Ibadah Syari'Ah

18
A. PENDAHULUAN “Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai mati mendatangimu”. “Dan tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali utk beribadah kepada-Ku” Allah menciptakan kita bukan utk sia-sia tetapi krn tujuan mulia yaitu utk beribadah kepada-Nya. Ibadah adl kata yg mencakup segala hal yg dicintai dan diridhoi Allah SWT. Kita menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangannya-Nya adl ibadah. Kita berbuat kebaikan kepada sesama muslim bahkan sesama manusia atau kepada binatang sekalipun krn Allah adl ibadah. Jadi Ibadah itu artinya luas bukan hanya ibadah mahdhoh saja seperti shalat puasa zakat dan haji seperti dalam penjelasan Nabi saw bahwa cabang- cabang keimanan itu lbh dari enam puluh atau lbh dari tujuh puluh cabang. Paling utama adl Lailaha illallah dan paling rendah adl menyingkirkan duri di jalanan. Tapi ibadah itu tidak berarti positif dunia maupun akhirat sampai memenuhi dua kriteria Kriteria pertama ibadah itu harus dilakukan dgn ikhlas krn Allah. Dan Kriteria ibadah itu harus dilakukan sesuai dgn petunjuk Rasulullah saw. Satu syarat saja tidak diterima Allah sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu 1

Transcript of Ibadah Syari'Ah

Page 1: Ibadah Syari'Ah

A. PENDAHULUAN

“Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai mati mendatangimu”. “Dan

tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali utk beribadah kepada-Ku”

Allah menciptakan kita bukan utk sia-sia tetapi krn tujuan mulia yaitu utk

beribadah kepada-Nya. Ibadah adl kata yg mencakup segala hal yg dicintai dan

diridhoi Allah SWT. Kita menjalankan perintah Allah dan meninggalkan

larangannya-Nya adl ibadah. Kita berbuat kebaikan kepada sesama muslim

bahkan sesama manusia atau kepada binatang sekalipun krn Allah adl ibadah.

Jadi Ibadah itu artinya luas bukan hanya ibadah mahdhoh saja seperti shalat

puasa zakat dan haji seperti dalam penjelasan Nabi saw bahwa cabang-cabang

keimanan itu lbh dari enam puluh atau lbh dari tujuh puluh cabang. Paling utama

adl Lailaha illallah dan paling rendah adl menyingkirkan duri di jalanan. Tapi

ibadah itu tidak berarti positif dunia maupun akhirat sampai memenuhi dua

kriteria

Kriteria pertama ibadah itu harus dilakukan dgn ikhlas krn Allah. Dan

Kriteria ibadah itu harus dilakukan sesuai dgn petunjuk Rasulullah saw. Satu

syarat saja tidak diterima Allah sampai betul memenuhi kedua persyaratan itu

Seseorang yang selalu beribadah, pasti akan melaksanakan ibadah dengan

tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah

seseorang tidak akan diterima oleh Allah swt kalau tidak dilandasi dengan

aqidah. Misalnya orang nonmuslim memberi beras kepada seorang yang miskin,

amal ibadah orang itu nilainya NOL di hadapan Allah, Allah tidak menerima

ibadahnya karena orang itu tidak punya landasan aqidah.

Sedangkan Syariah Islam adalah aturan hidup yang mengatur seluruh

aspek kehidupan manusia. Hukum-hukum Islam yang diatur dalam Al Qur’an

dan As Sunah meliputi : Aspek ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan

Kholiq seperti sholat, zakat, shoum , haji dan seterusnya, serta aspek mu’amalah

yang mengatur hubungan sesama hamba.

1

Page 2: Ibadah Syari'Ah

B. PEMBAHASAN

1. Ibadah

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.

Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi,

tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:1

1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui

lisan para Rasul-Nya.

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan

tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang

paling tinggi.

3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai

Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun

yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

           Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa

khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan),

raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan

dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan

dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat,

zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta

masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati,

lisan dan badan.

           Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah

berfirman dalam Quran Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56-58:

“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka beribadah kepada-Ku."

"Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak

menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah

1 Muhammad Jamhari, Zainuddin A, Al-Islam I Akidah dan Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 1999.HLM, 21

2

Page 3: Ibadah Syari'Ah

Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat

kokoh.”             

          Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin

dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza

wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi

merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada

Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah

sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang

disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa

yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia

adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Allah).

2. Syariah

Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran

Islam itu sendiri (42 :13). Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup

aspek hukum dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir

(esetoris). Namum demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal,

syariah Islam tidak bisa dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang

menjiwai dan tujuan dari syariah itu sendiri.2

Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi  pengembangan

diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang

berperadaban (masyarakat madani).

Syariah meliputi 2 bagian utama :

a. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah

(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. 

Misalnya : salat, zakat, puasa

b. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan

lingkungannya) .  Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar.

Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.

2 Mahmud Shaltut, Akidah dan Syariah Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1984.hlm, 11

3

Page 4: Ibadah Syari'Ah

Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.

Dalam menjalankan syariah Islam, beberpa yang perlu menjadi pegangan :

a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah (24 :51, 4:59) menjauhi bid'ah

(perkara yang diada-adakan)

b. Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram

(7 :33, 156-157), maka :

o Tinggalkan yang subhat (meragukan)

o Ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan

bertele-tele

a. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan

menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga  terhadap kekeliruan

yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai

kemampuan

b. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah

(3:103, 8:46)

Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar

ma'ruf nahi munkar3

C. Pilar-Pilar Ubudiyyah Yang Benar

          Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu:

hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan). Rasa cinta harus disertai dengan rasa

rendah diri, sedang-kan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah

harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-

Nya yang mukmin:

o Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya [Al-Maa-idah: 54]

o Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah [Al-

Baqarah: 165]

3 Ibid, hlm. 12

4

Page 5: Ibadah Syari'Ah

o Selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada

Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang

khusyu’ kepada Kami.” [Al-Anbiya’: 90]

          Sebagian Salaf berkata [2], “Siapa yang beribadah kepada Allah

dengan rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq [3], siapa yang beribadah kepada-

Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’[4]. Dan siapa yang beribadah

kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy [5]. Barangsiapa yang

beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin

muwahhid.”4

D. Syarat Diterimanya Ibadah

          Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah

yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang

tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana

sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka

amalan tersebut tertolak.”

Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak

bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:

[a]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.

[b]. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha

illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh

dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari

syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada

Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang

diada-adakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

4 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2008.hlm, 26

5

Page 6: Ibadah Syari'Ah

“Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri

sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi

Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”

[Al-Baqarah: 112]

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada

Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya

Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak

beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan

apa yang Dia syari’at-kan, tidak dengan bid’ah.”

Sebagaimana Allah berfirman.

“Artinya : Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya

maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan

sesuatu pun dalam ber-ibadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]

Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat

syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang

kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya

yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan

mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa

sallam telah menjelaskan bagai-mana cara kita beribadah kepada Allah, dan

beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.5

Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi

sahnya ibadah tersebut?”

Jawabnya adalah sebagai berikut:

a. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-Nya

semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya

5 Rahman Ritonga, Akidah Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pendidikan Akidah Anak Usia Dini, Surabaya: Amelia, 2005.hlm, 51

6

Page 7: Ibadah Syari'Ah

adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman. “Artinya : Maka

sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-Zumar:

b. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan

melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa beribadah

kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia telah

melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.

c. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita[8] Maka, orang

yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah

ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai

kekurangan)

d. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan

kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri

dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam ke-hidupan

manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian

akan meliputi ke-hidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan perasaan,

padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at

yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.6

E. Keutamaan Ibadah

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan

diridhai-Nya. Karenanyalah Allah men-ciptakan manusia, mengutus para Rasul

dan menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya di-puji

dan yang enggan melaksanakannya dicela. Allah Subhanahu wa Ta’ala

berfirman.

“Artinya : Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, nis-caya akan

Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau

beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’”

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mem-persempit atau

mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam

6 Syihab A, Akidah Ahlusunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998.hlm, 31

7

Page 8: Ibadah Syari'Ah

kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang

agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan

ibadah dalam Islam semua adalah mudah.

Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan

membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju

kesempurnaan manusiawi.

Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat

membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat

membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh)

kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman,

demi-kian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah.

Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan

jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan

subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali

dengan menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa

tidak akan pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir

dan beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau

kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah

semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada

kelezatan dan kebahagiaannya.7

Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah

kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan

dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang meng-

hendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata.

Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan manusia

paling bahagia dan paling lapang dadanya.

Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan

seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada

Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada

7 Ibid, hlm, 32

8

Page 9: Ibadah Syari'Ah

kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia

meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya

kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya

daripada yang lain.

Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan

seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran.

Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan me-ringankan

beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima

dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.

Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan

ibadahnya kepada Rabb-nya dapat mem-bebaskan dirinya dari belenggu

penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada

mereka. Maka dari itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia

berharap dan takut hanya kepada Allah saja.

Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab

utama untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, masuk Surga dan

selamat dari siksa Neraka.

F. Hubungan Ibadah dan Syariah

Ibadah dan Syariah pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran

islam. unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Ibadah adalah

cara merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang

paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.

Sementara syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang menggambarkan

fungsi cara beribadah.

Muslim yang baik adalah orang yg memiliki selalu beribadah yang lurus

dan kuat yg mendorongnya untuk melaksanakan syariah yg hanya ditujukan pada

Allah sehingga tergambar akhlak yg terpuji pada dirinya.

Atas dasar hubungan itu, maka seseorang yang melakukan ibadah, tetapi

tidak dilandasi oleh keimanan, maka orang itu termasuk ke dalam kategori kafir.

9

Page 10: Ibadah Syari'Ah

Seseorang yg mengaku beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka

orang itu disebut fasik. Sedangkan orang yg mengaku beriman dan melaksanakan

syariah tetapi dengan landasan ibadah yg tidak lurus disebut munafik.8

Ibdah dan syariah dalam Al-Qur’an disebut iman dan amal saleh. Iman

menunjukkan makna aqidah, sedangkan amal saleh menunjukkan pengertian

syariah

Seseorang yg melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi syariah, maka

perbuatannya hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah

perbuatan yg sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu

dipandang benar menurut Allah. Sedangkan perbuatan baik yg didorong oleh

keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syariah disebut amal saleh.

Kerena itu didalam Al-Qur’an kata amal saleh selalu diawali dengan kata iman.

Antara lain firman Allah dalam (An-Nur, 24:55) ه�م� �ك� �ئ �حـ الص ال �وا و�ع�م�ل

ق� �ف�اس� ال

ون�

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan

mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan

menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan

orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi

mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan

menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman

sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan

sesuatu apapun dengan aku. Dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji)

itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik."

8 Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.hlm, 19

10

Page 11: Ibadah Syari'Ah

G. Kesimpulan

Ibadah dan syariah menyatu, saling kait mengait. Misalnya, ketika Allah

menjelaskan tentang shalat. Ibadah adalah semua penjelasan apa dan mengapa

kita shalat. Syariah adalah penjelasan bagaimana pelaksanaannya; syarat-syarat,

rukun-rukunnya. Aqidah adalah konsep sedangkan syariah adalah hukum dari

Allah.

Ibadah mendefinisikan hal ihwal atau hakikat segala sesuatu. Konsep itu

bersifat mutlak benar karena berasal dari wahyu Tuhan yang Maha Benar.

Konsep yang diwahyukan Allah itu menjadi titik referensi manusia dalam

melihat, memahami dan meyakini yang lainnya.

Berbeda dengan ibadah adalah hukum perbuatan. Sebagai hukum, ia terdiri

perintah dan larangan terhadap suatu perbuatan manusia. Dengan kata lain,

syariah adalah rambu-rambu yang boleh dan yang tidak bolh dilakukan dalam

menuju misi hidup manusia ibadah.

DAFTAR PUSTAKA

11

Page 12: Ibadah Syari'Ah

Daudy Ahmad, Kuliah Akidah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.

Jamhari Muhammad, Zainuddin A, Al-Islam I Akidah dan Ibadah, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Jawad Muhammad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2008.

Ritonga Rahman, Akidah Merakit Hubungan Manusia Dengan Khaliknya Melalui Pendidikan Akidah Anak Usia Dini, Surabaya: Amelia, 2005.

Shaltut Mahmud, Akidah dan Syariah Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1984.Syihab A, Akidah Ahlusunnah, Jakarta: Bumi Aksara, 1998.

12