HUBUNGAN STATUS NUTRISI MATERNAL DAN ANAK DENGAN …

12
Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Penelitian & Pengabdian Masyarakat (PINLITAMAS 1) Dies Natalis ke-16 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 | ISSN 2654-5411 HUBUNGAN STATUS NUTRISI MATERNAL DAN ANAK DENGAN KEJADIAN STUNTING Murtiningsih, Sri Mulyati Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi E-mail: [email protected] ABSTRAK Faktor utama penyebab stunting adalah masalah gizi, baik pada saat kehamilan dan sesudah lahir sampai usia 2 tahun. Di Indonesia diperkirakan 7,8 juta anak balita mengalami stunting. Di Kabupaten Tasikmalaya angka stunting 41,7% yang tertinggi di Kecamatan Salopa, yaitu dari 2980 balita; 943 diantaranya mengalami stunting. Stunting menyebabkan berkurangnya perkembangan kognitif, menurunkan kecerdasan, menghambat prestasi anak dan penurunan produktivitas ekonomi dan kreatifitas di usia dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status nutrisi maternal dan status nutrisi anak dengan kejadian stunting. Metode penelitian korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian anak usia 12-24 bulan dan ibunya, diambil dengan Simple Random Sampling. Jumlah sampel 71 orang. Analisis statistik univariat dan bivariate. Hasil penelitian didapatkan BMI pra-konsepsi normal 81,7%, kenaikan BB maternal kurang 76,1%, pemberian ASI ekslusif 60,6%, asupan nutrisi anak baik 66,2%, stunting pendek 63,4%. Hasil uji Chi-Square didapatkan BMI pra-konsepsi dan kenaikan BB maternal tidak berhubungan dengan stunting dengan p-value masing-masing 0.358 dan 0.380 (>α=0.05), sedangkan pemberian ASI ekslusif dan asupan nutrisi anak secara signifikan berhubungan dengan stunting dengan p-value 0.000 (<α=0.05). Disarankan agar petugas gizi Puskesmas memberikan penyuluhan secara rutin kepada masyarakat mengenai pentingnya asupan nutrisi dengan menu seimbang selama kehamilan, periode menyusui, pemberian MP-ASI dan asupan nutrisi untuk anak usia 12 24 bulan, memotivasi kader Posyandu agar memantau ibu untuk memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan memberikan makanan pendamping ASI setelahnya, dan melakukan pendekatan multisektoral dengan fokus gerakan perbaikan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan. Kata kunci : balita, BMI, maternal, status nutrisi, stunting ABSTRACT The main factor causing stunting was nutritional problems, both during pregnancy and after birth to age of-2 years when given breastmilk and complementary food for breastmilk. In Indonesia an estimated 7.8 million children under five years old experienced stunting. In Tasikmalaya the incidence of stunting was 41.7% which in Salopa had the highest stunting, of the 2980 children under five years old; 943 of them experienced stunting. Stunting caused reducing cognitive development, It caused decreasing intelligence, It inhibits children's performance in school, and It decreased economic productivity and creativity in adulthood. This study aimed to determine the relationship between maternal nutritional status and children's nutritional status with the incidence of stunting. The research method was carried out by correlative method with cross sectional approach. The research sample of children aged 12-24 months with their mothers was taken using the Simple Random Sampling technique. The number of samples was 71 peoples. Unvariate and bivariate statistics have been used in this study. The results showed that the normal pre-conception BMI was 81.7%, the increase in maternal body weight was 76.1%, the exclusive breastfeeding was 60.6%, the good children's nutrition was 66.2%, and the short stunting 63.4%. The Chi-Square test results obtained that the pre- conception BMI and increasing maternal body weight was not related to stunting with p-values were 0.358 and 0.380 (> α = 0.05. The exclusive breastfeeding and child nutrition intake were significantly associated with stunting and p-value 0.000 (<α=0.05). It was recommended that nutrition workers of community health center provide regular counseling to the public about the importance of nutritional intake with a balanced menu during pregnancy and lactation period, complementary food for breast milk administration and nutritional intake for children 12-24 months, to motivate of Posyandu officers to monitor mothers to breastfeed exclusive for 6 months and to provide complementary food for breast milk, and to carry out a multisectoral approach with a focus on nutrition improvement movements in the first 1000 days of life. Keywords: children under five years old, BMI, maternal, nutritional status, stunting Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Halaman 54 Jl.Terusan Jenderal Sudirman Cimahi 40533 Tlp: 0226631622 - 6631624

Transcript of HUBUNGAN STATUS NUTRISI MATERNAL DAN ANAK DENGAN …

Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Penelitian & Pengabdian Masyarakat (PINLITAMAS 1) Dies Natalis ke-16 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 |

Oktober 2018 | ISSN 2654-5411

HUBUNGAN STATUS NUTRISI MATERNAL DAN ANAK

DENGAN KEJADIAN STUNTING

Murtiningsih, Sri Mulyati Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani

Cimahi E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Faktor utama penyebab stunting adalah masalah gizi, baik pada saat kehamilan dan sesudah lahir sampai usia

2 tahun. Di Indonesia diperkirakan 7,8 juta anak balita mengalami stunting. Di Kabupaten Tasikmalaya

angka stunting 41,7% yang tertinggi di Kecamatan Salopa, yaitu dari 2980 balita; 943 diantaranya mengalami

stunting. Stunting menyebabkan berkurangnya perkembangan kognitif, menurunkan kecerdasan, menghambat prestasi anak dan penurunan produktivitas ekonomi dan kreatifitas di usia dewasa. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan status nutrisi maternal dan status nutrisi anak dengan kejadian

stunting. Metode penelitian korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian anak usia 12-24 bulan dan ibunya, diambil dengan Simple Random Sampling. Jumlah sampel 71 orang. Analisis statistik

univariat dan bivariate. Hasil penelitian didapatkan BMI pra-konsepsi normal 81,7%, kenaikan BB maternal

kurang 76,1%, pemberian ASI ekslusif 60,6%, asupan nutrisi anak baik 66,2%, stunting pendek 63,4%. Hasil

uji Chi-Square didapatkan BMI pra-konsepsi dan kenaikan BB maternal tidak berhubungan dengan stunting dengan p-value masing-masing 0.358 dan 0.380 (>α=0.05), sedangkan pemberian ASI ekslusif dan asupan

nutrisi anak secara signifikan berhubungan dengan stunting dengan p-value 0.000 (<α=0.05). Disarankan agar

petugas gizi Puskesmas memberikan penyuluhan secara rutin kepada masyarakat mengenai pentingnya asupan nutrisi dengan menu seimbang selama kehamilan, periode menyusui, pemberian MP-ASI dan asupan

nutrisi untuk anak usia 12 – 24 bulan, memotivasi kader Posyandu agar memantau ibu untuk memberikan

ASI ekslusif selama 6 bulan dan memberikan makanan pendamping ASI setelahnya, dan melakukan

pendekatan multisektoral dengan fokus gerakan perbaikan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan.

Kata kunci : balita, BMI, maternal, status nutrisi, stunting

ABSTRACT The main factor causing stunting was nutritional problems, both during pregnancy and after birth to age of-2

years when given breastmilk and complementary food for breastmilk. In Indonesia an estimated 7.8 million children under five years old experienced stunting. In Tasikmalaya the incidence of stunting was 41.7%

which in Salopa had the highest stunting, of the 2980 children under five years old; 943 of them experienced

stunting. Stunting caused reducing cognitive development, It caused decreasing intelligence, It inhibits children's performance in school, and It decreased economic productivity and creativity in adulthood. This

study aimed to determine the relationship between maternal nutritional status and children's nutritional

status with the incidence of stunting. The research method was carried out by correlative method with cross

sectional approach. The research sample of children aged 12-24 months with their mothers was taken using the Simple Random Sampling technique. The number of samples was 71 peoples. Unvariate and bivariate

statistics have been used in this study. The results showed that the normal pre-conception BMI was 81.7%,

the increase in maternal body weight was 76.1%, the exclusive breastfeeding was 60.6%, the good children's nutrition was 66.2%, and the short stunting 63.4%. The Chi-Square test results obtained that the pre-

conception BMI and increasing maternal body weight was not related to stunting with p-values were 0.358

and 0.380 (> α = 0.05. The exclusive breastfeeding and child nutrition intake were significantly associated

with stunting and p-value 0.000 (<α=0.05). It was recommended that nutrition workers of community health center provide regular counseling to the public about the importance of nutritional intake with a balanced

menu during pregnancy and lactation period, complementary food for breast milk administration and

nutritional intake for children 12-24 months, to motivate of Posyandu officers to monitor mothers to breastfeed exclusive for 6 months and to provide complementary food for breast milk, and to carry out a

multisectoral approach with a focus on nutrition improvement movements in the first 1000 days of life.

Keywords: children under five years old, BMI, maternal, nutritional status, stunting

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Halaman 54

Jl.Terusan Jenderal Sudirman – Cimahi 40533

Tlp: 0226631622 - 6631624

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

PENDAHULUAN

Status nutrisi maternal yang kurang selama

kehamilan dan pada saat menyusui dapat

menyebabkan terjadinya stunting pada anak,

yaitu gangguan pertumbuhan yang terjadi

akibat defesiensi nutrisi kronis selama 1000

hari usia anak dan atau sejak konsepsi usia

dua tahun (WHO, 2013 & Dewey, KGI &

Begum, K, 2011). Tanda stunting yaitu

pertumbuhan tinggi badan melambat dan

balita memiliki resiko postur tubuhnya tidak

maksimal saat dewasa berdasarkan penilaian

antropometri WHO-NCHS; indeks tinggi

badan dibanding umur (TB/U) (Kemenkes,

2011).

Lebih dari 180 juta anak-anak di dunia

mengalami stunting pada usia balita (John C

Phuka, et al, 2009). Di Indonesia diperkirakan

7,8 juta anak balita mengalami stunting

sehingga Indonesia masuk dalam 5 besar

negara dengan jumlah anak balita stunting

tinggi. Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan

angka stunting nasional 36,8% yang berarti 1

dari 3 anak balita mengalami stunting. Di

Jawa Barat kejadian stunting 35,3% tetapi di

Kabupaten Tasikmalaya stunting mencapai

41,7%, dengan Kecamatan Salopa menduduki

angka stunting tertinggi pada usia 12-59 bulan

yaitu sebanyak 943 balita atau 31,6% dari

2980 balita, dengan prevalensi balita sangat

pendek 410 (13,7%) dan balita pendek 533

(17,9%). Sedangkan stunting pada usia 12-24

bulan yaitu sebanyak 268

(36,96%) dari 725 bayi usia 12-24 bulan,

dengan prevalensi sangat pendek 119

(16.41%) dan pendek 149 (20,55%) tersebar

di 9 Desa Kecamatan Salopa (Dinkes

Kabupaten Tasikmalaya).

Stunting dapat menyebabkan penurunan

kapasitas kognitif sehingga menurunkan

kecerdasan dan kemampuan sekolah serta

akan menghambat prestasi anak di sekolah,

penurunan produktivitas ekonomi dan

kreatifitas di usia dewasa serta outcome pada

reproduktif maternal (Benjamin T, Crookston,

et al, 2010; Dewey, KGI & Begum, K, 2011).

Stunting mulai terjadi selama kehamilan,

dimana ibu hamil kekurangan nutrisi, ibu

pendek, berat badan kurang dari normal, atau

gagal menaikkan berat badan selama

kehamilan, tidak dapat mempertahankan

jumlah nutrien sesuai kebutuhannya. Stunting

yang terjadi setelah lahir sebagai akibat diet buruk, tingginya infeksi, insufisiensi

pemberian nutrisi dan ketidak adekuatan

intake nutrisi, seperti mikronutien: iron, zinc,

atau vitamin A, C, dan D.

Berdasarkan fenomena tersebut maka

peneliti tertarik melakukan penelitian tentang

hubungan status nutrisi maternal (BMI pra-

konsepsi, kenaikan berat ibu selama

kehamilan) dan status nutrisi anak (pemberian

ASI ekslusif, kecukupan nutrisi) dengan

kejadian stunting di wilayah kerja Puskesmas Salopo Tasikmalaya.

METODE

Rancangan penelitian korelatif dengan

pendekatan cross sectional. Penelitian ini

dilakukan untuk melihat hubungan status

nutrisi maternal dan anak dengan kejadian

stunting.

Variabel independen terdiri dari 3 sub

variabel yaitu status nutrisi maternal diukur

dari BMI pra-konsepsi dan kenaikan berat

badan ibu pada saat hamil berdasarkan BMI

pra-konsepsi, variabel status nutrisi anak

terdiri dari variabel pemberian ASI ekslusif

dan asupan nutrisi anak. Variabel dependen

kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan.

Jumlah sampel 71 orang diambil dengan

teknik Simple Random Sampling berdasarkan

kriteria inklusi: 1. Anak teratur datang ke Pos

Yandu. 2. Ibu dapat mengingat berat badan

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 55

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

sebelum hamil dan kenaikannya selama

kehamilan.

Responden yang setuju menandatangani

informed consent. Penelitian dilakukan pada

saat ada kegiatan Pos Yandu sampai jumlah

sampel yang dibutuhkan terpenuhi.

Dalam penelitian ini data primer

dikumpulkan melalui wawancara, kuesioner

frekuensi makanan dan pengukuran panjang

badan anak dalam cm/microtoice dengan

posisi berbaring terlentang dilakukan oleh

peneliti dibantu kader Pos Yandu.

Analisis data univariat berupa distribusi

frekuensi dan prosentase dari tiap-tiap

variabel. Analisis bivariat menggunakan uji

statistik Chi-Square untuk membuktikan

adanya hubungan status nutrisi maternal

dengan kejadian stunting dan membuktikan

adanya hubungan status nutrisi anak dengan

kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan.

Etika penelitian dilakukan dengan

memberikan penjelasan kepada responden

tentang tujuan dan prosedur penelitian. Setiap

responden diberi hak penuh untuk bersedia

atau tidak bersedia menjadi responden. Untuk

kesediaan berpartisipasi responden diminta

membubuhkan tanda tangan pada lembar

persetujuan (informed consent). Peneliti

menjamin kerahasiaan identitas dan informasi

yang diberikan oleh responden selama dan

sesudah penelitian (privacy).

Selama kegiatan penelitian, peneliti

memperhatikan kenyamanan dan keamanan

responden (protection from discomfort).

Setiap responden diperlakukan sama dengan

memberikan kode (anonimity), dan informasi

yang diperoleh dijaga kerahasiaannya, hanya

untuk kegiatan penelitian ini (confidentiality).

Setelah penelitian selesai, setiap responden

(ibu) diberikan informasi tentang upaya

pencegahan stunting, agar pada anak

selanjutnya tidak terulang kembali, diberikan

informasi tentang asupan nutrisi yang bergizi

dan adekuat sesuai dengan kebutuhan anak

balita.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian akan disajikan pada tabel berikut: Status Nutrisi Maternal, Pemberian ASI Eksklusif dan Status Nutrisi Anak

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Status Nutrisi Maternal, ASI Ekslusif dan Status Nutrisi Anak Puskesmas

Salopa Kabupaten Tasikmalaya No. Status Nutrisi Jumlah Persentase BMI Pra-Konsepsi

Normal 58 81.7

Kurang 6 8.45

Lebih 6 8.45

Obesitas 1 1.4 Status Nutrisi

Nutrisi Maternal

Normal 16 22.5

Kurang 54 76.1

Lebih 1 1.4

3. ASI Ekslusif

Eksklusif 43 60.6

Tidak Ekslusif 28 39.4

4. Nutrisi Anak

Baik/Normal 47 66.2

Kurang 24 33.8

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 56

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

Kejadian Stunting Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting

Anak Usia 24 Bulan di Puskesmas Salopa Kabupaten Tasikmalaya

Kejadian Stunting Jumlah Persentase

Pendek 45 63.4

Sangat Pendek 26 36.6

Total 71 100

Hubungan BMI Pra-Konsepsi dan Status Nutrisi Maternal dengan Kejadian Stunting

Tabel 3.1. Hubungan BMI Pra-Konsepsi Ibu dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 12 – 24 Bulan di Puskesmas Salopa Kabupaten Tasikmalaya

Stunting TB/U

BMI Pendek Sangat Total P

Pra- Pendek Value

Konsepsi N % N % N %

Normal 37 63,8 21 36.2 58 100

Kurang 5 83.3 1 16.7 6 100 Lebih 3 50 3 50 6 100 0,358

Obesitas 0 0 1 100 1 100

Jumlah 45 63,4 26 36,6 71 100

Tabel 3.2. Hubungan Status Nutrisi Maternal Saat Kehamilan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 12 – 24 Bulan di Puskesmas Salopa Kabupaten

Tasikmalaya Stunting TB/U

Status Pendek Sangat Total P Nutrisi Pendek Value

Maternal N % N % N %

Normal 11 68,7 5 31.3 16 100

Kurang 34 63 20 37 54 100 Lebih 0 0 1 100 1 100 0,380

Jumlah 45 63,4 26 36,6 71 100

Hubungan Status Nutrisi Anak dengan Kejadian Stunting

Tabel 4.1. Hubungan antara ASI Ekslusif dengan Kejadian Stunting pada Anak

Usia 12 – 24 Bulan di Puskesmas Salopa Kabupaten Tasikmalaya

Stunting TB/U

ASI Pendek Sangat Total OR P Pendek (95% CI) Value

N % N % N %

ASI

Ekslusif 40 93,0 3 7,0 43 100 61,333

Tidak (13,408 – ASI 5 17,9 23 82,1 28 100 280,562) 0,000

Ekslusif

Jumlah 45 63,4 26 36,6 71 100

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 57

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

Tabel 4.2. Hubungan antara Asupan Nutrisi dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia

12 – 24 Bulan di Puskesmas Salopa Kabupaten Tasikmalaya

Stunting TB/U

Asupan Pendek Sangat Total OR P Nutrisi Pendek (95% CI) Value

N % N % N %

Baik 40 85,1 7 14.9 47 100 21,714

Kurang 5 20,8 19 79,2 24 100 (6,092 – 77,394) 0,000

Jumlah 45 63,4 26 36,6 71 100

PEMBAHASAN

Hubungan status nutrisi maternal (BMI pra-

konsepsi dan status nutrisi saat kehamilan)

dengan kejadian stunting. a. Hubungan BMI pra-konsepsi dengan

kejadian stunting disimpulkan tidak ada

perbedaan proporsi artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara BMI pra-

konsepsi dengan kejadian stunting pendek

atau sangat pendek (TB/U). Meskipun

demikian BMI pra-konsepsi menjadi faktor

yang berkontribusi terhadap berat bayi baru

lahir. Seperti hasil penelitian saya

sebelumnya (Murtiningsih, 2015), bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan rerata

berat bayi baru lahir diantara tingkat BMI

pra-konsepsi dengan P Value=0.003 (α <

0.05). Pengaruh dari kenaikan berat badan

selama kehamilan pada berat badan lahir

bayi tergantung pada BMI pra-konsepsi

(Crane, J.M., et al, 2009).

BMI pra-konsepsi menentukan status

nutrisi wanita, dianjurkan BMI sebelum

hamil dalam keadaan normal. Hasil

penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa

semakin normal BMI ibu pada saat

kehamilan maka semakin normal juga berat

bayi baru lahir. Demikian halnya pada

penelitian ini BMI ibu 81,7% dalam kategori

normal. Sebaliknya apabila BMI ibu pada

kategori kurang maka ibu hamil semakin

beresiko melahirkan bayi dengan SGA

(Small Gestation Age) dan LBW (Low Birth

Weight). Demikian pula pada ibu dengan

BMI kategori lebih dan obesitas

meningkatkan resiko LGA, HBW (High

Birth Weight) dan makrosomia (Yu, Z, et al,

2013).

Pilihan makanan yang sehat diperlukan

sebelum kehamilan dan penting bagi wanita

untuk memahami diet tersebut, sehingga

pada saat memulai kehamilan pada kondisi

kesehatan yang optimal (Ricci, S.S., 2007). Pada saat pra-konsepsi, pilihan makanan

adalah kuncinya. Konsumsi makanan sehat

dan vitamin dapat menjamin wanita dan

janinnya mempunyai nutrien esensial yang

mencukupi untuk memulai kehamilannya,

sehingga bayi yang dilahirkan dalam

keadaan sehat dengan berat lahir dan tinggi

badan normal (Ricci, S.S., 2007).

b. Hubungan status nutrisi saat kehamilan

dengan kejadian stunting disimpulkan tidak

ada perbedaan proporsi artinya tidak ada

hubungan yang signifikan antara status

nutrisi maternal saat kehamilan dengan

kejadian stunting pendek atau sangat pendek

(TB/U). Dari 26 responden yang memiliki

TB/U sangat pendek 80.8% dengan status

nutrisi saat kehamilan tidak normal. Dari 45

responden yang memiliki TB/U dengan

kategori pendek, 34 (75.6%) responden

status nutrisi saat kehamilannya kurang. Walaupun secara statistik tidak ada

hubungan yang signifikan antara status

nutrisi maternal saat kehamilan dengan

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 58

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

kejadian stunting pendek atau sangat

pendek. Tetapi hasil penelitian menunjukkan

bahwa kejadian stunting, baik pendek atau

sangat pendek terjadi pada 75% lebih ibu

hamil dengan status nutrisi kurang. Nutrisi

pada saat kehamilan sangat mempengaruhi

pertumbuhan janin dan bayi baru lahir,

termasuk barat badan dan tinggi badan bayi.

Status nutrisi kurang pada ibu hamil

menyebabkan bayi lahir dengan berat badan

dan tinggi badan kurang (TB/U). Hal ini

dapat terus berlangsung sampai bayi berusia

2-3 tahun.

Status nutrisi maternal saat kehamilan

dapat ditentukan dengan kenaikan berat

badan ibu hamil, sebaiknya sesuai dengan

rekomendasi IOM (Institute of Medicine,

2009). Kenaikan berat badan maternal

normal selama kehamilan yang

direkomendasikan ACOG adalah 35-35

pound atau sekitar 11.36-15.9 kg (Ricci,

S.S., 2007) atau 11.5-16 kg (Medrofth, J. et

al., 2010).

Hubungan Status hubungan status nutrisi

anak (pemberian ASI ekslusif dan

kecukupan nutrisi) dengan kejadian stunting.

a. Hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting.

Menurut WHO (2007) pemberian ASI

ekslusif dapat menurunkan resiko kejadian

stunting, karena kandungan kalsium pada

ASI mempunyai bioavailabilitas yang tinggi

sehingga dapat diserap dengan optimal

terutama dalam fungsi pembentukan tulang

anak. Dalam ASI juga mengandung antibodi

yang kuat untuk mencegah infeksi dan

sumber gizi yang sangat ideal, berkomposisi

seimbang, dan secara alami disesuaikan

dengan kebutuhan masa pertumbuhan bayi

(Bahiyatun, 2009).

Hasil penelitian terdapat hubungan yang

signifikan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian stunting. Hal ini sama

dengan penelitian Arifin, Irdasari &

Sukandar (2012), dimana hasil analisis

multivariat yang menjadi faktor paling

dominan kejadian stunting adalah pemberian

ASI.

Sejalan dengan penelitian WHO (2006),

bahwa memberikan ASI ekslusif dapat

meningkatkan pencapaian pertumbuhan,

perkembangan dan kesehatan anak yang

optimal. Setelah itu dapat dilanjutkan

dengan memberikan makanan pendamping

ASI sampai umur 2 tahun atau lebih.

ASI bagi bayi merupakan nutrisi ideal

untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan

dan perkembangan secara optimal. ASI dapat mencegah malnutrisi pada bayi,

didalam ASI terkandung zat-zat gizi yang

dibutuhkan bayi dengan tepat, mudah

digunakan secara efisien oleh tubuh bayi dan

melindungi bayi terhadap infeksi. Pada

tahun pertama kehidupan bayi sistem kekebalan bayi belum sepenuhnya

berkembang dan tidak bisa melawan infeksi

seperti halnya anak yang lebih besar, oleh karena itu zat kekebalan yang

terkandung dalam ASI sangat berguna.

Pilihan makanan terbaik untuk bayi yaitu

ASI, karena dalam ASI ada faktor protektif

terutama komponen aktif imunologi, lemak

terstruktur (asam palmitat dalam psn 2 pada

TG) menyebabkan absopsi lemak dan

kalsium yang lebih baik sehingga

perkembangan tulang meningkat, serta

bioavailabilitas gizi yang tinggi. Asam

palmitat merupakan sumber kalori penting

dengan daya antioksidasi yang rendah.

Komposisi ASI tidak bersifat homogen,

dimana kolostrum diproduksi 1-3 hari

postpartum, pada akhirnya akan menjadi

susu matur setelah 3 minggu. Faktor

imunologi tidak hanya ada dalam kolostrum

yang diproduksi selama beberapa hari

pertama laktasi, tetapi terus berlanjut

sepanjang aktivitas menyusui.

Dalam upaya penanganan masalah

stunting ini, khusus untuk bayi dan anak

telah dikembangkan standar emas makanan

bayi dalam pemenuhan kebutuhan gizinya,

yaitu Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 59

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

harus dilakukan sesegera mungkin setelah

melahirkan, memberikan ASI eksklusif,

pemberian makanan pendamping ASI yang

berasal dari makanan keluarga dan

pemberian ASI diteruskan sampai anak

berusia 2 tahun (Kemenkes. R.I, 2011).

b. Hubungan kecukupan nutrisi dengan

kejadian stunting

Proses optimalisasi tumbuh kembang

dan masa emas dalam pertumbuhan otak

terjadi pada dua tahun awal kehidupan

(window of opportunity). Pada usia ini anak

memerlukan zat gizi agar proses

pertumbuhan dan perkembangan berjalan

baik.

Karakteristik khas pada anak usia 12 -

24 bulan yaitu bergerak terus, tidak bisa

diam dan sulit untuk diajak duduk dalam

waktu yang relatif lama. Karakteristik

tersebut terkait dengan pemenuhan

kebutuhan nutrisi anak sukar atau kurang

mau makan, nafsu makan anak sering kali

berubah yang mungkin pada hari ini

makannya cukup banyak dan pada hari

berikutnya makannya sedikit, biasanya anak

menyukai jenis makanan tertentu dan anak

cepat bosan dan tidak tahan makan sambil

duduk dalam waktu lama. Orang tua harus

memahami karakteristik tersebut dan

dapat menciptakan lingkungan makan yang

menyenangkan.

Gizi seimbang pada anak usia 12 – 24

bulan harus mengandung unsur sumber

tenaga, sumber zat pembangun dan sumber

zat pengatur. Ketiga golongan tersebut harus

ada dalam menu sehari – hari dan jumlahnya

disesuaikan dengan usia anak. Asupan

makanan sehari untuk anak harus

mengandung 10 -15% kalori, 20 – 35%

lemak dan sisanya karbohidrat. Setiap kg

berat badan anak memerlukan asupan energi

sebanyak 100 kkal.

Hasil penelitian di Puskesmas Salopa

menunjukkan bahwa kesadaran keluarga

dalam menyediakan makanan beragam pada

balita masih sangat rendah. Kebanyakan

diantara mereka mengkonsumsi hidangan

dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi

seimbang.

Asupan nutrisi yang kurang beragam

secara terus menerus dalam waktu yang

lama beresiko menyebabkan kekurangan

gizi. Hasil penelitian menunjukkan asupan

nutrisi yang kurang terjadi pada hampir

seluruh balita yang sangat pendek (79,2%).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fitri

(2012), dimana rendahnya kosumsi energi

pada balita stunting disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya frekuensi dan

jumlah pemberian makan, densintas energi

yang rendah, nafsu makan berkurang dan

penyakit infeksi. Penelitian yang dilakukan

oleh Fitri (2012) dan Asrar, Hadi, & Boediman (2009), menyatakan ada

hubungan yang signifikan antara kosumsi

energi dengan kejadian stunting pada balita

di Sumatra, Kalimantan Barat, dan Maluku.

Hal ini disebabkan karena asupan nutrisi

yang tidak adekuat, terutama dari total energi, berhubungan dengan defisit

pertumbuhan fisik.

Penelitian Hidayati, dkk (2010)

mengemukaan bahwa tingkat kecukupan

energi dan protein memiliki hubungan yang

signifikan dengan kejadian stunting. Anak

batita dengan asupan energi yang rendah

memiliki risiko 2,52 kali menjadi stunting

dan terjadi peningkatan risiko anak menjadi

stunting sebesar 3,46 kali pada anak dengan

asupan protein yang rendah.

Zat – zat gizi esensial yang dibutuhkan

tubuh diantaranya karbohidrat, lemak,

mineral, vitamin dan air. Oksidasi zat – zat

gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan

tubuh untuk melakukan kegiatan/ aktivitas.

Protein, mineral, dan air adalah bagian dari

jaringan tubuh diperlukan untuk membentuk

sel – sel baru, memelihara, dan mengganti

sel – sel yang rusak.

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 60

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

Mineral dan vitamin diperlukan sebagai

pengatur dalam proses oksidasi, fungsi

normal saraf dan otot. Air diperlukan untuk

melarutkan bahan – bahan didalam tubuh,

seperti didalam darah, cairan pencernaan,

jaringan, mengatur suhu tubuh, pembuangan

sisa – sisa/ ekskresi dan lain – lain proses

tubuh.

Mineral makro diperlukan tubuh lebih

dari 100 mg/hari sedangkan mineral mikro

diperlukan tubuh < 100 mg/hari. Yang

termasuk dalam mineral makro adalah

kalsium, magnesium, fosfor, kalium, natrium

dan flour sedangkan yang termasuk mineral

mikro adalah kromium, tembaga, iodium,

besi, flour, mangan, selenium, dan seng

(Zn).

Asupan kalsium yang kurang

menyebabkan rendahnya kepadatan tulang.

Hal ini dapat memicu terhadap terjadinya

stunted (NUPA, 2013). Kalsium dapat

bersumber dari susu, keju, yogurt, sarden,

kacang panggang, tahu, kacang – kacangan

dan roti tawar.

Mineral sangat berperan penting

terhadap gizi dan kesehatan anak. Hasil

penelitian Hidayati, dkk (2010)

mengemukakan bahwa anak yang

kekurangan asupan Fe dan Zn memiliki

risiko menjadi anak stunting. Anak yang

kekurangan asupan Fe cenderung 3,25 kali

menjadi stunting, dan memiliki

kecenderungan 2,67 kali menjadi stunting

jika kekurangan asupan Zn. Kekurangan

asupan kalsium juga merupakan faktor risiko

terjadinya stunting pada anak-anak. Sumber

zat besi (Fe) dalam makanan terdapat dalam

sayuran (hijau tua), kacang – kacangan, hati,

daging sapi, sarden, tahu, telur.

Kiman-Murage et al (2012)

mengemukakan bahwa ada hubungan antara

vitamin A dengan kejadian stunting pada

balita. Balita yang tidak diberikan suplementasi vitamin A mengalami stunting

1,5 kali dibandingkan balita yang diberikan

suplementasi vitamin A. Hal yang sama juga

dikemukakan oleh Hadi et al (2000), bahwa

suplementasi vitamin A berpengaruh

terhadap pertumbuhan linier anak. Anak

yang diberikan suplementasi vitamin A

ternyata dapat menambah tinggi badan anak

sebesar 0,16 cm dalam 4 bulan dibandingkan

dengan anak yang tidak diberikan

suplementasi vitamin A. Karena fungsi dari

vitamin A membantu terjadinya sintesis

protein dan pertumbuhan sel. Vitamin A

dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan

sel epitel. Jika seorang anak mengalami

defisiensi vitamin A maka pertumbuhan

tulang terhambat dan bentuk tulang tidak

normal atau mengalami kegagalan

pertumbuhan (Almatsier,2001).

Pemenuhan zat gizi yang adekuat baik

zat gizi makro maupun gizi mikro sangat

dibutuhkan untuk menghindari atau

memperkecil risiko stunting. Kualitas dan

kuantitas makanan yang baik merupakan

komponen penting dalam makanan yang berperan dalam pertumbuhan linier

(Taufiqurohman, 2009). Pemberian

makanan yang tinggi protein, kalsium,

vitamin A dan zinc dapat memicu tinggi

badan anak. Pemberian asupan gizi yang

adekuat berpengaruh pada pola pertumbuhan

normal sehingga dapat terkejar (catch up)

(Rahayu, 2011).

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian dapat disimpulkan tidak

ada perbedaan proporsi kejadian stunting

(TB/U) pada ibu dengan BMI pra-konsepsi

normal, kurang, lebih atau obesitas dan tidak

ada perbedaan proporsi kejadian stunting

(TB/U) pada status nutrisi maternal saat

kehamilan baik yang normal, kurang atau

lebih. Sedangkan hubungan status nutrisi anak

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 61

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

dengan kejadian stunting, yaitu pemberian

ASI ekslusif dan asupan nutrisi didapatkan

memunyai hubungan yang signifikan dengan

kejadian stunting (TB/U).

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten Tasikmalaya bersama Puskesmas

Salopa serta instansi lain yang terkait dapat

memberikan solusi berupa kebijakan dalam

rangka menekan kejadian anak stunting,

diantaranya :

a. Memotivasi kader kesehatan untuk

memantau ibu – ibu yang mempunyai anak

dibawah 6 bulan agar memberikan ASI

ekslusif dan memberikan makanan

pendamping ASI setelah 6 bulan serta tetap

memberikan ASI berlanjut sampai anak

usia 2 tahun. b. Melalui pendekatan multi sektoral dalam

pembangunan pangan dan gizi,

menggerakkan kembali sasaran program

gizi yang lebih fokus terhadap ibu hamil

sampai anak usia 2 tahun, serta lebih

menggiatkan kembali gerakan perbaikan

gizi pada kelompok 1000 hari pertama

kehidupan (Gerakan Nasional Sadar Gizi). c. Melalui bagian gizi di Puskesmas untuk

memberikan penyuluhan terhadap ibu – ibu

mengenai pentingnya asupan makanan

dengan menu seimbang untuk anak usia 12 – 24 bulan.

Penelitian selanjutnya dapat dilakukan

dengan metoda penelitian quasi eksperimen

terkait intervensi program secara dini untuk

mengantisipasi / mencegah terjadinya stunting

di wilayah resiko tinggi terjadinya stunting

sebagai pilot project di Jawa Barat dan dapat

dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih peneliti ucapkan atas

bantuan dari berbagai pihak yang telah

membantu penelitian ini, terutama kepada

Ketua Stikes Jend. A.Yani Cimahi, Dinas

Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dan

Puskesmas Salopa berserta kader Pos Yandu

di wilayah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.

Cetakan ke-7. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Arifin, Z.D., Irdasari, Y.S., & Sukandar, H.

(2012). Analisis Sebaran & Faktor Resiko

Stunting pada Balita di Kabupaten

Purwakarta. FKUP : Bandung.

Crane, J.M. et al. (2009). The Effect of

Gestational Weight Gain by Body Mass

Index on Maternal and Neonatal

Outcomes. J. Obstet Gynaecol Can. 31(1);

28-35.

Esfarjani, F., Roustaee, R., Mohammadi, F.,

Esmaillzadeh, A. (2013). Determinants

of Stunting in School – Aged Children of

Tehran Iran. International Journal of

Preventive Medicine. volume 4. no 2. 173 -

9.

Fitri. (2012). Berat Lahir sebagai Faktor

Dominan Terjadinya Stunting pada Balita

(12 – 59 Bulan) di Sumatera (Analisis data Riskesdas 2010). Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.

IOM. (2009). Weight Gain during Pregnancy:

reexamining the guidelines. Washington

DC: The National of Academy Press.

John C Phuka, et al. Postintervention growth

of Malawian Children who received 12-mo

diaetary complementation with a Lipid-

base nutrient supplement or maize-soy

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018 |Halaman 62

Hubungan Status Nutrisi Maternal Dan Anak Dengan Kejadian Stunting

flour, The American Journal of Clinical

Nutrition 2009;89:382-90, USA 2009

Kementrian Kesehatan RI. (2011). Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Dirjen Bina Gizi dan KIA: Direktorat Bina

Gizi

Kusuma, E.K., & Nuryanto, (2013). Faktor

Resiko Kejadian Stunting pada Anak Usia

2 – 3 Tahun (Study di Kecamatan

Semarang Timur). Artikel Penelitian.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Lestari, W., Margawati, A., & Rahfiludin,

MZ. (2014). Faktor Resiko Stunting pada

Anak Umur 6 – 24 Bulan di Kecamatan

Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi

Aceh. Jurnal Gizi Indonesia. volume 3. no

1. hlm 126 – 134.

Lumbanraja, S. et al. (2013). Maternal Weight

Gain and Correlation with Birth Weight

Infants. Procedia – Social Behavioral

Sciences. 103: 647-656.

Murtiningsih., (2016). BMI sebelum hamil

menentukan berat lahir bayi. Jurnal

Kesehatan Kartika. Vol. 11 No 2 Agustus

Medforth, J. (2010). Oxford Handbook of

Midwifery: South-East Asian Edition.

Selangor Darul Ehsan: Oxford Fajar

Sdn.Bhd.

Nadiyah, Briawan, & Martianto. (2014).

Faktor Resiko Stunting pada Anak usia 0 -

23 Bulan di Provinsi Bali, Jawa Barat , dan

Nusa Tenggara Timur. Jurnal Gizi &

Pangan. 9 (2). 125 – 132.

Rahayu, S.R., & Sofyaningsih, M. (2011).

Pengaruh BBLR dan Pemberian ASI

Eksklusif terhadap Perubahan Status

Stunting pada Balita di Kota dan

Kabupaten Tanggerang Provinsi Banten.

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.Hamka.

Ricci, S.S. (2007). Essentials of Maternity, Newborn and Women’s Health Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Richard, A.P. & William, W.F. (2011). Fetal and Neonatal Physiology. Fourth Edition. Philadelphia: Sounders.

Riskesdas. (2010). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia

_________. (2013). Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2013. Kementrian

Kesehatan RI.Saifuddin, A.B. (2006),

Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Siagian A. (2010). Epidemiologi gizi. Jakarta :

Erlangga. Soetardjo. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur

Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama. Taufiqurrahman, et al. (2009). Defisiensi

Vitamin A dan Zinc sebagai Faktor Resiko

Terjadinya Stunting pada Balita di Nusa

Tenggara Barat. Media Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. volume XIX

Tahun 2009, Suplemen II. Wolde, M., Berhan, Y., & Chala, A. (2015).

Determinan of Underweight, Stunting and

Wasting Among School Children. BMC

Public Health 15: 8. WHO. (2005). Global Database on Child

Growth and Malnutrition. Yu, Z. et al. (2013). Pre-pregnancy Body

Mass Index in Relation to Infant Birth

Weight and Offspring Overweight/Obesity:

A Systematic Review and Meta-analysis.

PLoS One: 8(4): e61627.

PINLITAMAS 1 | Vol 1, No.1 | Oktober 2018

|Halaman 63