Hukum Benda Dan Ikatan

42
HUKUM BENDA 1. Tentang Benda pada Umumnya Pengertian yang terluas dari kata benda (zaak) adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh orang. Terkadang kata benda juga dipakai dalam arti yang sempit, yaitu sebagai barang yang dapat terlihat saja. Undang-undang membagi benda dalam beberapa macam: a. Benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan benda yang tak dapat diganti (contoh: seekor kuda); b. Benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan benda yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar perdagangan (contoh: lapangan umum); c. Benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan benda yang tidak dapat dibagi (contoh: seekor kuda); d. Benda yang bergerak (contoh: perabot rumah tangga) dan benda yang tidak dapat bergerak (contoh: tanah). 2. Tentang Hak-Hak Kebendaan Suatu hak kebendaan (zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan secara langsung atas suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Ilmu hukum dan perundang-undangan, telah lama membagi segala hak-hak manusia atas hak-hak kebendaan dan hak-hak perseorangan. Suatu kebendaan, memberikan kekuasaan atas benda, sedangkan hak perseorangan (personlijk recht) memberikan suatu tuntutan atau penagihan terhadap seorang. Suaut hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap tiap orang yang melanggar hak itu, sedangkan suatu hak perseorangan hanyalah dapat dipertahankan terhadap sementara orang tertentu saja atau terhadap suatu pihak. a. Bezit Bezit adalah suatu keadaan lahir, di mana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum diperlindungi, dengan

description

hukum komersial bab Hukum Benda Dan Ikatan

Transcript of Hukum Benda Dan Ikatan

Page 1: Hukum Benda Dan Ikatan

HUKUM BENDA

1. Tentang Benda pada Umumnya

Pengertian yang terluas dari kata benda (zaak) adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh orang. Terkadang

kata benda juga dipakai dalam arti yang sempit, yaitu sebagai barang yang dapat terlihat saja.

Undang-undang membagi benda dalam beberapa macam:

a.    Benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan benda yang tak dapat diganti (contoh: seekor kuda);

b.    Benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan benda yang tidak dapat

diperdagangkan atau di luar perdagangan (contoh: lapangan umum);

c.    Benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan benda yang tidak dapat dibagi (contoh: seekor kuda);

d.    Benda yang bergerak (contoh: perabot rumah tangga) dan benda yang tidak dapat bergerak (contoh: tanah).

2.    Tentang Hak-Hak Kebendaan

Suatu hak kebendaan (zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan secara langsung atas suatu

benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang.

Ilmu hukum dan perundang-undangan, telah lama membagi segala hak-hak manusia atas hak-hak kebendaan

dan hak-hak perseorangan. Suatu kebendaan, memberikan kekuasaan atas benda, sedangkan hak perseorangan

(personlijk recht) memberikan suatu tuntutan atau penagihan terhadap seorang. Suaut hak kebendaan dapat

dipertahankan terhadap tiap orang yang melanggar hak itu, sedangkan suatu hak perseorangan hanyalah dapat

dipertahankan terhadap sementara orang tertentu saja atau terhadap suatu pihak.

a.    Bezit

Bezit adalah suatu keadaan lahir, di mana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri,

yang oleh hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada

siapa. Untuk bezit diharuskan adanya dua unsur, yaitu kekuasaan atas suatu benda dan kemauan untuk memiliki

benda tersebut. Dari bezit harus dibedakan detentie, dimana seorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu

hubungan hukum dengan seorang lain, adalah pemilik atau bezitter dari benda itu. Pada seorang detentor,

dianggap bahwa kemauan untuk memiliki benda yang dikuasainya itu tidak ada.

Bezit atas suatu benda yang bergerak, diperoleh secara asli dengan pengambilan barang tersebut dari tempatnya

semula, sehingga secara terang atau tegas dapat terlihat maksud untuk memiliki barang itu.

Mengenai benda yang tidak bergerak, oleh undang-undang ditentukan, bahwa untuk memperoleh bezit dengan

tidak memakai bantuan orang lain. Pengoperan bezit dari suatu benda yang tidak bergerak, dapat terjadi dengan

suatu pernyataan belaka, asal saja orang yang menyatakan itu sendiri adalah bezitter menurut undang-undang

pada waktu mengeluarkan pernyataan tersebut dan selanjutnya tidak menghalang-halangi orang yang

menggantikannya dalam hal melakukan bezitnya.

Pasal 539 B.W. menentukan, bahwa orang yang sakit ingatan tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang di

bawah umur  dan orang yang telah kawin dapat memperolehnya. Ini disebabkan karena pada orang yang sakit

ingatan dianggap tidak mungkin adanya unsur kemauan untuk memiliki.

Page 2: Hukum Benda Dan Ikatan

Perolehan bezit dengan perantara orang lain adalah memungkinkan, asal saja menurut hukum orang itu

mempunyai hak untuk mewakili dan ia dengan secara nyata-nyata menguasai benda yang diperoleh itu.

Selanjutnya, perolehan bezit mungkin pula melalui jalan warisan. Menurut pasal 541 B.W. yang menentukan,

bahwa segala sesuatu yang merupakan bezit seorang yang telah meninggal, berpindah sejak hari meninggalnya

kepada ahli warisnya, dengan segala sifat-sifat dan cacat-cacatnya.

Bezit atas suatu benda yang tidak bergerak memberikan hak-hak sebagai berikut:

1)    Seorang bezitter tidak dapat begitu saja diusir oleh si pemilik, tetapi harus digugat di depan hakim.

2)    Jika bezitter itu jujur, ia berhak untuk mendapat semua penghasilan dari benda yang dikuasainya pada

waktu ia digugat di depan hakim dan ia tidak usah mengembalikan penghasilan itu, meskipun ia akhirnya

dikalahkan.

3)    Seorang bezitter yang jujur, lama-kelamaan karena lewatnya waktu, dapat memperoleh hak milik atas

benda yang dikuasainya itu.

4)    Jika ia diganggu orang lain, seorang bezitter dapat minta hakim supaya ia dipertahankan dalam

kedudukannya atau supaya dipulihkan keadaan semula, sedangkan ia berhak pula menuntut pembayaran

kerugian.

Pada umumnya, semua hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah secara sah jika seorang

memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut, yaitu pemiliknya. Akan

tetapi dapat dimengerti, bahwa kelancaran dalam lalu lintas hukum akan sangat terganggu jika dalam setiap jual

beli barang yang bergerak si pembeli harus menyelidiki dahulu, apakah si penjual sungguh-sungguh

mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya. Dalam pasal 1977 dijelaskan mengenai barang yang

bergerak, si penjual dianggap sudah cukup membuktikan hak miliknya dengan mempertunjukkan bahwa ia

menguasai barang itu seperti seorang pemilik, yaitu bahwa menurut keadaan yang nampak luar barang itu

seperti kepunyaan sendiri.

b.    Eigendom

Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seorang yang mempunyai hak eigendom (milik)

atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu, asal saja tidak melanggar undang-undang atau hak

orang lain.

Tiap pemilik suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak, berhak meminta kembali bendanya dari siapa

saja yang menguasainya berdasarkan hak miliknya itu (pasal 574 B.W.).

Permintaan kembali yang berdasarkan pada hak eigendom, dinamakan revindicatie. Baik sebelum perkara

diperiksa di depan hakim, maupun sementara perkara sedang dalam pemeriksaan hakim, penggugat berhak

meminta supaya benda yang diminta kembali disita.

Menurut pasal 584 B.W. eigendom hanyalah dapat diperoleh dengan jalan:

1)    Pengambilan

2)    Natrekking, yaitu jika suatu benda bertambah besar atau berlipat karena perbuatan alam

3)    Lewat waktu

4)    Pewarisan

5)    Penyerahan

Page 3: Hukum Benda Dan Ikatan

Menurut sistem B.W. suatu pemindahan hak terdiri atas dua bagian, pertama obligatoire overeenkomst,

maksudnya tiap perjanjian jual beli atau pertukaran. Kedua, zakelijke overeenkomst, yaitu pemindahan hak itu

sendiri.

c.    Hak-Hak Kebendaan diatas Benda Orang Lain

1)    Erfdienstbaarheid atau servituut

Yaitu suatu beban yang diletakkan di atas suatu perkarangan untuk keperluan suatu perkarangan lain yang

berbatasan.

2)    Hak Postal

Yaitu suatu hak untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya orang lain (pasal

711 B.W.). hak Postal dapat terhapus karena:

a.)    Apabila hak milik atas tanah dan bangunan atau tanaman jatuh dalam satu tangan.

b.)    Apabila ia selama tiga tahun tidak dipergunakan.

c.)    Apabila waktu untuk yang diperjanjikan telah lampau.

d.)    Apabila ia diakhiri oleh pemilik tanah.

3)    Hak Efpacht

Yaitu suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari sebidang

tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun.

4)    Vruchtgebruik

Yaitu suatu hak kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu

kepunyaan sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda tersebut tetap dalam keadaan semula (pasal 756

B.W.).

d.    Pand  dan Hypotheek

Kedua hak kebendaan ini memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan

jaminan bagi hutang seseorang.

1)    Pand recht

Menurut B.W. Pand recht adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain,

yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut dengan tujuan untuk mengambil

pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu, lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya (pasal

1150 B.W.).

Pand recht atau hak gadai adalah yang dinamakan suatu hak accessoir artinya adanya hak itu tergantung dari

adanya suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian hutang piutang yang dijamin dengan hak tersebut. Objek dari

hak gadai ini adalah semua benda bergerak yang bukan kepunyaan orang yang menghutangkan itu sendiri.

Oleh undang-undang telah ditentukan bahwa orang yang memberikan tanggungan itu harus cakap untuk

bertindak sendiri menurut hukum.

Adapun hak-hak seorang yang menerima tanggungan adalah sebagai berikut:

a)    Ia berhak untuk menahan barang yang dipertanggungjawabkan sampai pada waktu hutang dilunasi, baik

yang mengenai jumlah pokok maupun bunga.

Page 4: Hukum Benda Dan Ikatan

b)    Ia berhak untuk mengambil pelunasan ini dari pendapatan penjualan barang tersebut, apabila orang yang

berhutang tidak menepati kewajibannya.

c)    Ia berhak untuk meminta ganti biaya-biaya yang telah ia keluarkan untuk menyelamatkan barang

tanggungan itu, apabila hak itu sudah menjadi kebiasaan, seperti halnya dengan penggadaian surat-surat sero

atau obligasi.

Sebaliknya, seorang pemegang gadai mempunyai kewajiban-kewajiban:

a)    Ia bertanggung jawab tentang hilangnya atau kemunduran harga barang tanggungan, jika itu disebabkan

kelalaiannya.

b)    Ia harus memberitahukan pada orang yang berhutang apabila ia hendak menjual barang tanggungannya.

c)    Ia harus memberikan perhitungan tentang pendapatan penjualannya itu dan setelah ia mengambil pelunasan

hutangnya, harus menyerahkan kelebihannya pada si berhutang.

d)    Ia harus mengembalikan barang tanggungan, apabila hutang pokok, bunga dan biaya untuk menyelamatkan

barang tanggungan telah dibayar lunas.

2)    Hypotheek

Menurut pasal 1162 B.W. hypotheek adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tidak bergerak,

bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari benda itu.

Perbedaan antara Pand recht dan hypotheek antara lain:

a)    Pand recht harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan tanggungan, hypotheek

tidak.

b)    Pand recht hapus jika barang yang dijadikan tanggungan berpindah tangan ke orang lain, tetapi hypotheek

tetap terletak sebagai bebang di atas benda yang dijadikan tanggungan meskipun benda ini dipindahkan pada

orang lain.

c)    Pand recht dapat diberikan hanya pada benda yang bergerak, sedangkan hypotheek hanya atas benda yang

tidak bergerak.

d)    Lebih dari satu Pand recht atas satu barang meskipun tidak dilarang oleh undang-undang, di dalam praktek

hampir tidak pernah terjadi, tetapi beberapa hypotheek yang bersama-sama dibebankan di atas satu rumah

adalah suatu keadaan yang biasa.

Hypotheek seperti halnya dengan Pand recht yang bersifat accessoir, artinya diadakan sebagai buntut belaka

dari suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian pinjam uang. Yang dijadikan objek dalam hypotheek adalah benda

yang tidak bergerak dan bukan milik orang yang menghutangkan sendiri.

Perjanjian hypotheek harus diletakkan dalam suatu akta authentik, yaitu akta notaris. Hal ini dilakukan supaya

mempunyai kekuatan terhadap orang pihak ketiga.

Hak-hak yang menurut undang-undang boleh diperjanjikan dalam suatu perjanjian hypotheek adalah:

a)    Hak yang memberikan kuasa pada pemegang hypotheek untuk menjual sendiri persilnya di depan umum

dan mengambil pelunasan dari pendapatan lelangan tersebut, jikalau orang yang berhutang tidak menepati

kewajibannya.

b)    Pembatasan hak pemilik persil untuk menyewakan persilnya.

Page 5: Hukum Benda Dan Ikatan

c)    Pemilik persil berhak menjual persilnya kepada siapa saja dan hypotheek yang terletak di atas persil itu

akan tetap terletak di atasnya. Akan tetapi kepada pembeli, oleh undang-undang diberikan kesempatan untuk

meminta supaya persil itu dibersihkan dari hypotheek-hypotheek yang melebihi jumlah persil itu.

d)    Seorang pemegang hypotheek berhak untuk meminta diperjanjikan bahwa jika terjadi kebakaran

sedangkan rumah yang menjadi tanggungan itu telah diasuransikan, ia akan menerima uang asuransi yang

dibayarkan kepada pemilik rumah.

Setelah kita mengenal hak-hak kebendaan, dapatlah kita simpulkan, bahwa hak-hak kebendaan itu mempunyai

sifat-sifat seperti berikut:

a)    Memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda;

b)    Dapat dipertahankan terhadap setiap orang;

c)    Mempunyai sifat melekat, yaitu mengikuti benda bila ia dipindah tangankan;

d)    Hak yang lebih tua selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.

Hak kebendaan dapat kita bagi dalam dua golongan, yaitu hak yang diberikan untuk kenikmatan dan hak yang

diberikan untuk jaminan (Pand  dan hypotheek).

3.    Piutang-Piutang yang diberikan Keistimewaannya (privilege)

Sebagaimana telah diterangkan, maka menurut pasal 1131 B.W. semua benda dari seseorang yang menjadi

tanggungan untuk semua hutang-hutangnya. Dan menurut pasal 1132 pendapatan penjualan benda-benda itu

harus dibagi di antara para penagih menurut pertimbangan jumlah piutang masing-masing, kecuali jikalau di

antara mereka itu ada sementara yang oleh undang-undang telah diberikan hak untuk mengambil pelunasan

lebih dahulu dari penagih-penagih yang lainnya.

Menurut pasal 1134 B.W. privilege adalah suatu kedudukan istimewa dari seorang penagih yang diberikan oleh

undang-undang  melulu berdasarkan sifat piutang.

Pand  dan hypotheek mempunyai kedudukan lebih tinggi dari privilege, kecuali jika undang-undang ditentukan

lain. Pand  dan hypotheek tidak pernah bertentangan antara satu dengan yang lain, karena Pand  hanya dapat

diberikan atas barang-barang yang bergerak, sedangkan hypotheek sebaliknya hanya mungkin atas benda-benda

yang tidak bergerak.

Meskipun privilege mempunyai sifat-sifat menyerupai Pand atau hypotheek, tetapi belum dapat menamakannya

suatu hak kebendaan, karena privilege itu barulah timbul apabila suatu kekayaan yang telah disita ternyata tidak

cukup untuk melunasi semua hutang dan karena privilege itu tidak memberikan sesuatu kekuasaan terhadap

suatu benda.

Menurut undang-undang ada dua macam privilege. Pertama, yang diberikan terhadap suatu benda tertentu.

Kedua, yang diberikan terhadap semua kekayaan orang yang berhutang. Privilege yang pertama memiliki

kedudukan yang lebih tinggi dari pada yang kedua.

Piutang-piutang yang diberikan privilege terhadap barang-barang tertentu adalah:

a.    Biaya-biaya perkara yang telah dikeluarkan untuk penyitaan dan penjualan suatu benda atau yang

dinamakan biaya-biaya eksekusi; harus diambilkan dari pendapatan penjualan tersebut terlebih dahulu dari pada

privilege lainnya, bahkan terlebih dahulu pula daripada Pand  dan hypotheek.

Page 6: Hukum Benda Dan Ikatan

b.    Uang-uang sewa dari benda-benda yang tidak bergerak beserta ongkos-ongkos  perbaikan yang telah

dikeluarkan si pemilik  rumah atau persil, tetapi seharusnya dipikul oleh si penyewa, penagihan uang sewa dan

ongkos perbaikan ini mempunyai privilege terhadap barang-barang perabot rumah yang berada dalam rumah

atau di atas persil tersebut.

c.    Harga barang-barang bergerak yang belum dibayar oleh si pembeli jikalau ini disita, si penjual barang

mendapat privilege atas hasil penjualan barang itu.

d.    Biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu benda, dapat diambilkan terlebih dahulu

dari hasil penjualan benda tersebut, apabila benda itu disita dan dijual.

e.    Biaya-biaya pembikinan suatu benda yang belum dibayar, si pembikin barang ini mendapat privilege atas

pendapatan penjualan barang itu, apabila barang itu disita dan dijual.

Piutang-piutang yang telah diberikan privilege terhadap semua kekayaan orang yang berhutang, adalah:

a.    Biaya eksekusi dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan kekayaan yang telah disita.

b.    Ongkos penguburan dan pengobatan selama sakit yang mengakibatkan matinya orang yang berhutang.

c.    Penagihan-penagihan karena pembelian bahan-bahan makanan untuk keperluan orang yang berhutang

beserta keluarganya, selama enam bulan yang paling akhir.

d.    Penagihan-penagihan dari kostscholhouders untuk tahun yang terakhir.

4.    Hak reklame

Jikalau penjualan dilakukan dengan tunai, artinya barang harus dibayar seketika itu juga, maka menurut pasal

1145 B.W., kepada si penjual barang diberikan kekuasaan untuk meminta kembali barangnya, selama barang

itu masih berada di tangan si pembeli, asal saja permintaan kembali ini dilakukan dalam waktu 30 hari setelah

penyerahan barang kepada si pembeli. Hak ini  dinamakan hak reklame atau permintaan kembali. Sudah tentu,

permintaan kembali tersebut hanyalah akan ada artinya apabila barangnya masih dalam keadaan semula.

Peraturan yang diberikan B.W. tentang hak reklame hanya dimaksudkan untuk jual beli barang secara kecil-

kecilan saja, yang biasanya dilakukan tunai, sedangkan peraturan dalam W.v.K. juga dimaksudkan untuk jual

beli barang secara besar-besaran, yang banyak dilakukan atas kredit. Memang hak reklame ini ada miripnya

dengan suatu hak kebendaan. Karena itu diatur dalam buku II B.W.

Dalam hal si pembeli barang telah dinyatakan pailit, maka hak reklame dapat dilakukan:

a.    Dengan tidak mengingat apakah jual beli telah dilakukan tunai atau kredit.

b.    Juga apabila barangnya disimpan oleh seorang pihak ketiga.

c.    Dalam waktu 60 hari setelah barangnya ditaruh di rumah orang pihak ketiga tersebut. Juga tentu saja

barang itu harus masih dalam keadaan semula.

Pada hakikatnya, hak reklame itu merupakan sesuatu hak si penjual untuk membatalkan perjanjian jual beli.

5.    UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-undang ini bermaksud untuk mengadakan hukum agraria nasional yang berdasarkan atas hukum adat

tentang tanah. Dengan demikian telah dihapuskan dari B.W. segala ketentuan atau pasal-pasal yang mengenai

Page 7: Hukum Benda Dan Ikatan

eigendom, dan hak-hak kebendaan lainnya atas tanah dan oleh undang-undang baru itu telah diciptakan hak-hak

yang berikut atas tanah:

a.    Hak milik, adalah hak turun-temurun terkuatkan terpenuh yang dapat dipunyai oleh orang atas tanah,

dengan mengingat bahwa semua hak tanah itu mempunyai fungsi sosial.

b.    Hak guna usaha, adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka

waktu paling lama 25 tahun, waktu mana dapat diperpanjang.

c.    Hak pakai bangunan.

d.    Hak pakai, adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil tanah yang dikuasai langsung oleh negara

atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan

pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,

yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.

e.    Hak sewa, adalah hak mempergunakan tanah milik orang lain oleh seorang atau suatu badan hukum untuk

keperluan bangunan dengan membayar pada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.

HUKUM PERJANJIAN

1.    Perihal Perikatan dan Sumber-Sumbernya

Perkataan perikatan memiliki arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan

perikatan oleh buku III B.W. adalah suatu hubungan hukum antara dua orang, yang memberi hak pada yang

satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sendangkan orang yang lainnya ini diwajibkan

memenuhi tuntutan itu. Pada buku III mengatur perihal hubungan-hubungan antara orang dengan orang. Pihak

yang berhak menuntut dinamakan pihak yang berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi

tuntutan dinamakan pihak yang berhutang atau debitur. Adapun barang sesuatu yang dapat  dituntut dinamakan

prestasi, yang menurut undang-undang dapat berupa:

a.    Menyerahkan suatu barang;

b.    Melakukan suatu perbuatan;

c.    Tidak melakukan suatu perbuatan.

Mengenai sumber perikatan, oleh undang-undang diterangkan, bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu

persetujuan (perjanjian) atau dari undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi

atas perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan yang lahir dari undang-undang karena suatu

perbuatan orang. Dalam hukum berlaku suatu asas, orang tidak boleh menjadi hakim sendiri. Seorang

berpiutang yang menghendaki pelaksanaan suatu perjanjian dari seorang berhutang yang tidak memenuhi

kewajibannya, harus meminta perantaraan pengadilan. Akan tetapi di sini ada pengecualian, adapun cara

pelaksanaan suatu putusan yang oleh hakim dikuasakan pada orang yang berpiutang untuk mewujudkan sendiri

apa yang menjadi haknya, dalam B.W. cara pelaksanaan ini diperbolehkan dalam hal-hal berikut:

a.    Dalam hal perjanjian-perjanjian yang bertujuan bahwa suatu pihak tidak akan melakukan perbuatan;

b.    Dalam hal perjanjian-perjanjian untuk membikin suatu barang, pihak yang berkepentingan dapat

dikuasakan oleh hakim untuk membikin sendiri atau menyuruh orang lain membikinnya, atas biaya yang harus

dipikul oleh si berhutang.

Page 8: Hukum Benda Dan Ikatan

2.    Macam-Macam Perikatan

Bentuk perikatan yang sederhana, adalah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan

satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Di samping bentuk sederhana tersebut, terdapat

beberapa bentuk perikatan. Diantaranya:

a.    Perikatan bersyarat

Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang

masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu

perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan.

Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa suatu perjanjian sejak semula sudah batal, jika ia mengandung suatu

ikatan yang digantungkan pada suatu syarat yang mengharuskan suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan

yang sama sekali tidak mungkin dilaksanakan atau yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.

b.    Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu

Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah suatu kejadian atau peristiwa yang belum

tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang meskipun

mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya.

c.    Perikatan yang membolehkan memilih

Ini adalah suatu perikatan, di mana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang

diserahkan yang mana ia akan lakukan.

d.    Perikatan tanggung menanggung

Ini adalah suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan

dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya.

Perikatan tanggung-menanggung, lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian. Bagaimanapun juga, perikatan

semacam ini tidak boleh dianggap telah diadakan secara diam-diam, ia harus selalu diperjanjikan secara tegas.

Adakalanya perikatan tanggung-menanggung  itu ditetapkan oleh undang-undang, misalnya dalam B.W.

mengenai beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, mengenai satu orang menerima penyuruhan

dari beberapa orang.

e.    Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi

Pada hakikatnya perikatan bisa dibagi atau tidak, hal itu tergantung antara kedua belah pihak yang membuat

suatu perjanjian tersebut. Pada asasnya, antara pihak-pihak yang semula suatu perikatan tidak boleh dibagi-

bagi, sebab si berpiutang selalu berhak menuntut pemenuhan perjanjian untuk sepenuhnya dan tidak usah ia

menerima baik suatu pembayaran sebagian demi sebagian.

f.    Perikatan dengan penetapan hukuman

Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek

banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan hukuman apabila ia tidak menepati kewajibannya.

3.    Perikatan-Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang

Page 9: Hukum Benda Dan Ikatan

Perikatan berdasarkan undang-undang dapat dibagi lagi atas:

a.    Yang lahir dari undang-undang saja, maksudnya adalah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan

kekeluargaan.

b.    Yang lahir dari undang-undang karena perbuatan seorang, sedangkan perbuatan orang ini dapat berupa

perbuatan yang diperbolehkan atau yang melanggar hukuman.

Perikatan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah pertama timbul

jika seorang melakukan suatu pembayaran yang  diwajibkan. Perbuatan yang demikian ini, menerbitkan suatu

perikatan, yaitu memberikan hak kepada orang yang telah membayar itu untuk menuntut kembali apa yang

telah dibayarkan dan meletakkan kewajiban di pihak lain untuk mengembalikan pembayaran-pembayaran itu.

Perikatan ini juga dinamakan zaak waarneming.

Perihal perikatan yang lahir karena undang-undang karena perbuatan seorang yang melanggar hukum, diatur

dalam pasal 1365 B.W. pasal ini menetapkan, bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum mewajibkan orang

yang melakukan perbuatan itu, jika karena kesalahannya telah timbul kerugian, untuk membayar kerugian itu.

Selanjutnya menurut pasal 1367 B.W. seseorang juga dipertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan orang lain

yang berada di bawah pengawasannya atau yang bekerja padanya. Namun, perbuatan tersebut hanya terbatas

pada hubungan dan hal-hal sebagai berikut:

a.    Orang tua atau wali untuk anak yang belum dewasa, yang tinggal pada mereka melakukan kekuasaan orang

tua atau perwalian itu padanya.

b.    Majikan untuk buruhnya, dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.

c.    Guru sekolah dan kepala tukang untuk murid dan tukangnya selama mereka ini berada di bawah

pengawasan mereka.

4.    Perikatan yang Lahir dari Perjanjian

Untuk suatu perjanjian yang sah harus terpenuhi empat syarat, yaitu:

a.    Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan dirinya;

b.    Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

c.    Suatu hal tertentu yang diperjanjikan;

d.    Suatu sebab yang halal, artinya tidak dilarang.

Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan

kemauan itu harus dinyatakan. Kemauan yang bebas sebagai syarat pertama untuk suatu perjanjian yang sah

dianggap tidak ada jika perjanjian itu telah terjadi karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan.

Paksaan terjadi, jika seorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman.

Kekhilafan dapat terjadi, mengenai orang atau mengenai barang yang menjadi tujuan pihak-pihak yang

mengadakan perjanjian.

Penipuan terjadi, apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar,

disertai dengan kelicikan-kelicikan, sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberikan perizinan.

Kedua belah pihak harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri. Sebagaimana telah diterangkan,

beberapa golongan orang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan-

Page 10: Hukum Benda Dan Ikatan

perbuatan hukum. Mereka itu, orang di bawah umur, orang di bawah pengawasan, dan perempuan yang telah

kawin.

Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu.

Syarat ini perlu, untuk dapat menetapkan kewajiban si berhutang jika terjadi perselisihan. Selanjutnya undang-

undang menghendaki untuk sahnya suatu perjanjian harus ada suatu oorzaak yang diperbolehkan. Secara

letterlijk kata oorzaak berarti sebab, tapi menurut riwayatnya, yang dimaksud oorzaak adalah tujuan. Menurut

pasal 1335, suatu perjanjian yang tidak memakai sautu causa atau dibuat dengan suatu causa yang palsu atau

terlarang tidak mempunyai kekuatan. Adapun causa yang tidak diperbolehkan adalah yang bertentangan 

dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum. Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu

tercapainya suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus

menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan dirinya. Pernyataan kedua belah pihak harus

bertemu dan sepakat.

Pasal 1338 B.W. menetapkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

untuk mereka yang membuatnya. Maksudnya adalah bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah mengikat

kedua belah pihak.

Dalam pasal 1338 itu  pula, ditetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Maksudnya adalah cara menjalankan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.

Pasal 1339 menetapkan, bahwa suatu perjanjian tidak saja mengikat pada apa yang dicantumkan semata-mata

dalam perjanjian, tetapi juga pada apa yang dikehendaki oleh keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.

Selanjutnya pada pasal 1347 menetapkan bahwa hak-hak atau kewajiban-kewajiban yang sudah lazim

diperjanjikan dalam suatu perjanjian, meskipun pada suatu waktu tidak dimasukkan dalam surat perjanjian,

harus juga dianggap tercantum dalam perjanjian.

Pada umumnya, suatu perjanjian hanya berlaku di antara orang-orang yang membuatnya. Asas ini diletakkan

dalam pasal 1315 yang menerangkan, bahwa pada umumnya seorang yang tak dapat menerima kewajiban-

kewajiban atau memperjanjikan hak-hak atas namanya sendiri, kecuali hanya untuk dirinya sendiri. Dalam

ketentuan ini terdapat pengecualian yang termuat dalam pasal 1317 yang membolehkan seseorang jika ia dalam

suatu perjanjian telah minta diperjanjikannya suatu hak, atau jika ia memberikan sesuatu pada orang lain, untuk

meminta pula diperjanjikannya suatu hak untuk orang pihak ketiga. Perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali

kalau pihak ketiga ini sudah menyatakan kehendaknya untuk mempergunakan hak itu.

Menurut pasal 1318, jika seorang membuat suatu perjanjian yang ia telah meminta diperjanjikannya  sesuatu

hak, dapat dianggap bahwa hak itu untuk dia sendiri atau untuk para ahli warisnya atau orang-orang yang

memperoleh daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan hal yang sebaliknya ataupun jika dari sifat

perjanjian itu dapat disimpulkan hal yang sebaliknya.

5.    Perihal Risiko, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa

Kata risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu

pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian.

Page 11: Hukum Benda Dan Ikatan

Pasal 1237 menetapkan, bahwa dalam suatu perjanjian mengenai pemberian suatu barang tertentu, sejak

lahirnya perjanjian itu barang tersebut sudah menjadi tanggungan orang yang berhak menagih penyerahannya.

Akan tetapi, menurut pasal tersebut seterusnya, jika si berhutang itu lalai dalam kewajibannya untuk

menyerahkan barangnya, maka sejak itu risiko berpindah di atas pundaknya, meskipun ia masih juga dapat

dibebaskan dari pemikulan risiko itu, jika ia dapat membuktikan bahwa barang tersebut juga akan hapus

seandainya sudah berada di tangan si berpiutang itu sendiri.

Sebagaimana telah diterangkan, seorang debitur yang lalai, yang melakukan wanprestasi, dapat digugat di

depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat itu. Seorang debitur

dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya

tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.

Adapun kepada seorang debitur yang lalai adalah si berpiutang dapat memilih antara beberapa kemungkinan.

Pertama, ia dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun melaksanakan ini sudah terlambat.

Kedua, ia dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak

atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksanakan tetapi tidak sebagaimana mestinya.

Ketiga, ia dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya

sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

Keempat, dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak memberikan

hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan

permintaan penggantian kerugian.

Untuk dapat dikatakan suatu keadaan memaksa, selain keadaan itu, di luar kekuasaannya si berhutang dan

memaksa, keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada

waktu perjanjian dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul risikonya oleh si berhutang.

Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak, yaitu dalam halnya sama sekali tidak mungkin lagi melaksanakan

perjanjiannya. Tetapi ada juga yang bersifat relatif, yaitu berupa suatu keadaan yang mana perjanjian masih

dapat dilakukan, tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar dari hak si berhutang.

6.    Perihal Hapusnya Perikatan-Perikatan

Undang-undang menyebutkan ada sepuluh macam cara hapusnya perikatan:

a.    Karena pembayaran

Yaitu pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara sukarela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi.

Barang yang dibayarkan, harus milik orang yang melakukan pembayaran dan orang itu juga harus berhak untuk

memindahkan barang-barang itu ke tangan orang lain. Pembayaran juga harus dilakukan kepada si berpiutang

atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau oleh undang-undang. Pembayaran harus dilakukan di tempat

yang ditentukan di dalam perjanjian.

b.    Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan

Hal ini merupakan suatu cara untuk menolong si berhutang dalam hal si berpiutang tidak suka menerima

pembayaran. Barang yang hendak dibayarkan itu diantarkan pada si berpiutang atau ia diperingatkan untuk

Page 12: Hukum Benda Dan Ikatan

mengambil barang itu di suatu tempat. Barang itu harus berupa benda bergerak. Penawaran dan peringatan ini

harus dilakukan secara resmi.

c.    Pembaharuan hutang

Pembaharuan hutang merupakan suatu pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan suatu perikatan lama,

sambil meletakkan suatu perikatan baru.

Dengan adanya suatu pembaharuan hutang, dianggap hutang yang lama telah hapus dengan segala buntutnya.

Tetapi si berpiutang berhak untuk memperjanjikan hak-hak istimewa dan hypotheek yang menjadi tanggungan

dari hutang lama itu tetap dipegangnya.

d.    Kompensasi atau perhitungan hutang timbal balik

Jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si berpiutang, sehingga dua orang itu sama-

sama berhak untuk menagih piutang satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara mereka itu dapat

diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama.

e.    Pencampuran hutang

Pencampuran hutang terjadi misalnya si berhutang kawin dalam percampuran kekayaan dengan si berpiutang

atau jika si berhutang menghentikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya atau sebaliknya.

f.    Pembebasan hutang

Pembebasan hutang adalah suatu perjanjian baru di mana si berpiutang dengan sukarela membebaskan si

berhutang dari segala kewajibannya.

g.    Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian

Menurut pasal 1444, jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu

larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang

keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali di luar

kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkannya.

h.    Pembatalan perjanjian

Perjanjian yang dibuat oleh orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, karena

paksaan, kekhilafan, atau mempunyai sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau

ketertiban umum, dapat dibatalkan. Hal ini berakibat, bahwa keadaan antara mereka berdua dikembalikan

seperti pada waktu perjanjian belum dibuat.

7.    Perihal Perjanjian Khusus yang Penting

a.    Perjanjian Jual Beli

Maksudnya,  suatu perjanjian di mana pihak yang satu menyanggupi alam menyerahkan hak milik atas sesuatu

barang, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar sejumlah uang.

b.    Perjanjian sewa-menyewa

Maksudnya adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda

untuk dipakai selam suatu jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar harga

yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang ditentukan.

c.    Pemberian atau hibah (schenking)

Page 13: Hukum Benda Dan Ikatan

Pada pasal 1666 B.W. dijelaskan tentang pengertian pemberian, yaitu suatu perjanjian, di mana pihak yang satu

menyanggupi dengan Cuma-Cuma dengan secara mutlak memberikan suatu benda pada pihak yang lainnya.

d.    Persekutuan (maatschap)

Maksudnya adalah suatu perjanjian di mana beberapa orang bermufakat untuk bekerja bersama dalam lapangan

ekonomi, dengan tujuan membagi keuntungan yang akan diperoleh.

e.    Penyuruhan (lastgeving)

Maksudnya adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu memberikan perintah kepada pihak yang lain

untuk melakukan suatu perbuatan hukum, perintah mana diterima oleh yang belakangan ini.

f.    Perjanjian Pinjam

Perjanjian pinjam oleh undang-undang dibedakan antara:

1)    Perjanjian pinjam barang yang tak dapat diganti

Hak milik atas barang yang dipinjamkan tetap berada pada pemiliknya, yaitu pihak yang meminjamkan

barangnya. Selama waktu peminjaman si peminjam harus memelihara barang tersebut sebaik-baiknya.

2)    Perjanjian pinjaman barang yang dapat diganti

Dalam hal ini barang yang diserahkan untuk dipinjam itu menjadi miliknya si peminjam, sedangkan pihak yang

meminjamkan memperoleh suatu hak penuntutan terhadap si peminjam untuk mengembalikan sejumlah barang

yang sama jumlah dan kualitasnya.

g.    Penanggungan hutang

Maksudnya adalah suatu perjanjian di mana satu pihak menyanggupi pada pihak yang lainnya, bahwa ia

menanggung pembayaran suatu hutang, apabila si berhutang tidak menepati kewajibannya.

h.    Perjanjian perdamaian

Maksudnya adalah suatu perjanjian di mana dua pihak membuat suatu perdamaian untuk menyingkiri atau

mengakhiri suatu perkara, dalam perjanjian mana masing-masing melepaskan sementara hak-hak atau

tuntutannnya.

i.    Perjanjian kerja

Perjanjian kerja dalam arti yang luas dapat dibagi dalam:

1)    Perjanjian perburuhan yang sejati

Perjanjian perburuhan sejati mempunyai sifat-sifat khusus diantaranya:

a)    Ia menerbitkan suatu hubungan diperatas

b)    Selalu diperjanjikan suatu gaji atau upah

c)    Ia dibuat untuk suatu waktu tertentu atau sampai diakhiri oleh salah satu pihak.

2)    Pemborongan pekerjaan

Adalah suatu perjanjian, di mana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lain, melakukan suatu

pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula.

HUKUM PERIKATAN

Page 14: Hukum Benda Dan Ikatan

 Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau

lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum

dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa

hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam

bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),

dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).

Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta

kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban

atas sesuatu.

Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian

perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar

mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.

Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud

dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak

melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu

untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk

tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar

memotong rambut tidak sampai botak.

syarat sahnya perikatan yaitu;

1) Obyeknya harus tertentu.

Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.

2) Obyeknya harus diperbolehkan.

Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.

3) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan

4) Obyeknya harus mungkin.

Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.

Macam-macam perikatan :

1. Perikatan bersyarat

2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu

3. Perikatan yang membolehkan memilih

4. Perikatan tanggung menanggung

5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi

6. Perikatan tentang penetapan hukuman

HUKUM PERJANJIAN

Page 15: Hukum Benda Dan Ikatan

Pengertian Perjanjian

Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.

Asas Dalam Perjanjian

1.Asas Terbuka

n  Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan

perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan.

n  Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”

 2.Asas Konsensualitas

n  Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya

kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.

Asas Konsensualitas

n  teori pernyataan

a. perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan. b.perjanjian lahir sejak para pihak

mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian

dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain.

n   Teori Penawaran bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila

seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka

perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis

dari pihak lawannya.

 

HUKUM DAGANG

Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

Hubungan antara keduannya saling berkaitan seperti yang terdapat dalam Pasal 1 dan Pasal 1 dan Pasal 15

KUHD. Dari kedua pasal ini, dapat kita ketahui pengertian dari KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang) adalah hukum yang khusus (lex specialis), sedangkan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

adalah hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga antara keduanya berlaku suatu asas yakni “Lex

Page 16: Hukum Benda Dan Ikatan

Specialis Derogat Legi Generali” yang artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang

umum.

 

Berlakunya Hukum Dagang

Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat para pedagang saja. Kemudian, sejak tahun 1938

pengertian dari perdagangan mengalami perluasan kata menjadi segala kegiatan yang berkaitan dengan usaha.

Jadi sejak saat itulah Hukum Dagang diberlakukan bukan Cuma untuk pedagang melainkan juga untuk semua

orang yang melakukan kegiatan usaha.

Yang dinamakan perusahaan adalah jika memenuhi unsur-unsur dibawah ini, yakni :

1. Terang-terangan

2. Teratur bertindak keluar, dan

3. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi

Sementara itu, untuk pengertian pengusaha adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung

bertanggungjawab dan mengambil risiko di dalam perusahaan dan juga mewakilinya secara sah. Perusahaan

tebagi menjadi tiga jenis, diantaranya :

1. Perusahaan Seorangan

2. Perusahaan Persekutuan (CV)

3. Perusahaan Terbatas (PT)

 

Hubungan Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya

Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri. Oleh karena

itu, diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi:

1. Pembantu di dalam perusahaan.

Bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan.

1. Pembantu di luar perusahaan.

Page 17: Hukum Benda Dan Ikatan

bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar, sehingga berlaku suatu perjanjan pemberian kuasa yang akan

memperoleh upah.

Dengan demikian, hubungan antara keduanya dapat bersifat :

1. Hubungan perburuhan (lihat Pasal 1601a KUHP)

2. Hubungan pemberian kuasa (lihat Pasal 1792 KUHP)

3. Hubungan hukum pelayanan berkala (lihat Pasal 1601 KUHP)

Page 18: Hukum Benda Dan Ikatan

HUKUM BENDA DAN PERIKATAN

HUKUM BENDA DAN PERIKATAN

PAPER

Untuk memenuhi tugas Hukum Komersial yang dibina oleh Ibu. Indriati S.H, M.H

Oleh :

Noor Zuhdiyaty (115020100111017)

Melysandi Lahuo ( 115020106111001)

Liyasmi Ika H. (115020107111007)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

ILMU EKONOMI

Maret 2012

AZAS-AZAS HUKUM PERDATA

A. HUKUM BENDA

1. Pengertian dan Pembagian Benda

1.1. Pengertian Benda

Istilah benda merupakan terjemahan dari kata zaak (Belanda) , Benda dalam arti ilmu pengetahuan hukum

adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hukm , yaitu sebagai lawan dari subjek hukum. Objek hukum

adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (Manusia atau badan hukum) dan yang dapat menjadi

pokok (objek) suatu hubungan hukum, Karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh objek hukum. Pengertian benda

adalah pertama tama tertuju pada barang yang berwujud yang dapat ditangkap dengan panca indera tetapi

barang yang tidak berwujud termasuk panca indea juga (Sofwan, 1980, hlm. 13).

Dari isi Pasal 499 KUH Perdata/BW dapat pula diketahui pengertian benda yaitu segala sesuatu yang dapat

dimiliki atau yang dapat menjadi objek hak milik. Ketentuan tersebut memberikan gambaran kepada bahwa

segala yang dapat dimiliki oleh manusia itulah benda, dengan demikian yang tidak dapat dimiliki misalnya laut,

bulan, bintang dan sebagainya, bukanlah benda. Tetapi dalam ketentuan Pasal 580, 511 KUH Perdata/BW yang

ada di Indonesia pengertian zaak (benda) sebagai objek hukum tidak hanya meliputi “Benda yang berwujud” –

yang ditangkap dengan panca indera, akan tetapi juga “Benda yang tidak berwujud”,yakni atas barang hak - hak

atas barang yang berwujud ,contoh : obligasi .

Subekti membagi pengertin benda menjadi 3 yaitu :

(1) Benda dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang

Page 19: Hukum Benda Dan Ikatan

(2) Benda dalam arti sempit adalah barang yang dapat terlihat saja.

(3) Benda adalah sebagai objek hukum.

1.2. Pembagian Benda

Menurut sistem hukum perdata sebagaimana diatur dalam KUH

Perdata/BW benda dapat dibedakan atas :

(1) Barang barang yang berwujud (lichamelijk) dan barang barang yang tidak berwujud (onlichamelijk).

(2) Barang barang yang bergerak dan barang barang yang tidak bergerak.

(3) Barang barang yang dapat dipakai habis (verbruik baar) dan barang barang yang tidak dapt dipakai habis

(onverbruikbaar).

(4) Barang barang yang sudah ada (tegen woordige zaaken) dan barang-barang yang masih akan nada

(toekomstigezaken).

(5) Barang yang akan ada dibendakan :

a. Barang-barang yang pada suatu saat sama sekali belum ada, misalnya: panen yang akan datang .

b. Barang-barang yang akan ada relative yaitu barang-barang yang pada saat itu sudah ada tetapi bagi orang

orang tertentu belu ada, misalnya barang-barang yang sudah dibeli tetapi belum diserahkan.

(6) Barang-barang yang dalam perdagangan (zaaken in the handel) dan barang-barang yang diluar perdagangan.

(7) Barang-barang yang dapat dibagi dengan barang-barang yang tidak dapat diagi (Sofwan, 1980, hlm, 19).

Perlu diketahui dari berbagai macam pembagian bend tersebut yang paling penting adalah pembedaan benda

menjadi benda yang bergerak dan yang tidak bergerak, Karen apembagian benda ini mempunyai akibat yang

sangat penting dala hukum. Akibat tersebut berkaitan dengan ketentuan-ketentuan khusus yng berlaku bagi

msing-masing jenis benda tersebut berkaitan dengan prbuatan sebagai berikut : penyerahan (levering),

penyitaan (beslag), daluwarsa (lampau waktu / veerjaring), pembebanan (bezwaring), bezit .

2. Hak Kebendaan

“Hak kebendaan (zakelij recht) adalah suatu hak yang memberikn kekuasaan langsung atas suatu benda, yan

dapat dipertahankan terhadap tiap orang”.

Menurut Buku II BW (Pasal 499-1232) tetang benda (van Zaken), meletakkan dasar-dasar peraturan hukum

yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara seseorang atau badan hukum dengan benda. Hubungan

hukum dengan orang menimbulkan hak kebendaan (Zakelijkreht) yaitu hak yang memberikan kekuasaan

Page 20: Hukum Benda Dan Ikatan

langsung kepada seseorang yang berhak menguasai sesuatu benda dalam tangan siapapun juga bnda itu berada.

Hubungan ini menmbulkan hak kebendaan yang bersifat mutlak (absolut).

Sedangkan buku III KUH Perdata (Pasal 1233-1864) tentang perikatan (van Vebertenissen ), meletakkan dasar

peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan seseorang (Badan

Hukum). Hubungan ini menimbulkan hak perorangan yang bersifat relative (nisbi).

Hak kebendaan bersifat mutlak/Absolut sebagai lawan dari hak perseorangan/pribadi yang nisbi/relative yang

hanya dapat dipertahankan terhadap pribadi tertentu atau dengan lain perkataan perkataan yang menimbulkan

kewajiban pada pihak tertentu, karena itu dapat juga disebut sebagai hak searah Dengan demikian dapat

diketahui hak kebendaan itu termasuk dala hak keperdataan yang bersifat mutlak/absolute, yang mengandung

benda, sehingga hak seseorang atas sesuatu benda tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, bahkan

tidakk dapat digugat oleh siapapun juga. Seseorang lainnya diwajibkan untuk menghormati kebendaan orang

lain.

Hak kebendaan memberikan kekuasaan atas suatu benda, artinya hak kebendaan itu tetap berhubungan terhadap

bendanya, bahkan sekalipun ada campur tangan dari pihak luar. Sedangkan hak perseorangan memberikan

suatu tuntutan atas peagihan terhadap seseorang dan hanya dapat dipertahankan terhadap sementara orang

tertentu atau terhadap sesuatu pihak.

3. Macam-macam hak kebendaan

Pada dasarnya hak kebendaan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: (1) Hak kebendaan yang memberikan

kenikmatan (zakelijk genotsrecht); dan (2) Hak kebendaa yang memberikan jaminan (zakelijk zakerheidsrecht).

a. Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan (zakelijk genotsrecht)

Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan, yaitu hak dari subyek hukum untuk menikmati suatu benda

secara penuh. Hak kebendaan ini dibagi menjadi dua, yaitu:

(1) Hak kebendaan yang memberika kenikmatan atas bendanya sendiri, contoh: hak eig eigendom (hak milik),

hak bezit (hak menguasai), semuanya itu tunduk pada UUPA.

(2) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda milik orang lain, contoh: postal, hak erfpacht, hak

pengabdian pekarangan, hak memungut hasil, hak bunga tanah, hak pakai, hak mendiami, semuanya itu juga

tunduk pada UUPA.

b. Hak kebendaan yang memberikan jaminan (zakelijk zakerheidsrecht)

Hak kebendan yang memberikan jaminan yaitu hak yang member kepada yang berhak (kredito) hak

didahulukan untuk mengambil pelunasan dari hasil penjualan barang yang dibebani. Contoh: hak tanggungan

atas tanah dan hak fiducia; Sedangkan menurut KUHPer. Contoh: hak gadai sebagai jaminan adalah benda

bergerak , hipotek sebagai jaminan adalah benda-benda tetap, dan sebagainya.

Hak mutlak terhadap benda dalam lapangan keperdataan, meliputi:

(a). Terhadap benda-benda berwujud, misalnya; Hak Guna Bangunan dan Hak guna atas tanah; hak

eigendom,hak postal, hak erfpah atas benda bergerak/tidak bergerak selain tanah; hak gadai (pand), hak hipotek

Page 21: Hukum Benda Dan Ikatan

danlain-lain

(b). Terhadap benda-benda yang tak berwujud, misalnya hak panenan, hak pengarang atau cipta, hak oktroi, hak

merk, hak kekayaan intelekyual dan lain-lain

B. HUKUM PERIKATAN

1. Pengertian Hukum Perikatan

Istilah perikatan berasal dari bahasa Belanda ‘Verbintenis’. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam

liiiterrratur hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan urang yang lain karena

perbuatan,peristiwa, atau keadaan. Perikatan mempunyai arti luas yaitu jika terdapat dalam bebrapa bidang

hukum, sedangkan perikatan mempunnyai arti luas yaitu hanya terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan

saja.

Hukum perikatan sendiri diatur dalam Bab III KUHPer. Namun demikian dalam Bab III KUHPer tersebut tidak

ada satu pasalpun yang merumuskan makna tentang perikatan. Menurut Subekti, perkataan perikatan dalam

Buku III KUHPer mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “Perjanjian”. Karena dalam buku III itu, diatur

juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu

perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal

perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan perstujuan

(zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari BUKU III ditujukan pada perikatan yang timbul dari persetujuan

atau perjanjian.

Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, Perikatan diartikan sebagai hubungan hukum yang terjadi diantara 2

(dua) orang atau lebih ,yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimanapihak yang satu berhak atas

prestasi dan piah lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

2. Sumber-sumber Perikatan

(1) Perjanjian

Menurut ketentuan pasal 1233 KUHPer, perikatan dapat timbul baik karena perjanjian maupun karena undang-

undang. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa sumber perikatan itu adalah perjanjian dan undang-

undang.

Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian ini, pihak-pihak dengan sengaja dan bersepakat saling

mengikatkan diri, dalam perikatan mana timbul hak dan kewajiban pihak-pihak yang perlu diwujudkan. Hak

dan kewajiban ini berupa prestasi. Pihak debitur berkewajiban memenuhi prestasi dan pihak kreditur berhak

atas prestasi. Prestasi adalah tujuan pihak-pihak mengadaka perikatan. Contoh; peranjian hibah.

Page 22: Hukum Benda Dan Ikatan

(2) Undang-undang

Selain daripada perjanjian, perikatan itu dapat timbul karena undang-undang. Perikatan yang timbul karena

undang-undang ini dalam pasal 1352 KUHPer diperinci menjadi dua, yaitu perikatan yang timbul semata-mata

karena ditentukan undang-undang, danperikatan yang timbul karena perbuatan orang.

Selanjutnya lagi, dalam pasal 1353 KUHPer ditentukan bahwa perikatan yang timbul karena undang-undang

sebagai akibat perbuatan orang ini diperinci lagi menjadi perikatan yang timbul dari perbuatan menurut

hukum(legal act, lawful act,rechtmatige daad) danperikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum(illegal

act, unlawful act, onrechtmatige daad).

Dalm perikatan yang timbul karena undan-undang, hak dan kewajiban pihak-pihak itu ada, arena ditetapan oleh

undang-undang.

(3) Kesusilaan

Mungkin juga terjadi perikatan bukan Karena diperjanjikn atau bukan karena ketentuan undang-undang,

melainkan perikemanusiaan atau moral/kesusilaan, atau kepatutan. Sumber ini pada hakikatnya adalah sila

kedua Pancasila dasar dan falsafa negara kita. Contoh; kewajiban member nafkah kepada anak yatim piatu yang

terlantar dan belum dewasa.

3. Macam-macam Perikatan

Pada kenyataannya ada beberapa macam perikatan yang dikenal dalam masyarakat. Di dalam Ilmu Pengetahuan

Hukum Perdata, perikatan dapat dibedakan berdasarkan berbagai ukuran-ukuran yang ditentukan oleh pihak-

pihak, atau menurut jenis yang harus dipenuhi, atau menurut jumlah subyek yang terlihat dalm perikatan.

Pada dasarnya suatu perikatan dapat timbul hak-hak relative atau hak-hak diakui oleh orang-orang yang

berkepentingan saja; misalnya: hak tagihan, hak menyewa hasil dan lain-lain. Adapun macam-macam perikatan

adalah sebagai berikut :

(1) Perikatan untuk memberikan sesuatu

Pasal 1235 KUHPer, menyebutkan:

“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban diberi utang untuk

menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik,

sampai pada saat penyerahan”

(2) Perikatan untuk berbuat sesuatu

Berbuat sesuatu artinya melakukan perbuatan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan (perjanjian). Jadi

wujud prestasi disini adalah melakukan perbuatan tertentu, misalnya melakukan perbuatan membongkar

tembok, menggosongkan rumah, membuat lukisan atau patung dan sebagainya.

(3) Perikatan untuk tidak berbuat seuatu

Tidak berbuat sesuatu artinya tidak melakukan perbuatan sperti yang telah tidak melakukan persaingan yang

dapat diperjanjikan, tidak membuat pagar tembok yang lebih tinggi sehingga menghalangi pemandangan

tetangganya, dan lain-lain.

Page 23: Hukum Benda Dan Ikatan

(4) Perikatan bersyarat dan perikatan murni

Perikatan yang timbul dari perjanjian dapat berupa perikatan murni dan perikatan bersyarat. Perikatan murni

adalah perikatan yang pemenuhn prestasinya tidak digantungkan pada suatu syarat (condition). Sedangkan

perikatan bersyarat (conditional obligation) adalah erikatan yang digantungkan pada syarat, yang di maksud

dengan syarat adalah peristiwa yang masih akandatang dan belum tentu akan terjadi . Menurut ketentuan Pasal

1253 tersebut, bahwa perikatan bersyarat dapat digolongkan menjadi dua yaitu: (1) perikatan besyarat yang

menangguhkan; dan (2) perikatan bersyarat yang menghapuskan.

(5) Perikatan dengan ketetap waktu

Maksud syarat ‘ketetapan waktu’ adalah bahwa pelaksanaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang

ditetapakan. Waktu yang dittapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti

dapat berupa tanggal yang sudah tetap

(6) Perikatan Alternatif

Dalam perikatan alternative (Alternative Obligation), Obyek prestasinya ada dua macm barang. Dikatakn

alternative karena debitor boleh memenuhi prestasinya dengan memlih salah satu dari dua barang yang

dijadikan obyek perikatan.

(7) Perikatan Tanggung Renteng

Perikatan tanggug renteng (Solidary obligation) dapat terjadi apabila seorang debitor berhadapan dengan

beberapaorang kreditor, atau seorang kreditor berhadapan dengan beberapa orang debitor.

Pada dasarnya perikatan tanggung menanggung meliputi: (1) perikatan tanggung menanngung aktif; dan (2)

perikatan tanggung menanngung pasif. Di atur dalam pasal 1278-1279 KUH Perdata.

(8) Perikatan yang Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi

Suatu perikatan dikatakan dpat atau tidak dapat dibagi (divisible atau indivisible) apabila barang yang menjadi

obyek prestasi dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, selain itu pembagian tidak boleh mengurangi

dari prestasi tersebut.

(9) Perikatan dengan Ancaman Hukuman

Pada dasarnya perikatan dengan ancaman hukuman memuat suatu ancaman terhadap debitor apabila ia lalai ,

tidak memenuhi kewajibannya. Ancaman hukuman dalam perikatan sebenarnya tidak lebih hanya sebagai

pendorong debitor untuk memenuhi kewajibannya berprestasi dan untuk membebaskn kreditor dari pembuktian

tentang besarnya ganti kerugian yang telah dideritanya, hal ini dijelaska dalam Pasal 1304 KUH Perdata

4. Risiko, Wanprentasi, dan Keadaan Memaksa

Risiko

Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi keadaan memaksa yaitu peristiwa bukan karena

kesalahan debitur, yang menimpa benda yang menjadi obyek perikatan atau menghalangi perbuatan debitur

memenuhi prestasi.

Wanprestasi

Wanprestasi berasal dari istilah asliya dalam bahasa Belanda “wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban

yang telah ditetapkan dalam perikatan , baik periktan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang

timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban ituada dua kemungkinan alasannya yaitu:

Page 24: Hukum Benda Dan Ikatan

(a). Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian.

(b). Karena keadaan memaksa (force majeure), jadi diluar kemampuan debitur, deitur tidak bersalah.

Keadaan memaksa

Alasan kedua dari wanprestasi adalah keadaan memaksa (overmecht, force majeur). Keadaan memaksa adalah

keadaan tidak dapat dipenuhiya prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya,

peristiwa tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga kapan akan terjadi dan membuat perikatan.

5. Hapusnya Perikatan

Hapusnya atau berakhirnya suatu perikatan oleh undang-undang ditentukan dalam pasal 1381 yang menetukan

sepuluh cara berakhirnya perikatan.

Dalam pasal 1381 KUHPer dinyatakan, hapusnya perikatan disebabkan oleh hal-hal:

1. Pembayaran

2. Penawaran pembayaran tunai di ikuti dengan penyimpanan atau penitipan

3. Pembaruan utang

4. Kompensasi atau penjumpaan utang

5. Pencampuran utang

6. Pembebasan utang

7. Musnahnya barang yang terutang

8. Kebatalan atau pembatalan

9. Berlakunya syarat total

10. Terlaluinya waktu atau lampau waktu

Page 25: Hukum Benda Dan Ikatan

Hukum Perikatan

Posted by galihpangestu14 on June 3, 2012

HUKUM PERIKATAN

Disusun oleh ; Elin Eliani (22210333)

Galih Pangestu (22210924)

Harry Farhan (23210157)

Saepudin (26210320)

Tiara Lenggogeni (26210888)

Abstrak

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur

hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang

lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat

berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya;

letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun).

Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-

undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi

antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

Pendahuluan

Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana

pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta

kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain

yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang

hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam

bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers onal law).

Pembahasan

Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain

karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam

bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang

hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.perikatan yang terdapat

dalam bidang- bidang hukum tersebut di atas dapat dikemukakan contohnya sebagai berikut:

Page 26: Hukum Benda Dan Ikatan

a) Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa

(zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.

b) Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.

c) Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang

pewaris dan sebagainya.

d) Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan

sebagainya.

Perikatan Dalam arti Sempit.

Perikatan yang dibicarakan dalam buku ini tidak akan meliputi semua perikatan dalam bidang- bidang hukum

tersebut. Melainkan akan dibatasi pada perikatan yang terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan saja,yang

menurut sistematika Kitab Undang- Undang hukum Perdata diatur dalam buku III di bawah judul tentang

Perikatan.

Tetapi menurut sistematika ilmu pengetahuan hukum, hukum harta kekayaanitu meliputi hukukm benda dan

hukum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda. Perikatan dalam bidang

harta kekayaan ini disebut Perikatan dalam arti sempit.

Azas-azas dalam hukum perikatan

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan

berkontrak dan azas konsensualisme.

Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala

sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya.

Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak

mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas

konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah

1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan

diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok

dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.

2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak

harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.

3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas

dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap

pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.

Page 27: Hukum Benda Dan Ikatan

4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)

yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum

Wanprestasi dan Akibat-akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat Wansprestasi

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi ,

dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni

1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)

Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni

a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;

b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si

debitor;

c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh

kreditor.

2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian

Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.

Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan

sebelum perjanjian diadakan.

3. Peralihan Risiko

Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah

satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

SUBJEK HUKUM PERIKATAN

Kegiatan ekonomi secara umum dapat diartikan sebagai kegiatan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau

badan hukum untuk mendapatkan laba atau keuntungan. Dalam hubungan hukum dikenal subjek hukum terdiri

dari manusia dan badan hukum. Dalam perkembangannya manusia tidak mampu melaksanakan kegiatan atau

usaha secara sendirian, maka lahirlah perkumpulan-perkumpulan, asosiasi, dan atau dikenal menggunakan

hukum perikatan dalam kebebasan berkontrak menurut Daeng (2009:7( sebagai berikut:

Page 28: Hukum Benda Dan Ikatan

1. Perusahaan perseorangan

2. Perusahaan persekutuan (pasal 1618 KUH Perdata)

3. Persekutuan Komanditer (pasal 19 sampai 21 KUHD)

4. Perseroan Firma (pasal 16 sampai 18 KUHD)

5. Perseroan Terbatas (UU No. 20 Tahun 2007 tentang PT)

Perusahaan perseroaan adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh seorang pengusaha, dalam

masyarakat umum dikenal dengan nama Usaha Dagang (UD) dan Perusahaan Dagang (PD)

OBJEK HUKUM PERIKATAN

Benda merupakan objek hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan benda. Macam dan jenis

benda dapat kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari antara lain: Benda bergerak dan tidak bergerak, benda

yang habis dipakai dan benda yang tidak habis dipakai dan lainnya,. Macam benda yang terpenting dalam

hukum adalah benda bergerak dan tidak bergerak karena perolehannya, penyerahannya, dan jaminan hak

kebendaan menggunakan kebebasan berkontrak dalam Gadai dan hak tanggungan serta fiducia. (Subekti

1984:63)

Daftar Pustaka

Yusmedi Yusuf

2009

Hukum Perikatan

Tangerang