repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web...

30
Makrozoobenthos sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat (Al dan Fe) di Perairan Kota Tanjungpinang Wira Agung Lesmono, Chandra Joei Koenawan, Agung Dhamar Syakti Email : [email protected] Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK LESMONO, WIRA AGUNG. Makrozoobenthos sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat (Al dan Fe) di perairan Kota Tanjungpinang. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Dibimbing oleh Agung Dhamar Syakti dan Chandra Joei Koenawan. Penelitian mengenai keanekaragaman makrozoobenthos dan hubungannya dengan logam berat (Al dan Fe) pada sedimen telah dilakukan di perairan Tajungpinang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis makrozoobenthos, menganalisis logam berat (Al dan Fe) pada sedimen, serta mengetahui hubungan kelimpahan makrozoobenthos dengan kadar logam berat (Al dan Fe) pada sedimen di perairan Tanjungpinang. Pengumpulan data menggunakan observasi langsung di Pelabuhan Sri Bintan Pura, perairan Teluk Keriting, Tambang Bauksit Senggarang Besar dan perairan Tanjung Siambang Dompak. Penentuan titik stasiun menggunakan metode purposive sampling. Identifikasi makrozoobenthos menggunakan acuan WoRMS dan seashellhub. Preparasi sampel sedimen sesuai AFNOR NF X 31-151. Analisis logam menggunakan AAS. Data dianalisa principal component analysis (PCA) menggunakan SPSS 16. Hasil pengamatan makrozoobenthos teridentifikasi sebanyak 47 jenis dengan nilai kelimpahan rata-rata 55,48 ind/m 2 . Dimana kelimpahan tertinggi pada jenis Cerithium zonatum yaitu 16,67 ind/m 2 dan terendah Rangia cunaeta 0,08 ind/m 2 . 1

Transcript of repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web...

Page 1: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

Makrozoobenthos sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat (Al dan Fe) di Perairan Kota Tanjungpinang

Wira Agung Lesmono, Chandra Joei Koenawan, Agung Dhamar Syakti

Email : [email protected]

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

LESMONO, WIRA AGUNG. Makrozoobenthos sebagai Indikator Pencemaran Logam Berat (Al dan Fe) di perairan Kota Tanjungpinang. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Dibimbing oleh Agung Dhamar Syakti dan Chandra Joei Koenawan.

Penelitian mengenai keanekaragaman makrozoobenthos dan hubungannya dengan logam berat (Al dan Fe) pada sedimen telah dilakukan di perairan Tajungpinang. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis makrozoobenthos, menganalisis logam berat (Al dan Fe) pada sedimen, serta mengetahui hubungan kelimpahan makrozoobenthos dengan kadar logam berat (Al dan Fe) pada sedimen di perairan Tanjungpinang. Pengumpulan data menggunakan observasi langsung di Pelabuhan Sri Bintan Pura, perairan Teluk Keriting, Tambang Bauksit Senggarang Besar dan perairan Tanjung Siambang Dompak. Penentuan titik stasiun menggunakan metode purposive sampling. Identifikasi makrozoobenthos menggunakan acuan WoRMS dan seashellhub. Preparasi sampel sedimen sesuai AFNOR NF X 31-151. Analisis logam menggunakan AAS. Data dianalisa principal component analysis (PCA) menggunakan SPSS 16. Hasil pengamatan makrozoobenthos teridentifikasi sebanyak 47 jenis dengan nilai kelimpahan rata-rata 55,48 ind/m2. Dimana kelimpahan tertinggi pada jenis Cerithium zonatum yaitu 16,67 ind/m2 dan terendah Rangia cunaeta 0,08 ind/m2. Kandungan logam Fe dalam sedimen dari seluruh titik lokasi penelitian masih dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh Wisconsin Department of Natural Resources yaitu 20 mg/Kg. Sedangkan pada logam Al dalam sedimen belum ditemukannya angka pasti untuk menentukan baku mutu logam Al pada sedimen. Dari hasil uji yang dilakukan, terlihat bahwa konsentrasi logam (Al dan Fe) berpengaruh terhadap kelimpahan makrozoobenthos sebesar 47,3% dan 33,3% dimana hubungan ini dinyatakan searah.

Kata kunci: Kelimpahan Makrozoobenthos, Indikator Pencemaran, Logam Berat.

PENDAHULUAN

Perairan Kota Tanjungpinang merupakan kawasan yang cukup tinggi tingkat

eksploitasinya, baik dari segi pemanfaatan wilayah sampai pada biota ekonomis

1

Page 2: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

yang berada di kawasan tersebut. Padatnya pemukiman penduduk, pelabuhan

kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum merupakan bagian dari

aktivitas masyarakat dalam pemanfaatan wilayah perairan laut Kota

Tanjungpinang.

Namun dibalik itu, aktivitas masyarakat dimulai dari buangan limbah domestik

seperti sisa-sisa logam, kaleng bekas, kaca, karet dan plastik deterjen. Kemudian

proses erosi dari limbah bauksit, limpasan air ballast kapal dan zat-zat logam yang

terkandung pada badan kapal. Jika dilihat dengan seksama, pencemaran yang

terjadi sangat berhubungan erat dengan persenyawaan logam berat alumunium

(Al) dan besi (Fe). Anisyah dan Nurjazuli (2016), menyatakan air ballast yang

dibawa suatu kapal dapat membawa logam berat dari lingkungan perairan asal dan

dibuang di lingkungan yang baru. Kemudian Zulfikar (2011), menyatakan

keberadaan bauksit di alam biasanya berasosiasi dengan unsur-unsur logam

seperti besi, silika, titan dan lain-lain.

Secara alami kandungan logam berat Al dan Fe telah ditemukan di alam,

namun kadarnya masih dibawah ambang batas dan tidak membahayakan bagi

organisme. Pengaruh dari aktivitas masyarakat akan mengakibatkan

meningkatnya kadar logam berat Al dan Fe dan bersifat racun bagi organisme.

Keberadaan logam dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme

hidup, namun dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan efek racun,

(Supriyantini dan Endrawati 2015).

Salah satu organisme yang merasakan dampak langsung dari pencemaran

adalah benthos. Organisme benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan

dan di dalam substrat dasar perairan, (Odum 1993). Selain sebagai biota pemakan

sedimen, benthos juga mempunyai kemampuan mobilitas yang rendah dan perlu

2

Page 3: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

waktu lama untuk dapat berpindah tempat. Sehingga akumulasi sedimen dengan

kandungan logam berat akan berpengaruh pada kelangsungan hidupnya. Hanya

ada dua kemungkinan bagi benthos jika menghadapi perubahan lingkungan yang

buruk, berusaha untuk beradaptasi atau punah. Biota perairan yang telah tercemar

logam berat akan mengalami gangguan pertumbuhan hingga kematian, (Lestari et

al. 2013). Perubahan struktur, komposisi bahkan keanekaragaman benthos karena

perubahan kondisi lingkungan akibat pencemaran dapat dijadikan indikator

pencemaran logam berat Al dan Fe, sehingga dari informasi tersebut perlu

dilakukan tindakan lebih lanjut demi kelestarian lingkungan perairan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis

makrozoobenthos, menganalisis kandungan logam berat Al dan Fe pada sedimen

dan mengetahui hubungan antara keanekaragaman jenis makrozoobenthos dengan

kadar logam berat Al dan Fe pada sedimen di perairan Kota Tanjungpinang.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 di perairan Kota

Tanjungpinang. Adapun lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. sebagai

berikut :

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian3

Page 4: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, kuadran 1x1

meter, skop plastik, plastik polyethylene, termometer raksa, multitester, botol

plastik, handrefraktometer, neraca analitik, oven pengering, labu ukur 50 ml, hot

plate, kertas saring, botol kaca, AAS, sampel makrozoobenthos, sampel sedimen,

aquades dan aquaregia (HNO3/HCL).

Penentuan Titik Stasiun

Perairan Kota Tanjungpinang dibagi menjadi 4 stasiun, dimana stasiun

merupakan lokasi pengukuran parameter perairan, pengambilan sampel

makrozoobenthos dan sampel sedimen. Penentuan lokasi sampling (stasiun)

menggunakan metode purposive sampling dimana penentuan titik sampling

(stasiun) ditetapkan berdasarkan pertimbangan peneliti. Stasiun I adalah stasiun

yang berada dikawasan jalur pelayaran Pelabuhan Sri Bintan Pura, stasiun II

adalah Perairan Teluk Keriting yang berada di kawasan pemukiman, stasiun III

berada pada kawasan Bauksit Senggarang Besar dan stasiun IV berada di perairan

Tanjung Siambang Dompak. Pada Setiap stasiun terdapat 3 titik sampling yang

berada pada titik kanan, kiri dan tengah.

Pengambilan Sampel Makrozoobenthos

Penyamplingan makrozoobenthos dilakukan saat surut dengan mengambil

yang berada di dalam kuadran berukuran 1 x 1 m2 baik pada bagian permukaan

maupun di dalam substrat. Pada bagian dasar, substrat dikerok dengan skop

plastik dengan kedalaman sekitar 5 cm. Setiap makrozoobenthos yang dijumpai,

diambil masing-masing satu jenis yang menurut peneliti berbeda dengan jenis-

jenis yang sudah ada. Sampel yang telah diambil gambarnya diidentifikasi

4

Page 5: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

menggunakan acuan website WoRMS (World Register of Marine Species) dan

seashellhub.

Kelimpahan

Kelimpahan adalah banyaknya jumlah individu dan jumlah jenis yang

ditemukan pada luas daerah pengamatan, (Odum 1993) :

D = NiA

Dimana:D = Kelimpahan/Kepadatan (Ind/ha) Ni = Jumlah Individu (Ind) A = Luas wilayah pengambilan data (m2)

Indeks Keanekaragaman (H′)

Keanekaragaman jenis menunjukan jumlah jenis organisme yang terdapat

dalam suatu area. Untuk mengetahuinya, digunakan Indeks Shannon-Wiener,

(Krebs 1989) yaitu :

H′ = ∑ pi log2 piDimana :H′ = Indeks keanekaragamanpi = ni / Nni = Jumlah spesies jenis ke-iN = Jumlah total spesies

Nilai Indeks Keanekaragaman mempunyai beberapa kategori dengan kisaran

nilai tertentu, sebagai berikut : (Nangin et al. 2015) :

H′ < 1 = Keanekaragaman rendah1 < H′ < 3 = Keanekaragaman sedangH′ > 3 = Keanekaragaman tinggi

Indeks Keseragaman (E)

Keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu

komunitas, (Krebs 1989). Formulasinya sebagai berikut :

E = H′H′ maks

5

Page 6: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

Dimana :E = Indeks KeseragamanH′ = Indeks KeanekaragamanH′maks = Nilai keragaman maksimum (Log2 S)S = Jumlah spesies

Dengan kriteria :E ~ 0 = Dominansi rendah E ~ 1 = Dominansi tinggi

Indeks Dominansi (D)

Indeks dominansi digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya organisme

makrozoobentos yang mendominasi suatu lingkungan perairan. Rumus indeks

dominansi adalah sebagai berikut :

D =

Dimana :D = Indeks DominansiNi = Jumlah individu ke-iN = Jumlah total individuS = jumlah spesies/genus

Nilai D = 1 berkisar antara 0 dan 1, jika D mendekati 0 berarti hampir tidak ada

individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan nilai E yang besar.

Pengambilan dan Preparasi Sampel Sedimen

Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada setiap titik sampling di keempat

stasiun. Sedimen diambil kurang lebih 100-150 gram berat sampel basah, dengan

menggunakan skop plastik dan dimasukkan ke dalam plastik polyethylene yang

diberi label, kemudian disimpan di dalam cool box. Sampel sedimen selanjutnya

dianalisis di laboratorium FIKP UMRAH. Setiap sampel diambil sebanyak 50

gram untuk dilakukan pengukuran logam beratnya.

Metode preparasi sampel sedimen sesuai yang digunakan oleh, (Syakti et al.

2014 dan Yanthi et al. 2013). 50 gram sedimen dikeringkan dalam oven pada

suhu 150oc selama 24 jam, menggunakan beaker teflon. Cuplik 0,5 gram sedimen,

6

Page 7: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

ditambahkan dengan 10 ml larutan aqua regia (HNO3 : HCL ; 1 : 2) sesuai dengan

AFNOR NF X 31-151. Sampel di dekstruksi selama 45 menit dengan suhu 60oc

menggunakan water bath. Hasil dekstruksi dipanaskan dengan Hot Plate pada

suhu 140oc selama 60 menit. Kemudian filtrat atau hasil dekstruksi disaring ke

dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan air suling sampai tanda tera.

Sampel dianalisis dengan AAS.

Konsentrasi Logam Berat dalam Sedimen

Kadar logam berat (Al dan Fe) dalam contoh sedimen ditentukan dengan AAS

menggunakan nyala campuran udara-asetilen. Untuk mengetahui konsentrasi

sesungguhnya yang terdapat dalam logam berat pada sedimen dilakukan dengan

perhitungan :

Logam berat (mg/Kg) = C x VW

Dimana :C = Konsentrasi logam berat yang terbaca AAS (mg/L)V = Volume sampel yang digunakan (L)W = Berat contoh (Kg)

Contamination Factor (CF)

CF adalah rasio yang diperoleh dengan membagi konsentrasi masing-masing

logam di sedimen dengan garis dasar atau nilai background, (Hakanson 1980). CF

dihitung dengan rumus dibawah ini :

CF = [heavy metal][background]

Nilai CF dikelompokkan menjadi empat kelompok, dimana CF < 1

menunjukkan kontaminasi rendah, 1 < CF < 3 kontaminasi moderat, 3 < CF < 6

kontaminasi cukup besar dan CF > 6 kontaminasi sangat tinggi.

7

Page 8: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

Enrichment Factor (EF)

Faktor pengayaan (EF) diterapkan untuk mengetahui tingkat kontaminasi

logam sedimen yang dibandingkan dengan latar belakang. EF dihitung dengan

rumus dibawah ini :

EF = [heavy metal / Fe][heavy metal background / Fe background]

Dalam penelitian ini, besi (Fe) digunakan sebagai acuan elemen normalisasi,

Sakan et al. (2009), dimana EF < 1 menunjukkan tidak ada pengayaan, 1-3

pengayaan kecil, 3-5 pengayaan moderat, 5-10 cukup pengayaan yang parah, 10-

25 pengayaan yang parah, 25-50 pengayaan yang sangat parah, dan > 50 sangat

parah penyuburan.

Geoaccumulation Index (Igeo)

Igeo digunakan untuk melihat sudah sejauh mana kontaminasi logam berat

pada sedimen. Igeo dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Igeo = Log2 [heavy metal]

1,5 x [background]

Muller (1981), Kelas 0 (praktis tidak tercerna), Igeo ≤ 0; Kelas 1 (tidak

tercerna, cukup tercemar), 0 < Igeo < 1; Kelas 2 (cukup tercemar), 1 < Igeo < 2 ;

Kelas 3 (cukup berat tercemar), 2 < Igeo < 3 ; Kelas 4 (tercemar berat), 3 < Igeo <

4 ; Kelas 5 (sangat berpolusi, sangat parah), 4 < Igeo < 5 ; Kelas 6 (sangat

tercemar), 5 > Igeo.

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS 16 dan ditabulasikan dalam

bentuk tabel. Parameter fisika dan kimia dibandingkan dengan baku mutu

KEPMEN LH No.51 Tahun 2004. Baku mutu logam pada sedimen menggunakan

Wisconsin Department of Natural Resources tahun 2003. Kemudian untuk melihat

8

Page 9: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

pengaruh parameter fisika-kimia perairan dan logam berat terhadap

makrozoobenthos, analisa principal component analysis (PCA) dilakukan

menggunakan SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Jenis Makrozoobenthos

Hasil pengamatan jenis makrozoobenthos di perairan Tanjungpinang

teridentifikasi sebanyak 47 jenis, diantaranya: R. cunaeta,C. zonatum, V.

myristica, T. burnneus, T. mauritianus, N. nodifer, P. crispata, A. hispidus, C.

radula, P. cochlidium, S. canarium, N. zonalis, P. citrinus, C. scripta, A.

antiquata, N. historia, N. squamulata, N. chamaeleon, C. fortisulcata, V.

macrophylla, A. tuberculata, P. nassatula, L. intermedia, C. eximius, G.

pectinatum, N. crenoliratus, M. labio, C. tumefacta, M. fusca, C. coralium, P.

epamella, A. tomentosus, G. aequivocum, T. sulcata, A. squamosa, E. angulosa, E.

turtonis, C. melanostoma, P. hybrida, T. lacera, E. coronata, C. carnifex, C.

sapidus, C. moniliferus, S. serrata, C. bregeriana, N. dorsatus.

Kelimpahan Jenis Makrozoobenthos

Nilai kelimpahan rata-rata makrozoobentos keempat stasiun adalah 55,48

individu/m2. Dengan nilai rata-rata kelimpahan 3 tertinggi adalah jenis C. zonatum

yaitu 16,67 individu/m2, C. coralium yaitu 7,50 individu/m2 dan N. nodifer yaitu

6,50 individu/m2. Kemudian pada jenis terendah adalah R. cunaeta, T. mauritianu,

P. crispate, A. hispidus, V. macrophylla, L. intermedia, N. crenoliratus, P.

epamella, G. aequivocum, T. sulcata, A. squamosal, E. angulosa, E. turtonis, C.

melanostoma, T. lacera, E. coronate, S. serrate, C. bregeriana, N. dorsatus

dengan nilai kelimpahan 0,08 individu/m2. Pada spesies tersebut sangat jarang

ditemukan pada setiap stasiun, bahkan hanya ditemukan 1 saja dari 12 titik

9

Page 10: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa pada jenis dengan nilai kelimpahan

terendah tidak cukup kuat untuk bertahan pada setiap perubahan lingkungan yang

terjadi.

Berbeda pada spesies C. zonatum yang selalu ditemukan di 12 titik pengamatan

stasiun. Spesies ini hidup berkoloni di permukaan substrat dan sangat mudah

untuk dijumpai di setiap stasiun. Oleh karena itu pada jenis ini merupakan spesies

benthos yang cukup kuat dalam menghadapi berbagai jenis perubahan lingkungan.

Sehingga dapat digolongkan spesies ini bersifat toleran.

Dari seluruh hasil dapat dilihat bahwa kelimpahan tertinggi pada stasiun III dan

stasiun IV berada pada jenis C. zonatum. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh

kemiripan tipe substrat pasir yang sedikit berbatu meskipun pada stasiun III

terdapat tambang bauksit disekitarnya namun tidak menurunkan tingkat

kelimpahan pada jenis C. zonatum.

Indeks Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi

Tabel 1. Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi

Indeks Stasiun Rata-rataI II III IVH′ 2.44 3.26 2.84 3.65 3.05E 0.44 0.58 0.51 0.65 0.54D 1 0.13 0.20 0.15 0.37

Nilai indeks keanekaragaman pada keempat stasiun tersebut berbeda dimana

stasiun I dan III tergolong keanekaragaman sedang karena nilai 1 < H′ < 3.

Namun pada stasiun II dan IV tergolong kenaekaragaman tinggi karena nilai H′

>3. Dari tingkat keanekaragaman yang sedang dan tinggi, dapat terlihat bahwa di

keempat stasiun kondisi perairan sangat baik untuk kehidupan Makrzoobenthos.

Nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0 dan 1. Jika nilai E mendekati 1

maka menggambarkan suatu keadaan dimana semua spesies cukup melimpah

10

Page 11: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

(keseragaman seimbang). Sedangkan jika nilai E mendekati 0 maka keseragaman

jenis spesies tidak seimbang. Nilai keseragaman pada stasiun I tergolong rendah

dan stasiun II, III dan IV tergolong tinggi. Kondisi ini menggambarkan bahwa

pada stasiun II, III dan IV masih dalam kondisi baik, namun berbeda pada stasiun

I yang diduga dalam kondisi tidak baik karena nilai keseragaman yang cenderung

rendah.

Rachmawaty (2011), menyatakan bahwa kisaran nilai indeks dominansi adalah

0 sampai dengan 1 dengan kriteria jika D < 0,30 maka Dominansi rendah dan jika

0,60 > D < 1,00 maka Dominansi tinggi. Dengan kriteria tersebut maka nilai

indeks dominansi stasiun I (tinggi) sedangkan II III dan IV (rendah). Maka dari

kondisi tersebut dapat terlihat bahwa hanya pada stasiun I kondisi perairan dalam

keadaan kurang baik dan stasiun lainnya dalam keadaan baik.

Dari seluruh hasil indeks ekologi terlihat bahwa keberadaan makrozoobenthos

cenderung mendominasi pada stasiun I dibandingkan stasiun lainnya. Perbedaan

ini menunjukkan pemanfaatan spesies benthos yang berlebih dan dapat

diasumsikan stasiun I dalam kondisi tercemar, sehingga hanya benthos pada jenis

tertentu yang mendominasi. Diduga beberapa faktor yang menyebabkan

pencemaran itu terjadi adalah air ballast kapal yang langsung masuk ke perairan,

kemudian perkaratan kapal-kapal dan tiang-tiang pancang pelabuhan yang mudah

berkarat serta adanya pembuangan sampah yang langsung ke laut oleh masyarakat

yang beraktifitas di Pelabuhan Sri Bintan Pura. Sehingga beberapa faktor tersebut

menghasilkan limbah dan kemudian menjadikan perairan pada stasiun I dalam

keadaan tercemar. Menurut Titoyo (2009), ekosistem perairan pesisir yang masih

alami dicirikan dengan keanekaragaman yang tinggi, tidak ada dominansi pada

jenis tertentu dan pembiakan jenis yang hamper merata dalam area. Sebaliknya,

11

Page 12: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

pada lingkungan yang sudah tercemar, komoditasnya cenderung memperlihatkan

keanekaragaman jenis yang rendah, adanya dominansi tertentu dan perubahan

struktur komunitas dari stabil ke keadaan labil.

Konsentrasi Logam Al dan Fe pada Sedimen

Tabel 2. Kandungan Al dan Fe pada Sedimen

Stasiun Lokasi Titik Sampling

Logam BeratAl (mg/Kg) Fe (mg/Kg)

I Pelabuhan Sri Bintan Pura1 10 141692 30 140033 30 13190

II Perairan Teluk Keriting1 30 151052 30 150603 20 14955

III Tambang Bauksit Senggarang Besar

1 50 152062 50 150643 60 14861

IV Perairan Tanjung Siambang Dompak

1 30 102112 20 130363 20 12954

Secara umum adanya perbedaan konsentrasi antar stasiun ini disebabkan oleh

berbagai proses baik fisika, kimia dan biologi. Diduga proses fisika yang sangat

berpengaruh adalah proses pengadukan dan pengendapan, yang dalam hal ini

dipengaruhi oleh kecepatan arus dan kedalaman perairan. Rendahnya kandungan

logam Al dan Fe pada stasiun I dan IV berkaitan erat dengan pengambilan sampel

sedimen yang berada pada permukaan perairan.

Maslukah (2013), menyatakan pada perairan yang dangkal, proses resuspensi

sedimen lebih tinggi, sehingga diduga logam berat yang ada dalam sedimen

terlepas ke kolom perairan. Selain itu stasiun ini mempunyai kecepatan arus yang

relatif lebih tinggi dari stasiun lainnya, yaitu 3,7 cm/s – 4,5 cm/s. Arus ini akan

mempengaruhi proses laju pengendapan atau sedimentasi dan mempengaruhi

rendahnya kandungan logam Al dan Fe pada sedimen. Kecepatan arus yang tinggi

pada stasiun I juga didukung oleh lokasi yang terletak pada pelabuhan kapal,

12

Page 13: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

sehingga jalur pelayaran kapal yang membuat arus cenderung tinggi. Selain

berpengaruh pada kedalaman dan kecepatan arus, pada stasiun IV merupakan

perairan Tanjung Siambang Dompak, yang secara umum lebih ringan aktifitasnya

dibandingkan stasiun lainnya, hal ini menyebabkan kandungan logam berat Al

dan Fe jauh lebih rendah pada stasiun tersebut.

Pada stasiun II dan III memiliki konsentrasi logam Al dan Fe lebih tinggi, dan

stasiun III merupakan wilayah dengan konsentrasi logam Al dan Fe tertinggi

dibandingkan stasiun lainnya. Dimana stasiun II adalah perairan Teluk Keriting

yang cukup tinggi limbah domestiknya dan stasiun III adalah kawasan

penambangan bauksit di Senggarang Besar. Perbedaan ini sangat menunjukkan

kondisi pencemaran yang sesuai dengan kandungan logam berat Al dan Fe pada

wilayah tersebut. Sumber utama alumunium adalah mineral aluminosilicate yang

terdapat pada batuan dan tanah secara melimpah. Pada proses pelapukan batuan,

alumunium berada dalam bentuk residu yang tidak larut, salah satunya bauksit,

(Effendi 2003). Pada penambangan bauksit, proses pencucian juga cenderung

mengakibatkan kandungan logam Fe di dalamnya. Zulfikar (2011), menyatakan

keberadaan bauksit di alam pun biasanya berasosiasi dengan unsur logam lainnya

seperti besi, silika, titan, dan lain-lain, kemudian salah satu tahap dalam

penambangan bauksit adalah proses pencucian yang menghasilkan limbah tailing

berupa lumpur merah (redmud) yang dialirkan ke kolam pengendapan.

Kandungan logam berat Fe dalam sedimen dari seluruh titik masih dibawah baku

mutu Wisconsin Department of Natural Resources tahun 2003, dimana baku mutu

untuk kandungan logam Fe pada sedimen yaitu sebesar 20 mg/Kg. Sedangkan

pada logam Al akan dibandingkan pada penelitian sebelumnya pada lokasi

berbeda, karena belum ditemukannya baku mutu untuk logam Al pada sedimen.

13

Page 14: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

Pada penelitian Hidayah et al. (2016), konsentrasi logam Al tertinggi adalah

0,02 mg/L dan terendah 0,005 mg/L. Kemudian pada penelitian Prianda (2014),

konsentrasi logam Al berada padarentang 0,0580 ± 0,0070 ppm hingga 117,6136

± 0,1491 ppm. Jika dilihat pada hasil analisis logam Al, hampir semua titik lokasi

penelitian berada diatas angka tertinggi dari hasil penelitian Hidayah et al. (2016),

yaitu 0,02 mg/L seperti pada stasiun I titik 2 dan 3, stasiun II titik 1 dan 2, stasiun

III semua titik dan stasiun IV di titik 1. Keseluruhan hasil pada penelitian Prianda

(2014) berada dibawah rentang terendah, dimana Al 0,0580 ppm.

Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan tekstur sedimen, pada lokasi Pelabuhan

Panjang Bandar Lampung tekstur sedimen adalah lumpur dan pada lokasi ini

tekstur sedimen pasir berkrikil. Lumpur mempunyai ukuran sedimen yang halus

sehingga mempunyai kemampuan yang baik dalam mengikat logam dalam

sedimen, (Maslukah 2013). Namun tekstur sedimen pada stasiun IV adalah

lumpur berpasir, oleh karena itu, angka yang muncul melebihi stasiun lainnya dan

hampir mendekati Al. Kandungan logam berat lebih tinggi ditemukan pada

sedimen yang ukuran partikelnya lebih kecil, (Amin 2000). Sahara (2009),

menambahkan bahwa partikel sedimen yang halus memiliki luas permukaan yang

besar dengan kerapatan ion yang lebih stabil untuk mengikat logam dari pada

partikel sedimen yang lebih besar. Pada stasiun I titik 2 dan 3 memunculkan

angka yang sama-sama berada diatas 0,02 mg/L terkecuali pada titik 1, hal ini

dikarenakan terjadi kelebihan larutan dalam proses pengenceraan hasil dekstruksi

untuk logam Al. Jika tidak terjadi kesalahan dalam hal pengenceran, bisa jadi

pada titik 1 akan memunculkan angka yang sama yaitu 10 mg/Kg.

Pada stasiun II titik 1 dan 2, stasiun III juga berada > 20 mg/Kg dibandingkan

pada titik 3, hal ini disebabkan oleh pengambilan sampel yang berada dekat

14

Page 15: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

dengan ekosistem mangrove dan stasiun III berada dekat dengan bekas

penambangan bauksit. Kemudian stasiun IV hanya pada titik 1 angka yang

muncul lebih tinggi, hal ini sangat toleran karena stasiun IV adalah perairan yang

ancaman pencemarannya paling ringan.

Konsentrasi logam yang tinggi sangat berpengaruh pada organisme aquatik

terutama hewan benthos yang selalu menetap dan sulit untuk berpindah. Jumlah

organisme bentik pun dapat menurun akibat reaksi ion alumunium yang berada

pada insang. Logam berat yang diadsorpsi olehpartikel tersuspensi akan menuju

dasar perairan, menyebabkan kandungan logamdi air menjadi lebih rendah. Hal

ini tidak menguntungkan bagi organisme yanghidup di dasar seperti kerang

(oyster) dan kepiting karena partikel sedimen iniakan masuk ke dalam sistem

pencernaannya, (Setiawan 2013).

Indeks CF, EF dan Igeo

Data menunjukkan semua titik berada dibawah angka 1. Maka jika CF < 1

kontaminasi tergolong rendah. Pada semua titik nilai Al yang muncul berada

dibawah angka 1. Maka jika EF < 1 menunjukkan tidak adanya pengayaan. Pada

semua titik nilai yang muncul sangat rendah, namun menunjukkan angka diatas 0.

Maka jika 0 < Igeo < 1, semua titik termasuk pada kelas ke-1 yaitu, tidak tercerna

namun cukup tercemar.

Parameter Perairan

Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan

StasiunParameter

Suhu (oC)± Sd

Salinitas (‰)± Sd

Kec. Arus (cm/s)± Sd

DO (mg/L)± Sd

pH Air± Sd

pH Sedimen± Sd

I 31,2 ± 0,19 31,0 ± 0,67 3,77 ± 0,59 7,57 ± 0,22 7,97 ± 0,12 7,62 ± 0,02II 32,7 ± 0,33 32,7 ± 0,19 5,54 ± 1,47 7,82 ± 0,22 8,00 ± 0,26 7,72 ± 0,09III 30,3 ± 0,33 31,1 ± 0,83 4,50 ± 1,48 7,80 ± 0,20 7,90 ± 0,09 7,52 ± 0,05IV 30,8 ± 0,69 34,7 ± 2,02 10,12 ± 0,77 8,31 ± 0,65 7,72 ± 0,77 7,41 ± 0,47

Baku Mutu 30 – 33oC 33‰ - 34‰ - > 5 mg/L 7 – 8,5 7 – 8,5

15

Page 16: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

Secara keseluruhan data parameter fisika-kimia perairan masih dalam kondisi

baik, karena masih dibawah kadar baku mutu KEPMEN LH N0. 51 Tahun 2004

tentang baku mutu untuk biota laut.

Hubungan Kelimpahan Makrozoobenthos, Kandungan Logam Berat

(Al dan Fe) pada Sedimen dan Parameter Fisika-Kimia Perairan

Konsentrasi logam Al dan Fe berpengaruh terhadap kelimpahan

makrozoobenthos sebesar 47,3% dan 33,3%, dimana hubungan ini dinyatakan

positif. Namun hubungan antara makrozoobenthos terhadap parameter lainnya

baik suhu, salinitas, kecepatan arus, DO, pH air dan pH sedimen menghasilkan

angka minus (-), dalam artaian hubungan berkorelasi negatif. Berikut grafik Scree

plot dari hasil uji faktor principal component analyze (PCA) :

Gambar 2. Grafik Scree Plot (Uji PCA)

Pada gambar 2 menjelakan bahwa kelimpahan makrozoobenthos sangat erat

hubungannya dengan konsentrasi Al dan Fe karena titiknya sangat berdekatan.

Korelasi positif tersebut dapat diartikan bahwa meningkatnya konsentrasi Al dan

Fe maka akan meningkatkan kelimpahan Makrozoobenthos. Hal ini bisa

disebabkan oleh Makrozoobenthos sudah sangat toleran terhadap kondisi

16

Page 17: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

pencemaran Al dan Fe yang ada di perairan tersebut. Namun pendugaan yang

terjadi, kedua logam adalah logam yang sudah lama terpapar di lokasi tersebut,

jika mungkin bertambah konsentrasinya oleh aktifitas darat, masih belum

berbahaya karena peningkatannya hanya sedikit sekali. Sehingga dengan tingkat

toleransi yang tinggi terhadap kedua logam tersebut, makrozoobenthos sudah

tidak merasa terancam terhadap keberadaan logam Al dan Fe.

Suhu, pH air dan pH sedimen juga berpengaruh positif namun pengaruhnya

kecil terhadap kelimpahan makrozoobenthos. Kemudian pengaruh kecepatan arus,

Salinitas dan DO juga berpengaruh namun minus, dalam artian pengaruh

parameter tersebut berbanding terbalik. Contohnya; jika kecepatan arus, salinitas

ataupun DO meningkat, maka kelimpahan makrozoobenthos menurun begitu juga

sebaliknya. Penyebab dari korelasi negatif, dikarenakan pengambilan sampel tidak

dilokasi yang sama antara ketiga variabel. Oleh karena itu data yang muncul

diangka minus (-). Seharusnya kedua parameter tersebut berbanding lurus dengan

kelimpahan Makrozoobenthos, karena dengan meningkatnya kadar salinitas dan

oksigen dapat menyebabkan meningkatkan laju metabolisme seperti proses

reproduksi, pertumbuhan, respirasi bagi Makrozoobenthos. Secara tidak langsung

melimpahnya Makrozoobethos dialam diakibatkan oleh ketersediaan salinitas dan

oksigen di perairan. Berbeda dengan kecepatan arus yang memang seharusnya

berbanding terbalik dengan kelimpahan makrozoobenthos walaupun lokasi

pengambilannya juga berbeda.

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, keanekaragaman makrozoobenthos di

perairan Tanjungpinang tergolong tinggi. Pada kadar Logam Berat Al dan Fe,

logam Fe masih dalam kondisi baik dan logam Al setelah dibandingkan, cukup

17

Page 18: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

tinggi tingkat konsentrasinya namun masih dalam angka toleran karena masih

lebih kecil dari penelitian di lokasi berbeda. Kemudian pada kondisi umum

perairan, secara keseluruhan masih cukup baik bagi makrozoobenthos, terlihat

dari beberapa parameter yang masih sesuai dengan baku mutu kualitas perairan

Kepmen LH Nomor 51 Tahun 2004 tentang baku mutu untuk biota laut.

Keanekaragaman makrozoobenthos sangat berhubungan dengan kadar logam

berat Al dan Fe pada sedimen di Kota Tanjungpinang. Dimana, meningkatnya

konsentrasi logam Al dan Fe berbanding lurus dengan kelimpahan

makrozoobenthos begitu juga sebaliknya. Kemudian pada jenis Cerithium

zonatum merupakan jenis yang dapat dikatakan sebagai indikator percemaran

logam berat Al dan Fe, dikarenakan organisme ini mampu bertahan terhadap

perubahan kondisi ekosistem dalam bentuk apapun.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, B. 2000. Kandungan logam berat Pb, Cd dan Ni pada ikan gelodok (Periothalmus sp.) dari Pelabuhan Dumai Riau. Jurnal Ilmu Kelautan 5 : 29-33.

Anisyah, A.U., Nurjazuli, T.J. 2016. Studi kandungan dan beban pencemaran logam timbal (Pb) pada air balas kapal barang dan penumpang di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 4 (4) : 843-851.

Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air : bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius.Yogyakarta. 258 hlm.

Krebs, C.J. 1989. Ecology : The experimental analysis of distribution and abundance. Harper and Row. New York. 380p.

Hidayah, H., Putra, R.D., Apriadi, T. 2016. Analisis karakteristik sedimen dan konsentrasi logam berat pada substrat bekas penambangan bauksit di Pulau Bintan. Jurnal 36 Umrah : 1-14.

Lestari, S., Sandro, S.R., Purwiyanto, A.I.S. 2013. Analisa kandungan kadar logam berat pada daging kepiting (Scylla serrata) di perairan muara Sungai Banyuasin. Fishtech 2 (1) : 46-52.

Maslukah, L. 2013. Hubungan antara konsentrasi logam berat Pb, Cd, Cu, Zn dengan bahan organic dan ukuran butir dalam sedimen di estuary Banjir Kanal Barat Semarang. Buletin Oseanografi Marina 2 : 55-62.

18

Page 19: repository.umrah.ac.idrepository.umrah.ac.id/664/1/ARTIKEL ILMIAH (WIRA AGUNG... · Web viewPadatnya pemukiman penduduk, pelabuhan kapal dan bekas penambangan bauksit secara umum

Muller, G. (1981). Concentrations of heavy metals and polycyclic aromatic hydrocarbons in river sediments: geochemical background, man’s influence and environmental impact. Geo Journal 5 : 417–432.

Nangin, S.R., Langoy, M.L., Katili, D.Y. 2015. Makrozoobethos sebagai indikator biologis dalam menentukan kualitas air Sungai Suhuyon Sulawesi Utara. Jurnal MIPA UNSRAT Online 4 (2) : 165-168.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar ekologi. EdisiKetiga. Diterjemahkan oleh T. Samingan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.679 hlm.

Prianda, I.S.L. 2014. Studi sebaran logam alumunium (Al) dan besi (Fe) pada sedimen lumpur laut di Pelabuhan Panjang Bandar Lampung. [Skripsi]. Lampung. Bandar lampung.

Rachmawaty. 2011. Indeks keanekaragaman makrozoobenthos sebagai bioindikator tingkat pencemaran di Muara Sungai Jeneberang. Jurnal Bionature 12 (2) : 103-109.

Sahara, E. 2009. Distribusi Pb dan Cu pada berbagai ukuran partikel sedimen di Pelabuhan Benoa Bali. Jurnal Kimia 3 (2) : 75-80.

Sakan, S.M., Djordjevi, D.S., Manojlovic, D.D., Polic, P.S. 2009. Assessment of heavy metal pollutants accumulation in the Tisza river sediments. Journal of Environmental Management 90 : 3382–3390.

Setiawan, H. 2013. Akumulasi dan distribusi logam berat pada vegetasi mangrove di perairan pesisir Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan 7 (1) : 12-24.

Supriyantini, E., Endrawati, H. 2015. Kandungan logam berat besi (Fe) pada air, sedimen dan kerang hijau (Pernaviridis) di perairan Tanjung Emas Semarang. Jurnal Kelautan Tropis 18 (1) : 38-45.

Syakti, A.D., Demelas, C., Hidayanti, N.V., Rakasiwi, G., Vassallo, L., Kumar, N., Prudent, P. 2015. Heavy metals concentrations in natural and human-impected sedimens of Segara Anakan Lagoon. Indonesia. Environmental Monitoring and Assessment An International 187 (1) : 1-15.

Titoyo, A. 2009. Distribusi vertical dan horizontal meiofauna pantai Wori, Sulawesi Utara dan Teluk Kuta Lombok, Nusa Tenggara Barat. [Skripsi]. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta.

Zulfikar, A. 2011. Analisis kandungan logam pada limbah tailing (red mud) tambang bauksit. 1-8.

19