Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Status Gizi Sanitasi Lingkungan Dengan Terjadinya...

9
HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN, STATUS GIZI, SANITASI LINGKUNGAN DENGAN TERJADINYA PENYAKIT TB PARU DI PUSKESMAS PULO MERAK KECAMATAN PULO MERAK , KOTA CILEGON dr.Siswanto M.Sc*. Annasari Mustafa , SKM, M.Sc**, Nur Aeni* ABSTRAK Penyakit TB Paru bukan hanya permasalahan di Indonesia tetapi juga merupakan permasalahan hampir di seluruh dunia ..Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan tingkat konsumsi energi protein, status gizi , sanitasi lingkungan dengan terjadinya penyakit TB Paru di Puskesmas Pulo Merak Desain penelitian menggunakan studi cross sectional. Sampel dipilih dengan cara purposive sampling dengan perbandingan kasus : kontrol = 1 : 1 , populasi yang diteliti adalah penderita TB Paru yang berobat di Puskesmas Pulo Merak pada bulan Oktober – Desember 2006. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi, status gizi dengan terjadinya penyakit TB Paru nilai (p < 0.05), sedangkan hasil analisa variabel yang lain menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermaknan . Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat konsumsi energi dan status gizi yang kurang menyebabkan terjadinya TB Paru sedangkan tingkat konsumsi protein yang kurang dan sanitasi lingkungan yang buruk tidak menyebabkan penyakit TB Paru. Kata kunci : TB Paru, Tingkat Konsumsi Energi dan Protein, Status Gizi, Sanitasi Lingkungan ABSTRACT Pulmonary Tuberculosis is not only problems in Indonesia but also around the world. The object of the study is to recognize the consumption level of protein energy, nutrition status, environmental sanitation concerning the Pulmonary Tuberculosis occurring in the Community Health Center in Pulo Merak, Cilegon. The research design is cross sectional study.. The selected population is all Pulmonary Tuberculosis patient 2

description

ipjiji

Transcript of Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dan Protein Status Gizi Sanitasi Lingkungan Dengan Terjadinya...

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN, STATUS GIZI, SANITASI LINGKUNGAN DENGAN TERJADINYA

PENYAKIT TB PARU DI PUSKESMAS PULO MERAK

KECAMATAN PULO MERAK , KOTA CILEGON

dr.Siswanto M.Sc*. Annasari Mustafa , SKM, M.Sc**, Nur Aeni*

ABSTRAKPenyakit TB Paru bukan hanya permasalahan di Indonesia tetapi juga merupakan permasalahan hampir di seluruh dunia ..Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan tingkat konsumsi energi protein, status gizi , sanitasi lingkungan dengan terjadinya penyakit TB Paru di Puskesmas Pulo Merak Desain penelitian menggunakan studi cross sectional. Sampel dipilih dengan cara purposive sampling dengan perbandingan kasus : kontrol = 1 : 1 , populasi yang diteliti adalah penderita TB Paru yang berobat di Puskesmas Pulo Merak pada bulan Oktober Desember 2006. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi, status gizi dengan terjadinya penyakit TB Paru nilai (p < 0.05), sedangkan hasil analisa variabel yang lain menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermaknan . Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat konsumsi energi dan status gizi yang kurang menyebabkan terjadinya TB Paru sedangkan tingkat konsumsi protein yang kurang dan sanitasi lingkungan yang buruk tidak menyebabkan penyakit TB Paru. Kata kunci : TB Paru, Tingkat Konsumsi Energi dan Protein, Status Gizi, Sanitasi LingkunganABSTRACT

Pulmonary Tuberculosis is not only problems in Indonesia but also around the world. The object of the study is to recognize the consumption level of protein energy, nutrition status, environmental sanitation concerning the Pulmonary Tuberculosis occurring in the Community Health Center in Pulo Merak, Cilegon. The research design is cross sectional study.. The selected population is all Pulmonary Tuberculosis patient that are getting treatment in the Community Health Center in Pulo Merak from October to December 2006 . The result of survey indicates that there is a significant relation among energy consumption level, nutrition status and Pulmonary Tuberculosis (p < 0.05) whereas other variable analyses results shows there is no relation at all. The conclusion of the research is that less energy consumption level and nutrition status may cause Pulmonary Tuberculosis while less protein consumption level and bad environmental sanitation do not cause Pulmonary Tuberculosis. Key words: Pulmonary Tuberculosis, Protein and Energy Consumption Level, Nutrition Status, Environment Sanitation.

*Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

**Poltekes Malang

***Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Kesehatan FKUB

PENDAHULUAN

Penyakit TB Paru bukan hanya merupakan permasalahan di Indonesia tetapi juga merupakan permasalahan hampir seluruh dunia. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Ini di sebabkan banyaknya penderita menular (BTA Positif) (DepKes, 2002; 1). 1Di Indonesia hasil survey Departemen Kesehatan RI pada tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur dan nomor 1 di golongan penyakit infeksi . WHO 1999 memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 dengan kematian sekitar 140.000 (www.berita.iptek.com).

Kota Cilegon merupakan daerah industri terutama industri baja, kimia dan transport penghubung antara pulau Jawa Sumatra, dengan tingkat kepadatan penduduk no 3 se- Propinsi Banten , hal tersebut menyebabkan pencemaran udara yang sangat tinggi dan adanya sanitasi lingkungan perumahan yang kurang baik , sehingga memungkin banyaknya kasus TB Paru di kota Cilegon. Hasil pendataan penderita TB Paru (+) di Kota Cilegon tahun 2004 prevalensi penderita TB Paru (+) sebesar 0,107 % (107 per 100.000 penduduk ) dimana jumlah penderita terbesar di wilayah Puskesmas Pulo Merak sebesar 53 jiwa dengan jumlah penduduk sebesar 40.182 jiwa, hal ini disebabkan banyaknya perumahan menengah kebawah serta perilaku hidup bersih dan sehat penduduk yang masih rendah (Profil Dinas Kesehatan Kota Cilegon, 2005).3

Dalam upaya mengurangi jumlah penderita penyakit TB Paru , maka banyak hal yang harus diperhatikan dalam upaya untuk mengurangi risiko terkena penyakit TB Paru sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat konsumsi energi protein, status gizi , sanitasi lingkungan dengan terjadinya penyakit TB Paru di Puskesmas Pulo Merak , Kota Cilegon

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross-sectional . Sampel dari penelitianSeluruh suspect TB Paru yang ditentukan oleh petugas puskesmas Kemudian diperiksa dahak SPS dengan hasil BTA (+) dan diadiagnosa menderita TB Paru , berusia 18 tahun keatas

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling Penelitian dilakukan di Puskesmas Pulo Merak , Kecamatan Cilegon , Kota Cilegon sekitar bulan Oktober Desember 2006.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian merupakan hasil wawancara terhadap responden tentang karateristik umum reponden , recall 3 x 24 untuk mengetahui tingkat konsumsi , penimbangan berat badan, tinggi badan untuk mengukur status gizi responden dan pengamatan sanitasi lingkungan melalui pengamatan rumah responden.Tabel 1. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi Dengan Terjadinya TB Paru

NOTingkat Konsumsi EnergiKasus

Kontrol

Totalp

n%n%n%

1Baik0000000.01

2Sedang52515752050

3Kurang002 10025

4Defisit158.3316.71845

20204

Dari tabel 1 dapat diketahui ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi dengan kejadian TB Paru p 0.01 (< 0.05).

Tabel 2. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein Dengan Terjadinya TB Paru

NOTingkat Kons. ProteinKasus

Kontrol

Totalp

n%n%n%

1Baik6752258 200. 247

2Sedang1250125024 60

3Kurang124805 12.5

4Defisit133.3266.73 7.5

20 20 20100

Dari tabel 2 menunjukkan hasil uji hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan terjadinya TB Paru menunjukkan tidak berhubungan secara bermakna, hal ini dapat dilihat dari nilai p yang diperoleh sebesar 0.247 (> 0.05), Untuk hubungan status gizi dengan terjadinya TB Paru dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3 Hubungan Status Gizi Dengan Terjadinya TB Paru

NOStatus GiziKasus

Kontrol

Totalp

n%n%%n

1Kurus 1770.8729.224600.01

2Normal318.81381.31640

Jumlah202040100

Dari tabel 3 menunjukkan hubungan antara status gizi dengan terjadinya TB Paru didapatkan nilai p = 0.01 (nilai p< 0.05) yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian TB Paru.

Hubungan antara sanitasi lingkungan dengan terjadinya TB Paru dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4 Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Terjadinya TB Paru

NOTingkat Kons ProteinKasus

Kontrol

Totalp

n%n%n%

1Baik538.5861.51332.50. 311

2Buruk1555.61244.427 67.5

202020100

Dari tabel 4 dapat diketahui. Hubungan antara sanitasi lingkungan dengan terjadinya TB Paru secara statistik tidak ada hubungan bbermakna p= 0.311 (> 0.05) .

PEMBAHASAN

Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi dengan terjadinya penyakit TB Paru p > 0.5 Bermaknanya hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan terjadinya penyakit Tb Paru disebabkan tingkat konsumsi energi yang masih dibawah angka kecukupan , dikarenakan penderita TB Paru mempunyai gejala anoreksia atau nafsu makan yang menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat M. Isa dkk (2004) yaitu salah satu masalah yang diderita oleh penderita TB Paru adalah nafsu makan menurun yang terjadi sebelum penderita minum OAT (Obat Anti Tubercolosis) atau selama minum OAT, sehingga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi energi .

Hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan terjadinya TB Paru n menunjukkan tidak ada hubungan bermakna p < 0,5 , hal ini dikarenakan penderita TB Paru dalam mengonsumsi protein sudah menggabungkan antara protein hewani dan nabati , dan sebagian besar konsumsi protein berkualitas tinggi sehingga dapat mempengaruhi angka kecukupan protein. Hasil ini didukung oleh Muhilal ,dkk, (1993) yang menyatakan angka kecukupan protein dapat dipengaruhi oleh mutu protein hidangan dan daya cerna protein.

Keadaan status gizi dengan terjadinya TB Paru berkaitan erat dan menpunyai hubungan timbal balik , dari hasil uji hubungan didapatkan terdapat hubungan bermakna antara status gizi dengan terjadinya TB Paru p < 0.05. Bermaknanya hubungan antara status gizi dengan terjadinya TB Paru disebabkan sebagian besar tingkat konsumsi energi masih dibawah rata-rata kecukupan sehingga mengakibatkan status gizi menurun dan menurunya status gizi disebabkan juga karena penyakit TB Paru itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Supariasa (2001) Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi kurang dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah diatas yaitu TB Paru, campak, batuk rejan.

Hasil analisa uji hubungan antara sanitasi lingkungan dengan terjadinya TB Paru menunjukkan tidak berhubungan secara bermaka p > 0.05 hal ini dikarenakan besar sampel kurang representatif dari seluruh wilayah penelitian . Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Hindun (2005) dan Dede Mulyadi (2003) yang menyatakan bahwa aspek luas ventilasi rumah, pencahayaan rumah, kelembaban lingkungan rumah, kepadatan rumah dan kepadatan hunian kamar tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian TB Paru.

KESIMPULAN

1. Hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan terjadinya penyakit TB Paru menunjukkan tingkat konsumsi energi yang kurang menyebabkan terjadinya penyakit TB Paru atau sebaliknya penyakit TB Paru menyebabkan status gizi kurang hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai p = 0.01 (nilai p< 0.05) .Hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan terjadinya penyakit TB Paru menunjukkan tingkat konsumsi protein yang kurang tidak menyebabkan terjadinya penyakit TB Paru , dapat dilihat dari nilai p yang diperoleh sebesar 0.247 (> 0.05).

2. Hubungan antara status gizi dengan terjadinya penyakit TB Paru dapat disimpulkan menurunnya status gizi menyebabkan terjadinya penyakit TB Paru atau sebaliknya penyakit Tb Paru menyebabkan status gizi kurang dan hal ini dapat dilihat nilai p = 0.01 (nilai p< 0.05)

3. Hubungan antara sanitasi lingkungan dengan terjadinya penyakit TB Paru dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan buruk tidak menyebabkan terjadinya TB Paru hal tersebut dapat ditunjukan dengan nilai p= 0.311 (> 0.05).

SARAN

1. Lebih ditingkatkan peran penyuluhan gizi oleh petugas kesehatan (petugas gizi, kader) agar penderita TB Paru lebih meningkatkan tingkat konsumsi energi dan protein sesuai dengan kebutuhan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. 2. Program pemberian makanan tambahan (PMT) bagi penderita TB Paru untuk peningkatan status gizi dan mempercepat penyembuhan serta mengurangi risiko penularan TB Paru terhadap masyarakat lainya

3. Memaksimalkan penggunaan fasilitas bantuan baik dari daerah maupun pusat untuk lebih memperhatikan kondisi sosial penderita TB Paru untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi risiko penularan terhadap orang lain.

4. Adanya dukungan dari Dinas Kesehatan untuk mendukung program puskesmas dalam mengurangi prevalensi kau TB Paru baik dari segi perencanaan maupun dana.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes.RI,2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan untuk petugas). Jakarta

http://www.Berita Iptek.com/cetak (25 April 2006).

Anymous, 2005 Profil Dinas Kesehatan Kota Cilegon,

IIsa Mohamad, dkk. 2004 . TB, Sepsis dan Nutrisi. Makalah disajikan dalam Seminar Tuberkolosis VI di Banjarmasin, Banjarmasin 8 Mei.

Muhilal, dkk. 1983 . Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi V) . Iptek LIPI . Jakarta.

Supariasa, IDN, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi . Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta.

Hindun , 2005. Pengaruh Pencahayaan dan Ventilasi Rumah Terhadap Kejadian Tuberculosis Paru di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Pulo Merak Tahun. Tidak diterbitkan, Program Studi Kesehatan Masyarakat , Stikes Falatehan, Serang.

Mulyadi Dede, 2003. Analisis Faktor Resik yang berhubungan dengan kejadian TBC Paru Pada Balita Berstatus Gizi Buruk di Kota Bogor. Tidak diterbitkan, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana , Universitas Indonesia, Jakarta.

78