III. METODE PENELITIAN · 2016. 10. 10. · 3 GPS (Global Positioning System) Pengukuran lokasi...
Transcript of III. METODE PENELITIAN · 2016. 10. 10. · 3 GPS (Global Positioning System) Pengukuran lokasi...
16
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian berlokasi di perairan pantai Pulau Tujuh
Seram Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah dengan
tiga stasiun sampling yang ditempatkan sejajar garis
pantai. Stasiun I terletak di Pulau Besar bagian timur
dengan posisi 020 44’ 09,74” LS 1280 59’ 28,14” BT,
stasiun II terletak di Pulau Besar bagian barat dengan
posisi 0,20 43’ 64,92”LS 1280 58’ 54,93”BT, stasiun III
terletak di Pulau Air dengan posisi 020 45’ 51,00” LS
1290 01’ 25,05 BT (gambar 1) .
Pengambilan data menggunakan metode transek
garis (transect line methods) dan analisis laboratorium.
Setiap stasiun diletakan tiga transek secara tegak lurus
garis pantai dengan ukuran 150 meter x 150 meter dari
batas pasang tertinggi ke arah laut. Jarak antara transek
adalah 300 meter dan pada masing-masing transek
diletakan empat buah petak kuadran dengan ukuran 1,5
meter x 1,5 meter secara berseling. Jarak antara
kuadran adalah 20 meter (gambar 2). Penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai bulan
Januari 2014.
17
B. Deskripsi Lokasi
Pulau Tujuh merupakan gugusan pulau-pulau
yang berada pada wilayah perairan Kecamatan Seram
Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah. Pulau Tujuh
terpisah dari daratan Pulau Seram bagian utara dengan
posisi 20 49’48”, 20 46’12”, 20 42’36” LS dan 1280 57’56”,
1290 01’32”, 1290 04’28” BT memanjang arah timur –
barat dan berhadapan dengan Negeri Adat Pasanea,
Negeri Administratif Labuan, Negeri Administratif Gale-
Gale, Kampung Sapola dan Negeri Adat Latea. Pulau
Tujuh dalam tatanan sejarah adalah nama dari tujuh
buah pulau dengan luas, letak, tutupan vegetasi dan
kondisi fisik yang berbeda namun masing masing
memiliki nama tersendiri yaitu Pulau Besar, Pulau Tua,
Pulau Air, Pulau Alei, Pulau Tengah, Pulau Sauh dan
Pulau Kairore.
Vegetasi utama adalah mangrove, Casuarina
equisetifolia , Barringtonia asiatica, Terminalia catappa L,
Calophyllum inophyllum, Pongamia pinnata dan Cocus
nucifera. Profil pantai landai dengan panjang rataan
pasang surut lebih dari 200 meter dimulai dari hutan
bakau, padang lamun sampai terumbu karang. Substrat
di rataan pasang surut terdiri dari lumpuran, pasir
lumpuran, pasir karang, puing karang.
18
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.
Sumber : Fakultas Perikanan Universitas Pattimura Ambon (2013)
Penentuan Plot Pengambilan Sampel Pada Setiap St
Gambar 2. Plot Pengambilan Sampel Penelitian
Batas Pasang Tertinggi
Garis Pantai
Mangrove
Vegetasi Pantai
300 m
Kedalaman ±5m
Batas Plot Samping
Coral Reefs
Seagrass Beds 20m 1,5
m 1,5
m
150 m
Batas Surut
Tertinggi
19
C. Alat Dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
ini tersaji pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Alat Dan Bahan Penelitian
No Alat / Bahan Kegiatan
1 Petak kuadran 1,5 m x 1,5 m.
Mengamati/menghitung lamun
2 Meteran roll (100 m) Membuat transek di lapangan.
3 GPS (Global Positioning System)
Pengukuran lokasi /garis pantai.
4 Alkohol/ Formalin Mengawetkan spesimen biota.
5 Kantung plastik Spesimen biota
6 Perahu motor/Speed boat Transportasi antar stasiun penelitian.
7 Termometer – Hg
Suhu perairan.
8 Kertas indikator pH universal
Keasaman perairan.
9 Hand Salino-Refraktometer
Salinitas perairan.
10 Titrasi /DO - meter
Oksigen terlarut.
11 Parasute/ Stop wact
Kecepatan arus perairan.
12 Tongkat berskala Kedalaman perairan.
13 Parang/pisau/linggis Sampel lamun/biota.
14 Botol ukuran 1 liter
Sampel air untuk dianalisis.
15 Pipa paralon 30 cm
Sampel sedimen untuk dianalisis
16 Ember Sampel lamun/spesimen biota.
17 Kertas lebel Tanda pada sampel
18 Secchi disk Kecerahan perairan.
19 Spektrofotometer Analisis nitrat air, fosfat air, C-organik
sedimen 20 Beach seine dan gill net Sampling ikan, reptilia, mamalia
21 Kolorimeter filter 693 milimikron Analisis fosfat sedimen
22 pH-meter Analisis pH sedimen
23 Hidrometer Analisis tekstur sedimen
24 Labu Kjeldahl 100 cc Analisis nitrat sedimen
20
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Lamun
Pengamatan dan pengambilan data lamun
dilakukan secara visual pada saat air surut
menggunakan metode transek kuadran berukuran 1,5
meter x 1,5 meter. Parameter yang diamati dan diteliti
adalah jenis lamun, kerapatan/kepadatan jenis,
frekuensi kehadiran, persen penutupan jenis, dan
indeks nilai penting (English et al. 1997). Sampling
dilakukan secara sistematis dari arah pantai menuju ke
laut dengan jarak 15 meter untuk setiap kuadran. Jenis
lamun yang terdapat dalam petak kuadran diambil dan
diidentifikasi jenisnya. Identifikasi jenis lamun
berpedoman pada Fortes (1989).
2. Air Dan Sedimen
Pengambilan sampel air untuk dianalisis
dilakukan pada titik sampling saat pasang dengan
menggunakan botol ukuran 1 liter. Pengambilan sampel
sedimen untuk dianalisis dilakukan pada titik sampling
dekat mangrove dan dekat terumbu karang saat surut
dengan menggunakan pipa ukuran 30 cm.
3. Ikan, Reptilia, Mamalia
Pengambilan sampel ikan, reptilia, dan mamalia
menggunakan metode swept area dengan dua bentuk
jarring yang berbeda yaitu 1 set jarring pantai (beach
21
seine) berukuran panjang sayap masing-masing 15
meter, tinggi 1,45 meter, mata jarring 1,87 cm, panjang
kantong 1,50 meter dengan mata jarringnya 0,63 cm dan
1 set jarring ingsan (gill net) dengan mata jarring 2,5 cm,
lebar 2,5 meter, panjang 105 meter . Sampling dilakukan
pada waktu siang maupun malam hari saat pasang
tertinggi, menjelang surut, dan menjelang pasang. Jaring
ditarik vertikal dan horizontal sejauh penutupan lamun
dengan jumlah tarikan sebanyak tiga kali. Jumlah
individu yang tertangkap diambil dan diidentifikasi.
4. Moluska, Ekhinodermata, Krustasea
Pengambilan sampel moluska, ekhinodermata,
krustasea dilakukan dengan menggunakan metode
transek yang dilakukan pada saat air surut.
Pengambilan spesimen dilakukan dengan cara koleksi
bebas pada setiap transek berukuran 150 meter x 150
meter di dalam stasiun. Semua biota yang ditemukan
diambil dan diidentifikasi.
5. Parameter Ekologis Lamun
Pengukuran parameter fisika-kimia air dan
sedimen padang lamun perairan Pulau Tujuh Seram
Utara Barat dilakukan secara in-situ dan analisis
laboratorium seperti pada tabel 2 berikut:
22
Tabel 2. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Air Dan
Sedimen Padang Lamun Perairan Pulau Tujuh Seram
Utara Barat
N
o Parameter Satuan Alat/Metode Keterangan
A. Kimia Air
1 pH ─ pH - meter In situ
2 Salinitas 0/00 Refraktrometer In situ
3 DO g/l Titrasi/ DO Meter In situ
4 Nitrat mg/l Spektrofotometer Laboratorium
5 Fosfat mg/l Spektrofotometer Laboratorium
B. Fisika Air
1 Suhu 0C Termometer – Hg In Situ
2 Kedalaman Meter Tongkat berskala In Situ
3
Kecepatan
arus m/det Parasute In Situ
4 Kecerahan % Secchi disk In Situ
C.Kimia
Sedimen
1 pH - Pelarut H2O (1:5) Laboratorium
2 Nitrat Ppm
Kjeldahl dan
pereduksi
(Devarda’s Alloy) Laboratorium
3 Fosfat Ppm
Ekstraks HCl
25% Laboratorium
4 C-Organik %
Kadar unsur C
(Spektrofotometri) Laboratorium
D. Fisika
Sedimen
1 Tipe Sedimen ─ ─ In Situ
2 Tekstur %
Bouyoucos
(Hidrometer) Laboratorium
23
E. Analisis Data
1. Air Dan Sedimen
Sampel air dianalisis di Laboratorium Balai
Konservasi Biota Laut LIPI Ambon untuk mengetahui
konsentrasi fosfat dan nitrat. Sampel sedimen dianalisis
untuk mengetahui konsentrasi nitrat, fosfat, pH, C-
organik, dan tekstur di Laboratorium Tanah-Pupuk
Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya
Wacana –Salatiga.
2. Struktur Komunitas Lamun.
Untuk mengetahui struktur komunitas lamun
pada perairan pantai Pulau Tujuh Seram Utara Barat
maka parameter yang digunakan meliputi:
a. Kepadatan spesies (Di) adalah jumlah individu
(tegakan) per satuan luas. Kepadatan masing-masing spesies pada setiap
stasiun dihitung dengan menggunakan rumus
(Brower et al. 1989) :
Di=Ni/A ……………………………(1).
Keterangan :
Di = jumlah individu (tegakan) ke-i per satuan
luas (m2).
Ni = jumlah individu (tegakan) ke-i dalam transek
kuadran.
A = luas transek kuadran (m2).
b. Kepadatan relatif (RDi) adalah perbandingan antara
jumlah individu spesies dan jumlah total individu
seluruh spesies :
24
∑
Keterangan :
RDi : Kepadatan relatif.
Ni :Jumlah individu (tegakan) ke-i dalam transek
kuadran.
∑ = Jumlah total individu seluruh spesies x
100%.
c. Frekuensi jenis (Fi) adalah peluang suatu spesies
ditemukan dalam titik contoh yang diamati.
Frekuensi jenis dihitung dengan rumus:
∑
………………………………………… (3).
Keterangan :
Fi : Frekuensi spesies ke- i.
Pi : Jumlah petak contoh dimana ditemukan
jenis ke- i.
∑ : Jumlah total petak contoh yang diamati.
d. Frekuensi relatif (RFi) adalah perbandingan antara
frekuensi spesies-i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk
seluruh spesies:
( ∑ ).
`
∑
…………………………………………(4).
Keterangan :
RFi : Frekuensi relatif.
Fi : Frekuensi spesies ke-i.
∑ : Jumlah frekuensi seluruh spesies x
100%.
……………….……............ (2).
25
e. Penutupan (Ci) adalah luas area yang tertutupi oleh
spesies-i.
……………………………………………….(5).
Keterangan :
Ci :Luas area yang tertutupi spesies-i.
: Luas total penutupan spesies ke-i.
A : Luas total pengambilan contoh.
f. Penutupan relatif (RCi) adalah perbandingan antara
penutupan individu spesies ke-i dengan jumlah total
penutupan seluruh spesies.
∑
………………………………………..(6).
Keterangan : RCi : Penutupan relatif.
Ci : Luas yang tertutupi.
∑ : Penutupan seluruh spesies.
3. Indeks Nilai Penting (INP)
INP digunakan untuk menghitung dan menduga
secara keseluruhan peranan suatu spesies dalam suatu
komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu spesies relatif
terhadap spesies lainnya maka semakin tinggi peranan
spesies tersebut pada komunitasnya. Rumusan yang
digunakan dalam menghitung INP adalah (Brower et al.
1989 ) :
INP = RFi + RDi + RCi ……………………………(7).
Dimana : INP : Indeks nilai penting.
RDi : Kepadatan ralatif.
RFi : Frekuensi relatif.
RCi : Penutupan relatif.
26
4. Indeks Ekologi
a. Keanekaragaman menunjukan keberagaman
spesies dan merupakan ciri khas struktur komunitas.
Keanekaragaman ditentukan berdasarkan indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener (Legendre, 1983)
dengan rumus :
H’ = - ∑ Pi =
(Proporsi jenis ke-i)
Keterangan : H’= Indeks Keanekaragaman Shannon.
ni= Jumlah individu spesies ke-i.
N= Jumlah total individu seluruh spesies.
Nilai indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan
atas nilai-nilai sebagai berikut (Brower et al.1989)
Nilai H’ ≤ 1 = Keanekaragaman jenis rendah, tekanan
ekologi tinggi.
Nilai 1<H’≤ 3 = Keanekaragaman spesies sedang, tekanan
ekologi sedang.
Nilai H’> 3 = Keanekaragaman spesies tinggi, tekanan
ekologi rendah, terjadi keseimbangan ekosistem.
b. Untuk mengetahui seberapa besar kesamaan
penyebaran jumlah individu tiap spesies digunakan
indeks keseragaman dengan cara membandingkan
indeks keanekaragaman dengan nilai maksimumnya,
dengan rumus :
E =
Keterangan:
27
E = Indeks keseragaman Evenness dengan
kisaran 0 - 1.
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon.
H’ maks = Indeks keanekaragaman maksimum = log
S dimana S adalah jumlah spesies.
Nilai Indeks keseragaman berkisar antara 0 sampai 1.
Nilai E < 0,4= ekosistem berada dalam kondisi tertekan
dan mempunyai keseragaman rendah.
Nilai E antara 0,4 - 0,6 = ekosistem berada dalam kondisi
kurang stabil dan mempunyai
keseragaman sedang.
Nilai E > 0,6 = ekosistem berada dalam kondisi stabil
dan mempunyai keseragaman tinggi.
c. Untuk menggambarkan spesies yang paling
banyak ditemukan dapat diketahui dengan menghitung
nilai dominasinya yang dinyatakan dalam indeks
dominasi Simpson (Brower et al. 1989).
D = ∑ (
)
Keterangan D = Indeks dominasi Simpson.
ni = Jumlah individu spesies ke-i.
N = Jumlah total individu seluruh spesies.
Nilai indeks dominasi berkisar antara 0 sampai 1.
Semakin besar nilai indeks maka semakin besar
kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi
populasi