II. TINJAUAN PUSTAKA A. Desain Produk Pangan · Sukrosa memiliki titik lebur yang cukup tinggi...

15
4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Desain Produk Pangan Produk pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan produk pangan, bahan baku produk pangan, bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, dan pengolahan dalam pembuatan makanan (sumber: Dwi Purnomo, dalam www. agroindustry.wordpress.com). Desain produk pangan merupakan suatu inovasi pengembangan suatu produk pangan yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk pangan baru dari bahan yang sudah ada dengan memberikan suatu nilai tambah pada produk tersebut. Selain itu, pengembangan produk pangan sangat diperlukan untuk menambah pendapatan, meningkatkan pertumbuhan penjualan, keunggulan kapasitas, siklus hidup produk, serta respon terhadap persaingan dan perubahan lingkungan. Produk baru yang dihasilkan merupakan produk pangan yang memiliki nilai jual, aman, bergizi, dan secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen. Proses perancangan dan pengembangan disain produk melalui beberapa tahapan yang dapat digambarkan pada suatu diagram alir yang dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Tahapan Desain Produk Pangan (sumber: Dwi Purnomo, dalam www. agroindustry.wordpress.com). Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Konsep Arsitektur Produk Pembuatan Prototype Analisis Biaya

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Desain Produk Pangan · Sukrosa memiliki titik lebur yang cukup tinggi...

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Desain Produk Pangan

Produk pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,

baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan

minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan produk pangan,

bahan baku produk pangan, bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

dan pengolahan dalam pembuatan makanan (sumber: Dwi Purnomo, dalam www.

agroindustry.wordpress.com).

Desain produk pangan merupakan suatu inovasi pengembangan suatu produk

pangan yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk pangan baru dari bahan yang

sudah ada dengan memberikan suatu nilai tambah pada produk tersebut. Selain

itu, pengembangan produk pangan sangat diperlukan untuk menambah

pendapatan, meningkatkan pertumbuhan penjualan, keunggulan kapasitas, siklus

hidup produk, serta respon terhadap persaingan dan perubahan lingkungan.

Produk baru yang dihasilkan merupakan produk pangan yang memiliki nilai jual,

aman, bergizi, dan secara organoleptik dapat diterima oleh konsumen.

Proses perancangan dan pengembangan disain produk melalui beberapa

tahapan yang dapat digambarkan pada suatu diagram alir yang dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Desain Produk Pangan

(sumber: Dwi Purnomo, dalam www. agroindustry.wordpress.com).

Identifikasi

Kebutuhan

Pengembangan

Konsep

Arsitektur

Produk

Pembuatan

Prototype

Analisis

Biaya

5

B. Beras

Beras merupakan salah satu jenis padi-padian (Oryza sativa L.) paling

penting di dunia untuk konsumsi manusia. Beras dikenal sebagai sumber

karbohidrat yang baik dengan kandungan karbohidrat sekitar 70 – 80%. Butir

beras sebagian besar terdiri atas pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut

dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati beras tersusun dari

dua macam karbohidrat, yaitu amilosa dan amilopektin

(http://id.wikipedia.org/wiki/Amilum). Perbandingan jumlah amilosa dan

amilopektin dalam beras sangat menentukan tingkat kepulenan nasi yang

dihasilkan. Pada prinsipnya, semakin tinggi kandungan amilopektinnya maka

beras tersebut akan semakin pulen dan lengket.

Gambar 2. Beras Putih Gambar 3. Beras Merah

(sumber: http//karyaindahagro.indonetwork.or.id.anik.html)

Komponen terbesar kedua dari beras adalah protein. Kandungan protein pada

beras pecah kulit adalah 8% dan pada beras giling sebesar 7%. Beras juga

berperan sebagai sumber protein meskipun kandungan proteinnya relatif sedikit.

Hal itu dikarenakan beras dikonsumsi dalam yang jumlah banyak sehingga

peranannya sebagai sumber protein juga cukup besar. Berdasarkan jenisnya, beras

dibedakan menjadi beras biasa dan beras ketan. Menurut warnanya dapat dibagi

menjadi beras putih dan beras merah, beras ketan putih dan beras ketan hitam.

Sedangkan berdasarkan teksturnya, dibedakan atas beras jenis keras dan beras

jenis lunak (pulen). Selain karbohidrat dan protein, beras juga mengandung gizi

yang cukup banyak. Kandungan gizi beras dapat dilihat pada Tabel 1.

6

Tabel 1. Kandungan gizi beras per 100 g

No Jenis Satuan Jumlah

1 Karbohidrat gram 79

2 Gula gram 0.12

3 Serat pangan gram 1.3

4 Lemak gram 0.66

5 Protein gram 7.13

6 Air gram 11.62

7 Vit B1 mg 0.07

8 Vit B2 mg 0.049

9 Vit B3 mg 1.6

10 Asam Pantotenat mg 1.014

11 Vit B6 mg 0.164

12 Asam folat µg 8

13 Besi mg 0.8

14 Fosfor mg 115

15 Kalium mg 115

16 Kalsium mg 28

17 Magnesium mg 25

18 Seng mg 1.09

19 Energi kkal 370

(sumber: http://wapedia.mobi/id/Beras)

Beras adalah bagian biji padi yang terdiri dari:

1. Aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses

pemisahan kulit (4-6%)

2. Endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada (80-

85%)

3. Embrio, merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat tumbuh

lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa sehari-

hari embrio disebut mata beras.

7

Gambar 4. Bagian-Bagian Beras

(sumber: Juliano, 1980 dalam Haryadi, 2006)

Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati

(sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian

aleuron), mineral, dan air. Berdasarkan SNI No. 01-6128-1999, standar mutu

beras yang masuk ke dalam kategori mutu 1 adalah beras dengan kadar air

maksimal 14%. Beras pera memiliki kandungan amilosa lebih dari 20% yang

membuat butiran nasinya keras dan tidak lengket. Kriteria beras yang kualitasnya

baik terdiri dari:

1. Butiran-butiran beras keras dan utuh.

2. Berwarna cemerlang dan beraroma segar.

3. Tidak berjamur atau berulat.

4. Sifatnya bila dimasak kurang mekar dan aromanya harum. Beras yang

lama beraroma apek dan sifatnya banyak mengisap air sehingga mekar bila

dimasak.

5. Tidak ada kotoran seperti kerikil, pasir, dan gabah serta beras tidak

bercampur antara jenis yang satu dengan yang lainnya.

Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan lebih mudah larut dalam air

karena banyak mengandung gugus hidroksil. Sedangkan amilopektin merupakan

polisakarida yang tersusun dari monomer α-glukosa. Amilopektin merupakan

8

molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa

penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Secara struktural, amilopektin

terbentuk dari rantai glukosa bercabang-cabang. Deskripsi perbedaan amilosa

dengan amilopektin dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 5. Struktur Kimia Amilosa

Gambar 6. Struktur Kimia Amilopektin

Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi empat

yaitu: beras dengan amilosa sangat rendah, amilosa rendah, amilosa sedang dan

amilosa tinggi. Beras dengan amilosa sangat rendah mempunyai kandungan

amilosa 2-9%. Beras dengan amilosa rendah mempunyai kandungan amilosa 10-

20%, misalnya beras Cisadane yang memiliki kandungan amilosa 20%. Beras

dengan kandungan amilosa 20-25% termasuk ke dalam kelompok amilosa sedang,

contohnya adalah beras IR 64 dengan kandungan amilosa 24%. Beras dikatakan

beramilosa tinggi apabila mempunyai kandungan amilosa 25-33%, contohnya

adalah beras IR 36 dengan kandungan amilosa 25% ( Haryadi, 2006).

9

Tabel 2. Perbedaan amilosa dengan amilopektin

Faktor Pembeda Amilosa Amilopektin

Struktur Tidak Bercabang Bercabang

Panjang Rantai 250-2500 Unit 15-25 Unit

Derajat Polimerisasi 1000 10.000-100.000

Reaksi Iodin Merah Biru

Retrogradasi Cepat Lambat

(sumber: Winarno, 2002)

C. Beras Ketan

Beras Ketan merupakan bahan makanan yang berasal dari tanaman suku

rumput-rumputan (poaceae). Cara memperoleh beras ketan sama seperti kita

memperoleh beras biasa, dimana setelah di panen beras dijemur kemudian

dilepaskan kulitnya. Dari proses tersebut didapat butir-butir ketan. Beras ketan

berdasarkan warnanya terbagi menjadi dua jenis, yaitu beras ketan putih dan beras

ketan hitam. Beras ketan putih lebih banyak digunakan oleh masyarakat

dibandingkan dengan beras ketan hitam, termasuk pada proses pembuatan

berondong.

Gambar 7. Beras Ketan Putih Gambar 8. Beras Ketan Hitam

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/beras)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan berondong menggunakan

beras ketan adalah:

1. Pilihlah jenis ketan yang murni.

10

2. Pilihlah jenis beras ketan yang berbutir panjang dan utuh karena

berondong menghendaki terlihat butiran-butirannya sehingga

kenampakan berondong yang dihasilkan bagus (utuh).

Beras ketan (Oryza sativa glutinous) mengandung karbohidrat yang cukup

tinggi, yaitu sekitar 80%. Selain karbohidrat, kandungan beras ketan adalah lemak

sekitar 4%, protein 6%, dan air 10%. Kandungan gizi beras ketan secara lengkap

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan gizi beras ketan per 100 g

No Jenis Satuan Jumlah

1 Karbohidrat gram 81.68

2 Energi kkal 370

3 Serat pangan gram 2.8

4 Lemak gram 0.55

5 Protein gram 6.81

6 Air gram 10.46

7 Ampas mg 0.49

8 Vit B1 mg 0.18

8 Vit B2 mg 0.055

9 Vit B3 mg 2.145

10 Asam Pantotenat mg 0.824

11 Vit B6 mg 0.107

12 Asam folat µg 7

13 Besi mg 1.6

14 Fosfor mg 71

15 Kalium mg 77

16 Kalsium mg 11

17 Magnesium mg 23

18 Seng mg 1.2

(sumber: http://www.asiamaya.com/nutrients/berasketan.htm)

Rendahnya kadar amilosa pada ketan (0-2%) serta tingginya kadar

amilopektin (98-99%) membuat ketan setelah di masak menjadi sangat lengket

11

dan mengkilat (Haryadi, 2006). Sifat ini tidak berubah dalam penyimpanan

beberapa jam atau bahkan beberapa hari. Perbedaan antara beras biasa dan beras

ketan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan beras biasa dan ketan

Perbedaan Beras Biasa Ketan

Tekstur Keras Lebih rapuh

Warna Putih, cemerlang Buram, putih seperti kapur

Ukuran Butir Besar Lebih besar dari beras biasa

Kadar Amilosa Lebih dari 2% 0-2%

Sifat setelah di masak Lengket Sangat lengket

(sumber: Sutrisno Koswara, dalam www.ebookpangan.com)

D. Bahan Pemberi Rasa, Aroma dan Warna

Kelezatan camilan bukan hanya tergantung kepada penggunaan bahan pokok,

tetapi juga sangat tergantung pada penggunaan bahan pemberi rasa dan aroma

yang ditambahkan pada pembuatan camilan. Bahan pemberi rasa dan aroma yang

umum digunakan adalah gula. Gula merupakan karbohidrat yang memiliki rasa

manis dan dapat larut dalam air. Gula banyak diperdagangkan dalam bentuk

kristal dan cetakan (gula kelapa). Mutu gula pasir yang dijual dipasaran

ditentukan oleh warna dan kebersihannya.

Bahan pemberi rasa yang digunakan pada proses pembuatan berondong beras

dan berondong ketan umumnya gula pasir (sukrosa). Sukrosa memiliki titik lebur

yang cukup tinggi yaitu 160-161ºC. Jika sukrosa dipanaskan di atas titik lebur

maka gula yang dipanaskan akan menjadi kecoklatan (browning) atau yang lebih

dikenal dengan sebutan karamel. Karamel terbentuk jika gula dipanaskan pada

suhu 170°C (http://chestofbooks.com/food/science/html). Tingkat kemanisan dari

berbagai bahan pemanis dapat dilihat pada Tabel 5.

12

Tabel 5. Tingkat kemanisan dibandingkan dengan sakarosa

No. Nama Bahan Pemanis Tingkat Kemanisan (%)

1 Sukrosa (glukosa+fruktosa) 100

2 Glukosa 74

3 Fruktosa 173

4 Maltosa (glukosa+glukosa) 33

5 Laktosa (glukosa+galaktosa) 16

(Sumber: http://www.food-info.net/id/products/sugar/chemistry.html)

Gula merupakan bahan yang digunakan dalam pembuatan berondong. Fungsi

gula dalam proses pembuatan berondong selain sebagai pemberi rasa manis, juga

berfungsi memperbaiki tesktur dan memberikan warna pada permukaan

berondong. Gula pada konsentrasi yang tinggi dapat mencegah pertumbuhan

mikroba sehingga dapat juga digunakan sebagai bahan pengawet

Gambar 9. Gula Pasir Gambar 10. Gula Kelapa

(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/gula)

E. Puffing

Puffing merupakan salah satu teknik pengolahan bahan pangan, dimana bahan

pangan tersebut mengalami pengembangan akibat pengaruh perlakuan suhu atau

tekanan sehingga mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan

tersebut (Sulaeman, 1995). Beragam jenis biji-bijian dan umbi-umbian seperti

beras, ketan, shorgum, gandum, dan jagung dapat digunakan sebagai bahan baku

pada proses puffing. Proses puffing dapat dilakukan jika pada bahan-bahan

13

pertanian tersebut mempunyai kandungan pati, karena proses puffing pada

dasarnya merupakan pengembangan granula pati menjadi lebih besar.

Menurut Matz (1959), proses puffing dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu:

1. Atmosphere Pressure Procedures

Cara ini mengaplikasikan panas yang tinggi dan mendadak untuk

memperoleh penguapan air yang cepat.

2. Pressure Drop Processes

Cara ini menyangkut perubahan tekanan dari partikel basah yang telah

sangat panas ke ruang pada tekanan yang lebih rendah seperti yang terjadi

pada proses ekstrusi pangan. Penurunan tekanan dapat dicapai dengan

melepaskan tutup pada silinder yang berisi produk yang telah disetimbangkan

dengan uap bersuhu tinggi atau dapat juga dilakukan dengan memindahkan

material panas yang berada dalam ruang bertekanan.

Proses puffing merupakan hasil dari ekspansi yang tiba-tiba dari uap air dalam

celah-celah suatu granula. Berdasarkan cara pembuatannya, puffing serealia dapat

dibuat dengan tiga cara yaitu gun, oven, dan ekstruksi (Matz, 1959). Puffing gun

merupakan alat puffing sederhana yang banyak digunakan oleh masyarakat Asia

Timur untuk membuat makanan ringan yang berasal dari biji-bijian. Menurut

Hsieh dan Luh (1991), proses puffing dengan puffing gun terdiri dari tiga tahapan

utama yaitu: 1) pemanasan beras yang sudah dibersihkan, 2) memasak dengan uap

yang sangat panas pada tekanan tinggi di dalam bejana, dan 3) penurunan tekanan

secara tiba-tiba. Puffing gun terdiri dari sebuah silinder horizontal yang diputar

pada sumbunya, pembakar gas atau pemanas untuk memanaskan bagian luar

silinder, alat-alat pembuka silinder, serta alat untuk memasukkan dan

mengeluarkan bahan.

Massa biji-bijian yang jatuh dalam silinder kemudian diputar agar menjadi

panas dan panas yang diberikan merata selama beberapa menit dan didesak oleh

udara panas dan uap air dari bahan itu sendiri. Setelah tekanan yang diharapkan

sudah tercapai (8.5-13.3 kg/cm2), tutup alat dibuka dengan tiba-tiba untuk

melepaskan tekanan dan isinya akan meledak dengan bunyi yang nyaring seperti

suara meriam. Butir serealia akan terekspansi oleh penguapan air dari dalam

bahan yang terjadi secara tiba-tiba.

14

Kondisi yang tepat dari tahap-tahap puffing mempunyai pengaruh penting

pada rasa dan stabilitas produk. Waktu pembakaran harus dikontrol dalam selang

beberapa detik untuk menghindari kegosongan produk (Maxwell dan Holahan,

1974). Produk puffing harus dipertahankan pada kadar air kurang lebih 3% untuk

memperoleh kerenyahan yang diinginkan. Selain dipengaruhi oleh kandungan air,

teknik puffing juga dipengaruhi oleh kandungan pati. Pati dalam jaringan biji-

bijian berbentuk granula yang akan meningkat volumenya jika granula pati

tersebut berada pada suhu 60-70°C dan terjadi pembengkakan pada granula pati.

Granula pati dapat membengkak luar biasa tetapi tidak dapat kembali pada

kondisi semula. Perubahan tersebut dinamakan gelatinisasi. Suhu pada saat

granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Pembengkakan pati

disebabkan adanya campuran pati dengan air yang dipanaskan, sehingga

menyebabkan energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat dari pada

daya tarik menarik antar molekul pati di dalam granula pati, sehingga air dapat

masuk ke dalam granula. Kemampuan pati untuk mengembang berbeda-beda

untuk setiap jenis serealia. Perbedaan pengembangan beberapa serealia dapat

dilihat pada Tabel 6. Mutu poduk puffing dinilai oleh parameter-parameter baik

tehadap sifat yang dapat terlihat misalnya keutuhan keseragaman hasil, daya

kembang, dan sifat-sifat yang tersembunyi seperti nilai gizi dan rasa

(Sofiah,1991).

Tabel 6. Perbandingan pengembangan beberapa serealia

Komoditi Pengembangan Referensi

Sorgum 6-23 kali Dsikachar dan Candrashekar, 1982

Gandum 8-16 kali Matz, 1959

Beras 10-15 kali Bhattacharya, 1979

Berondong jagung 20-30 kali Jugenheimer, 1976

F. Berondong Beras (Puffed Rice)

Berondong beras merupakan makanan yang sangat terkenal di Amerika dan

sering dijadikan sebagai makanan untuk sarapan pagi bersama susu, karena

berondong beras mengandung karbohidrat yang cukup sehingga dapat

menggantikan fungsi nasi maupun roti.

15

Selama ini berondong identik dengan makanan yang terbuat dari jagung,

karena berondong jagung lebih dikenal dan lebih mudah didapatkan dibandingkan

dengan berondong beras. Berondong jagung (popcorn) mempunyai karakteristik

yang agak keras dan memiliki tingkat pengembangan volume yang lebih besar

daripada berondong beras. Perbedaan karakteristik berondong jagung dengan

berondong beras dapat dilihat pada Tabel 7. Camilan ini banyak disukai karena

rasanya yang unik yaitu manis dan lengket saat dinikmati. Berondong sangat

digemari oleh masyarakat, baik tua maupun muda karena rasanya yang unik, yaitu

renyah, manis, dan wangi saat dimakan.

Gambar 11. Berondong Beras

Tabel 7. Perbedaan karakteristik fisik berondong jagung dengan berondong beras

Perbedaan Berondong Jagung Berondong Beras

Pengembangan volume 20-30 kali (Jugenheier, 1976) 10-15 kali

(Bhattacharya,1979)

Suhu puffing (°C) 196-277 (Roshdy, 1984) 160-255 (Haryadi,

2006)

Waktu puffing 9 detik (Hsieh et al, 1990)

menggunakan rice cake

machine

2-5 menit (Haryadi,

2006)

KA Optimal Puffing

(%bb)

13-14 (Patricia, 2009) 14 (Owens, 2001)

Kandungan Kalori 31 kal (Woodside, 1980) 35-40 kal (Owens,

2001)

16

Berondong sebelumnya hanya dibuat menggunakan puffing gun, tetapi dengan

perkembangan teknologi saat ini memungkinkan berondong dibuat dengan

menggunakan oven. Menurut Haryadi (2006), pembuatan berondong

menggunakan oven hanya dapat meningkatkan volume 3-4 kali dari ukuran awal.

Ada beberapa jenis berondong yang telah dikenal oleh masyarakat, antara lain:

berondong dari beras dan berondong dari ketan yang berlapis gula (bipang).

Proses pembuatan bipang cukup sederhana, yaitu: beras/ketan dibersihkan

sehingga tidak ada kotoran pada bahan. Setelah itu beras/ketan dimasukkan ke

dalam alat puffing sampai beras/ketan volumenya membesar pada tekanan 8.5-

13.3 kg/cm2. Beras/ketan yang sudah mengembang lalu dicampur dengan gula

yang dipanaskan dan diaduk hingga rata. Setelah rata, berondong beras/ketan

dimasukkan ke dalam cetakan dan diberi tekanan menggunakan rol penekan untuk

mendapatkan kepadatan yang diinginkan. Berondong beras/ketan yang sudah

sesuai tingkat kepadatannya kemudian dipotong sesuai ukuran yang diinginkan

dan diangin-anginkan hingga lapisan gula mengering.

Susila Santosa dkk. (1998) mencoba membuat berondong dari beras varietas

Gemar, IR 64, Cisadane, IR 42 dan IR 48. Beras lebih dahulu disimpan dalam

wadah dengan RH diatur sebesar 90-100% selama 12 jam. Beras ditambahkan

larutan garam sebanyak 10% sebanyak 100ml/1kg, kemudian disimpan lagi pada

wadah dengan RH 40-50% selama 6 jam. Untuk membuat berondong, bejana

terlebih dahulu dipanaskan, lalu beras dimasukkan dalam bejana silinder. Bejana

dipanaskan di atas api selama 2-5 menit dengan diputar 10-90 rpm, hingga

mencapai tekanan akhir 8.5-13.3 kg/cm2 pada suhu 160-250

oC. Kemudian dengan

cepat tutup bejana dibuka dan berondong ditampung. Beras varietas Gemar

menghasilkan berondong dengan pengembangan terbesar, paling renyah, dan

warna paling muda. Penambahan garam dapat meningkatkan kerenyahan.

Salah satu kelemahan camilan yang memiliki rongga udara adalah bila terjadi

kontak dengan udara langsung akan menyebabkan camilan menjadi mudah

melempem. Hal itu disebabkan adanya transmisi gas dari udara luar ke dalam

berondong sehingga meningkatkan kadar air berondong beras dan peristiwa

tersebut juga terjadi pada berondong beras bila dibiarkan di udara terbuka. Untuk

17

mengatasi masalah tersebut, berondong harus disimpan dalam wadah tertutup agar

kerenyahan berondong dapat tetap terjaga.

G. Sugar Coating

Edible coating merupakan lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang bisa

dimakan. Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode aplikasi coating terdiri

dari beberapa cara, yaitu metode pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan

(spraying) untuk memberikan tahanan terhadap transmisi gas dan uap air,

penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan

merupakan metode yang paling banyak digunakan, dimana produk dicelupkan ke

dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan coating. Selain itu, pemberian

coating juga dapat melindungi bahan makanan terhadap kerusakan mekanis

(Gennadious dan Weller, 1990).

Salah satu aplikasi teknik edible coating adalah penggunaan gula sebagai

bahan pelapis bahan makanan atau lebih dikenal dengan istilah sugar coating.

Pelapisan dengan gula sangat efektif bila diberikan pada makanan, terutama untuk

memperbaiki rasa makanan sebelum diberi lapisan gula. Pengaplikasian larutan

gula dalam proses coating dapat disemprotkan atau dijadikan sebagai bahan

pencampur bahan makanan. Setelah bahan makanan direndam dalam larutan gula,

kemudian dibiarkan hingga lapisan gula mengering. Lapisan gula dapat ditambah

sedikit demi sedikit hingga di dapat ketebalan lapisan gula sesuai yang diinginkan.

Gambar 12. Proses Pelapisan Gula

18

Menurut Santoso et al,. (2004), ada beberapa keuntungan yang diperoleh

apabila produk dikemas dengan edible coating yaitu:

1. Menurunkan aktifitas air (Aw) permukaan sehingga kerusakan oleh

mikroorganisme dapat dihindari.

2. Memperbaiki struktur permukaan bahan.

3. Mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot dapat dicegah.

4. Mengurangi penggunaan bahan pengawet kimia.

5. Melindungi bahan makanan dari kondisi lingkungan luar (mengurangi

kontak oksigen dengan bahan) sehingga dapat memperpanjang umur

simpan dan oksidasi dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat).

6. Memperbaiki penampilan produk.