Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

33
Hukum dan Peradilan Internasional “Disusun untuk memenuhi salah satu tugas PKn” Disusun Oleh : Dicky Murti Prasetya XI IPA 1 (09) SMA Negeri 2 Cimahi Jalan KPAD Sriwijaya IX No. 45A, Kota Cimahi 40524

description

Pelajaran PKn

Transcript of Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Page 1: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Hukum dan Peradilan Internasional“Disusun untuk memenuhi salah satu tugas PKn”

Disusun Oleh :

Dicky Murti Prasetya

XI IPA 1 (09)

SMA Negeri 2 Cimahi

Jalan KPAD Sriwijaya IX No. 45A, Kota Cimahi 40524

Page 2: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan pembuatan kliping ini yang berjudul “Hukum dan Peradilan Internasional”. Tugas ini saya susun untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Terimakasih saya ucapkan kepada pihak - pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini. Saya menyadari bahwa pembuatan kliping ini masih jauh daripada apa yang dikatakan sempurna. Namun, saya berharap kliping ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Segala kritik dan saran yang membangun akan saya terima dengan senang hati.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat, rahmat dan karunia-Nya untuk membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam menyusun dan menyelesaikan kliping ini. Terimakasih.

Cimahi, Mei 2012

Penyusun

Page 3: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Daftar Isi

Kata Pengantar .............................................................................................................

Daftar Isi ......................................................................................................................

Bab I ............................................................................................................................

Latar Belakang dan Perkembangan Hukum Internasional

Bab II ...........................................................................................................................

Hukum dan Peradilan Internasional

Bab III ..........................................................................................................................

Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan

Bangsa-Bangsa

Page 4: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Bab IV ..........................................................................................................................

Sengketa Internasional

Bab V ...........................................................................................................................

Kesimpulan

Daftar Pustaka .............................................................................................................

Bab I

Latar Belakang dan Perkembangan Hukum Internasional

Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal

eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi

Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius

Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi,

dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang

diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.

Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter

Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de

Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations

(Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)

Page 5: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang

pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia

1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak

saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan,

kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan

derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan

berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional.

(Phartiana, 2003 ; 41).

Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi

oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran

utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis.

Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua

sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari

prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang

dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat.

Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam

yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini

adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez

dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6).

Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur

hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-

negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional

adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan

dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional.

Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du

Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa

hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut

aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard

Zouche dan Emerich de Vattel

Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena

adanya faktor-faktor penunjang, antara lain :

Page 6: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

1. Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu

menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya

satu sama lain,

2. Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang

perang, netralitas, peradilan dan arbitrase,

3. Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga

melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.

Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang

sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:

1. Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi

dan meningkatnya hubungan antar negara,

2. Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan

dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar

negara di berbagai bidang,

3. Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik

bersifat bilateral, regional maupun bersifat global,

4. Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti

Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta

Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa

yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang.

(Mauna, 2003; 7)

Bab II

Hukum dan Peradilan Internasional

Page 7: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

A. Makna Hukum InternasionalHukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.

Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.

Menurut Mochtar Kusumaatmaja , Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara, antara Negara dengan Negara, dan Negara dengan subyek hukum internasional bukan Negara, atau antar subyek hukum internasional bukan Negara satu sama lain.

Hukum Internasional digolngkan menjadi hukum Internasional Publik dengan hukum perdata internasional.  Hukum Internasional Publik atau hukum antar negara, adalah asas dan kaidah hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang bersifat pidana, sedangkan hukuk perdata internasional atau hukum antar bangsa, yang mengatur masalah perdata lintas Negara (perkawinan antar warga Negara suatu Negara dengan warga Negara lain).        Wiryono Prodjodikoro, Hukum Internasional adalah hukum yang mengatur prthubungan hukum antara berbagai bangsa di berbagai Negara.

       

Page 8: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

 J.G.Starke menyatakan, Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum (body of low) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dank arena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar Negara.

B. Pengertian Hukum Internasional

Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam

pembahasan ini adalah hukum internasional publik, karena dalam

penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum

internasional publik dan hukum perdata internasional.

Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas

hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas

negara, yang bukan bersifat perdata.

Sedangkan hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah

dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi

batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan

hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk

pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja, 1999; 1)

Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai

definisi dari hukum internasional, antara lain yang dikemukakan oleh

Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan

Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan

pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara.

Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan

diri di dalamnya ”.

Sedang menurut Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum

yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”

Page 9: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar

hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas

pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak

memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.

Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para

sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh

Charles Cheny Hyde:

“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum

yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-

peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu

juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu

dengan lainnya, serta yang juga mencakup:

a) organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu

dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang

berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi

internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan

antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;

b) peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-

individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities)

sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek

hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah

masyarakat internasional” (Phartiana, 2003; 4)

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, Mochtar

Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan

kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau

persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan

negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek

hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja, 1999; 2)

Page 10: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah

diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari

hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau

pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-

hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip

dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.

Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara

tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional,

sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan

para sarjana sebelumnya.

C. VISI & MISI dibentuknya Mahkamah Internasional

Meningkatkan keadilan distributive

Memfasilitasi saksi dan korban

Pencatatan sejarah

Pemaksaan penaatan nila-nilai internasional

Memperkuat resistensi individual

Pendidikan untuk generasi sekarang dan ayang akan datang

Mencegah penindasan berkelanjutan atas HAM

D. Persamaan dan Perbedaan Hukum Internasional Publik dan Perdata

Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.

Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya).

Page 11: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

E. BENTUK HUKUM INTERNASIONAL

Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :

a.Hukum Internasional Regional

Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.

b. Hukum Internasional Khusus

Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

F. ASAS-ASAS HUKUM INTERNASIONAL

Asas – asas hukum Internasional adalah:

1.Asas Teritorial

Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada di wilayahnya tersebut berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.

2.Asas Kebangsaan

Asas ini berdasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan ekstritorial, artinya hukum negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.

3.Asas Kepentingan Umum

Page 12: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum, jadi hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.

G. SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

a.Negara

Sejak lahirnya hukum Internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum Internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum Internasional pada hakikatnya adalah hukum antar negara.

b. Takhta Suci

Di samping negara, sejak dulu Takhta Suci (Vatikan) merupakan subjek hukum Internasional. Hal ini merupakan peninggalan sejarah masa lalu. Ketika itu, Paus bukan hanya merupakan kepala Gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota

Page 13: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

c. Palang Merah Internasional

Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah hukum Internasional. Kedudukan PMI sebagai subjek hukum Internasional lahir karena sejarah masa lalu. Pada umumnya, PMI merupakan subjek hukum Internasional dengan ruang lingkup yang terbatas dan tak penuh.

d. Organisasi Internasional

Kantor Pusat PBB di New York City

Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek hukum Internasional pada jaman sekarang sudah tak diragukan lagi. Organisasi Internasional seperti PBB, ILO, dan lainnya mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi Internasional. Dengan demikian, PBB dan organisasi Internasional semacam itu merupakan subjek hukum Internasional.

Page 14: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

e. Orang Perseorangan (Individu)

Orang perseorangan juga dapat dianggap sebagai subjek hukum Internasional, meskipun dalam arti yang terbatas. Dalam perjanjian Versailles misalnya, yang mengakhiri Perang Dunia 1 antara Jerman dengan Inggris dan Perancis. Di dalamnya terdapat pasal-pasal yang memungkinkan orang perseorangan mengajukan perkara ke hadapan Mahkamah Arbitrase Internasional.

f.Pemberontak dan Pihak Dalam Sengketa (Belligerent)

Menurut hukum perang, dalam beberapa keadaan tertentu pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa. Akhir-akhir ini muncul perkembangan baru yang mirip dengan pengakuan terhadap status pihak yang bersengketa dalam perang. Contohnya Gerakan Pembebasan Palestina (PLO).

H. Sumber Hukum Internasional

Istilah sumber hukum Internasional memiliki makna materiil dan formil.

Dalam sumber hukum formal tersebut, ada 4 sumber hukum Internasional yang digunakan oleh Mahkamah Internasional untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya, yaitu:

Page 15: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

I. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional

Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan

antara hukum internasional dan hukum nasional, yaitu: teori

Dualisme dan teori Monisme.

Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum

nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan

berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua

sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan

superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional

dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi

hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka

yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.

Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan

hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori

Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum

nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut

teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding

dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus

sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)

J. Sistem Peradilan Internasional

Page 16: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional (bahasa Inggris: International Court of Justice atau ICJ) berkedudukan di Den Haag, Belanda . Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB . Dewan keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada mahkamah, majelis

umum dan dewan keamanan dapat memohon kepada mahkamah nasihat atas persoalan hukum apa saja dan organ-organ lain dari PBB serta badan-badan khusus apabila pendapat wewenang dari majelis umum dapat meminta nasihat mengenai persoalan-persoalan hukum dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Majelis umum telah memberikan wewenang ini kepada dewan ekonomi dan sosial, dewan perwakilan, panitia interim dari majelis umum , dan beberapa badan-badan antar pemerintah.

Sumber-Sumber Hukum & Keanggotaan Dalam Mahkamah Internasional

Sumber-sumber hukum yang digunakan apabila membuat suatu keputusan ialah :

1. konvensi-konvensi internasional untuk menetapkan perkara-perkara yang diakui oleh negara-negara yang sedang berselisih

2. kebiasaan internasional sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum

3. azas-azas umum yang diakui oleh negara-negara yang mempunyai peradaban

4. keputusan-keputusan kehakiman dan pendidikan dari publisis-publisis yang paling cakap dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum

Page 17: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Mahkamah dapat membuat keputusan “ex aequo et bono” (artinya : sesuai dengan apa yang dianggap adil) apabila pihak-pihak yang bersangkutan setuju…)

Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah. Hakim-hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili oleh mahkamah. Tidak ada dua hakim yang menjadi warga negara dari negara yang sama.

Hakim-hakim memegang jabatan selama waktu sembilan tahun dan dapat dipilih kembali mereka tidak dapat menduduki jabatan lain selama masa jabatan mereka. Semua persoalan-persoalan diputuskan menurut suatu kelebihan dari hakim-hakim yang hadir, dan jumlah sembilan merupakan quorumnya. Apabla terjadi seri, maka ketua mahkamah mempunyai suara yang menentukan.

Bab III

Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka

Perserikatan Bangsa-bangsa

1) Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICJ)

Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah

Page 18: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

memainkan peranan penting dalam bidang hukum inetrnasional sebagai

upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.

Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang

berkedudukan di Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan Bangsa-bangsa

juga sedang berupaya untuk menyelesaikan “hukum acara” bagi

berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal

Court/ICC), yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui

Konferensi Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta

tersebut akan berlaku, jika telah disahkan oleh 60 negara.

Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan

hukum) Mahkamah Pidana Internasional ini, adalah di bidang hukum

pidana internasional yang akan mengadili individu yang melanggar Hak

Asasi Manusia dan kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras),

kejahatan humaniter (kemanusiaan) serta agresi.

Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara

otomatis terikat dengan yurisdiksi Mahkamah ini, tetapi harus melalui

pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada Statuta Mahkamah

Pidana Internasional. (Mauna, 2003; 263)

2) Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The

International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)

Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei

1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal

Tribunal for the Former Yugoslavia, yang bertempat di Den Haag, Belanda.

Tugas Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang yang

bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum

humaniter internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslavia.

Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh

melakukan pelanggaran berat dan 20 diantaranya telah ditahan.

Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-

pemimpin terkenal, seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal

Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yang dituduh telah

Page 19: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hukum

perang. (Mauna, 2003; 264)

3) Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for

Rwanda)

Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan

berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

Nomor 955, tanggal 8 November 1994. tugas Mahkamah ini adalah untuk

meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan missal

sekitar 800.000 orang Rwanda, terutama dari suku Tutsi. Mahkamah

mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul

Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga Clement Kayishema dan Obed

Ruzindana yang telah dituduh melakukan pemusnahan ras (genosida) .

Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal tersebut

mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai

sebuah kelompok suku, pada tahun 1994.

Walaupun tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas

Yugoslavia dan Mahkamah Kriminal untuk Rwanda belum selesai, namun

Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah menyiapkan pembentukan

mahkamah- untuk Kamboja untuk mengadili para penjahat perang di

zaman pemerintahan Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975

sampai dengan 1979 yang telah membunuh sekitar 1.700.000 orang.

Jika diperkirakan bahwa tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan

Rwanda telah menyelesaikan tugas mereka, maka Dewan Keamanan

Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk

membubarkan kedua Mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui

memiliki sifat ad hoc (sementara). (Mauna, 2003; 265)

Page 20: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Bab IV

Sengketa Internasional

A. PENYEBAB SENGKETA INTERNASIONAL

Sengketa Internasional adalah perselisihan yang terjadi antara negera dengan negara, negara dengan individu-individu, atau negara degan badan-badan/lembaga yang menjadi subjek hukum Internasional.

Sebab terjadinya sengeketa Internasional, yaitu:

B. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai

Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan

kekerasan dalam hubungan antar negara. Keharusan ini seperti

Page 21: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

tercantum pada Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-

Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di Den Haag pada

tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat

(3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi

Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat

dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar “semua

negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai

sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan

keadilan tidak sampai terganggu”.

Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian

melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada

kesemapatan kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui

pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:

1) Arbitrase Internasional

Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase

internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada

arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi

keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-

pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara

penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-

batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang

bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :

1. Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses

arbitrase, dan

2. Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan

Tsani, 1990; 211)

Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus,

karenanya persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan

arbitrase.

Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama

antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan

Page 22: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan

oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara

lain.

Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim”

atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus

para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada.

Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis

(kompromi) yang memuat:

1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan

arbitrase;

2. metode pemilihan panel arbitrase;

3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);

4. . batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;

5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan

untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990,

214)

Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa

institusi arbitrase internasional, antara lain:

1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of

Arbitration of the International Chamber of Commerce)

yang didirikan di Paris, tahun 1919;

2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal

Internasional (International Centre for Settlement of

Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington

DC;

3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional

Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala

Lumpur, Malaysia;

4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional

Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo,

Mesir. (Burhan Tsani; 216)

Page 23: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

2) Pengadilan Internasional

Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong

masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan

yang bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi,

wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas

dari kehendak negara-negara yang bersengketa.

Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk

menyiapkan sebuah institusi Mahkamah Permanen Internasional.

Namun, walaupun didirikan oleh Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah

Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi

Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah

berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia

mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk

Mahkamah Internasional yang baru. Di San Fransisco inilah,

kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan

Statuta Mahkamah Internasional.

Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan organ

hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional

yang baru ini, pada dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari

Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor

dan pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan secara signifikan

Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai

kewenangan untuk:

1. melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas

perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang

bersengketa;

2. memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang

bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat

bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai

“Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai

kuasa persuasive kuat (Burhan Tsani, 1990; 217)

Page 24: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah

Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai

oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:

1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang

bersifat umum, maupun khusus;

2. Kebiasaan internasional (international custom);

3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang

diakui oleh negara-negara beradab;

4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para

ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber

hukum internasional tambahan.

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan

keputusan ex aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan

kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan

jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan

Mahkamah Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya

mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara

mayoritas.Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua

jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.

Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak

secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang

lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar

Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan

memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).

C. PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL SECARA PAKSA/KEKERASAN

Perang atau Tindakan Bersenjata Non-Perang Perang dan tindakan bersenjata non-perang bertujuan untuk menaklukkan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian suatu sengketa internasional. Retorsi Adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas yang dilkukan oleh negara lain. Tindakan-Tindakan Pembalasan

Page 25: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Pembalasan adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan oleh suatu negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara lain. Blokade Secara Damai Adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Intervensi Adalah tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan politik negara tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Latar Belakang Hukum dan Peradilan Internasional

Bab V

Kesimpulan

Jadi, hubungan internasional merupakan aturan-aturan yang telah di

ciptakan bersama negara-negara anggota yang melintasi batas-batas

negara. Peradilan Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah

Internasional yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB.

Sumber Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang digunakan oleh

Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan

internasional. Sumber hukum internasional dibedakan menjadi sumber

Page 26: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

hukum dalam arti materil dan formal. Dalam arti materil, adalah sumber

hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu

negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah sumber dari mana

untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum

internasional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem hukum

dan peradilan internasional itu sangat diperlukan oleh suatu negara untuk

tetap mempertahankan eksistensi dan kemakmuran suatu negara.

Seharusnya kita dapat menghargai dan ikut mengerti tentang

masalah sengketa internasional dengan cara memenuhi dan mematuhi

kewajiban perjanjian internasional.

Daftar Pustaka

Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai,

Alumni, Bandung

Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth

Edition, Clarendon Press,

Page 27: Hukum Dan Peradilan Internasional Dicky M Prasetya

Oxford

Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional,

Yogyakarta : Penerbit

Liberty.

Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional,

Cetakan ke-9, Putra Abardin

Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan

Fungsi dalam Era

Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung

Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit

Mandar maju, Bandung

Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-

Sumber Hukum

Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung

www.google.com