seperti yang terjadi pada masa sekarang ini. Dalam pengertian ini zuhud harus dipandang sebagai mentalitas yang dapat membantu mengatasi masalah-masalah sosial.

Page 23: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

23 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

PENUTUP

Mahmud GobelMahmud GobelMahmud GobelMahmud Gobel

Sebagai penutup dari penelitian ini, penulis akan memberikan beberapa hal penting yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini. Untuk dapat melihat hasil pendeskripsian dan penelaahan secara lebih tegas dan khusus, berikut akan dipaparkan kesimpulan yang mengacu kepada kerangka permasalahan yang telah dinyatakan pada bab pertama. Sedangkan untuk mempertimbangkan kegunaan penelitian, beberapa saran akan dikemukakan setelahnya.

Hasil pemikiran seseorang senantiasa dipengaruhi oleh latar belakang sosio-kultural begitu pula pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman. Kedua tokoh ini hidup pada abad dan tempat yang berbeda. Dari perbedaan kondisi ini, maka melahirkan konsepsi terhadap askatisme yang berbeda pula.

Hasan Al-Bashry menyadari akan arti pentingnya hidup menurut ajaran Islam, bahwa dunia ini tidak kekal dan penuh tipuan. Apalagi dihadapkan pada realitas sosial yang kurang mencerminkan nilai-nilai keislaman di masanya, di mana pada waktu itu terjadi krisis moralitas terutama di kalangan penguasa. Oleh karena itu beliau memilih jalan kezuhudan dalam rangka melaksanakan ajaran agamanya dan menyelamatkan diri dari praktek-praktek atau sesuatu yang kurang mendukung atau menghalangi untuk berkomunikasi dengan Tuhan.

Konsep ini berupaya untuk selalu meninggalkan dan memalingkan diri dari hal-hal yang menghalanginya untuk mengabdi kepada Tuhannya dan senantiasa dibarengi dengan sikap mental rasa takut (khauf) dan optimisme (raja’) kepada Allah. Zuhud terhadap dunia dan mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini sesuai dengan pemaknaan asketisme, yaitu ragaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Baginya dunia adalah rumah amal. Barangsiapa yang menggelutinya atas

A. Simpulan

Page 24: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

24 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

dasar iman kepada Allah maka keuntungan yang akan dia, namun bila atas dasar senang dan cinta kepadanya, akan celaka dengannya, dan Allah akan menghanyutkan baginya, kemudian dunia menyerahkan kepada sesuatu yang tak mampu bersabar dan menanggung siksa.

Sementara Fazlur Rahman Fazlur Rahman memiliki konsepsi bahwa dunia merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Ia sangat menolak adanya pandangan yang negatif dan menjauhkan diri dari dunia. Baginya dunia merupakan ladang untuk beraktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan semangat spiritualitas keagamaan.

Tampaknya profil asketisme Hasan al-Bashry ditinjau dari aspek pengamalan ibadah lebih mementingkan kesalehan individual karena ia berusaha melakukan kontemplasi dan memisahkan diri dari kehidupan masyarakat. Sementara profil asketisme Fazlur Rahman tidak semata-mata berakhir pada kesalehan individual melainkan berupaya untuk membangun kesalehan sosial bagi masyarakat di sekitarnya. Konsep asketisme ini tidak hanya bermaksud memburu sorga bagi diri sendiri dalam keterasingan, melainkan justru membangun sorga untuk orang banyak dalam kehidupan sosial. Makna yang dapat diperoleh dari pemahaman ini adalah alternatif pengembangan tasawuf untuk menghayati keberadaan Tuhan menuju pada pengamalan perintah-Nya dalam pola tasawuf sosial.

Memperhatikan setting sosial munculnya gagasan asketisme Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman, maka peneliti dapat menari benang merah antara konsep asketisme Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman sebagai titik persinggungan antara keduanya. Di mana jika ditinjau dari aspek gerakan moral dan protes, maka sesungguhnya konsep asketisme Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman memiliki tujuan yang sama. Hal ini dapat dilihat pada sikap Hasan Al-Bashry yang tidak sekedar lari dari ralitas sosial yang dihadapi dengan menyendiri beribadah, tetapi beliau juga gencar melakukan kritikan dan perbaikan sendi-sendi kehidupan masyarakat, terutama ditujukan terhadap penguasa yang zalim serta system kehidupan masyarakat yang lebih cinta dengan kemegahan dunia untuk kembali menjalankan Islam sebagaimana mestinya. Demikian adanya dengan Fazlur Rahman, ia gencar melakukan perbaikan moral masyarakat lewat konsep-konsep pemikiranya bahwa dunia bukanlah tujuan utama, akan tetapi bagaimana dunia dapat dijadikan sebagai batu loncatan menuju kesalehan spiritual sekaligus sebagai sarana untuk berbagi kasih, menjalin interaksi dan hubungan serta kepekaan sosial dengan masyarakat.

Disamping itu mereka juga sama-sama menempatkan para Nabi dan sahabat-sahabatnya sebagaio tipe ideal, yang tidak tergiur dengan dunia, mau berkorban demi orang lain meskipun dirinya sendiri mengalami kesulitan.

Dalam mengaktualisasikan asketisme dalam konteks kekinian, maka unsur utama yang harus diperhatikan adalah sifat kehidupan manusia yang senantiasa berubah. Artinya, konteks kehidupan tasawuf di abad lalu berbeda

Page 25: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

25 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

dengan konteks kekinian. Karena masyarakat manusia adalah realitas yang senantiasa berubah dan mencair, oleh karena itu perubahan masakini harus disikapi dengan pola yang baru pula. Tasawuf yang dipraktekkan masakini harus dengan memperhatikan bahwa masalah kemanusiaan dalam kehidupan sosial merupakan bagian dari kerberagamaan para sufi. Tujuan yang dapat dicapai tetap sama yaitu ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan intuitif tetap kemudian dilebarkan bukan hanya untuk individu melainkan juga untuk dan dalam bentuk kesalehan sosial. Jika ini mampu diaktulisasikan di tengah-tengah kesibukan dunia modern, maka akan lahir zahid-zahid baru, Ia adalah seorang mukmin, namun sekaligus seorang profesionalis, wiraswasta, birokrat, teknolog, atau bahkan seorang bankir. Atas dasar persepsi bahwa zahid tidak berbeda dengan sufi, maka ia dapat melakukan riadah (latihan ruhani) dalam konteks kesibukannya sebagai orang modern. Kelebihan dari sosok praktek ini adalah masing-masing individu mencapai peningkatan spiritual sehingga memperoleh ketenangan hidup, kedamaian dan kebahagiaan di sisi Allah SWT, tidak perlu stres karena sikap zahidnya akan senantiasa membentuk qalbunya untuk tidak terikat dengan dunia, tidak perlu lupa diri menumpuk kekayaan karena sadar bahwa tujuan utamanya adalah memperoleh pengalaman fana’ dan baqa’ di sisi-Nya. Sisi lain bahwa pola pengalaman keberadaan Tuhan yang terkait dengan mengalami pelaksanaan perintah-Nya dalam kehidupan sosial ini akan membangkitkan semangat sufinya untuk membangun dunia di sekitarnya. Sufi jenis ini mungkin sekali seorang jutawan, namun kenyatannya itu tidak menjerat hatinya untuk tetap berupaya mencari kedekatan dengan Alah SWT yang sebenarnya menjadi tujuan dirinya.

Dengan mempertimbangkan pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman sebagaimana di atas, maka ada beberapa hal yang dapat disarankan antara lain: 1. Dalam memahami pemikiran atau pandangan tokoh, tentu harus

dipahami berbagai hal yang melatarbelakanginya, baik internal maupun eksternal, sehingga memperoleh gambaran yang utuh, atas suatu pemikiran. Demikian pula dengan tokoh sentral dalam penelitian ini, sebelum memberikan sikap terhadap pemikiran keduanya, terlebih dahulu haruslah dipahami keseluruhan bangunan pemikiran, tidak apriori terlebih dahulu terhadapnya, karena ternyata dalam hal asketisme keduanya justru

B. Saran

Page 26: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

26 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

hendak memberikan kontribusi yang konstruktif untuk pembangunan Islam khususnya untuk masa depan.

2. Perlu kiranya mengadakan penelitian lebih lanjut terhadap pemikiran tasawuf kedua tokoh ini khususnya ketika pemikiran tersebut disosialisasikan dalam konteks pragmatis-aplikatif, termasuk dilingkungan masyarakat muslim Indonesia.

3. Dengan memahami pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman secara empati dan holistik, perlu diterapkan dalam konteks pemahaman Islam khususnya dalam menggairahkan dan mendinamisir wacanan dan praktek tasawuf, sehingga tasawuf yang hidup di Indonesia mampu memberikan kontribusi yang lebih kongkrit terhadap pembangunan masyarakat, agama bangsa dan negara.

4. Kepada siapa saja, khususnya yang mempunyai konsen terhadap khazanah tasawuf untuk menelaah secara kritis, simpati dan empati sehingga kekurangan dan kelemahan dari penulisan ini dapat disempurnakan. Karena bagaimanapun juga penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itulah kritik dan saran yang konstruktif amat sangat penulis harapkan. Semoga Allah memberikan berkah dan manfaat.

Adnan Amal, Taufiq. 1987. Neomodernisme Islam Fazlur Rahman, Bandung: Mizan Adnan Amal, Taufiq. 1989. Islam dan Tantangan Modernitas: Studi Atas Pemikiran

Hukum Fazlur Rahman, Bandung: Mizan. Afifi, Abu al-Ala. 1963. al-Tasawuf al-Tsaurah al-Ruhiyyah fii al-Islam, Iskandariyah:

Daar al_ma’arif Amstrong, Amatullah. 1996. Kunci Memasuki Dunia Tasawuf. Bandung: Mizan. Arberry, A..J.. 1950. Sufism, London; George Allen. Arberry, A..J.. 1985. Pasang Surut Aliran Tasawuf. Bandung: Mizan. As, Asmaraman. 1994. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: PT.Radjagrafindo Persada. Bahjat, Ahmad. 1997. Bihar Al-Hubb Pledoi Kaum Sufi, diterjemahkan oleh Hasan

Abrori dari judul aslinya Bihar al-Hub ‘Inda al-Sufiyah. Surabaya: Pustaka Progressif.

Dasuki, Hafizh. 1993. Ensiklopedi Islam, Jilid 5. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta. Esposito, John L. (ed.). 1986. Identitas Islam pada Perubahan Sosial Politik, Jakarta:

Bulan Bintang. Gazalba, Sidi. 1983. Islam dan Perubahan Sosial Budaya, Jakarta: Pustaka al-Husna . Hamka, 1994. Tasawuf Perkembangan dan Permuniannya. Jakarta: Citra Serumpun

Padi.

Daftar Rujukan

Page 27: ZUHUD DALAM PEMIKIRAN HASAN AL-BASHRY DAN FAZLUR RAHMAN · 2 | Zuhud dalam Pemikiran Hasan Al-Bashry dan Fazlur Rahman PENDAHULUAN Mahmud Gobel Mahmud Gobel Tasawuf merupakan bagian

27 | Z u h u d d a l a m P e m i k i r a n H a s a n A l - B a s h r y d a n F a z l u r R a h m a n

Harahap, Syahrin. 2000. Metodologi Studi Dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin. Jakarta: RajaGrafindo.

Hasan, Abd. Al-Hakim. 1954. Al-Tasawwuf Fi Syi’ri al-‘Arabi. Mesir: Anjalu al-Misriyah. al-Hasani, Al-Sayid Mahmud Abu al-Faid Fi, tt. Jamahratu al-Aulya. Kairo: Jawad

Husni. Hidayat, Komarudin, 1985. Upaya Pembebasan manusia: Tinjauan Sufistik terhadap

Manusia Modern menurut Hossein Nasr, dalam M. Dawam Rahadjo (ed.), Insan Kamil. Jakarta: Grafida Pers.

al-Jauziyah, Ibn Qayyi. tt. Madārij al-Shālikīn, Jilid II. Dār al-Rasyād wa al-Hadits. Kadir, Muslim. 1998. Konfigurasi Iman Menuju Tasawuf Modern, Makalah pada

Seminar Tasawuf Bagi Masyarakat Modern, Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo: Semarang.

Keosry, Zainul Romiz. 2000. Zuhud dalam Diskursus Tasawuf (Studi Komparatif atas

Pemikiran Abi Thalib Al-Makky dan Al-Ghazali), Tesis Program Pasca Sarjana IAIAN Walisongo. Semarang: belum terbit.

Leahy, Louis. 1985. Aliran-aliran Besar Ateisme, Yogyakarta: Kanisius. Madjid, Nurcholish. 1993. Sufisme dan Masa Depan Agama, Jakarta: Pustaka Firdaus. Maskawaih, Ibnu. 1959. Tahzib al-Akhlaq wa Tathir al-I’tiqad. Mesir: Muhammad ‘Ali

Sabih. Muthahari, Murtadha. 1992. Kritik Islam Terhadap Faham Materialisme, Jakarta:

Risalah Masa. Muzhar, ‘Ata’. 1993. Guru Pendidikan Agama Islam dalam Perpektif Tantangan Hidup

Beragama di Masa Depan. Semarang : IAIN Walisongo. Nasution, Harun. 1987. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan

Bintang. Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Pelikan, Jaroslav. 1990. The World Treasury of Modern Religious Thought,

London: Little, Brown and Company. Rahman, Fazlur. 1979. Islam, Chicago: The Unersity of Chocago Press. Rahman, Fazlur. 1983. Membuka Pintu Ijtihad, terjemahan Anas Mahyuddin,

Bandung: Pustaka. Rahman, Fazlur. 1983. Tema Pokok Al-Quran, terjemahan Anas Mahyuddin,

Bandung: Pustaka. Rahman, Fazlur. 1984. Islam, terjemahan Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka. Rais, Amin. 1995. Islam dan Pembaharuan, Jakarta: PT. Rajaprasindo. Shah, M. Aunul Abied (et al.) 2001. Islam Garda Depan: Mozaik Pemikiran Islam

Timur Tengah, Bandung: Mizan. Siregar, Rivay. 1999. Tasawuf: Dari Sufisme Klasik Ke Neo – Sufisme. Jakarta:

RajaGrafindo Persada. Sudarsono. 2000. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT. Rajagrafindo. Syukur, Amin. 1996. Menggugat Tasawuf, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Syukur, Amin. 1997. Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. al-Taftazani, Abu al-Wafa’ al-Ghanimi. 1985. Sufi Zaman ke Zaman. Bandung:

Pustaka Bandung. Wahyuni Nafis, Muhammad (Ed). 1996. Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam,

Jakarta: Paramadina.