Identifikasi Pola Sambaran Petir Cloud to Ground (Cg) Tahun 2014 Di Wilayah Provinsi Aceh

5
IDENTIFIKASI POLA SAMBARAN PETIR CLOUD TO GROUND (CG) TAHUN 2014 DI WILAYAH PROVINSI ACEH Oleh: Abdi Jihad, S.Si dan Ismi Rohmatus Sania, AP Staf Operasional Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh PENDAHULUAN Petir merupakan kejadian alami di atmosfer bumi. Petir sendiri merupakan peristiwa terjadinya loncatan listrik yang sangat besar di atmosfer. Loncatan listrik dapat terjadi antara awan dengan udara, awan dengan awan, maupun awan dengan tanah. Proses terjadinya petir disebabkan adanya muatan pada awan, yaitu karena partikel-partikel penyusun awan bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya akan berinteraksi dengan awan lainnya. Interaksi ini menjadikan muatan negatif dalam awan berkumpul pada salah satu sisi, sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi yang lain. Jika perbedaan potensial antara awan dengan bumi atau awan dengan awan lainya cukup besar, maka akan terjadi pembuangan muatan (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Gambar 1. Proses pemisahan muatan positif dan negatif dalam awan. Pada proses pembuangan kelebihan muatan tersebut, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus batas ambang isolasi udara maka terjadilah ledakan suara yang disebut Guntur. Energi yang dilepaskan petir mencapai 10.000.000 kilowatt jam (3.6×10^13) joule, yang sama dengan kekuatan bom nuklir 20 kiloton, energi yang dapat menyalakan sebuah bola lampu 100 watt selama lebih dari 3 bulan. Petir lebih sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar uap air yang lebih tinggi dari biasanya sehingga daya isolasinya turun, dan arus listrik lebih mudah mengalir.

description

jurnal ok

Transcript of Identifikasi Pola Sambaran Petir Cloud to Ground (Cg) Tahun 2014 Di Wilayah Provinsi Aceh

Page 1: Identifikasi Pola Sambaran Petir Cloud to Ground (Cg) Tahun 2014 Di Wilayah Provinsi Aceh

IDENTIFIKASI POLA SAMBARAN PETIR CLOUD TO GROUND (CG)

TAHUN 2014 DI WILAYAH PROVINSI ACEH

Oleh:

Abdi Jihad, S.Si dan Ismi Rohmatus Sania, AP

Staf Operasional Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh

PENDAHULUAN Petir merupakan kejadian alami di atmosfer bumi. Petir sendiri merupakan peristiwa terjadinya

loncatan listrik yang sangat besar di atmosfer. Loncatan listrik dapat terjadi antara awan dengan

udara, awan dengan awan, maupun awan dengan tanah.

Proses terjadinya petir disebabkan adanya muatan pada awan, yaitu karena partikel-partikel

penyusun awan bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya akan

berinteraksi dengan awan lainnya. Interaksi ini menjadikan muatan negatif dalam awan

berkumpul pada salah satu sisi, sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi yang lain. Jika

perbedaan potensial antara awan dengan bumi atau awan dengan awan lainya cukup besar,

maka akan terjadi pembuangan muatan (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk

mencapai kesetimbangan.

Gambar 1. Proses pemisahan muatan positif dan negatif dalam awan.

Pada proses pembuangan kelebihan muatan tersebut, media yang dilalui elektron adalah udara.

Pada saat elektron mampu menembus batas ambang isolasi udara maka terjadilah ledakan suara

yang disebut Guntur. Energi yang dilepaskan petir mencapai 10.000.000 kilowatt jam

(3.6×10^13) joule, yang sama dengan kekuatan bom nuklir 20 kiloton, energi yang dapat

menyalakan sebuah bola lampu 100 watt selama lebih dari 3 bulan.

Petir lebih sering terjadi pada musim hujan, karena pada keadaan tersebut udara mengandung

kadar uap air yang lebih tinggi dari biasanya sehingga daya isolasinya turun, dan arus listrik

lebih mudah mengalir.

Page 2: Identifikasi Pola Sambaran Petir Cloud to Ground (Cg) Tahun 2014 Di Wilayah Provinsi Aceh

Kajian mengenai petir tak lepas dari adanya pelepasan ion-ion ke atmosfer maupun bumi yang

sering disebut sambaran. Sambaran petir ada 4 macam, yang pertama petir CC (Cloud to Cloud)

dimana terjadi pelepasan ion antar awan di atmosfer. Kedua ada petir IC (Inter Cloud)

ditunjukkan dengan adanya pelepasan ion di dalam 1 awan itu sendiri. Yang ketiga adalah petir

CA (Cloud to Atmosfer) yang kejadian pelepasan muatan nya dari awan ke atmosfer. Dan yang

terakhir petir CG (Cloud to Ground) yaitu terjadinya antara awan dengan bumi.

Sambaran petir ke bumi menurut ion yang dilepaskan dibedakan menjadi sambaran CG

positive dan CG negative. Dimana CG positive berarti terjadi pelepasan kelebihan ion positive

awan, dan CG negative berarti terjadi pelepasan kelebihan ion negative awan ke bumi. Petir

jenis CG inilah yang paling berbahaya karena memberikan efek langsung terhadap kehidupan

makhluk hidup. Sambaran petir CG dapat langsung mengenai manusia, hewan maupun

tumbuhan di permukaan bumi, selain itu juga dapat mengenai saluran-saluran listrik, tower,

dan dapat menggangu langsung pada barang barang elektronik.

Gambar 2. Sambaran petir awan ke bumi (CG).

Kejadian petir erat hubunganya dengan aktivitas perawanan atmosfer mengingat ulasan diatas

bahwa petir terjadi karena aktivitas awan. Jenis awan yang dapat menimbulkan petir adalah

awan cumulonimbus (Cb) yang cenderung menggumpal dan menjulang tinggi. Awan

cumulonimbus berasal dari awan stratus yang berkembang menjadi awan cumulus. Dalam fase

cumulus terdapat gerak vertikal uap air ke atas. Setelah fase cumulus, awan cumulonimbus

memasuki fase matang. Pada fase ini fisik awan menjadi tinggi menjulang dan ditandai hujan

lebat 10 sampai 15 menit. Pada fase ini juga awan dapat mencapai ketinggian 13 km dan

awanpun masih bergerak ke atas dengan kecepatan naik 1-1,5 km/menit. Dalam fase inilah

dapat terjadi petir (Tjasyono, 2001).

Page 3: Identifikasi Pola Sambaran Petir Cloud to Ground (Cg) Tahun 2014 Di Wilayah Provinsi Aceh

Gambar 3. Proses pembentukan awan cumulonimbus (Cb).

Secara umum, Indonesia yang terletak pada 7o LU - 12o LS dan 94o BT - 142o BT yang

merupakan daerah khatulistiwa atau daerah tropis dengan tingkat pemanasan dan kelembaban

tinggi. Kondisi ini mengakibatkan potensi kejadian petir menjadi sangat tinggi dibanding

dengan daerah sub tropis (Tjasyono, 2005).

Aceh sendiri merupakan daerah yang memiliki tingkat aktifitas petir sedang hingga tinggi, hal

ini dapat dibuktikan dengan cukup banyaknya kejadian petir yang terjadi di Aceh berdasarkan

alat deteksi petir di Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh, rata-rata 10 hingga 100 sambaran

petir/bulan terjadi di Aceh.

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan sebuah analisis awal dalam mengidentifikasi pola

sambaran petir yang dalam hal ini adalah tipe petir dari awan ke tanah (CG).

PENGOLAHAN DATA

Pengamatan aktifitas petir dilakukan menggunakan perangkat lunak Lightning2000 yang

terpasang di Stasiun Geofisika Mata Ie Banda Aceh. Perangkat ini terhubung dengan sensor

deteksi petir, sehingga setiap kejadian petir akan terdeteksi lokasi dan jumlah sambaran yang

terjadi. Data yang diperoleh berupa data kordinat, jumlah sambaran dan jenis/tipe petir. Metode

penelitian meliputi pengumpulan data petir/jam tahun 2014 yang kemudian diolah kemudian

digrafikkan dengan Microsoft Excel untuk memperoleh sebuah pola sambaran petir yang

selanjutnya diinterpretasikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengolahan yang dilakukan diperoleh jumlah sambaran petir Cloud to Ground

(CG)/jam/tahun sepanjang tahun 2014 sebanyak 24.296 sambaran/jam/tahun dengan rata-rata

sambaran/hari sebanyak 66 sambaran. Jumlah sambaran petir CG tertinggi terjadi pada bulan

Maret-April-Mei (MAM) dan terendah pada bulan Desember-Januari-Februari (DJF). Lihat

Gambar 8.

Page 4: Identifikasi Pola Sambaran Petir Cloud to Ground (Cg) Tahun 2014 Di Wilayah Provinsi Aceh

Gambar 8. Grafik Sambaran Petir CG/Tahun

Aktifitas CG yang tertinggi pada bulan Maret-April-Mei (MAM) berkaitan dengan posisi

matahari berada di belahan bumi utara, sehingga menyebabkan Australia musim dingin dan

bertekanan tinggi sedangkan Asia lebih panas sehingga bertekanan rendah. Menurut hukum

Buys Ballot, saat angin bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah,

angin bertiup dari Australia ke Asia yang menyebabkan udara kering dari Australia terbawa

menuju ke Asia. Akibatnya terjadi pengumpulan awan-awan konvektif yang berdampak

tingginya aktifitas CG di Aceh.

Terkait dengan proses pertumbuhan awan, awan comulusnimbus terbentuk melalui beberapa

tahapan, yakni fase awal, fase matang dan fase menghilang. Berdasakan data sambaran

petir/jam terlihat dominasi kejadian petir terjadi pada pukul 01.00 UTC s.d 07.00 UTC. Lihat

Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Sambaran Petir CG/Jam

100

600

1100

1600

2100

2600

3100

3600

4100

4600

JUM

LAH

SA

MB

AR

AN

/TA

HU

N

BULAN

810

910

1010

1110

1210

1310

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Jum

lah

Sam

bar

an/J

am

Waktu (UTC)

Page 5: Identifikasi Pola Sambaran Petir Cloud to Ground (Cg) Tahun 2014 Di Wilayah Provinsi Aceh

Sepanjang data 2014 terjadi 2 puncak aktifitas sambaran petir yaitu pukul 01.00 UTC dan 06.00

UTC. Terjadi peningkatan yang sangat signifikan diatas pukul 24.00 UTC yang mengindikasi

awal fase matang pada awan cumulusnimbus dan berlangsung selama 6 jam yakni sampai

pukul 07.00 UTC. Lamaya fase awal-matang dan mengilangnya awan menunjukan kuatnya

konvektifitas terjadi.

KESIMPULAN

Kejadian petir CG selama tahun 2014 di Provimsi Aceh terjadi sebanyak 24.296

sambaran/jam/tahun dengan rata-rata sambaran/hari sebanyak 66 sambaran. Jumlah sambaran

petir CG tertinggi terjadi pada bulan Maret-April-Mei (MAM) dan terendah pada bulan

Desember-Januari-Februari (DJF). Hal ini diakibatkan rentang bulan Maret-April-Mei (MAM)

posisi matahari berada di belahan bumi utara, sehingga menyebabkan Australia musim dingin

dan bertekanan tinggi sedangkan Asia lebih panas sehingga penguapan banyak terjadi di

wilayah Asia khusunya Aceh. Kondisi ini memicu meningkatnya aktifitas pertumbuhan awan-

awan konvektif yang berdampak tingginya aktifitas petir.

Sepanjang data 2014 terdapat 2 puncak aktifitas petir, pada pukul 01.00 UTC dan 06.00 UTC.

Peningkatan secara signifikan terjadi diatas pukul 24.00 UTC sebagai indikasi awal

pertumbuhan awan konvektif. Lamanya proses pertumbuhan awan dari fase awal hingga

menghilang berlangsung selama 6 Jam mulai pukul 01.00 UTC sampai dengan 07.00 UTC.

REFERENSI

Nasyithah, A.L. 2013. Karakteristik Petir Terkait Curah Hujan Di Wilayah Kabupaten Aceh

Besar. Skripsi FMIPA USK

Gilang, H.F. Musa, A.M. 2012. Hubungan Aktifitas Petir Cloud to Ground (CG) dengan Curah

Hujan di Bogor. Jurnal ITB

Seni, H. 2011. Identifikasi Potensi Kejadian Petir di Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Sains Vol.

11 No. 1.