Laporan Uji Spesimen Klinik-Dahak
Transcript of Laporan Uji Spesimen Klinik-Dahak
Laporan Resmi Praktikum Uji Spesimen Klinik
Perhitungan Mikrobia pada Dahak dan Luka
Disusun oleh:
1. Nathalia Kalis U. (31091194)
2. Dewi Andini (31091197)
3. Hutri Catur S.W. (31091198)
4. Siska Augusta L. (31091205)
5. Marcella Indah K. (31091209)
Fakultas Bioteknologi
Universitas Kristen Duta Wacana
Yogyakarta
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spesimen adalah segala macam benda yang dianggap tercekar oleh sesuatu
penyakit hewan atau jasad renik penyebab penyakit hewan, termasuk bagian-bagian
dari tubuh hewan ataupun berupa hewannya sendiri yang mati, sakit atau tersangka
sakit guna diperiksa di laboratorium. Beberapa contoh spesimen adalah dahak, urine,
feses, darah, dan swab luka. Pada praktikum ini dilakukan kita menggunakan sample
dahak dan luka. Dahak adalah lendir yg keluar dr kerongkongan atau dr jalan
pernapasan. Sedangkan luka biasanya diambil dengan cara di swab dengan kapas
steril.
Penggunaan luka dan dahak dalam praktikum ini dikarenakan kedua spesimen
ini mengandung banyak mikrobia yang patogen maupun tidak patogen. Dengan
melakukan praktikum ini praktikan dapat mengetahui cara menghitung jumlah koloni
yang terdapat pada kedua spesimen tersebut.
Selain menghitung jumlah koloni, pada praktikum ini praktikan juga
melakukan uji sensititifitas bakteri terhadap beberapa antibiotik.
B. Tujuan
Untuk mengetahui sensitifitas antibiotik terhadap mikrobia
Untuk mengetahui jenis mikrobia yang terdapat di dahak dan luka
BAB II
DASAR TEORI
Dahak ini mengacu pada lendir yang dikeluarkan oleh selaput lendir di saluran
pernapasan. Dahak cenderung untuk mengumpulkan dan berhimpun di dada dan tenggorokan
daerah. Biasanya dikeluarkan dari mulut ketika batuk individu. Hal tersebut adalah tidak
nyaman dan memalukan kondisi seperti itu mengarah pada tenggorokan konstan kemacetan,
konstan kliring tenggorokan, batuk, dan kadang-kadang sesak napas. Dahak dapat juga
mengganggu pola tidur. Sementara dahak biasanya tidak berbahaya, jika diabaikan untuk
waktu yang lama, dapat menyumbat dan mengiritasi saluran bronkial sekunder menyebabkan
infeksi saluran pernapasan bagian atas (Anonim, 2012).
Dahak dapat menjadi hasil dari beberapa kondisi. Ini bisa menjadi produk sampingan
dari flu musiman yang sederhana atau dapat hasil dari alergi atau sinusitis. Ini juga dapat
disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri seperti influenza, bronkitis, radang paru-paru;
dapat hasil dari gaya hidup tertentu (misalnya merokok berlebihan) atau dapat merupakan
gejala dari kondisi paru-paru yang serius (Anonim, 2012).
Warna, konsistensi dan jumlah dahak yang dihasilkan diamati oleh dokter untuk
menentukan penyebabnya, kondisi dan rencana pengobatan. Light, semi jelas dahak biasanya
berarti ada sedikit yang perlu dikhawatirkan; gelap, bernoda lendir adalah akibat dari
merokok berlebihan dan darah dalam dahak mungkin merupakan indikasi kondisi pernafasan
yang serius dan mungkin memerlukan perhatian medis segera (Anonim, 2012).
Gejala Phlegm
Dahak memiliki konsistensi dan gel seperti kehadirannya biasanya ditandai dengan
kebutuhan yang terus-menerus untuk membersihkan tenggorokan, kesulitan bernapas dengan
normal (sesak napas), batuk terus-menerus, yang pada gilirannya dapat menyebabkan otot
melemah dan sakit, pilek, dan dalam beberapa kasus bahkan mungkin menyebabkan demam
(Anonim, 2012).
Antibiotik
Kemoterapi menggunakan antimikrobia dimulai pada tahun 1935, yaitu dengan
penemuan sulfonamoid. Pada tahun 1940, diketahui bahwa penisilin, yang ditemukan pada
tahun 1929, dapat menjadi substansi terapeutik yang efektik. Selama 25 tahun kemudian
penelitian agen kemoterapi berkisar seputar substansi yang berasal dari mikrobia yang
dinamakan antibiotik. Antimikrobia secara umum digunakan untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri (Anonim, 2012).
Antimikrobia yang efektifsecara klinis adalah dengan menunjukkan toksisitas selektif.
Maksud dari toksisitas selektif adalah antimikrobia berbahaya bagi parasit namun tidak
berbahaya bagi inangnya. Toksisitas selektif terjadi karena obat – obatan mikrobia
mengganggu proses atau struktur bakteri yang tidak ada pada sel mamalia. Sebagai contoh,
beberapa agen antimikrobia bekerja pada sintesis dinding sel bakteri, dan yang lainnya
mengganggu fungsi ribosom 70 S pada bakteri tapi tidak pada ribosom eukariotik 80 S
(Anonim, 2012).
Beberapa agen antimikrobia, seperti penisilin dan aminoglikosida, dapat membunuh
mikroorganisme yang peka terhadapnya tanpa bantuan imunitas humoral dan selular. Pada
keadaan demikian antimikrobia atau antibiotik tersebut memiliki aktivitas bakterisidal.
Sedangkan agen lain, seperti sulfonamid dan tetrasiklin memiliki aktivitas bakteriostatik
karena secara reversibel menghambat proses metabolisme penting bakteri dan proses pembun
uhan organisme yang menginfeksi inang bergantung pada pertahanan tubuh inang sendiri
(Anonim, 2012).
Menurut Anonim, 2012 antibiotik dikelompokkan berdasar mekansme kerjanya yang
secara umum terdiri dari empat kelompok utama:
1. Penghambatan terhadap sintesa dinding sel
Peptidoglikan yang secara kimia berisi polisakarida dan campuran rantai polipeptida.
Polisakarida berisi gula amino N-acetylglucosamine (NAG) dan asam acetylmuromic.
Selama obat β-laktam menghambat sintesis dinding sel bakteri dan oleh karena itu
aktif melawan pertumbuhan bakteri. Langkah awal dari aksi obat berpa ikatan obat
pada reseptor sel yang disebut protein binding penicillin (PBP). PBP berada di bawah
kontrol kromosom dan mutasi dapat mengubah jumlahnya atau afinitasnya terhadap
obat β-laktam. Perbedaan kerentanan bakteri gram positif dan negatif pada berbagai
penisilin atau sefalosporin tergantung pada perbedaan struktur dinding sel mereka.
2. Penghambatan terhadap fungsi membran sel
Golongan polimiksin bekerja dengan merusak komponen membran sel bakteri secara
selektif. Polimiksin mengandung peptida siklik yang menyerupai detergen yang dapat
merusak membran yang mengandung fosfatidiletanolamin secara selektif. Selain itu
sejumlah antibiotik juga mengganggu fungsi biosintetik membran sel, contohnya
novobiocin yang menghambat sintesis DNA dan menghambat sintesis asam teikoat.
3. Penghambatan terhadap sintesis protein
Konsekuensi yang potensial terjadi pada penggunaan antibiotik adala kerusakan
ribosom mitokondria eukariotik yang mengandung ribosom yang sejenis dengan
eukaryotik. Ribosom yang dapat diganggu adalah subunit 30Sdan 50S. Tetrasiklin
merintangi penempelan tRNA pada situs penerimaan A dan secara efektif
menghentikan sintesis lebih jauh. Antiotik lain menempel pada subunit 50S dan
mencegah pembentukan ikatan peptida dengan menghambat enzim peptidil
transferase.
4. Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat
Gangguan sintesis asam nukleat juga disebabkan oleh inhibitor kompetitif, sebagai
contoh sulfonamid dan trimethroprim. Sulfonamid adalah struktur yang analog
dengan asam p-aminobenzoat (PABA) yang merupakan metabolit penting dalam
pembentukan asam folat. Sulfonamid masuk ke dalam reaksi yang melibatkan PABA
dan bersaing pada sasaran enzim yang aktif. Sebagai hasilnya, dibentuk asam folat
analog yang nonfungsional, sehingga pertumbuhan bakteri tertekan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Alat
1. Erlenmayer
2. Bunsen
3. Mikropipet
4. Vortex
5. Kapas steril
B. Bahan
1. Blood agar2. MH3. Air pepton 1 %
C. Cara Kerja
1. Luka
90 ml
1 ml
10-1 aseptis
0,1 ml
Inkubasi 48 jam
10-2 10-3
Air pepton 1%
Aseptis 0,1 ml
vortex
9 ml air pepton 0,1%
Kapas steril
Blood Agar
MH
Gojog, dimasukkan 1 ml
Swap luka
2. Dahak
Identifikasi bakteri
Air pepton 1%
± 10 gr
90 ml
0,1 ml
1 ml
10-310-2
Inkubasi 48 jam
Identifikasi bakteri
10-1 (aseptis)
9 ml air pepton 0,1%
Aseptis 0,1 ml
vortex
Dahak
Gojog, dimasukkan 1 ml
Blood Agar
MH
BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN
Hasil
TABEL PERHITUNGAN KOLONI
Kel
Sampel Riwayat BA Keterangan MH Keterangan
1 Dahak Batuk ±<10 1 Hemolitik ±2.4 x 10 2 Ada pertumbuhanKoreng Luka ±<10 1 Hemolitik Spreader Spreader
2 Dahak Batuk 2 x 10 -3 Hemolitik Spreader kontaminasiKoreng Jerawat 5.6 x 10-3 Hemolitik 5 x 10-1
3 Dahak Batuk ± 2x10 1 Hemolitik ±<10 1
Koreng diabetes ±<10 1 Hemolitik ±<10 1
4 Dahak Batuk ±<10 1 Tidakhemolitik Spreader SpreaderKoreng
5 Dahak ±<10 1 Hemolitik ±<10 1
Koreng ±<10 1 Hemolitik ±<10 1
6 Dahak Batuk + Hemolitik 5,9 x 104 HemolitikKoreng Luka + Hemolotik 1,05 x 104 Hemolitik
TABEL HASIL UJI SENSITIFITAS
SAMPEL
Ciprofolaxim Sulfat NA CLHORAM
A 23 15B 22 27C 20 15D 24 28E 28 29F 23 15
Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan penghitungan koloni pada sampel dahak dan koreng
serta uji sensitifitas sampel A, B, C, D, E, dan F terhadap antibiotik ciprofolaxim , sulfat,
NA, dan clhoram. Pada uji penghitungan koloni pada dahak dan koreng digunakan medium
blood agar dan MH. Untuk metode spesimen dahak digunakan deglassky untuk meratakan
spesimen yang telah dilakukan pengenceran dengan air pepton dari 101, 102, 103 ke dalam
medium MH dan medium blood agar, sedangkan untuk spesimen koreng digunakan metode
swap dengan cotton bud yang kemudian dimasukkan kedalam air pepton. Dilakukkan
pengenceran dengan air pepton dari 101, 102, 103 yang selanjutnya dimasukkan ke dalam
medium blood agar dan MH. Air pepton disini berguna untuk untuk membantu pembiakan
mikrobia, memberi nutrisi pada mikrobia. Pepton adalah hasil pemecahan protein sehingga
bakteri sudah dipermudah, tidak perlu mengeluarkan energi untuk memecahkan protein
menjadi pepton. Pepton oleh bakteri akan diuraikan menjadi asam amino, kemudian diserap
untuk digunakan sebagai sumber energi dan membangun sitoplasma. Perataan specimen ke
dalam medium blood agar dan MH menggunakan alat yang dinamakan deglassky. Medium
blood agar ini digunakan untuk menentukan apakah koloni yang terdapat pada spesimen itu
hemolitik atau tidak. Hemolitik terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah
oleh suatu koloni tertentu. Pada medium blood agar ini, spesimen yang hemolitik dapat
ditunjukkan dengan adanya zona terang pada medium.
Gambar 1. Salah satu spesimen pada medium blood agar
Semakin besar zona terang yang terdapat pada medium maka semakin besar pula
kemampuan hemolisis spesimen. Adanya zona terang ini dikarenakan kemampuan spesimen
dalam menghemolisis darah yang terdapat di dalam medium blood agar. Hemolisis adalah
kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membrane sel
darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Hasil data kelas dari praktikum ini
menunjukkan bahwa semua spesimen mengalami hemolisis kecuali spesimen dahak pada
kelompok 4. Hasil perhitungan koloni yang didapatkan bahwa pada sampel dahak masing-
masing kelompok adalah spesimen 1 adalah ±<101, 2 adalah 2 x 10-3, 3 adalah 5.6 x 10-3, 4
adalah ±<101, dan 5 adalah ±<101 (pada spesimen 6 hanya ditulis +). Dan pada spesimen
koreng yaitu pada spesimen 1 adalah ±<101, 2 adalah 5.6 x 10-3, 3 adalah ±<101, dan 5 adalah
±<101 (pada spesimen koreng 4 tidak ada datanya dan spesimen 6 hanya ditulis +). Adanya
hemolisis pada spesimen yang ditandai terdapatnya zona terang pada medium agar ini sangat
berbahaya bagi tubuh, dikarenakan hal ini menunjukan bahwa spesimen tersebut memiliki
kemampuan dalam menghemolisis darah pada tubuh. Hal ini dapat berdampak pada rasa sakit
di kepala, pusing dan sangat kelelahan pada probandus yang diambil spesimennya, karena
kemampuan hemolisis ini menyebabkan jumlah sel eritrosit probandus berkurang dari
semestinya.
Selain dimasukkan ke medium blood agar, spesimen dahak dan koreng juga
dimasukkan ke dalam medium MH. Medium MH atau medium Mueller Hinton agar
merupakan medium yang digunakan untuk media pertumbuhan koloni bakteri. Medium ini
menggunakan prinsip difusi mikrobia terhadap medium itu sendiri. Pada medium ini,
spesimen yang dimasukkan akan menunjukkan terbentuknya koloni yang ditandai dengan
tanda koloni putih yang terdapat pada medium MH.
Gambar 2. Salah satu spesimen pada medium MH
Hasil perhitungan koloni yang didapatkan pada medium MH adalah beberapa
spesimen dinyatakan spreader pada spesimen koreng 1, dahak 2, dan dahak 4. Sedangkan
pada spesimen lainnya didapati hasil pada dahak 1 adalah ±2.4 x 102, 3 adalah ±<101, 4
adalah ±<101, dan 6 adalah 5,9 x 104. Sedangkan pada spesimen koreng, hasil yang
didapatkan adalah untuk spesimen 2 yaitu sebesar 5 x 10 -1, spesimen 3 yaitu ±<101, spesimen
5 sebesar ±<101, dan spesimen 6 sebesar 1,05 x 104. Pada spesimen koreng 4 data tidak ada.
Adanya koloni pada medium MH menunjukkan bahwa didalam medium tersebut tumbuh
suatu koloni bakteri tertentu.
Praktikum selanjutnya adalah uji sensitifitas sampel A, B, C, D, E, dan F terhadap
antibiotik ciprofolaxim, sulfat, NA, dan clhoram. Masing-masing antibiotik diletakkan pada
medium yang telah di-streak-an sampel. Uji sensitifitas sampel ini ditunjukkan dengan
adanya diameter pada sekitar antibiotiknya. Semakin besar diameter pada sekitar antibiotik
maka semakin sensitif antibiotik terhadap sample. Masing-masing antibiotik memiliki besar
sensitifitas yang berbeda-beda, yaitu:
Ciprofolaxim : R = ≤ 15 mm
I = 16-20 mm
S = ≥ 21 mm
Sulfat : R = ≤ 10 mm
I = 11-15 mm
S = ≥ 16 mm
NA : R = ≤ 13 mm
I = 14-18 mm
S = ≥ 19 mm
Clhoram : R = ≤ 12 mm
I = 13-17 mm
S = ≥ 18 mm
keterangan = R- Resisten, I- Intermediet, dan S- Sensitif.
Didapati bahwa pada sampel A, C, dan F diberi antibiotik yang sama yaitu sulfat dan
NA. Masing-masing sampel dibandingkan bahwa pada antibiotik NA semua sampel A, C,
dan F adalah intermediet karena diameternya sebesar 15 mm. Sedangkan pada sampel A, C,
dan F yang diberi antibiotik sulfat menunjukkan sensitifitas yang tinggi dengan range lebih
dari 16 mm. sedangkan pada sampel B, D, dan E diberi antibiotik ciproflaxim dan clhoram.
Masing-masing antibiotik menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap sampel B, D, dan E.
dimana pada antibiotik ciprolaxim diameternya lebih dari 21 mm dan diameter untuk
antibiotik chloram pada sampel lebih dari 18 mm. apabila suatu sampel resisten terhadap
antibiotik maka antibiotik itu tidak dapat mengerjakan tugasnya dalam menyembuhkan suatu
penyakit yang ada pada sampel. Sebaliknya, semakin sensitif sampel terhadap suatu
antibiotik maka semakin efektif kerja antibiotik untuk menyembuhkan penyakit yang ada
pada sampel.
Gambar 3. Salah satu sampel yang diberi dua antibiotic
BAB V
KESIMPULAN
1. Medium blood agar digunakan untuk menentukan kemampuan hemolisis bakteri.
2. Medium MH digunakan untuk medium pertumbuhan koloni bakteri.
3. Untuk uji sensitifitas, semakin besar diameter antibiotik maka semakin besar sensitifitas
sampel terhadap antibiotik.
Daftar Pustaka
Anonim, 2012. http://fk.uwks.ac.id/jurnal/judul/56. Diakses pada tanggal 14 Mei 2012.
Anonim, 2012. http://spiritia.or.id/cst/dok/c1094.pdf. Diakses pada tanggal 14 Mei 2012.
Anonim, 2012. http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-73038.pdf. Diakses pada
tanggal 14 Mei 2012.
Anonim, 2012. http://antibiotik.or.id/cst/dok/c.pdf. Diakses pada tanggal 14 Mei 2012.