Titik lebur

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan kemajuan jaman, juga akan menuntut rekayasa bahan yang lebih berkembang lagi. Sehingga dari perkembangan tersebut dibutuhkan bahan yang memiliki kualitas tinggi. Adanya karakteristik dari bahan merupakan faktor penting dalam proses rekayasa suatu bahan. Dilakukannya analisis material atau bahan tersebut sebelum proses selanjutnya akan memaksimalkan prose rekayasa bahan yang dikehendaki nantinya. Salah satu dari karakteristik tersebut yaitiu dengan mengatahu nilai titik leleh dari bahan, dan titik didihnya. Nilai titik leleh ini dapat digunakan sebagai acuan kemurnian dari bahan. Sehingga, perlu dilakukan penentuan atau uji nilai titik leleh dari suatu bahan. 1.2 Tujuan Tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan titik lebur dan titik didih suatu bahan dengan menggunakan MELTEP dan menentukan hubungan elektronegativitas bahan dengan titik lebur bahan. 1

Transcript of Titik lebur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan kemajuan jaman, juga akan menuntut rekayasa bahan yang lebih berkembang

lagi. Sehingga dari perkembangan tersebut dibutuhkan bahan yang memiliki kualitas tinggi.

Adanya karakteristik dari bahan merupakan faktor penting dalam proses rekayasa suatu bahan.

Dilakukannya analisis material atau bahan tersebut sebelum proses selanjutnya akan

memaksimalkan prose rekayasa bahan yang dikehendaki nantinya. Salah satu dari karakteristik

tersebut yaitiu dengan mengatahu nilai titik leleh dari bahan, dan titik didihnya. Nilai titik leleh

ini dapat digunakan sebagai acuan kemurnian dari bahan. Sehingga, perlu dilakukan penentuan

atau uji nilai titik leleh dari suatu bahan.

1.2 Tujuan

Tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan titik lebur dan titik didih suatu bahan

dengan menggunakan MELTEP dan menentukan hubungan elektronegativitas bahan dengan titik

lebur bahan.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titik Lebur Bahan

Titik lebur adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zat cair pada

tekanan satu atmosfer. Dengan kata lain, titik leleh merupakan suhu ketika fase padat dan cair

sama-sama berada dalam kesetimbangan.Titik leleh zat padat adalah suhu di mana zat tersebut

akan berubah wujud menjadi cair. Titik leleh suatu zat padat tidak mengalami perubahan yang

berarti dengan adanya perubahan tekanan.Pengaruh ikatan hidrogen terhadap titik leleh tidak

begitu besar karena pada wujud padat jarak antar molekul cukup berdekatan dan yang paling

berperan terhadap titik leleh adalah berat molekul zat dan bentuk simetris molekul. Titik leleh

senyawa organik mudah untuk diamati sebab temperatur dimana pelelehan mulai terjadi hampir

sama dengan temperatur dimana zat telah habis meleleh semuanya. Perbedaan titik leleh

senyawa-senyawa dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya

adalah perbedaan kuatnya ikatan yang dibentuk antar unsur dalam senyawa tersebut. Semakin

kuat ikatan yang dibentuk, semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya. Dengan

kata lain, semakin tinggi juga titik lebur unsur tersebut. Perbedaan titik leleh antara senyawa-

senyawa pada golongan yang sama dapat dijelaskan dengan perbedaan elektronegativitas unsur-

unsur pembentuk senyawa tersebut.

2

Jika zat padat yang diamati tidak murni, maka akan terjadi penyimpangan dari titik

lelehsenyawa murninya. Penyimpangan itu berupa penurunan titik leleh dan perluasan range

titikleleh. Misalnya : suatu asam murni diamati titik lelehnya pada temperature 122,10C– 122,40

C penambahan 20% zat padat lain akan mengakibatkan perubahan titik lelehnya dari temperature

122,10C- 122,0C menjadi 1150C – 1190 C. Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 50 C dan range

temperature akan berubah dari 0,30 C jadi 40 C. Dengan mengetahui titik leleh suatu zat, maka

kita dapat mengetahui kemurnian suatu zat. Untuk zat-zat murni, pada umumnya memiliki titik

leleh yang lebih tinggi dibandingkan ketika zat tersebut telah tercampur dengan zat lain.

Berdasarkan hal inilah, maka untuk memperoleh logam yang murni, maka bijih logam yang

dihasilkan dari proses tambang dipanaskan dalam dapur pemanasan sampai melebur dan

kemudian melalui proses lebih lanjut akan diperoleh logam yang murni. Dalam menentukan titik

leleh suatu zat, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya zat tersebut

meleleh adalah :

1.Ukuran Kristal

Ukuran Kristal sangat berpengaruh dalam menentukan titik leleh suatu zat. Apabila semakin

besar ukuran partikel yang digunakan, maka semakin sulit terjadinya pelelehan.

2.Banyaknya Sampel.

Banyaknya sampel suatu zat juga dapat mempengaruhi cepat lambatnya proses pelelehan. Hal ini

dikarenakan, apabila semakin sedikit sampel yang digunakan maka semakin cepat proses

pelelehannya, begitu pula sebaliknya jika semakin banyak sampel yang digunakan maka semakin

lama proses pelelehannya.

3.Pengemasan Dalam Kapiler.·

Pemanasan dalam suatu pemanas harus menggunakan bara api atau panas yang bertahan.·

Adanya senyawa lain yang dapat mempengaruhi range titik leleh.

2.2 Titik Didih Bahan

Titik didih suatu cairan adalah temperatur dimana tekanan uap yang

meninggalkan cairan sama dengan tekanan luar. Adanya ikatan hidrogen antar molekul

3

menyebabkan titik senyawa relatif lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa lain yang memiliki

berat molekul sebanding. Titik didih senyawa golongan alkohol lebih tinggi dari pada senyawa

golongan alkanan demikian juga titik didih air lebih tinggi dari pada aseton. Pengaruh ikatan

hidrogen terhadap titik lelh tidak begitu besar karena pada wujud padat jarak antar molekul

cukup berdekatan dan yang paling berperan terhadap titik leleh adalah berat molekul zat dan

bentuk simetris molekul. Senyawa yang mampu membentuk ikatan hidrogen dalam air akan

mudah larut dalam air. Panjang atau pendeknya rantai karbon (gugus alkil-R) memiliki pengaruh

terhadap kelarutan senyawa dalam air.

Titik didih dapat digunakan untuk memperkirakan secara tak langsung berapa kuatnya

daya tarik antar molekul cairan. Cairan yang memiliki gaya tarik antar molekul kuat, akan

memiliki titik didih yang tingi, begitu juga sebaliknya. Cairan yang gaya tarik antar molekulnya

kuat, titik didihnya tinggi dan sebaliknya bila gaya tariknya lemah maka titik didihnya rendah.

Ketergantungan titik didih pada gaya tarik antar molekul terlihat dimana titik didih beberapa

senyawa halogen dari unsur – unsur golongan IVA, VA , VIA , dan VII A, dibandingkan. Kita

lihat senyawa pada golongan IV A terlebih dahulu karena bentuknya yang ideal , yaitu ukuran

atom yang naik dari atas ke bawah. Sifat periodik unsur titik didih dan kelogaman :

• Satu periode : Dari kiri ke kanan makin bertambah puncaknya pada golongan

IVAkemudian menurun drastis sampai golongan VIII A

• Satu golongan : Golongan I A sampai IV A dari atas ke bawah makin rendah titik didih

dan tititk lelehnya Golongan V A sampai VIII A dari atas ke bawah titik didih dan titik

leleh makin tinggi.

Dalam menentukan titik didih suatu zat, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cepatatau

lambatnya zat tersebut mendidih adalah:

1.Pemanasan

Pemanasan harus dilakukan secara bertahap agar diperoleh interval yang tidak terlalu panjang.

2.Tekanan Udara

Tekanan udara mempengaruhi titik didih suatu zat.

3.Banyaknya zat yang digunakan.

4

Zat yang digunakan juga mempengaruhi titik didih suatu zat, dimana semakin banyakzat yang

digunakan semakin lambat proses pendidihan sehingga titik didihnya meningkat.

2.3 Sukrosa

Gula merupakan istilah umum yang diartikan sebagai karbohidrat yang digunakan

sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya diartikan sebagai sukrosa, yaitu gula

yang diperoleh dari tebu atau bit. Gula tebu atau sukrosa merupakan jenis gula yang sering

digunakan dalam industri minuman, karena memiliki tingkat kemanisan yang cukup tinggi

(Buckle, et al., 1987).

Sukrosa dengan rumus empiris C12H22O11 merupakan salah satu karbohidrat golongan

sakarida yang merupakan polimer dari monosakarida. Sukrosa terdiri dari dua molekul

monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Ikatan yang mengikat dua molekul monosakarida

disebut ikatan glikosidik, ikatan ini terjadi antara atom C nomor 1 dengan atom C nomor 4 atau

dengan melepaskan 1 molekul air.

Sukrosa diperoleh dari gula tebu atau gula bit yang mengalami proses pemurnian hingga

mencapai kadar sukrosa 99,5% b/b. sukrosa dalam proses rafinasinya melalui tahap karbonasi

dan sulfonasi hingga didapat warna yang benar-benar bersih dan putih. Sukrosa memiliki kristal

bersifat amorphis. Titik leleh 160oC pada 1 atm, berasa manis, sangat larut dalam air, mudah

terhidrolisis oleh asam dan enzim, dan dapat memutar bidang polarisasi ± 66,6o serta bulk

density 1,58 g/ml (Girinda, 1991).

Tabel Syarat Mutu Sukrosa

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

5

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Keadaan

1.1. Bau

1.2. Rasa

Warna (Nilai remisi yang

direduksi)

Berat jenis butir

Air

Sukrosa

Gula Pereduksi

Abu

Bahan asing tak larut

BTM Belerang Dioksida

(SO2)

Cemaran logam

10.1. Timbal (Pb)

10.2. Tembaga (Cu)

10.3. Raksa (Hg)

10.4. Seng (Zn)

10.5. Timah (Sn)

% b/b

mm

% b/b

% b/b

% b/b

% b/b

Derajat

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

mg/kg

Normal

Normal

Minimum 53

0,8-1,2

Maksimum 0,1

Minimum 99,3

Maksimum 0,1

Maksimum 0,1

Maksimum 5

Maksimum 20

Maksimum 2,0

Maksimum 2,0

Maksimum 0,03

Maksimum 40

Maksimum 40

Maksimum 1,0

6

Arsen (mg/kg)

(Sumber : SNI 10 – 3140-1992)

Gula putih atau sukrosa dengan rumus molekul C12H22O11 diperoleh dari gula tebu yang

mengalami proses pemurnian hingga mencapai kadar sukrosa 99,5% b/b, dan juga telah

mengalami proses rafinasi, sehingga gula yang dihasilkan menjadi lebih putih, bersih dari

kotoran dan berukuran seragam, sehingga kelarutannya dapat lebih sempurna dan seragam.

Sukrosa memiliki kristal bersifat amorphis, dengan titik leleh 160oC pada tekanan 1 atmosfer,

berasa manis, sangat mudah larut dalam air, mudah terhidrolisis oleh asam dan enzim.

Sukrosa adalah substansi yang larut dalam air dimana kristal-kristalnya berada dalam

bentuk monoklin. Larutan sukrosa terdekomposisi pada suhu 184 0C oleh panas. Hal yang paling

utama dalam sifat fisik sukrosa adalah citarasa kemanisannya. Perbandingan kemanisan sukrosa

digunakan sebagai standar dengan nilai 100. Kemanisan relatif fruktosa tergantung pada

temperatur dan pH. Pada suhu 5 0C kemanisan fruktosa 1.437 kali dari kemanisan sukrosa, pada

suhu 40 0C fruktosa dan sukrosa memiliki kemanisan yang sederajat, dan pada suhu 60 0C

kemanisan fruktosa hanya 0,79 kali kemanisan sukrosa.

Tabel Kemanisan Relatif dari Larutan Gula 10 % pada Suhu 20 0C

Fruktosa

Sukrosa

120

100

7

Glycerol

Glukosa

Galaktosa

Mannitol

Laktosa

77

69

67

64

39

(Sumber : Kirk-Othmer, 1988)

Sukrosa memiliki dua sifat kimia utama, yaitu sukrosa sebagai gula nonreduksi dan

hidrolisa. Sukrosa memiliki sifat sangat larut dalam air. Sukrosa dapat larut dalam ethyl alkohol

cair dan ammonia, dan secara praktis tidak dapat dipisahkan oleh ethanol anhydrous, ether,

chloroform, dan glycerol anhydrous. Secara singkat kelarutan sukrosa dalam air diperlihatkan

dalam Tabel dibawah ini.

Tabel . Kelarutan Sukrosa dalam Air

Temperatur (0C) Sukrosa (g/100 g air)0

10

20

30

40

50

60

180,9

188,4

199,4

214,3

233,4

257,6

287,6

8

70

80

90

324,7

370,3

426,2

Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karboksil bebas. Karena

itu, sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan larutan Fehling. Beberapa

reagen kuat seringkali merusak struktur molekul sukrosa dan sukrosa dalam kadar tertentu

berfungsi sebagai antioksidan, sebagai contoh dalam pembuatan jam dan jelly.

Sukrosa memiliki peranan yang penting dalam industri makanan dan minuman. Selain

sebagai bahan pemanis, gula juga merupakan pengawet. Daya larut gula yang tinggi dengan

kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (Equilibrium Relatif Humidity, ERH)

dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan

pangan atau hasil olahannya. Peranan gula yang lainnya adalah dapat menyempurnakan rasa

manis dan cita rasa lain, memberikan rasa berisi karena dapat meningkatkan kekentalan, dapat

membantu transfer panas selama proses, mengisi ruang kosong antara buah yang satu dengan

yang lainnya, dan dapat memberikat perbaikkan aroma bagi bahan yang diawetkan (Buckle et

al., 1987).

Sukrosa terdiri dari dua molekul monosakarida, yaitu fruktosa dan glukosa. Ikatan yang

mengikat dua molekul monosakarida disebut dengan ikatan glikosidik dan relatif stabil dalam

alkali, dan dalam larutan netral. Stabilitas maksimum sukrosa terjadi pada pH 9. sukrosa mudah

dihidrolisa dengan adanya ion hidrogen, ion ammonium, dan enzim yang berfungsi sebagai

katalis untuk menggabungkan D-Glukosa dan D-Fruktosa, yang disebut dengan gula invert

karena adanya pemutaran secara langsung rotasi optik. Pada suhu 200C rotasi spesifik sukrosa

adalah +66,4, glukosa memiliki rotasi spesifik +52,5, dan fruktosa –88,5. jadi, perubahan secara

langsung dari pemutaran bidang polarisasi dari dexro menjadi levo dinamakan dengan reaksi

inversi. Mekanisme larutan gula dalam menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan cara

mendehidrasi bakteri atau khamir melalui proses osmosis dimana air dari dalam sel mikroba

9

tersedot ke luar ke larutan gula sehingga sel mikroba mengalami penciutan (Winarno dkk.,

1982).

Kegiatan industri makanan dan minuman mempunyai porsi yang lebih besar sebagai

konsumen pemanis. Banyak sekali jenis pemanis produk makanan dan minuman komersial

menggunakan pemanis sebagai bahan tambahan. Aneka produk yang selalu ditambahkan bahan

pemanis adalah selai, jelly, marmalde, produk olahan daging, buah-buahan dan sayuran kaleng,

produk susu, manisan, kembang gula, sari buah dan sirup buah-buahan, dan sebagainya. Pada

buah-buahan klimaterik, nisbah gula dengan asam mengalami perubahan yang drastis. Hal ini

disebabkan pada saat buah matang kandungan gulanya meningkat, sedangkan kandungan

asamnya menurun. Pada buah-buahan non klimaterik perubahan tersebut pada umumnya tidak

jelas. Nisbah gula dengan asam dalam suatu bahan kadang-kadang dapat digunakan sebagai

indeks mutu. Meskipun banyak jenis sakarida dalam buah-buahan dan sayur-sayuran, tetapi

perubahan kandungan sakarida yang sesungguhnya hanya meliputi tiga jenis sakarida utama,

yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Sukrosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa.

Glukosa dan fruktosa adalah sakarida-sakarida pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak

mempunyai gugusan yang dapat mereduksi, maka disebut sakarida non pereduksi (Winarno dan

Wiratakusumah, 1981).

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan

makanan, sukrosa ini banyak terdapat dalam tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Gula dapat

memperbaiki konsistensi dan membantu transfer panas selama pengeringan dan dapat

memberikan perbaikan aroma bagi bahan yang diawetkan (Winarno, 1997).

Peranan gula yang lain adalah dapat menyempurnakan rasa manis dan cita rasa lain,

memberikan rasa berisi karena dapat meningkatkan kekentalan, dapat membantu transfer panas

selama proses, mengisi ruang kosong antara buah yang satu dengan yang lain, dan dapat

memberikan perbaikan aroma bagi bahan yang diawetkan (Buckle, et al., 1987).

2.4 Hubungan Elektronegatifitas Bahan dengan Titik Lebur dan Titik Didih

Elektronegatifitas merupakan suatu ukuran kecenderungan dari atom untuk menarik

pasangan elektron ikatan. Skala pauling merupakan skala yang paling umum digunakan untuk 10

melihat sifat elektronegatifitas unsur. Dari ikatan antara dua atom A dan B, setiap atom dapat

membentuk ikatan satu dengan yang lain sperti gambari berikut:

A : B

Gambar 4. Skema ikatan dua atom

Apabila atom-atom ini memiliki nilai elektronegatifitas yang setara, maka keduanya akan

memiliki kecenderungan yang sama untuk menarik pasangan elektron ikatan. Dan diperlukan

setengah rata-rata anatara kedua atom. Untuk mendapatkan jenis ikatannya, maka A dan B harus

selalu merupakan atom yang sama sebagai contoh, pada molekul H2 atau Cl2. Adanya ikatan

seperti ini dikatakn sebagai ikatan kovalen “murni” dimana elektron dibagikan secara rata antara

dua atom (Clark, 2007).

Titik lebur suatu senyawa kimia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya

adalah perbedaan kuatnya ikatan anatar unsur dalam senyawa tersebut. Dengan semakin kuatnya

ikatan yang dibentuk, maka akan semakin besar energi yang diperlukan untuk memutuskannya.

Atau semakin tinggi juga titik lebur dari unsur tersebut. Adanya perbedaan titik lebur antara

senyawa-senyawa pada golongan yang sama dapat dijelaskan dengan perbedaaan

elektronegatifitas unsur-unsur pembentuk senyawa tersebut (Soetrisno, 2003).

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Pada percobaan ini digunakan beberapa alat dan bahan. Untuk bahan yang digunakan

yaitu gula atau sukrosa halus. Alat-alat yang digunakan antara lain tabung kapiler, MELTEMP

yaitu alat pemanas yang sekaligus tempat untuk mengamati proses pelelehan sukrosa yang

dilengkapi termometer digitalnya.

11

3.2 Tata Laksana Percobaan

Percobaan ini diawali dengan menyiapkan bahan terlebih dahulu yaitu sukrosa yang

dimasukkan ke dalam tabung kapiler. Proses pemasukan sukrosa ke dalam tabung secara

perlahan dan harus dibuat agak padat saat masuk di dalam tabung kapiler. Kemudian, sampel

dimasukkan ke dalam ruang pemanas pada MELTEMP dan alatnya dinyalakan. Proses

selanjutnya yaitu temperatur pada MELTEMP dinaikkan secara perlahan dengan cara memutar

panel powernya, sambil dilakukan proses pengamatan adanya perubahan wujud sampel pada

bagian pengamat dari alat. Pada saat temperaturnya konstan, daya untuk memanaskan sampel

ditambah dengan cara memutar panel power pada MELTEMP sampai didapatkan perubahan

wujud dari sukrosa yaitu padat menjadi cair atau dikatakan melebur. Kemudian, setelah sukrosa

melebur, dicatat nilai temperaturnya. Setelah didapatkan titik lebur dari sukrosa, proses

pemanasan dilanjutkan sampai sukrosa mendidih. Dan ketika sudah mendidih, temperaturnya

dicatat. Sehingga didapatkan nilai titik lebur dan titik didih dari sukrosa.

3.3 Gambar Alat Percobaan

12

Gambar 1. Sampel Sukrosa dalam tabung kapiler

Gambar 2. Set alat MELTEMP

Gambar 3. Sampel Sukrosa setelah proses

pendidihan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

13

Tempat memasukkan tabung sampel

Tempat mengamati tabung sampel

Panel Power

Pengamatan nilai temperatur (Termometer)

4.1 Data Hasil Percobaan

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Prosedur

4.2.1.1 Fungsi Alat dan Bahan

Pada percobaaan titik lebur ini digunakan beberapa alat dan bahan untuk mendukung

proses penelitian. Bahan yang digunakan yaitu gula atau sukrosa halus, dimana bahan ini

berfungsi sebagai sampel untuk diamati nilai titik lebur dan titik didihnya. Sedangkan alat0alat

yang digunakan diantaranya tabung kapiler, set alat MELTEMP yang terdiri dari thermometer,

tabung tempat sampel, dan pemanas yang dilengkapi dengan panel powernya. Tabung kapiler

digunakan untuk media peletakan sampel yang akan diamati ketika dipanaskan. Thermometer

berfungsi sebagai pengontrol nilai temperatur yang terbaca pada saat sampel dipanaskan. Dan

terdapat tempat berupa ruangan kecil kotak untuk meletakkan tabung kapiler dan disertai dengan

kaca yang berfungsi untuk mengamati adanya perubahan saat proses pemanasan pada sampel.

14

Analisa Nilai (Sukrosa)

Titik Lebur 188,90C

Titik Didih 226,50C

Sedangkan panel power sebagai tombol peningkat daya yang diberikan berupa panas terhadap

sampelnya.

4.2.1.2 Fungsi Perlakuan

Proses awal dalam percobaan ini yaitu dilakukan persiapan sampel berupa sukrosa

terlebih dahulu. Sukrosa kemudian dimasukkan ke dalam tabung kapiler sebanyak 2/3 dari

tabung tersebut. Dan cara untuk memasukkan sampel tersebut haruslah diberi tekanan berupa

sentilan pada ujung tabung kapiler. Hal ini bertujuan untuk memampatkan sukrosa yang terdapat

di dalam tabung kapiler, sehingga pada saat proses pemanasan dapat menyebar ke seluruh

sampel sukrosa dalam tabung. Setelah itu, tabung kapiler yang berisi sampel dimasukkan ke

dalam ruang pemanas pada MELTEMP, untuk dilakukan proses pemanasan dan diamati

perubahan yang terjadi pada sampel. Kemudian MELTEMP mulai dinyalakan, dan secara

perlahan temperatur dinaikkan dengan memutar panel powernya. Proses ini dilakukan secara

terus menerus sampai didapatkan hasil pengamatan dengan adanya perubahan wujud pada

sampel yaitu berubahnya warna sukrosa dari putih menjadi bening. Ketika terjadi perubahan ini,

diamati nilai temperaturnya dan dicatat sebagai nilai titik lebur. Setelah itu, temperatur dinaikkan

secara perlahan lagi dengan tujuan untuk mengetahui perubahan selanjutnya setelah mengalami

peleburan. Dan pada saat di dalam tabung kapiler terlihat adanya gejala gelembung, diamati nilai

temperatur yang ditunjukkan pada termometer. Ini merupakan proses terjadinya pendidihan pada

sukrosa sehingga didapatkan nilai titik didik dari sukrosa pada termometer. Dengan

dilakukannya proses ini, maka pada akhirnya didaptkan nilai titik lebur dan titik didih dari

sukrosa.

4.2.2 Analisa Hasil

Setelah dilakukan proses pemanasan pada sukrosa dan diamati perubahan bahan yang

terjadi setiap kenaikan suhunya, maka didapatkan nilai titik lebur dan titik didih dari sukrosa.

Dimana titik lebur merupakan nilai suhu dimana padatan dapat berubah menjadi cairan di bawah

tekanan total satu atmosfer. Dengan adanya perubahan warna dari sukrosa dalam percobaan ini

yaitu dari warna putih menjadi warna bening. Nilai titik lebur dari sukrosa secara literatur yaitu

1860C, dan pada saat percobaan didapatkan nilai titik lebur 188,90C. Dari nilai titik lebur yang 15

didapatkan, tidak lah jauh berbeda dengan nilai pada literatur. Dan adanya perbedaan ini dapat

disebabkan akibat proses pengamatan pada tabung kapiler dengan pengamat pada nilai

temperatur yang ditunjukkan di termometer berbeda. Sehingga perubahan nilai suhunya tidak

dapat langsung ditentukan oleh pengamat yang mengamati adanya perubahan warna pada

sukrosa saat mencapai titik leburnya.

Setelah itu, dilakukan pemanasan secara perlahan kembali untuk mengetahui proses

selanjutnya yaitu adanya perubahan yang dialami oleh bahan sebagai akibat terjadinya prose

mendidih dengan didapatan nilai suhu yang disebut titik didih. Titik didih ini merupakan

temperatur di mana tekanan uap cairan sama dengan tekanan eksternal yang dialami oleh cairan.

Pada percobaan sampel sukrosa ini didaptkan nilai titik didih sukrosa sebesar 226,50C.

Sedangkan dari literatur, nilai titik didih dari sukrosa tidak ada . Sehingga perlu dilakukan

percobaan untuk mengetahui besarnya nilai titik didih dari sukrosa.

Secara kimiawi, gula yang dipanaskan akan naik titik didihnya dan meningkatkan

kepekatannya. Apabila gula dipanaskan melebihi titik didihnya, molekul gula akan memecah dan

berubah wujud. Perubahan ini membuat sifat asli gula jadi berubah pula. Pecahnya molekul gula

ditandai oleh tekstur gula yang berubah menjadi cairan yang lebih lengket berwarna beige hingga

cokelat keemasan. Suhu yang cukup panas untuk mengatasi gaya tarik anatar molekul juga cukup

untuk memecah-mecah molekul dalam sukrosa. Gaya antar molekul menimbulkan pengaruh kuat

pada transisi fasa. Adanya kecenderungan bahwa titik didih normal dalam beberapa cairan yang

meningkat dengan menguatnya gaya antar molekul dalam cairan. Semakin kuat tarikan antar

molekul dalam cairan, semakin rendah tekanan uap pada suhu apapun, dan semakin tinggi suhu

harus ditingkatkan untuk menghasilkan tekanan uap sama dengan 1 atm. Dibandingkan titik

didih, titik leleh lebih bergantung pada bentuk molekul dan pada rincian interaksi molekul.

16

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan yaitu nilai titik

lebur pada cairan dapat diamati dari perubahan warna yang terjadi pada sukrosa setelah melalui

proses pemanasan. Perubahan warna tersebut merupakan akibat dari perubahan suhu yang dapat

mengubah padatan menjadi cairan di bawah tekanan total satu atmosfer. Dan nilai titim didih

sukrosa dapat diamati saat bahan mulai muncul gelembung-gelembung dimana tekanan uap dari

sukrosa yang mencair sama dengan tekanan eksternal yang dialami cairannya, sehingga

didapatkan nilai titik didih.

Perbedaaan titik lebur dari senyawa dapat dijelaskan dengan perbedaan elektronegatifitas

unsur-unsur pembentuk senyawa tersebut. Semakin besar perbedaan elektronegatifitas (polaritas)

dari unsur maka akan bersifat semakin ionik sehingga ikatannya akan lebih kuat dan titik

leburnya akan semakin tinggi.

17

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan pengukuran titik lebur dan titik didih dari bahan yang lain agar

dapat membandingkan perbedaan nilai dari bahan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar, konsep-konsep Inti. Jakarta: Erlangga

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono,

penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Food Science.

Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.dll

18

Wiratakusumah MA, 1981. Teknologi Lepas Panen. , Jakarta: PT. Sastra Hudaya.

19