Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Chapter Report
description
Transcript of Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Chapter Report
BAGIAN TIGA
ANALISIS ISI BUKU
I. BAB IV MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU
A. Manusia sebagai individu
Manusia sebagai salah satu makhluk hidup yang hidup di bumi ini, merupakan
suatu makhluk hidup yang dianggap paling sempurna, apabila dibandingkan
dengan makhluk hidup lainnya. Menurut para ahli, apabila melihat dan
mempelajari secara intensif dan mendetail organism manusia maka banyak yang
belum mengetahui tentang adanya pola-pola kelakuan manusia.
Bila, para ahli ini berbicara tentang pola kelakuan (patterns of behavior) maka
para ahli ini berbicara tentang pola kelakuan dalam arti yang khusus, yaitu
kelakuan organisme manusia yang ditentukan oleh naluri, dorongan-dorongan,
refleks-refleks atau berbagai kelakuan yang tidak dipengaruhi oleh akal dan
jiwanya.
Dengan demikian, apa yang disebut dengan kepribadian atau personality.
Menurut Koentjaraningrat, adalah susunan akal dan jiwa yang menentukan
perbedaan tingkah laku atau tindakan tiap-tiap individu manusia.
Secara umum, kepribadian memiliki beberapa unsure, yang mengisi akal dan
alam jiwa manusia secara sadar dan nyata terkandung dalam otak manusia.
Pertama, adalah pengetahuan yang didapat manusia secara sadar atau tidak
disadari. Kemudian, kedua, adalah perasaan. Alam sadar manusia juga
mengandung berbagai macam perasaan yang biasa bersifat subjektif. Selanjutnya,
ketiga, dalah dorongan naluri. Naluri ini terkandung dalam organism manusia,
khususnya dalam gennya. Kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap
makhluk manusia itu disebut oleh para ahli psikologi sebagai dorongan (drive).
1
B. Individu di dalam keluarga
Seorang bayi lahir ke dunia sebagai suatu organisme kecil yang memiliki
banyak kebutuhan fisik. Tetapi kemudian ia menjadi seorang manusia yang
memiliki seperangkat sikap dan nilai, kesukaan dan ketidak kesukaan, dan
banyak hal lainnya, melalui suatu proses belajar yang kita sebut sebagai proses
sosialisasi. Proses ini adalah suatu proses belajar yang mengubah dari “suatu
makhluk” menjadi “seorang manusia” yang memiliki kepribadian tertentu. Jadi
sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati norma-norma
kelompok-kelompok lainnya, di mana ia hidup sebagai diri yang unik.
1. Delapan tahap kehidupan
Menurut Erik Erikson (1933), orang asli Jerman yang hidup di Amerika
Serikat, siklud kehidupan manusia dapat dicapai atas delapan tahap.
Penjelasan Erik Erikson ini disebut sebagai teori tentang sosialisasi siklus
kehidupan (life cycle socialization).
Berikut adalah tabel delapan tahap kehidupan :
UsiaKrisis Identitas yang
Harus Dipecahkan
Kebajikan Dasar untuk
Dikembangkan
Masa Bayi Percaya VS Tidak
Percaya
Harapan
Masa Kanak-
Kanak Awal (2-3
tahun)
Otonomi VS Malu-malu
dan bimbang
Kemauan
Masa Bermain Inisiatif dan Rasa
Bersalah
Tujuan
Masa Sekolah (6-
11 tahun)
Kerajinan VS Rasa
Rendah Diri
Kecakapan
Remaja (12-18
tahun)
Identitas VS Kekacauan
Peran
Kesetiaan
2
Dewasa (19-35
tahun)
Keakraban VS Isolasi Kasih Sayang
Setengah Umur
( 36-50 tahun)
Generativitas VS
Stagnasi
Perawatan
Masa Tua (51
tahun lebih)
Integritas VS
Keputusasaan
Kebijakan
Sebagai ilustrasi, dalam tahap pertama, sang bayi sebenarnya belajar
tentang rasa percaya ataupun tidak percaya pada tokoh ibu ataupun tokoh
pengganti ibu. Kemudian pada tahap kedua, yaitu masa kanak-kanak awal,
anak-anak belajar tentang berbagai hal seperti berjalan, berbicara, memanjat
dan lainnya. Disini anak-anak mulai membangun otonomi, yaitu mulai
memilih-milih dan mengungkapkan keinginannya. Di samping itu juga
membentuk dan mengejar harapn-harapannya. Dalam tahap ketiga, seseorang
memutuskan konflik Oedipus dan mulai mengembangkan penegrtian moralnya.
Sedangkan di tahap keemapt, teori Erikson sama dengan teori yang
dikembangkan oleh Sigmund Freud tentang perkembangan psikoseksual anak,
yakni oral, anal, genital dan laten. Tajap kelima, remaja mengembangkan rasa
identitas pribadi melalui interaksi dengan orang lain. Tahap keenam, orang
dewasa mengembangkan hubungan aksih yang awet dengan lawan jenisnya.
Selanjutnya pada tahap ketujuh orang dewasa usia lanjut akan mengembangkan
sesuatu kepada keluarga dan pada masyarakat. Sedangkan pada tahap
kedelapan, seorang individu menghadapi masa akhir hidup baik secara
terhormat ataupun penuh keputusasaan.
2. Pentingnya gambaran diri
Berbicara tentang gambaran diri pribadi, yaitu factor yang sangat
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seorang individu, dapat dilihat
dari bberapa hasil penelitian yang menggambarkan pentingnya gambaran diri
ini.
3
Gambaran diri yang tidak memuaskan sejak dini akan menyebabkan
tingakh laku yang negative, seperti nakal, anti social dan tidak menyenangkan
(lihat Schwartz & Tangri, 1965; Kaplan, 1975,1977). Sebenarnya sejumlah
tingkah laku, mulai dari kebiasaan – kebiasaan yang agak mengganggu sampai
kepada kebiasaan yang sifatnya neurosis yang serius berhubungan dengan
gambaran diri ini.
3. Pengalaman unik dan kepribadian
Pengalaman individu akan berbeda satu dengan yang lainnya, dan akan
menghasilkan individu yang berbeda walaupun individu-individu tersebut
dilihat dari latar belakangnya mereka ini berasal dari kelompok keluarga yang
sama.
Dengan demikian, pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada
pengalaman siapapun yang sempurna dan dapat menyamainya. Selain itu,
pengalaman tidak hanya sekedar bertambah, tetapi sifatnya menyatu. Maksud
dari penjelasan terakhir adlah bahwa sebuah kepribadian tidak dibangun seperti
menyusun puzzle atau yang kita lihat sebagai kepingan-kepingan peristiwa
yang merupakan suatu pengalaman bagi individu
C. Individu di dalam masyarakat
Sepanjang hidup seorang individu, maka terdapat kelompok-kelompok
tertentu di sekitar kehidupannya yang dapat dikatakan cukup penting bagi diri
individu tersebut.
Di awal kehidupan seorang kehidupan seorang individu, amak kelompok
referens yang awal bagi dirinya adalah kelompok keluarganya sendiri.
Kelompok keluarga, pada awalnya merupakan kelompok yang terpenting bagi
diri individu, karena merupakan kelompok yang satu-satunya ia miliki,
khususnya sepanjang masa kanak-kanak.
4
1. Individu dan kelompok majemuk
Masyarakat yang kompleks yang biasanya dikategori sebagai masyarakat
majemuk, memiliki banyak kelompok dan kebudayaan yang bersifat khusus
dengan standar yang berbeda dan kadang kala bertentangan.
Dalam suatu masyarakat, individu harus bergerak dalam sejumlah
kelompok dengan standar dan nilai yang berbeda. Setiap orang harus memiliki
kemampuan untuk menentukan cara untuk mengatasi tantangan yang serba
bertentangan. Di sini, individu harus dapat mengatasi masalah ini dengan cara
memilah-milah kehidupan mereka dengan mengembangkan suatu diri yang
berbeda bagi setiap kelompok referens yang mereka sukai yang sesuai dengan
kehidupan nyata mereka, atau menolaknya.
D. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Kata “social” berasal dari kata socioes yang artinya berkumpul. Dengan
kata lain, kata ‘sosial” menunjuk pada Society (masyarakat) sebagai suatu system
dari kehidupan bersama.
Dalam kehidupannya sebagai makhluk social, manusia terus berusaha
mengembangkan self-nya untuk tetap dapat diterima oleh kelompoknya.
Perkembangan diri (self) manusia, oleh Charles H. Cooley dijelaskan dalam
teorinya yang dinamakan looking-glass self, di mana Cooley melihat bahwa
konsep diri seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain.
Sebagai mahkluk social, manusia selalu dihadapkan pada keharusan
(paksaan yang diistilahkan sebagai bagian dari fakta social). Fakta social, menurut
Emile Durkheim, adalah cara bertindak, berpikir dan berperasaan, yang berada di
luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa serta mengendalikannya.
Interaksi social adalah hubungan antara individu satu dan individu lain,
individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi
terdapat hubungan yang saling timbal balik.
5
Berdasarkan bentuknya, interaksi social dapat berupa konflik dan kerja
sama. Konflik social yang terjadi dapat bersifat laten maupun manifest. Konflik
social yang manifest adalah konflik social yang Nampak dan dapat kita lihat
dengan jelas (mis. Tawuran pelajar, perang antarsuku, baku hantam antarpemuda,
dan lain-lain). Sedangkan konflik social laten adalah konflik social yang tidak
Nampak di permukaan dan bersembunyi dalam hubungan social yang dikemas
dengan baik di luarnya.
Diri manusia berkembang secara bertahap melalui interaksinya dengan
orang lain, yaitu :
1. Tahap play stage, yaitu tahap di mana seorang anak mulai belajar
mengambil peran orang lain yang ada di sekitarnya.
2. Tahap game stage, yaitu tahap di mana seorang anak tidak hanay mahir
menirukan perilaku, kebiasaan dan tingkah laku orang-orang lain di
sekitarnya, akan tetapi ia sudah mulai memahami apa makna dan arti dari
peran orang yang ditirunya.
3. Tahap generalized other, yaitu tahap di mana seorang anak telah mampu
memahami perannya dan peran-peran orang lain di sekitarnya.
E. Manusia sebagai bagian dari suatu masyarakat
Masyarakat, menurut Mario Levy, memiliki 4 kriteria yaitu :
1. Memiliki kemampuan untuk bertahan melebihi masa hidup seorang
individu,
2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi,
3. Kesetiaan pada suatu “system tindakan utama bersama”
4. Adanya system tindakan utama yang bersifat “swasembada”
Sedangkan Talcott Parsons (1968) mendefinisikan masyarakat sebagai
suatu system social yang swasembada, melebihi masa hidup individu normal, dan
merekrut anggota secara reproduksi biologis, serta melakukan sosialisasi terhadap
generasi berikutnya.
6
Manusia adalah makhluk social yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu
memiliki kebutuhan untuk dapat berinteraksi dengan orang lain dalam rangka
memenuhi kebutuhannya artinya manusia selalu hidup berkelompok.
Manusia bukan hanya makhluk individu yang berinteraksi dengan manusia
lain, akan tetapi juga kelompok perlu berinteraksi dengan kelompok lain.
Ada konsep utama dalam pembahasan struktur social, yaitu konsep
“status” (status) dan konsep “peran” (role). Ralp Linton mendefinisikan status
sebagai kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari
status. Sehingga dalam statusnya, sesorang akan memiliki peran tertentu yang
berhubungan dengan statusnya, seseorang akan memiliki peran tertentu yang
berhubungan dengan statusnya di dalam kelompok dan masyarakatnya.
Dengan demikian, dalam setiap statusnya seseorang akan memiliki banyak
peran. Hal ini berarti bahwa bila orang tersebut memilliki banyak status dalam
masyarakatnya, maka secara otomatis ia juga memiliki banyak sekali peran yang
berkaitan dengan status-statusnya tersebut.
Tiap-tiap individu dalam suatu kelas social tertentu, tidak serta merta
hanya berinteraksi dengan sesama individu dan kelompok dari kelas social yang
sama. Akan tetapi ada suatu kebutuhan hidup yang menuntut mereka juag
berinteraksi dengan individu atau kelompok lain dari kelas social yang berbeda.
7
II. BAB V MULTIKULTURALISME DAN KESEDERAJATAN
A. Pengertian masyarakat multicultural
Dalam pengertian sehari-hari kita memahami masyrakat multikultur
sebagia masyarakat yang beragam dan terdiri dari berbagai budaya. J Rex
mendefinisikan masyarakat multikultur sebagai masyarakat yang membedakan
antara kehidupan public dan kehidupan pribadi. Kehidupan public, yang meliputi
area politik, ekonomi, pendidikan dan hokum, berlandaskan pada prinsip-prinsip
budaya yang universal. Sedangkan dalam kehidupan pribadi yang meliputi
kepercayaan dan agama, pendidikan moral dan sosialisasi primer, keberagaman
nilai-nilai budaya dari berbagai kelompok etnis ditujukam untuk terus hidup dan
berkembang.
Ketika kita bicara tentang keberagaman, kita juga mengenal istilah
masyarakat plural. Apa yang dimaksud dengan masyarakat plural? Menurut
Robert W. Hefner, masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau
lebih elemen atau tatanan social yang hidup berdampingan, namun tanpa
membaur dalam satu unit politik.
1. Kebudayaan
Berbagai kerajaan yang pernah maupun masih bertahan di Indonesia saat
ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Berbagai warisan seni budaya, filosofi
kehidupan bahkan filosofi politik yang dihasilkan dari system kenegaraan dan
pemerintahan yang juga beragam masih menjadi warisan dalam kehidupan
masyarakat saat ini.
Menarik untuk dipahami bahwa pada satu titik waktu yang sama
perbedaan atau kesenjangan peradaban juga terjadi pada masyarakat Indonesia.
Masyarakat di Jakarta mungkin sudah biasa dengan perkembangan dan cara
berpikir yang lebih luas dan mendunia, namun di bagian lain terutama di desa-
desa dan wilayah terpencil, masih banyak masyarakat kita yang hidup dengan
nilai-nilai adat istiadat setempat dan wawasan berpikir yang masih terpaku pada
dunia keseharian dan budaya mereka.
8
B. Multikulturalisme
Kalau kita pikirkan kembali, kita tidak dapat memungkiri kenyataan
bahwa keberagaman kelompok budaya yang menjadi unsure masyarakat
Indonesia sering kali menjadi batu sandungan baik dalam interaksi sehari-ahri
maupun dalam penyusunan kebijakan pembangunan. Selain itu ketidakpekaan
terhadap keberagaman budaya atau ketidakmampuan untuk berhadapan dengan
budaya yang berbeda dapat memunculkan streotipe, prasangka bahkan
diskriminasi dan rasialisme. Dalam konteks hubungan antara kelompok budaya,
prasangkan memiliki konotasi yang negative. Stereotype adalah suatu citra yang
dilekatkan pada suatu kelompok tertentu yang belum tentu benar. Sedangkan
prasangka adalah suatu pendugaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap
kelompok lain yang dipandang memiliki karakteristik negatif, buruk atau tidak
menyenangkan.
Stereotype yang dipelihara dapat menghasilkan parasnagka-prasangka dan
juga pada praktiknya memunculkan tindakan-tindakan diskriminasi yang
berkonotasi negative. Diskriminasi adalah suatu tindakan yang membeda-bedakan
perlakuan berdasarkan karakteristik budaya kelompok tertentu.
Secara umum multikulturalisme biasanya berhubungan dengan konsep
etnisitas. Menurut H.A.R Tilaar, multikulturalisme pada masa modern, terutama
dalam era globaliasasi, berbeda dengan multikulturalisme pada lalu.
Multikulturalisme modern di era globalisasi bersifat terbuka dan melihat ke luar.
Multikulturalisme tidak hanya berarti beragamnya kelompok etnis dalam sebuah
Negara, tetapi juga seluruh keompok etnis yang beragam di luar batas-batas
Negara, termasuk di dalamnya perkembangan agama, isu jender dan kesadaran
kaum marjinal.
9
KESEDERAJATAN DAN MULTIKULTURALISME
A. Kesederajatan
Kesederajatan menjadi konsep penting dalam memaknai keberagaman budaya.
Kita telah paham bahwa kehidupan kita saat ini tidak mungkin terhindar dari
keberagaman khususnya kebergaman budaya. Pertama, kesederajatan biacara
tentang bagaimana cara pandang kita tentang keberagaman budaya. Kedua, dalam
hal interaksi, kita bicara tentang bagaimana perilaku kita terhadap perbedaan
tersebut.
Manusia adalah makhluk yang sama tetapi juga berbeda. Oleh karena itu
manusia harus diperlakukan sederajat karena dua karakteristik sebagai makhluk
sama dan sebagai makhluk yang berbeda. Dengan argumentasi ini maka
kesederajatan bukan berarti kesergaman perlakuan tatpi lebih kepada interaksi
antara keseragaman dan perbedaan.
Hak yang sederajat tidak berarti adanya hak-hak yang sama, karena individu
yang memiliki latar belakang budaya dan kebutuhan yang berbeda mungkin
membutuhkan hak-hak yang berbeda untuk menikmati kesederajatan.
Kesederajatan harus mampu menolak perbedaan-perbedaan yang tidak relevan
namun juga harus diikuti oleh pengakuan yang penuh terhadap perbedaan-
perbedaan yang sah dan relevan dalam konteksnya.
B. Kesederajatan dalam multikulturalisme
Dalam pelaksanaannya maka multikulturalisme tidak dapat dipisahkan
dengan Negara, oleh karena itu berbagai cara dan model diperkenalkan oleh para
ahli untuk menjamin kesederajatan dalam masyarakat multikultur. Salah satu
prinsip dalam multikulturalisme adalah bagaimana menjamin kesederajatan.
Kesederajatan tidak sama dengan sama atau seragam untuk semua kelompok
budaya yang hidup dalam masyarakat. Contohnya Will Kymlica mengenalkan 3
prinsip dasar yang harus diperhatikan seperti, pemerintahan sendiri, terjaminnya
hak-hak polietnis dan prinsip keterwakilan dalam ruang-ruang politik, ekonomi
10
dan hokum. Tokoh lain Bhikhu Parekh, juga mengenalkan 3 model seperti
proceduralist, civic assimiliationist, dan millet model.
Menjamin kesederajatan tidaklah mudah apa;agi menerapkan
multikulturalisme dalam suatu masyarakat walaupun multikulturalisme mungkin
sebuah jawaban untuk menjembatani perbedaan budaya dalam masyarakat. Salah
satu tokoh Anne Philips, mengungkapkan beberapa hal yang perlu dijadikan titik
perhatian dalam menerapkan multikulturalisme. Seperti melemahnya identitas
nasional, orang semakin focus pada perbedaan kelompok bukan pada kesamaan,
solidaritas sosial terhadap kelompok yang berbeda cenderung lemah.
Akhirnya dalam menghadapi keberagaman dan perbedaan budaya,
multikulturalisme perlu mencari keseimbangan antara keseragaman dalam bentuk
kebijakan public untuk menuju identitas nasional tanpa ada penyeragaman budaya
atau asimilasi secara paksa.
III. BAB VI MORALITAS DAN HUKUM
Sebagai makhluk yang beradab tentunya, manusia diharapkan mampu
memiliki nilai-nilai moral yang disepakati bersama dalam masyarakat dimana ia
tinggal dan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
A. Nilai Sebagai Sumber Budaya Dan Kebudayaan
Kebudayaan, bila dilihat sebagai suatu konsep, pertama kali
dikembangkan oleh para ahli Antropologi menjelang akhir abad kesembilan belas.
Sementara itu definisi pertama berasal dari seorang ahli antropologi asal inggris,
EB Tylor (1871 : 1), yang menjelaskan kebudayaan sebagai:
“... kempleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
hukum, moral, kebiasaan dan lain-lain kecakapan kebiasaan yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat ...”
Berkaitan dengan pembahasan mengenai nilai, moraal dan juga
pembahasan sebelumnya tentang kebudayaan maka salah satu wujud kebudayaan
11
adalah apa yang disebut sebagai ‘sistem budaya’. Sistem budaya ini berisi
kumpulan gagasan nilai-nilai, norma-norma, pandangan-pandangan hidup,
berbagai aturan, berbagai pengetahuan dan hal-hal lainnya yang bersifat abstrak,
termasuk moral.
B. Nilai Moral Sebagai Rujukan Nilai Budaya
Penggunaan istilah moral dapat digunakan untuk maksud yang berbeda,
tentu sesuai dengan konteks dan makna pembicaraan yang dimaksud. Bila melihat
asal usul kata dan istilah moral, maka kata ini berasal dari bahasa latin yaitu mos
(yang arti jamaknya mores) yang berarti adat, kebiasaan. Istilah moral berarti
nilai-nilai, norma yang menjadi pegangan bagi setiap orang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Sedangkan
istilah amoral, berarti tidak berhubungan dengan konteks moral, di luar suasana
etis atau non moral. Sedangkan immoral berarti bertentangan dengan moralitas
yang baik atau secara moral buruk atau tidak etis. Dalam kamus Indonesia, amoral
berarti immoral dalam pengertian di atas. Pengertian immoral ini kurang dikenal.
Nilai berkaitan erat dengan manusia, baik dalam bidang etika yang
mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari, maupun bidang
estetika yang berhubungan dengan persoalan keindahan. Manusia sebagai
makhluk yang bernilai akan memaknai nilai dalam dua konteks, pertama,
memandang nialai sebagai sesuatu yang objektif. Pandangan kedua, memandang
nilai itu sebagai subjektif, yang artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang
menilainya.
C. Manusia Dan Moral
Hampir sebagian perbuatan manusia berkaitan dengan nilai baik dan
buruk, di mana hal ini terjadi sejak masa lampau. Sejarah telah membuktikan
bahwa dalam segala zaman ditemukan keinsyafan manusia tentang tingkah laku
12
mereka yang baik dan buruk, atau yang harus dilakukan dan tidak dapat
dilakukan.
Banyak orang berpendapat bahwa perbedaan khas manusia dan binatang
adalah manusia memiliki rasio atau bakat untuk menggunakan bahasa atau lebih
luas lagi menciptakan dan menggunakan simbol-simbol. Perbedaan lainnya adalah
manusia memiliki kesadaran moral.
Karena norma moral merupakan standar perilaku yang disepakati, maka
moral dapat dipakai mengukur diri sendiri, sekaligus dapat dipakai untuk
mengatur perilaku orang lain. Orientasi moral ini dipandang penting karena akan
menentukan arah keputusan dan tindakan seseorang. Oleh karena itu orientasi
moral akan sangat berpengaruh terhadap moralitas dan pertimbangan moral
seseorang, karena pertimbangan moral merupakan hasil proses penalaran yang
dalam proses penalaran tersebut ada upaya memprioritaskan nilai-nilai tertentu
berdasarkan orientasi moral serta pertimbangan konsekuensinya.
D. Nilai-Nilai Luhur Budaya Banga
Keanekaragaman dalam hal kebudayaan dan bahasa pada orang Indonesia
sering membuat kita sebagai orang Indonesia bangga sekaligus juga prihatin
mengingat aneka warna maslah yang dapat timbul karena sifat keanekaragaman
yang kita miliki tersebut. Masalah yang paling dasar yang bersangkut paut dengan
sifat keanekaragaman tersebut adalah masalah kebudayaan nasional Indonesia.
Dengan demikian, ketika berbicara tentang kebudayaan nasional maka
secara tersirat kita juga akan berbicara tentang nilai-nilai luhur budaya bangsa,
karena salah satu wujud dari kebudayaan adalah sistem budaya atau sistem nilai
budaya.
13
Hukum Dalam Masyarakat Dan Negara
A. Pengertian Hukum Dalam Masyarakat
Dalam anggapan awal, hukum adalah unsur yang mutlak bagi semua
masyarakat manusia. Kemudian, hukum dianggap merupakan gagasan yang
pokok dalam masyarakat manusia, dan tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa hukum
maka tidak akan ada masyarakat manusia.
Dengan demikian, dari pengertian di atas maka studi-studi hukum dapat
dilakukan dalam rangka pengertian bahwa hukum merupakan salah satu aspek
kebudayaan, atau dapat dilakukan sebagai suatu objek yang otonom yang terpisah
dari kebudayaan.
Bagi suku-suku bangsa terpencill, sebenarnya pengertian peradilan yang
terpusat tidak ada artinya bagi mereka. Karena, menurut penjelasan Malinowski
(1926), hukum berbeda dengan adat, karena hukum dipandang sebagai kewajiban
pihak yang satu denganhak pihak yang lain,yang tidak hanya didukung oleh motif
psikologis tetapi juga oleh sesuatu kekuatan yang mengikat dan memiliki
hubungan ketergantungan antara satu hal dengan hal lainnya.
Di dalam setiap masyarakat, ada bermacam-macam sanksi hukum yang
dapat berlakuuntuk lapisan masyarakat yang berbeda-beda. Karena setiap individu
di dalam masyarakat biasanya menjadi anggota sejumlah besar subkelompok dan
ia harus tunduk pada peraturan-peraturan dari berbagai kelompok tersebut. Karena
itu, dalam beberapa hal individutidak dapat tunduk pada peraturan-peraturan
hukum yang saling bertentangan tersebut, terkecuali ada kekuasaan untuk
menerapkan sanksi secara berbeda menurut tingkat-tingkat yang ada dalam
masyarakat.
B. Manusia Dan Hukum
Manusia sebagai makhluk sosial merupakan makhluk yang selalu
berinteraksi dan membutuhkan bantuan dari sesamanya. Dalam konteks hubungan
seperti itu maka perlu adanya keteraturan[, sehingga setiap individu dapat
berhubungan secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Hukum di dalam
14
masyarakat adalah suatu tuntutan, sehingga ada pameo “ubi societas ibi ius”
artinya di mana ada masyarakat maka disana ada hukum.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda. Ada yang
menyatakan bahwa tujuan adanya hukum adalah untuk menciptakan keadilan.
Tetapi terkait masyarakat, tujuan terciptanya hukum yang utama adalah untuk
menciptakan ketertiban dan keteraturan di dalam masyarakat.
C. Hukum Dan Adat Kebiasaan Dalam Masyarakat
Banyak ahli ilmu sosial memandang bahwa penyesuaian dengan nilai-nilai
dasar dan penagturan umum bukan dipelihara dengan jalan pelaksanaan menurut
hukum dalam keputusan-keputusan penting secara formal atau tidak formal dan
dibuat oleh para hakim ketua atau pemimpin lainnya. Penyesuaian dengan nilai-
nilai dasar dan pengaturan umum dipelihara oleh kekuasaan adat yang telah
diketahui oleh semua warga masyarakat, yang tanpa diuraikan lagi oleh seseorang
atau dewan yang diberi kekuasaan oleh pengadilan.
D. Proses Tebentuknya Hukum dalam Masyarakat
Hukum di dalam masyarakat terbentuk karena ada korelasi antara sistem
politik dan sistem pengadilan sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan
demikian, bila melihat perkembangan setiap masyarakat di dunia, apabila kita
kaitkan denganaspek politik, otoritas dan kekuasaan maka kita akan melihat
bahwa setiap masyarakat tersebut memiliki aspek pengelolaan dan organisasi
sosial yang berbeda. Dalam berbagai masyarakat di dunia terdapat berbagai
bentuk organisasi politik yang tujuanny adalah sebagai suatu sarana untuk
memelihara tertib sosial dan mengurangi kesimpangsiuran sosial. Organisasi
politik tersebut adalah band yang hidup secara nomaden.
15
E. Perwujudan Hukum Dan Sanksi Hukum Dalam Kehidupan Masyarakat
Setiap masyarakat menciptakan lembaga-lembaga untuk mendorong orang
agar matuhi peraturannya dan untuk menentukan tindakan yang layak, bila
peraturan tersebut dilanggar. Dengan menggunakan sanksi, sampai batas-batas
tertentu, masyarakat mengadakan pengendalian atas perilaku anggota-anggotanya.
Dengan demikian, alam hal ini, aspek yang terpenting dari sistem pengendalian
masyarakat adalah aspek hukum. Bila berbicara tentang hukum maka biasanya
pembicaraan banyak berkaitan dengan masalah perselisihan atau penyelesaian
perselisihan.
F. Sanksi Hukum dalam Masyarakat
Sanksi pada umumnya diartikan sebagai apa yang oleh hukum itu sendiri
dikatakan akan atau mungkin terjadi terhadap orang-orang yang dianggap bersalah
karena melanggar suatu aturan hukum. Selain itu, sanksi dapat dibedakan atas
sanksi formal atau informal. Hal ini terkait dengan diundangkannya sesuatu aturan
tertentu atau tidak. Tetapi, sanksi formal seperti hukum, cenderung selalu
beraturan karena berusaha menggariskan denagn tegas dan tepat tentang perilaku
seseorang.
Dengan demikian salah satu fungsi sanksi yang terpenting, baik sanksi
hukum maupun bukan, adalah membuat orang takut untuk melanggar norma
sosial. Dan dengan demikian kegunaan dari identifikasi sanksi sebagai kriteria
dari hukum, di samping melihat fungsinya dalam mencapai konformitas pada
tuntutan dari kelompok atau suatu masyarakat tertentu,adalah juga bahwa sanksi
dapat digunakan dalam pembedaan kebiasaan yang netral dari hukum.
G. Keadilan, Ketertiban, Dan Kesejahteraan Masyarakat
Arti kesejahteraan sosial dalam pengkajian sosial terhadaphukum bersifat
sangat kontekstual. Pemahaman mengenai kesejahteraan sosial haruslah
ditempatkan dalam konteks politik, ekonomi dan sosial kultural setiap masyarakat
dan pada dimensi waktu tertentu. Dengan demikian, pengertian kesejahteraa sosial
dapat bersifat sangat pluralistik karena pada dasrnya konsepsi tentang
16
kesejahteraan sosial ada di dalam setiap masyarakat dunia dengan perumusan
yang berbeda-beda.
Berbicara tentang sanksi yang merupakan salah satu atribut terakhir dari
hukum, yang bila digabungkan dengan ketiga atribut lainnya, maka akan
menggambarkan sisat hakiki dari hukum.
Menurut F Benda Beckmann, di tingkat awal istilah tersebut menunjukan
keragaman nilai dan ideologi, dan dalam bentuk yang lebih konkret seperti tujuan-
tujuan dari kebijakan.
Menurut TO Ihromi, istilah dan konsep kesejahteraan sosial yang selama
ini ada sebenarnya mengacu pada konsep-konsep kesejahteraan sosial yang datang
dari Eropa dan Amerika.
Dengan demikian, mekanisme kesejahteraan sosial yang konvensional
adalah perlindungan terhadap mereka yang terjamin. Bagi mereka bekerja juga
akan terjangkau oleh mekanisme kesejahteraan sosial, yang sepenuhnya ada di
tangan pemerintah dan dengan dukungan finansial yang kuat dari negara-negara
maju tersebut.
Berdasarkan keragaman pengertian dan konsepsi normatif yang
terkandung dalam istilah kesejahteraan sosial; luasnya cakupan kegiatan; dan
luasnya kondisi-kondisi sosial yang hendaknya diupayakan untuk diatasi oleh
individu, kelompok, masyarakat, dan negara, maka menurut Ihromi (1993),
kurang dirasa perlu untuk memikirkan variasi gejala yang relevan untuk dibuatkan
definisinya mengenai kesejahteraan sosial tersebut. Tetapi yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana mengidentifikasi keseluruhan kompleks pranata, hubungan-
hubungan yang ada, interaksi yang terjadi, dan hubungan relasi yang ada dalam
organisasi sosial dan apa artinya ketika sistem-sistem itu beroperasi secara
bersamaan dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam rangka berupaya mengatasi
kondisi-kondisi sosial tertentu.
17