STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L .../Status-nutrisi-nitrogen... · Total...
Transcript of STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L .../Status-nutrisi-nitrogen... · Total...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L) PADA
TANAH OXISOL TUNTANG DENGAN APLIKASI MIKROBIOTA
BERMANFAAT PADA BERBAGAI IMBANGAN PEMUPUKAN
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Magister Pertanian pada
Program Studi Agronomi
Oleh
SOFIA MIANTI PURBA
S 610809012
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L) PADA
TANAH OXISOL TUNTANG DENGAN APLIKASI MIKROBIOTA
BERMANFAAT PADA BERBAGAI IMBANGAN PEMUPUKAN
Oleh
SOFIA MIANTI PURBA
S 610809012
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Kedudukan Pembimbing
Nama Tandatangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP NIP 19661205 199010 2 001
Pembimbing II Dr. Ir. Supriyadi, MS NIP 19580813 198503 1 003
Mengetahui
Ketua Program Studi Agronomi, PPs Agronomi
Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS NIP 19590711 198403 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
STATUS NUTRISI NITROGEN TANAMAN PADI (Oryza sativa. L) PADA
TANAH OXISOL TUNTANG DENGAN APLIKASI MIKROBIOTA
BERMANFAAT PADA BERBAGAI IMBANGAN PEMUPUKAN
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Sofia Mianti Purba
S610809012
telah dipertahankan di depan Tim Penguji
pada tanggal:
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Kedudukan Penguji Nama Tandatangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS NIP 19590711 198403 1 002
Sekretaris Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP NIP 19480426 197609 1 001
Anggota
1. Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP NIP 19661205 199010 2 001
2. Dr. Ir. Supriyadi, MS NIP 19580813 198503 1 003
Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S NIP 19610717 198601 1 001
Ketua Program Studi Agronomi
Prof. Dr. Ir. Supriyono, MS NIP 19590711 198403 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sofia Mianti Purba
NIM : S 610809012
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul: Status Nutrisi
Nitrogen Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada Tanah Oxisol Tuntang
dengan Aplikasi Mikrobiota Bermanfaat pada Berbagai Imbangan
Pemupukan, adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya
saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh
dari tesis ini.
Surakarta, Desember 2011
Yang membuat pernyataan,
Sofia Mianti Purba
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat segala
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Dalam penyusunan
tesis ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Prof. Dr. Supriyono, MP selaku Ketua Program Studi Agronomi Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP selaku Pembimbing Utama
sekaligus ibu bagi penulis, yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan
dalam proses penelitian hingga selesainya tesis ini
4. Dr. Ir. Supriyadi, MS selaku Pembimbing Pendamping atas bimbingan,
masukan, waktu dan kesediaannya dalam membimbing penulis hingga
selesainya tesis ini
5. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku dosen penguji, saya ucapkan banyak
terimakasih atas segala masukan dan arahan demi perbaikan tesis ini
6. Dr. Ir. Supriyadi, MP atas segala nasehat dan bimbingannya, semoga dapat
menjadi bekal hidup yang bermanfaat bagi penulis
7. Mas Darsono dan Mas Yen atas kerjasamanya di Laboratorium Biologi Tanah
dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah
8. Ayahanda Supomo dan Ibunda Purbo Wahyuni tercinta, yang selalu memberi
dukungan moral dan material, doa, serta bimbingan yang luar biasa dalam
kehidupan penulis
9. Adik-adikku, Hanief Burmauna, Fadhila Diah Suminar, dan Mohamat Arifin
tersayang yang selalu memberi warna dan semangat bagi penulis dalam segala
hal, dunia sepi tanpa kalian
10. Mas Guntur Triono yang selalu mendampingi hari-hari penulis, menjadi
semangat, dan inspirasi yang luar biasa dalam menjalani suka duka hidup.
Semoga kita selalu ditunjukkan jalan terbaik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
11. Tim SRI (Mbak Tanti, Burhan, Ganis) atas kerjasama dan perjuangannya
dalam penyelesaian penelitian. Kisah kita terlalu indah untuk dilupakan, tetap
jaga kekompakan dan persahabatan
12. Sahabatku Indri, Desi, Kiky, Bayu, Ibnu, Yoga, Yogi, Dinar, Christin,
Mustofa, Mas Guruh, Mas Dodik, atas segala dukungan, bantuan, semangat,
doa, waktu dan kesediaannya menjadi teman diskusi penulis, serta
kerjasamanya baik di lapangan, laboratorium, dan kehidupan penulis. Semoga
persaudaraan kita selalu terjaga
13. Keluarga Besar Mahasiswa Jurusan Agronomi Pascasarjana 2009 atas
kekompakan dan kerjasamanya. Penulis tidak akan ada artinya tanpa
kehadiran teman-teman
14. Keluarga Mahasiswa Ilmu Tanah angkatan 2004 - 2007, atas kerjasamanya,
saling bantu menbantu dalam proses penelitian, ”Viva KMIT”
15. Dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dalam
pembuatan tesis ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dapat lebih baik di masa datang. Walaupun demikian, penulis
berharap tesis ini akan dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Surakarta, Desember 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .............................................................. iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
ABSTRAK ....................................................................................................... xii
ABSTRACT ..................................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5
II. LANDASAN TEORI ................................................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 6
1. Daya Dukung Tanah Oxisol sebagai Lahan Pertanian ................. 6
2. Tanaman Padi (Oryza sativa L.) ................................................... 7
3. SRI (System of Rice Intensification) .............................................. 9
4. Imbangan Pemupukan dalam Upaya Ketersediaan Nutrisi Nitrogen
Tanaman Padi dengan SRI ............................................................ 11
B. Kerangka Berfikir .............................................................................. 23
C. Hipotesis ............................................................................................ 24
III. METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 26
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 26
B. Bahan dan Alat Penelitian .................................................................. 26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Halaman
C. Cara Kerja Penelitian ........................................................................ 27
1. Rancangan Penelitian ................................................................... 27
2. Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 28
3. Variabel Penelitian ....................................................................... 30
4. Analisis Data ................................................................................ 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 34
A. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Karakteristik Tanah .......... 34
1. Pengaruh Perlakuan terhadap pH Tanah dan Kandungan C
Organik Tanah ................................................................................. 34
2. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Koloni Bakteri dan Jumlah
Spora Mikoriza ................................................................................ 38
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Status Nutrisi N Total Tanah ........... 51
B. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Tanaman Padi ................... 53
1. Pengaruh Perlakuan terhadap Status Nutrisi N Jaringan Tanaman
dan Serapan N Padi ......................................................................... 53
2. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi ............ 60
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Hasil Tanaman Padi ......................... 69
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 74
A. Kesimpulan........................................................................................... 74
B. Saran ..................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76
LAMPIRAN ..................................................................................................... 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Total Bakteri pada budidaya padi konvensional dan SRI ............ 11
Tabel 4.1. Analisis Ragam Parameter Sifat Kimia Tanah ............................ 35
Tabel 4.2. Karakteristik pH H2O, pH KCl, dan C organik Tanah Akhir ....... 36
Tabel 4.3. Hasil Analisis Jumlah Koloni Bakteri dan Spora Mikoriza ......... 39
Tabel 4.4. Hasil Analisis Jumlah N Total Tanah ........................................... 51
Tabel 4.5. Hasil Analisis N Jaringan, Berat Kering, dan Serapan N
Tanaman Padi ............................................................................... 54
Tabel 4.6. Nilai N Jaringan dan Berat Kering Tanaman Padi ....................... 54
Tabel 4.7. Hasil Analisis Parameter Pertumbuhan Tanaman Padi ................ 61
Tabel 4.8. Tinggi Tanaman Padi Umur 4, 8, dan 12 MST.............................. 62
Tabel 4.9. Panjang Akar Padi Umur 4, 8, dan 12 MST ................................. 65
Tabel 4.10. Hasil Analisis Parameter Hasil Tanaman Padi ............................. 68
Tabel 4.11. Parameter Hasil Tanaman Padi ..................................................... 69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1. Bagan Alir Penelitian ................................................................ 25
Gambar 4.1. Hubungan bahan organik, Fe tersedia, dan pH tanah ............... 38
Gambar 4.2. Kenampakan koloni Azospirillum pada Media Okon ............... 40
Gambar 4.3. Rerata Jumlah Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium, Spora
Mikoriza dalam tanah............................................................... 42
Gambar 4.4. Kenampakan koloni Azotobacter pada Media Jensen .............. 43
Gambar 4.5. Kenampakan koloni Rhizobium pada YEMA .......................... 45
Gambar 4.6. Kenampakan Spora Mikoriza ................................................... 48
Gambar 4.7. Grafik hubungan jumlah spora mikoriza dan infeksi mikoriza
pada akar padi .......................................................................... 49
Gambar 4.8. Grafik N Total Tanah Akhir ..................................................... 52
Gambar 4.9. Kenampakan Visual Tanaman Padi Umur 8 MST pada
Beberapa Perlakuan .................................................................. 55
Gambar 4.10. Grafik Serapan N Tanaman Padi .............................................. 58
Gambar 4.11. Transformasi fraksi N dalam suatu tanaman ............................ 60
Gambar 4.12. Grafik Jumlah Anakan Tanaman Padi ..................................... 64
Gambar 4.13. Panjang Akar Padi Umur 8 MST ............................................. 65
Gambar 4.14. Metabolisme Nitrogen dalam Sel Tumbuhan .......................... 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Komposisi Media Selektif untuk Isolasi Bakteri ...................... 83
Lampiran 2. Foto-foto Hasil Isolasi Bakteri dan Pelaksanaan Penelitian .... 84
Lampiran 3. Perhitungan Kebutuhan Pupuk ................................................. 86
Lampiran 4. Kriteria Sifat Penilaian Tanah, Pupuk, dan Tanaman Padi ...... 87
Lampiran 5. Analisis Statistika Uji F dan DMRT ........................................ 90
Lampiran 6. Ciri Morfologi Oxisol Tuntang ................................................ 115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
ABSTRAK
Sofia Mianti Purba. S 610809012. 2011. Status Nutrisi Nitrogen Tanaman Padi (Oryza Sativa. L) pada Tanah Oxisol Tuntang dengan Aplikasi Mikrobiota Bermanfaat pada Berbagai Imbangan Pemupukan. Penelitian ini di bawah bimbingan Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP dan Dr. Ir. Supriyadi, MS. Program Studi Agronomi, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari status nutrisi nitrogen tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan System of Rice Intensification. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial tunggal, terdiri atas 17 perlakuan masing-masing 6 kali ulangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi mikrobiota bermanfaat pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% dosis rekomendasi memberi peningkatan kadar N jaringan tanaman yang berbeda tidak nyata dari perlakuan pemupukan pada aras 100% pupuk anorganik dosis rekomendasi (0,73 g), namun mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan berat kering tanaman padi 55,3% dari berat kering perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk anorganik (10,58 g), sehingga secara efektif aplikasi mikrobiota bermanfaat dapat menjadi alternatif dosis pemupukan yang lebih baik. Aplikasi mikrobiota bermanfaat baik secara tunggal maupun pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% mampu meningkatkan berat 1000 biji padi 144% dari berat 1000 biji kontrol (9 g) dan peningkatannya berbeda tidak nyata dengan perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk anorganik maupun aras 100% dosis pupuk organik, namun hasil tanaman padi pada aplikasi mikrobiota pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% mampu meningkat 20% dari perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk anorganik (2,6 ton ha-1). Dari keseluruhan perlakuan kadar N jaringan tanaman, berat kering tanaman, dan hasil tanaman padi terbaik adalah pada perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk organik dengan peningkatan 8,2%; 113,7%; dan 37,3% dari perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk anorganik. Secara keseluruhan, perlakuan belum bisa meningkatkan N jaringan tanaman dari status defisiensi.
Kata kunci: Kombinasi pemupukan, Mikrobiota bermanfaat, Oxisol, Status N padi, System of Rice Intensification
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
ABSTRACT
Sofia Mianti Purba. S 610809012. 2011. Nitrogen Status of Rice (Oryza Sativa.L) in Oxisol Tuntang with Application of Beneficial Microbiota in Variety of Fertilizing Combination. This research is guided by Prof. Dr. Agr. Sc. Ir. Vita Ratri Cahyani, MP and Dr. Ir. Supriyadi, MS. Agronomy Program Study, Postgraduated Program, Sebelas Maret University Surakarta.
The aim of this research studied about Nitrogen Status of Rice (Oriza Sativa.L) in Oxisol Tuntang with Application of Beneficial Microbiota in Variety of Fertilizing Combination use System of Rice Intensification. The research was done from October 2010 until March 2011. Completely Random Design was used in this experiment consist of 17 treatments with 6 replications.
The result showed that application of beneficial microbiota in combination of inorganic and organic fertilizer 50% of recommended dosage, not significant improved value of N in plant tissue from application inorganic fertilizer 100% of recommended dosage (0,73 g). However, it can improved the rice growth by produced dry matter of plant 55,3% better than application 100% dosage of inorganic fertilizer (10,58 g). Because of that, application of beneficial microbiota effectively as a better alternative dosage of fertilizing than inorganic fertilizing. Both application of single beneficial microbiota or in combination of inorganic and organic fertilizer 50% dosage improved weight of 1000 seeds at 144% from control (9 g) and the improvement not significant from both application 100% dosage of inorganic and organic fertilizer, but application of beneficial microbiota in combination of inorganic and organic fertilizer 50% dosage can improved rice production at 20% from application 100% dosage of inorganic fertilizer (2,6 ton ha-1). From all treatments, the highest value of N in plant tissue, dry matter of plant, and rice production was application 100% of organic fertilizer with improvement value 8,2%; 113,7%; and 37,3% from application 100% dosage of inorganic fertilizer. All treatments in this experiment improved value of N in plant tissue from deficiency status yet.
Key words: Beneficial microbiota, Fertilizing combination, N status of rice, Oxisol, System of Rice Intensification
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan pertanian di Indonesia semakin mengalami penyempitan karena
alih fungsi lahan pertanian yang semakin hari semakin tinggi. Direktur
Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air dalam Republika (2010) menguraikan,
per tahun terjadi alih fungsi lahan sawah mencapai 110 ribu hektar, sementara
per tahun pertumbuhan penduduk diperkirakan mencapai 1,3% hingga 1,5%
dari jumlah penduduk Indonesia yang berkisar 238 juta jiwa (berdasarkan
data sensus 2010). Hal ini menyebabkan perlu dipikirkan adanya perluasan
lahan pertanian untuk terus mendukung ketersediaan dan keberlanjutan
pangan terutama hasil tanaman padi yang masih merupakan makanan pokok
di Indonesia.
Perluasan lahan pertanian diarahkan pada lahan-lahan marginal dan
perlu diupayakan usaha pengoptimalan daya fungsi lahan untuk menopang
kehidupan tanaman. Lahan marginal yaitu lahan yang secara alami memiliki
kendala bagi pertumbuhan tanaman, seperti lahan berkadar besi tinggi, lahan
sulfat masam, lahan kering masam, dan tanah organik (Makarim, 2009).
Tanah oxisol merupakan salah satu komponen dari lahan marginal yang bisa
dikembangkan untuk pembukaan sawah baru, tetapi tanah oxisol mempunyai
kendala miskin hara karena telah mengalami pencucian yang intensif
(Noegroho, 2006). Secara umum, tanah oxisol mempunyai pH masam,
kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif yang mengakibatkan kapasitas tukar
kation rendah dan banyak mengandung oksida-oksida besi (Hardjowigeno,
1992; Munir, 1996).
Oxisol Tuntang merupakan jenis tanah oxisol yang ditemukan di Jawa
yaitu di Desa Tuntang, Salatiga, yang berpotensi dikembangkan untuk area
pembukaan lahan sawah baru. Hasil survei tanah tahun 2009 menyebutkan
bahwa Oxisol Tuntang masuk pada sub ordo Udox dan great group hapludox
dari bahan induk pelapukan batuan vulkanik dengan karakteristik pH tanah
agak masam, kandungan bahan organik rendah, tipe liat kaolinit tidak aktif,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
drainase sedang sampai baik, warna tanah merah, dan terbentuk plintit
(karatan merah hasil translokasi besi). Deskripsi ciri morfologi dan klasifikasi
tanah Oxisol Tuntang tersedia pada Lampiran 6. Berdasarkan informasi
tersebut, bahan organik rendah mengindikasikan kesuburan kimia tanah yang
rendah sehingga pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan petani sebagai
tegalan daripada sawah. Warna tanah merah dan terbentuknya plintit
menandakan bahwa tanah mengalami pelapukan lanjut dan berumur tua,
sehingga telah terjadi pencucian unsur-unsur basa yang intensif pada bagian
profil tanah dan banyak mengandung oksida-oksida besi (Hardjowigeno,
1992; Munir, 1996). Konsentrasi besi (Fe) tinggi, jika dilakukan
penggenangan pada sawah sistem konvensional bisa mengakibatkan
keracunan besi pada tanaman karena kelarutan besi tinggi. Oleh sebab itu
perlu dilakukan suatu konsep pengelolaan tanah, air, dan unsur hara melalui
sistem pertanaman dan masukan hara dengan komposisi yang tepat dan
seimbang.
System of Rice Intensification (SRI) dianggap sebagai suatu metode
alternatif budidaya padi yang mampu mengurangi masalah kelarutan besi,
oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan SRI dalam budidaya padi.
SRI adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas
padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air, dan unsur hara
(Mutakin, 2007; Rohmat, 2007; Mediana, 2010). Hal paling mendasar dalam
budidaya SRI adalah menerapkan irigasi berselang/terputus artinya siklus
basah kering sehingga tercipta kondisi aerob (Uphoff, 2007) bergantung pada
kondisi lahan, tipe tanah, dan ketersediaan air (Mediana, 2010). Selama kurun
waktu penanaman, lahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi
tidak tergenang) (Rohmat, 2007). Hal ini bersifat menguntungkan karena
dapat mengurangi kelarutan besi.
Dalam SRI, bibit padi ditanam satu per lubang tanam, ditanam dangkal
dengan akarnya diletakkan mendatar (L) sehingga memudahkan tumbuhnya
ruas, akar, dan anakan (Sutaryat, 2009). Salah satu komponen penting dalam
penerapan SRI adalah menggunakan pupuk dari bahan organik kompos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
(Uphoff, 2007) dan mikroorganisme lokal (MOL) (Berkelaar, 2001; Kuswara
2003; Wardana et al., 2005 cit. Mediana, 2010). Walaupun demikian SRI
tidak identik dengan pertanian organik tetapi bersifat mengelola tanah secara
bertahap. Oleh sebab itu pada penelitian ini masih menggunakan pupuk
anorganik pada beberapa dosis. Penggunaan pupuk organik diarahkan pada
pengurangan dosis pupuk anorganik dan digantikan pupuk organik dan
pemanfaatan mikroorganisme lokal yang diisolasi dari tanah setempat.
Mikrobiota atau mikroorganisme yang bermanfaat yaitu sejumlah jamur
dan bakteri yang karena kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme
menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman (Rahmawati, 2005).
Berdasarkan pengertian ini, yang termasuk mikrobiota bermanfaat antara lain
mikroba penambat N baik simbiotik maupun non simbiotik, mikroba pelarut
fosfat, mikroba penghasil fitohormon dan cendawan mikoriza (Subba Rao,
1982; Sharma et al., 2004; Simarmata et al., 2005 cit. Simarmata dan
Yuwariah, 2007). Teknik aplikasi mikrobiota/mikroorganisme ini
memberikan manfaat pada tanaman untuk bisa tumbuh dan berproduksi
dengan baik pada lahan marginal melalui peningkatan ketersediaan unsur hara
bagi tanaman, perbaikan kesuburan lahan, dan peningkatan daya tahan pada
kekeringan.
Beberapa mikrobiota bermanfaat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Bakteri Penambat Nitrogen (BPN): Azotobacter, Azospirillum,
Rhizobium, Bakteri Pelarut Fosfat (BPF), dan Mikoriza. BPN dan BPF
merupakan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang salah satu
fungsinya telah dilaporkan secara langsung mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Nelson, 2004; Adesemoye et al., 2008) seperti
peningkatan panjang akar, tinggi tanaman, berat kering tanaman (Lestari et
al., 2007; Ashrafuzzaman et al., 2009) melalui mekanisme fiksasi nitrogen
atmosfer yang ditransfer ke tanaman (Nelson, 2004), sedangkan mikoriza
secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara baik unsur hara
makro maupun mikro (Anas, 1997; Adesemoye et al. 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Peran dari biota-biota tersebut dalam penelitian ini ditujukan untuk
meningkatkan daya dukung tanah oxisol sebagai media tanam untuk tanaman
padi dan pengamatan pada penelitian ini difokuskan pada upaya perbaikan
status nutrisi nitrogen (N) tanah oxisol. Nitrogen (N) merupakan hara makro
utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, fungsinya dalam
tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain sehingga bila tidak terdapat
dalam jumlah yang cukup di dalam tanah, tanaman tidak dapat tumbuh
dengan normal (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Sifatnya yang mobil baik
dalam tanah dan jaringan tanaman membuat ketersediaan N perlu mendapat
perhatian khusus. Oleh sebab itu dalam penelitian ini perlu mempelajari status
nutrisi nitrogen tanaman padi dengan aplikasi mikrobiota bermanfaat pada
berbagai imbangan pemupukan menggunakan SRI dalam kaitannya dengan
pertumbuhan dan hasil tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang.
B. Perumusan Masalah
Salah satu usaha mempertahankan keberlanjutan produksi padi adalah
dengan perluasan lahan pertanian (sawah) pada lahan-lahan marginal.
Karakteristik tanah oxisol sebagai tanah marginal yang mempunyai
kesuburan rendah menjadi suatu kendala walaupun tanah ini bisa
dikembangkan sebagai media pertanaman padi. Dalam usaha pengelolaannya
beberapa penelitian menyebutkan bahwa SRI mampu meminimalkan kendala
kesuburan tanah yang rendah dengan pengelolaan tanah dan unsur hara yang
lebih menekankan pada pemupukan organik dan pemanfaatan mikrobiota
bermanfaat (mikroorganisme lokal) sehingga dampaknya adalah pengurangan
pupuk anorganik. Dalam keterkaitannya dengan kecukupan hara tanaman
maka unsur N merupakan unsur hara esensial yang mutlak dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan hasil tanaman padi sehingga perbaikan status nutrisi N baik
di dalam tanah maupun yang terserap oleh jaringan tanaman perlu diupayakan
dengan SRI pada imbangan pupuk yang tepat. Oleh sebab itu penting kiranya
dilakukan suatu penelitian yang mampu menjawab bagaimana status nutrisi
nitrogen tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota
bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan SRI.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari status nutrisi
nitrogen tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota
bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan SRI.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
perbaikan status nutrisi nitrogen dalam mendukung pertumbuhan dan hasil
tanaman padi di tanah Oxisol Tuntang dengan aplikasi mikrobiota bermanfaat
pada berbagai imbangan pemupukan menggunakan System of Rice
Intensification (SRI), sehingga dapat menjadi acuan strategi pemupukan dan
pengelolaan tanah oxisol baik di Tuntang maupun tanah oxisol di tempat lain
dengan karakteristik sifat tanah yang sama, untuk perluasan lahan sawah
dalam mendukung produktivitas padi dalam negeri dan keberlanjutan sistem
pertanian yang ramah lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Daya Dukung Tanah Oxisol sebagai Lahan Pertanian
Oxisols sebelumnya dikenal sebagai tanah Podsolik Merah Kuning.
Umumnya tanah tersebut mempunyai reaksi tanah sangat masam hingga
masam (pH 3,9-4,9) pada Hapludox dan Kandiudox, sebagian lagi agak
masam (pH 5,1-5,5) pada Eutrudox, dan reaksi netral (pH 6,7-7,1) pada
Acrudox. Kandungan bahan organik lapisan atas yang sedikit agak tebal
(12-25 cm), sebagian rendah dan sebagian lagi sedang sampai tinggi.
Jumlah basa-basa dapat tukar, KTK tanah, dan KB-nya sangat rendah.
Terkecuali pada Eutrudox, jumlah basa dapat tukar dan KTK tanah
termasuk rendah sampai sedang, dan KB-nya tergolong sedang (40-60%).
Potensi kesuburan alami Oxisols sebagian besar disimpulkan sangat
rendah sampai rendah. Sebagian lagi (Eutrudox), dinilai rendah sampai
sedang (Subagyo et al., 2000 cit. Sutriadi et al., 2008).
Menurut Sutanto (2005), tanah oxisol merupakan tanah yang
mempunyai horizon B oksik pada kedalaman <2 m atau sekurang-
kurangnya 30 cm dari permukaan tanah. Kemungkinan dijumpai plintit
baik yang keras atau lunak, tetapi sebagai diagnostik plintit yang bersifat
lunak dan dekat ke permukaan tanah. Plintit adalah bahan lempung kaya
besi yang tampak sebagai bercak merah yang jelas dengan konsistensi
yang teguh. Oxisol tidak mempunyai spodik dan argilik di bawah horizon
oksik (Buringh, 1991).
Tanah oxisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan
lanjut dan berumur tua, sehingga telah terjadi pencucian unsur-unsur basa
yang intensif pada bagian profil tanah. Oleh karena itu tanah oxisols
mempunyai sifat kimia yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, di
antaranya KTK rendah (<16 me tiap 100 g) (Buringh, 1991), kandungan
unsur hara rendah, reaksi tanah sangat masam sampai netral, tingginya
sesquioksida dan didominasi oleh mineral liat tipe 1:1. Keadaan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
menyebabkan pengelolaan yang tepat jika akan dimanfaatkan untuk
pertanian, karena tidak hanya dilakukan penyediaan unsur hara yang
diperlukan tanaman, tetapi perlu upaya memperbaiki sifat kimianya seperti
pengapuran dan pemberian bahan organik (Munir, 1996).
2. Tanaman Padi (Oryza sativa. L)
Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan
atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki
per tahun sekitar 1500-2000 mm. Padi dapat tumbuh dengan baik pada
tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm dengan pH antara 4-
7 dengan suhu 23°C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi
berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan
tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu, dan
lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah
yang cukup (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2010).
Tinggi tanaman padi maksimum 1,5 meter, sedangkan tinggi rata-
rata adalah 80-120 cm. Kuncup ketiak hanya terdapat pada buku-buku
pada pangkal batang dan kuncup ini tumbuh menjadi batang baru yang
disebut anakan. Keluarnya anakan tergantung 2 faktor yaitu faktor
keturunan dan faktor luar yang mempengaruhi tanaman (Istuti, 2000).
Matsushima (1963) cit. Sari (2009), membagi periode pertumbuhan
tanaman padi menjadi dua, yaitu periode pertumbuhan vegetatif (fase
vegetatif aktif dan fase vegetatif lambat) dan periode pertumbuhan
generatif. Fase vegetatif aktif dimulai dari penanaman bibit sampai jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
anakan maksimum, selama fase ini jumlah anakan, tinggi tanaman dan
berat jerami terus meningkat. Fase vegetatif lambat dimulai dari jumlah
anakan maksimum sampai dengan pembentukan malai. Beberapa anakan
pada fase ini mati dan jumlah anakan keseluruhan akan berkurang.
Kenaikan tinggi tanaman dan berat jerami terus meningkat akan tetapi
tidak secepat pada saat fase vegetatif aktif. Kelembaban yang cukup
diperlukan pada fase ini untuk perkembangan akar-akar baru. Kekeringan
yang terjadi pada fase ini akan menyebabkan pertumbuhan yang tidak
bagus dan hambatan pertumbuhan anakan sehingga mengakibatkan
penurunan hasil. Periode pertumbuhan generatif dibagi menjadi dua, yaitu
fase pembentukan dan pemanjangan malai yang dimulai dari inisiasi malai
sampai antesis dan fase pembuahan dari saat setelah antesis sampai
matang. Umumnya varietas berumur pendek akan matang kira-kira 35-40
hari setelah antesis. Kekeringan yang terjadi pada fase ini akan
menyebabkan beberapa kerusakan yang disebabkan oleh terganggunya
pembentukan malai, pembungaan dan fertilisasi yang berakibat kepada
peningkatan sterilisasi sehingga mengurangi hasil (Kalsim, 2007 cit. Sari,
2009).
Kalsim (2007) cit. Sari (2009) menambahkan bahwa fase terakhir
pertumbuhan padi adalah fase pemasakan, yang termasuk didalamnya
adalah pembentukan susu, pembentukan pasta, matang kuning dan matang
penuh. Selama fase ini kebutuhan akan air sedikit dan secara berangsur-
angsur berkurang sampai sama sekali tidak diperlukan air sesudah tahap
matang kuning. Selama fase ini pengeringan perlu dilakukan, akan tetapi
pengeringan yang terlalu awal dapat menyebabkan bertambahnya gabah
hampa dan beras pecah, sedangkan pengeringan yang terlambat akan
menyebabkan kondisi rebah.
Dalam kasus N, akumulasi N tinggi dalam tubuh tanaman padi
selama pertumbuhan awal (vegetatif), bertahap dan menurun dengan usia
menuju tahap-tahap pertumbuhan kemudian. Translokasi N dari organ
vegetatif ke biji-bijian menjadi signifikan hanya setelah berbunga. Ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
beberapa translokasi karbohidrat dari bagian-bagian tanaman vegetatif ke
biji-bijian setelah berbunga dan sejumlah besar karbohidrat terakumulasi
dalam butir. Sintesis protein aktif pada tahap vegetatif dan selama tahap
reproduksi, sintesis zat dinding sel (selulosa, lignin, dll) menjadi aktif,
walaupun laju sintesis protein juga terus. Hanya pada tahap pematangan
sintesis pati menjadi aktif (Pillai, 2010).
3. SRI (System of Rice Intensification)
Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI antara lain:
tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika
bibit masih berdaun 2 helai, bibit ditanam satu pohon perlubang dengan
jarak 30x30, 35x35 atau lebih jarang, pindah tanam harus sesegera
mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus
dan ditanam dangkal, pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan
periode tertentu dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang/terputus),
penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval
10 hari, sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau
pupuk hijau). Dari prinsip-prinsip tersebut maka keunggulan SRI adalah
tanaman hemat air, hemat biaya (hanya butuh benih 5 kg ha-1, tidak
memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit,
tenaga tanam kurang), hemat waktu (ditanam bibit muda 5-12 hss dan
waktu panen akan lebih awal), produksi meningkat, dan ramah
lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan
mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikroorganisme
Lokal), begitu juga penggunaan pestisida (Mutakin, 2007)
Menurut Uphoff (2007), teknik SRI lebih efektif dibandingkan
teknik budidaya padi secara konvensional, meliputi melakukan pindah
tanam bibit pada umur yang relatif sangat muda 8-10 hari setelah semai
atau kurang dari 15 hari setelah semai, penanaman satu bibit per lubang
tanam, irigasi berselang, penyiangan secara mekanik, dan pengaplikasian
pupuk organik lebih diutamakan. Dengan intensifikasi padi aerob
terkendali berbasis organik pada SRI, sistem perakaran padi berkembang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan baik dan padi meningkat hingga 3–10 kali dibandingkan dengan
sistem konvensional, jumlah anakan produktif 60–80 anakan. Bila pasokan
unsur hara cukup dengan komposisi yang tepat, maka teknologi ini mampu
meningkatkan hasil sekitar 2–3 kali dibandingkan sistem konvensional
(Simarmata dan Yuwariah, 2007).
Uphoff dan Randriamihariosa (2002) cit. Kumar (2006) dalam
penerapan SRI memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
(a) Tanaman padi pada dasarnya bukan tanaman air, walaupun padi dapat
bertahan hidup di bawah kondisi tergenang karena memiliki jaringan
aerenchym untuk mensuplai oksigen ke sistem perakaran. Dalam
kondisi tergenang, tanaman memanfaatkan sebagian energinya untuk
mensuplai oksigen ke sistem perakaran. Penggenangan menyebabkan
kerusakan pada jaringan perakaran karena terbatasnya pasokan oksigen
yang sangat diperlukan dalam proses respirasi akar. Akibatnya hanya
sekitar 30% akar yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Oleh karena itu, produktivitas padi yang diperoleh saat ini merupakan
kontribusi dari 30% sistem perakaran (Simarmata dan Yuwariah,
2007)
(b) Bibit padi kehilangan banyak potensi pertumbuhan jika tidak
dipindahkan sebelum memulai phyllochron keempat pertumbuhan
(yaitu, 15 hari setelah munculnya). Jadi pindah tanam sejak awal harus
segera dilakukan
(c) Trauma bibit dan akar padi harus segera diminimalkan setelah pindah
tanam
(d) Jarak tanam yang lebih luas menghasilkan pertumbuhan akar dan
anakan yang lebih baik
(e) Aerasi tanah dan bahan organik menciptakan kondisi menguntungkan
bagi pertumbuhan akar tanaman, kekuatan vigor, dan kesehatan
tanaman untuk melawan kerusakan oleh hama dan penyakit.
Kondisi tanah yang tidak tergenang berpengaruh terhadap populasi
mikrobia termasuk, Azotobacter, Azospirillum, dan mikrobia pelarut fosfat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
serta produksi padi. Budidaya SRI organik dengan atau tanpa penambahan
biofertilizer nyata meningkatkan populasi total mikrobia, Azotobacter dan
mikrobia pelarut fosfat dibanding budidaya padi konvensional dan SRI
anorganik. Populasi total mikrobia, Azotobacter dan mikrobia pelarut
fosfat tidak berbeda nyata pada budidaya padi konvensional dan SRI
anorganik. Budidaya SRI nyata meningkatkan populasi Azospirillum
dibanding budidaya padi konvensional (Nareswari, 2008).
Perbandingan jumlah total bakteri pada suatu penelitian budidaya
padi konvensional dan SRI ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Total Bakteri pada budidaya padi konvensional dan SRI Mikroorganisme konventional SRI
Total bakteri 88x106 105x106 Azospirillum 8x105 31x105 Azotobacter 39x103 66x103 Phosphobacteria 33x103 59x103
Sumber: Gayathry (2002) cit. Uphoff (2006)
4. Imbangan Pemupukan dalam Upaya Peningkatan Ketersediaan Nutrisi
Nitrogen Tanaman Padi dengan SRI
Fungsi nitrogen pada tanaman padi menurut De Datta (1981) cit.
Iqbal (2008) adalah memberikan warna hijau gelap pada daun serta
komponen klorofil, merangsang pertumbuhan yang cepat, serta
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, ukuran daun, butiran gabah,
dan kandungan protein dalam biji.
Nitrogen dikenal sebagai nutrisi utama produksi padi. Ini adalah
salah satu yang paling penting dan nutrisi esensial yang secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan, pengembangan, hasil, dan kualitas beras.
Pada penggunakannya dalam padi sawah, nitrogen hilang dari tanah
melalui pencucian dan denitrifikasi. Nutrisi pembatas berikutnya yang
mengurangi produktivitas beras adalah fosfor yang diperlukan untuk
pembelahan sel, pembentukan biji, pematangan tanaman, pertumbuhan
dan perkembangan akar. Fenomena pengisian biji dipengaruhi oleh
pemupukan kalium (Kumar, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Salah satu komponen penting dalam penerapan SRI adalah
menggunakan pupuk dari bahan organik (Uphoff, 2007). Pemakaian pupuk
organik yang teratur pada akhirnya menaikkan tingkat hasil tanaman.
Namun hal ini bukan berarti bahwa pupuk buatan tidak diperlukan lagi.
Karena banyaknya pupuk organik yang tersedia sebetulnya masih belum
cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimum. Yang menjadi persoalan
adalah bukan mengenai apakah pupuk buatan atau pupuk organik yang
harus dipakai, tetapi dalam kombinasi yang bagaimana kedua pupuk
tersebut harus dipakai dengan sebaik-baiknya (Rinsema, 1983).
Pemupukan anorganik padi, dosis pupuk Urea 250-300 kg ha-1,
dosis pupuk P dan K ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah yaitu
dosis SP36 50-100 kg ha-1 (Istuti, 2000) dan KCl 100 kg ha-1 (LPTP Koya
Barat, 2000). Sedangkan menurut Dierolf (2001), untuk menghasilkan 8
ton ha-1 maka kebutuhan N tanaman padi adalah 160 kg ha-1 atau setara
dengan urea 343 kg ha-1, P 40 kg ha-1 atau setara dengan SP 36 sebanyak
112 kg ha-1 dan K 60 kg ha-1 atau setara dengan KCl sebanyak 116 kg ha-1.
Pupuk organik adalah hasil akhir atau peruraian bagian dan sisa-sisa
tanaman dan hewan. Karena berasal dari bahan organik maka pupuk
organik mengandung segala macam unsur (makro dan mikro) tapi dalam
jumlah sedikit. Ciri-ciri pupuk organik antara lain nitrogen dalam bentuk
persenyawaan organik sehingga mudah diserap tanaman, tidak
meninggalkan sisa asam anorganik dalam tanah, dan punya kadar
persenyawaan C organik yang tinggi. Salah satu jenis pupuk organik
adalah kompos (Murbandono, 2010).
a. Penggunaan Kompos Jerami sebagai Pupuk Organik dalam SRI
Pengomposan pada dasarnya adalah upaya mengaktifkan
kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan
organik. Bahan organik untuk bahan baku kompos ialah jerami, sampah
kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ternak, dan sebagainya
(Rosmarkam, 2002; Murbandono, 2010). Isroi (2010) menyatakan
bahwa kompos memiliki kandungan C organik yang tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Penambahan kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik
tanah. Pemakaian kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang
akan dapat menaikkan kandungan bahan organik tanah dan
mengembalikan kesuburan tanah.
Menurut Isroi (2009), kompos berfungsi membentuk struktur
tanah sehingga bisa sebagai bioreaktor, yang dengan peran
mikroorganismenya bisa mengubah mineral terlarut dalam air dengan
udara menjadi sumber hara untuk tanaman. Fungsi-fungsi bahan
organik tanah saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai contoh
bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang
juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan
stabilitas agregat tanah, meningkatkan daya pulih tanah, meningkatkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air dan menyimpan cadangan hara
penting, khususnya N dan K (Rinsema, 1983).
Penggunaan kompos sebagai pupuk organik dan pengendalian
tata udara tanah agar berada dalam kondisi aerob dalam cara SRI,
ternyata mampu meningkatkan keanekaragaman hayati biota tanah
(Simarmata dan Yuwariah, 2007) seperti meningkatkan populasi
mikroorganisme (Azospirillum, Azotobacter, Phosphobacteria, dll)
dalam rizosfer secara berlipat dibandingkan dengan cara konvensional
(Sutaryat, 2009) dan memacu pertumbuhan sistem perakaran
(Simarmata dan Yuwariah, 2007).
Kompos jerami memiliki potensi hara yang sangat tinggi. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia (BPBPI) kandungan hara kompos jerami dengan
waktu pengomposan 3 minggu adalah sebagai berikut: Rasio C/N
18,88; C 35,11%; N 1,86%; P2O5 0,21%; K2O 5,35%; Air 55%. Secara
alami proses pengomposan jerami akan berlangsung dengan sendirinya
apabila kondisinya ideal, seperti kadar air yang cukup (±60%) dan
aerasi yang lancar. Proses alami pengomposan jerami kurang lebih 2-3
bulan. Untuk mempercepat proses pengomposan jerami dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
ditambahkan aktivator pengomposan sehingga dapat mengurangi lama
pengomposan hingga 3-4 minggu. Waktu pengomposan ini kurang
lebih sama dengan waktu jeda antara panen dengan waktu tanam
berikutnya (Isroi, 2009).
Biomassa jerami padi mengandung beberapa unsur hara seperti
nitrogen dan karbon yang berfungsi sebagai substrat metabolisme
mikroba tanah, termasuk gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin,
lignin, lemak, dan protein. Senyawa tersebut menduduki 40% (sebagai
C) berat kering jerami. Hasil penguraian dari kompos jerami padi akan
menghasilkan asam-asam organik seperti asam humat, asam fulvat, dan
fraksi humin. Fraksi humat asal kompos jerami padi mempunyai potensi
besar dalam memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah marginal
seperti Ultisol dan Oxisol (Kurniawan dan Rima, 1997 cit. Ruhaimah et
al., 2009).
Hasil penelitian Iqbal (2008) yang membandingkan serapan N
tanaman padi pada beberapa pengurangan dosis pupuk N anorganik
dengan penambahan kompos jerami 5 ton ha-1 adalah serapan nitrogen
tanaman padi sawah yang diberi pupuk organik lebih tinggi yaitu
114,80 gram dan 148,33 gram daripada kontrol (tanpa pupuk organik)
yaitu 104,58 gram, meskipun hanya dipupuk N anorganik sebesar 50%
dan 75% dari takaran anjuran (300 kg ha-1). Ini memperlihatkan bahwa
kompos jerami mampu menggantikan peran pupuk N anorganik.
Ketersediaan N nampaknya meningkat pada perlakuan pemberian
pupuk organik.
b. Pemanfaatan Biota Bermanfaat dalam SRI
Dari segi fungsi metabolisme dan manfaat bagi manusia,
terutama pada bidang pertanian, mikroorganisme tanah dapat
dikelompokkan menjadi mikroorganisme yang merugikan (mencakup
virus, jamur, bakteri dan nematoda pengganggu tanaman yang bertindak
sebagai hama atau penyebab penyakit) dan mikroorganisme yang
bermanfaat, yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kemampuannya melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan
bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme tanah yang
menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer (pupuk
hayati) (Rahmawati, 2005).
Berbagai manfaat positif dari bakteri dalam rizosfer telah
menjadikannya sumber potensial bagi ketersediaan nutrisi dalam tanah
serta mendorong pertumbuhan tanaman sehingga menjadi lebih baik.
Bakteri ini dikelompokkan ke dalam PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria). Keberhasilan introduksi PGPR berdasarkan pada
keberhasilan kolonisasinya pada rizosfer. Kolonisasi akar adalah suatu
proses dimana bakteri bertahan melakukan inokulasi ke dalam benih
tanaman atau ke dalam tanah, penggandaan diri dalam spermosfer
dalam responnya terhadap eksudat benih yang kaya akan karbohidrat
dan asam amino, menempel pada permukaan akar, dan mengkoloni
sistem perakaran yang sedang berkembang (Marschner dan Rengel,
2007). Pemanfaatan PGPR dalam rangka meningkatkan produktivitas
dapat menjadi alternatif untuk pupuk organik yang juga membantu
dalam mengurangi polusi dan melestarikan lingkungan dalam suatu
ekologi pertanian. PGPR atau kombinasi PGPR dan CMA dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan hara pupuk dan memungkinkan
tingkat aplikasi mengurangi pupuk kimia (Saharan dan Nehra, 2011).
Mikroba bermanfaat dapat sebagai pupuk hayati (biofertilizers)
yaitu pemanfaatan inokulan yang mengandung sel hidup atau dorman
untuk meningkatkan ketersediaan hara dan pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan pengertian ini, yang termasuk pupuk hayati antara lain
adalah mikroba penambat N baik simbiotik maupun non simbiotik,
mikroba pelarut fosfat, mikroba penghasil fitohormon dan cendawan
mikoriza. Prinsip penggunaan pupuk hayati adalah memanfaatkan kerja
mikroorganisme tertentu dalam tanah yang berperan sebagai
penghancur bahan organik, membantu proses mineralisasi atau
bersimbiosis dengan tanaman dalam menambat unsur-unsur hara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
sehingga dapat memacu pertumbuhan tanaman (Simarmata dan
Yuwariah, 2007; Wijebandara et al., 2009). Mikroba penambat N dan
mikroba pelarut fosfat merupakan pupuk hayati penting untuk
digunakan dalam budidaya padi (Wijebandara et al., 2009). Fiksasi
nitrogen adalah proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen
dalam tanah oleh jasad renik tanah yang simbiotik dan non simbiotik
(Sutedjo, 1991).
Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan biota tanah yang berperan penting dalam proses
mineralisasi, ketersediaan hara, produksi fitohormon dan aliran energi
dalam ekosistem tanah sawah, antara lain:
· Bahan organik. Pertumbuhan dan perkembangan mikroba tanah
menguntungkan (beneficial microbes) sangat tergantung pada
ketersediaan dan pasokan substrat organik. Dosis pupuk anorganik
dapat dikurangi hingga 50%. Semakin banyak dosis pupuk organik,
semakin rendah dosis pupuk anorganik.
· Tata air dan udara. Sebagian besar biota tanah bersifat aerob
sehingga ketersediaan oksigen untuk proses respirasi mutlak
diperlukan. Oleh karena itu, dengan mempertahankan kondisi
tanah dalam keadaan lembab akan mendukung pertumbuhan
mikroba maupun fauna tanah. Adanya pergantian suasana oksidasi
dan reduksi dapat mengoptimalkan berbagai reaksi biokimia dalam
ekosistem
· Retakan pada tanah. Adanya retakan sangat penting untuk memasok
oksigen ke dalam tanah untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangan mikroba dan fauna tanah
(Simarmata dan Yuwariah, 2007).
Kombinasi pupuk hayati dan bahan organik mempengaruhi sifat
fisik dan biologi tanah, khususnya stabilitas agregat dan bioaktivitas
tanah (Mezuan et al., 2002). Dermiyati (1997) cit. Mezuan et al.(2002)
menjelaskan bahwa bahan organik mampu berfungsi sebagai sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
energi dan makanan bagi mikroorganisme tanah. Seiring dengan
perombakan bahan organik yang dilakukan mikroorganisme akan
terjadi pelepasan hara seperti N, P, dan K yang dibutuhkan tanaman.
v Bakteri Penambat Nitrogen
1) Azospirillum
Azospirillum merupakan bakteri gram negatif yang
berasal dari kata Azote artinya nitrogen dan spira artinya spiral.
Azospirillum tumbuh baik dalam malat, suksinat, laktat, atau
piruvat, tumbuh sedang pada galaktosa atau asetat, dan kurang
baik pada glukosa atau sitrat. Keberadaan Azospirillum dalam
tanah tergantung pada pH antara 5,6-7,2. Azospirillum
memfiksasi nitrogen dari atmosfer menjadi ammonium di bawah
kondisi mikroaerofilik, dan tidak dapat memfiksasi nitrogen
pada kondisi anaerob total (Rao, 1993; Kanimozhi and
Panneerselvam, 2010).
Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman
mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam
tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang relatif lebih
panjang. Keadaan ini relatif lebih menguntungkan karena dapat
mengurangi pasokan pupuk nitrogen. Di samping itu,
Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan
menurunkan kehilangan akibatan pencucian, denitrifikasi atau
bentuk kehilangan nitrogen lain (Rahmawati, 2005).
Dalam penelitian Kanimozhi and Panneerselvam (2010)
menyebutkan bahwa inokulasi Azospirillum sebagai bakteri
penambat nitrogen dari atmosfer berkorelasi positif pada hasil
padi yang ditunjukkan dari peningkatan parameter pertumbuhan
tanaman seperti jumlah akar, panjang akar, jumlah daun, luas
daun, panjang tajuk, jumlah anakan, dan berat butir padi.
Lebih lanjut dapat dikemukakan pada cara konvensional
populasi Azospirillum dalam akar hanya 65 ribu mg-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
memberikan 20 anakan dan hasil 2 ton ha-1, sementara dengan
cara SRI yang menggunakan kompos populasi Azospirillum
menjadi 1,5 juta mg-1 memberikan 80 anakan dan hasil diatas 10
ton ha-1. Adapun penggunaan pupuk NPK pada cara SRI justru
menurunkan populasi Azospirillum dalam akar menjadi kurang
dari 0,5 juta mg-1 sekalipun masih memberikan 70 anakan dan
hasil maksimum 9 ton ha-1 (Sutaryat, 2009).
Pada suatu penelitian di India, pada perlakuan
Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersama-
sama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil
tanaman (Sutanto, 2002 cit. Rahmawati, 2005; Latake et al.,
2009). Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada
tanaman jagung, gandum, dan cantel (Sutanto, 2002 cit.
Rahmawati, 2005).
2) Azotobacter
Azotobacter merupakan bakteri non simbiosis yang hidup
di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada semua jenis tanah,
tetapi populasinya relatif rendah. Azotobacter dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasokan nitrogen
udara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan
mikroba lain dalam menambat nitrogen, atau membuat kondisi
tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman. Ada
dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan
tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan
memperbaiki pertumbuhan tanaman (Rahmawati, 2005).
Spesies-spesies Azotobacter yang telah diketahui antara lain: A.
chroococcum, A. beijerinckii, A. paspali, A. vinelandii, A. agilis,
A. insignis dan A. macrocytogenes (Thompson & Skerman,
1979 cit. Wedhastri, 2002).
Azotobacter merupakan bakteri golongan aerobik
(Alexander, 1977; Rao, 1993) yang tersebar secara meluas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
mampu menambat nitrogen dalam jumlah yang cukup tinggi,
bervariasi 2-15 mg nitrogen gr-1 sumber karbon yang digunakan,
meskipun hasil yang lebih tinggi seringkali dilaporkan (Rao,
1982), ditemukan dalam tanah dengan pH 6,0 lebih. pH menjadi
faktor pembatas pada perkembangan dan penyebaran bakteri ini,
pada pH <6,0 Azotobacter memang dapat hidup tetapi tidak
aktif, sedangkan pH optimum Azotobacter pada 7,0-7,5. Faktor
pembatas lainnya adalah kelimpahan bahan organik, konsentrasi
elemen-elemen mineral tertentu terutama fosfat, dan ketiadaan
perantara-perantara yang antagonistik. Suhu yang disenangi
Azotobacter adalah 10-40oC dengan suhu optimum 30-35oC.
Azotobacter dapat mengasimilasi berbagai bentuk gabungan
nitrogen, misalnya nitrat, ammonia, dan senyawa-senyawa
sederhana amino. Kehadiran senyawa-senyawa ini pada medium
akan menekan fiksasi nitrogen bebas. Azotobacter mengubah
karbon menjadi karbondioksida, air, dan substansi sel (Sutedjo,
1991).
Hasil penelitian Noli (1996) menyebutkan populasi
Azotobacter tanah dipengaruhi takaran pupuk N yang diberikan.
Dengan pemberian pupuk N 45 atau 90 kg ha-1 dan pemberian
inokulan 4,5x105 sel per tanaman, populasi Azotobacter tanah
lebih tinggi, namun pada pemberian pupuk N 135 kg ha-1
populasi Azotobacter dalam tanah lebih rendah bahkan lebih
rendah dari perlakuan tanpa pupuk N.
Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter
sudah banyak diteliti, di India inokulasi Azotobacter pada
tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat,
terong, dan kubis ternyata mampu meningkatkan hasil tanaman
tersebut (Sutanto, 2002 cit. Rahmawati, 2005). Sementara dalam
kehadiran Rhizobium leguminosarum ternyata Azotobacter
ditemukan menentukan nitrogen lebih banyak dibanding ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
sendirian (tanpa Rhizobium leguminosarum) (Sutedjo, 1991).
Sementara pada inokulasi Bacillus megeterium, Azotobacter
chroococcum, Acetobacter sp, dan Azospirillum lipoferum
mampu meningkatkan hasil, panjang akar, berat butir, dan berat
kering tanaman pearl millet dibandingkan kombinasi inokulasi
yang lain (Latake et al., 2009).
3) Rhizobium
Hasil penelitian Husssain et al. (2009) menyatakan bahwa
inokulasi Rhizobium berpengaruh nyata meningkatkan nitrogen
pada bulir padi (76,26%), berat biomasa segar (18,60%), dan
berat jerami kering (45,51%). Strain Rhizobium phaseoli yang
diinokulasi dari akar tanaman kacang hijau dan Rhizobium
leguminosarum yang diinokulasi dari akar tanaman lentil
menunjukkan paling baik dalam meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman padi, dimana strain tersebut dapat digunakan
sebagai PGPR untuk padi (Mia and Shamsuddin, 2010).
Reaksi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan
Rhizobium adalah pH 5,5-7,0 dengan batas kecepatan reaksinya
pada pH 3,2-5,0 pada keadaan masam, dan pH 9,0-10,0 pada
keadaan alkalin. Temperatur pembatas bagi pertumbuhan
Rhizobium adalah 0-50oC. Thermal titik kematiannya pada 60-
62oC dan optimumnya bervariasi antara 18-28oC. Bakteri tidak
dirugikan dengan penyebaran sinar matahari dan dengan
langsung dan cepat menahan sinar matahari. Pengeringan
memang merugikan tetapi tidak destruktif. Akibat dari langsung
dan cepatnya pengeringan tanah adalah jumlah bakteri
Rhizobium menurun dengan cepat pula (Sutedjo, 1991).
v Bakteri Pelarut Fosfat
Penggunaan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati
mempunyai keunggulan antara lain hemat energi, tidak mencemari
lingkungan, mampu membantu meningkatkan kelarutan P yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
terjerap, menghalangi terjerapnya P pupuk oleh unsur-unsur
penjerap dan mengurangi toksisitas Al3+, Fe3+ dan Mn2+ terhadap
tanaman pada tanah masam. Pada jenis-jenis tertentu, mikroba ini
dapat memacu pertumbuhan tanaman karena menghasilkan zat
pengatur tumbuh, serta menahan penetrasi patogen akar karena sifat
mikroba yang cepat mengkolonisasi akar dan menghasilkan
senyawa antibiotik (Elfiati, 2005).
Mikroba pelarut fosfat secara tunggal dapat meningkatkan
produksi tanaman 20%-73% dan secara langsung mampu
meningkatkan pelarutan P terikat tanah sehingga P tersedia dalam
tanah semakin meningkat (Yafizham, 2003 cit. Dermiyati et al.,
2009). Rahmawati (2005) menyatakan bahwa jumlah bakteri pelarut
P dalam tanah sekitar 104 – 106 tiap gram tanah.
Kundu dan Gaur (1980) cit. Elfiati (2005) menyatakan bahwa
pada tanaman gandum, dengan mengkombinasikan bakteri pelarut P
(B. polymixa dan P. striata) dengan bakteri penambat N2 udara
(Azotobacter chroococcum). Ternyata bakteri pelarut P dapat
menstimulasi pertumbuhan A. chroococcum, tetapi bakteri
penambat N tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri pelarut P.
Kombinasi ketiga inokulan tersebut mampu meningkatkan hasil
gandum dua sampai lima kali lipat.
Marschner dan Rengel (2007) juga menyebutkan bahwa
kultur ganda atau asosiasi antara bakteri pelarut P (Agrobacterium
radiobacter) dan bakteri penambat N2 udara (Azospirillum
lipoferum) berpengaruh nyata terhadap hasil dan hara N tanaman
barley dibandingkan dengan pemberian kultur tunggal.
v Mikoriza
Cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan
manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Bagi tanaman
inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat
besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan
dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan
proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung,
cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan
melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik (Douds and
Johnson, 2007; Chairuman, 2008).
De La Cruz (1981) cit. Octavitani (2009) membuktikan
bahwa mikoriza mampu menggantikan kira-kira 50% penggunaan
fosfat, 40% nitrogen, dan 25% kalium. Mikoriza dapat
memperpanjang dan memperluas jangkauan akar terhadap
penyerapan unsur hara sehingga serapan hara tanamanpun
meningkat dan hasil tanaman juga akan meningkat (Husin dan
Marlis, 2000 cit. Octavitani, 2009).
Inokulasi dengan jamur MA juga meningkatkan berat kering
akar. Pada inokulasi dengan E. colombiana, G. manihotis dan
Glomus sp. yang dipupuk TSP, berat kering akar meningkat
berturut-turut sebesar 122,80%, 108,65%, dan 33,93%, sedang
dengan pupuk batuan fosfat meningkat lebih tinggi yaitu berturut-
turut sebesar 186,38%, 145,54% dan 21,78% (Kabirun, 2002).
Hasil penelitian Chairuman (2008), pada penelitian padi gogo
yang ditanam pada tanah Ultisol, menunjukkan bahwa pengaruh
CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) nyata meningkatkan P
tersedia dan bobot kering jerami, tetapi tidak nyata terhadap
produksi. Pengaruh kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia,
bobot kering jerami, dan produksi. Interaksi CMA dan kompos
jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan
produksi. Efektivitas CMA tertinggi terhadap P tersedia, bobot
kering jerami, dan produksi adalah pada dosis CMA 15 g pot-1 atau
15 g/10 kg tanah dan kompos jerami 75 g pot-1 (setara 15 t ha-1).
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun
tanah yang penting disamping bahan anorganik, air, dan udara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Jumlah spora mikoriza berhubungan erat dengan kandungan bahan
organik di dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada
tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan
pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0.5 persen
kandungan spora sangat rendah (Anas, 1997).
Sudah lama diketahui bahwa sebagai peningkat fiksasi N2
simbiotik dalam tanah yang kekurangan P, CMA juga menunjukkan
pengaruhnya pada serapan N dari tanah, walaupun preferensi bentuk
N belum digambarkan dengan pasti. Pengaruh CMA dalam siklus N
tidak mengurangi nutrisi N tanaman oleh serapan hifa atau transpor
N. CMA hanya dianggap dalam proses dinamik, mengakibatkan
imobilisasi sementara N dalam biomasa dan mineralisasi N pada
fase dekomposisi dari miselium CMA. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa CMA dapat mengubah mikroflora tanah
dengan menstimulasi perkembangan kelompok bakteri lain yang
mungkin bersifat antagonis. Untuk menjaga stabilitas tanah maka
dicapai dengan memanipulasi dengan mikrobia spesifik seperti
bakteri pelarut fosfat dan bakteri diazotrof yang bekerja dalam
berbagai mekanisme. Walaupun demikian pengaruh CMA ketika
dalam tanah sulit diamati, satu-satunya cara hanya dengan
mengamati respon tanaman (Bethlenfalvay and Schuepp, 1994).
B. Kerangka Berfikir
Alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin
meningkat sehingga mengakibatkan penyempitan luas areal tanam padi. Oleh
sebab itu perluasan/pembukaan lahan sawah baru perlu dilakukan dengan
memanfaatkan lahan marginal seperti lahan Oxisol Tuntang. Namun upaya
ini terbatas pada karakteristik tanah yang kurang mendukung. Tanah oxisol
merupakan tanah yang memiliki konsentrasi Fe tinggi, jika tergenang
mengakibatkan kelarutan Fe juga tinggi sehingga dapat menyebabkan
keracunan Fe pada tanaman padi, sementara budidaya tanaman padi optimal
pada kondisi tergenang (sistem konvensional). Selain itu beberapa sifat kimia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tanah (pH masam, C organik, dan KPK rendah) menyebabkan status
kesuburan tanah juga rendah. Hal ini disebabkan tanah oxisol sudah
mengalami pencucian tinggi sehingga mengakibatkan miskin hara. Untuk itu,
solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan System of Rice
Intensification (SRI) yaitu teknik budidaya padi dengan cara mengubah
pengelolaan air (menerapkan irigasi berselang/terputus, lahan tidak
tergenang/macak-macak), teknik penanaman (bibit padi satu per lubang
tanam dengan jarak ±35x35 cm), dan pemberian biota bermanfaat seperti
BPN (Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium), Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)
sebagai PGPR dan Mikoriza, dalam berbagai imbangan pemupukan
(kombinasi pupuk anorganik dan pupuk organik). Pemberian biota
bermanfaat dalam imbangan pupuk yang tepat diharapkan mampu
memainkan peran fungsionalnya dalam meningkatkan fiksasi N tanah,
sehingga dengan penerapan SRI dan pemberian biota bermanfaat diharapkan
status hara N optimal dan mampu mendukung pertumbuhan dan hasil padi
yang optimal pula. Jika digambarkan dalam bagan alir penelitian adalah
seperti pada Gambar 2.1.
C. Hipotesis
Aplikasi kombinasi mikrobiota bermanfaat dalam imbangan
pemupukan yang tepat dengan System of Rice Intensification (SRI) di tanah
Oxisol Tuntang mampu memperbaiki status nutrisi nitrogen tanaman padi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
BAGAN ALIR PENELITIAN
Gambar 2.1. Bagan Alir Penelitian
Alih fungsi lahan sawah mengakibatkan penyusutan areal tanam padi
Perluasan lahan sawah/pembukaan sawah baru → tanah Oxisol
Budidaya padi optimal pada kondisi tergenang (sistem konvensional)
KARAKTERISTIK OXISOL: Ø Konsentrasi Fe tinggi Ø pH masam Ø C organik rendah Ø KPK rendah Ø Miskin hara (pencucian tinggi)
Permasalahan · Kelarutan Fe tinggi → tanaman keracunan Fe · Kesuburan tanah rendah
SOLUSI
SRI (System of Rice Intensification)
Diharapkan: · Status nutrisi N tanaman padi optimal · Pertumbuhan dan hasil padi optimal
Pemberian biota bermanfaat pada berbagai imbangan pemupukan
IMPLEMENTASI: · Pengaturan pengairan pada
kondisi tidak tergenang
Diharapkan bisa memainkan peran fungsional antara lain meningkatkan
fiksasi N
IMPLEMENTASI PEMBERIAN · Kombinasi pupuk anorganik +
organik + biota bermanfaat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2010 sampai Maret 2011.
Lokasi pengambilan sampel tanah oxisol di Desa Tuntang, Salatiga yang
terletak pada 7016’08.6” LS – 110027’20.1”BT dengan ketinggian tempat 513
mdpl.
Tempat penelitian sebagai berikut:
1. Isolasi dan analisis mikrobia dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Pembuatan kompos jerami dilaksanakan di Rumah Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Analisis awal dan akhir sifat kimia tanah, analisis kandungan hara tanah
dan analisis jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
4. Budidaya padi dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan penelitian meliputi tanah oxisol Tuntang, benih padi IR 64, jerami
padi, pupuk urea, SP 36, pupuk KCl, batuan fosfat, mikoriza (dari Bogor),
alkohol 70%, spiritus, aquadest, NaCl, bahan untuk media Okon, Yema,
Jensen, dan Pikovskaya, KCl, K2Cr2O7, H2SO4 pekat, butir Zn, NaOH
pekat, NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, K2SO4, CuSO4, H2SO4, metyl red, H3BO3
4%, H3PO4 85%, FeSO4 1 N, indikator DPA.
2. Alat
Alat penelitian meliputi: ayakan tanah diameter ±2 mm, ayakan diameter
0,5 mm, pot diameter 35 cm, timbangan analitik, gelas ukur, erlenmeyer,
tabung reaksi, petridish, mikroskop, deglaski, autoklaf, bunsen, oven,
lemari es suhu 40C, pinset, alumunium foil, jarum ose, shaker, saringan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
250µ, saringan 90µ, saringan 60µ, pipet, pHmeter, tabung kjeldahl,
tabung destilasi, flakon, statif, biuret, blender, beker glass, dan labu takar.
C. Cara Kerja Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
tunggal. Perlakuan terdiri atas 17 yang masing-masing diulang enam kali.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
A : Tanah (kontrol) B : Tanah + Mikoriza C : Tanah + BPN D : Tanah + BPF E : Tanah + Mikoriza + BPN F : Tanah + Mikoriza + BPF G : Tanah + Mikoriza + BPN + BPF H : 250 kg ha-1 Urea + 75 kg ha-1 SP36 + 100 kg ha-1 KCl (Pupuk
anorganik berdasar rekomendasi Deptan) I : 250 kg ha-1 Urea + 75 kg ha-1 SP36 + 100 kg ha-1 KCl + 75 kg
ha-1 Batuan fosfat J : 250 kg ha-1 Urea + 75 kg ha-1 SP36 + 100 kg ha-1 KCl + kompos
jerami 450 g per 10 kg tanah K : 125 kg ha-1 Urea + 37,5 kg ha-1 SP36 + 50 kg ha-1 KCl +
kompos jerami 900 g per 10 kg tanah L : K + 75 kg ha-1 Batuan fosfat M : I + Mikoriza N : 125 kg ha-1 Urea + 37,5 kg ha-1 SP36 + 50 kg ha-1 KCl + 75kg
ha-1 Batuan fosfat + kompos jerami 450 g per 10 kg tanah + Mikoriza
O : N + BPN P : N + BPF Q : N + BPN + BPF
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah untuk penanaman bibit padi adalah sampel tanah
oxisol Tuntang segar yang diambil pada lapisan tanah 0-50 cm dari
permukaan tanah.
b. Pembuatan kompos jerami
Pembuatan kompos jerami dilakukan berdasarkan cara kerja dari
penelitian Cahyani (2002). Jerami padi ± 60 kg dipotong-potong 2-3
cm kemudian direndam air sampai air meresap ke dalam jaringan
tanaman (kelembaban ±70%). Jerami yang sudah siap ditumpuk di
dalam rumah tanah dan dinjak-injak agar memadat. Setelah itu
tumpukan jerami dibungkus dengan plastik agar kelembaban tidak
hilang. Setelah 2 minggu plastik dibuka tumpukan jerami dibolak-balik
dan ditambahkan 600 gam ammonium sulfat ((NH4)2SO4) sebagai
sumber N kemudian ditutup kembali. Agar dekomposisi jerami
homogen pembalikan dilakukan setiap bulan atau 2 minggu sekali
dengan menambahkan air untuk menjaga kelembaban. Kompos jerami
siap digunakan pada umur 8 minggu.
c. Isolasi bakteri
Mikroba diisolasi dari sampel tanah Oxisol Tuntang segar.
Sebanyak 10 g tanah dilarutkan dalam 90 ml garam fisiologis dalam
erlenmeyer (pengenceran 10-1), kemudian mengambil 1 ml dan
memasukkannya ke dalam 9 ml garam fisiologis dalam tabung reaksi
untuk melakukan seri pengenceran 10-2, demikian seterusnya sampai
pengenceran 10-6. Mengambil masing-masing 0,1 ml larutan pada
pengenceran 10-1 - 10-6 dan menanam bakteri ke media selektif, media
Okon untuk isolasi Azospirillum, media Yema untuk isolasi
Rhizobium, media Jensen untuk isolasi Azotobacter, dan media
Pikovskaya untuk isolasi BPF. Bakteri diinkubasi selama 3 hari dan
diamati perkembangannya. Koloni bakteri yang tumbuh kemudian
disetrik ke media agar miring untuk kultur murni sedangkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
aplikasi, bakteri ditumbuhkan ke dalam kultur cair dan setiap hari
dishaker minimal 1 jam.
d. Pembibitan
Benih padi IR 64 sebelumnya direndam dengan air semalam.
Benih dipilih yang terendam air sedang benih yang mengapung
dibuang. Perlakuan pembenihan ada 2 yaitu dengan penambahan
mikoriza (M) dan tanpa mikoriza (T). Berikut adalah tahapan
pembibitan:
M = lapisan tanah + mikoriza ditabur + lapisan tanah + benih ditabur
+ lapisan tanah tipis
T = lapisan tanah + benih ditabur + lapisan tanah tipis
e. Persiapan pot tanam, aplikasi pupuk organik dan batuan fosfat
Tanah oxisol Tuntang segar diayak dengan ayakan diameter ±2
mm, selanjutnya tanah seberat 10 kg kering angin yang sudah
dicampur dengan pupuk organik (kompos jerami) sesuai dosis
dimasukkan ke dalam pot perlakuan. Aplikasi pupuk organik
dilakukan 2 hari sebelum tanam sedangkan batuan fosfat diaplikasikan
1 hari sebelum tanam sesuai dosis perlakuan.
f. Penanaman
Bibit padi IR 64 umur 10 hari setelah semai dipindah tanam ke
pot perlakuan, ditanam satu bibit padi per pot yang langsung
diinokulasi dengan mikrobia hasil inokulasi dalam kultur cair sebanyak
2 ml untuk masing-masing jenis (BPN, BPF) sesuai perlakuan. Untuk
BPN karena terdiri atas 3 jenis bakteri maka pengaplikasiannya adalah
@ 0,7 ml Azotobacter, Azospirillum, dan Rhizobium. Aplikasi
mikoriza yaitu dengan menambahkan 1 sendok teh mikoriza pada
lubang tanam ditutup dengan lapisan tanah tipis kemudian bibit
ditanam di atasnya dengan posisi akar “L”. Penanaman bibit
disesuaikan perlakuan untuk bibit T ditanam pada pot perlakuan tanpa
mikoriza dan bibit M ditanam pada pot perlakuan mikoriza.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
g. Pemupukan
Pemupukan anorganik (Urea, SP 36, KCl) dilakukan 2 kali,
separuh dosis pupuk pada umur 10 hari setelah tanam dan sisanya
diberikan pada 23 hari setelah tanam. Cara pemupukan dengan cara
ditugal di sekitar perakaran tanaman.
h. Pengairan
Selama masa pertumbuhan padi, tanah dalam keadaan macak-
macak. Penggenangan (± 2 cm) dilakukan pada saat awal tanam untuk
memudahkan penanaman bibit dan pada penyiangan jika dibutuhkan
untuk mempermudah pengambilan gulma. Pada fase generatif
tanaman, yaitu saat biji padi masak susu sampai pematangan,
pengairan dihentikan sama sekali sampai tanah retak-retak.
i. Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi: penyulaman tanaman jika tanaman mati
selama masa percobaan, penyiraman ±2hari sekali, pemberantasan
gulma serta hama dan penyakit dilakukan secara manual. Pencegahan
hama dilakukan dengan memasang kelambu sesuai luas dan tinggi
yang dibutuhkan agar hama tidak dapat masuk dan penyemprotan
pestisida nabati menggunakan Biferia basiana untuk hama wereng.
j. Panen
Panen dilakukan 3 kali, terdiri atas 1 ulangan untuk panen bulan
pertama, 2 ulangan untuk panen bulan kedua, dan 3 ulangan untuk
panen bulan ketiga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3. Variabel Penelitian
a. Analisis tanah awal
Tabel 3.1. Parameter Analisis Tanah awal di Laboratorium No Parameter analisis tanah Metode 1. pH H2O Elektrometrik 2. pH KCl Elektrometrik 3. C organik Walkey and Black 4. KPK Amonium Asetat pH 7 5. N total Kjeldahl 6. P Tersedia Bray I 7. K Tersedia Ekstrak Amonium Asetat 8. Fe Tersedia Morgan Wolf
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005)
Rumus perhitungan N total tanah adalah sebagai berikut: 䓸阰Ŗ阰̜Ǵ 实 纵顾石故邹賸䓸䓸̜关裐賸14賸4100100十乖拐賸顾an̜阰阰̜ ̜闺纵桂龟邹賸100%
Keterangan: B = ml titrasi larutan baku
A = ml titrasi larutan sampel b. Analisis tanah akhir
Tabel 3.2. Parameter Analisis Tanah Akhir di Laboratorium No Parameter analisis tanah Metode 1. pH H2O Elektrometrik 2. pH KCl Elektrometrik 3. C-organik Walkey and Black 4. N-total tanah Kjeldahl
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2005)
c. Analisis N jaringan tanaman
Analisis N jaringan tanaman bertujuan untuk mengetahui serapan N
jaringan tanaman padi dengan menggunakan metode Kjeldahl (Jones et
al., 1991). Rumus perhitungan N jaringan tanaman adalah sebagai
berikut: 䓸炘̜nノ阰̜ 实纵顾石故邹賸䓸裐ƼǴ賸14賸4顾an̜阰ᱸ̜桂eaǴ纵桂龟邹賸100%
Keterangan: B = ml titrasi larutan baku A = ml titrasi larutan sampel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Sedangkan untuk menghitung serapan N tanaman menggunakan rumus
(Yuwono, 2004) sebagai berikut: 撨an̜e̜ 䓸 实䓸炘̜nノ阰̜ ̜桂̜ 賸顾an̜阰诡an轨 龟阰̜ ̜桂̜ d. Pengamatan indikator pertumbuhan dan hasil tanaman padi
§ Tinggi tanaman: diamati dengan mengukur tinggi tanaman dari
pangkal akar sampai ujung daun tertinggi pada 4, 8, dan 12 MST
§ Jumlah anakan: diamati dengan menghitung jumlah anakan padi
pada 4, 8, dan 12 MST
§ Panjang akar: diamati dengan mengukur panjang dari pangkal akar
sampai ujung akar tertinggi setiap 1 bulan sekali
§ Berat kering tanaman: menimbang berat tanaman setelah dioven
700C sampai konstan
§ Berat 1000 biji gabah: digunakan untuk menghitung berat gabah per
biji
§ Jumlah biji per malai
§ Jumlah malai per rumpun
§ Produksi per tanaman = berat gabah per biji x jumlah biji per malai
x jumlah malai per rumpun
e. Kepadatan mikrobia
Kepadatan mikrobia menggunakan metode Spread Plates yaitu dengan
menghitung total mikrobia yang mampu tumbuh setelah dilakukan
perlakuan. Cara kerjanya yaitu mengisolasi mikrobia dari tanah setiap
pot perlakuan @10 g dimasukkan dalam garam fisiologis 90 ml
(pengenceran 10-1) dan dilakukan seri pengenceran sampai 10-7,
masing-masing tabung pengenceran berisi 9 ml garam fisiologis.
Mengambil 0,1 ml larutan dari pengenceran 10-1 dan dimasukkan ke
tabung pengenceran 10-2 dan begitu selanjutnya sampai pada
pengenceran 10-7 kemudian menanam bakteri 0,1 ml dari setiap
pengenceran ke media selektif, media Okon untuk isolasi Azospirillum,
media Yema untuk isolasi Rhizobium, dan media Jensen untuk isolasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Azotobacter. Mikrobia diinkubasi selama 3 hari dan diamati
perkembangannya.
Cara penghitungan koloni mikrobia adalah dengan menghitung jumlah
koloni pada media dengan kisaran 30-300 koloni. Total koloni yang
masuk kisaran perhitungan dikalikan dengan faktor pengencerannya.
Total koloni = Jumlah koloni x 1/faktor pengenceran x 10
(Seeley and Vandenmark, 1965; Jutono et al., 1976; Anas, 1989;
Fardiaz, 1993).
f. Pengamatan spora Mikoriza
Mencampur tanah 25 gam dengan aquades 100 ml dan membiarkan
partikel kasar mengendap. Cairan kemudian disaring dengan saringan
250 mikron. Menampung cairan yang melewati saringan pertama dan
mencuci saringan dengan air mengalir. Menyaring kembali hasil
tampungan saringan pertama dengan saringan 90 mikron. Menampung
cairan yang melewati saringan kedua dan mencuci saringan dengan air
mengalir. Menyaring kembali hasil tampungan saringan kedua dengan
saringan 60 mikron. Memindahkan sisa yang tertinggal dengan air dan
menaruh petridish di bawah saringan kemudian diamati di bawah
mikroskop dan menghitung jumlah sporanya (Brundett et al., 1996).
4. Analisis data
Teknik pengolahan data menggunakan analisis ragam (Anova)
dengan uji F taraf 5% (data normal) dan Kruskal Wallis (data tidak
normal) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel
penelitian. DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5% digunakan
untuk membandingkan rerata antar kombinasi perlakuan, uji korelasi untuk
mengetahui hubungan antar variabel, dan kontras ortogonal untuk
membandingkan antar kelompok perlakuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola penerapan SRI dapat melalui berbagai tahapan, yaitu SRI kimia, SRI
semi organik, dan SRI organik (Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna,
2008). Dalam penelitian ini, pemupukan disajikan dalam tahapan semi organik
dengan berbagai imbangan dosis pupuk anorganik, organik, dan pemanfaatan
mikrobiota bermanfaat. Dalam upaya perbaikan daya dukung tanah Oxisol
Tuntang, sebagai media pertanaman padi, aplikasi mikrobiota bermanfaat pada
penerapan SRI diharapkan mampu memberikan pengaruh yang baik bagi
keberlanjutan fungsi ekologi, terutama dalam penyediaan nutrisi N. Dalam
kenyataannya, pengaruh pemberian mikrobiota bermanfaat sangat sulit diamati.
Walaupun demikian, pengaruh perlakuan dapat diketahui dengan menganalisis
perbandingan karakter tanah awal dan karakter tanah akhir, serta pengamatan
respon tanaman padi dilihat dari beberapa parameter pertumbuhan dan hasil
tanaman padi.
A. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Karakteristik Tanah
1. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap pH tanah dan kandungan C
organik tanah
Dalam penentuan suatu pengelolaan tanah khususnya aplikasi
pemupukan, maka harus diketahui dan dipahami terlebih dahulu
karakteristik tanah yang akan dikelola. Tanah oxisol mempunyai sifat kimia
yang kurang baik bagi pertumbuhan tanaman, di antaranya KTK rendah
(Buringh, 1991), kandungan unsur hara rendah, reaksi tanah sangat masam
sampai netral (Munir, 1996) dan banyak mengandung oksida-oksida besi
(Hardjowigeno, 1992). Hal ini dikarenakan tanah oxisol merupakan tanah
yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berumur tua, sehingga telah
terjadi pencucian unsur-unsur basa yang intensif pada bagian profil tanah.
Terbukti berdasarkan analisis tanah awal (Lampiran 4), bahwa tanah Oxisol
Tuntang merupakan jenis tanah yang mempunyai tingkat kesuburan rendah
karena memiliki karakteristik pH tanah yang masam, kandungan C organik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
tanah rendah, KPK sangat rendah, hara P tersedia rendah, N total dan K
tersedia sangat rendah, dan Fe tersedia yang tinggi.
pH tanah awal masam berkaitan dengan Fe tersedia yang tinggi
(221,86 ppm), bisa mengakibatkan keseimbangan hara tanah dan serapan
hara tanaman terganggu sehingga pertumbuhan tanaman bisa terhambat
karena keracunan Fe. Harkat C organik tanah Oxisol Tuntang yang rendah
(1,43%) mengakibatkan KPK tanah pada harkat sangat rendah (4,9 cmol
kg-1) yang selanjutnya berpengaruh terhadap terbatasnya ketersediaan hara
(Buckman and Brady, 1982). Oleh sebab itu upaya pengelolaan
(pemupukan dan sistem pertanian) yang tepat dan seimbang perlu
dilakukan agar tanah Oxisol Tuntang bisa digunakan sebagai media tumbuh
tanaman padi yang baik.
Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 4.1), semua perlakuan tidak
meningkatkan pH H2O dan pH KCl secara nyata dibandingkan kontrol,
sedangkan terhadap kandungan C organik tanah, perlakuan pemupukan
meningkatkan harkat C organik dengan sangat nyata.
Tabel 4.1. Analisis Ragam Parameter Sifat Kimia Tanah No Parameter analisis tanah P-value 1. pH H2O 0,991 ns 2. pH KCl 0,552 ns 3. C-organik 0,000 **
Sumber: Analisis ragam menggunakan Minitab 1.3 (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata ns = berbeda tidak nyata
pH H2O menggambarkan keadaan reaksi dalam tanah secara aktual
dan pH KCl menggambarkan potensial reaksi dalam tanah (Foth, 1994).
Rerata pH H2O menunjukkan peningkatan nilai pH dari masam menjadi
agak masam dengan perubahan yang tidak beda nyata terhadap kontrol dan
antar perlakuan. Peningkatan pH tidak nyata juga terjadi pada rerata pH
KCl, namun dilihat dari kecenderungan nilainya, perlakuan sudah mampu
meningkatkan harkat pH KCl yang sangat masam menjadi masam sampai
agak masam (Tabel 4.2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Secara normal, penggunaan pupuk dalam jumlah sedang sampai
besar secara sistematis pada waktu yang cocok tidak menghasilkan
perubahan nyata pada pH tanah. Pengaruh pupuk pada pH tanah antara lain:
superfosfat dan pupuk kalium seperti muriat pada umumnya tidak
mempunyai pengaruh permanen pada kemasaman tanah, pupuk nitrogen
dalam bentuk amonia akan menghasilkan kemasaman kecuali bila bahan
pengapuran yang cukup dalam pupuk untuk menetralkan asam yang
terbentuk, sedangkan batuan fosfat mempunyai kecenderungan menetralkan
kemasaman tanah (Foth, 1994).
Tabel 4.2. Karakteristik pH H2O, pH KCl, dan C organik Tanah Akhir
Perlakuan pH H2O Harkat pH KCl Harkat C organik
(%) Harkat
A 5,96 a AM 5,42 ab M 2,04 a S B 6,23 a AM 5,45 ab M 2,15 ab S C 6,06 a AM 5,50 ab M 2,63 c S D 5,89 a AM 5,59 ab AM 2,54 bc S E 5,97 a AM 5,51 ab AM 2,55 bc S F 6,13 a AM 5,33 ab M 2,49 bc S G 5,97 a AM 5,28 a M 2,59 c S H 6,03 a AM 5,49 ab M 3,28 d T I 6,04 a AM 5,50 ab M 3,26 d T J 6,06 a AM 5,66 ab AM 2,32 d T K 6,11 a AM 5,57 ab AM 3,42 d T L 6,24 a AM 5,59 ab AM 3,42 d T M 5,94 a AM 5,45 ab M 3,30 d T N 6,00 a AM 5,52 ab AM 3,38 d T O 6,13 a AM 5,59 ab AM 3,25 d T P 6,08 a AM 5,51 ab AM 3,19 d T Q 6,00 a AM 5,70 b AM 3,35 d T
Sumber: Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah FP UNS (2011) Pengharkatan menurut Balai Penelitian Tanah 2005 (M = masam; AM = agak masam; S = sedang; T = tinggi) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Kandungan Ca dalam batuan fosfat (Ca3PO4)2 diduga mempunyai
sifat meningkatkan pH tanah walaupun dalam nilai yang amat kecil.
Dugaan pengaruh pemberian batuan fosfat dapat dilihat dari perlakuan I
dan J dimana pada perlakuan J (pupuk anorganik + batuan fosfat) kenaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pH H2O dan pH KCl terjadi walaupun dalam nilai yang kecil dan berbeda
tidak nyata terhadap perlakuan I (tanpa batuan fosfat). Hal serupa juga
ditunjukkan pada perlakuan L (50% pupuk anorganik dosis rekomendasi +
100% kompos dosis rekomendasi + batuan fosfat) dengan nilai pH lebih
tinggi dibanding perlakuan K (dosis L tanpa batuan fosfat) (Tabel 4.2).
Kecenderungan nilai pH H2O terbaik pada perlakuan L yaitu 6,24
(Tabel 4.2). Peningkatan pH juga dipengaruhi ketersediaan bahan organik
ditunjukkan dari kandungan C organik tanah terbaik yaitu 3,42% walaupun
secara statistik berbeda tidak nyata dengan perlakuan H, I, J, M, N, O, P,
dan Q (Tabel 4.2). Hal ini selaras dengan Isroi (2010) yang menyatakan
bahwa kompos memiliki kandungan C organik yang tinggi. Hasil
penguraian dari kompos jerami padi pada tanah masam akan menghasilkan
koloid organik yang dapat melepaskan OH- sehingga sedikit demi sedikit
dapat meningkatkan pH tanah. Hal ini karena koloid organik bersifat
amfoter (menetralkan reaksi tanah), sehingga diharapkan pemberian bahan
organik secara berkelanjutan mampu meningkatkan pH tanah ke arah
netral.
Menurut Munir (1996), prinsip atau alternatif pengelolaan oxisol
tidak hanya dilakukan dengan pemupukan dan pengapuran tapi perlu
adanya masukan bahan organik dalam jumlah besar untuk mempertahankan
kondisi tanah. Fungsi bahan organik adalah sebagai daya sangga tanah,
meningkatkan KPK, dan cadangan unsur hara mikro. Menurut Yuwono
(2004), pupuk organik (kompos jerami) dikatakan siap diaplikasikan ke
tanah pada kondisi yang sudah matang yaitu nilai C/N rasio <20.
Berdasarkan analisis pupuk (Lampiran 4), nilai C/N rasio kompos jerami
adalah 18,18, artinya kompos jerami sudah matang dan siap diaplikasikan
ke tanah dan sudah sesuai dengan baku mutu pupuk menurut SNI (kompos
siap digunakan dengan nilai C/N 12-25%). Foth (1994) menyatakan bahwa
kompos dengan 15<C/N<30 menandakan imobilisasi sama dengan
mineralisasi, dan C/N<15 menandakan mineralisasi lebih tinggi dari
imobilisasi. Pengaplikasian kompos yang belum matang atau pada fase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
imobilisasi > mineralisasi menyebabkan hara kurang tersedia bagi tanaman
karena terjadi persaingan hara dengan mikrobiota dekomposer (Thompson
and Troeh, 1979; Foth, 1994).
Pemberian kompos jerami mengakibatkan peningkatan asam-asam
organik yang pada tahap dekomposisi lebih lanjut menghasilkan asam
humat dan fulvat yang mampu mengikat ion Fe dalam bentuk khelat,
sehingga kelarutan Fe dalam tanah bisa menurun (Ahmad, 1990 cit.
Ruhaimah et al., 2009). Fungsi inilah diduga juga dapat mengurangi tingkat
kemasaman tanah dan Fe tersedia tanah, yang juga dibuktikan oleh hasil
penelitian Pramesti (2011). Hubungan antara kandungan bahan organik, Fe
tersedia, dan pH tanah disajikan pada Gambar 4.1, dimana dari
kecenderungan nilai ketiganya tampak bahwa semakin tinggi bahan organik
tanah, Fe tersedia semakin rendah, dan pH tanah meningkat.
Keterangan: Data bahan organik merupakan hasil konversi C organik (Corg x
1,72); data Fe tersedia disitasi dari hasil penelitian Pramesti (2011)
Gambar 4.1. Hubungan bahan organik, Fe tersedia, dan pH tanah
2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Jumlah Koloni Bakteri dan
Jumlah Spora Mikoriza Tanah
Dalam sub bab jumlah koloni bakteri dan jumlah spora mikoriza ini,
akan dibagi empat kelompok pembahasan perlakuan agar perbandingannya
terlihat lebih jelas, yaitu: (1) perlakuan B-G (penambahan mikrobiota saja
yakni BPN, BPF, dan mikoriza baik secara tunggal maupun kombinasi); (2)
perlakuan H dan I (penambahan pupuk anorganik); (3) perlakuan J-L
(kombinasi pupuk anorganik + organik); (4) perlakuan M-Q (imbangan
221.
86
220.
87
213.
13
215.
74
215.
55
217.
23
214.
2
191.
66
201.
37
179.
79
161.
59
161.
2
184.
12
171.
34
205.
43
212.
2
176.
86
3.51 3.70 4.52 4.37 4.39 4.29 4.47 5.64 5.61
3.99 5.88 5.88
5.68 5.81
5.58 5.50
5.76
5.96 6.23 6.06 5.89 5.97 6.13 5.97 6.03 6.04
6.06 6.11 6.24
5.94 6.00
6.13 6.08
6.00
0
50
100
150
200
250
A B C D E F G H I J K L M N O P Q
Fe tersedia (ppm) Bahan Organik (%) pH H2O
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
pupuk anorganik, organik, batuan fosfat, dan penambahan kombinasi
mikrobiota).
Jumlah bakteri dalam tanah itu bervariasi, karena banyak
persyaratan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan mereka (Buckman
and Brady, 1982). Penghitungan jumlah bakteri dilakukan karena
diasumsikan semakin banyak koloni yang ditemukan mampu memberikan
fungsi fiksasi N yang lebih baik terhadap tanaman. Berdasarkan analisis
ragam, secara keseluruhan, perlakuan pemupukan meningkatkan jumlah
koloni bakteri Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium, maupun jumlah spora
mikoriza secara sangat nyata (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Hasil Analisis Jumlah Koloni Bakteri dan Spora Mikoriza
Sumber Keragaman Azospirillum Azotobacter Rhizobium Mikoriza Perlakuan ** ** ** ** A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ ** ns ns ** BCDEFG vs HIJKLMNOPQ ** ** ** ** BCD vs EFG ns ns ns ** B vs CD ns ns ns ** C vs D ns ns ns * E vs FG ns ns ns ** F vs G ns ns ns ** HI vs JKLMNOPQ ** ** ** ** H vs I ns ns ns ns JKL vs MNOPQ ** ns ns ** J vs KL ns ns ns ns K vs L ** ns ** * MNOP vs Q ** ** ns ns MN vs OP ** ns ** ns M vs N ** ns ns ** O vs P ** ns ** *
Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata · Azospirillum
Berdasarkan hasil uji beda, perlakuan dengan penambahan
mikrobiota saja (BPN, BPF, dan mikoriza) baik secara tunggal maupun
kombinasi (perlakuan B-G) tidak meningkatkan secara nyata jumlah koloni
Azospirillum dibanding kontrol. Seperti terlihat pada Gambar 4.3 perlakuan
kontrol justru lebih efektif dengan jumlah koloni Azospirillum terbaik yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
5,4x104 cfu g-1 tanah. Kenampakan Azospirillum pada media Okon
disajikan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Kenampakan koloni Azospirillum pada Media Okon
Adapun penggunaan pupuk NPK pada cara SRI justru menurunkan
jumlah koloni Azospirillum dalam rhizosfer akar (Sutaryat, 2009). Hal ini
terbukti pada hasil penelitian, perlakuan aplikasi pupuk anorganik 100%
dosis rekomendasi (perlakuan H) dan perlakuan I (dosis perlakuan H +
batuan fosfat) menunjukkan rerata jumlah bakteri yang lebih rendah dari
kontrol dan aplikasi mikrobiota secara tunggal. Ini berkaitan dengan
terganggunya fungsi mikrobiota pada penggunaan pupuk anorganik yang
tinggi. Dari perbandingan keduanya, nampak pula bahwa penambahan
batuan fosfat tidak efektif meningkatkan jumlah Azospirillum.
Pemberian kompos 450 g pot-1 pada 100% dosis pupuk anorganik
(perlakuan J) ternyata lebih efektif meningkatkan jumlah koloni
Azospirillum dibanding penambahan kompos 900 g pot-1 pada 50% dosis
pupuk anorganik (perlakuan K). Dalam hal ini faktor ketidaksterilan tanah
dan bahan organik diperkirakan sebagai penyebab dari dominansi bakteri
yang berbeda-beda. Tanah dihuni berbagai bakteri dan mikrobiota lain
dalam jenis dan jumlah yang sangat sulit diperhitungkan, demikian halnya
dengan bahan organik yang merupakan sumber karbon juga membawa
berbagai jenis mikrobiota yang diasumsikan semakin banyak bahan organik
yang diberikan, memungkinkan mikrobiota yang terbawa juga lebih
bervariasi. Dalam kehidupannya, semua biota dalam tanah bersaing
memperebutkan ruang dan nutrisi untuk bertahan hidup, sehingga sangat
dimungkinkan keberadaan Azospirillum terancam oleh keberadaan
mikrobiota lain sehingga jumlahnya menurun. Sementara pada penambahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
batuan fosfat (perlakuan L) jumlah bakteri meningkat kembali yang
dimungkinkan kondisi lingkungan lebih sesuai seperti pH tanah (Tabel 4.2)
yang lebih baik dan ketersediaan N yang cukup (Gambar 4.8). Hal ini
menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan L lebih efektif dalam
peningkatan jumlah Azospirillum.
Pada perlakuan M-Q, secara keseluruhan, penambahan mikrobiota
pada kombinasi 50% dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos, dan
penambahan batuan fosfat meningkatkan jumlah Azospirillum dengan
sangat nyata dari perlakuan dosis 100% pupuk anorganik (H dan I) maupun
pupuk organik dosis 100% dan 50% (J, K, L) (Tabel 4.3). Mikoriza
berperan lebih efektif meningkatkan jumlah Azospirillum dalam tanah,
terlihat pada perlakuan M (100% pupuk anorganik + mikoriza) sangat nyata
meningkatkan jumlah bakteri dibanding dengan perlakuan 100% dosis
pupuk anorganik tanpa mikoriza (perlakuan H), dan lebih efektif lagi
meningkatkan jumlah Azospirillum pada kombinasi perlakuan N (50%
pupuk anorganik + 50% kompos + Batuan fosfat + Mikoriza) dengan rerata
jumlah Azospirillum 8,1x105 cfu g-1 tanah yang merupakan rerata terbaik
dari seluruh perlakuan. Hal ini menunjukkan adanya sinergisme antara
mikoriza dengan Azospirillum di dalam tanah. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa mikoriza dapat mengubah mikroflora tanah dengan
menstimulasi perkembangan kelompok bakteri lain (Bethlenfalvay and
Schuepp, 1994). Keberadaan mikoriza diduga mampu mendukung
perkembangan Azospirillum asli dalam tanah tanpa penambahan bakteri
dari luar.
Penambahan Azospirillum dalam aplikasi BPN pada kombinasi 50%
dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos, dan penambahan batuan fosfat
(perlakuan O) justru menurunkan jumlah Azospirillum. Hal ini karena
dalam aplikasi BPN, ternyata Azotobacter dan Rhizobium (Gambar 4.3)
lebih mendominasi, sehingga diduga terjadi persaingan nutrisi antar
mikrobiota atau adanya kondisi lingkungan yang kurang mendukung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji
DMR taraf 5%; cfu = colony forming unit Gambar 4.3. Rerata Jumlah Azospirillum (kiri atas), Azotobacter (kanan atas), Rhizobium
(kiri bawah), Spora Mikoriza (kanan bawah) dalam tanah
0.0E+00 5.0E+04 1.0E+05
ABCDEFGHIJKL
MNOPQ
5,4E+04 ab
3,9E+03 a
2,1E+04 a
2,4E+04 a
3,3E+03 a
3,1E+03 a
4,7E+03 a
1,1E+04 a
1,3E+04 a
1,5E+05 b
3,3E+04 a
3,2E+05 cd
2,6E+05 c
8,1E+05 f
3,9E+05 d
7,1E+04 ab
6,5E+05 e
Jumlah bakteri (cfu g-1 tnh)
Azospirillum
0.0E+00 2.0E+07 4.0E+07
ABCDEFGHIJKL
MNOPQ
2,9E+05 a
1,7E+06 a
1,7E+06 a
5,6E+05 a
4,7E+06 a
6,3E+05 a
1,3E+06 a
1,2E+07 a
1,3E+06 a
1,7E+07 ab
2,0E+08 ab
2,2E+08 ab
2,7E+08 ab
2,3E+08 ab
3,9E+08 b
3,0E+08 b
3,8E+07 a
Jumlah bakteri (cfu g-1 tnh)
Azotobacter
0.0E+00 5.0E+07 1.0E+08
ABCDEFGHIJKL
MNOPQ
2,1E+05 a
2,1E+07 a
2,1E+07 a
2,4E+07 a
1,9E+07 a
1,0E+06 a
9,8E+05 a
2,2E+06 a
1,9E+06 a
3,8E+08 ab
6,5E+08 bc
1,1E+08 a
4,6E+06 a
4,9E+06 a
7,5E+08 c
2,8E+08 a
1,2E+07 a
Jumlah bakteri (cfu g-1 tnh)
Rhizobium
17 a
53 def
19 a
40 bcd
32 abc
49 cde
95 g
23 ab
29 ab
60 ef
52 def
70 f
94 g
125 i
98 gh
113 hi
94 g
0 50 100 150
ABCDEFGHIJKL
MNOPQ
Jumlah spora mikoriza per 100g tanah
Spora Mikoriza
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
· Azotobacter
Berdasarkan hasil uji beda, perlakuan dengan penambahan
mikrobiota saja (BPN, BPF, dan mikoriza) baik secara tunggal maupun
kombinasi (perlakuan B-G) tidak meningkatkan secara nyata jumlah koloni
Azotobacter dibanding kontrol. Namun jika dilihat dari kecenderungan data
pada perlakuan tersebut, rerata jumlah Azotobacter meningkat pada
perlakuan B (Tanah + Mikoriza) dan C (Tanah + BPN) dengan jumlah yang
sama yaitu 1,7x106 cfu g-1 tanah dan semakin meningkat pada kombinasi
keduanya yaitu perlakuan E (Tanah + Mikoriza + BPN) dengan jumlah
koloni 4,7x106 cfu g-1 tanah yang merupakan nilai rerata terbaik dibanding
kontrol dan perlakuan lainnya. Sementara penambahan BPF baik secara
tunggal maupun dikombinasikan dengan mikoriza dan BPN justru
cenderung menurunkan jumlah Azotobacter, terlihat pada perlakuan D
(Tanah + BPF), F (Tanah + Mikoriza + BPF), dan G (Tanah + Mikoriza +
BPN + BPF) dengan jumlah koloni berturut-turut 5,6x105; 6,3x105; dan
1,3x106 cfu g-1 tanah. Kenampakan koloni Azotobacter pada Media Jensen
disajikan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Kenampakan koloni Azotobacter pada Media Jensen
Perlakuan aplikasi pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi
(perlakuan H) dan perlakuan I (dosis perlakuan H + batuan fosfat)
menunjukkan peningkatan jumlah Azotobacter yang tidak beda nyata dari
kontrol dan aplikasi mikrobiota secara tunggal. Pupuk anorganik
menyediakan nutrisi dalam bentuk tersedia/langsung bisa digunakan
tanaman. Azotobacter dapat mengasimilasi berbagai bentuk gabungan
nitrogen, misalnya nitrat dan ammonia. Kehadiran senyawa-senyawa ini
pada medium akan menekan fiksasi nitrogen bebas (Sutedjo, 1991).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Azotobacter biasanya tidak terdapat pada rizoplane (permukaan akar)
tapi melimpah pada rizosfer. Eksudat/ekskresi akar mengandung asam
amino, gula, vitamin, asam organik bersama dengan membusuknya bagian
sistem akar menyediakan sumber energi bagi Azotobacter. Ada dua faktor
yang mempengaruhi populasi Azotobacter dalam tanah yaitu sifat asosiasi
atau antagonistik dengan mikroflora lain dan kandungan bahan organik
tanah (Rao, 1993). Berdasarkan Gambar 4.3, peningkatan secara nyata
jumlah Azotobacter dibanding kontrol terlihat pada perlakuan pemberian
kompos (J, K, L). Sementara antar ketiga perlakuan tersebut pengaruhnya
berbeda tidak nyata terhadap jumlah koloni Azotobacter. Namun demikian
kecenderungan nilai peningkatan terbaik dari ketiganya pada perlakuan L
(kombinasi 100% dosis kompos, 50% pupuk anorganik, dan batuan fosfat).
Pada perlakuan kombinasi dengan mikrobiota memberi pengaruh
yang lebih baik seperti pada perlakuan O (50% dosis pupuk anorganik +
50% dosis kompos + Mikoriza + BPN) dan P (50% dosis pupuk anorganik
+ 50% dosis kompos + Mikoriza + BPF). Sementara kombinasi mikoriza,
BPN, dan BPF kurang efektif meningkatkan jumlah Azotobacter. Kondisi
tanah yang tidak tergenang menyebabkan lingkungan yang cocok terhadap
kehidupan Azotobacter yang bersifat aerob. Hal ini terlihat dari jumlah
bakteri Azotobacter yang mendominasi dari pemberian BPN secara
keseluruhan. Pada medium yang sesuai, Azotobacter mampu menambat 10-
20 mg nitrogen g-1 gula (Allison, 1973 cit. Wedhastri, 2002). Kemampuan
ini tergantung kepada sumber energinya (Sutedjo, 1991), keberadaan
nitrogen yang terpakai (Waksman, 1952 cit. Wedhastri, 2002), mineral,
reaksi tanah, jumlah bakteri penambat nitrogen pada perakaran, dan
konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi aktivitas penambatan
nitrogen (Trolldenier, 1977 cit. Wedhastri, 2002).
· Rhizobium
Sama halnya dengan jumlah koloni Azospirillum dan Azotobacter,
perlakuan B-G menunjukkan pengaruh berbeda tidak nyata dari kontrol.
Namun dilihat dari kecenderungan rerata data jumlah Rhizobium (Gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
4.3), diduga BPF berpengaruh positif meningkatkan jumlah Rhizobium
dengan rerata terbaik pada perlakuan D (Tanah + BPF) yaitu 2,4x107 cfu g-1
tanah, diikuti perlakuan B (Tanah + Mikoriza) dan C (Tanah + BPN)
dengan rerata jumlah yang sama (2,1x107 cfu g-1 tanah). Sementara pada
perlakuan kombinasi baik mikoriza, BPN, dan BPF (perlakuan E,F,G)
justru memberi kecenderungan menurunkan jumlah Rhizobium berturut-
turut 1,9x107; 1,0x106; dan 9,8x105 cfu g-1 tanah, hal ini dimungkinkan
adanya persaingan hara dalam tanah antar mikrobiota mengingat tidak ada
penambahan sumber hara pada perlakuan tersebut. Kenampakan koloni
Rhizobium pada YEMA disajikan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Kenampakan koloni Rhizobium pada YEMA
Perlakuan aplikasi pupuk anorganik 100% dosis rekomendasi
(perlakuan H) dan perlakuan I (dosis perlakuan H + batuan fosfat) justru
cenderung menurunkan jumlah Rhizobium dibanding kontrol dan aplikasi
mikrobiota secara tunggal, artinya penggunaan pupuk anorganik dalam
dosis tinggi bersifat merugikan kehidupan Rhizobium di dalam tanah. Lain
halnya dengan aplikasi kompos, pada penambahan kompos dosis 50%
jumlah Rhizobium meningkat dan semakin meningkat secara nyata pada
penambahan kompos dosis 100% dari kontrol dan perlakuan aplikasi
mikrobiota.
Pada kelompok perlakuan M-Q, perlakuan O (50% pupuk anorganik
+ 50% kompos + Batuan fosfat + Mikoriza + BPN) memberi pengaruh
terbaik meningkatkan jumlah Rhizobium dan berbeda nyata terhadap semua
perlakuan. Hal ini diperkirakan pada kombinasi tersebut Rhizobium
mendapatkan kondisi lingkungan tanah yang sesuai dengan syarat
hidupnya, seperti pH tanah 6,0 (Tabel 4.2) dimana reaksi optimum bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium adalah pH 5,5-7,0 (Sutedjo,
1991) sehingga Rhizobium mampu berkembangbiak dengan lebih baik dan
mampu bersaing dengan mikrobiota lainnya. Rhizobium merupakan bakteri
aerobik sehingga metode tanam SRI yang bersifat aerob (mempertahankan
kondisi tanah dalam keadaan lembab) memberikan ketersediaan oksigen
untuk proses respirasi dan mengoptimalkan berbagai reaksi biokimia dalam
ekosistem. Adanya masukan bahan organik juga memberi kecukupan
sumber energi bagi Rhizobium sehingga tumbuh lebih baik.
Bakteri–bakteri yang termasuk dalam genus rhizobium hidup bebas
dalam tanah dan dalam daerah perakaran tanaman legum maupun bukan
legum. Walaupun demikian, bakteri rhizobium hanya dapat bersimbiosis
dengan tanaman legum, dengan menginfeksi akarnya dan membentuk bintil
akar, pengecualian satu-satunya adalah bintil akar pada trema (parasponia)
oleh Rhizobium sp (Rambey, 2010; Mia and Shamsuddin, 2010). Beberapa
strain mungkin memiliki kemampuan untuk menginfeksi jaringan akar padi
melalui rambut akar terletak di akar lateral yang muncul dan menyebar luas
di seluruh akar padi (Francine et al., 2007; Gough et al., 1996; Ladha et al.,
1996 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Beberapa rhizobia alami dapat
menyerang akar lateral yang muncul pada padi, gandum, dan jagung
(Cocking et al., 1990., 1992, 1994 cit. Mia and Shamsuddin, 2010).
Al-Mallah et al (1990) cit. Mia and Shamsuddin (2010) menyatakan
bahwa sebenarnya Rhizobium dapat menginduksi pada frekuensi yang
rendah pada struktur akar padi. Struktur nodul terinduksi pada akar padi
dengan cara memberi perlakuan pada akar padi umur 2 hari setelah semai
dengan campuran enzim pendegadasi dinding sel yang terdiri atas 1%
selulase YC, 0,1% pectolyase Y23, dan 8% manitol diikuti dengan
inokulasi rhizobium dengan keberadaan polyethylene glycol. Rhizobium
terletak baik dalam sitoplasma yang berdegenarasi pada sel dan di antara
sel-sel berbentuk bulat dan memperpanjang struktur nodul. Namun
prosedur ini masih sangat terbatas untuk mengetahui aktifitas
nitrogenasenya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Inokulasi rhizobium untuk tanaman sereal khususnya padi dikaitkan
dengan peningkatan akumulasi dari zat-zat fenolik seperti galic, tanic, asam
ferulat dan sinamat pada daun tanaman (Mirza et al., 2001 cit. Mia and
Shamsuddin, 2010). Seperti meningkatnya asam fenolik merupakan
dampak fenomena stres tanaman terhadap patogen (Pieterse et al., 2002 cit.
Mia and Shamsuddin, 2010). Reaksi pertahanan terpicu dalam respon
invasi rhizobia dalam sistem pertahanan. Setelah infiltrasi berhasil,
rhizobium menyebar di seluruh bagian dalam tanaman tanpa menimbulkan
reaksi pertahanan yang nampak di dalam tanaman. Seperti Azorhizobium
caulinodans mampu memasuki akar lateral padi (akar lateral yang
pecah/retak) dengan masuk melalui retakan dan bakteri pindah ke ruang
antar sel dalam lapisan kortikal akar (Jain and Gupta, 2003 cit. Mia and
Shamsuddin, 2010). Bakteri menyerang sistem akar tanaman inang dengan
infeksi akar secara interseluler antara sel-sel tanaman yang berdekatan dan
bukan oleh pembentukan benang infeksi dan ujung rambut akar (Sprent dan
Raven, 1992 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Berdasarkan beberapa
pernyataan tersebut, maka inokulasi rhizobium untuk tanaman padi lebih
berperan sebagai PGPR (Plant Gowth Promoting Rhizobacteria) pada
pengaktifan mekanisme ketahanan terhadap penyakit.
· Spora Mikoriza
Perlakuan A-G menunjukkan bahwa perlakuan G (Tanah + mikoriza
+ BPN + BPF) memberikan pengaruh yang terbaik dan beda nyata terhadap
kontrol dan perlakuan lain (95 g), artinya kombinasi antar mikrobiota lebih
efektif dalam meningkatkan jumlah spora mikoriza dibandingkan
pengaplikasian secara tunggal. Namun diduga BPF memberikan asosiasi
yang lebih baik terhadap jumlah spora mikoriza dibanding BPN, terlihat
dari perlakuan C (Tanah + BPN) (19 a) dan E (Tanah + Mikoriza + BPN)
(32 abc) berbeda nyata dengan perlakuan D (Tanah + BPF) (40 bcd) dan F
(Tanah + Mikoriza + BPF) (49 cde). Spora mikoriza yang ditemukan dalam
penelitian ditunjukkan Gambar 4.6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 4.6. Kenampakan Spora Mikoriza
Adanya penggunaan pupuk anorganik sesuai dosis anjuran pada cara
SRI justru menurunkan jumlah spora mikoriza (perlakuan H dan I) dan
berbeda tidak nyata terhadap kontrol, namun dalam hal ini jumlah spora
meningkat kembali ketika ada penambahan mikoriza dari luar (perlakuan
M) dan pengaruhnya tidak beda nyata terhadap perlakuan G (Tanah +
mikoriza + BPN + BPF) yaitu dengan jumlah spora (94 g).
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 5), peningkatan kandungan
bahan organik tanah meningkatkan jumlah spora mikoriza (r=0,458),
selaras dengan pernyataan Anas (1997) bahwa jumlah maksimum spora
ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen.
Hal ini terbukti pada perlakuan penambahan kompos jerami (J, K, L)
mampu meningkatkan jumlah spora mikoriza secara nyata dibandingkan
perlakuan kontrol. Namun di sisi lain perlakuan J, K, L belum
menunjukkan peningkatan jumlah spora yang beda nyata terhadap
perlakuan mikoriza secara tunggal tanpa kompos jerami (perlakuan B),
sehingga diduga ada faktor lain yang lebih berpengaruh. Bethlenfalvay and
Schuepp (1994) menyatakan mikoriza dapat mengubah mikroflora tanah
dengan menstimulasi perkembangan kelompok bakteri lain yang mungkin
bersifat antagonis. Diduga hal inilah yang mempengaruhi kurang
optimalnya kehidupan spora mikoriza walaupun dengan penambahan bahan
organik yang lebih banyak.
Sesuai pernyataan Bethlenfalvay and Schuepp (1994) bahwa untuk
menjaga stabilitas tanah dicapai dengan memanipulasi dengan mikrobia
spesifik seperti bakteri pelarut fosfat dan bakteri diazotrof yang bekerja
dalam berbagai mekanisme. Perlakuan G, M, N, O, P, dan Q menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pengaruh yang beda nyata meningkatkan jumlah spora mikoriza dari
perlakuan B, J, K, dan L. Nampaknya keberlangsungan hidup dan jumlah
spora mikoriza lebih didukung kondisi lingkungan media yang stabil dari
sekedar peningkatan dosis bahan organik. Hal ini diperkuat dengan hasil uji
korelasi yang menunjukkan bahwa keberadaan Azospirillum dan
Azotobacter mempunyai korelasi erat (r=0,645) dan (r=0,526)
meningkatkan jumlah spora mikoriza dalam tanah (Lampiran 5).
Dari semua perlakuan, perlakuan N (50% dosis anorganik + 50%
dosis kompos + Mikoriza) memberi pengaruh terbaik meningkatkan jumlah
spora mikoriza (125 i) dan beda nyata terhadap perlakuan lain diikuti
perlakuan P (dosis perlakuan N + BPF) (113 hi). Ini menunjukkan di dalam
kombinasi pupuk anorganik dan organik diduga mikoriza dan BPF masih
memberikan asosiasi yang lebih baik terhadap jumlah spora mikoriza
dibanding BPN. Pengaplikasian BPN pada kombinasi dosis perlakuan P
justru menurunkan jumlah spora mikoriza dan berbeda tidak nyata dengan
perlakuan G (tanah + mikoriza + BPN + BPF).
Keterangan: Data infeksi mikoriza disitasi dari hasil penelitian Qodri (2011)
Gambar 4.7. Grafik hubungan jumlah spora mikoriza dan infeksi mikoriza pada akar padi
Penghitungan spora mikoriza merupakan pendekatan yang digunakan
untuk mengetahui keberadaan mikoriza dalam menjalankan fungsinya.
Diharapkan semakin banyak spora mikoriza yang ditemukan mampu
mengindikasikan peluang infeksi mikoriza terhadap akar padi yang lebih
baik. Perkembangan kehidupan mikoriza berlangsung di dalam jaringan
akar tanaman inang, setelah didahului dengan proses infeksi akar (Novriani
0
50
100
150
A B C D E F G H I J K L M N O P Q
Spora mikoriza Infeksi mikoriza (%)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
dan Madjid, 2009). Hasil penelitian Qodri (2011) menyebutkan bahwa
aplikasi mikoriza pada tanah ternyata mikoriza mampu menginfeksi akar
tanaman padi. Hubungan antara jumlah spora mikoriza dan infeksi mikoriza
disajikan pada Gambar 4.7.
Berdasarkan kecenderungan nilai rerata jumlah spora dan infeksi
mikoriza pada Gambar 4.7, diketahui bahwa semakin banyak jumlah spora
memberikan kemampuan mikoriza menginfeksi akar padi lebih baik,
terlihat pada perlakuan N dimana mempunyai jumlah spora mikoriza
terbaik menunjukkan tingkat infektifitas yang terbaik pula di antara
perlakuan yang lain. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi sistem
perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif
sehingga tanaman akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan
unsur hara (Iskandar, 2002 cit. Novriani dan Madjid, 2009). Jaringan hifa
ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara.
Ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa bisa
menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa
menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham,
1994 cit. Novriani dan Madjid, 2009). Serapan air yang lebih besar oleh
tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan
terbawa oleh aliran masa seperti N, K, dan S, sehingga serapan unsur
tersebut juga makin meningkat (Novriani dan Madjid, 2009).
· Mikrobiota Bermanfaat sebagai PGPR
Azospirillum, Azotobacter, dan Rhizobium selain fungsinya sebagai
bakteri penambat nitrogen juga berfungsi sebagai PGPR (Plant Gowth
Promoting Rhizobacteria) dimana perannya antara lain: meningkatkan
mobilisasi hara, produksi hormon tumbuh, fiksasi nitrogen, atau
pengaktifan mekanisme ketahanan terhadap penyakit (Wei et al., 1996;
Thakuria et al., 2004 cit. Sutariati et al., 2006) sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman (Nelson, 2004; Adesemoye et al.,
2008). Peranan PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman diduga juga ada hubungannya dengan kemampuan mensintesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
hormon tumbuh yang menyebabkan perubahan morfologi dan fisiologi akar
sehingga mampu meningkatkan serapan air dan hara untuk tanaman (Mia et
al., 2009 cit. Mia and Shamsuddin, 2010). Hal ini ditunjukkan pada hasil
pengamatan variabel pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang dibahas
pada poin B.
3. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Status Nutrisi N Total Tanah
Pengaruh keberadaan mikrobia bermanfaat dilihat dari menyediakan
N dalam tanah, walaupun hal tersebut tidak lepas dari pengaruh pemberian
pupuk. Dalam penelitian ini, perlakuan pemupukan mampu meningkatkan
status N total tanah dari sangat rendah menjadi rendah sampai sedang.
Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa secara keseluruhan,
perlakuan pemupukan sangat nyata meningkatkan kandungan N total tanah
(p=0,000) (Lampiran 5, Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Hasil Analisis N Total Tanah Sumber Keragaman N Total Tanah
Perlakuan ** A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ ** BCDEFG vs HIJKLMNOPQ ** BCD vs EFG * B vs CD ns C vs D * E vs FG ns F vs G ns HI vs JKLMNOPQ ns H vs I ns JKL vs MNOPQ ** J vs KL * K vs L ns MNOP vs Q ns MN vs OP * M vs N ns O vs P ns
Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata;
ns = berbeda tidak nyata
Dari hasil uji beda, perlakuan pemupukan dengan penambahan
mikrobiota saja (B-G) belum menunjukkan peningkatan kandungan N total
tanah secara nyata dibanding kontrol. Kecenderungan nilai terbaik
kandungan N total tanah terdapat pada perlakuan C (tanah + BPN) yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
0,12% (status N rendah), hal ini menunjukkan BPN aktif memfiksasi N dari
atmosfer untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Kombinasi beberapa
mikrobiota nampaknya kurang efektif dalam peningkatan N total tanah.
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Gambar 4.8. Grafik N Total Tanah Akhir
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nyata nilai N
total tanah dari kontrol pada perlakuan 100% pupuk anorganik (perlakuan
H dan I) yaitu ±70%, walaupun masih dalam status rendah. Sementara
penambahan 100% dosis kompos dengan 50% dosis pupuk anorganik
(perlakuan K) lebih efektif dalam meningkatkan status N total tanah
dibanding perlakuan pupuk anorganik 100% (perlakuan H) dengan
peningkatan nilai N total tanah sekitar 30%. Di antara seluruh perlakuan,
perlakuan L (100% dosis kompos + 50% dosis pupuk anorganik + Batuan
fosfat) memberi pengaruh terbaik dengan nilai N total 0,23% atau
mengalami peningkatan 35% dari perlakuan H, dimana mampu
meningkatkan harkat N total tanah dari rendah menjadi sedang. Diduga
kombinasi batuan fosfat dan bahan organik yang cukup mampu
meningkatkan nutrisi N dalam tanah.
Berdasarkan uji korelasi (Lampiran 5), dapat diketahui bahwa C
organik mempunyai hubungan sangat erat dalam meningkatkan kandungan
N total tanah (r=0,753). Bahan organik merupakan titik awal aliran energi
dalam ekosistem tanah. Kunci keberhasilan budidaya padi dengan sistem
aerobik sangat bertumpu pada keberadaan dan suplai bahan organik dalam
tanah (Simamarta dan Yuwariah, 2007). Kompos jerami sebagai bahan
0.00
0.20
0.40
A B C D E F G H I J K L M N O P Q
0.10
abc
0.08
ab
0.12
bcd
e
0.06
a
0.11
bc
0.10
abc
0.11
bcd
0.17
fg
0.16
def
g
0.18
gh
0.22
hi
0.23
i
0.16
efg
0.13
cde
f
0.14
cde
f
0.16
def
g
0.17
fg
Nto
tal (
%)
Perlakuan
N Total Tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
organik mampu berfungsi sebagai sumber energi dan makanan bagi
mikroorganisme tanah. Seiring dengan perombakan bahan organik yang
dilakukan mikroorganisme akan terjadi pelepasan nutrisi seperti N yang
dibutuhkan tanaman (Dermiyati, 1997 cit. Mezuan et al., 2002).
Pengaplikasian kombinasi mikrobiota pada imbangan pupuk
anorganik dan pupuk organik (M-Q) mampu memberikan pengaruh yang
beda nyata meningkatkan N total tanah terhadap kontrol walaupun antar
perlakuannya memberikan peningkatan berbeda tidak nyata. Kombinasi
mikoriza, BPN, dan BPF pada 50% dosis pupuk anorganik, 50% dosis
kompos dan penambahan batuan fosfat (perlakuan Q) memberikan rata-rata
N total tanah terbaik yaitu 0,17% walaupun masih dalam status rendah. Hal
ini selaras dengan hasil penelitian Marschner dan Rengel (2007) dan
Chinnusamy et al (2006), yang menyebutkan bahwa kultur ganda atau
asosiasi antara BPF dan BPN berpengaruh nyata terhadap hasil dan hara N
tanaman dibandingkan dengan pemberian kultur tunggal. Jika dibandingkan
dengan perlakuan yang lain, ternyata perlakuan Q mempunyai nilai yang
sama dan tidak beda nyata dengan kandungan N total tanah pada perlakuan
H (100% dosis pupuk anorganik), dalam hal ini berarti pemanfaatan
kombinasi mikrobiota perlakuan Q bisa mensubstitusi perlakuan H dan
secara efisien bisa mengurangi dosis pupuk anorganik dan organik.
Hindersah (2004) cit. Rambey (2010) menyatakan bahwa penurunan
penggunaan pupuk nitrogen yang nyata agaknya hanya dapat dicapai jika
agen biologis pemfiksasi nitrogen yang diintegasikan dalam sistem
produksi tanaman.
B. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Tanaman Padi
1. Pengaruh perlakuan terhadap Status N jaringan dan Serapan N Padi
Kadar nutrisi dalam tanaman merupakan hasil metabolisme tanaman
(Sirappa, 2002). Analisis jaringan merupakan panduan pemupukan
pertanaman didasarkan atas konsep bahwa apa yang ada dalam tubuh
tanaman berkaitan dengan pertumbuhan (Ulrich, 1976 cit.
Notohadiprawiro, 2006). Berdasarkan analisis ragam, menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
secara keseluruhan perlakuan pemupukan sangat nyata meningkatkan N
jaringan tanaman, berat kering tanaman, dan serapan N padi (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Hasil Analisis N Jaringan, Berat Kering, dan Serapan N Padi Sumber Keragaman N jaringan Berat Kering Serapan N
Perlakuan ** ** ** A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ ** ** ** BCDEFG vs HIJKLMNOPQ ** ** ** BCD vs EFG ns ns ns B vs CD ** ns ns C vs D ** ns * E vs FG ** ns * F vs G ** ns ns HI vs JKLMNOPQ ns ** ** H vs I ns ns ns JKL vs MNOPQ ** ** ** J vs KL ns * ns K vs L ns * ns MNOP vs Q * ns ns MN vs OP ns ns ns M vs N * ** ns O vs P * ns ns
Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket: ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata Tabel 4.6. Nilai N Jaringan dan Berat Kering Tanaman Padi
Perlakuan N Jaringan
(%) Berat Kering Tanaman (g)
A 0,08 a 1,48 a B 0,76 efg 2,68 a C 1,63 h 2,93 a D 0,41 b 2,23 a E 1,62 h 3,01 a F 0,83 g 2,11 a G 0,44 b 1,59 a H 0,66 cdef 10,71 b I 0,73 defg 10,58 b J 0,75 efg 17,68 d K 0,77 fg 18,55 d L 0,79 g 22,89 e M 0,66 cde 10,13 b N 0,6 c 16,15 cd O 0,73 defg 13,67 bc P 0,63 cd 15,96 cd Q 0,74 defg 16,64 cd
Sumber: Analisis Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah FP UNS (2011) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Menurut Jones et al. (1991), kandungan N pada tanaman padi dalam
keadaan cukup adalah sebesar 2,60 sampai 3,20 %. Tanaman padi termasuk
dalam kategori defisien pada kandungan N di bawah dari 2,40 %. Dari hasil
analisis N jaringan tanaman (Tabel 4.6), menunjukkan bahwa perlakuan
pemupukan sangat nyata meningkatkan nilai N jaringan dari kontrol, tetapi
belum mampu meningkatkan status N jaringan tanaman padi dari status
defisiensi. Walaupun demikian tanaman padi tidak menunjukkan gejala
defisiensi N seperti warna daun menguning (klorosis), artinya tanaman
masih bisa bertahan dan belum memasuki fase kritis (critical nutrient
concentration). Kenampakan tanaman padi ditunjukkan pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Kenampakan visual tanaman padi umur 8 MST pada beberapa
perlakuan
Dari Tabel 4.6, nampak bahwa N jaringan justru lebih baik pada
perlakuan aplikasi mikrobiota secara mandiri dibanding pada perlakuan
kombinasi dengan pupuk yang lain. Kadar nutrisi dalam jaringan tanaman
dipengaruhi beberapa faktor seperti waktu pengambilan contoh tanaman
dan bagian tanaman yang diambil (Sirappa, 2002). Dalam penelitian ini
diduga waktu pengambilan contoh tanaman yang menyebabkan perlakuan
tanpa imbangan pupuk justru memberi pengaruh yang terbaik dan beda
nyata terhadap N jaringan padi. Contoh tanaman diambil serentak pada saat
umur 105 hst dimana pertumbuhan tanaman antar perlakuan tidak pada fase
A B C D A E F G
L
A H I J K N O A P Q
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
pertumbuhan yang sama. Pada perlakuan dengan berbagai imbangan pupuk
(H-Q), tanaman sudah mencapai fase generatif dengan ditandai adanya
perkembangan malai, sementara tanaman pada perlakuan mikrobiota saja
tanpa imbangan pupuk yang lain (B-G) tanaman baru mencapai fase
vegetatif maksimum dan baru mulai membentuk malai sehingga serapan
hara N masih tinggi. Menurut Munson dan Nelson (1973) cit. Sirappa
(2002) kadar N cenderung menurun dengan bertambahnya umur tanaman.
Selain itu pengambilan contoh tanaman adalah seluruh bagian vegetatif
tanaman selain akar. Hal ini mengakibatkan kadar N dalam tanaman pada
perlakuan B-G cenderung lebih tinggi dari perlakuan H-Q karena
perbedaan fase pertumbuhan tersebut.
Di antara berbagai perlakuan yang digunakan, perlakuan C (tanah +
BPN) dan perlakuan E (tanah + mikoriza + BPN) memberikan dampak
terbaik terhadap kadar N jaringan tanaman (Tabel 4.6). Dalam hal ini dapat
dinyatakan bahwa aplikasi BPN secara tunggal maupun dikombinasikan
dengan mikoriza memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap
peningkatan kadar N jaringan tanaman dibanding perlakuan penambahan
mikrobiota yang lain (Tabel 4.6). Hal lain yang mungkin berpengaruh pada
serapan N tanaman adalah faktor lingkungan (Sirappa, 2002) khususnya di
dalam tanah. Pada perlakuan C, efektivitas BPN berperan dengan lebih baik
karena kekurangan N dalam tanah memicu fungsi BPN sebagai pemfiksasi
N. Dengan lebih baiknya N yang terfiksasi maka ketersediaan N dalam
tanah lebih baik mengakibatkan serapan tanaman juga lebih baik. Tanpa
adanya masukan sumber nutrisi lain pada perlakuan tersebut berpengaruh
pada kondisi nutrisi tanaman yang tidak seimbang sehingga diduga N lebih
banyak terserap karena tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dari
nutrisi yang lain, dampaknya pertumbuhan tanaman terhambat dan
keterlambatan menuju fase generatif.
Berdasar analisis ragam (Tabel 4.5), aplikasi 100% dosis pupuk
anorganik (perlakuan H) memberi peningkatan kadar N tanaman sangat
nyata dari kontrol (0,66%) dan sedikit meningkat pada perlakuan I (dosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
perlakuan H + batuan fosfat) dengan peningkatan 10,6% dari perlakuan H.
Namun demikian kadar N tanaman terbaik dari keseluruhan perlakuan
imbangan pemupukan anorganik, organik, dan mikrobiota (H-Q), adalah
pada perlakuan aplikasi 100% dosis pupuk organik, 50% dosis kompos, dan
batuan fosfat (perlakuan L) dengan peningkatan kadar N tanaman 8,2% dari
perlakuan I (100% dosis pupuk anorganik + batuan fosfat).
Pada kelompok perlakuan imbangan pupuk anorganik, organik, dan
mikrobiota (M-Q), menunjukkan bahwa perlakuan penambahan mikoriza
pada 100% dosis pupuk anorganik (perlakuan M) tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan perlakuan H. Sementara aplikasi BPN
maupun kombinasi BPN dan BPF pada imbangan dosis 50% pupuk
anorganik, 50% kompos, batuan fosfat, dan mikoriza (perlakuan O dan Q)
berbeda tidak nyata satu sama lain. Jika dilihat dari rerata nilainya, kadar N
perlakuan O dan Q beda tidak nyata dengan perlakuan I (100% dosis pupuk
anorganik + batuan fosfat), artinya aplikasi BPN maupun kombinasi BPN,
BPF pada imbangan pemupukan dosis 50% pupuk anorganik, 50% kompos,
batuan fosfat, dan mikoriza secara efektif mampu menjadi alternatif
pemupukan dalam upaya pengurangan dosis pupuk anorganik.
Salah satu indikator pertumbuhan tanaman juga dapat dilihat dari
pengukuran berat kering tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Aplikasi
mikrobiota bermanfaat tanpa penambahan pupuk anorganik maupun
organik menunjukkan peningkatan berat kering tanaman yang tidak beda
nyata terhadap kontrol. Peningkatan yang nyata baru nampak pada
perlakuan imbangan pupuk (H-Q). Dengan kadar N tanaman yang tidak
beda nyata, ternyata berat kering tanaman pada kelompok aplikasi 50 %
dosis pupuk anorganik, 50% dosis kompos, batuan fosfat, dan mikrobiota
(perlakuan N-Q) memberikan peningkatan yang beda nyata dibanding berat
kering tanaman pada kelompok aplikasi 100% dosis pupuk anorganik (H
dan I) dengan peningkatan 22,6%-57,3%. Berat kering tanaman terbaik
pada perlakuan tersebut adalah perlakuan Q (50 % dosis pupuk anorganik +
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
50% dosis kompos + batuan fosfat + mikoriza + BPN + BPF) dengan
peningkatan 55,3% dari perlakuan H.
Pemberian kompos jerami 900 g pot-1 berpengaruh terhadap
peningkatan berat kering tanaman yang nyata ke seluruh perlakuan (22,89
g). Terbukti dari uji korelasinya, kandungan C organik positif
meningkatkan berat kering tanaman (r=0,778). Pupuk organik menyediakan
nutrisi tanaman yang lebih komplek seperti hara makro dan mikro yang
lebih seimbang, dalam jumlah yang lebih banyak maka diasumsikan
ketersediaan hara tanaman juga semakin tinggi, tanaman melangsungkan
metabolisme dengan lebih baik yang tercermin dari proses pertumbuhan
dan perkembangannya (Gambar 4.9, perlakuan L).
Berat kering tanaman yang tinggi menyebabkan serapan N terbaik
juga terdapat pada perlakuan L (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis
kompos + Batuan fosfat), karena serapan nutrisi tanaman berbanding lurus
terhadap berat keringnya. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Iqbal
(2008) yang menyatakan bahwa ketersediaan dan serapan nitrogen tanaman
padi sawah yang diberi kompos jerami (5 ton ha-1) lebih tinggi daripada
kontrol (tanpa pupuk organik), meskipun hanya dipupuk N anorganik
sebesar 50% dan 75% dari takaran anjuran (300 kg ha-1). Ini
memperlihatkan kompos jerami mampu menggantikan peran pupuk N
anorganik.
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Gambar 4.10. Grafik Serapan N Tanaman Padi
0.00
0.05
0.10
0.15
A B C D E F G H I J K L M N O P Q
0.00
1 a
0.02
0 ab
0.04
7 bc
0.01
0 a 0.04
9 bc
0.01
7 ab
0.00
7 a
0.07
1 cd
e
0.07
7 cd
ef
0.13
1 gh
0.11
2 fg
h
0.13
4 h
0.06
2 cd
0.09
5 de
fg
0.10
0 de
fgh
0.07
9 cd
ef
0.10
3 ef
gh
sera
pan
N (g
r)
Perlakuan
Serapan N
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Pada dasarnya N yang diserap tanaman berasal dari tanah dan
sumber lainnya (Notohadiprawiro, 2006). Ketersediaan N dalam tanah akan
mempengaruhi serapan N dan kandungan N jaringan tanaman. Status N
tanah yang tinggi belum tentu membuat serapan N tanaman juga tinggi.
Seperti nampak pada Gambar 4.10 yang menunjukkan bahwa serapan N
tanaman padi bervariasi antar perlakuan. Terserapnya nutrisi dari dalam
tanah tergantung pada kecukupan air sebagai pelarut. Kelarutan nutrisi yang
baik akan memudahkan akar dalam menyerap nutrisi yang dibutuhkan
seperti halnya N. Sementara SRI menggunakan sistem pengairan yang tidak
tergenang, artinya distribusi air pada tanah harus benar-benar terkontrol
agar tanah tetap pada kondisi lembab. Kekeringan yang terjadi dapat
mengakibatkan terganggunya sistem perakaran dalam penyerapan nutrisi.
Sifat N yang sangat mobil dan mudah hilang juga dapat
mempengaruhi serapan N tanaman. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa
perlakuan N, O, P, Q memberikan pengaruh yang lebih baik meningkatkan
serapan N tanaman dibandingkan perlakuan pupuk anorganik saja (H dan
I). Pemberian pupuk N pada pupuk anorganik dimungkinkan lebih mudah
hilang melalui proses penguapan. Tidak adanya penambahan sumber nutrisi
lain seperti pupuk organik dan mikrobiota mengakibatkan hilangnya N
tidak tersubstitusi, sehingga diduga N tersedia dalam tanah lebih rendah
dan mempengaruhi serapan N tanaman. Serapan nutrisi yang kurang baik
akan mempengaruhi berat kering tanaman. Terlihat pada Tabel 4.6 bahwa
berat kering tanaman perlakuan N-Q lebih baik dari perlakuan H dan I.
Sementara itu, dalam kelompok perlakuan imbangan pupuk
anorganik, organik, dan mikrobiota (M-Q), diduga mikoriza, BPN, dan BPF
pada perlakuan Q (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos +
Batuan fosfat + Mikoriza + BPN + BPF) dapat berasosiasi dengan baik
karena sumber nutrisi dari penambahan kompos yang cukup untuk
kehidupan mereka, sehingga dari fungsi ketiganya mampu meningkatkan
serapan N tanaman padi lebih baik, selaras dengan pernyataan Belimov et
al. (1995) cit. Afzal and Asghari (2008) bahwa inokulasi BPN dan BPF
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan nutrisi tanaman dibanding
perlakuan secara tunggal, sehingga kombinasi perlakuan Q bisa dijadikan
alternatif pemupukan yang lebih efisien.
2. Pengaruh Perlakuan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun, dan jumlah gabah
dipengaruhi ketersediaan N (Ismunadji dan Dijkshoorn, 1971 cit.
Abdulrachman et al., 2009). Pada penelitian ini, parameter pertumbuhan
tanaman padi yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan padi,
dan panjang akar padi. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa secara keseluruhan,
perlakuan pemupukan memberi peningkatan yang sangat nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah anakan padi, dan panjang akar tanaman padi.
Dalam arti sempit pertumbuhan berarti pembelahan sel (peningkatan
jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran). Kedua proses ini
memerlukan sintesis protein dan merupakan proses yang tidak dapat balik.
Pertumbuhan juga dapat diartikan sebagai peningkatan bahan kering. N
merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida,
nukleoprotein, esensial untuk pembelahan sel, dan pembesaran sel.
Transformasi fraksi N dalam suatu tanaman disajikan pada gambar 4.11.
Defisiensi N dapat mengganggu proses pertumbuhan, menyebabkan
tanaman kerdil, menguning, dan berkurang hasil panen berat keringnya
(Gardner et al, 2008). Fase vegetatif aktif dimulai dari penanaman bibit
sampai jumlah anakan maksimum, selama fase ini jumlah anakan, tinggi
tanaman, dan berat jerami terus meningkat. Protein yang terbentuk
merupakan komponen yang penting di dalam sel yang aktif tumbuh.
.
Fraksi anorganik Fraksi organik molekuler rendah
Fraksi organik molekuler tinggi
Gambar 4.11.Transformasi fraksi N dalam suatu tanaman (Gardner, 1991)
NO3-
NH4+
N2
Asam amino Amida Amina
Protein Asam nukleat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tinggi tanaman dan jumlah anakan merupakan indikator yang
digunakan untuk menunjukkan respon tanaman padi terhadap ketersediaan
N dimana fungsi N menurut Iqbal (2008) adalah meningkatkan tinggi
tanaman dan jumlah anakan. Berdasarkan Tabel 4.8, perlakuan O (50%
dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan fosfat + Mikoriza +
BPN) memberikan pengaruh terbaik dan beda nyata terhadap tinggi
tanaman berturut-turut pada 8 mst dan 12 mst, sementara perlakuan L
menunjukkan peningkatan tinggi tanaman yang beda nyata pada 4 mst.
Mengingat salah satu fungsi N adalah meningkatkan tinggi tanaman, hal ini
menjadi sangat menarik karena dari hasil N total tanah, N jaringan
tanaman, dan serapan N tanaman terbaik pada perlakuan L (50% dosis
pupuk anorganik + 100% dosis kompos + Batuan fosfat), tetapi
kecenderungan tinggi tanaman terbaik pada 2 bulan pengamatan terakhir
justru pada perlakuan O. Hal ini menandakan bahwa perlakuan aplikasi
mikrobiota pada kombinasi 50% dosis pupuk anorganik dan 50% dosis
pupuk organik mampu mengimbangi perlakuan aplikasi 100% dosis pupuk
organik pada peningkatan tinggi tanaman.
Tabel 4.7. Hasil Analisis Parameter Pertumbuhan Tanaman Padi Sumber Keragaman Tinggi Padi Jumlah Anakan Panjang Akar
Perlakuan ** ** ** A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ ** ** ** BCDEFG vs HIJKLMNOPQ ** ** ** BCD vs EFG ns ns ns B vs CD ns ns * C vs D ns ns ns E vs FG ns ns ns F vs G ns ns ns HI vs JKLMNOPQ ** ** ns H vs I ns ns ns JKL vs MNOPQ ns ** ns J vs KL ns ** ns K vs L ns * ** MNOP vs Q ns ns ns MN vs OP ns ns ns M vs N ns ns ns O vs P * ns ns
Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket : ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 4.8. Tinggi Tanaman Padi Umur 4, 8, dan 12 MST
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
4 MST 8 MST 12 MST A 40,9 a 65,5 a 69,9 ab B 39,1 a 65,5 a 76,3 b C 40,0 a 60,4 a 68,7 ab D 39,9 a 60,8 a 70,7 ab E 42,8 ab 64,6 a 73,2 b F 38,7 a 56,0 a 67,0 ab G 41,5 a 56,8 a 61,5 a H 52,9 cd 84,9 bc 88,1 c I 53,3 cd 82,1 b 89,4 cd J 63,7 e 91,0 bcd 96,1 cde K 59,3 cde 91,2 bcd 97,9 cde L 64,6 e 93,4 cd 100,7 de M 51,7 c 91,8 bcd 93,1 cde N 61,7 de 90,6 bcd 98,0 cde O 61,7 de 100,3 d 101,9 e P 50,2 bc 86,6 bc 87,1 c Q 53,6 cd 93,9 cd 100,3 de
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
MST= Minggu Setelah Tanam
Diduga peningkatan tinggi tanaman juga dipengaruhi faktor lain
seperti pengaruh aplikasi BPN dalam fungsinya sebagai PGPR. Terlihat
pada hasil uji korelasi yang menunjukkan bahwa jumlah Azospirillum,
Azotobacter, dan Rhizobium mempunyai korelasi positif meningkatkan
tinggi tanaman dengan nilai keeratan berturut-turut (r=0,604); (r=0,401);
dan (r=0,389) (Lampiran 5). Kemampuan bakteri mensintesis hormon
pertumbuhan seperti auksin nampaknya mampu merangsang titik tumbuh
tanaman untuk tumbuh lebih optimal yang pada akhirnya meningkatkan
tinggi tanaman padi. Nayak et al., 1986; Gunarti, 1994 cit. Lestari et al.,
2007) melaporkan bahwa inokulasi Azospirillum meningkatkan tinggi dan
jumlah anakan padi dan mendorong pertumbuhan awal tanaman padi,
demikian halnya dengan fungsi Rhizobium (Husssain et al., 2009; Mia and
Shamsuddin, 2010).
Berdasarkan Gambar 4.3, dari komposisi BPN, jumlah Azotobacter
lebih dominan dibandingkan dengan Azospirillum dan Rhizobium, sehingga
keberadaan Azotobacter diduga memberi pengaruh yang lebih dari bakteri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
lainnya. Inokulan Azotobacter diperbanyak di dalam kultur cair bebas N
yang diaplikasikan dengan cara menyiramkan ke daerah perakaran
tanaman. Inokulan cair ini memiliki kelebihan yaitu selama inkubasi untuk
memperbanyak sel bakteri, kondisi media yang bebas nitrogen mendorong
ekskresi N tersedia hasil fiksasi oleh bakteri ke dalam media dan
menginduksi pembentukan fitohormon oleh bakteri. N tersedia dan
fitohormon ini, di samping sel bakteri, merupakan komponen penting untuk
mempertahankan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman
(Hindersah dan Simamarta, 2004).
Kemampuan Azotobacter dalam memproduksi hormon sitokinin dan
giberelin sangat menguntungkan mengingat kedua fitohormon tersebut
berperan dalam perkembangan dan pembelahan sel (Taiz & Zeiger 1991cit.
Hindersah dan Simamarta, 2004). Peranan ganda Azotobacter selain
membantu menambat N2 dari udara dan menghasilkan auksin sehingga
dapat merangsang perkembangan akar tanaman padi dan mampu
meningkatkan serapan N padi yang pada akhirnya berpengaruh pada
peningkatan tinggi tanaman. Gambar 4.10 menunjukkan bahwa serapan N
pada perlakuan O tidak terlalu beda nyata dengan perlakuan Q yang
memberikan nilai tertinggi pada kelompok perlakuan penambahan
kombinasi mikrobiota. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Iswandi
(2000) cit. Razie dan Iswandi (2005) yang menyatakan bahwa bakteri
penambat N2 atmosfer (seperti Azotobacter spp.) di lingkungan perakaran
tanaman padi varietas IR 64 di daerah pasang surut dilaporkan dapat
meningkatkan serapan hara nitrogen sampai 188%.
Sementara hasil yang linier ditunjukkan pada variabel jumlah anakan
dimana hasil terbaik terdapat pada perlakuan L (50% dosis pupuk
anorganik + 100% dosis kompos + Batuan fosfat) dengan memberikan
peningkatan yang beda nyata terhadap perlakuan yang lain (Gambar 4.12).
Ketersediaan hara N dalam tanah dan serapan N tanaman lebih berpengaruh
meningkatkan jumlah anakan padi dengan hasil korelasi positif (r=0,737)
dan (r=0,808) (Lampiran 5).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Gambar 4.12. Grafik Jumlah Anakan Tanaman Padi
Sesuai dengan serapan N tanaman, pada perlakuan kombinasi
mikrobiota (N,O,P,Q), perlakuan Q (50% dosis pupuk anorganik + 50%
dosis kompos + Batuan fosfat + Mikoriza + BPN + BPF) memberikan
peningkatan yang beda nyata terhadap jumlah anakan padi dibandingkan
dengan perlakuan 100% dosis pupuk anorganik (H dan I), seperti nampak
pada Gambar 4.12, perlakuan Q mampu meningkatkan jumlah anakan 40%
dari perlakuan H dan I, sehingga kombinasi pupuk pada perlakuan Q dapat
dijadikan alternatif pemupukan yang lebih efektif dan ramah lingkungan,
terutama dalam upaya pengurangan dosis pupuk anorganik.
Dilihat secara umum, nampaknya defisiensi N pada jaringan tanaman
mempengaruhi rendahnya jumlah anakan padi secara keseluruhan, karena
menurut Simarmata dan Yuwariah (2007), intensifikasi padi aerob
terkendali berbasis organik pada SRI mampu menghasilkan jumlah anakan
produktif sekitar 60–80 anakan. Oleh sebab itu perlu diupayakan lagi dosis
dan kombinasi pupuk yang tepat dan seimbang untuk meningkatkan jumlah
anakan padi.
Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk)
tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar
menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air. Panjang
akar merupakan salah satu indikator pengamatan pertumbuhan akar
tanaman dalam kaitannya dengan keefektivan penyerapan unsur hara.
0
10
20
A B C D E F G H I J K L M N O P Q4a
4a
3a
3a
4a
4a
3a
10b
10bc
13bc
d
16d 19
e
12bc
13bc
d
12bc
12bc
14cd
Jum
lah
anak
an
Perlakuan
Jumlah Anakan Padi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Tabel 4.9. Panjang Akar Padi Umur 4, 8, dan 12 MST
Perlakuan Panjang Akar (cm)
4 MST 8 MST 12 MST A 16,03 20,35 ab 31,33 a B 12,20 22,65 ab 33,10 ab C 18,27 26,60 ab 44,93 cde D 11,50 22,30 ab 43,10 bcd E 12,70 26,60 ab 45,50 cde F 11,13 20,30 ab 41,13 abcd G 10,67 19,55 ab 37,10 abc H 33,20 40,80 bc 48,40 cdef I 36,20 39,25 bc 42,30 abcd J 31,27 37,30 abc 43,33 bcde K 9,27 15,85 a 40,97 abcd L 35,43 41,80 bc 58,17 f M 19,17 21,95 ab 48,07 cdef N 35,20 39,80 bc 44,40 bcde O 30,07 40,40 bc 50,73 def P 33,17 35,60 abc 48,03 cdef Q 41,03 49,10 c 55,07 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%, MST= Minggu Setelah Tanam
Berdasarkan Tabel 4.9, panjang akar padi umur 4 dan 8 MST terbaik
pada perlakuan Q (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos +
Batuan fosfat + Mikoriza + BPN + BPF) namun pada 12 MST, perlakuan
kompos jerami 900 g pot-1 dengan setengah dosis pupuk anorganik (L)
berpengaruh beda nyata meningkatkan panjang akar padi. Diduga pada
umur tanaman 4 mst dan 8 mst, kombinasi mikrobiota (BPN, BPF,
mikoriza) yang diaplikasikan pada perlakuan Q mampu bertahan hidup dan
berasosiasi positif antar mikrobiota dalam menjalankan fungsinya baik
dalam fiksasi N dan sebagai penghasil hormon tumbuh yang merangsang
pertumbuhan akar. Kenampakan visual akar padi ditunjukkan Gambar 4.13.
Gambar 4.13. Panjang akar padi umur 8 MST; A (kontrol), H (100% dosis pupuk
anorganik), L (50% pupuk anorganik + 100% pupuk organik), Q (50% pupuk anorganik + 50% pupuk organik + mikrobiota)
A
H L
Q
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Respon pengatur pertumbuhan pada tanaman tidak selalu berupa
pertumbuhan secara fisik, namun juga perbaikan dalam proses fisiologi
tanaman. Pada akar, misalnya, adanya PGPR meningkatkan kemampuan
akar dalam memfiksasi nitrogen, menyerap fosfor dalam kondisi
ketersediaan terbatas, dan sebagainya. PGPR yang dapat memperbaiki
proses fisiologi tanaman melalui akar biasanya bersifat eksogen atau
berasal dari luar tanaman. PGPR ini berasal dari dalam tanah, khususnya
dari interaksi akar tanaman dengan organisme yang ada dalam tanah.
Azospirillum dapat memperbaiki produktivitas tanaman melalui penyediaan
N2 atau melalui stimulasi hormon, kemampuan Azospirillum dalam
memodifikasi perkembangan akar dan proses pertumbuhan tanaman inang
(Tien et al., 1979 cit. Lestari et al., 2007; Kanimozhi and Panneerselvam,
2010). Aktivitas yang signifikan dari bakteri ini adalah produksi auksin,
merupakan tipe fitohormon yang berpengaruh pada morfologi akar dan
dengan demikian, memperbaiki pengambilan unsur hara dalam tanah. Ini
mungkin bisa lebih penting daripada aktivitas pengikatan nitrogen
(Dobbelaere et al., 1999 cit. Dewi, 2007; Wijebandara et al., 2009).
Azotobacter diketahui mampu mensintesis substansi yang secara
biologis aktif dapat meningkatkan perkecambahan biji, tegakan dan
pertumbuhan tanaman seperti vitamin B, asam indol asetat, giberelin, dan
sitokinin (Berkum and Bohlool, 1980 cit. Wedhastri, 2002). Senyawa-
senyawa ini juga diketahui dapat merangsang proses-proses enzimatik pada
akar dan mempercepat sintesis senyawa-senyawa yang mengandung
nitrogen organik (Rao, 1982). Efek Azotobacter dalam meningkatkan
biomassa akar disebabkan oleh penghasilan auksin di daerah perakaran
(Razie dan Iswandi, 2005). Sedangkan Rhizobium dilaporkan juga memiliki
kemampuan memproduksi auksin (Mia and Shamsuddin, 2010) dan etilen
(Biswas et al., 2000 cit. Husssain et al., 2009) yang mampu mengubah
fisiologi dan morfologi akar tanaman meningkatkan serapan air dan hara
dari tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Mikoriza mempunyai peranan yang cukup besar dalam
meningkatkan produktivitas tanaman di lahan marginal maupun dalam
menjaga keseimbangan lingkungan (Aher, 2004 cit. Novriani dan Madjid,
2009). Cendawan mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti auksin,
sitokinin dan giberelin yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan
tanaman (Novriani dan Madjid, 2009), dan zat pengatur tumbuh seperti
vitamin. Sementara BPF dapat memacu pertumbuhan tanaman karena
menghasilkan zat pengatur tumbuh, serta menahan penetrasi patogen akar
karena sifat mikroba yang cepat mengkolonisasi akar dan menghasilkan
senyawa antibiotik (Elfiati, 2005; Latake et al., 2009).
Hal yang perlu diperhatikan dari fungsi mikrobiota sebagai PGPR
adalah bagaimana sinergisme masing-masing mikrobiota yang digunakan
dalam menjalankan perannya. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan
antara keberadaan Azospirillum, Azotobacter, Rhizobium, dan spora
mikoriza berkorelasi positif saling meningkatkan satu sama lain (Lampiran
5) sehingga dapat digunakan secara bersama-sama. Sementara BPF
menurut Kundu dan Gaur (1980) cit. Elfiati (2005) dapat menstimulasi
pertumbuhan BPN, tetapi BPN tidak mempengaruhi pertumbuhan BPF.
Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat
atau bakteri pengikat N (Anas, 1997). Berdasarkan hubungan tersebut maka
diasumsikan fungsi mikrobiota mempengaruhi pertumbuhan akar lebih
optimal, mengakibatkan jangkauan akar lebih luas, serapan hara lebih baik
(Douds and Johnson, 2007; Chairuman, 2008) yang kemudian mendukung
pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif seperti tampak pada gambar 4.10,
yang menunjukkan perlakuan Q memberikan serapan N terbaik diantara
perlakuan yang lain kecuali dibandingkan perlakuan kombinasi pupuk
anorganik-organik (J, K, L).
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya umur tanaman, hara
dalam tanah akan semakin menurun akibat penyerapan oleh tanaman dan
biota dalam tanah ataupun hilang akibat pelindian. Pada perlakuan L
dengan kandungan C organik yang lebih tinggi maka sumber energi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
disediakan juga lebih tinggi dan merupakan jaminan ketersediaan
keseimbangan hara yang lebih lama. Oleh sebab itu pada umur tanaman 12
mst akar masih bisa tumbuh dengan lebih baik.
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Hasil Tanaman Padi
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan
berpengaruh sangat nyata meningkatkan berat 1000 biji, jumlah malai,
jumlah gabah per tanaman, dan produksi padi (Tabel 4.10). Produksi padi
ditentukan oleh berat biji padi, jumlah malai, dan jumlah gabah per malai
(Harahap, 2008; Sitompul dan Guritno, 1995). Berat biji padi merupakan
gambaran kualitas biji padi. Jumlah malai merupakan jumlah anakan
produktif yaitu anakan padi yang menghasilkan gabah. Penghitungan
jumlah gabah dalam penelitian ini langsung dihitung jumlah gabah per
tanaman.
Tabel 4.10. Hasil Analisis Parameter Hasil Tanaman Padi Sumber Keragaman 1000 biji Jumlah Malai Jumlah Gabah Produksi
Perlakuan ** ** ** ** A vs BCDEFGHIJKLMNOPQ ** ** ** ** BCDEFG vs HIJKLMNOPQ ** ** ** ** BCD vs EFG ** ns ns ns B vs CD ns ns ns ns C vs D ns ns ns ns E vs FG ** ns ns * F vs G ns ns ns ns HI vs JKLMNOPQ ns * ns ns H vs I ns ns ns ns JKL vs MNOPQ * ** ns ns J vs KL ns ns ** ** K vs L ns * ** ** MNOP vs Q ns ns ** ** MN vs OP ** * ns ns M vs N ns ns ns ns O vs P ns ns ns ns
Sumber: Hasil Analisis Kontras Ortogonal (2011) Ket : ** = berbeda sangat nyata; * = berbeda nyata; ns = berbeda tidak nyata
Perlakuan memberi pengaruh meningkatkan berat biji yang
berbeda nyata dibandingkan kontrol namun secara umum tidak beda nyata
antar perlakuan. Rendahnya berat biji dikarenakan pada beberapa perlakuan
banyaknya gabah hampa, hal ini diduga karena pengeringan tanah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
terlalu awal yang dimungkinkan mengganggu proses pembentukan biji padi
(Tabel 4.11).
Tabel 4.11. Parameter Hasil Tanaman Padi
Perlakuan Berat 1000
biji (g) Jumlah Malai
Jumlah Gabah per Tanaman (biji)
Produksi (ton ha-1)
A 9.00 a 1 a 61 a 0,11 a B 20.33 c 2 a 127 a 0,52 ab C 20.00 c 2 a 141 a 0,58 ab D 20.00 c 2 a 106 a 0,42 ab E 22.00 c 3 ab 172 a 0,75 b F 10.00 ab 2 a 121 a 0,24 ab G 12.00 b 2 a 117 a 0,28 ab H 22.00 c 6 cd 568 c 2,50 bc I 21.67 c 7 cde 601 c 2,60 cd J 22.33 c 9 ef 436 b 1,95 cd K 22.00 c 8 def 512 bc 2,26 cd L 21.33 c 11 f 836 e 3,57 f M 22.00 c 7 cde 557 bc 2,46 cd N 21.67 c 9 def 518 bc 2,25 cd O 20.33 c 7 cde 547 bc 2,22 cd P 20.00 c 5 bc 508 bc 2,03 cd Q 21.67 c 9 def 717 d 3,12 ef
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMR taraf 5%
Berdasar analisis ragam, perlakuan aplikasi mikrobiota secara
tunggal (B, C, D) dan perlakuan kombinasi mikoriza dan BPN efektif
meningkatkan berat 1000 biji padi dengan peningkatan 144% dari kontrol,
dimana peningkatannya berbeda tidak nyata dengan perlakuan aplikasi
100% dosis pupuk anorganik (H dan I), perlakuan 100% dan 50 dosis
pupuk organik (J-L), serta perlakuan imbangan 50% dosis pupuk
anorganik, 50% dosis kompos, dan mikrobiota (M-Q). Sementara pada
variabel jumlah malai, perlakuan mikrobiota tanpa penambahan pupuk
yang lain tidak menunjukkan peningkatan yang beda nyata dibanding
kontrol kecuali perlakuan kombinasi mikoriza dan BPN (perlakuan E)
mampu memberi peningkatan jumlah malai 200% dari kontrol.
Jumlah malai terbaik terlihat pada perlakuan 100% dosis pupuk
organik + 50% dosis pupuk anorganik + batuan fosfat (perlakuan L) yaitu
mencapai 11 malai. Peran mikrobiota pada perlakuan imbangan 50% dosis
pupuk anorganik, 50% dosis kompos, dan mikrobiota (M-Q) mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
mangimbangi jumlah malai yang dihasilkan padi pada perlakuan aplikasi
100% dosis pupuk anorganik (H dan I), perlakuan 100% dosis pupuk
anorganik + 50% dosis pupuk organik (J) dan perlakuan aplikasi dosis L
tanpa batuan fosfat (perlakuan K), sehingga secara efektif dapat dijadikan
alternatif pemupukan.
Demikian halnya dengan jumlah gabah per tanaman, perlakuan
mikrobiota tanpa penambahan pupuk yang lain tidak menunjukkan
peningkatan yang beda nyata dibanding kontrol. Sementara perlakuan
aplikasi 100% dosis pupuk anorganik (H dan I) meningkatkan secara nyata
jumlah gabah pertanaman 831% dan 885% dari kontrol (61 biji). Jumlah
gabah terbaik pada perlakuan L yaitu 836 biji per tanaman, sementara
jumlah gabah terbaik kedua adalah pada perlakuan Q yaitu 717 biji, ini
membuktikan bahwa sinergisme mikrobiota memiliki peran dalam
peningkatan jumlah gabah per tanaman padi.
Asparagin Arginin
Histidin Triptofan asam nukleat
NO3 → NO2 → NH3 → Glutamin Oksoglutarat α-asam amino
Glutamat Glutamat α-asam okso α-as amino Oksoglutarat α-as okso Glutamat Prolin Arginin δ amino levulinat klorofil
Gambar 4.14. Metabolisme Nitrogen dalam Sel Tumbuhan (Rahmawat, 1999 cit. Pinilih, 2006).
Nitrogen dikenal sebagai nutrisi utama produksi padi. Ini adalah
salah satu yang paling penting dan nutrisi esensial yang secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan, pengembangan, hasil, dan kualitas beras (De
Datta, 1981 cit. Iqbal, 2008; Kumar, 2006). Peran N berhubungan dengan
proses fotosintesis sehingga secara langsung atau tidak, N sangat penting
dalam proses metabolisme dan respirasi (Yoshida, 1981 cit. Abdulrachman
et al., 2009). Telah dijelaskan pada poin B.2, bahwa fungsi N sebagai
Jalur Glutamat sintase
Jalur Glutamat dehidrogenase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
bahan dasar protein sangat esensial untuk pembelahan sel dan pembesaran
sel. Serapan N yang optimal dapat diasumsikan pembentukan protein juga
tinggi sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan baik yang
diaktualisasikan dengan peningkatan berat kering tanaman sebagai
gambaran aktifitas fotosintesis. Kaitannya dengan fotosintesis, maka pada
gambar 4.14 dijelaskan pula peran N dalam pembentukan klorofil.
N diserap akar dalam bentuk NH4+ dan NO3
-. Amonium (NH4+)
berasal dari hidrolisis pupuk N atau mineralisasi bahan organik, sedangkan
nitrat (NO3-) berasal dari proses nitrifikasi yang dilakukan oleh bakteri
pengoksidasi NH4+ dan selanjutnya oleh bakteri pengoksidasi nitrit (NO2
-).
Reduksi N dalam bentuk nitrat menjadi amonia di dalam sel tumbuhan
terjadi karena reduksi berturut-turut dari nitrat menjadi nitrit dengan
katalisator enzim nitrat reduktase dan nitrit menjadi amonia dengan
katalisator enzim nitrit reduktase. Amonia dengan adanya proton akan
berubah menjadi amonium. Amonium akan masuk jalur glutamat sintase
dan glutamat 2 oksoglutarat aminotransferase yaitu yang berikatan dengan
glutamat. Glutamat oleh enzim glutamin sintetase akan berubah menjadi
glutamin. Glutamin merupakan prekusor dari beberapa asam amino seperti
triptofan, histidin, alanin, asparagin, arginin. Glutamin kemudian
bergabung dengan asam α-ketoglutarat dengan bantuan enzim glutamat
sintetase menjadi 2 mol glutamat. Glutamat akan menghasilkan prolin,
arginin, dan asam δ aminolevulinat. Asam δ aminolevulinat akan
membentuk klorofil (Lea, 1993 cit. Pinilih, 2006; Gardner et al., 2008).
Setiap proses pertumbuhan memerlukan energi. Tanaman mendapatkan
energinya dari matahari melalui proses fotosintesis, yang merupakan proses
penyerapan cahaya oleh pigmen hijau (klorofil) dalam daun.
Asimilasi N menjadi molekul organik tergantung dari reduksi NO3-
oleh enzim nitrat reduktase di dalam jaringan tanaman. Reduksi nitrat yang
harus terjadi sebelum diproduksi asam amino dan senyawa kimia
kombinasi N lainnya, memerlukan elektron. Donor utama elektron ini
adalah nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) atau nikotinamida
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
adenin dinukleotida fosfat (NADPH) yang merupakan hasil fotosintesis.
Cahaya terik dan laju fotosintesis yang tinggi merupakan kondisi yang
kondusif untuk aktifitas enzim nitrat reduktase (Minnati dan Jackson, 1970
cit. Gardner et al, 2008). Dalam hal ini, pengaturan jarak tanam tentunya
berpengaruh. SRI dengan jarak tanam 35x35 cm dan perkembangan padi
dari 1 bibit cukup memberikan ruang untuk cahaya matahari diserap daun
secara optimal (Uphoff, 2006). Fotosintesis lancar dapat dilihat dari berat
kering yang meningkat. Dalam komponen hasil, meningkatkan berat kering
hasil tanaman ditentukan oleh jumlah malai dan jumlah gabah yang lebih
banyak. Jumlah malai dan jumlah gabah yang lebih banyak akan
mengakibatkan produksi padi yang lebih baik.
Berdasarkan Tabel 4.11, produksi padi tertinggi terdapat pada
perlakuan L (50% dosis pupuk anorganik + 50% dosis kompos + Batuan
fosfat) dengan jumlah malai dan jumlah gabah yang beda nyata terhadap
perlakuan lainnya. Salah satu komponen penting dalam penerapan SRI
adalah menggunakan pupuk dari bahan organik (Uphoff, 2007).
Ketersediaan N pada tanah dan bahan organik yang tinggi memberikan
ketersediaan hara yang lebih seimbang mengakibatkan serapan hara
tanaman juga baik. Serapan hara yang baik mendukung pembentukan malai
yang lebih banyak dan jumlah gabah yang banyak pula sehingga produksi
juga meningkat. Berdasarkan uji korelasi serapan N berkorelasi positif
meningkatkan jumlah malai (r=0,836), jumlah gabah (r=0,796), berat 1000
biji (r=0,507), yang dari ketiganya mendukung peningkatan produksi
tanaman (r=0,773) (Lampiran 5). Namun untuk mendapatkan hasil dan
pertumbuhan yang optimal tanaman butuh keseimbangan hara dan
lingkungan tumbuh yang sesuai. Peningkatan status nutrisi N hanya salah
satu upaya untuk memperbaiki kondisi keharaan tanah dimana fungsi N
yang sangat esensial dan dibutuhkan dalam jumlah besar, sehingga perlu
dipertimbangkan kondisi keharaan unsur yang lain.
Pemakaian pupuk organik yang teratur pada akhirnya menaikkan
tingkat hasil tanaman, namun bukan berarti bahwa pupuk anorganik tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
diperlukan lagi karena banyaknya pupuk organik yang tersedia sebetulnya
masih belum cukup untuk mendapatkan hasil yang maksimum karena
sifatnya yang slow release dalam penyediaan hara. Yang menjadi persoalan
adalah bukan mengenai apakah pupuk anorganik atau pupuk organik yang
harus dipakai, tetapi dalam kombinasi yang bagaimana kedua pupuk
tersebut harus dipakai dengan sebaik-baiknya (Rinsema, 1983).
Berdasarkan Tabel 4.11, kombinasi pemupukan pada perlakuan Q ternyata
mampu memberikan produksi padi terbaik kedua setelah perlakuan L. Ini
menunjukkan bahwa imbangan dosis pupuk anorganik dan organik yang
tepat ditambah pengoptimalan fungsi mikrobiota bermanfaat sebagai
penambat N dan PGPR mampu memberikan pengaruh yang baik dalam
meningkatkan produksi padi sehingga dapat digunakan sebagai komposisi
dosis pemupukan alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Diketahui produksi padi masih jauh dari yang diharapkan seperti
deskripsi tanaman padi IR 64 menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
(2008) dimana padi IR 64 dapat menghasilkan bobot 1000 butir 27 gram
dengan rata–rata produksi 5 ton ha-1 pada kondisi lingkungan tumbuh
yang baik. Tanah Oxisol Tuntang merupakan tanah yang memiliki sifat
kimia tanah kurang baik dan miskin hara, sehingga membutuhkan proses
pengelolaan yang bertahap, tepat, dan berkelanjutan. Pengelolaan tanah
dengan cara SRI pada kombinasi perlakuan setengah dosis pupuk
anorganik dan pupuk organik maksimum mampu menaikkan produksi
padi dari rata-rata produksi padi di tanah oxisol yaitu 2 ton ha-1
(Hardjowigeno, 1992) menjadi 3,57 ton ha-1, dan dengan pemanfaatan
BPN, BPF, dan mikoriza sudah cukup mampu menaikkan produksi
menjadi 3,12 ton ha-1. Maka ini menjadi langkah awal yang baik sebagai
upaya pengelolaan Oxisol Tuntang sebagai media tanam padi dan
peningkatan produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Aplikasi mikrobiota bermanfaat pada kombinasi perlakuan pemupukan
anorganik dan organik pada aras 50% dosis rekomendasi belum
menunjukkan peningkatan kadar N jaringan tanaman yang berbeda nyata
dari perlakuan pemupukan pada aras 100% pupuk anorganik dosis
rekomendasi, N jaringan tanaman seluruh perlakuan masih dalam status
defisiensi.
2. Aplikasi mikrobiota bermanfaat pada kombinasi perlakuan pemupukan
anorganik dan organik pada aras 50% dosis rekomendasi mampu
meningkatkan berat kering tanaman 55,3% dari perlakuan pemupukan aras
100% dosis pupuk anorganik (10,71 g), sehingga secara efektif dapat
menjadi alternatif dosis pemupukan padi yang lebih baik di Oxisol
Tuntang.
3. Aplikasi mikrobiota baik secara tunggal maupun pada kombinasi perlakuan
pemupukan anorganik dan organik pada aras 50% mampu meningkatkan
berat 1000 biji padi 144% dari kontrol (9 g) dan peningkatannya berbeda
tidak nyata dengan perlakuan pemupukan pada aras 100% dosis pupuk
anorganik maupun aras 100% dosis pupuk organik. Hasil tanaman padi
pada aplikasi mikrobiota pada kombinasi perlakuan pemupukan anorganik
dan organik pada aras 50% mampu meningkat 20% dari perlakuan
pemupukan aras 100% dosis pupuk anorganik (2,6 ton ha-1).
4. Kadar N jaringan, berat kering tanaman, dan hasil padi terbaik pada
perlakuan pemupukan aras 100% dosis pupuk organik dengan peningkatan
8,2%; 113,7%; dan 37, 3% dari perlakuan pemupukan aras 100% dosis
pupuk anorganik.
B. Saran
1. Perlu dilakukan pengujian dosis pemupukan di lapang karena perlakuan di
rumah kaca dengan lingkungan yang terkontrol akan berbeda dengan
kondisi lapang yang lebih komplek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
2. Peningkatan nutrisi N hanya merupakan salah satu upaya untuk
memperbaiki ketersediaan nutrisi dalan tubuh tanaman dalam mendukung
pertumbuhan dan hasil tanaman, sehingga perlu dipertimbangkan kondisi
nutrisi yang lain kaitannya dengan kondisi keseimbangan nutrisi dalam
tubuh tanaman.