II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB...

22
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachus) Ikan lele merupakansalah satu jenis ikan air tawar komersial yang populer sebagai ikan budidaya. Klasifikasi ikan lele menurut Badan Standart Nasional (2000). Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias batrachus Sumber : Anonim a (2000) Ikan lele merupakan salah satu ikan yang memiliki kulit berlendir tetapi tidak bersisik. Jika terkena sinar, warnanya berubah menjadi pucat dan bila terkejut warnanya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut lele sekitar seperempat dari panjang total tubuhnya. Di sekitar mulut terdapat empat pasang kumis yang berfungsi sebagai alat peraba. Lele dilengkapi dengan organ arborescent atau insang tambahan yang dikenal dengan sebutan labyrinth. Itu sebabnya ikan ini dapat hidup di dalam lumpur, di air yang tidak mengalir dan di air yang mengandung sedikit oksigen (Khairuman dan Amri, 2008). Suhu perairan yang ideal untuk lele berkisar 20 30 o C atau tepatnya 27 o C dengan tingkat keasaman tanah (pH) 6,5 8. Umumnya lele dapat hidup di perairan yang mengandung karbondioksida (CO2) 15 ppm, NH3 sebesar 0,05 ppm, NO2 sebesar 0,25 ppm, NO3 sebesar 250 ppm, dan oksigen minimum 3 ppm.

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lele (Clarias batrachus)

Ikan lele merupakansalah satu jenis ikan air tawar komersial yang populer

sebagai ikan budidaya. Klasifikasi ikan lele menurut Badan Standart Nasional

(2000).

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Subordo : Siluroidae

Famili : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias batrachus Sumber : Anonima (2000)

Ikan lele merupakan salah satu ikan yang memiliki kulit berlendir tetapi

tidak bersisik. Jika terkena sinar, warnanya berubah menjadi pucat dan bila terkejut

warnanya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut lele sekitar

seperempat dari panjang total tubuhnya. Di sekitar mulut terdapat empat pasang

kumis yang berfungsi sebagai alat peraba. Lele dilengkapi dengan organ

arborescent atau insang tambahan yang dikenal dengan sebutan labyrinth. Itu

sebabnya ikan ini dapat hidup di dalam lumpur, di air yang tidak mengalir dan di

air yang mengandung sedikit oksigen (Khairuman dan Amri, 2008).

Suhu perairan yang ideal untuk lele berkisar 20 – 30oC atau tepatnya 27oC

dengan tingkat keasaman tanah (pH) 6,5 – 8. Umumnya lele dapat hidup di perairan

yang mengandung karbondioksida (CO2) 15 ppm, NH3 sebesar 0,05 ppm, NO2

sebesar 0,25 ppm, NO3 sebesar 250 ppm, dan oksigen minimum 3 ppm.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

5

Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan berupa arborescen yang

merupakan kulit tipis, menyerupai spon sehingga ikan lele dapat hidup pada air

dengan kondisi oksigen yang rendah. Saat ini kegiatan budidaya lele telah

berkembang luas, terutama di Pulau awa. Kandungan gizi ikan lele disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi ikan lele per 100 g bahan

Informasi Gizi Per 100 gram

Energi

Lemak

Lemak Jenuh

Lemak Tak Jenuh Ganda

Lemak Tak Jenuh Tunggal

Kolesterol

Protein

Karbohidrat

Serat

Gula

Sodium

Kalium

240 kkal

14,53 g

3,426 g

3,673 g

6,482 g

69 mg

17,57 g

8,54 g

0,5 g

0,85 g

398 mg

326 mg

Sumber : Anonima, 2000

B. Abon Ikan

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

6

Abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu, diolah

dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai

bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama

(Suryani dkk., 2005). Karyono dan Wachid (1982) menyatakan, abon ikan adalah

produk olahan hasil perikanan yang dibuat dari daging ikan, melalui kombinasi dari

proses penggilingan, penggorengan, pengeringan dan penambahan bahan pembantu

dan bahan penyedap terhadap daging ikan.

Abon ikan yang bermutu baikadalah abon ikan yang terbuat dari ikan yang

baik. Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang

memiliki sifat sama dengan ikan yang masih hidup baik rupa, bau, aroma, rasa dan

tekstur. Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

Kriteria uji Kadar (% bb)

Lemak Maksimal 30,0

Gula Maksimal 30,0

Protein Minimal 15,0

Air Maksimal 7,0

Abu Maksimal 7,0

Sumber : Anonimb, 1995.

Metode pengolahan abon ikan berdasarkan metode (Suryani dkk., 2005)

yaitu ikan dicuci dan disiangi, kemudian dicuci kembali sampai bersih, ikan

kemudian dikukus dengan air mendidih selama 20 menit. Daging ikan selanjutnya

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

7

dipisahkan dari duri dan kulit secara manual, dicabik-cabik agar serat daging

menjadi halus. Bumbu kecuali lengkuas dan daun serai diblender kemudian

digoreng dengan 10 ml minyak dan diaduk-aduk, ditambahkan lengkuas dan serai

sampai mengeluarkan aroma wangi. Cabikan daging ikan dimasukkan sedikit demi

sedikit kedalam bumbu sambil terus diaduk agar bumbu merata dan sampai cabikan

ikan hampir kering. Untuk abon yang diproses dengan cara deep frying, campuran

cabikan dan bumbu yang hampir kering tersebut digoreng dalam minyak goreng

panas pada suhu kurang lebih 1780C selama 5 menit sampai berwarna kuning

kecoklatan. Perbandingan bahan digoreng dengan minyak adalah 1 : 2 atau sampai

cabikan daging semuanya terendam dalam minyak. Sedangkan untuk abon yang

diproses dengan metode pan frying proses penggorengannya dilakukan dengan

menambahkan minyak goreng sebanyak 10 ml atau sekitar 2 sendok makan

kedalam campuran cabikan ikan dan bumbu yang sudah hampir kering. Proses

penggorengan tersebut dilakukan hingga cabikan ikan dan bumbu benar-benar

kering dan menjadi abon yaitu selama 45 menit pada suhu 1220C. Abon kemudian

didinginkan sampai semua uap air menguap dan selanjutnya dikemas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi standar mutu abon adalah kadar air,

berpengaruh terhadap daya simpan dan keawetan abon. Kadar abu, menurunkan

derajat penerimaan dari konsumen. Kadar protein, sebagai petunjuk beberapa

jumlah daging/ikan yang digunakan untuk abon. Kadar lemak, berhubungan dengan

bahan baku yang digunakan, ada tidaknya menggunakan minyak goreng dalam

penggorengan.

1. Bahan Pembuat Abon Ikan

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

8

Buckle dkk. (1987) mengatakan bahwa penggunaan bumbu bertujuan untuk

membatasi perkembangan dari mikroorganisme dan untuk memberikan rasa yang

khusus. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan abon ikan antara lain,

santan kelapa, bawang merah, bawang putih, minyak goreng, ketumbar, laos, daun

salam, serai, gula merah dan garam.

a. Santan Kelapa

Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung

dalam kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa.

Penambahan santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu

produk yang akan dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah rasa gurih

karena kandungan lemaknya yang tinggi. Lemak merupakan bahan-bahan

yang tidak larut dalam air yang umumnya berasal dari tumbuhan atau pun

hewan. Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga

kesehatan. Selain itu lemak juga merupakan sumber energi yang sangat

penting bagi tubuh. Berdasarkan hasil penelitian abon yang dimasak

dengan menggunakan santan kelapa akan lebih gurih dibandingkan abon

yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa. Santan murni secara

alami mengandung sekitar 54% air, 35% lemak dan 11% padatan tanpa

lemak (karbohidrat ± 6%, protein ± 4% dan padatan lain) yang

dikategorikan sebagai emulsi minyak dalam air (Slamet Sudarmaji dkk.,

1997).

b. Bawang Merah

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

9

Bawang merah (Allium cepa vas ascolanicum) berfungsi sebagai

pemberi aroma pada makanan. Senyawa pemberi aroma pada bawang

merah adalah senyawa sulfur yang menimbulkan bau apabila sel bawang

merah mengalami kerusakan sehingga terjadi kontak antara enzim dalam

bahan makanan dengan substrat. Keuntungan aroma hasil ekstraksi ini

dapat digunakan untuk menambah aroma dari bahan lain. Bawang merah

banyak dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap rasa makanan. Adanya

kandungan minyak atsiri dapat menimbulkan aroma yang khas dan cita

rasa yang gurih serta mengundang selera. Kandungan minyak atsiri juga

berfungsi sebagai pengawet karena bersifat bakterisida dan funginsida

untuk bakteri dan cendawan tertentu (Winarno dan Jennie, 1984).

c. Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum L) mengandung minyak atsiri yang

berwarna kuning kecoklatan dan berbau menyengat. Manfaat utama

bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat

masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Bawang putih

merupakan salah satu bahan alami yang memiliki efek antimikotik dan

dapat mendetoksifikasi aflatoksin (Maryam dkk., 2003). Soeparno

menambahkan (2005) Bawang putih mempunyai pengaruh preservatif

terhadap produk olahan daging karena mengandung lemak (minyak

esensial) dan substansi yang bersifat antioksidan, sehingga dapat

menghambat perkembangan rancidity.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

10

d. Minyak Goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa

gurih dan penambah kalori bahan pangan. Minyak goreng biasanya dibuat

dari minyak kelapa atau minyak sawit. Cara penggorengan abon sebaiknya

menggunakan cara deep frying yaitu bahan pangan yang digoreng dengan

minyak kelapa atau sawit agar hasil akhirnya baik, cepat dan masak merata

(Buckle dkk., 1987).

e. Ketumbar

Ketumbar (Coriandrum Sativum L) banyak digunakan sebagai

bumbu masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat

menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih (Sutejo, 1990).

Ketumbar banyak digunakan untuk sayuran, bahan penyedap serta

mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi. Ketumbar

mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh komponen kimia

yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa hidrokarbon beroksigen.

Senyawa tersebut menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri

(Guenther Ernest, 1987).

f. Laos

Lengkuas atau laos (Alpinia galanga L) mengandung minyak atsiri

galangol berwarna kuning dan bersifat larut dalam alkohol dan tidak larut

dalam air. Galangol menyebabkan rasa pedas pada laos (Marliyati, 1995).

Rimpang lengkuas berukuran besar, dan berwarna putih atau kemerahan.

Lengkuas berkulit merah biasanya memiliki serat yang lebih kasar,

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

11

sementara yang putih lebih halus. Namun, keduanya berbau aromatis.

Lengkuas berasa pahit dan mendinginkan lidah. Minyak atsiri ini terdiri

atas bahan metal sinamat 48%, cineol 20% - 30%, kamfer, dalfa-pinen,

galangin, eugenol 3% - 4% yang memberikan cita rasa pedas (Muhlisa,

1999).

g. Daun Salam

Daun salam (Syzygium polyanthum) merupakan salah satu bumbu

masakan tradisional yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Daun salam mempunyai aroma yang sangat khas, selain dari aroma yang

khas daun salam memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia

(Sudarsono dkk., 2002). Salam mengandung tanin, flavonoid, minyak

atsiri, saponin, triterpen, polifenol dan alkaloid. Aktivitas antioksidan dari

senyawa fenolik berperan penting dalam penyerapan dan penetralkan

radikal bebas atau menguraikan peroksida (Margaretta dkk., 2011).

h. Serai

Secara tradisional serai wangi digunakan sebagai pembangkit cita

rasa pada makanan, minuman dan sebagai obat tradisional

(Wijayakusuma, 2001). Serai memiliki kandungan kimia yang terdiri dari

saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri. Minyak atsiri

serai wangi terdiri dari sitral, sitronelal, geraniol, mirsena, nerol, farsenol,

metilheptenon, dipentena, eugenol metil eter, kadinen, kadinol dan

limonene. Senyawa flavonoid ini merupakan senyawa aromatik (Leung

dan Foster, 1996).

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

12

i. Gula Merah

Gula merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk

melembutkan produk sehingga dapat mengurangi terjadinya pengerasan

dan mengurangi penguapan air serta memberikan cita rasa produk. Adanya

gula akan menimbulkan reaksi maillard dan reaksi karamelisasi. Reaksi

maillard yaitu reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino yang akan

menyebabkan warna cokelat pada produk. Reaksi maillard diawali dengan

reaksi gugus amino pada asam amino, peptida atau protein dengan gugus

hidroksil glikosidik pada gula. Rangkaian reaksi diakhiri dengan

pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat (Ketaren, 1986). Reaksi

karamelisasi merupakan proses pencoklatan bahan pangan yang

mengandung gula. Jika pemanasan terhadap gula menggunakan suhu

tinggi, maka gula akan berubah menjadi cair. Apabila waktu pemanasan

cukup lama, maka gulapun akan berubah menjadi kuning, kemudian

kecoklatan, selanjutnya dengan cepat berubah warna menjadi sangat coklat

(Coultate, 2002).

j. Garam

Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan daging,

ikan, dan bahan pangan lainnya. Garam juga mempengaruhi aktivitas air

dari bahan pangan dengan menyerap air sehingga aktivitas air akan

menurun dengan menurunnya kadar air. Oleh karena itu garam dapat

digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba dengan suatu

metode yang bebas dari racun (Buckle dkk,. 1987). Dalam pembuatan

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

13

abon garam berfungsi sebagai penambah cita rasa sehingga akan terbentuk

rasa gurih, meningkatkan daya simpan karena dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan berperan dalam menentukan

tekstur produk dengan cara meningkatkan kelarutan protein. Penambahan

garam sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang

kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut

(Usmiati dan Priyanti, 2008).

2. Proses Pembuatan Abon Ikan

a. Pengukusan

Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan

sebelum pengeringan atau pengalengan. Secara umum tujuan pengukusan

adalah untuk membuat tekstur bahan menjadi empuk. Kondisi bahan yang

empuk mudah dicabik-cabik menjadi serat-serat yang halus. Ikan memiliki

daging yang cukup lunak sehingga lebih tepat dikukus dari pada direbus.

Perebusan dilakukan apabila bahan yang digunakan cukup keras (liat)

seperti daging sapi, jantung pisang dan keluwih. Lama pengukusan dan

tinggi suhu tidak boleh berlebihan tetapi cukup sampai mencapai titik

didih saja. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan mutu

rupa dan tekstur bahan. Ikan yang berbeda ukuran sebaiknya dikukus

terpisah untuk mempermudah pengontrolan waktu pengukusannya.

Setelah pengukusan bahan ditiriskan untuk menurunkan kadar air yang

masih tersisa (Lisdiana Fachruddin, 1997).

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

14

Perlakuan dengan cara pemanasan dapat menyebabkan protein ikan

terdenaturasi demikian pula dengan enzim-enzim yang terdapat dalam

tubuh ikan. Protein merupakan senyawa organik yang besar yang

mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa

diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi atau mineral lain. Pada suhu

100oC protein akan terkoagulasi dan air dalam daging akan keluar.

Semakin tinggi suhu, protein akan terhidrolisa dan akan terdenaturasi,

terjadi peningkatan kandungan senyawa bernitrogen, amonia dan hidrogen

sulfida dalam daging. Proses pemanfatan panas seperti pemasakan dapat

mengakibatkan perubahan pada penampakan secara umum cita rasa, bau

dan tekstur ikan (Lisdiana Fachruddin, 1997).

b. Penggorengan

Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan

menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Selama

proses penggorengan terjadi perubahan fisik, kimia dan sifat sensori.

Ketika makanan digoreng pada minyak goreng panas pada suhu yang

tinggi, banyak reaksi kompleks yang terjadi di dalam minyak dan pada saat

itu minyak akan mengalami kerusakan. Kerusakan minyak yang berlanjut

dan melebihi angka yang ditetapkan akan menyebabkan menurunnya

efisiensi penggorengan dan kualitas produk akhir. Komposisi bahan

pangan yang digoreng akan menentukan jumlah minyak yang diserap.

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

15

Bahan pangan dengan kandungan air yang tinggi, akan lebih banyak

menyerap minyak karena semakin banyak ruang kosong yang ditinggalkan

oleh air yang menguap selama penggorengan. Selain itu semakin luas

permukaan bahan pangan yang digoreng maka semakin banyak minyak

yang terserap (Muchtadi, 2008).

Selama proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam

bahan pangan dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air.

Penyerapan minyak pada ikan pada saat penggorengan adalah sekitar 10%

- 20%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk mengempukkan bahan dan

untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga menambah rasa

lezat dan gurih. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh

reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini

tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga komposisi kimia

pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang

digunakan berpengaruh sangat kecil. Pemanasan minyak selama proses

penggorengan dapat menghasilkan persenyawaan yang dapat menguap.

Komposisi persenyawaan yang dapat menguap terdiri dari alkohol, ester,

lakton, aldehida keton dan senyawa aromatik. Jumlah persenyawaan yang

dominan jumlahnya yakni aldehid termasuk di-enal yang mempengaruhi

bau khas hasil gorengan. Selain itu, sebagian besar minyak tumbuhan

memiliki kandungan pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna

yang menarik (kuning keemasan) (Ketaren, 1986).

C. Kemunduran Mutu Abon Ikan

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

16

1. Perubahan Sifat Produk Selama Penyimpanan

Semua bahan pangan bersifat mudah rusak, artinya setelah

penyimpanan tertentu terjadi kemunduran mutu sampai batas tertentu yang

disebut rusak atau tidak layak menurut Tranggono (1993), biasanya bahan

pangan dikonsumsi dipertimbangkan dari keadaan kadar air bahan pangan,

bahan pangan kering kenaikan kadar air menyebabkan bahan pangan tersebut

tidak disukai (meskipun masih dapat dimakan). Oksidasi kandungan bahan

pangan yang dapat menimbulkan rasa tengik dan perubahan warna. Kehilangan

kandungan spesifik dan jumlah mikroorganisme.

Menurut Hari Purnomo (1985), faktor-faktor yang menyebabkan

kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu secara

alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya dengan

pengemasan saja serta tergantung dari lingkungan sekitar dan mungkin dapat

dikendalikan hampir semuanya oleh pengemasan. Golongan pertama termasuk

perubahan fisik karena suhu, seperti pelunakan coklat atau perubahan emulsi,

perubahan biokimia atau kimia karena interaksi antara berbagai komponen

dalam produk seperti pencoklatan daging. Golongan kedua merupakan faktor-

faktor yang membawa kearah pembusukan bahan pangan, yaitu kerusakan

secara mekanis, perubahan kadar air dalam bahan pangan, penyerapan dan

interaksi dengan oksigen dan hilang atau berkurangnya rasa.

2. Sifat Kritis Produk Abon Ikan

Produk higroskopis adalah produk yang cenderung mudah menyerap

lembab dari udara di sekelilingnya karena kadar airnya rendah. Oksidasi

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

17

kandungan bahan pangan yang dapat menimbulkan rasa tengik dan perubahan

warna. Ketengikan (rancidity) diartikan merupakan kerusakan atau perubahan

bau dan flavour dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Proses kerusakan

lemak berlangsung sejak pengolahan sampai siap dikonsumsi. Terjadinya

peristiwa ketengikan tidak hanya terbatas pada bahan pangan berkadar lemak

tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada bahan pangan berkadar lemak rendah

(Ketaren, 1986).

Menurut Ketaren (1986) kemungkinan kerusakan-kerusakan atau

ketengikan dalam lemak, dapat disebabkan oleh 4 (empat) faktor, yaitu

absorbsi bau oleh lemak, aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung

lemak, aksi mikrobia dan oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua

atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut di atas.

Oksidasi menurut Winarno (2008) merupakan reaksi berantai

pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Reaksi tersebut

menyebabkan kerusakan lemak yang akan menimbukan bau dan rasa tengik

yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh autooksidasi radikal

asam lemak tidak jenuh. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-

radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat

reaksi. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak

jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik tidak sedap tersebut

disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan

hidroperoksida.

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

18

Ketengikan menurut Ketaren (2008) terjadi karena proses oksidasi oleh

oksigen di udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Proses

oksidasi dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan

menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak

hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak tetapi juga dapat menurunkan

nilai gizi karena kerusakan vitamin dan asam lemak esensial dalam lemak.

Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh diawali dengan tahap inisiasi,

yaitu terbentuknya radikal bebas (R*) apabila lipida kontak dengan panas,

cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada kelompok metilen yang

berdekatan dengan ikatan rangkap –C=C–. Tahap inisiasi terjadi karena

bantuan sumber energi eksternal seperti panas, cahaya atau energi tinggi dari

radiasi. Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi. Autooksidasi diawali

dengan bertemunya radikal lipida (R*) dan oksigen membentuk radikal

peroksida (ROO*). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion

hidrogen dari lipida lain (R1H) membentuk hidroperoksida (ROOH) dan

molekul radikal lipida baru (R1*). Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan

berulang sehingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir oksidasi lipida

adalah tahap terminasi. Hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah

menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehida, keton, alkohol dan

asam lemak bebas (Trilaksani, 2003).

Oksidasi lemak menurut Choe dan Min (2006) dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya komposisi asam lemak dalam minyak, proses

mengolah minyak, energi panas atau cahaya, konsentrasi dan tipe oksigen,

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

19

asam lemak bebas, mono dan diasilgliserol, transisi logam, peroksida, senyawa

katalis oksidasi (prooksidan), pigmen, dan antioksidan. Tingkat oksidasi lemak

dapat ditentukan dengan melihat nilai bilangan peroksida dan thiobarbituric

acid (TBA) atau dapat menggunakan alat gas kromatografi untuk melihat

perubahan komposisi asam lemak.Oksidasi lemak akan terjadi pada produk

pangan dan mengalami peningkatan pada produk pangan yang kering. Reaksi

ini juga diikuti dengan reaksi pencoklatan, penurunan kualitas protein dan

memutihkan karotenoid. Oksidasi lemak akan maksimum pada Aw yang

rendah dan suhu yang tinggi. Produk karbonil dari oksidasi lemak akan

bereaksi dengan empat asam amino esensial (sistin, metionin, triptofan, lisin)

yang menyebabkan kualitas protein menurun (Flick dkk., 1992). Kerusakan

oksidasi terjadi pada asam lemak tidak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan

suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi. Oksidasi pada

penggorengan suhu 200oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada minyak

dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi pada

minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang (Sartika, 2009).

D. Kinetika Kemunduran Mutu

1. Persamaan Umum Kinetika Penyimpanan

Semua bahan makanan bersifat dapat rusak yang berarti bahwa setelah lama

penyimpanan tertentu dimungkinkan untuk membedakan antara bahan makanan

segar dengan bahan makanan yang sudah disimpan. Perubahan-perubahan tersebut

diartikan sebagai kemunduran mutu sampai batas yang disebut rusak dan tidak

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

20

layak makan. Jangka waktu antara bahan makanan segar menjadi rusak sehingga

tidak layak makan dikenal sebagai umur simpan (Buckle dkk., 1987).

Menurut Buckle dkk. (1987), faktor-fakor penyebab kemunduran mutu

bahan makanan diantaranya adalah perubahan cuaca, kerusakan mekanis,

perubahan kadar air, pengaruh O₂, hilang atau tercemarnya aroma dan aktivitas

mikrobia. Kecepatan reaksi ditunjukkan dengan konstanta kecepatan reaksi (k) dan

reaksi dapat berlangsung pada orde nol, satu dan dua. Untuk bahan pangan biologis

umumnya reaksi berlangsung pada orde nol dan satu.

E. Umur Simpan Abon Ikan

Umur simpan adalah selang waktu antara saat produksi hingga saat

konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat

penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. National Food Processor

Association mendefinisikan umur simpan adalah suatu produk dikatakan berada

pada kisaran umur simpannya bila kualitas produk secara umum dapat diterima

untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas

masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah dan Syarief,

2000).

Penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan informasi tentang

umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, dan umur

simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh

konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan

kerusakan atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan

mempercepat terjadinya penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

21

suhu pengujian umur simpan produk. Pengendalian suhu, kelembapan, dan

penanganan fisik yang tidak baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi

pangan yang tidak normal. Kondisi distribusi dan suhu akan menentukan umur

simpan produk pangan. Tabel 3 menunjukkan penentuan suhu untuk pengujian

umur simpan produk.

Tabel 3. Penentuan suhu pengujian umur simpan produk

Jenis produk Suhu pengujian (C) Suhu kontrol (C)

Makanan dalam kaleng

Pangan kering

Pangan dingin

Pangan beku

25, 30, 35, 40

25, 30, 35, 40, 45

5, 10, 15, 20

-5, -10, -15

4

-18

0

<-40

Sumber : Labuza dan Schmidl (1985).

Menurut penelitian yang dilakukan Tjipto Leksono dan Syahrul (2001)

penilaian organoleptik yang dilakukan terhadap abon ikan yang disimpan pada suhu

kamar dengan menggunakan kemasan yang berbeda meliputi penilaian terhadap

rupa, rasa dan bau yang dilakukan oleh 25 panelis agak terlatih. Panelis

memberikan nilai organoleptik yang semakin rendah dengan semakin lamanya

waktu penyimpanan untuk semua perlakuan. Namun demikian, hingga hari ke 40,

nilai organoleptik abon ikan masih menunjukkan mutu abon ikan yang masih dapat

diterima konsumen.

Penurunan nilai organoleptik selama penyimpanan disebabkan karena

terjadinya perubahan-perubahan kimia dan mikrobiologi pada produk abon ikan

tersebut. Penentuan umur simpan didasarkan pada faktor-faktor mempengaruhi

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

22

umur simpan produk pangan. Faktor- faktor tersebut misalnya adalah keadaan

alamiah (sifat makanan), mekanisme berlangsunganya perubahan (misalnya

kepekaan terhadap air dan oksigen ), serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia

(internal dan eksternal). Faktor lain adalah ukuran kemasan (volume), kondisi

atmosfer (terutama suhu dan kelembaban), serta daya tahan kemasan selama transit

dan sebelum digunakan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau.

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang

dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme

berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan

kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam

hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban

dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, serta

kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau termasuk

perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat (Labuza, 1982).

Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi dalam bahan

pangan bersifat kumulatif dan tidak dapat balik selama penyimpanan, sehingga

pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu pangan tidak dapat

diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu

pangan tidak dapat diterima lagi disebut waktu kadaluwarsa. Bahan pangan disebut

rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa

simpan optimumnya (Syarief dan Halid, 1993).

Umur simpan produk terkemas adalah mutu kemasan dan atau produk yang

ada didalamnya masih bertahan dalam kemasan baik sehingga aman dan masih

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

23

layak dikonsumsi. Waktu kapan mutu produk menjadi tidak aman dan atau tidak

layak dimakan disebut batas kadaluarsa (expination rate) (Suyitno, 1997).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan

antara lain sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis bahan pengemas yang

digunakan. Hubungan jenis bahan pengemas dengan daya awet bahan pangan yang

dikemas ditentukan berdasarkan permeabilitasnya. Permeabilitas merupakan

transfer molekul air atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan

ataupun sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju

transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat

adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan

kelembaban tertentu. Semakin luas permukaan kemasan yang digunakan maka uap

air yang masuk ke lingkungan akan semakin tinggi dan akan tersebar lebih meluas

di dalam kemasan, sehingga kadar air kritis produk pun akan segera tercapai dan

umur simpan produk tidak lama (Robertson, 1993).

Polipropilene berasal dari monomer propilene yang diperoleh dari

pemurnian minyak bumi. Polipropilene merupakan jenis bahan baku plastik yang

ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi

dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier.

Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilene memiliki

mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena

tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Plastik polipropilene

merupakan jenis plastik yang baik sebagai barrier terhadap uap air pada produk

karena memiliki permeabilitas uap air yang rendah (Manley, 2000).

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

24

Sifat-sifat kemasan polipropilene (PP) menurut Buckle et al., (2007) yaitu

mengkilap dan tidak mudah sobek, plastik polipropilene lebih kaku daripada

poliethilene, memiliki daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah,

memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak dan tahan terhadap suhu tinggi.

Menurut Syarief dan Halid. (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi

kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi

menjadi dua golongan utama yaitu kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat

alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja

(perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologi) dan kerusakan

yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan

kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan,

absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang

tidak diinginkan).

F. Hipotesa

Lama penyimpanan abon ikan lele diduga berpengaruh terhadap aroma,

TBA, kadar air dan tingkat kesukaan abon ikan lele.

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lele (Clarias batrachuseprints.mercubuana-yogya.ac.id/2657/2/BAB II.pdfKlasifikasi ikan lele menurut Badan ... Syarat mutu abon berdasarkan SNI 01-3707-1995

25