Pengaruh pemberian karbon (sukrosa) dan probiotik terhadap ...
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Desain Produk Pangan · Sukrosa memiliki titik lebur yang cukup tinggi...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Desain Produk Pangan · Sukrosa memiliki titik lebur yang cukup tinggi...
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Desain Produk Pangan
Produk pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan
minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan produk pangan,
bahan baku produk pangan, bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
dan pengolahan dalam pembuatan makanan (sumber: Dwi Purnomo, dalam www.
agroindustry.wordpress.com).
Desain produk pangan merupakan suatu inovasi pengembangan suatu produk
pangan yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk pangan baru dari bahan yang
sudah ada dengan memberikan suatu nilai tambah pada produk tersebut. Selain
itu, pengembangan produk pangan sangat diperlukan untuk menambah
pendapatan, meningkatkan pertumbuhan penjualan, keunggulan kapasitas, siklus
hidup produk, serta respon terhadap persaingan dan perubahan lingkungan.
Produk baru yang dihasilkan merupakan produk pangan yang memiliki nilai jual,
aman, bergizi, dan secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen.
Proses perancangan dan pengembangan disain produk melalui beberapa
tahapan yang dapat digambarkan pada suatu diagram alir yang dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan Desain Produk Pangan
(sumber: Dwi Purnomo, dalam www. agroindustry.wordpress.com).
Identifikasi
Kebutuhan
Pengembangan
Konsep
Arsitektur
Produk
Pembuatan
Prototype
Analisis
Biaya
5
B. Beras
Beras merupakan salah satu jenis padi-padian (Oryza sativa L.) paling
penting di dunia untuk konsumsi manusia. Beras dikenal sebagai sumber
karbohidrat yang baik dengan kandungan karbohidrat sekitar 70 – 80%. Butir
beras sebagian besar terdiri atas pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut
dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati beras tersusun dari
dua macam karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin
(http://id.wikipedia.org/wiki/Amilum). Perbandingan jumlah amilosa dan
amilopektin dalam beras sangat menentukan tingkat kepulenan nasi yang
dihasilkan. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektinnya maka
beras tersebut akan semakin pulen dan lengket.
Gambar 2. Beras Putih Gambar 3. Beras Merah
(sumber: http//karyaindahagro.indonetwork.or.id.anik.html)
Komponen terbesar kedua dari beras adalah protein. Kandungan protein pada
beras pecah kulit adalah 8% dan pada beras giling sebesar 7%. Beras juga
berperan sebagai sumber protein meskipun kandungan proteinnya relatif sedikit.
Hal itu dikarenakan beras dikonsumsi dalam yang jumlah banyak sehingga
peranannya sebagai sumber protein juga cukup besar. Berdasarkan jenisnya, beras
dibedakan menjadi beras biasa dan beras ketan. Menurut warnanya dapat dibagi
menjadi beras putih dan beras merah, beras ketan putih dan beras ketan hitam.
Sedangkan berdasarkan teksturnya, dibedakan atas beras jenis keras dan beras
jenis lunak (pulen). Selain karbohidrat dan protein, beras juga mengandung gizi
yang cukup banyak. Kandungan gizi beras dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Kandungan gizi beras per 100 g
No Jenis Satuan Jumlah
1 Karbohidrat gram 79
2 Gula gram 0.12
3 Serat pangan gram 1.3
4 Lemak gram 0.66
5 Protein gram 7.13
6 Air gram 11.62
7 Vit B1 mg 0.07
8 Vit B2 mg 0.049
9 Vit B3 mg 1.6
10 Asam Pantotenat mg 1.014
11 Vit B6 mg 0.164
12 Asam folat µg 8
13 Besi mg 0.8
14 Fosfor mg 115
15 Kalium mg 115
16 Kalsium mg 28
17 Magnesium mg 25
18 Seng mg 1.09
19 Energi kkal 370
(sumber: http://wapedia.mobi/id/Beras)
Beras adalah bagian biji padi yang terdiri dari:
1. Aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses
pemisahan kulit (4-6%)
2. Endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada (80-
85%)
3. Embrio, merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh
lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-
hari embrio disebut mata beras.
7
Gambar 4. Bagian-Bagian Beras
(sumber: Juliano, 1980 dalam Haryadi, 2006)
Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati
(sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian
aleuron), mineral, dan air. Berdasarkan SNI No. 01-6128-1999, standar mutu
beras yang masuk ke dalam kategori mutu 1 adalah beras dengan kadar air
maksimal 14%. Beras pera memiliki kandungan amilosa lebih dari 20% yang
membuat butiran nasinya keras dan tidak lengket. Kriteria beras yang kualitasnya
baik terdiri dari:
1. Butiran-butiran beras keras dan utuh.
2. Berwarna cemerlang dan beraroma segar.
3. Tidak berjamur atau berulat.
4. Sifatnya bila dimasak kurang mekar dan aromanya harum. Beras yang
lama beraroma apek dan sifatnya banyak mengisap air sehingga mekar bila
dimasak.
5. Tidak ada kotoran seperti kerikil, pasir, dan gabah serta beras tidak
bercampur antara jenis yang satu dengan yang lainnya.
Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan lebih mudah larut dalam air
karena banyak mengandung gugus hidroksil. Sedangkan amilopektin merupakan
polisakarida yang tersusun dari monomer α-glukosa. Amilopektin merupakan
8
molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa
penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Secara struktural, amilopektin
terbentuk dari rantai glukosa bercabang-cabang. Deskripsi perbedaan amilosa
dengan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 5. Struktur Kimia Amilosa
Gambar 6. Struktur Kimia Amilopektin
Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi empat
yaitu: beras dengan amilosa sangat rendah, amilosa rendah, amilosa sedang dan
amilosa tinggi. Beras dengan amilosa sangat rendah mempunyai kandungan
amilosa 2-9%. Beras dengan amilosa rendah mempunyai kandungan amilosa 10-
20%, misalnya beras Cisadane yang memiliki kandungan amilosa 20%. Beras
dengan kandungan amilosa 20-25% termasuk ke dalam kelompok amilosa sedang,
contohnya adalah beras IR 64 dengan kandungan amilosa 24%. Beras dikatakan
beramilosa tinggi apabila mempunyai kandungan amilosa 25-33%, contohnya
adalah beras IR 36 dengan kandungan amilosa 25% ( Haryadi, 2006).
9
Tabel 2. Perbedaan amilosa dengan amilopektin
Faktor Pembeda Amilosa Amilopektin
Struktur Tidak Bercabang Bercabang
Panjang Rantai 250-2500 Unit 15-25 Unit
Derajat Polimerisasi 1000 10.000-100.000
Reaksi Iodin Merah Biru
Retrogradasi Cepat Lambat
(sumber: Winarno, 2002)
C. Beras Ketan
Beras Ketan merupakan bahan makanan yang berasal dari tanaman suku
rumput-rumputan (poaceae). Cara memperoleh beras ketan sama seperti kita
memperoleh beras biasa, dimana setelah di panen beras dijemur kemudian
dilepaskan kulitnya. Dari proses tersebut didapat butir-butir ketan. Beras ketan
berdasarkan warnanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu beras ketan putih dan beras
ketan hitam. Beras ketan putih lebih banyak digunakan oleh masyarakat
dibandingkan dengan beras ketan hitam, termasuk pada proses pembuatan
berondong.
Gambar 7. Beras Ketan Putih Gambar 8. Beras Ketan Hitam
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/beras)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan berondong menggunakan
beras ketan adalah:
1. Pilihlah jenis ketan yang murni.
10
2. Pilihlah jenis beras ketan yang berbutir panjang dan utuh karena
berondong menghendaki terlihat butiran-butirannya sehingga
kenampakan berondong yang dihasilkan bagus (utuh).
Beras ketan (Oryza sativa glutinous) mengandung karbohidrat yang cukup
tinggi, yaitu sekitar 80%. Selain karbohidrat, kandungan beras ketan adalah lemak
sekitar 4%, protein 6%, dan air 10%. Kandungan gizi beras ketan secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi beras ketan per 100 g
No Jenis Satuan Jumlah
1 Karbohidrat gram 81.68
2 Energi kkal 370
3 Serat pangan gram 2.8
4 Lemak gram 0.55
5 Protein gram 6.81
6 Air gram 10.46
7 Ampas mg 0.49
8 Vit B1 mg 0.18
8 Vit B2 mg 0.055
9 Vit B3 mg 2.145
10 Asam Pantotenat mg 0.824
11 Vit B6 mg 0.107
12 Asam folat µg 7
13 Besi mg 1.6
14 Fosfor mg 71
15 Kalium mg 77
16 Kalsium mg 11
17 Magnesium mg 23
18 Seng mg 1.2
(sumber: http://www.asiamaya.com/nutrients/berasketan.htm)
Rendahnya kadar amilosa pada ketan (0-2%) serta tingginya kadar
amilopektin (98-99%) membuat ketan setelah di masak menjadi sangat lengket
11
dan mengkilat (Haryadi, 2006). Sifat ini tidak berubah dalam penyimpanan
beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Perbedaan antara beras biasa dan beras
ketan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan beras biasa dan ketan
Perbedaan Beras Biasa Ketan
Tekstur Keras Lebih rapuh
Warna Putih, cemerlang Buram, putih seperti kapur
Ukuran Butir Besar Lebih besar dari beras biasa
Kadar Amilosa Lebih dari 2% 0-2%
Sifat setelah di masak Lengket Sangat lengket
(sumber: Sutrisno Koswara, dalam www.ebookpangan.com)
D. Bahan Pemberi Rasa, Aroma dan Warna
Kelezatan camilan bukan hanya tergantung kepada penggunaan bahan pokok,
tetapi juga sangat tergantung pada penggunaan bahan pemberi rasa dan aroma
yang ditambahkan pada pembuatan camilan. Bahan pemberi rasa dan aroma yang
umum digunakan adalah gula. Gula merupakan karbohidrat yang memiliki rasa
manis dan dapat larut dalam air. Gula banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristal dan cetakan (gula kelapa). Mutu gula pasir yang dijual dipasaran
ditentukan oleh warna dan kebersihannya.
Bahan pemberi rasa yang digunakan pada proses pembuatan berondong beras
dan berondong ketan umumnya gula pasir (sukrosa). Sukrosa memiliki titik lebur
yang cukup tinggi yaitu 160-161ºC. Jika sukrosa dipanaskan di atas titik lebur
maka gula yang dipanaskan akan menjadi kecoklatan (browning) atau yang lebih
dikenal dengan sebutan karamel. Karamel terbentuk jika gula dipanaskan pada
suhu 170°C (http://chestofbooks.com/food/science/html). Tingkat kemanisan dari
berbagai bahan pemanis dapat dilihat pada Tabel 5.
12
Tabel 5. Tingkat kemanisan dibandingkan dengan sakarosa
No. Nama Bahan Pemanis Tingkat Kemanisan (%)
1 Sukrosa (glukosa+fruktosa) 100
2 Glukosa 74
3 Fruktosa 173
4 Maltosa (glukosa+glukosa) 33
5 Laktosa (glukosa+galaktosa) 16
(Sumber: http://www.food-info.net/id/products/sugar/chemistry.html)
Gula merupakan bahan yang digunakan dalam pembuatan berondong. Fungsi
gula dalam proses pembuatan berondong selain sebagai pemberi rasa manis, juga
berfungsi memperbaiki tesktur dan memberikan warna pada permukaan
berondong. Gula pada konsentrasi yang tinggi dapat mencegah pertumbuhan
mikroba sehingga dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet
Gambar 9. Gula Pasir Gambar 10. Gula Kelapa
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/gula)
E. Puffing
Puffing merupakan salah satu teknik pengolahan bahan pangan, dimana bahan
pangan tersebut mengalami pengembangan akibat pengaruh perlakuan suhu atau
tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan
tersebut (Sulaeman, 1995). Beragam jenis biji-bijian dan umbi-umbian seperti
beras, ketan, shorgum, gandum, dan jagung dapat digunakan sebagai bahan baku
pada proses puffing. Proses puffing dapat dilakukan jika pada bahan-bahan
13
pertanian tersebut mempunyai kandungan pati, karena proses puffing pada
dasarnya merupakan pengembangan granula pati menjadi lebih besar.
Menurut Matz (1959), proses puffing dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu:
1. Atmosphere Pressure Procedures
Cara ini mengaplikasikan panas yang tinggi dan mendadak untuk
memperoleh penguapan air yang cepat.
2. Pressure Drop Processes
Cara ini menyangkut perubahan tekanan dari partikel basah yang telah
sangat panas ke ruang pada tekanan yang lebih rendah seperti yang terjadi
pada proses ekstrusi pangan. Penurunan tekanan dapat dicapai dengan
melepaskan tutup pada silinder yang berisi produk yang telah disetimbangkan
dengan uap bersuhu tinggi atau dapat juga dilakukan dengan memindahkan
material panas yang berada dalam ruang bertekanan.
Proses puffing merupakan hasil dari ekspansi yang tiba-tiba dari uap air dalam
celah-celah suatu granula. Berdasarkan cara pembuatannya, puffing serealia dapat
dibuat dengan tiga cara yaitu gun, oven, dan ekstruksi (Matz, 1959). Puffing gun
merupakan alat puffing sederhana yang banyak digunakan oleh masyarakat Asia
Timur untuk membuat makanan ringan yang berasal dari biji-bijian. Menurut
Hsieh dan Luh (1991), proses puffing dengan puffing gun terdiri dari tiga tahapan
utama yaitu: 1) pemanasan beras yang sudah dibersihkan, 2) memasak dengan uap
yang sangat panas pada tekanan tinggi di dalam bejana, dan 3) penurunan tekanan
secara tiba-tiba. Puffing gun terdiri dari sebuah silinder horizontal yang diputar
pada sumbunya, pembakar gas atau pemanas untuk memanaskan bagian luar
silinder, alat-alat pembuka silinder, serta alat untuk memasukkan dan
mengeluarkan bahan.
Massa biji-bijian yang jatuh dalam silinder kemudian diputar agar menjadi
panas dan panas yang diberikan merata selama beberapa menit dan didesak oleh
udara panas dan uap air dari bahan itu sendiri. Setelah tekanan yang diharapkan
sudah tercapai (8.5-13.3 kg/cm2), tutup alat dibuka dengan tiba-tiba untuk
melepaskan tekanan dan isinya akan meledak dengan bunyi yang nyaring seperti
suara meriam. Butir serealia akan terekspansi oleh penguapan air dari dalam
bahan yang terjadi secara tiba-tiba.
14
Kondisi yang tepat dari tahap-tahap puffing mempunyai pengaruh penting
pada rasa dan stabilitas produk. Waktu pembakaran harus dikontrol dalam selang
beberapa detik untuk menghindari kegosongan produk (Maxwell dan Holahan,
1974). Produk puffing harus dipertahankan pada kadar air kurang lebih 3% untuk
memperoleh kerenyahan yang diinginkan. Selain dipengaruhi oleh kandungan air,
teknik puffing juga dipengaruhi oleh kandungan pati. Pati dalam jaringan biji-
bijian berbentuk granula yang akan meningkat volumenya jika granula pati
tersebut berada pada suhu 60-70°C dan terjadi pembengkakan pada granula pati.
Granula pati dapat membengkak luar biasa tetapi tidak dapat kembali pada
kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat
granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Pembengkakan pati
disebabkan adanya campuran pati dengan air yang dipanaskan, sehingga
menyebabkan energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat dari pada
daya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula pati, sehingga air dapat
masuk ke dalam granula. Kemampuan pati untuk mengembang berbeda-beda
untuk setiap jenis serealia. Perbedaan pengembangan beberapa serealia dapat
dilihat pada Tabel 6. Mutu poduk puffing dinilai oleh parameter-parameter baik
tehadap sifat yang dapat terlihat misalnya keutuhan keseragaman hasil, daya
kembang, dan sifat-sifat yang tersembunyi seperti nilai gizi dan rasa
(Sofiah,1991).
Tabel 6. Perbandingan pengembangan beberapa serealia
Komoditi Pengembangan Referensi
Sorgum 6-23 kali Dsikachar dan Candrashekar, 1982
Gandum 8-16 kali Matz, 1959
Beras 10-15 kali Bhattacharya, 1979
Berondong jagung 20-30 kali Jugenheimer, 1976
F. Berondong Beras (Puffed Rice)
Berondong beras merupakan makanan yang sangat terkenal di Amerika dan
sering dijadikan sebagai makanan untuk sarapan pagi bersama susu, karena
berondong beras mengandung karbohidrat yang cukup sehingga dapat
menggantikan fungsi nasi maupun roti.
15
Selama ini berondong identik dengan makanan yang terbuat dari jagung,
karena berondong jagung lebih dikenal dan lebih mudah didapatkan dibandingkan
dengan berondong beras. Berondong jagung (popcorn) mempunyai karakteristik
yang agak keras dan memiliki tingkat pengembangan volume yang lebih besar
daripada berondong beras. Perbedaan karakteristik berondong jagung dengan
berondong beras dapat dilihat pada Tabel 7. Camilan ini banyak disukai karena
rasanya yang unik yaitu manis dan lengket saat dinikmati. Berondong sangat
digemari oleh masyarakat, baik tua maupun muda karena rasanya yang unik, yaitu
renyah, manis, dan wangi saat dimakan.
Gambar 11. Berondong Beras
Tabel 7. Perbedaan karakteristik fisik berondong jagung dengan berondong beras
Perbedaan Berondong Jagung Berondong Beras
Pengembangan volume 20-30 kali (Jugenheier, 1976) 10-15 kali
(Bhattacharya,1979)
Suhu puffing (°C) 196-277 (Roshdy, 1984) 160-255 (Haryadi,
2006)
Waktu puffing 9 detik (Hsieh et al, 1990)
menggunakan rice cake
machine
2-5 menit (Haryadi,
2006)
KA Optimal Puffing
(%bb)
13-14 (Patricia, 2009) 14 (Owens, 2001)
Kandungan Kalori 31 kal (Woodside, 1980) 35-40 kal (Owens,
2001)
16
Berondong sebelumnya hanya dibuat menggunakan puffing gun, tetapi dengan
perkembangan teknologi saat ini memungkinkan berondong dibuat dengan
menggunakan oven. Menurut Haryadi (2006), pembuatan berondong
menggunakan oven hanya dapat meningkatkan volume 3-4 kali dari ukuran awal.
Ada beberapa jenis berondong yang telah dikenal oleh masyarakat, antara lain:
berondong dari beras dan berondong dari ketan yang berlapis gula (bipang).
Proses pembuatan bipang cukup sederhana, yaitu: beras/ketan dibersihkan
sehingga tidak ada kotoran pada bahan. Setelah itu beras/ketan dimasukkan ke
dalam alat puffing sampai beras/ketan volumenya membesar pada tekanan 8.5-
13.3 kg/cm2. Beras/ketan yang sudah mengembang lalu dicampur dengan gula
yang dipanaskan dan diaduk hingga rata. Setelah rata, berondong beras/ketan
dimasukkan ke dalam cetakan dan diberi tekanan menggunakan rol penekan untuk
mendapatkan kepadatan yang diinginkan. Berondong beras/ketan yang sudah
sesuai tingkat kepadatannya kemudian dipotong sesuai ukuran yang diinginkan
dan diangin-anginkan hingga lapisan gula mengering.
Susila Santosa dkk. (1998) mencoba membuat berondong dari beras varietas
Gemar, IR 64, Cisadane, IR 42 dan IR 48. Beras lebih dahulu disimpan dalam
wadah dengan RH diatur sebesar 90-100% selama 12 jam. Beras ditambahkan
larutan garam sebanyak 10% sebanyak 100ml/1kg, kemudian disimpan lagi pada
wadah dengan RH 40-50% selama 6 jam. Untuk membuat berondong, bejana
terlebih dahulu dipanaskan, lalu beras dimasukkan dalam bejana silinder. Bejana
dipanaskan di atas api selama 2-5 menit dengan diputar 10-90 rpm, hingga
mencapai tekanan akhir 8.5-13.3 kg/cm2 pada suhu 160-250
oC. Kemudian dengan
cepat tutup bejana dibuka dan berondong ditampung. Beras varietas Gemar
menghasilkan berondong dengan pengembangan terbesar, paling renyah, dan
warna paling muda. Penambahan garam dapat meningkatkan kerenyahan.
Salah satu kelemahan camilan yang memiliki rongga udara adalah bila terjadi
kontak dengan udara langsung akan menyebabkan camilan menjadi mudah
melempem. Hal itu disebabkan adanya transmisi gas dari udara luar ke dalam
berondong sehingga meningkatkan kadar air berondong beras dan peristiwa
tersebut juga terjadi pada berondong beras bila dibiarkan di udara terbuka. Untuk
17
mengatasi masalah tersebut, berondong harus disimpan dalam wadah tertutup agar
kerenyahan berondong dapat tetap terjaga.
G. Sugar Coating
Edible coating merupakan lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang bisa
dimakan. Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode aplikasi coating terdiri
dari beberapa cara, yaitu metode pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan
(spraying) untuk memberikan tahanan terhadap transmisi gas dan uap air,
penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan
merupakan metode yang paling banyak digunakan, dimana produk dicelupkan ke
dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan coating. Selain itu, pemberian
coating juga dapat melindungi bahan makanan terhadap kerusakan mekanis
(Gennadious dan Weller, 1990).
Salah satu aplikasi teknik edible coating adalah penggunaan gula sebagai
bahan pelapis bahan makanan atau lebih dikenal dengan istilah sugar coating.
Pelapisan dengan gula sangat efektif bila diberikan pada makanan, terutama untuk
memperbaiki rasa makanan sebelum diberi lapisan gula. Pengaplikasian larutan
gula dalam proses coating dapat disemprotkan atau dijadikan sebagai bahan
pencampur bahan makanan. Setelah bahan makanan direndam dalam larutan gula,
kemudian dibiarkan hingga lapisan gula mengering. Lapisan gula dapat ditambah
sedikit demi sedikit hingga di dapat ketebalan lapisan gula sesuai yang diinginkan.
Gambar 12. Proses Pelapisan Gula
18
Menurut Santoso et al,. (2004), ada beberapa keuntungan yang diperoleh
apabila produk dikemas dengan edible coating yaitu:
1. Menurunkan aktifitas air (Aw) permukaan sehingga kerusakan oleh
mikroorganisme dapat dihindari.
2. Memperbaiki struktur permukaan bahan.
3. Mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah.
4. Mengurangi penggunaan bahan pengawet kimia.
5. Melindungi bahan makanan dari kondisi lingkungan luar (mengurangi
kontak oksigen dengan bahan) sehingga dapat memperpanjang umur
simpan dan oksidasi dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat).
6. Memperbaiki penampilan produk.