Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah...

13
HUBUNGAN SELF EFFICACY DAN KONSEP DIRI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN SELATAN TAHUN 2015 MANUSKRIP Oleh : AHMAD SAPIQ NPM. 011231 AS-1 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN BANJARMASIN, 2015

description

Manuskrip PDF

Transcript of Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah...

Page 1: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

HUBUNGAN SELF EFFICACY DAN KONSEP DIRI DENGAN

KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN

BANJARMASIN SELATAN TAHUN 2015

MANUSKRIP

Oleh :

AHMAD SAPIQ

NPM. 011231 AS-1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

BANJARMASIN, 2015

Page 2: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

1

HUBUNGAN SELF EFFICACY DAN KONSEP DIRI DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT

PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PEKAUMAN BANJARMASIN SELATAN TAHUN 2015

Ahmad Sapiq*, Muhsinin**,Juanda***

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin

Program Studi S.1 Keperawatan

Email: [email protected]

Abstrak

Temuan kasus baru TB di Kalsel tahun 2014 sebanyak 4.984 kasus, terdiri 3.440 kasus BTA+ (69%), 1.449

kasus BTA– Ro+ (29%), dan 95 kasus ekstra paru (2%). Hasil evaluasi tahun 2014 terdapat 5% yang

mengalami kegagalan pengobatan.Tujuan Penelitian ini mengetahui hubungan self efficacy dan konsep diri

dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin

Selatan tahun 2015. Metode penelitian ini menggunakan analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi

27 orang. Sampel 27 orang, teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh. Pengumpulan data

menggunakan metode kuesioner dengan menggunakan analisis korelasi Spearman Rank α = 5%. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara self efficacy dan konsep diri dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015. Tenaga

kesehatan diharapkan mampu memberikan dorongan kepada penderita TB paru agar patuh menjalani proses

pengobatan baik dorongan berupa self efficacy dan konsep diri atau faktor-faktor lain buat menunjang

keberhasilan pengobatan.

Kata Kunci : Self efficacy, konsep diri, kepatuhan minum obat

Daftar Rujukan : 18 (2005 – 2014)

1. Pendahuluan

TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat didunia walaupun

upaya pengandalian dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) telah diterapkan

di banyak Negara sejak tahun 1995 (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2010 menyatakan jumlah penderita TBC di Indonesia

sekitar 429 ribu orang berada di posisi lima di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria

(Departemen Kesehatan, 2010).

Direktur Jenderal Pengawasan Penyakit dan Pengelolaan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI

Tjadra Yoga Aditama mengatakan pada tahun 2013 Indonesia menempati urutan ke empat terbanyak

untuk penderita TB setelah Cina, India, dan Afrika Selatan (Kartika, 2014).

Berdasarkan (Kemenkes RI, 2014) dalam laporan WHO tahun 2013. Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus

TB pada tahun 2012. Selain itu, diperkirakan terdapat 450.000 orang menderita TB MDR dan 170.000

orang diantaranya meninggal dunia. Meskipun kasus kematian karena TB sebagian besar terjadi pada pria

tetapi angka kesakitan dan kematian wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2,9 juta

kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus. Separuh dari

orang dengan HIV positif yang meninggal karena TB pada tahun 2012 adalah wanita. Pada tahun 2012

diperkirakan proporsi kasusTB anak diantara seluruh kasus TB secara global mencapai 6% (530.000

pasien TB anak/ tahun).

Prevalensi TB di Indonesia berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain,

rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang didiagnosa kasus TB oleh tenaga

kesehatan. Penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤ 1 tahun berdasarkan

Page 3: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

2

diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak, foto toraks atau keduanya

(Riskesdas, 2013).

Profil Kesehatan Indonesia (2014), Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+)

sebanyak 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah

penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi

tersebut hampir sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis kelamin, kasus

BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+

pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi

pada laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru yang ditemukan paling

banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 21,40% diikuti oleh kelompok umur 35-44 tahun

sebesar 19,41% dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39% dilanjutkan pada kelompok umur

15-24 tahun sebesar 16,51% serta kelompok umur 55-64 tahun sebesar 15,91% dan yang proporsi paling

rendah kasus baru BTA+ pada kelompok umur 0-14 tahun sebesar 0,72%.

Provinsi dengan prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,7%, DKI

Jakarta dan Papua masing-masing 0,6%. Sedangkan Provinsi Riau, Lampung, dan Bali merupakan

provinsi dengan prevalensi TB paru dengan berdasarkan diagnosis terendah yaitu masing-masing sebesar

0,1%. Untuk Kalimantan Selatan prevalensi TB paru berdasarkan diagnosis yaitu sebesar 0,3%

(Riskesdas, 2013).

Hasil Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan (2015) pada tahun 2014 ditemukan jumlah

kasus baru TB sebanyak 4.984 dan termasuk didalamnya kasus baru BTA+ sebanyak 3.440 kasus. Jumlah

kasus baru BTA+ tertinggi yang dilaporkan terdapat di daerah Kota Banjarmasin sebanyak 639 kasus,

diikuti daerah Kota Baru sebanyak 443 kasus, dilanjutkan daerah Kota Kab.Banjar sebanyak 416 kasus,

dan proporsi terendah penemuan kasus baru BTA+ terdapat di daerah Balangan sebanyak 84 kasus.

TB paru dapat disembuhkan dengan program pengobatan. Pengobatan ini bertujuan menyembuhkan

pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian, mencegah

terjadinya kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya penularan TB resistan

obat (Kemenkes RI, 2014).

Ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru

dan menyebabkan makin banyak ditemukan penderita TB paru dengan Bakteri Tahan Asam (BTA) yang

resistan dengan pengobatan standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di

Indonesia serta memperberat beban pemerintah (Soeparman, 2006).

Ketidakpatuhan ini sangat berbahaya, karena penelitian telah memperlihatkan bahwa pengobatan yang

dilakukan dengan tidak teratur akan memberi efek yang lebih buruk dari pada tidak diobati sama sekali.

Resistansi OAT yang terjadi akibat seseorang tidak berobat tuntas atau bila diberi OAT yang keliru akan

memberikan dampak buruk tidak hanya kepada yang bersangkutan tetapi juga kepada epidemiologi TB

paru di daerah tersebut (Depkes, 2010).

Sukana, et al, seperti yang disitasi Amin (2013), mengatakan bahwa kondisi di lapangan masih terdapat

penderita TB paru yang gagal menjalani pengobatan secara lengkap dan teratur, keadaan ini disebabkan

oleh banyak faktor, tetapi yang paling banyak adalah ketidakpatuhan penderita dalam menjalani

pengobatan.

Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat TB paru yaitu pemahaman tentang instruksi, kualitas

interaksi, dukungan keluarga, keyakinan, sikap dan kepribadian. Selain itu masalah lainnya adalah

pengobatan penyakit TB paru memerlukan jangka waktu yang lama dan rutin yaitu 6-8 bulan. Dengan

demikian, apabila penderita minum obat secara tidak teratur atau tidak selesai, justru akan mengakibatkan

terjadinya kekebalan ganda kuman TB paru terhadap obat anti tuberkulosis (OAT), yang akhirnya untuk

pengobatannya penderita harus mengeluarkan biaya yang tinggi/mahal serta jangka waktu yang relatif

lebih lama (Niven, 2012).

Page 4: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

3

Masalah tuberkulosis banyak berkaitan dengan perilaku pasien dalam meminum obat, salah satu

predisposisi yang mempengaruhi yaitu keyakinan. Menurut Bandura, seperti yang disitasi Mustika

(2013), berpendapat bahwa keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk

menjalankan kegiatan sehingga mencapai keberhasilan disebut self efficacy.

Self efficacy adalah keyakinan pada kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan dan melaksanakan

arah dari tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian yang diinginkan (Hendiani et al,

2014).

Self efficacy adalah penilaian diri apakah seseorang dapat melakukan tindakan yang baik, buruk tepat

atau salah, bisa atau tidak mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Self efficacy menjadi

konstrak yang sangat penting dan berguna di psikologi, karena self efficacy berhubungan dengan

kemampuan seseorang untuk melakukan berbagai perilaku yang menantang termasuk tindakan

pencegahan dan manajemen perilaku untuk penyakit. Self efficacy merupakan keyakinan seseorang akan

kemampuannya melakukan suatu perilaku, bahkan ketika dihadapkan dengan situasi penghalang atau

menghambat (stressful situation) untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan (Alwisol, 2009).

Secara esensial teori self efficacy dari Bandura, yang disitasi Mustika (2013) bahwa self efficacy

merupakan keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk menjalankan kegiatan

sehingga mencapai keberhasilan, maka peneliti berasumsi, bahwa self efficacy menjadi penting khususnya

terkait dengan kapatuhan pasien meminum obat anti tuberculosis (OAT). Individu penderita tuberculosis

yang memiliki self efficacy tinggi, dapat melaksanakan proses pengobatan penyakitnya secara tuntas. Jadi,

dengan adanya self efficacy yang tinggi dalam diri individu penderita tuberkulosis, ia akan mampu

mencegah dan memperkecil keinginan untuk berhenti meminum obat tuberkulosis sebelum tuntas proses

pengobatannya. Sehingga pada akhirnya individu yang memiliki self efficacy yang tinggi akan berhasil

dalam proses pengobatan secara tuntas dan memperoleh kesehatannya kembali.

Individu penderita tuberkulosis yang memiliki self efficacy rendah, selain akan berdampak pada psikologi

dan kesehatan juga berdampak pada perilakunya sehari-hari, seperti perilaku keinginan berhenti

meminum obat sebelum tuntas proses pengobatannya ketika di rasa penderita sudah mulai berkurang rasa

sakit yang dideritanya. Dengan rendahnya self efficacy pada penderita tuberkulosis, maka tidak menutup

kemungkinan proses pengobatan yang mestinya bisa ia selesaikan secara tuntas mengalami kegagalan

disebabkan oleh rendahnya self efficacy.

Situasi yang dihadapi penderita TB paru tentunya menuntut ia untuk melakukan adaptasi terhadap

penyakitnya. Selain self efficacy sangat di perlukan juga faktor konsep diri. Konsep diri adalah semua ide,

pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

dalam berhubungan dengan orang lain (Sunaryo, 2014).

Menurut Sobur (2013) Mendefinisikan Konsep diri sebagai “A collection of being: your appearance,

physical and mental capabilities, vocational potencial, size, strenghth and so forth” Berdasarkan

pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud konsep diri adalah “Semua persepsi kita

terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis yang di dasarkan pada

pengalaman dan interaksi kita dengan orang lain.

Secara umum penilaian tentang konsep diri dibagi menjadi dua bagian, yaitu konsep diri positif dan

konsep diri negatif. Salah satu ciri individu yang memiliki konsep diri positif adalah mampu menerima

dan mencintai diri sendiri apa adanya, sedangkan salah satu ciri individu yang memiliki konsep diri

negatif adalah tidak mampu menerima dan mencintai diri sendiri apa adanya (Rakhmat, 2005).

Mengacu pada teori Sunaryo (2014) tersebut, maka peneliti berasumsi bahwa konsep diri menjadi sesuatu

yang penting terkait dengan kapatuhan pasien meminum obat anti tuberculosis (OAT). Individu yang

memiliki konsep diri yang positif, tentunya akan memperhatikan kesehatan dirinya dan terbuka dengan

orang disekitarnya, serta dalam segi psikologisnya ia akan lebih bisa beradaptasi dengan masalah

kesehatan yang dihadapinya. Sebaliknya individu yang memiliki konsep diri yang negatif, tentunya akan

menganggap sulit terhadap sakit yang dihadapinya, dalam aspek sosial tentunya ia lebih suka minder dan

Page 5: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

4

lebih tertutup pada orang disekitarnya, dan dalam segi psikologisnya ia akan lebih sulit beradaptasi

dengan masalah kesehatan yang dihadapinya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada hari rabu tanggal 29 april 2015 di Dinas

Kesehatan Kota Banjarmasin di dapatkan data, dari 26 puskesmas yang berada di Kota Banjarmasin. Pada

tahun 2014 jumlah kasus TB BTA (+) terbanyak di temukan di daerah Banjarmasin Selatan sebanyak 142

kasus. Dari 142 kasus yang berada di daerah Banjarmasin Selatan, Puskesmas yang menempati angka

dengan penderita TB BTA (+) terbanyak berada di puskesmas pekauman sebanyak 56 penderita.

Berdasarkan studi pendahuluan yang diperoleh dengan wawancara kepada pegawai/staf Puskesmas

Pekauman pada tanggal 29 April – 07 Mei 2015 yang memegang bagian program TB Paru, peneliti

mendapatkan data dari wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin dengan data tahun 2014

penderita TB Paru sebanyak 71 orang. Dari 71 orang tersebut terdapat 9 orang dengan persentase 12,67%

yang drop out dari pengobatan. Kemudian data pada tahun 2015 penderita TB Paru dari bulan Januari -

April sebanyak 27 orang. Dari 27 orang tersebut 3 orang dengan persentase 11,11% yang drop out dari

pengobatan.

Keterangan yang didapat petugas Puskesmas Pekauman, tidak patuh minum obat dikarenakan efek

samping obat TB yang menyebabkan mual, muntah, pusing dan karena menjalani pengobatan yang lama

berbulan – bulan sering muncul rasa jenuh, bosan dan putus asa. Hal yang menjadi dasar untuk

kepatuhann minum obat antara lain self efficacy. Self efficacy dikatakan penting karena self efficacy

merupakan salah satu yang diperlukan untuk memberikan dorongan dari dalam diri meminum Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) untuk mencapai kesembuhan pada penderita TB.

Tingginya penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pekauman dan masih adanya angka drop out

maka menarik untuk dilakukan penelitian tentang “hubungan self efficacy dan konsep diri dengan

kepatuhan minum obat pada pasien penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pekauman

Banjarmasin Selatan tahun 2015”.

2. Metode Penelitian

Jenis dan rancangan penelitian ini menggunakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional,

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin Selatan yang mana pada saat pengumpulan data diperoleh penderita sebanyak 27

orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh yaitu semua

populasi dijadikan sampel sebanyak 27 orang. Analisis data dilakukan melalui uji spearman rank.

3. Hasil Penelitian

3.1 Karekteristik Responden

3.1.1 Berdasarkan Umur

Karakteristik umur responden setelah dilakukan penelitian disajikan dalam bentuk tabel

sebagai berikut:

Tabel 3.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur di wilayah kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015.

No Umur

(Tahun)

Frekuensi

(Orang)

Persentase

(%)

1

2

3

0 – 25

26 – 45

46 >

9

11

7

33,3

40,7

26

Total 27 100

Berdasarkan tabel 3.1 di atas, menunjukkan bahwa berdasarkan umur sebagian besar

responden berumur 26 - 45 tahun yaitu sebanyak 11 orang (40,7%).

Page 6: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

5

3.1.2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin responden setelah dilakukan penelitian disajikan dalam bentuk

tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin diwilayah kerja

Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015.

No Jenis Kelamin Frekuensi

(Orang)

Persentase

(%)

1

2

Laki-laki

Perempuan

13

14

48,1

51,9

Total 27 100

Berdasarkan tabel 3.2 di atas, menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin sebagian besar

responden perempuan, yaitu sebanyak 14 orang (51,9%).

3.1.3 Berdasarkan Pendidikan

Karekteristik pendidikan responden setelah dilakukan penelitian disajikan dalam bentuk tebel

sebagai berikut:

Tabel 3.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan di wilayah kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015.

No Pendidikan Frekuensi

(Orang)

Persentase

(%)

1

2

3

4

Tidak Sekolah

SD

SMP

SMA

0

12

10

5

0

44,4

37

18,6

Total 27 100

Berdasarkan tabel 3.3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SD, yaitu

sebanyak 12 orang (44,4%).

3.2 Analisa Univariat

3.2.1 Gambaran Self Efficacy Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin

Selatan Tahun 2015

Self Efficacy responden di golongkan menjadi 2 yaitu self efficacy tinggi dan self efficacy

rendah. Data disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan self efficacy di wilayah kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015.

No Self Efficacy Frekuensi

(Orang)

Presentasi

(%)

1

2

Tinggi

Rendah

21

6

77,8

22,2

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 3.4 hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

self efficacy tinggi yaitu sebanyak 21 orang (77,8%).

Page 7: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

6

3.2.2 Gambaran Konsep Diri Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin

Selatan Tahun 2015

Konsep diri responden digolongkan menjadi 2 yaitu konsep diri positif dan konsep diri

negatif. Data disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan konsep diri di wilayah kerja Puskesmas

Pekaumana Banjarmasin Selatan tahun 2015.

No Konsep Diri Frekuensi

(Orang)

Persentase

(%)

1

2

Positif

Negatif

19

8

70,4

29,6

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 3. hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

konsep diri positif yaitu sebanyak 19 orang (70,4%).

3.2.3 Gambaran Kepatuhan Minum Obat TB

Kepatuhan minum obat di golongkan menjadi 2 yaitu patuh dan tidak patuh. Data disajikan

dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepatuhan minum obat TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Pekaumana Banjarmasin Selatan tahun 2015.

No Kepatuhan Minum Obat Frekuensi

(Orang)

Persentase

(%)

1

2

Patuh

Tidak Patuh

23

4

85,2

14,8

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel 3.6 hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam

kategori patuh, yaitu sebanyak 23 orang (85,2%).

3.3 Analisa Bivariat

3.3.1 Hubungan Self Efficacy dengan Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil uji spearman rank, di dapatkan hasil bahwa ada hubungan antara self

efficacy dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015, yang ditunjukkan tabel 3.7 sebagai berikut:

Tabel 3.7 Tabulasi silang hubungan self efficacy dengan kepatuhan minum obat TB di wilayah

kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015.

Self Efficacy

Kepatuhan Minum Obat Total

Tidak Patuh Patuh

N % N % N %

Rendah

Tinggi

4

0

66,7

0

2

21

33,3

100

6

21

100

100

Total 4 14,8 23 85,2 27 100

Uji Spearman’s rho (p) value = 0,000 < α = 0,05

R (Correlation Coefitient) = 0,780

Hasil analisis Spearman’s rho berdasarkan tabel diatas dari 27 responden sebanyak 21 orang

(91,3%) dari 23 orang (100%) yang self efficacy rendah patuh meminum obat, 2 orang (8,7%)

dari 23 orang (100%) yang self efficacy rendah tetapi patuh meminum obat, sedangkan 4 orang

(100%) dari 4 orang (100%) yang self efficacy nya rendah tidak patuh meminum obat.

Setelah dilakukan analisis statistik uji spearman rank dengan nilai signifikan/probabilitas

yakni sebesar p = 0,000 yang lebih kecil α = 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (p < α)

dan dapat dinyatakan Ha diterima dan H0 ditolak yang secara uji statistik terdapat hubungan

Page 8: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

7

yang bermakna antara self efficacy dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015. Hubungan kedua

variabel ini menunjukkan nilai korelasi spearman rank 0,780 dengan makna kekuatan antar

kedua variabel kuat.

3.3.2 Hubungan Konsep Diri dengan Kepatuhan Minum Obat

Berdasarkan hasil uji spearman rank, di dapatkan hasil bahwa ada hubungan antara konsep

diri dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015, yang ditunjukkan tabel 3.8 sebagai berikut:

Tabel 3.8 Tabulasi silang hubungan konsep diri dengan kepatuhan minum obat TB di wilayah

kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015.

Konsep Diri

Kepatuhan Minum Obat Total

Tidak Patuh Patuh

N % N % N %

Negatif

Positif

4

0

50

0

4

19

50

100

8

19

100

100

Total 4 14,8 23 85,2 27 100

Uji Spearman’s rho (p) value = 0,000 < α = 0,05

R (Correlation Coefitient) = 0,643

Hasil analisis Spearman’s rho berdasarkan tabel diatas dari 27 responden sebanyak 19 orang

(82,6%) dari 23 orang (100%) yang konsep dirinya positif patuh meminum obat, 4 orang

(17,4%) dari 23 orang (100%) yang konsep dirinya negatif tetapi patuh meminum obat,

sedangkan 4 orang (100%) dari 4 orang (100%) yang konsep dirinya negatif tidak patuh

meminum obat.

Setelah dilakukan analisis statistik uji spearman rank dengan nilai signifikan/probabilitas

yakni sebesar p = 0,000 yang lebih kecil α = 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (p < α)

dan dapat dinyatakan Ha diterima dan H0 ditolak yang secara statistik terdapat hubungan yang

bermakna antara konsep diri dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru.

Hubungan kedua variabel ini menunjukkan nilai korelasi spearman rank 0,643, dengan makna

kekuatan antar kedua variabel kuat.

4. Pembahasan

4.1 Self Efficacy

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa dari 27 orang penderita TB paru

diketahui sebagian besar self efficacy dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 21 orang (77,8%). Akan

tetapi masih ada self efficacy yang rendah yaitu sebanyak 6 orang (22,2%).

Self efficacy adalah keyakinan pada kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan dan

melaksanakan arah dari tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian yang diinginkan

(Hendiani et al, 2014). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh hendiani ini, tentunya self efficacy

yang dimiliki penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun

2015 tergolong tinggi ditandai dengan akumulasi yang mencapai 77,8%, parameter yang paling

berperan yaitu pada magnitude yakni keyakinan responden mengenai kemampuannya terhadap tugas

dari yang mudah hingga yang sulit, hampir 88,89% menjawab dengan betul, baik itu kalimat

pertanyaan yang peneliti gunakan berupa pertanyaan positif maupun negatif. Hal yang paling

mendasari self efficacy tinggi pada point magnitude ini sejauh pengamatan peneliti adalah di

karenakan penderita ingin segera sembuh dari sakitnya sehingga tentunya penderita mematuhi

anjuran dokter meminum obat anti tuberculosis walaupun lama pengobatannya mengahabiskan

waktu 6 – 8 bulan.

Parameter kedua yang mendukunng tingginya self efficacy pada penderita TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan adalah generality yakni keyakinan responden dari satu

tugas hingga tugas yang kompleks, sekitar 79,63% responden menjawab dengan tepat baik itu untuk

Page 9: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

8

pertanyaan positif maupun negatif, yang mana responden meyakini ia dapat mengingat jadwal

meminum obat anti tuberculosis walaupun disibukkan oleh pekerjaan.

Parameter ketiga yang mendukung tingginya self efficacy pada penderita TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan adalah strength yakni keyakinan respon terhadap

kemampuan dirinya, sebanyak 66,67% responden menjawab dengan tepat baik itu kalimat positif

maupun negatif, yang mana responden yakin mampu menjalani pengobatan 6 – 8 bulan.

Hasil penelitian yang saya lakukan ini sesuai dengan pendapat yang di kemukan Permatasari (2014)

dalam artikel ilmiahnya Permatasari menyebutkan bahwa self efficacy memberikan kontribusi

terhadap pemahaman yang lebih baik dalam proses perubahan perilaku kesehatan sehingga self

efficacy sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan, perilaku dan keterampilan. Selain itu, ia

juga menyatakan bahwa individu dengan self efficacy tinggi akan cendrung mengalami peningkatan

yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan, diet rendah garam, terlibat dalam aktivitas fisik,

tidak merokok, dan melakukan manajemen berat badan.

Penyebab masih adanya self efficacy yang rendah yaitu sebanyak 6 orang (22,2%) ini, menurut Sari

(2012) dipengaruhi oleh sifat tugas yang dihadapi, semakin sulit tugas yang diterima individu akan

cenderung menilai dirinya tidak mampu, insentif atau hadiah jika dalam melakukan tugas individu

diberikan imbalan individu tersebut akan merasa mampu, status atau peran individu seseorang yang

mempunyai status yang lebih tinggi dalam suatu kelompok cenderung lebih yakin terhadap

kemampuannya dan yang mempengaruhi self efficacy terakhir adalah informasi tentang diri jika

seseorang mempunyai informasi lebih mengenai dirinya, maka individu tersebut akan lebih percaya

terhadap kemampuannya dalam melakukan sebuah tugas.

4.2 Konsep Diri

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa dari 27 orang penderita TB paru

diketahui sebagian besar memiliki konsep diri positif yaitu sebanyak 19 orang (70,4%). Akan tetapi

masih adanya konsep diri negatif yaitu sebanyak 8 orang (29,6%)

Konsep diri adalah merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk

melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan (Agustiani, 2009).

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Agustiani ini, tentunya konsep diri yang dimiliki penderita

TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015 tergolong positif

yang ditandai dengan akumulasi yang mencapai 70,4%, parameter yang paling berpengaruh yaitu

pada ideal diri yakni persepsi responden tentang bagaimana ia seharusnya berperilaku, hampir

85,19% menjawab dengan betul, baik itu kalimat pertanyaan positif maupun pertanyaan negatif. Hal

yang paling mendasari konsep diri positif ini pada point responden tetap meminum obat anti

tuberculosis saat merasa timbul gejala seperti gatal pada tubuh dikarenakan responden ingin sembuh

dari sakitnya.

Parameter kedua dan ketiga yang mendukung konsep diri positif pada pasien TB paru di wilayah

kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan adalah harga diri dan gambaran diri, yang mana

jumlah presentase sama-sama sebanyak 68,52%, kemudian dilanjutkan parameter ke empat peran

yakni harapan bagaimana responden bersikap sesuai posisinya sebanyak 62,97%, dan parameter

yang terakhir yaitu Identitas diri sebanyak 53,71%

Penyebab masih adanya konsep diri negatif yaitu sebanyak 8 orang (29,6%) ini, menurut Sobur

(2013) dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: pertama kesan individu terhadap dirinya sendiri, semakin

besar pengalaman positif yang diperoleh atau dimiliki, semakin negatif konsep dirinya, yang kedua

reaksi serta respon orang lain terhadap diri individu,ketiga peran, dan yang ke empat status dirinya

pada suatu kelompok. Selain 4 faktor yang disebutkan Sobur diatas, penyebab masih adanya konsep

diri negatif itu menurut Rakhmat (2005) dikarenakan penderita tidak mampu menerima dan

mencintai diri sendiri apa adanya.

Page 10: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

9

4.3 Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 27 orang penderita TB paru diketahui sebagian besar

responden dalam kategori patuh, yaitu sebanyak 23 orang (85,2%). Akan tetapi masih ada 4 orang

(14,8%) dalam kategori tidak patuh mengkonsumsi obat TB paru.

Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

professional kesehatan (Niven, 2012). Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Niven, tentunya

kepatuhan minum obat yang dimiliki penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Pekauman

Banjarmasin Selatan tahun 2015 tergolong masih dalam kategori patuh yang ditandai dengan jumlah

akumulasi yang mencapai 85,2%.

Penyebab masih adannya penderita TB paru tidak patuh yaitu sebanyak 14,8% ini, menurut Niven

(2012) dikarenakan oleh faktor lain seperti pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi,

dukungan keluarga, keyakinan, sikap dan kepribadian.

Selain itu, menurut peneliti masih adanya TB paru yang tidak patuh ini dikarenakan pengobatan TB

paru dilakukan selama 6 bulan dan tidak boleh terputus, hal inilah yang menyebabkan penderita

kadang bosan meminum obat TB paru terlalu lama sehingga mereka tidak patuh. Selain itu, batuk

yang disebabkan TB paru hilang walaupun pengobatan belum selesai, sehingga penderita

menganggap dirinya sudah sembuh dan mengakhiri pengobatannya walaupun program pengobatan

belum selesai.

Cara meminum obat TB paru tersebut adalah dengan meminum setiap satu kali pada saat yang sama

setiap harinya sampai pengobatan selesai atau telah dihentikan oleh dokter dan dinyatakan sembuh.

Indikator kapatuhan minum obat TB paru tersebut meliputi dosis, waktu, lama pengobatan dan waktu

kontrol yang telah dijalankan. Penderita dikatakan patuh jika kategori/skor jawaban responden

nilainya antara 12-16. Sedangkan dikatakan tidak patuh apabila kategori/skor jawaban responden

nilainya antara 8-12.

4.4 Hubungan Self Efficacy dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan Tahun 2015.

Analisis statistik uji spearman rank dengan nilai signifikan/probabilitas yakni sebesar p = 0,000 yang

lebih kecil α = 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (p < α). Hubungan kedua variabel ini

bermakna kuat dengan korelasi 0,780.

Berdasarkan hasil analisis uji spearman rank maka dapat peneliti tarik sebuah kesimpulan

berdasarkan analisis peneliti bahwa semakin tinggi self efficacy yang dimiliki oleh penderita TB paru

maka tentunya akan semakin patuh ia meminum obat sesuai dengan anjuran dokter atau tenaga

kesehatan. Sebalikanya, semakin rendah self efficacy yang dimiliki oleh penderita TB paru maka

kecenderungan akan semakin tidak patuh dalam meminum obat anti tuberculosis.

Hasil penelitian yang saya lakukan ini sesuai dengan pendapat yang di kemukan Permatasari (2014)

dalam artikel ilmiahnya Permatasari menyebutkan bahwa self efficacy memberikan kontribusi

terhadap pemahaman yang lebih baik dalam proses perubahan perilaku kesehatan sehingga self

efficacy sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan, perilaku dan keterampilan. Selain itu, ia

juga menyatakan bahwa individu dengan self efficacy tinggi akan cendrung mengalami peningkatan

yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan, diet rendah garam, terlibat dalam aktivitas fisik,

tidak merokok, dan melakukan manajemen berat badan.

Secara teori pendapat permatasari itu dikuatkan lagi oleh teori yang dikemukakan oleh Niven (2012)

bahwa faktor lain seperti pemahaman tentang instruksi, kualitas interaksi, dukungan keluarga,

keyakinan, sikap dan kepribadian merupakan faktor yang mendasari patuhnya penderita TB paru

meminum obat anti tuberculosis. Sehingga peneliti dapat simpulkan dari hasil penelitian yang

peneliti lakukan sesuai dengan pendapat Permatasari dan teori Niven bahwa self efficacy memegang

peranan penting buat penderita tuberkulosis berhasil dalam proses pengobatannya. Semakin tinggi

Page 11: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

10

self efficacy yang dimiliki penderita TB paru, maka tentunya semakin kuat kepatuhan minum obat

sesuai dengan anjuran dokter atau tenaga kesehatan.

4.5 Hubungan Konsep Diri dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Pekauman Banjarmasin Selatan Tahun 2015.

Analisis statistik uji spearman rank dengan nilai signifikan/probabilitas yakni sebesar p = 0,000 yang

lebih kecil α = 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (p < α). Hubungan kedua variabel ini

bermakna kuat dengan korelasi 0,643.

Berdasarkan hasil analisis uji spearman rank maka dapat peneliti tarik sebuah kesimpulan

berdasarkan analisis peneliti bahwa semakin positif konsep diri yang dimiliki oleh penderita TB paru

maka tentunya akan semakin patuh ia meminum obat. Sebalikanya, semakin negatif konsep diri yang

dimiliki oleh penderita TB paru maka kecenderungan akan semakin tidak patuh dalam meminum

obat anti tuberkulosis.

Hasil penelitian yang dilakukan, sesuai dengan teori yang dikemukakan Rakhmat (2005) bahwa

orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat

bermacam-macam tentang dirinya sendiri, karena secara mental mereka dapat menyerap semua

informasi , tidak satupun informasi tersebut menjadi ancaman bagi dirinya. Sehingga orang dengan

konsep diri positif kecendrungan patuh dalam menjalani proses pengobatan seperti halnya

pengobatan TB yang memerlukan waktu 6-8 bulan lamanya.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

5.1 Self efficacy responden mayoritas tinggi yaitu sebanyak 21 orang (77,8%).

5.2 Konsep diri responden sebagian besar positif yaitu sebanyak 19 orang (70,4%).

5.3 Terdapat hubungan yang kuat antara self efficacy dan konsep diri dengan kepatuhan minum obat

pada penderita TB paru di wilayah kerja Pusekesmas Pekauman Banjarmasin Selatan tahun 2015.

6. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disarankan:

6.1 Bagi Penderita TB Paru

Self efficacy dan konsep diri yang baik sangat diperlukan buat keberhasilan pengobatan, cara

membentuknya yaitu belajar dari pengalaman orang lain yang telah berhasil menjalani proses

pengobatan, meminta dorongan dari orang-orang terdekat seperti istri, suami, dan orang yang kita

sayangi.

6.2 Bagi Puskesmas

Perlunya informasi yang jelas buat penderita TB paru mengenai proses pengobatan, bahaya yang

mungkin terjadi apabila terhenti saat masih dalam proses pengobatan, dan gambaran penderita TB

sebelumnya yang telah berhasil dan gagal dalam menjalani proses pengobatan adalah suatu ke

harusan buat menunjang keberhasilan pengobatan.

6.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi rujukan, informasi dan wawasan buat

mahasiswa yang ingin lebih mendalami mengenai penyakit TB paru.

6.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Perlunya meneliti faktor-fakto lain yang mempengaruhi kapatuhan minum obat TB seperti

pengetahuan, persepsi jarak, ketersedian transportasi, dukungan keluarga, status sosial ekonomi,

komunikasi, dan dapat juga dilakukan penelitian multivariat.

Daftar Rujukan

Agustiani, H. (2009). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri Pada

Remaja. Bnadung: PT Refika Aditamia.

Alwisol. (2009). Psikososial Kepribadian. Malang: UMM Press.

Page 12: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015

11

Amin, M. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru

di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Samalantakan Kabupaten Kota Baru Tahun 2013. Skripsi,

STIKES Muhammadiyah Banjarmasin.

Departeman Kesehatan RI. (2010). Situasi Epidemiologi TB Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Hendiani, N., Sakti, H. & Widayanti, C.G. (2014). Hubungan Antara Persepsi Dukungan Keluarga Sebagai

Pengawas Minum Obat dan Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis di BKPM Semarang. Jurnal

Psikologi UNDIP Volume. 13 No.1 hal 83.

Kartika, U. (2014). Indonesia Peringkat 4 Pasien TB Terbanyak di Dunia. Kompas TV, 3 Maret, 2014 jam

14:15.

Kementerian Kesehatan RI. (2013a). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Mustika, A.R. (2013). Hubungan antara self-efficacy dalam mencegah serangan asma dengan stress pada

mahasiswa penderita asma di Universitas Pendidikan Indonesia. Skripsi, Universitas

Pendidikan Indonesia.

Niven, N. (2012). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain. Jakarta:

EGC.

Permatasari, L.I., Lukman, M. & Supriadi. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga dan Self Efficacy dengan

Perawatan Diri Lansia Hipertensi. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 10 No.2 hal

993-1003

Rakhmat, J. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakara.

Sari, L. (2012). Self Efficacy Pada Mahasiswa Arsitektur Universitas Katolik Soegijapranata Saat

Menyelesaikan Proyek Akhir Arsetektur (PAA) Berdasarkan Teori Bandura. Skripsi, Universitas

Katolik Soegijapranata Semarang.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin. (2012). Buku Panduan Skripsi Program Studi

S.1 Keperawatan. Banjarmasin: Penerbit Pusat penelitian Pengembangan dan Pengabdian

Masyarakat (P4M).

Sobur, A. (2013). Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Soeparman. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Sunaryo. (2014). Psikologi Untuk Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC.

*Ahmad Sapiq, Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Banjarmasin.

**Muhsinin, Ns., M.kep., Sp.Kep.Anak. Dosen STIKES Muhammadiyah Banjarmasin.

***Juanda, SKM.,M.Kes. Dosen Politeknik Kesehatan Negeri Banjarmasin.

Page 13: Hubungan self efficacy dan Konsep diri dengan Kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di wilayah kerja puskesmas pekauman banjarmasin tahun 2015