Hukum Kodifikasi

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakekat pembangunan Nasional adalah pembangunan bertujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera merata meteriil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Salah satu bagian pembangunan nasional adalah pembangunan dibidang hukum, yang dikenal dengan istilah pembaharuan hukum (law reform). Pembaharuan hukum nasional sebagai bagian dari rangkaian pembangunan nasional ini dilakukan secara menyeluruh dan terpadu baik hukum pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi, dan meliputi juga hukum formil maupun hukum materielnya. Dalam rangka membangun kerangka dasar hukum nasional, maka perlu dipahami dan dihayati agar setiap membentuk hukum dan perundang-undangan selalu berlandaskan moral, jiwa dan hakikat yang terdapat dalam pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945 serta harus pula disesuaikan dengan tuntutan kemajuan zaman, khususnya sejalan dengan tuntutan reformasi dibidang hukum. Oleh karena itu hukum harus mampu mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Makalah Narkoba 1

Transcript of Hukum Kodifikasi

Page 1: Hukum Kodifikasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hakekat pembangunan Nasional adalah pembangunan bertujuan untuk mewujudkan

manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mencapai masyarakat

yang adil, makmur dan sejahtera merata meteriil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD

1945.

Salah satu bagian pembangunan nasional adalah pembangunan dibidang hukum, yang

dikenal dengan istilah pembaharuan hukum (law reform). Pembaharuan hukum nasional sebagai

bagian dari rangkaian pembangunan nasional ini dilakukan secara menyeluruh dan terpadu baik

hukum pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi, dan meliputi juga hukum formil

maupun hukum materielnya.

Dalam rangka membangun kerangka dasar hukum nasional, maka perlu dipahami dan

dihayati agar setiap membentuk hukum dan perundang-undangan selalu berlandaskan moral,

jiwa dan hakikat yang terdapat dalam pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan

UUD 1945 serta harus pula disesuaikan dengan tuntutan kemajuan zaman, khususnya sejalan

dengan tuntutan reformasi dibidang hukum. Oleh karena itu hukum harus mampu mengikuti

perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Hukum bisa berfungsi untuk

mengendalikan masyarakat dan bisa juga menjadi sarana untuk melakukan perubahan-perubahan

dalam masyarakat.

Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut

masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang ada. Untuk itu

dalam pandangannya beliau menyatakan :

“ Pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya mengandung makna, suatu upaya untuk

melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilainilai sosio politik,

Makalah Narkoba 1

Page 2: Hukum Kodifikasi

sosio filosofik dan sosio kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial,

kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.”

Satjipto Raharjo sebagaimana pendapatnya yang dikutip oleh Nyoman Sarikat Putra

mengatakan, bahwa proses penegakan hukum itu menjangkau pula sampai pada tahapan

pembuatan hukum/undang-undang. Perumusan pikiran pembuat undang-undang yang dituangkan

dalam peraturan perundang-undangan akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu

nanti dijalankan. Hukum pidana materiel, dilihat dari sudut dogmatis-normatif, menurut Barda

Nawawi Arief bersubstansikan pada 3 (tiga) masalah pokok dari hukum pidana

(maksudnya hukum pidana materiel) terletak pada masalah mengenai yang saling

berkait, yaitu  :

1. perbuatan apa yang sepatutnya dipidana ;

2. syarat apa yang seharusnya dipenuhi untuk mempersalahkan/mempertanggungjawabkan

seseorang melakukan perbuatan itu; dan

3. sanksi/pidana apa yang sepatutnya dikenakan pada orang tersebut ;

Kebijakan hukum pidana pada hakekatnya mengandung kebijakan Negara dalam mengatur

dan membatasi kekuasaan, baik kewenangan masyarakat pada umumnya untuk bertindak dan

bertingkah laku maupun kekuasaan atau kewenangan penguasa/penegak hukum dalam

menjalankan tugasnya memastikan bahwa masyarakat taat dan patuh pada aturan yang telah

ditetapkan.

Kebijakan hukum pidana merupakan serangkaian proses yang terdiri atas tiga tahapan yakni :

1. a.             tahap kebijakan legislatif/formulatif ;

2. b.             tahap kebijakan yudikatif/aplikatif dan

3. c.              tahap kebijakan eksekutif/administratif

Makalah Narkoba 2

Page 3: Hukum Kodifikasi

Berdasarkan tiga uraian tahapan kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung

didalamnya tiga kekuasaan/kewenangan, yaitu kekuasaan legislatif/formulatif berwenang dalam

hal menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana yang berorientasi pada

permasalahan pokok dalam hukum pidana meliputi perbuatan yang bersifat melawan hukum,

kesalahan/pertanggungjawaban pidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan oleh pembuat

undang-undang, kekuasaan yudikatif/aplikatif merupakan kekuasaan dalam hal menerapkan

hukum pidana oleh aparat penegak hukum atau pengadilan dan kekuasaan eksekutif/administratif

dalam melaksanakan hukum pidana oleh aparat pelaksana/eksekusi pidana.

Berdasarkan tiga tahapan kebijakan penegakan hukum tersebut diatas penanggulangan

kejahatan selalu diorientasikan pada upaya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Sebagaimana diutarakan oleh Barda Nawawi Arief bahwa kebijakan atau upaya penanggulangan

kejahatan (criminal policy) pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan

masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare).

Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat modern dalam menghadapi globalisasi

serta adanya proses industrialisasi dan modernisasi akan menumbuhkan perubahan proses sosial

dalam tata kehidupan masyarakat. Proses industrialisasi dan modernisasi dan terutama

industrialisasi kehutanan telah berdampak besar pada kelangsungan hutan sebagai penyangga

hidup dan kehidupan mahluk didunia. Hutan merupakan sumber daya yang sangat penting tidak

hanya sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu komponen lingkungan hidup.

Untuk itu dalam kedudukannya hutan sebagai salah satu penentu system penyangga

kehidupan harus dijaga kelestariaannya. sebagaimana landasan konstitusional Pasal 33 ayat (3)

UUD 1945 yang berbunyi :

“Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

Kawasan hutan merupakan sumberdaya alam yang terbuka, sehingga akses masyarakat

untuk masuk memanfaatkannya sangat besar. Kondisi tersebut memacu permasalahan dalam

pengelolaan hutan.

Makalah Narkoba 3

Page 4: Hukum Kodifikasi

Seiring dengan semangat reformasi kegiatan perusakan hutan seperti penebangan kayu

dan pencurian kayu dihutan menjadi semakin marak apabila hal ini dibiarkan berlangsung secara

terus menerus kerusakan hutan Indonesia akan berdampak pada terganggunya kelangsungan

ekosistem, terjadinya banjir, erosi/tanah longsor, disfungsinya hutan sebagai penyangga

keseimbangan alam serta dari sisi pendapatan Negara pemerintah Indonesia mengalami kerugian

yang dihitung dari pajak dan pendapatan yang seharusnya masuk ke kas Negara.

Aktifitas penebangan kayu dan pencurian kayu pembalakan kayu yang diambil dari

kawasan hutan dengan tidak sah tanpa ijin yang sah dari pemerintah kemudian berdasarkan hasil

beberapa kali seminar dikenal dengan istilah illegal logging.

Aktifitas illegal logging saat ini berjalan dengan lebih terbuka, transparan dan banyak

pihak yang terlibat dan memperoleh keuntungan dari aktifitas pencurian kayu, modus yang

biasanya dilakukan adalah dengan melibatkan banyak pihak dilakukan secara sistematis dan

terorganisir. Pada umumnya, mereka yang berperan adalah buruh/penebang, pemodal (cukong),

penyedia angkutan dan pengaman usaha (seringkali sebagai pengaman usaha adalah dari

kalangan birokrasi, aparat pemerintah, polisi, TNI).

Dalam beberapa hasil temuan modus yang biasa dilakukan dalam illegal logging adalah

pengusaha melakukan penebangan di bekas areal lahan yang dimilikinya maupun penebangan

diluar jatah tebang, serta memanipulasi isi dokumen SKSHH ataupun dengan membeli SKSHH

untuk melegalkan kayu yang diperoleh dari praktek illegal logging.

Illegal loging terjadi karena adanya kerjasama antara masyarakat lokal berperan sebagai

pelaksana dilapangan dengan para cukong bertindak sebagai pemodal yang akan membeli kayu-

kayu hasil tebangan tersebut, adakalanya cukong tidak hanya menampung dan membeli kayu-

kayu hasil tebangan namun juga mensuplai alat-alat berat kepada masyarakat untuk kebutuhan

pengangkutan.

Untuk mengatasi maraknya tindak pidana illegal Logging jajaran aparat penegak hukum

(penyidik Polri maupun penyidik PPns yang lingkup tugasnya bertanggungjawab terhadap

pengurusan hutan, Kejaksaan maupun Hakim) telah mempergunakan Undang-undang No. 41

tahun 1999 diubah dengan Undang-undang No 19 tahun 2004 kedua undang-undang tersebut

Makalah Narkoba 4

Page 5: Hukum Kodifikasi

tentang Kehutanan sebagai instrumen hukum untuk menanggulanggi tindak pidana illegal

logging, meskipun secara limitatif undang-undang tersebut tidak menyebutkan adanya istilah

illegal logging.

Yang dimaksud dengan illegal logging berdasarkan berdasarkan Inpres No. 5 Tahun

2001, tentang Pemberantasan Penebangan Kayu illegal (Illegal Logging) dan Peredaran Hasil

hutan Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan taman Nasional Tanjung Puting, adalah

penebangan kayu dikawasan hutan dengan tidak sah.

Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo, illegal logging merupakan penebangan kayu

secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu

didalam kawasan hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang ijin melakukan

penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.

Contoh Didaerah-daerah pinggiran kawasan hutan Bojonegoro, Purwodadi maupun Blora

banyak ditemui kasus dimana orang/warga masyarakat karena alasan ekonomi melakukan

penebangan satu buah pohon kayu dihutan dengan tanpa ijin, ditangkap, ditahan dan didakwa

telah melakukan tindak pidana illegal logging sebagaimana ketentuan pasal 50 dalam Undang-

undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Sebelum berlakunya undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menebang,

memotong, mengambil dan membawa kayu hasil hutan tanpa ijin dari pejabat yang berwenang

dikenakan pasal-pasal yang ada dalam KUHP, namun setelah berlakunya UU No. 41 tahun 1999

tentang Kehutanan terhadap perbuatan memanfaatkan kayu hasil hutan tanpa ijin pihak yang

berwenang tersebut dikenakan pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 50 jo Pasal 78 UU

No. 41 tahun 1999 yang notabene ancaman pidananya lebih berat dibandingkan dengan apabila

dikenai pasal-pasal dalam KUHP. Sering disebut Asas “Lex Spesialis Derogat Lex Generalis”.

Ketentuan penjelasan pasal 50 UU No. 41 tahun 1999 yang dimaksud dengan orang

adalah subyek hukum baik orang pribadi, badan hukum maupun badan usaha dengan tidak

memberikan penjelasan lebih lanjut tentang perumusan tindak pidananya sehingga sanksi pidana

terhadap orang pribadi dan korporasi juga diberlakukan sama.

Makalah Narkoba 5

Page 6: Hukum Kodifikasi

Adanya berbagai kasus didaerah dimana seseorang karena sekedar memenuhi kebutuhan

ekonomi menebang, mengambil membawa dan memanfaatkan sebatang kayu dari hutan tanpa

ijin pejabat yang berwenang dikenakan tindak pidana illegal logging bila dikaitkan dengan

tujuan pemidanaan menimbulkan permasalahan yang dihubungkan dengan tujuan

penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai upaya perlindungan masyarakat untuk

mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), menjadikan pemikiran cukup

adilkah mereka yang karena sekedar memenuhi kebutuhan ekonomi/perut diancam dengan

hukuman yang sama dengan pemilik modal yang jelas-jelas mencuri kayu hutan dengan tujuan

untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Dalam mengantisipasi upaya penanggulangan tindak pidana Illegal Logging ini menjadi

sangat penting untuk melakukan suatu kebijakan hukum pidana khususnya kebijakan legislatif,

yaitu bagaimana memformulasikan suatu perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana illegal

Logging, syarat apa saja yang harus dipenuhi untuk mempersalahkan/mempertanggungjawabkan

seseorang melakukan perbuatan illegal logging dan sanksi/pidana apa yang sepatutnya dikenakan

serta bagaimana dalam menerapkan kebijakan legislatif tersebut oleh badan yudikatif.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Bagaimana Pengertian Narkotika/Narkoba?

2. Bagaimana Jenis-jenis Narkotika/Narkoba?

3. Bagaimana Cara Pengobatan Narkoba?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah terumuskannya model pemberdayaan pranata sosial

dalam menangani masalah penyalahgunaan narkoba. Manfaat yang diharapkan adalah

sebagai bahan masukan bagi perumusan kebijakan penanganan masalah

penyalahgunaan narkoba khususnya keikutsertaan pencegahan dan penanganan

penyalahgunaan masalah narkoba. Selain itu diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak, khususnya kepada siswa untuk tidak menggunakan

Makalah Narkoba 6

Page 7: Hukum Kodifikasi

Narkotika/Narkoba. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya

penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan yang lain dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui Pengertian Narkotika/Narkoba

2. Mengetahui Jenis-jenis Narkotika/Narkoba

3. Mengetahui Cara Pengobatan Narkoba

D. Metode Pengumpulan Data

Metode yang di pilih dalam mengerjakan tugas ini adalah dengan menggunakan

beberapa metode yang dilakukan secara sistematis. Metode-metode digunakan adalah sebagai

berikut :

1. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan adalah studi pustaka yaitu dengan

mempelajari buku-buku dan refresnsi-referensi yang ada kaitannya dengan permasalahan

yang ada dalam laporan ini.

2. Analisis Permasalahan

Pada tahap ini penulis melakukan analisis kebutuhan dari system yang akan

dikembangkan berdasarkan data yang didapat pada tahap pengumpulan data.

3. Perancangan

Pada tahap ini penulis membuat rancangan proses untuk mengembangkan data-data

yang telah diperoleh

E. Sistematika Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

Makalah Narkoba 7

Page 8: Hukum Kodifikasi

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Metode Pengumpulan Data

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Narkoba

B. Jenis – Jenis Narkoba

C. Cara Pengobatan Narkoba

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Narkoba

Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya yang telah

populer beredar dimasyarakat perkotaan maupun di pedesaan, termasuk bagi aparat hukum.

Makalah Narkoba 8

Page 9: Hukum Kodifikasi

Sebenarnya dahulu kala masyarakat juga mengenal istilah madat sebagai sebutan untuk

candu atau opium, suatu golongan narkotika yang berasal dari getah kuncup bunga tanaman

Poppy yang banyak tumbuh di sekitar Thailand, Myanmar dan Laos (The Golden Triangle)

maupun di Pakistan dan Afganistan.

Selain Narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan

RI adalah NAPZA yaitu singkatan dari Narkotika, Pasikotropika dan Zat adiktif lainnya.

Semua istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai

risiko yang oleh masyarakat disebut berbahaya yaitu kecanduan (adiksi).

Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan

mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan

akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Karena itu Pemerintah

memberlakukan Undang-Undang untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997

tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika.

Golongan Psikotropika adalah zat atau obat baik alami maupun sintetis namun bukan

Narkotika yang berkhasiat aktif terhadap kejiwaan (psikoaktif) melalui pengaruhnya pada

susunan syaraf pusat sehingga menimbulkan perubahaan tertentu pada aktivitas mental dan

perilaku.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintetis maupun semisintetis yang akan menyebabkan perubahan kesadaran, mengurangi

sampai menghilangkan rasa sakit dan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi).

B. Jenis-Jenis Narkoba

Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin,

termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain.

Makalah Narkoba 9

Page 10: Hukum Kodifikasi

Sedangkan jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi,

shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk

LSD, Mushroom.

Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan Narkotika & Psikotropika seperti

alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut

(solven).

Sering kali pemakaian rokok dan alkohol terutama pada kelompok remaja (usia 14-20

tahun) harus diwaspadai orangtua karena umumnya pemakaian kedua zat tersebut

cenderung menjadi pintu masuk penyalahgunaan Narkoba lain yang lebih berbahaya

(Putauw).

1. OPIAT atau Opium (candu)

Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap

(inhalasi).

· Menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation)

· Menimbulkan semangat

· Merasa waktu berjalan lambat.

· Pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk.

· Merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang).

· Timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.

2. MORFIN

Makalah Narkoba 10

Page 11: Hukum Kodifikasi

Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara

kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di

bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (intravena)

· Menimbulkan euforia.

· Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi).

· Kebingungan (konfusi).

· Berkeringat.

· Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.

· Gelisah dan perubahan suasana hati.

· Mulut kering dan warna muka berubah.

3. HEROIN atau Putaw

Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan atas pengolahan morfin

secara kimiawi melalui 4 tahapan sehingga diperoleh heroin paling murni berkadar 80%

hingga 99%. Heroin murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni

berwarna putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak sehingga

bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya digunakan dengan cara

disuntik atau dihisap.

Timbul rasa kesibukan yang sangat cepat/rushing sensastion (± 30-60 detik) diikuti

rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh kedamaian dan kepuasan atau ketenangan

hati (euforia). Ingin selalu menyendiri untuk menikmatinya.

· Denyut nadi melambat.

Makalah Narkoba 11

Page 12: Hukum Kodifikasi

· Tekanan darah menurun.

· Otot-otot menjadi lemas/relaks.

· Diafragma mata (pupil) mengecil (pin point).

· Mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri.

· Membentuk dunia sendiri (dissosial) : tidak bersahabat.

· Penyimpangan perilaku : berbohong, menipu, mencuri, kriminal.

· Ketergantungan dapat terjadi dalam beberapa hari.

· Efek samping timbul kesulitan dorongan seksual, kesulitan membuang hajat besar,

jantung berdebar-debar, kemerahan dan gatal di sekitar hidung, timbul gangguan

kebiasaan tidur.

Jika sudah toleransi, semakin mudah depresi dan marah sedangkan efek euforia

semakin ringan atau singkat

4. GANJA atau Kanabis

Berasal dari tanaman kanabis sativa dan kanabis indica. Pada tanaman ini terkandung

3 zat utama yaitu tetrahidrokanabinol, kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya

dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa

rokok.

· Denyut jantung atau nadi lebih cepat.

· Mulut dan tenggorokan kering.

· Merasa lebih santai, banyak bicara dan bergembira.

· Sulit mengingat sesuatu kejadian.

Makalah Narkoba 12

Page 13: Hukum Kodifikasi

· Kesulitan kinerja yang membutuhkan konsentrasi, reaksi yang cepat dan koordinasi.

· Kadang-kadang menjadi agresif bahkan kekerasan.

· Bilamana pemakaian dihentikan dapat diikuti dengan sakit kepala, mual yang

berkepanjangan, rasa letih/capek.

· Gangguan kebiasaan tidur.

· Sensitif dan gelisah.

· Berkeringat.

· Berfantasi

· Selera makan bertambah

5. LSD atau lysergic acid atau acid, trips, tabs

Termasuk sebagai golongan halusinogen (membuat khayalan) yang biasa diperoleh

dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar ¼ perangko dalam banyak warna dan

gambar. Ada juga yang berbentuk pil atau kapsul. Cara menggunakannya dengan

meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit kemudian dan

berakhir setelah 8-12 jam.

· Timbul rasa yang disebut Tripping yaitu seperti halusinasi tempat, warna dan waktu.

· Biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu hingga timbul obsesi terhadap yang

dirasakan dan ingin hanyut di dalamnya.

· Menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama kelamaan membuat

perasaan khawatir yang berlebihan (paranoid).

· Denyut jantung dan tekanan darah meningkat.

· Diafragma mata melebar dan demam.

Makalah Narkoba 13

Page 14: Hukum Kodifikasi

· Disorientasi.

· Depresi.

· Pusing

· Panik dan rasa takut berlebihan.

· Flashback (mengingat masa lalu) selama beberapa minggu atau bulan kemudian.

· Gangguan persepsi seperti merasa kurus atau kehilangan berat badan.

6. KOKAIN

Mempunyai 2 bentuk yakni bentuk asam (kokain hidroklorida) dan bentuk basa

(free base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut

dibanding bentuk basa bebas yang tidak berbau dan rasanya pahit. Nama jalanan kadang

disebut koka, coke, happy dust, snow, charlie, srepet, salju, putih. Disalahgunakan

dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian

berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda.

C. Cara Pengobatan Narkoba

Pertolongan penderita Narkoba dimandikan dengan air hangat, minum banyak, makan-

makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan perhatiannya dari narkoba.

Detoksifikasi adalah proses menghilangkan racun (zat narkotika atau adiktif lain) dari

tubuh dengan cara menghentikan total pemakaian semua zat adiktif yang dipakai atau

dengan penurunan dosis obat pengganti.

Setelah menjalani detoksifikasi hingga tuntas (tes urin sudah negatif), tubuh secara fisik

memang tidak “ketagihan” lagi, namun secara psikis ada rasa rindu dan kangen terhadap zat

tersebut masih terus membuntuti alam pikiran dan perasaan sang pecandu.

Makalah Narkoba 14

Page 15: Hukum Kodifikasi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Narkotika/ Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya

yang telah populer beredar dimasyarakat perkotaan maupun di pedesaan, termasuk bagi

aparat hukum.

2. Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin,

termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain

B. Saran

Diharapkan setelah penulis menyusun makalah ini masyarakat sadar akan bahayanya

mengkonsumsi narkoba dan menyalah gunakan narkoba. Karena jika salah seorang sudah

menggunakan narkoba dan kecanduan, orang tersebut akan mengalami jantung yang berdebar-

debar, mering menguap, mengeluarkan air mata berlebihan, mengeluarkan keringat berlebihan,

mengalami nyeri kepala, mengalami nyeri/nilu sendi-sendi.

Makalah Narkoba 15

Page 16: Hukum Kodifikasi

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin. 1991. Buku Tentang Bahaya Narkoba. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Wikipedia. 2010. “Narkoba” (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Narkoba.

Visimedia. Mengenal Jenis dan Efek Narkoba. Jakarta: Praninta Offset.

UU No. 35 Tahun . 2009. Tentang Narkotika.

Makalah Narkoba 16