Imelda D. Putri Sari fdk

download Imelda D. Putri Sari fdk

of 77

description

alalisis deskriptif gaya komunikasi Nurkholis Madjid

Transcript of Imelda D. Putri Sari fdk

  • LEMBAR PERNYATAAN

    Asslamualaikum Wr. Wb

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah penulis skripsi dengan

    judul Analisis Deskriptif Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid dengan ini saya

    menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

    cantumkan dalam bentuk referensi, baik footnote atau pun daftar pustaka

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli atau

    merupakan duplikasi karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    Demikian lembar pernyataan ini dibuat, diharapkan dapat dipergunakan

    dengan semestinya. Terima Kasih.

    Wassalamualaikum Wr. Wb

    Bekasi, 3 Agustus 2010

    IMELDA DWI PUTRI SARI

    i

  • KATA PENGANTAR

    2{ G+o 2lo

    Asslamualaikum Wr. Wb.

    Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, Sang Pencipta yang telah

    menciptakan umatNya dengan kemampuan untuk selalu berpikir dan berkarya.

    Sholawat dan salam tak lupa selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad

    SAW yang selalu memberikan petunjuk dan pencerahan bagi kehidupan, yang

    telah membawa umatnya minadzulumati ilannur, dan kesejahteraan semoga selalu

    tercurahkan kepada keluarga besar beliau, sahabat-sahabatnya-Nya, tabiin-

    tabiuttabiin, dan kita sebagai umatnya semoga mendapatkan syafaatnya kelak.

    Amin.

    KarenaNya-lah telah memberikanku kekuatan untuk menyelesaikan tugas

    akhir perkuliahan, walau banyak lika-liku yang harus dihadapi. Dengan petunjuk

    Allah dan semangat yang ditularkan orang terdekat (Dirga) untuk selalu

    membaca dan membaca.

    Aku persembahkan karya ilmiah ini untuk orang-orang teristimewa,

    Ibunda tercinta Mayati dan Ayahanda tersayang Muhammad Damiri Yakub atas

    seluruh pengorbanan yang tak kenal lelah, yang senantiasa mensupport dari segi

    moril maupun materiil, ikhlas dan sabar berjuang demi kelangsungan pendidikan

    penulis. Ka Resvitasari dan adik-adikku, Syifa serta Fayedh yang masih jauh

    menempuh perjalanan kehidupan, cinta yang mempersatukan kita. Penulis

    mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, semoga Allah SWT senantiasa

    iv

  • merahmati dan melimpahkan keberkahanNya untuk kita, Amin. Karya kecil ini

    aku persembahkan untuk kalian.

    Dengan penuh kerendahan hati dan kesadaran diri, penulis sadar bahwa

    skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril

    maupun materiil, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada

    semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan demi

    terselesaikannya penulisan skripsi ini. Maka penulis berterima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

    Komunikasi, Pudek I Drs. Wahidin Saputra, M.A, Pudek II Drs. H.

    Mahmud Jalal, M.A, Pudek III Drs. Study Rizal LK, M.A.

    3. Drs. Jumroni, M.Si dan Umi Musyarofah, M.A selaku Ketua Jurusan dan

    Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

    4. Pembimbing Skripsi, Dr. Jamhari, MA yang telah membantu penyelesaian

    skripsi ini. Terima kasih atas waktu, bimbingan dan semangatnya ya Pa...

    5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas

    Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mendidik dan

    memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh

    pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis dapat

    mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan, Amin.

    6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam

    urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.

    v

  • vi

    7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah

    dan Ilmu Komunikasi, yang telah melayani peminjaman buku-buku

    literatur sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini.

    8. Kakak dan adik-adikku tersayang Resvitasari, SHI, St. Khoirunnisa Syifa

    Sari, Muhammad Fayedh Al-Fathir yang selalu memberikan semangat

    untuk menyelesaikan skripsi ini dan senyum manisnya kepada penulis

    dikala kejenuhan melanda.

    9. Dirga Maulana, princeku yang selalu memberikan support dan semangatnya, pengorbanan waktu, tenaga serta perhatiannya saat penulis mengerjakan tugas akhir ini. Hope weill get the best think ever in our life, Amiin.

    10. Ira D Aini, Ika Lestari dan Milastri Muzakkar yang telah meluangkan

    waktunya untuk sharing dan berbagi info serta teman seperjuangan dalam

    menyusun dan menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini.

    11. Kawan-kawan mahasiswa seperjuangan KPI angkatan 2006, khususnya

    KPI C yang telah memberikan banyak cerita, pengalaman dan inspirasi

    untuk penulis. Neng Imeh, Pipit, Filly, Fadila, dan Janthi yang selalu

    menghibur dan memberi semangat di saat penulis menyelesaikan tugas

    akhir ini. Teman-teman satu kost Assalam Alfi, Qori dan Citra yang selalu

    memberikan senyum kalian sebagai penambah semangatku. Terima kasih

    doa dan semangat kalian kawan...

    12. Last but not least, kawan-kawan Forum Muda Paramadina yang telah

    membantu khususnya ka Husni Mubarok, terima kasih atas informasi yang

    diberikan sebagai bahan penulis mengerjakan skripsi ini.

    Ciputat, 4 Juli 2010

    Imelda Dwi Putri Sari 106051001830

  • DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. i

    ABSTRAK ........................................................................................................ ii

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

    DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................... 5

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6

    D. Metodologi Penelitian ........................................................... 7

    E. Tinjauan Pustaka ................................................................... 13

    F. Sistematika Penulisan ........................................................... 14

    BAB II KAJIAN TEORITIS

    A. Konseptualisasi Gaya Komunikasi ....................................... 15

    1. Pengertian Gaya .............................................................. 15

    2. Pengertian Komunikasi ................................................... 16

    3. Prinsip Komunikasi......................................................... 18

    4. Proses Komunikasi.......................................................... 19

    5. Tatanan Komunikasi ...................................................... 21

    6. Pengertian Gaya Komunikasi.......................................... 22

    7. Retorika .......................................................................... 24

    8. Bahasa ............................................................................ 28

    a. Aspek Bahasa ............................................................ 29

    b. Fungsi Bahasa ........................................................... 30

    vii

  • viii

    B. Teori Terministic Screen....................................................... 30

    C. Komunikasi Efektif ............................................................... 31

    BAB III BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID

    A. Profil Nurcholish Madjid ...................................................... 33

    B. Riwayat Pendidikan dan Aktifitas Intelektual Nurcholish

    Madjid ................................................................................... 35

    1. Aktivitas Intelektual Nurcholish Madjid......................... 40

    2. Karya-karya dan Karirnya .............................................. 42

    BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS GAYA KOMUNIKASI

    NURCHOLISH MADJID

    A. Pembahasan Hasil Wawancara dengan Informan terkait

    Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid .................................. 51

    1. Analisa Hasil Wawancara dengan Informan Terkait

    dengan Retorika Nurcholish Madjid ............................... 51

    2. Analisa Hasil Wawancara dengan Informan Terkait

    dengan Bahasa (Pemilihan Kata) Nurcholish Madjid..... 59

    3. Analisa Wawancara dengan Informan Terkait dengan

    Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid ............................ 64

    B. Pandangan Kolega Tentang Gaya Komunikasi Nurcholish

    Madjid ................................................................................... 65

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ........................................................................... 67

    B. Saran...................................................................................... 68

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kemampuan komunikasi yang baik dan efektif tentunya bisa

    mengantarkan seseorang meraih tahta dan cita-cita tertinggi. Pengucapan kata

    yang jelas dalam komunikasi sangat diperlukan sehingga pesan sampai ke

    komunikan (penerima pesan) lancar dan tidak terkena gangguan (noise) atau

    distorsi (pemutarbalikan fakta atau kenyataan).

    Dalam berkomunikasi seseorang tidak lepas dari bagaimana gaya

    komunikasinya. Gaya komunikasi dapat dilihat dari bagaimana seorang

    komunikator menggunakan bahasa, pemilihan kata, retorika dan menunjukkan

    bahasa tubuhnya.

    Seperti diungkapkan Sidik Suhada seorang Jurnalis media dan televisi,

    bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Identitas dan citra diri seseorang di mata

    orang lain pun dipengaruhi oleh bagaimana cara ia berkomunikasi. Selain itu

    juga pemilihan kata, istilah serta intonasi (tekanan suara). Semua akan dapat

    mencerminkan identitas dan citra diri seseorang yang sedang berbicara.1

    Seperti halnya bahasa yang memiliki konteks ruang dan waktu, agar menarik

    gaya komunikasi juga harus mengikuti selera masyarakat yang selalu

    mengalami perubahan konteksnya. Dalam hal ini gaya komunikasi Nurcholish

    Madjid dalam menyampaikan ceramah atau pidato.

    1 Sidik Suhada, Media dan Komunikasi, artikel diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11

    pm dari http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-dan-ideologi-dalam-retorika.html

    1

  • 2

    Untuk memahami bagaimana gaya komunikasi yang baik agar pesan

    sampai secara efektif kepada komunikan, maka hal demikian menjadi

    perhatian Penulis pada sosok Nurcholish Madjid atau Cak Nur, sapaan

    akrabnya.

    Dalam sejarahnya selain melalui tulisan, Cak Nur seringkali

    menyampaikan ide atau gagasannya secara lisan melalui ceramah, khutbah

    atau melalui forum-forum diskusi dengan gaya komunikasinya yang khas.

    Karena kepiawaiannya berkomunikasi, gagasan Cak Nur terus berkembang.

    Adian Husaini, seorang yang kontra terhadap Cak Nur pun tak

    memungkiri, ia mengatakan bahwa Nurcholish Madjid menjadi faktor

    penentu bagi perkembangan gerakan pembaruan Islam di Indonesia. Pertama,

    karena kepiawaian komunikasi Nurcholish Madjid baik lisan maupun tulisan.

    Kedua, karena Nurcholish Madjid berlatar belakang pendidikan studi Islam

    dan memulainya dari tubuh organisasi Islam di Indonesia. Dengan

    kepiawaiannya berkomunikasi, Nurcholish Madjid dan ide-idenya masih terus

    dikembangkan.2

    Kepiawaian Cak Nur dalam berkomunikasi bisa dilihat dengan

    bagaimana gaya komunikasi atau cara khas tokoh ini menyampaikan pidato,

    berbicara dalam forum-forum diskusi atau ceramah dalam khutbah Jumat.

    Seseorang yang santun, sederhana, berbahasa Indonesia yang baik dengan

    bahasa yang sangat akademis dan ilmiah yang sulit dipahami oleh kebanyakan

    orang awam itulah yang sepertinya tampak pada diri seorang Cak Nur.

    2 Adian Husaini, 37 Tahun Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia, artikel diakses

    pada 19 Januari 2010 pukul 14.19 dari www.hidayatullah.com

  • 3

    Cak Nur adalah seorang cendikiawan Muslim yang selalu melontarkan

    ide, gagasan yang menekankan pentingnya mencari persamaan di antara

    semua agama dan semua kebudayaan. Gagasan-gagasan keislaman Cak Nur

    selama ini terlihat konsisten, sistematis, utuh dan terkait secara logis dengan

    persoalan kemodernan dan keindonesiaan. Melalui ceramah, pidato, khutbah

    Jumat atau dalam forum-forum diskusi dengan kemampuan retorika dan gaya

    komunikasinya sulit meragukan dan concern Cak Nur untuk Islam dan

    Indoensia.

    Dalam buku Komunikasi Efektif, Deddy Mulyana mengatakan tidak

    mengherankan jika pada tahun 2003 salah satu dari enam tokoh yang dipilih

    oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional bersama tujuh organisasi

    media massa sebagai tokoh yang memiliki gaya komunikasi dengan berbahasa

    Indonesia lisan terbaik adalah Cak Nur.3 Gaya komunikasi Cak Nur terbuka,

    jernih, apa adanya dan santun.4

    Dalam buku Deddy Mulyana tersebut juga dikatakan bahwa gaya

    komunikasi efektif merupakan perpaduan antara sisi-sisi positif komunikasi

    konteks tinggi dan komunikasi konteks rendah yang ditandai dengan

    ketulusan, kejernihan, keterbukaan, keterusterangan, kesederhanaan, dan

    kesantunan dalam berbicara.5

    Secara teoritik Edward T. Hall mengungkapkan bahwa gaya

    komunikasi dapat dibedakan ke dalam bentuk gaya komunikasi konteks tinggi

    dan gaya komunikasi konteks rendah. Spesifikasi konteks tinggi biasanya

    3 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT

    Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke-2 h.149-150. 4 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h.147. 5 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h.149.

  • 4

    orang lebih suka berbicara secara implisit, tidak langsung dan suka basa-basi.

    Sementara gaya komunikasi konteks rendah biasanya digunakan oleh orang-

    orang yang memiliki pola pikir linier (searah). Bahasa yang digunakan

    langsung, lugas dan eksplisit.6

    Deddy Mulyana juga mengemukakan bahwa Cak Nur tergolong

    seorang yang bergaya komunikasi konteks rendah, ditandai dengan

    keterbukaan dan kelugasan dalam menyampaikan gagasan-gagasannya, karena

    dilatarbelakangi lamanya Cak Nur mengenyam pendidikan di Amerika.

    Dalam menyampaikan ide maupun gagasannya baik melalui tulisan

    maupun lisan seperti pidato atau dalam forum diskusi, Cak Nur menggunakan

    bahasa Indonesia yang baik, tetapi ia menggunakan istilah yang tidak

    sederhana dan sulit dipahami oleh kebanyakan orang awam. Menurut Budhy

    Munawar-Rahman:

    Cak Nur pernah mengatakan bahwasanya konstituen Paramadina adalah kelas menengah. Sebenarnya hal yang demikian itu natural saja. Karena dalam menguraikan gagasan-gagasan itu kita menggunakan pola-pola komunikasi tertentu, yang disebut ilmiah, akademik dan lain sebagainya. Jadi kekelasmenengahan Paramadina bukanlah tujuan, tapi efek dari pendekatan yang kita gunakan. Kebetulan juga didukung oleh teori-teori bahwa perubahan sosial itu berasal dari kelas menengah, yang antara lain muncul dalam teori-teori tentang strategic elities, opinion makers, trend makers, dan lain sebagainya .... sebab kalau tidak begitu, kita tidak akan efisien lagi. Kalau kita ke bawah juga, kita harus siap-siap membagi bahasa. Padahal kita tidak bisa menjadi setiap orang. We cannot be everybody. Kita harus menjadi somebody secara efektif dan commited...7

    Dalam kutipan tersebut dijelaskan bahwa bahasa yang digunakan Cak

    Nur memang akademis, ilmiah, dan ditujukan bagi kelas menengah. Karena

    Cak Nur meyakini perubahan sosial berasal dari kelas menengah. Pilihan gaya

    komunikasi Cak Nur disesuaikan dengan konteks budaya jamaahnya. Seperti

    6 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h. 129. 7 Budhy Munawar-Rachman, Membaca Nurcholish Madjid, (Jakarta: LSAF, 2008), h.28.

  • 5

    yang ditegaskan oleh Fiske bahwa komunikasi merupakan sentral bagi

    kehidupan budaya kita.8

    Oleh karena itu, Penulis bermaksud meneliti dengan menganalisis gaya

    komunikasi Cak Nur melalui wawancara dengan beberapa kolega dan murid-

    murid Cak Nur serta mengamati melalui rekaman audio visual Cak Nur. Dan

    itulah beberapa yang dapat dijadikan Penulis sebagai alasan atau landasan,

    mengapa topik ini diangkat dan dijadikan sebuah penelitian dan karya ilmiah

    yang berjudul Analisis Deskriptif Gaya Komunikasi Nurcholish Madjid.

    B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

    Yang menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini adalah

    bagaimana gaya komunikasi Nurcholish Madjid dalam menyampaikan

    gagasan pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesian sehingga

    gagasannya terus berkembang hingga saat ini. Dilihat dari mazhab proses

    yang dikembangkan oleh Shannon dan Weaver dalam Mathematical Theory of

    Communication melihat sebuah komunikasi sebagai transmisi (saluran) pesan.

    Agar penelitian ini lebih fokus, terarah, jelas dan spesifik Penulis

    membatasi masalah yang akan diteliti.

    Dari pembatasan masalah diatas, maka muncul rumusan masalah,

    yakni sebagai berikut:

    1. Bagaimana gaya komunikasi Nurcholish Madjid ketika menyampaikan

    gagasan pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesian melalui

    ceramah maupun pidato ketika berbicara dalam sebuah forum diskusi?

    8 John Fiske, Cultural and Communication Studies; Sebuah Pengantar Paling

    Komprehensif, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), h.xi.

  • 6

    2. Bagaimana pandangan kolega terhadap gaya komunikasi Cak Nur?

    3. Apakah gaya komunikasi Cak Nur termasuk gaya komunikasi konteks

    tinggi atau konteks rendah?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari, membahas dan

    mengetahui bagaimana gaya komunikasi Nurcholish Madjid dan

    pandangan kolega terhadap gaya komunikasi Nurcholish Madjid ketika

    menyampaikan gagasan pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesian

    melalui ceramah maupun pidato dalam forum-forum diskusi.

    2. Manfaat Penelitian

    a. Akademis

    Dengan penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah

    pengetahuan tentang gaya komunikasi yang baik dan efektif khususnya

    bagi insan akademisi di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan

    umumnya di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    b. Praktis

    Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan dan

    membuka pandangan bagi para teoritisi, praktisi dan pemikir dari

    berbagai perspektif tentang gaya komunikasi efektif.

    c. Teoritis

    Dengan penelitian ini dilakukan juga menambah pengetahuan Penulis

    mengenai pentingnya gaya komunikasi seseorang dalam

  • 7

    keberhasilannya menyampaikan sebuah pesan, ide atau gagasan

    sehingga terjadi komunikasi yang efektif dan tercapainya tujuan yang

    diharapkan seorang komunikator.

    D. Metodologi Penelitian

    1. Metode Penelitian

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi

    kualitatif deskriptif. Dengan mengamati kasus dari berbagai sumber data

    yang digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara

    komprehensif, berbagai aspek individu, kelompok suatu program,

    organisasi atau peristiwa secara sistematis. Penelaah berbagai sumber data

    ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumuman data. Karena

    itu, Penulis menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi-

    dokumentasi, rekaman bukti-bukti fisik.9

    Dengan menggunakan analisis deskriptif dimana peneliti berusaha

    melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau

    bidang tertentu secara faktual dan cermat.10

    Ciri lain dalam analisis ini ialah titik berat pada observasi dan

    suasana alamiah (naturalistis setting). Peneliti bertindak sebagai

    pengamat. Peneliti hanya membuat kategori prilaku, mengamati gejala,

    dan mencatatnya dalam buku observasinya. Dengan suasana alamiah yang

    dimaksudkan bahwa peneliti terjun ke lapangan. Peneliti tidak berusaha

    untuk memanipulasi variabel. Karena kehadirannya mungkin

    mempengaruhi prilaku gejala (reactive measures), peneliti berusaha

    memperkecil pengaruh ini. Penelitian sosial telah menghasilkan beberapa

    9 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta, 2007), cet ke-2 h.102 10Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja

    Rosdakarya, 2005), h.22

  • 8

    pengukuhan yang tidak terlalu banyak merusak kenormalan

    (unobstrusive measures).11

    Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran

    umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran umum ini bisa

    menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang kita peroleh.12 Begitu

    pula pada penelitian ini, peneliti akan mendeskripsikan temuan di lapangan

    apa adanya. Sebisa mungkin peneliti akan mengurangi pengaruh terhadap

    objek, sehingga data yang diproleh dapat diolah secara memadai.

    2. Subjek dan Objek Penelitian

    Subjek penelitian adalah sumber tempat memperoleh keterangan.13

    Adapun subjek dalam penelitian ini adalah Cak Nur dengan

    menggunakan rekaman audio visual Cak Nur, kolega, murid-murid.

    Sedangkan objeknya adalah bagian dari subjek yang diteliti secara

    terperinci. Objek penelitian merinci fenomena yang akan diteliti sekaligus

    merupakan deskripsi dari penelitian yaitu gaya komunikasi Nurcholish

    Madjid dalam menyampaikan gagasan pluralisme dalam konteks islam dan

    keindonesian. Dengan mencari sumber data yang akurat, yaitu wawancara

    beberapa pihak yang memiliki keterkaitan terhadap Cak Nur seperti kolega

    dan muridnya yang pernah berinteraksi, serta rekaman audio visual Cak

    Nur ketika berceramah dalam khutbah Jumat dan rekaman berbicara

    dalam forum diskusi, guna memberikan informasi mengenai Gaya

    Komunikasi Nurcholish Madjid.

    11 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, 2005.h.25 12 Analisis Deskriptif artikel diakses pada 30 April 2010 dari

    inparametric.com/bhinablog/donload/04_analisis_deskriptif.pdf-Halaman sejenis (30-04-2010) 13 Tatang M Arifin, Menyusun Rencana Penelitian,(Jakarta: Rajawali 1978/2003).h.92

  • 9

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan data primer yaitu

    wawancara terhadap kolega dan murid-murid Cak Nur (field research).

    Selain itu, peneliti juga menggunakan data sekunder melalui rekaman

    audio visual Nurcholish Madjid ketika menyampaikan gagasan pluralisme

    dalam konteks Islam dan keindonesian dalam khutbah Jumat dan ketika

    Cak Nur berbicara dalam sebuah forum diskusi yang peneliti peroleh dari

    Yayasan Wakaf Paramadina Jakarta. Penelitian lapangan (field research),

    yaitu penelitian yang di lapangan, tempat dimana objek penelitian itu

    berada.14 Untuk pengambilan data penelitian lapangan digunakan metode

    sebagai berikut.

    a. Wawancara, yaitu percakapan antara peneliti seseorang yang

    berharap mendapat informasi dari informan (seseorang yang

    diasumsikan mempunyai informasi langsung dari sumbernya).15 Dalam

    penelitian ini wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung

    kepada kolega yang pasti memiliki keterkaitan erat dan berhubungan

    baik secara langsung dengan Cak Nur guna memperoleh data-data

    mengenai gaya komunikasinya. Teknik wawancara yang digunakan

    yaitu bebas terbuka yaitu peneliti menyiapkan pertanyaan-pertanyaan

    yang berkaitan dengan gaya komunikasi Nurcholish Madjid yang

    kemudian dikembangkan bersamaan dengan dijawabnya pertanyaan

    14 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

    2004), h.89 15 Rahmat Kriyantono, Tehnik Praktisi Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Pranada

    Group, 2007)cet. ke-2, h.116

  • 10

    b. Informan, dalam penelitian ini, ada beberapa pertimbangan untuk

    menentukan informan sebagai sumber informasi. Dalam menentukan

    informan pertimbangannya adalah:

    1) Keakuratan dan validitas informasi yang diperoleh. Berdasarkan

    hal ini maka jumlah informan sangat tergantung pada hasil yang

    dikehendaki. Bila mereka yang menjadi informan adalah orang-

    orang yang benar-benar menguasi masalah yang diteliti, maka

    informasi tersebut dijadikan bahan analisis.

    2) Jumlah informan sangat bergantung pada pencapaian tujuan

    penelitian, artinya bila masalah-masalah dalam penelitian yang

    diajukan sudah terjawab dari 7 informan, maka jumlah tersebut

    adalah jumlah yang tepat.

    3) Peneliti diberi kewenangan dalam menentukan siapa saja yang

    menjadi informan, tidak terpengaruh jabatan seseorang.

    Informan yang telah diwawancarai dalam rangka untuk

    mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1) Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, sebagai kolega Cak Nur dan

    merupakan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta

    2) Romo Frof. Dr. Magnis-Suseno SJ, Guru Besar STF Driyarkara

    merupakan kolega dekat Cak Nur.

    3) Ihsan Ali-Fauzi, sebagai murid Cak Nur dan merupakan Direktur

    Program Yayasan Wakaf Paramadina.

  • 11

    4) Rahmat Hidayat, sebagai rekan kerja Cak Nur yang merupakan staf

    Yayasan Wakaf Paramadina.

    5) Omi Komariah, sebagai istri dan partner terdekat Cak Nur.

    6) Musdah Mulia, sebagai murid Cak Nur dan merupakan Direktur

    lembaga ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace).

    7) Trisno S. Sutanto, masyarakat non muslim merupakan kolega Cak

    Nur.

    c. Observasi, yaitu informasi atau data yang dikumpulkan dalam

    penelitian.16

    Observasi dapat juga berarti pengamatan yang merupakan kegiatan

    keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata, mulut, dan

    kulit. Oleh karena itu, observasi adalah metode pengumpulan data

    yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui

    pengamatan dan pengindraan.17

    d. Dokumentasi, yaitu data diperoleh dari dokumen-dokumen dan arsip-

    arsip yang didapat dari Yayasan Wakaf Paramadina dan Organisasi

    Forum Muda Paramadina, seperti rekaman audio visual ceramah

    Nurcholish Madjid, buku-buku, newsletter, internet yang berhubungan

    dengan judul yang Penulis angkat, serta situs www.paramadina.or.id.

    4. Teknik Analisis Data

    Analisis data menurut Patton, adalah proses mengatur uraian data.

    Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satu uraian

    16 Masri Singarimbun, Metodologi Penelitian Survey, (Editor: Sofian Effendi), (Jakarta:

    h.192 17 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

    Ilmu Sosial, (Jakarta: Kencana, 2008), cet ke-2 h. 115.

  • 12

    dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang

    signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari

    hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.18

    Untuk menganalisis data atau fakta yang telah didapatkan,

    digunakan metode analisis deskriptif. Disiplin ilmu ini bekerja dengan

    mengungkapkan data dan fakta secara alamiah tanpa sedikitpun

    mempengaruhi subjek maupun objek penelitian.

    Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, maka dilakukan

    dengan langkah-langkah sebagai berikut:

    1. Pengumpulan informasi, melalui wawancara, kuisioner maupun

    observasi langsung.

    2. Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang

    sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.

    3. Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk

    tabel, ataupun uraian penjelasan.

    4. Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan.

    Pertanyaan melalui wawancara yang diajukan kepada informan

    semata-mata sebagai bahan kajian yang mendasar untuk membuat

    kesimpulan. Bagaimanapun pendapat banyak orang merupakan hal penting

    meskipun tidak dijamin validitasnya. Semakin banyak informasi, maka

    diharapkan akan menghasilkan data yang sudah tersaring dengan ketat dan

    lebih akurat.19

    18 Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), cet ke-10 h. 103.

    19 Miles dan Huberman, 1992: 18

  • 13

    E. Tinjauan Pustaka

    Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan tinjauan pustaka.

    Dengan mengadakan tinjauan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta dan perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Selain

    itu juga peneliti mencari sumber tambahan dengan melakukan tinjauan di

    perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta Fakultas Adab dan

    Humaniora. Peneliti melakukan tinjauan pustaka ini guna memastikan apakah

    ada judul atau tema yang sama dengan penelitian (skripsi) ini. Berdasarkan

    hasil penelusuran peneliti, ada beberapa skripsi yang meneliti mengenai

    Nurcholish Madjid diantaranya; Konsep Negara dalam Wacana Pemikiran

    Politik Nurcholish Madjid oleh Irwa Hulwani, mahasiswa Fakultas Syariah

    dan Hukum Jurusan Jinayah Syiyasah, Nurcholish Madjid dan Yayasan Wakaf

    Paramadina (Kajian Awal Tentang Sejarah Yayasan Wakaf Paramadina

    sebagai Laboratorium Pembaharuan Islam Versi Nurcholish Madjid Pada

    Tahun 1970-1996) oleh Fitriyah mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora

    Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, serta Masyarakat Madani Menurut

    Pemikiran Nurcholish Madjid dalam Pandangan Islam oleh Zulkarnaen

    mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum UIN. Tentu saja penelitian-penelitian

    tersebut berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Karena peneliti

    akan melakukan penelitian mengenai Analisis Deskriptif Gaya Komunikasi

    Nurcholish Madjid.

    Dengan demikian, keyakinan Penulis dalam menyusun karya ilmiah ini

    menjadi sangat berharga untuk menambah wawasan Penulis, para pembaca

    dan menyumbangkan koleksi karya ilmiah di Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

  • 14

    F. Sistematika Penulisan

    Untuk memudahkan serta teraturnya skripsi ini dan memberikan

    gambaran yang jelas serta lebih terarah mengenai pokok permasalahan yang

    dijadikan pokok dalam skripsi ini, maka peneliti mengelompokkan dalam lima

    bab pembahasan, yaitu sebagai berikut:

    BAB I Merupakan bab pendahuluan yang membahas tentang Latar

    Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,

    Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,

    Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

    Bab II Bab ini menjelaskan teori-teori yang relevan digunakan dalam

    Penulisan skripsi untuk menganalisa dan merancang sistem

    yang diperoleh dari berbagai sumber seperti rekaman video,

    buku referensi maupun internet yang menjadi landasan

    Penulisan skripsi ini diantaranya terdapat teori terministic

    screen.

    BAB III Bab ini berisi gambaran lebih jauh sosok tokoh cendikiawan

    Muslim yaitu biografi Nurcholish Madjid yang berisikan

    Riwayat Hidup Nurcholish Madjid, Riwayat Pendidikan, Karir

    dan Aktivitas Intelektualnya.

    Bab IV Merupakan bab analisis dan pembahasan. Bab ini membahas

    hasil dari temuan data dan analisis data yakni Analisis hasil

    wawancara kepada informan terkait Gaya Komunikasi

    Nurcholish Madjid.

    Bab V Bab ini merupakan penutup dari penelitian ini yang berisikan

    Kesimpulan dan Saran.

  • BAB II

    KAJIAN TEORITIS

    A. Konseptualisasi Gaya Komunikasi

    1. Pengertian Gaya

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anonim, 1999) gaya

    memiliki banyak konotasi arti. Ada yang berkonotasi kekuatan, sikap,

    irama/lagu, elok dan ragam (cara, rupa, bentuk) yang khusus, mengenai

    tulisan, karangan, pemakaian bahasa dan bangunan rumah.1

    Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia juga mengartikan gaya

    sebagai cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk

    tulis atau lisan.2 Jadi penjelasan di atas mengenai gaya bisa

    dikonfrontasikan bahwa ciri khas seseorang dalam menyatakan pikiran dan

    perasaannya dalam bentuk lisan maupun tulisan.

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga Depdiknas

    dalam konteks bahasa, gaya berarti pemanfaatan atas kekayaan bahasa

    oleh seseorang dalam bertutur atau menulis. Dapat juga berarti cara khas

    dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan serta

    pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu.3

    1 Sumardjo, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Anonim, 1999) 2 Frista Artmanda W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jombang: Penerbit Lintas

    Media) 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga

    (Jakarta: Balai Pustaka, 1985)

    15

  • 16

    Dalam konteks komunikasi, gaya bisa diartikan ragam (cara)

    seseorang dalam pemakaian bahasa untuk menyampaikan pesan kepada

    komunikan.4

    2. Pengertian Komunikasi

    Onong Uchjana Effendy dalam Ilmu, Teori dan Filsafat

    Komunikasi menyatakan komunikasi secara etimologi berasal dari kata

    latin communicatio. Istilah ini bersumber dari perkataan communis

    yang berarti sama, sama disini maksudnya sama makna atau sama arti.

    Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu

    pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.5

    Onong Uchjana Effendy dalam karyanya yang berbeda Dinamika

    Komunikasi juga mengatakan istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin,

    communicatio yang berasal dari kata communis artinya: sama dalam arti

    sama makna mengenai suatu hal.6

    Pendapat lain mengatakan, secara historis, kata komunikasi berasal

    dari bahasa Latin yaitu perkataan communicare mempunyai arti

    berpartisipasi atau memberitahukan.7

    Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia yang

    dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain

    dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.

    4 Rimun Wibowo, dkk., Gaya Komunikasi Pemimpin dan Keefektifan Kelompok Tani

    dalam Melaksanakan Program Konservasi Tanah dan Air, artikel diakses pada 23 April 2010 pukul 10.06 am dari http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/12167/psl067_3.pdf

    5 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), cet. ke-3 h. 30.

    6 Onong Uhcjana, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 4. 7 Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina Cipta 1974),

    h.1.

  • 17

    Dalam bahasa komunikasi pernyataan dinamakan pesan

    (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator

    (communicator), sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi

    makna komunikan (communicate).

    Sasa Djuarsa Senjaja dalam bukunya Pengantar Komunikasi

    mengatakan, komunikasi adalah suatu proses pembentukan,

    penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri

    seseorang dan dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.8

    Definisi komunikasi menurut Harold Dwight Laswell, bahwa

    komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan

    tentang apa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan

    akibat apa? (who says what in which channel to whom with what effect?).

    Selain pernyataan di atas, para ahli komunikasi juga mempunyai

    pendapat yang berbeda mengenai pengertian komunikasi, diantaranya

    Bereslon dan Steiner mendefinisikan komunikasi sebagai penyampaian

    informasi, ide, gagasan, emosi, keterampilan dan seterusnya melalui

    penggunaan simbol kata, gambar, angka, grafik, dan lain-lain. Kemudian

    Shannon dan Weaver mengartikan komunikasi mencakup sebagai

    prosedur melalui mana pikiran seseorang yang dapat mempengaruhi orang

    lain.9

    Dalam buku Sistem Komunikasi Indonesia, Nurudin

    mendefinisikan komunikasi adalah proses hal dimana suatu ide dialihkan

    dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud mengubah

    8 Sasa Djuarsa Senjaja, Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), cet.ke-4. h.8.

    9 Aubery Fisher, Teori-Teori Komunikasi (Bandung: Remaja Karya, 1986), h. 10

  • 18

    prilaku. Definisi tersebut menekankan bahwa dalam komunikasi ada

    sebuah proses pengoperan (pemrosesan) ide, gagasan, lambang, dan di

    dalam proses itu melibatkan orang lain.10

    Adapula yang menekankan pada unsur penyampaian atau

    pengoperan bahwa komunikasi adalah proses pengoperan lambang-

    lambang yang berarti antara individu-individu.11

    Menurut Onong Uchjana, ada beberapa sebab mengapa manusia

    melakukan komunikasi, yakni untuk:

    a. Mengubah sikap (to change the attitude)

    b. Mengubah opini/pendapat/pandangan (to change the opinion)

    c. Mengubah prilaku (to change the behavior)

    d. Mengubah masyarakat (to change society)

    Komunikasi juga dilakukan dengan berbagai metode, istilah

    metode atau dalam bahasa Inggris method berasal dari bahasa Yunani

    methodos yang berarti rangkaian yang sistematis dan yang merujuk

    kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti,

    mapan, dan logis. Agar komunikasi berjalan efektif, maka kita juga

    memerlukan strategi dalam menyampaikan pesan agar dapat diterima oleh

    orang lain.12

    3. Prinsip Komunikasi

    Ada lima prinsip penting yang tidak bisa dilewatkan dalam

    berkomunikasi yang baik yaitu:

    10 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),

    h.26 11 Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi; Sebagai Pengantar Ringkas, (Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada, 1995), cet ke-3, h. 25 12 Onong Uchjana, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, h. 56.

  • 19

    a. Seluruh perilaku mengkomunikasikan sesuatu dengan sengaja atau

    tidak sengaja (tangan, mulut, wajah, baju, dll).

    b. Komunikasi non verbal sangat berpengaruh terhadap persepsi.

    c. Konteks berpengaruh terhadap komunikasi.

    d. Arti terdapat pada orang bukan pada kata-kata. Kita masih melihat

    siapa yang berbicara dan apa yang di katakannya, dan kita umumnya

    tidak melihat kata-kata dan cara penyampaiannya.

    e. Komunikasi memerlukan keterbukaan dari pengirim dan penerima.13

    4. Proses Komunikasi

    Meminjam istilah Laswell untuk berkomunikasi yang baik itu

    dibutuhkan lima kategori penting yang tidak bisa kita pungkiri yakni:

    a. Source (sumber)

    Sumber adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian

    pesan, yang digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri.

    Sumber dapat berupa orang, lembaga, buku dan sejenisnya.14

    b. Communicator (penyampai pesan)

    Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara,

    menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi, seperti: surat kabar,

    televisi, film dan sebagainya. Komunikator dalam penyampaian

    pesannya bisa juga menjadi komunikan begitu juga sebaliknya. Syarat-

    syarat yang harus di perhatikan oleh seorang komunikator adalah:

    a. Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya.

    b. Keterampilan berkomunikasi.

    13 Abu Fatheer, Retorika Dakwah, artikel diakses pada 3 Mei 2010 pukul 11.36 am dari http://pks-kotabekasi.com/component/content/article/38-motivasi/119-retorika-dakwah.html

    14 Widjadja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 11.

  • 20

    c. Mempunyai pengetahuan yang luas.

    d. Sikap

    e. Memiliki daya tarik15

    c. Message (pesan)

    Pesan keseluruhan dari apa yang disampaikan komunikator.

    Pesan dapat bersifat informatif memberi keterangan-keterangan yang

    kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulannya sendiri.

    Persuasif bujukan, yakni membangkitkan dan kesadaran seseorang

    bahwa apa yang kita sampaikan akan memberi pendapat atau sikap,

    sehingga ada perubahan.

    d. Channel (saluran)

    Saluran komunikasi selalu menyampaikan pesan yang dapat

    diterima melalui pancaindra atau menggunakan media. Pada dasarnya

    komunikasi yang sering dilakukan dapat berlangsung menurut dua

    saluran, yaitu:

    1) Saluran formal atau yang bersifat resmi;

    2) Saluran informal atau yang bersifat tidak resmi.

    e. Communican (penerima pesan)

    Komunikan atau penerima pesan dapat digolongkan dalam tiga

    jenis yakni personal, kelompok dan massa.

    f. Effect (hasil)

    Effect adalah hasil akhir dari suatu komunikasi, yakni sikap

    dan tingkah laku orang, sesuai atau tidak dengan yang kita inginkan.

    15 Widjaja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 12.

  • 21

    5. Tatanan Komunikasi

    Yang dimaksud dengan tatanan komunikasi adalah proses

    komunikasi ditinjau dari jumlah komunikan. Apakah satu orang,

    sekelompok orang, atau sejumlah orang yang bertempat tinggal secara

    tersebar.16

    Glueck membedakan komunikasi ke dalam dua bagian utama

    yaitu:

    a. Interpersonal Communications, komunikasi antar pribadi yaitu, proses

    pertukaran informasi serta pemindahan pengertian antara dua orang

    atau lebih di dalam suatu kelompok kecil manusia.

    b. Organizational Communications, yaitu di mana pembicara secara

    sistematis memberikan informasi dan memindahkan pengertian kepada

    orang banyak di dalam organisasi dan kepada pribadi-pribadi dan

    lembaga-lembaga di luar yang ada hubungan.17

    Abdurrachman menyatakan bahwa pesan yang disampaikan

    komunikator harus mempunyai pengertian yang sama dengan komunikan

    agar dapat dimengertinya, sehingga komunikator akan mengetahui reaksi

    dan respon dari komunikan terhadap pesan yang disampaikan.18

    16 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT. Citra

    Aditya Bakti, 2003), cet-3 h. 53. 17 Widjaja, H. A., Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi

    Aksara, 2007), Cet. 3, h. 8. 18 Adriana Aprilia, Analisa Pengaruh Tipe Kepribadian dan Gaya Komunikasi Public

    Relations Manager Hotel X Surabaya dalam Membangun Hubungan Baik dengan Media dan Meningkatkan Publisitas dalam Abdurrachman, Dasar-Dasar Public Relations, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003)

  • 22

    6. Pengertian Gaya Komunikasi

    Mengacu pada pernyataan Bereslon dan Steiner dan arti gaya serta

    komunikasi di atas maka gaya komunikasi dapat diartikan sebagai cara

    seseorang menyampaikan ide, gagasan dengan bahasa sebagai alat

    penyalurnya untuk menyampaikan pesan kepada komunikan.

    Pendapat lain menyatakan gaya komunikasi adalah suatu kekhasan

    yang dimiliki setiap orang. Proses komunikasi seseorang dipengaruhi oleh

    gaya komunikasi. Gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang

    yang lain tentu berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara orang

    yang satu dengan yang lain dapat berupa perbedaan ciri-ciri model dalam

    berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam

    berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat

    berkomunikasi.19

    Dalam hal ini Cak Nur melontarkan atau menyampaikan

    pikirannya berupa ide, gagasannya melalui forum diskusi dengan khas

    gaya komunikasinya. Untuk lebih memfokuskan penelitian, peneliti

    menandai gaya komunikasi Cak Nur dari sisi retorika dan bahasa

    (pemilihan kata) yang digunakan oleh Cak Nur.

    Kemudian, gaya komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini

    mengacu pada gaya komunikasi yang dikemukakan oleh Edward T. Hall.

    Menurut Hall, gaya komunikasi dalam konteks budaya dapat

    19 Junaedi Wijaya dan Yenny Wiyanto, Analisa Pengaruh Tipe Kepribadian dan Gaya

    Komunikasi Public Relations Manager Hotel X Surabaya dalam Membangun Hubungan Baik dengan Media dan Meningkatkan Publisitas artikel diakses pada 23 April 2010 dari http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/hot/article/viewFile/16514/16506

  • 23

    diklasifikasikan ke dalam gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya

    komunkasi konteks rendah.20

    Secara teoretik, Edward T. Hall dalam buku Deddy Mulyana,

    menyebut dalam konteks budaya, gaya komunikasi dapat dibedakan ke

    dalam bentuk gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya komunikasi

    konteks rendah. Gaya bicara komunikasi konteks tinggi ini, orang lebih

    suka berbicara secara implisit (halus, diam-diam), tidak langsung, dan suka

    basa-basi. Salah satu tujuannya, untuk memelihara keselarasan kelompok

    dan tidak ingin berkonfrontasi (bertentangan), maksudnya agar tidak

    mudah menyinggung perasaan orang lain. Komunikasi budaya konteks

    tinggi, cenderung lebih tertutup dan mudah curiga terhadap pendatang baru

    atau orang asing. Sementara gaya komunikasi dalam konteks rendah,

    biasanya digunakan oleh orang-orang yang memiliki pola pikir linier.

    Bahasa yang digunakan langsung, lugas, dan eksplisit21. Selain itu,

    komunikasi konteks rendah, cepat dan mudah berubah karena tidak

    mengikat kelompok.22

    Untuk lebih memudahkan peneliti membuatnya dalam bentuk tabel

    di bawah ini:

    20 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya (Bandung: PT

    RemajaRosdakarya, 2005) h.129 21 Dalam kamus ilmiah populer karangan Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry

    eksplisit berarti jelas, terang, gamblang; dengan tegas. 22 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h.129.

  • 24

    Tebel 1. Perbedaan Gaya Komunikasi Konteks Tinggi dan Gaya Komunikasi Konteks

    Rendah

    No. Gaya Komunikasi Konteks Tinggi Gaya Komunikasi Konteks Rendah

    1. Mengandung pesan yang kebanyakannya ada dalam konteks fisik, sehingga makna pesan hanya dapat dipahami dalam konteks pesan tersebut.

    Sibuk dengan spesifikasi, rincian, jadwal waktu yang persis dengan mengabaikan konteks.

    2. Bicara secara implisit, tidak langsung dan suka basa-basi.

    Bicaranya eksplisit, bahasa yang digunakan langsung dan lugas.

    3. Kebanyakan masyarakat homogen berbudaya konteks tinggi, pola pikir non linier.

    Biasanya digunakan oleh orang-orang yang memiliki pola pikir linier.

    4. Kekuatan kohesif bersama yang memiliki sejarah yang panjang, lamban berubah dan berfungsi untuk menyatukan kelompok.

    Cepat dan mudah berubah, tidak mengikat kelompok.

    5. Orang berbudaya konteks-tinggi gemar berdiam diri, tidak suka berterus terang, dan misterius.

    Orang berbudaya konteks-rendah dianggap berbicara berlebihan, mengulang-ngulang apa yang sudah jelas.

    Sumber: Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, h.129

    7. Retorika

    Gaya komunikasi seseorang juga dapat dilihat dari retorika.

    Retorika adalah ilmu berbicara. Dalam bahasa Inggris, yaitu rhetoric dan

    dari kata Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara.23 Bagi Aristoteles

    retorika adalah seni persuasi, suatu yang harus singkat, jelas dan

    meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang

    bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong

    (suggestive) dan mempertahankan (defensive).24

    23 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja

    Rosdakarya, 2007), cet.ke-21 h.53. 24 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra

    Aditya Bakti, 2003), cet.ke-3 h.4.

  • 25

    Aristoteles menulis:

    Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain: ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya.25

    Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos.

    Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik

    (good sense, good moral character, good will).26

    Pada mulanya retorika merupakan cara pengungkapan pikiran dan

    perasaan manusia terhadap sesamanya telah ada seiring munculnya

    manusia di bumi ini. Retorika menjadi bahan kajian proses pernyataan

    antarmanusia sebagai fenomena sosial mulai abad V SM di Yunani dan

    Romawi.

    Di Yunani dipelopori oleh Georgias (480-370 SM). Seiring dengan

    mulai dikembangkannya sistem pemerintahan demokrasi, maka retorika

    yang diajarkan Georgias adalah bagaimana mengembangkan kemampuan

    seni berpidato demi tercapainya tujuan pencapaian kekuasaan dalam

    pemerintahan (dibenarkan dengan pemutarbalikan fakta untuk menarik

    perhatian khalayak). Jadi retorika berperan penting bagi persiapan

    seseorang untuk menjadi pemimpin.27

    25 (Aristoteles, 1954:45) dalam Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT

    Remaja Rosdakarya, 2007), cet.ke-25 h.255. 26 Ibid, h.255. 27 Fathurin, Pengantar Retorika dan Public Speaking, 2008 artikel diakses pada 2 Mei

    2010 dari http://www.fathurin-zen.com/?p=89

  • 26

    Protagoras (500-432 SM) menyatakan bahwa retorika sebagai

    kemahiran berbicara bukan demi kemenangan melainkan demi keindahan

    bahasa.

    Pendapat lain, Socrates (469-399 SM) menyatakan bahwa retorika

    adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan

    dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya. Plato yang merupakan

    murid utama Socrates, menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah

    sebagai metode pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam

    pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat.28

    Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari

    perkataan Latin rhetorica yang berarti ilmu bicara.29

    Onong Uchjana dalam bukunya Komunikasi: Teori dan Praktek

    menambahkan Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya,

    Modern Rhetoric, mendefinisikan retorika sebagai the art of using

    language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif.

    Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa retorika memiliki

    pengertian sempit: mengenai bicara, dan pengertian luas: penggunaan

    bahasa, bisa lisan maupun tulisan. Oleh karena itu, ada sementara orang

    yang mengartikan retorika sebagai public speaking atau pidato di depan

    umum, banyak juga yang beranggapan bahwa retorika tidak hanya berarti

    pidato di depan umum, tetapi juga termasuk seni menulis.30

    28 Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek (Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2007) cet.ke-27 h.54 29 Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek , h.53 30 Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja

    Rosdakarya, 2007) cet. Ke-20 h.53

  • 27

    Menurut Sonnya K. Foss, retorika didefinisikan sebagai

    penggunaan kata atau bahasa untuk mempengaruhi pikiran, perasaan, dan

    tingkah laku khalayak. Jika didasarkan pada fungsi bahasa yang mendasar,

    retorika menjadi sarana simbolis yang digunakan manusia untuk

    membujuk manusia lain yang secara alami beraksi dan berkreasi dengan

    menggunakan simbol-simbol.31

    Menurut Aristoteles, Dalam retorika terdapat 3 bagian inti yaitu :32

    a. Ethos (ethical) yaitu, karakter pembicara yang dapat dilihat dari cara ia

    berkomunikasi. Eugene Ryan (1984) menyatakan bahwa ethos

    merupakan istilah yang luas yang merujuk pada pengaruh timbal balik

    yang dimiliki oleh pembicara dan pendengar terhadap satu sama lain.33

    b. Pathos (emotional) yaitu, perasaan emosional khalayak yang dapat

    dipahami dengan pendekatan Psikologi Massa.

    c. Logos (logical) yaitu, pemilihan kata atau kalimat atau ungkapan oleh

    pembicara.

    Kemudian ada dua persyaratan mutlak bagi seseorang yang akan

    muncul dalam mimbar atau forum untuk berpidato. Syarat yang pertama

    adalah apa yang dinamakan source credibility atau kredibilitas sumber,

    dan yang kedua adalah source attractiveness atau daya tarik sumber.34

    31 Sonnya K. Foss (1989: 4-5) dalam Sidik Suhada, Media dan Komunikasi, artikel

    diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11 pm dari http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-dan-ideologi-dalam-retorika.html

    32 Fathurin, Pengantar Retorika dan Public Speaking, 2008 artikel diakses pada 2 Mei 2010 pukul 15.03 pm dari http://www.fathurin-zen.com/?p=89

    33 Richard West, Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2008) h. 18

    34 Onong Uchjana Effendi, Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) cet. ke-20 h.68

  • 28

    a. Kepercayaan kepada komunikator/ kredibilitas sumber (source

    credibility)

    Kepercayaan kepada komunikator ditentukan oleh keahliannya

    dan dapat tidaknya ia dipercaya. Kepercayaan kepada komunikator

    mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan dianggap benar

    dan sesuai dengan kenyataan empiris. Selain itu, kepercayaan ini

    banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki

    seorang komunikator. seorang dokter akan mendapat kepercayaan jika

    ia menerangkan soal kesehatan. Seorang duta besar akan mendapat

    kepercayaan jika berbicara mengenai situasi internasional.35

    b. Daya Tarik Komunikator (source attractiveness)

    Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk

    melakukan perubahan sikap, opini, dan prilaku komunikan melalui

    mekanisme daya tarik, jika pihak komunikasi merasa bahwa

    komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan

    opini secara memuaskan. Dengan kata lain komunikan akan merasa ada

    kesamaan antara komunikator dengannya sehingga komunikan bersedia

    taat pada isi pesan yang dilancarkan oleh komunikator. 36

    8. Bahasa

    Apabila ditinjau dari ilmu komunikasi, bahasa sebagai lambang

    dalam proses komunikasi itu tidak berdiri sendiri, tetapi bertautan dengan

    komponen-komponen komunikasi lainnya, dalam buku Komunikasi:

    Teori dan Praktek karya Onong Uchjana Effendi menyebutkan

    35 Onong Uchjana, Komunikasi: Teori dan Praktek, h.38 36 Onong Uchjana, Komunikasi: Teori dan Praktek, h. 43-44

  • 29

    komponen-komponen lainnya yaitu, komunikator yang menggunakan

    bahasa itu, pesan yang dibawakan oleh bahasa itu, media yang akan

    meneruskan bahasa itu, komunikan yang dituju oleh bahasa itu, dan efek

    yang diharapkan dari komunikan dengan menggunakan bahasa itu.

    Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa

    simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Komunikasi melalui

    bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan

    lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya. Ia memungkinkan tiap orang

    untuk mempelajari kebiasaan, adat istiadat, kebudayaan serta latar

    belakangnya masing-masing.37

    a. Aspek Bahasa

    Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang

    mempergunakan simbol-simbol vocal (bunyi ujaran) yang bersifat

    arbitrer38, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang

    nyata. Ia merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan

    oleh alat ucap manusia harus diberikan makna tertentu, yaitu mengacu

    kepada sesuatu yang dapat dicerap panca indra.

    Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi vocal yang

    dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan

    antara rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya

    itu. Bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita

    (yang dicerap panca indra kita), sedangkan arti adalah isi yang

    37 Gorys Keraf, Komposisi, (Jakarta: Penerbit Nusa Indah, 1994) 38 Dalam John Fiske, Communication Studies, Arbitrer adalah istilah dalam semiotika

    yang menyatakan bahwa relasi antara penanda dan petanda semata-mata berdasarkan konvensi sosial, bukan relasi yang lumrah atau alamiah.

  • 30

    terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau

    tanggapan dari orang lain.39

    b. Fungsi Bahasa

    Fungsi bahasa adalah:

    1) untuk menyatakan ekspresi diri;

    2) sebagai alat komunikasi;

    3) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial;

    4) sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial.

    B. Teori Terministic Screen

    Salah satu teori yang memiliki hubungan erat dengan definisi retorika

    tersebut adalah teori terministic screen. Teori ini dikembangkan oleh seorang

    ahli bidang retorika dari Amerika Serikat, Kenneth Burke. Inti dari teori ini

    adalah bahwa dalam komunikasi, manusia cenderung memilih kata-kata

    tertentu untuk mencapai tujuannya. Pemilihan kata-kata itu bersifat strategis.

    Dengan demikian, kata yang diungkapkan, simbol yang diberikan, dan

    intonasi pembicaraan, tidaklah semata-mata sebagai ekspresi pribadi atau cara

    berkomunikasi, namun dipakai secara sengaja untuk maksud tertentu dengan

    tujuan mengarahkan cara berpikir dan keyakinan khalayak.40

    39 Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia bebas arikel diakses pada 5 Mei 2010 pukul

    22.23 pm dari www.wikipedia.org/bahasa 40 Dalam Sidik Suhada, Media dan Komunikasi, penulisnya mengutip dari Eriyanto

    (2000:5) artikel diakses pada 20 April 2010 pukul 11.11 pm dari http://sidiksuhada.blogspot.com/2010/01/bahasa-dan-ideologi-dalam-retorika.html

  • 31

    C. Komunikasi Efektif

    Menurut Deddy Mulyana dalam buku Komunikasi Efektif, gaya

    komunikasi efektif merupakan perpaduan antara sisi-sisi positif komunikasi

    konteks tinggi dan komunikasi konteks rendah yang ditandai dengan

    ketulusan, kejernihan, keterbukaan, keterusterangan, kesederhanaan, dan

    kesantunan dalam berbicara.41

    Sedangkan dalam buku karya Onong Uchjana Effendi Ilmu, Teori dan

    Filsafat Komunikasi disebutkan faktor-faktor penunjang komunikasi efektif,

    ia menjelaskan apa yang dikatakan Wilbur Schramm the condition of success

    in communication, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan

    agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Faktor-

    faktor tersebut yaitu:

    1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat

    menarik perhatian komunikan.

    2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman

    yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama

    mengerti.

    3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan

    menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

    4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi

    yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia

    digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.42

    41 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT

    Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke-2 h. 149. 42 Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT Citra

    Aditya Bakti) cet ke-3 h. 41-42

  • 32

    Onong Uchjana Effendy dalam karya lain Ilmu Komunikasi Teori dan

    Praktek mengatakan agar komunikasi efektif, proses penyandian oleh

    komunikator harus bertautan dengan proses pengawasandian oleh komunikan.

    Wilbur Schramm melihat pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh

    komunikan. Semakin tumpang tindih bidang pengalaman komunikator dengan

    bidang pengalaman komunikan, akan semakin efektif pesan yang

    dikomunikasikan.

    Komunikator akan dapat menyandi dan komunikan akan dapat

    mengaesandi hanya dalam pengalaman yang dimiliki masing-masing. Biarpun

    tidak demikian dalam teori komunikasi dikenal dengan istilah empathy, yang

    berarti kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain. Maka

    jika komunikator bersikap empatik, maka komunikasi tidak akan gagal.43

    Dalam konteks komunikasi Cak Nur adalah sebagai seorang

    komunikator yang baik, dia mempunyai media yaitu Yayasan Wakaf

    Paramadina dan Cak Nur memiliki komunikan yakni muslim kelas menengah

    kota. Dilihat dari ketiga element tersebut gagasannya terus berkembang

    hingga sekarang dan melahirkan intelektual-intelektual muda yang kompetibel

    dalam pemikiran Islam.

    43 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h.9

  • BAB III

    BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID

    A. Profil Nurcholish Madjid

    Prof. DR. Nurcholish Madjid lahir pada 17 Maret 1939 bertepatan

    dengan 26 Muharram 1358 H. Ia lahir di sebuah sudut kampung kecil di desa

    Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur. Ia dibesarkan dari kalangan keluarga

    santri, putra dari seorang ayah bernama Abdul Madjid. Seorang kiai lulusan

    pesantren Tebuireng Jombang yang didirikan dan dipimpin oleh Hadratus

    Syaikh Hasyim Asyari, pendiri NU (Nahdatul Ulama).1

    Ayah Cak Nur adalah seorang murid kesayangan kyai Hasyim Asyari

    di Pesanteren Tebuireng, Jombang. Untuk beberapa tahun lamanya ayah Cak

    Nur belajar langsung di bawah bimbingan Hasyim Asyari, bahkan pernah

    dinikahkan dengan seorang wanita keponakan dari gurunya tersebut yang

    bernama Halimah. Tentang peristiwa ini Cak Nur sendiri pernah

    mengisahkannya, waktu itu kyai Hasyim Asyari sendiri memang sangat

    menginginkan ayahnya menjadi menantunya.2 Tetapi dari pernikahan

    tersebut tidak membuahkan keturunan. Karena alasan inilah maka mereka

    kemudian berpisah secara baik-baik.

    Lalu beberapa waktu kemudian Hasyim Asyari menganjurkan kepada

    ayah Cak Nur untuk menikah dengan wanita yang lain, yaitu dengan ibu Cak

    1 Dedy Djamaluddin Malik dan Idy Subandy Ibrahim, Zaman Baru islam Indonesia:

    Pemikiran dan Aksi Politik Gus Dur, Amin Rais, Cak Nur, Djalaluddin Rahmat (Bandung: Pustaka Zaman Wacana Mulia, 1998), cet I h. 121-122

    2 Ibid, h. 122

    33

  • 34

    Nur yang sekarang. Ibu Cak Nur adalah salah seorang putri kyai Abdullah

    Sadjad dari Kediri yang juga teman baik kyai Hasyim Asyari.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa wawasan intelektual Abdul Madjid yang

    kemudian mempengaruhi pemikiran Cak Nur adalah dibentuk atas dasar

    hubungan yang begitu dekat antara sang guru dengan muridnya. Peristiwa

    tersebut terjadi ketika Abdul Madjid mengikuti kyai Hasyim Asyari untuk

    bergabung dalam Masyumi, dan terus bertahan di Masyumi sebagai rasa

    hormat pada sang guru yang saat meninggal masih menjadi tokoh Masyumi.3

    Secara ekonomi, keluarga ayah Cak Nur, termasuk keluarga yang

    berkecukupan. Dia seorang petani dari Jombang dan juga seringkali dipanggil

    kyai haji sebagai ungkapan penghormatan bagi ketinggian ilmu-ilmu

    keislaman yang dimilikinya. Walau ia sendiri secara pribadi tidak pernah

    menyebut dirinya sebagai seorang kyai dan tidak pernah secara resmi

    bergabung dengan kalangan ulama.

    Walaupun Abdul Madjid menyebut dirinya hanya sebagai orang

    biasa, namun ayah Cak Nur ini juga mendirikan sebuah madrasah yang

    bernama Al-Wathoniyah di Mojoanyar, Jombang. Ia mempunyai peranan

    besar pada pembangunan dan pengelolaan serta setiap saat mengawasi

    perkembangan madrasah tersebut, madrasah itu membuka proses kegiatan

    belajar mengajar pada sore hari dan sering disebut sekolah sore, yang

    dipersiapkan untuk para siswa yang telah mengikuti sekolah rakyat (SR) di

    pagi hari. Seperti diketahui SR adalah sekolah rakyat yang memberi

    3 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Cak Nur,

    Djohan Effendy, Ahmad Wahib dan Gus Dur (Jakarta: Paramadina dan Pustaka Antara, 1999), cet I. h.73

  • 35

    pendidikan sekuler. Dan madrasah Al-Wathoniyah ini ternyata berperan

    besar pada era 1990-an di bawah kepemimpinan ayah Cak Nur.4

    Pengaruh awal yang paling dominan yang mewarnai pemikiran Cak

    Nur tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lingkungan rumah dan keluarganya,

    terutama sosok sang ayah, yaitu Abdul Madjid.

    B. Riwayat Pendidikan dan Aktifitas Intelektual Nurcholish Madjid

    Sejak kecil Cak Nur memang telah memperlihatkan tanda-tanda akan

    menjadi seorang intelektual muslim5. Di dunia pendidikannya Cak Nur

    menampakkan prestasi akademik yang luar biasa, selama tiga tahun lebih Cak

    Nur memperoleh nilai tertinggi dan menjadi juara kelas di madrasah, yang

    kebetulan pada saat itu sang ayah memang sebagai pendiri merangkap

    pengajar di madrasah tersebut pada tahun 1984. Hal itu tentu saja

    menimbulkan rasa kagum ayahnya.

    Selain mengenyam pendidikan di madrasah, Cak Nur kecil juga

    mengikuti Sekolah Rakyat (SR) di kampungnya. Selanjutnya, setamat dari

    Sekolah Rakyat (SR) pada tahun 1952 ketika usianya 14 tahun, ia dimasukkan

    ayahnya ke pesanteren Darul Ulum, di daerah Rejoso, Jombang, dan ternyata

    di Pesanteren ini pun ia memperoleh prestasi-prestasi yang mengagumkan.6

    4 Ibid, h. 72. 5 Pengertian sederhana tentang intelektual dikemukakan George A. Theodoran dan

    Achilles G. Theodore, menurut keduanya, kaum intelek adalah anggota-anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya pada pengembangan ide-ide orisinil dan terikat dalam penacarian pemikiran kreatif. Lihat Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos, 1999) h. 157

    6 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Cak Nur, Djohan Effendy, Ahmad Wahib dan Gus Dur (Jakarta: Paramadina dan Pustaka Antara, 1999), cet I. h.74

  • 36

    Namun, hanya dua tahun Cak Nur belajar atau nyantri di pesanteren

    Darul Ulum dan sempat menyelesaikan pada tingkat ibtidaiyah lalu

    melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah. Ayahnya memindahkan Cak Nur ke

    pesanteren pondok modern Darussalam Gontor, di Ponorogo pada tahun 1955.

    Melalui pesantren ini pula Cak Nur menunjukkan kembali bahwa ia

    memang merupakan seorang yang pantas diperhitungkan. Ia kembali menjadi

    salah seorang siswa terbaik dengan meraih juara kelas, sehingga pada waktu ia

    kelas satu bisa langsung loncat ke kelas tiga Tsanawiyah.

    Pada usia 16 tahun, Cak Nur masuk ke pesanteren pondok modern

    Gontor dan pada tahun 1960 ketika usianya mencapai 21 tahun, ia berhasil

    menyelesaikan studinya. Kemudian beberapa tahun ia mengajar di bekas

    almamaternya. Jika diukur dengan masa sekarang pola pendidikan yang

    dikembangkan Gontor pada saat Cak Nur nyantri sekitar akhir 1950-an, dapat

    dianggap sebagai pendidikan yang bersifat progresif, dan dengan gaya

    revolusioner. Kurikulum Gontor menghadirkan perpaduan yang liberal, yakni

    menerapkan tradisi belajar klasik dengan gaya modern Barat, yang

    diwujudkan secara baik dalam sistem pengajaran maupun mata pelajarannya.

    Para santri yang belajar di pesanteren Gontor tidak hanya

    diproyeksikan memiliki kemampuan menguasai bahasa Arab klasik, tetapi

    juga bahasa Inggris, dengan alasan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa

    internasional yang dibutuhkan untuk masa sekarang sebagai usaha untuk

    mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin kompleks. Para

    santri di pesanteren pun didorong untuk selalu berkomunikasi antar mereka

  • 37

    hanya dengan bahasa Inggris atau bahasa Arab, sehingga pluralisme pun disini

    cukup terjaga.

    Pada tahun 1962, Nurcholish hijrah ke Jakarta, ibukota negara, untuk

    melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN),

    sebuah lembaga pendidikan tinggi yang dibangun pemerintah pasca-

    kemerdekaan untuk mendorong mobilitas vertikal kaum Muslim santri yang

    pendidikannya sangat terhambat di bawah kolonialisme. Di IAIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta ini Cak Nur mengikuti kuliah di fakultas Adab, jurusan

    bahasa Arab dan Sejarah Kebudayaan Islam. Dari sini semakin jelas bahwa

    karirnya akan berkaitan dengan dunia pemikiran keislaman. Pada masa ini

    pulalah ia mulai berkiprah di organisasi kemahasiswaan: ia terlibat sangat

    aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebuah organisasi mahasiswa

    Islam kota yang didirikan pada tahun 1947. Di organisasi inilah

    kemampuannya mulai tampak menonjol. Pada tahun 1965, misalnya, ia

    menulis Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), rumusan doktrin ideologis HMI

    yang hingga sekarang masih dijadikan materi wajib dalam pengkaderan

    puluhan ribu anggotanya. Karena kemampuannya demikian menonjol (saat

    itu, ia antara lain menguasai bahasa Arab dan Inggris secara aktif dan bahasa

    Perancis secara pasif), ia terpilih sebagai Ketua Umum HMI untuk dua

    periode: 1966-1969 dan 1969-1971. Hingga saat ini, ia-lah satu-satunya Ketua

    Umum HMI yang terpilih dua kali.7

    Cak Nur pun pernah menjabat sebagai presiden persatuan mahasiswa

    Islam Asia Tenggara (PEMIAT) pada periode 1967-1969, lalu masa bhakti

    7 Dalam Pengantar Diskusi Penulisan Otobiografi Intelektual: Demi Islam, Demi

    Indonesia: Sketsa Biografi Nurcholish Madjid. Artikel oleh Ihsan Ali-Fauzi, (Jakarta, 1996).

  • 38

    1968-1971 ia juga menjadi wakil sekretaris umum sekaligus pendiri

    International Islamic Federation of Student Organisation (IIFSO) yaitu

    himpunan organisasi mahasiswa Islam se-Dunia.

    Pada tahun 1968 Cak Nur berhasil menyelesaikan pendidikan di IAIN

    jakarta dan meraih gelar sarjana (bahkan sarjana terbaik), ia menulis skripsi

    berjudul Al-Quran Arabiyun Lughatan Wa Alamiyun Manan (Al-Quran

    secara bahasa adalah bahasa Arab secara makna adalah universal).

    Dan pada tahun 1971 Cak Nur mulai mencurahkan pada upaya

    pendalaman pemikiran ketimbang urusan organisasi. Ia pun lebih banyak

    menulis hingga tahun 1978. Pada saat itu pula, Cak Nur memperoleh beasiswa

    dari Ford Foundation guna melanjutkan studinya pada program pasca sarjana

    di University of Chicago AS, dan dari sanalah ia meraih gelar Doktor dalam

    bidang filsafat dengan predikat summa cumlaude pada tahun 1984.

    Pertautannya dengan Universitas Chicago, salah satu perguruan tinggi

    paling bergengsi di Amerika Serikat, di atas belakangan terbukti cukup

    memainkan peran dalam mematangkan Cak Nur sebagai pemikir dan

    pembaru. Terkesan oleh kemampuan Cak Nur, universitas itu menawarkan

    beasiswa pasca-sarjana kepadanya sebuah tawaran yang, sekalipun dengan

    antusias diterimanya, baru dapat dijalaninya setelah ia selesai berkampanye

    untuk PPP pada pemilu tahun 1977.

    Di Universitas Chicago, Nurcholish pertama-tama belajar ilmu politik.

    Setelah merasa cukup, ia pindah ke bidang studi-studi keislaman, dan di

    sinilah ia berjumpa dengan almarhum Fazlur Rahman, salah seorang pemikir

    Islam paling berpengaruh di abad ini. Di bawah bimbingan guru besar asal

  • 39

    Pakistan ini, Nurcholish lalu menulis disertasi mengenai pemikiran Ibn

    Taymiyyah, tokoh yang dianggapnya sebagai mbah-nya pemikir pembaruan di

    dunia Islam.

    Sekembalinya dari Amerika Serikat, bersama rekan-rekannya, Cak Nur

    membentuk Yayasan Wakaf Paramadina (1986). Lewat yayasan ini, ia

    membidik sasaran publik yang lebih tegas yaitu kaum Muslim menengah kota

    yang selama ini kurang tertampung minat dan kepentingan religiusnya karena

    pola, bentuk dan kandungan intelektual para dai tradisional dirasakan

    kurang memadai. Selain menyelenggarakan kursus-kursus reguler dan diskusi

    bulanan tentang tema-tema keislaman, yayasan ini juga menerbitkan buku-

    buku baik karangan asli maupun terjemahan.

    Di samping itu, petualangan internasional adalah bentuk kegiatan

    lainnya yang telah memberi sumbangan berharga terhadap pengalaman dan

    perkembangan intelektualnya. Yaitu dimulai dengan kunjungannya ke

    Amerika lalu dilanjutkan ke negara-negara Timur Tengah. Bagi Cak Nur

    perjalanan ke Timur Tengah telah membuka matanya untuk melihat

    persoalan-persoalan yang berkaitan dengan diskursus Islam.

    Di bawah ini adalah daftar jenjang pendidikan Nurcholish Madjid:8

    1. Pesantren Darul ulum Rejoso, Jombang, Jawa Timur, 1955

    2. Pesantren Darul Salam, Gontor, Ponorogo, Jawa Timur 1960

    3. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1965

    (BA, Sastra Arab)

    8 Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopesi bebas, Cak Nur dalam Ensiklopedia Tokoh

    Indonesia artikel diakses pada tanggal 13 Mei 2010 pukul 14.50 pm dari www.wikipedia.org/nurcholis_madjid.htm

  • 40

    4. Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1968

    (Doktorandus, Sastra Arab)

    5. The University of Chicago (Universitas Chicago), Chicago, Illinois,

    Amerika Serikat, 1984 (Ph.D, Studi Agama Islam) Bidang yang diminati

    Filsafah dan Pemikiran Islam, Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik

    dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-negara berkembang.

    1. Aktivitas Intelektual Nurcholish Madjid

    a. Presenter, Seminar Internasional tentang Agama Dunia dan

    Pluralisme, November 1992, Bellagio, Italia

    b. Presenter, Konferensi Internasional tentang Agama-agama dan

    Perdamaian Dunia, April 1993, Wina, Austria

    c. Presenter, Seminar Internasional tentang Islam di Asia Tenggara, Mei

    1993, Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat

    d. Presenter, Seminar Internasional tentang Persesuaian aliran Pemikiran

    Islam, Mei 1993, Teheran, Iran.

    e. Presenter, Seminar internasional tentang Ekspresi-ekspresi

    kebudayaan tentang Pluralisme, Jakarta 1995, Casablanca, Maroko

    f. Presenter, seminar internasional tentang Islam dan Masyarakat sipil,

    Maret 1995, Bellagio, Italia

    g. Presenter, seminar internasional tentang Kebudayaan Islam di Asia

    Tenggara, Juni 1995, Canberra, Australia

    h. Presenter, seminar internasional tentang Islam dan Masyarakat sipil,

    September 1995, Melbourne, Australia

  • 41

    i. Presenter, seminar internasional tentang Agama-agama dan Komunitas

    Dunia Abad ke-21, Juni 1996, Leiden, Belanda.

    j. Presenter, seminar internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia,

    Juni 1996, Tokyo, Jepang

    k. Presenter, seminar internasional tentang Dunia Melayu, September

    1996, Kuala Lumpur, Malaysia

    l. Presenter, seminar internasional tentang Agama dan Masyarakat

    Sipil, 1997 Kuala lumpur

    m. Pembicara, konferensi USINDO (United States Indonesian Society),

    Maret 1997, Washington, DC, Amerika Serikat

    n. Peserta, Konferensi Internasional tentang Agama dan Perdamaian

    Dunia (Konperensi Kedua), Mei 1997, Wina, Austria

    o. Peserta, Seminar tentang Kebangkitan Islam, November 1997,

    Universitas Emory, Atlanta, Georgia, Amerika Serikat

    p. Pembicara, Seminar tentang Islam dan Masyarakat Sipil November

    1997, Universitas Georgetown, Washington, DC, Amerika Serikat

    q. Pembicara, Seminar tentang Islam dan Pluralisme, November 1997,

    Universitas Washington, Seattle, Washington DC, Amerika Serikat

    r. Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi Tahunan, MESA (Asosiasi

    Studi tentang Timur Tengah), November 1997, San Francisco,

    California, Amerika Serikat

    s. Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi Tahunan AAR (American

    Academy of Religion) Akademi Keagamaan Amerika, November 1997,

    California, Amerika Serikat

  • 42

    t. Presenter, Konferensi Internasional tentang Islam dan Hak-hak Asasi

    Manusia, Oktober 1998, Jenewa, Swiss

    u. Presenter, Konferensi Internasional tentang Agama-agama dan Hak-

    hak asasi Manusia, November 1998 State Department (Departemen

    Luar Negeri Amerika), Washington DC, Amerika Serikat

    v. Peserta Presenter Konferensi Pemimpin-pemimpin Asia, September

    1999, Brisbane, Australia

    w. Presenter, Konferensi Internasional tentang Islam dan Hak-hak Asasi

    Manusia, pesan-pesan dari Asia Tenggara, November 1999, Ito,

    Jepang

    x. Peserta, Sidang ke-7 Konferensi Dunia tentang Agama dan Perdamaian

    (WCRP), November 1999, Amman, Yordania.

    2. Karya-karya dan Karirnya

    a. Khazanah Intelektual Islam (Jakarta, Bulan Bintang, 1986)

    b. Islam, Kemoderanan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1988)

    c. Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah

    Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan (Jakarta, Paramadina,

    1992)

    d. Islam, Kerakyatan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan, 1993)

    e. Pintu-pintu menuju Tuhan, (Jakarta, Paramdina, 1994)

    f. Islam, Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam

    Indonesia, (Jakarta, Paramadina, 1995)

    g. Islam, Agama Peradaban, (Jakarta, Paramadina, 1995)

  • 43

    h. Dialog Keterbukaan, Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial

    Politik Kontemporer, (Jakarta, Paradima, 1998)

    i. Kaki Langit Peradaban Islam,(Jakarta: Paramadina, 1997)

    j. Bilik-bilik Pesanteren, (Jakarta: Paramadina,1997)

    k. Cita-cita politik Islam Era Reformasi, (Jakarta: Paramadina, 1999)

    l. Cendekiawan dan Religious Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, 1999)

    m. Pesan-pesan Takwa (kumpulan khutbah Jumat di Paramadina)

    (Jakarta:Paramadina, --)

    n. The Issue of Modernization among Muslim in Indonesia, a participant

    point of view dalam Gloria Davies, ed. What is Modern Indonesia

    Culture (Athens, Ohio, Ohio University, 1978)

    o. Islam In Indonesia: Challenges and Opportunities dalam Cyriac K.

    Pullapilly, Ed. Islam in Modern World (Bloomington, Indiana:

    Crossroads, 1982)

    p. In Search of Islamic Roots for Modern Pluralism: The Indonesian

    Experiences dalam Mark Woodward ed., Toward a new Paradigm,

    Recent Developments in Indonesian Islamic Thoughts (Tempe,

    Arizona: Arizona State University, 1996).

    Cak Nur adalah sosok cendikiawan yang tanpa pamrih. Dengan

    keberanian moralnya yang nothing to loose, dia tampil dengan gagasan-

    gagasan yang segar dan membebaskan. Kalaupun dia dicitrakan sebagai sosok

    kontroversial, itu sepenuhnya bisa dimakluminya. Baginya, kontroversi

    menjadi semacam hukum alam (sunnah Allah) yang tak bisa dielakkan. Pada

    dirinya berlaku pepatah Inggris: To avoid critism, do nothing, say nothing,

  • 44

    and be nothing! Ia tidak mau menjadi nothing bukan karena dia

    mengharapkan popularitas, tetapi karena ia memandang bahwa itulah tugas

    yang harus diembannya sebagai hamba Allah.9

    Dalam konteks komunikasi, Cak Nur adalah sebagai seorang

    komunikator yang baik, mempunyai media untuk menyampaikan pesan-

    pesannya berupa ide, gagasan yang terus berkembang hingga saat ini, yang

    bahkan pernah mengalami kontroversial. Medianya adalah Paramadina,

    sebagai komunikannya yaitu Muslim urban perkotaan (masyarakat menengah

    kota), dilihat dari kepiawaiannya berkomunikasi menyampaikan ide dan

    gagasannya Cak Nur berhasil membawakan pesan-pesannya sehingga efektif

    dan masih dikembangkan hingga sekarang. Sehingga ditinjau dari elemen

    tersebut selain gagasan-gagasan yang masih terus berkembang, Cak Nur

    melahirkan intelektual-intelektual muda yang kompetibel dalam pemikiran

    Islam.

    9 Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Cak Nur: Pemikiran Islam di Kanvas

    Peradaban, (Jakarta: Mizan, 2006) cet. I

  • BAB IV

    PEMBAHASAN DAN ANALISIS GAYA KOMUNIKASI

    NURCHOLISH MADJID

    Komunikasi adalah proses yang tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari

    yang menginformasikan cara kita menerima, memahami, dan mengkonstruksi

    pandangan kita tentang realitas dan dunia. Komunikasi merupakan salah satu

    aktivitas manusia yang diakui setiap orang, komunikasi adalah berbicara satu

    sama lain, ia bisa televisi, ia bisa juga penyebaran informasi, ia pun bisa gaya

    rambut kita.1 Pada hakikatnya komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh

    komunikator kepada komunikan. Seorang komunikator yang menyampaikan

    pesan harus memiliki syarat-syarat yang harus diperhatikan. Syarat-syarat yang

    harus diperhatikan diantaranya, yaitu seorang komunikator harus memiliki

    kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya, memiliki keterampilan

    berkomunikasi, mempunyai pengetahuan yang luas, sikap, serta memiliki daya

    tarik.2

    Berdasarkan wawancara penulis dengan informan, hal tersebut memang

    ditunjukkan oleh Cak Nur, sebagai seorang komunikator, penggagas pembaharuan

    pemikiran Islam, Pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesiaan serta banyak

    ide-ide lain yang ia tuangkan dalam bentuk lisan maupun tulisan, keahlian dan

    kepiawaiannya dalam komunikasi tersebut tidak dapat diragukan lagi. Ia memiliki

    source credibility, source atractiveness, sikap yang santun, bahkan daya tarik

    ketampanan seperti yang dikatakan oleh Trisno S. Susanto, kolega dekat Cak Nur

    1 John Fiske, Cultural and Communication Studies, (Bandung: Jalasutra, 2007), h. 7. 2 Widjaja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, h. 12.

    45

  • 46

    yang beragama Kristen. Dalam wawancara kepada penulis ia mengatakan bahwa

    Cak Nur berbeda dengan komunikator lainnya, Cak Nur bukan seorang retorik

    yang memukau, tetapi dia memang sungguh memiliki kemampuan berkomunikasi

    dengan bahasa Indonesia yang perfect sekali, jarang orang bisa berpidato dengan

    bahasa Indonesia se-perfect dia. Dengan gaya, dengan langgamnya, dengan gerak

    dengan nada yang naik turunnya semua itu perfect, hampir sulit dicari

    kelemahan.3

    Dalam hal ini Cak Nur sebagai komunikator yang menyampaikan

    pesannya berupa ide maupun gagasan pembaharuan pemikiran Islam serta

    pluralisme dalam konteks Islam dan keindonesiaan kepada komunikan dengan

    khas gaya komunikasinya. Cak Nur dengan keluasan khazanah pengetahuannya

    menuangkan pemikirannya terhadap komunikan melalui pidato, ceramah khutbah

    Jumat maupun pesan yang ia sampaikan dalam forum-forum diskusi tidak

    terlepas dengan gaya komunikasinya yang khas. Gaya komunikasi yang dimaksud

    adalah cara seseorang menyampaikan ide, gagasan dengan bahasa sebagai alat

    penyalurnya untuk menyampaikan pesan kepada komunikan.4 Gaya komunikasi

    terkait retorika dan bahasa (pemilihan kata) Cak Nur ketika menyampaikan

    berbagai ide dan gagasannya memang menunjukkan ketulusan, kelugasan,

    keterusterangan atau keterbukaan, kesederhanaan dan kesantunan seperti yang

    diungkapkan Deddy Mulyana dalam bukunya Komunikasi Efektif. Pakar ilmu

    komunikasi tersebut menyebutkan gaya komunikasi tersebut merupakan

    perpaduan antara sisi-sisi positif gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya

    3 Wawancara pribadi dengan Trisno S. Sutanto (Program Officer MADIA dan sebagai

    Kolega Nonmuslim Cak Nur), Jakarta, 28 Juli 2010. 4 Widjaja, H. A., Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi

    Aksara, 2007), Cet. 3, h. 8.

  • 47

    komunikasi konteks rendah.5 Gaya bicara komunikasi konteks rendah yaitu gaya

    yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang berpikir linier, bahasa yang

    digunakan langsung, lugas dan eksplisit (jelas, terang, gamblang/tegas), gaya

    komunikasi konteks rendah ini juga cepat dan mudah berubah karena tidak

    mengikat kelompok. Sedangkan gaya bicara komunikasi konteks tinggi cenderung

    berbicara secara implisit (halus, diam-diam), tidak langsung, dan suka basa-basi.

    Salah satu tujuannya, untuk memelihara keselarasan kelompok dan tidak ingin

    berkonfrontasi (bertentangan), maksudnya agar tidak mudah menyinggung

    perasaan orang lain. Dengan menganalisis pengertian di atas dapat dikatakan

    bahwa Cak Nur lebih condong memiliki gaya komunikasi konteks rendah,

    meskipun terdapat perpaduan antara sisi-sisi positif gaya komunikasi konteks

    tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Hal ini dibenarkan juga oleh Musdah

    Mulia, ia mengatakan meskipun Cak Nur tidak memiliki kemampuan berorator

    menggebu-gebu seperti yang dilakukan FPI tetapi sebagai seorang komunikator,

    Cak Nur dalam menyampaikan gagasan itu dalam bahasa yang damai, sejuk, dan

    tenang.6 Trisno S. Sutatnto juga mengatakan, dalam berbicara Cak