PENGARUH HEALTH SELF-EFFICACY TERHADAP KEPATUHAN …
Transcript of PENGARUH HEALTH SELF-EFFICACY TERHADAP KEPATUHAN …
PENGARUH HEALTH SELF-EFFICACY TERHADAP KEPATUHAN
MINUM OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
IRVINE TALENTA HASIAN SITOMPUL
111301088
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Perilaku masyarakat zaman sekarang yang cenderung berperilaku tidak sehat
menyebabkan penyakit akut dan kronis. Penyakit kronis membutuhkan
pengobatan jangka panjang sehingga menyebabkan kerusakan organ dan masalah
psikologis yang membuat pasien tidak patuh dalam menjalani pengobatan
(Lailatusifah, 2012). Salah satu penyakit kronis adalah Hipertensi atau secara
popular disebut penyakit darah tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang
terus meningkat jumlahnya setiap tahun (Depkes,2016). Salah satu yang
berhubungan dengan Kepatuhan Minum Obat pada pasien Hipertensi adalah Self-
Efficacy (Kozier,et.al, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
Health Self-Efficacy terhadap Kepatuhan Minum Obat pada pasien Hipertensi.
Penelitian ini di desain dengan metode kuantitatif regresi dengan 192 orang
sampel yang dipilih menggunakan Accidental Sampling. Alat ukur Health Self-
efficacy diukur melalui 2 subskala SRAHPS yang dipublikasikan oleh Becker
(1993) serta telah digunakan dengan metode yang sama oleh Disertasi Xiaoyan
Xu yaitu Olahraga dan Makan Makanan Sehat (Diet) serta Kepatuhan Minum
Obat melalui MMAS-8 oleh Morisky. Hasil menyatakan Health Self-Efficacy
berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Minum Obat sebesar 25,8%. Berdasarkan
subskala Olahraga, Health Self-efficacy berpengaruh positif terhadap Kepatuhan
Minum Obat sebesar 16%. Sedangkan subskala Diet Health Self-efficacy
berpengaruh positif terhadap Kepatuhan Minum Obat sebesar 23,9%.
Kesimpulannya semakin tinggi Health Self-efficacy baik dalam subskala Olahraga
dan Diet maka semakin patuh pasien Hipertensi dalam meminum obat. Saran dari
hasil penelitian ini adalah sebaiknya memberikan psiko-edukasi kepada pasien
Hipertensi untuk dapat meningkatkan Health Self-Efficacy terutama dalam hal
Olahraga dan Diet, jika Olahraga dan Diet dikerjakan secara bersama-sama akan
membuat semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien Hipertensi serta cara
berkomunikasi para tenaga medis yang harus bersifat patients centre.
Kata Kunci: Health Self-Efficacy, Kepatuhan Minum Obat, Pasien
Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Behavior of today's poeple that trends is behave unhealthy causes acute and
chronic diseases. Chronic disease requires long-term treatment that causes organ
damage and psychological problems that make patients not adherence in
undergoing treatment (Lailatusifah, 2012). One of chronic disease is hypertension
or better known as high blood pressure, and that problem is continues to increase
every year (Depkes, 2016). Adherence with taking medication, is related to one of
Health Self-Efficacy (Kozier, et. al., 2010), including adherence with medication
in hypertensive patients. The purpose of this study was determine the effect of
Health Self-Efficacy on adherence with taking medication in hypertensive
patients. This study was designed with a quantitative regression method with 192
people selected using accidental sampling. The Health Self-efficacy measured
through the 2 SRAHPS subscales, published by Becker (1993) and was used with
the same method by Xiaoyan Xu's Dissertation namely Exercise and Nutrition
(Diet) and Adherence with Medication via MMAS-8 by Morisky. The results
stated that Health Self-Efficacy had a positive effect by 25,8% on adherence with
taking medication. Based on the Exercise subscale, Health Self-efficacy has a
positive effect by 16% on Adherence with taking medication. While the Nutrition
(Diet) Health Self-efficacy subscale has a positive effect by 23.9% on adherence
with taking medication. Conclusion is the higher Health Self-efficacy in the
Sports and Diet subscale, more adherence Hypertension patients are in taking the
medication. Suggestions from the results of this study are better to provide
psycho-education to Hypertension patients to be able to improve Health Self-
Efficacy, especially in Exercise and Nutrition (Diet), if Exercise and Nutrition
(Diet) are done together will make the hypertension patient more adherence, and
the communicate of medical personnel have must be a patient center.
Keywords: Health Self-Efficacy, Adherence with Medication, Hypertensive
Patients
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
atas berkat dan anugerahNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk
memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata S1 di Fakultas
Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul “Pengaruh Health Self-
Efficacy terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Hipertensi”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti banyak mendapat pengalaman
yang berguna, suka maupun duka serta kesulitan yang dialami. Peneliti
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua peneliti yang
terbaik dan sangat dicintai, Bapak Albert R H Sitompul dan Ibu Sucy Handayani
yang selalu membawa peneliti di dalam doa dan memberikan semangat secara
moril maupun materil terutama selama proses pengerjaan skripsi ini. Peneliti juga
berterimakasih kepada abang dan adik tercinta, Richie C S Sitompul dan Giani A
H Sitompul yang selalu memberikan semangat, menghibur dan mendoakan
selama proses pengerjaan skripsi ini, Tuhan Yesus memberkati.
Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari banyak
pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian ini. Untuk itu peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi
2. Ibu Arliza Juairiani Lubis, M.Si, Psikolog selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing peneliti
dalam penulisan skripsi ini
Universitas Sumatera Utara
iv
3. Ibu Ika Sari Dewi, M.Pd, Psikolog selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang selalu memperhatikan peneliti dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini
4. Ibu Ika Sari Dewi, M.Pd, Psikolog dan Ibu Juliana Saragih, M.Psi,
Psikolog yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi dosen
penguji serta memberikan masukkan dan saran yang sangat berarti bagi
penulis
5. Seluruh Staf pengajar dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama ini.
6. Kepala Puskesmas Padang Bulan, Kepala Puskesmas Selayang II dan
Kepala Puskesmas Tuntungan yang telah mengizinkan peneliti untuk
mengambil data di puskesmas tersebut
7. Keluarga besar Sitompul dan Marsudi, Ompung Mami, Namboru, Bapak
tua, Tante, Om, Sepupu terkhusus Jodie dan Cindy. Terima kasih untuk
dukungan doa dan semangat yang diberikan selama ini
8. Adik-adik Kelompok Kecil Metanoia (Sri, Grace, Syalom) yang sudah
sabar setiap minggu mendengar dan mendoakan untuk topik doa yang
sama
9. Teman hidupku terkasih, Nanda Effrata Sitanggang, S.E. Terima kasih
telah menemani dan membantu selama penulisan skripsi ini, sudah
menjadi tempat berkeluh kesah dan selalu mendukung didalam doa dan
selalu mau direpotkan
Universitas Sumatera Utara
v
10. Lias dan Kristin selaku orang-orang yang selalu mengerjakan skripsi
bersama-sama, tertawa dan menangis bersama. Terima kasih untuk setiap
moment yang sudah kita lewati
11. KTB Viventis Verbum (Kak Lia, Bang Hitler, Rosliana, Christyn, Mianty)
yang selalu membawa dalam doa meskipun terpisah jarak
12. Seluruh subjek yang telah bersedia mengisi kuisioner penelitian ini, terima
kasih atas kesediaan dan waktunya.
13. Semua pihak dan teman-teman yang mendukung proses penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tuhan Yesus
memberkati segala kebaikan saudara semua
Keseluruhan isi penelitian ini merupakan tanggung jawab peneliti. Peneliti
menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
pengembangan penelitian ini. Semoga penelitian ini membawa manfaat
bagi rekan-rekan semua.
Medan, Agustus 2018
Irvine Talenta Hasian Sitompul
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK.. ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.…………………………………………………….iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
1. Manfaat Teoritis ..................................................................... 7
2. Manfaat Praktis ....................................................................... 8
E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 10
A. Kepatuhan Minum Obat ...….. ......................................................... 10
1. Definisi Kepatuhan Minum Obat ........................................... 10
2. Faktor- Faktor Mempengaruhi Kepatuhan ............................. 11
3. Aspek-aspek Kepatuhan ........................................................ 13
B. Health Self-Efficacy ........................................................................... 13
1. Definisi Health Self-Efficacy ................................................. 13
2. Dimensi Self-Efficacy ............................................................. 16
3. Sumber-sumber Self-Efficacy ................................................. 17
C. Hipertensi ........................................................................................ 19
1. Definisi Hipertensi .................................................................. 19
2. Penyebab Hipertensi ............................................................... 20
3. Jenis Hipertensi ……………………………………………..25
4. Klasifikasi Hipertensi………………………………………..26
5. Manifestasi Klinis……………………………………………26
6. Penatalaksanaan Hipertensi………………………………….27
Universitas Sumatera Utara
vii
D. Dinamika ......................................................................................... 32
E. Hipotesa ......................................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 36
A. Identifikasi Variabel ........................................................................... 36
B. Definisi Operasional Variabel ............................................................ 36
1. Definisi Operasional Health Self-Efficacy .................................. 36
2. Definisi Operasional Kepatuhan Minum Obat ............................. 37
C. Populasi, Sampel dan Lokasi Pengambilan Data .............................. 37
1. Populasi dan sampel penelitian .................................................... 37
2. Metode pengambilan sampel........................................................ 38
3. Lokasi Pengambilan Data ............................................................ 38
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 38
1. Kuisioner Health Self-Efficacy ..................................................... 38
2. Kuisioner Kepatuhan Minum Obat .............................................. 39
E. Uji Instrumen Penelitian .................................................................... 40
1. Validitas Alat Ukur ...................................................................... 40
2. Reliabilitas Alat Ukur .................................................................. 41
F. Metode Analisa Data .......................................................................... 42
1. Uji Normalitas ............................................................................. 42
2. Uji Linearitas ................................................................................ 42
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian……………………………………43
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ..................................... 46
A. Gambaran Subjek Penelitian .............................................................. 46
1. Gambaran Subjek Penelitian ........................................................ 46
B. Hasil Uji Asumsi Penelitian .............................................................. 50
1. Uji Normalitas ......................................................................... 50
2. Uji Linearitas ........................................................................... 51
C. Hasil Utama Penelitian………………………………………………51
1. Deskripsi data …………………………………………….....51
2. Kategorisasi………………………………………………….57
Universitas Sumatera Utara
viii
D. Hasil Analisis Tambahan………………………………………….....61
E. Pembahasan ....................................................................................... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 73
A. Kesimpulan ....................................................................................... 73
B. Saran ....................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 78
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….83
Universitas Sumatera Utara
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003 26
Tabel 2.2 Pedoman Gizi Seimbang 28
Tabel 3.1 Blue print Skala Health Self-Efficacy 39
Tabel 3.2 Blue print Skala Kepatuhan Minum Obat 40
Tabel 3.3 Blue print Skala Health Self-Efficacy setelah Uji coba 41
Tabel 3.4 Blue print Skala Kepatuhan Minum Obat setelah Uji coba 41
Tabel 3.5 Reliabilitas Health Self-Efficacy 42
Tabel 3.6 Reliabilitas Kepatuhan Minum Obat 42
Tabel 4.1 Gambaran subjek berdasarkan Jenis kelamin 46
Tabel 4.2 Gambaran subjek berdasarkan kelompok usia 47
Tabel 4.3 Gambaran subjek berdasarkan jenis pekerjaan 47
Tabel 4.4 Gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan 48
Tabel 4.5 Gambaran subjek berdasarkan lama didiagnosa hipertensi 49
Tabel 4.6 Gambaran subjek berdasarkan riwayat hipertensi keluarga 49
Tabel 4.7 Gambaran subjek berdasarkan klasifikasi hipertensi 50
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas 50
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas 51
Tabel 4.10 Mean Empirik dan Mean Hipotetik Health Self-Efficacy 52
Tabel 4.11 Mean Empirik dan Mean Hipotetik Kepatuhan Minum Obat 52
Tabel 4.12 Anova Regresi Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat 53
Tabel 4.13 Model Summary Prediktor Kepatuhan-Health Self-Efficacy 53
Tabel 4.14 Koefisien Regresi Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat 54
Universitas Sumatera Utara
x
Tabel 4.15 Anova Regresi Health Self-Efficacy Olahraga-Kepatuhan Minum
Obat 54
Tabel 4.16 Model Summary Prediktor Kepatuhan-Health Self-Efficacy
Olahraga 55
Tabel 4.17 Koefisien Regresi Health Self-Efficacy Olahraga-Kepatuhan Minum
Obat 55
Tabel 4.18 Anova Regresi Health Self-Efficacy Diet-Kepatuhan Minum Obat 56
Tabel 4.19 Model Summary Prediktor Kepatuhan-Health Self-Efficacy Diet 56
Tabel 4.20 Koefisien Regresi Health Self-Efficacy Diet-Kepatuhan Minum
Obat 57
Tabel 4.21 Hasil Kategorisasi Health Self-Efficacy&Kepatuhan Minum Obat 58
Tabel 4.22 Hasil Kategorisasi Health Self-Efficacy Olahraga dan Diet 58
Tabel 4.23 Kategorisasi Subjek berdasarkan Health Self-Efficacy, Health Self
Efficacy Olahraga, Health Self-Efficacy Diet dan Kepatuhan Minum Obat
59
Tabel 4.24 Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Jenis
Kelamin 61
Tabel 4.25 Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Usia 62
Tabel 4.26 Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Pekerjaan63
Tabel 4.27 Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
Pendidikan 64
Tabel 4.28 Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Lama
didiagnosa 65
Tabel 4.29 Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Riwayat
Keluarga 65
Universitas Sumatera Utara
xi
Tabel 4.30 Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Klasifikasi
Hipertensi 66
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat zaman sekarang cenderung menjalani gaya hidup yang tidak
sehat. Perilaku mengkonsumsi makanan dengan kadar lemak tinggi, merokok, kerja
terlalu larut malam, mengkonsumsi minuman keras, serta minimalisir aktivitas fisik
berdampak munculnya berbagai masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang muncul
dapat berupa penyakit akut atau penyakit kronis. (Anonim,2010)
Penyakit akut merupakan penyakit yang terjadi secara mendadak, memerlukan
waktu singkat, butuh pengobatan langsung. Sedangkan penyakit kronis merupakan
penyakit yang memerlukan waktu lama, terbilang bulan atau tahun untuk proses
pengobatan (Jaya, 2009).
Proses pengobatan pada penyakit kronis membutuhkan pemakaian obat
jangka panjang yang dapat menyebabkan efek samping berupa kerusakan-kerusakan
organ seperti pada hati, ginjal maupun organ lain. Pemakaian obat jangka panjang
juga dapat menimbulkan masalah psikologis seperti rasa tertekan serta merasa bosan,
jenuh dan lelah. Dikarenakan pasien harus mengonsumsi obat secara rutin setiap hari,
menjalani terapi seumur hidup dan efek samping yang ditimbulkan obat yang
dikonsumsi. Disamping mengatasi masalah-masalah di atas dapat menyebabkan
pasien dengan penyakit kronis tidak mematuhi proses pengobatan sesuai yang
Universitas Sumatera Utara
2
dianjurkan oleh tim medis (Lailatusifah, 2012). Dampak dari ketidakpatuhan pada
anjuran tenaga medis adalah memperparah kondisi kesehatan.
Salah satu penyakit kronis yang sedang banyak terjadi di Indonesia adalah
hipertensi. Profil Kesehatan Sumatera Utara (2009) melaporkan bahwa prevalensi
hipertensi di Sumatera Utara sebesar 91 per 100.000 penduduk, sebesar 8,21% pada
kelompok umur di atas 60 tahun untuk penderita rawat jalan. Sedangkan di kota
Medan, pada tahun 2016 pasien hipertensi meningkat dengan jumlah 59.855 orang
(Depkes,2016). Berdasarkan penyakit penyebab kematian pasien rawat inap di
Rumah Sakit Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara, hipertensi menduduki
peringkat pertama dengan proporsi kematian sebesar 27,02% (1.162 orang), pada
kelompok umur ≥ 60 tahun sebesar 20,23% (1.349 orang). Sedangkan menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa prevalensi hipertensi
pada penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai
31,7%. Dari 33 Provisnsi di Indonesia terdapat 8 propinsi yang kasus penderita
Hipertensi melebihi rata - rata nasional yaitu : Sulawesi Selatan (27%), Sumatera
Barat (27%), Jawa Barat (26%), Jawa Timur (25%), Sumatera Utara (24%), Sumatera
Selatan (24%), Riau (23%), dan Kalimantan timur (22%). Sedangkan dalam
perbandingan kota di Indonesia kasus Hipertensi cenderung tinggi pada daerah urban
seperti : Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar yang mencapai 30–
34%. (Anonim, 2010).
Sejalan dengan penelitian Tripena (2011), saat ini adanya kecenderungan
bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
3
masyarakat perdesaan, termasuk di Kota Medan. Menurut Profil Kesehatan Kota
Medan Tahun 2011, hipertensi menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit
terbesar di Kota Medan. Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan, hipertensi
termasuk ke dalam sepuluh penyakit terbesar dari penderita yang dirawat inap di
bangsal penyakit dalam (Rasmaliah dkk,2007).
Hipertensi atau secara popular disebut penyakit darah tinggi adalah gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan (Prodjosudjadi,
2000). Hipertensi terbagi menjadi hipertensi esensial atau hipertensi primer (tidak
diketahui penyebabnya) dan hipertensi sekunder (diketahui penyebabnya). Menurut
Joint National Committee 7 (JNC 7), hipertensi dibagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu
Normal dengan sistolik <120 MmHg dan diastolik <80 MmHg; Pre-Hipertensi
dengan sistolik 120-139 MmHg atau diastolik 80-89 MmHg; Hipertensi Stage 1
dengan sistolik 140-159 MmHg atau diastolik 90-99 MmHg; dan Hipertensi Stage 2
dengan sistolik ≥160 MmHg atau diastolic ≥100 MmHg. Pasien yang berada pada
Hipertensi Stage 1, rentan mengalami kerusakan pada organ-organ lain. Sedangkan
pasien yang berada pada Hipertensi Stage 2, kemungkinan sudah mengalami penyakit
kardiovaskular dan komplikasi penyakit lain yang dapat memperburuk kondisi
kesehatan.
Hipertensi merupakan penyakit yang bersifat kronis sehingga jika tidak di
kontrol dapat memicu stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan
penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). Oleh karena itu, seorang
Universitas Sumatera Utara
4
pasien yang sudah di diagnosa mengalami Hipertensi harus memiliki kepatuhan
terhadap diet dan minum obat karena sangat diperlukan untuk dapat mengontrol
tekanan darah. Selain itu, melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat membantu
menormalkan tekanan darah (Julianti, 2005).
Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam minum obat dan menjalani diet
secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya (Kozier et.al, 2010). Kepatuhan
didefinisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku seorang individu terkait anjuran
medis yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Siregar dan Kumulosasi, 2003).
Karakteristik individu meliputi pendidikan, kepribadian, self-efficacy,
motivasi, usia sangat berpengaruh pada kepatuhan penderita penyakit akut dan
penyakit kronis, tetapi perilaku kepatuhan umumnya lebih rendah untuk penyakit
kronis karena penderita tidak dapat langsung merasakan akibat dari penyakit yang di
derita. Dunbar dan Wazack dalam Smet (1994) menjelaskan bahwa tingkat kepatuhan
rata-rata minum obat untuk penyembuhan penyakit akut dengan pengobatan jangka
pendek adalah sekitar 78%, sedangkan untuk penyembuhan penyakit kronis
dekanngan pengobatan jangka panjang menurun sampai 54%. Seseorang akan
cenderung patuh jika ancaman terhadap kesehatan yang dirasakan begitu serius,
sedangkan seseorang akan cenderung mengabaikan kesehatannya jika keyakinan akan
pentingnya kesehatan harus dijaga masih rendah. Yang paling penting, seorang pasien
harus memiliki sumber daya, self-efficacy dan motivasi untuk mematuhi peraturan
pengobatan (Krueger et al, 2005; Morgan, 2000). Penelitian Qutab (2011)
Universitas Sumatera Utara
5
menunjukkan bahwa self-efficacy yang kuat memiliki hubungan yang kuat dengan
kepatuhan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pasien untuk mematuhi anjuran
medis antara lain adalah self-efficacy, motivasi, perubahan gaya hidup, biaya
pengobatan, dukungan keluarga (Kozier et.al, 2010). Bandura (1986) mendefinisikan
self-efficacy adalah keyakinan individu pada kemampuannya untuk mengatur dan
melakukan tugas-tugas tertentu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil sesuai
yang diharapkan. Sedangkan Becker (1993) lebih merincikan self-efficacy dalam
bidang kesehatan berdasarkan teori Bandura. Menurut Becker et.al, (1993), Health
Self-Efficacy adalah penilaian tentang seberapa baik individu dapat melakukan
tindakan yang diperlukan untuk menghadapi situasi yang mungkin terjadi dan
kemampuan yang dirasakan diri sendiri untuk mengimplementasikan berbagai
perilaku sehat.
Self-efficacy dibutuhkan oleh penderita hipertensi untuk selalu kontrol tekanan
darah secara rutin. Menurut Bandura “keyakinan manusia mengenai efikasi diri
memengaruhi bentuk tindakan yang akan mereka pilih untuk dilakukan, sebanyak apa
usaha yang akan mereka berikan kedalam aktivitas ini, selama apa mereka akan
bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, serta ketangguhan mereka
mengikuti adanya kemunduran” (Feist & Feist, 2011). Menurut Rosenstock (1990)
peran self-efficacy merupakan bagian penting dari perilaku keberhasilan pengobatan.
Universitas Sumatera Utara
6
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Debby IGA(2017) diketahui self-efficacy
mempengaruhi kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani pengobatannya sebesar
31%. Sejalan dengan hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Khairul Mustafa tentang
hubungan self-efficacy dengan kepatuhan minum obat penderita Hipertensi di
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh, menjelaskan sebanyak 61,7% responden
memiliki self-efficacy yang kurang baik dan 53,3% responden memiliki kepatuhan
minum obat yang rendah. Sebanyak 16 dari 23 responden yang memiliki self-efficacy
yang baik (69,6%) juga memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi, sedangkan 26
dari 38 responden yang memiliki self-efficacy yang kurang baik (68,4%) juga
memiliki kepatuhan minum obat yang rendah. Berdasarkan hasil analisa statistik
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan kepatuhan
minum obat pada penderita hipertensi di Puskesmas Kuta Banda Aceh.
Penelitian-penelitian diatas melihat Self-Efficacy umum dengan kepatuhan
minum obat pada pasien Hipertensi. Sementara anjuran medis yang diinstruksikan
kepada pasien meliputi anjuran makan makanan sehat atau diet dan olahraga. Makan
makanan sehat atau diet dan olahraga adalah gaya hidup yang pada masyarakat
zaman sekarang yang sudah mulai tidak dijalani sehingga cenderung melakukan
perilaku yang tidak sehat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh
Self-Efficacy dalam konteks Kesehatan dalam makan makanan sehat atau diet dan
olahraga dengan Kepatuhan minum obat.
Universitas Sumatera Utara
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah
1. Apakah terdapat pengaruh Health Self-Efficacy dengan Kepatuhan Minum
Obat pada pasien hipertensi?
2. Apakah semakin tinggi Health Self-Efficacy maka semakin tinggi
Kepatuhan Minum Obat pada pasien hipertesi?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
1. Pengaruh Health Self-Efficacy dengan Kepatuhan Minum Obat pada
pasien hipertensi.
2. Semakin Tinggi Health Self-Efficacy maka semakin tinggi Kepatuan
Minum Obat pada pasien Hipertensi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat:
a. Memberi informasi untuk pengembangan ilmu Psikologi, khususnya di bidang
Psikologi Klinis, terutama tentang Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat
pada pasien hipertensi.
Universitas Sumatera Utara
8
b. Memberikan masukan yang bermanfaat untuk penelitian-penelitian yang
berhubungan dengan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat pada pasien
hipertensi.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan untuk:
a. Pasien hipertensi
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi pasien penyakit
hipertensi bahwa Health Self-Efficacy sangat berhubungan atau mempengaruhi
Kepatuhan Minum Obat.
b. Keluarga, petugas kesehatan dan lingkungan sekitar pasien
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi keluarga, petugas
kesehatan dan lingkungan sekitar pasien agar tetap memberikan dukungan supaya
Health Self-Efficacy pada pasien semakin meningkat sehingga kepatuhan minum obat
pada pasien semakin meningkat juga.
c. Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan data empirik dari
Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat pada pasien hipertensi sehingga
penelitian ini diharapkan untuk dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
9
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah:
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini menguraikan tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan
permasalahan. Memuat landasan teori tentang Health Self-Efficacy, Kepatuhan
Minum Obat, Hipertensi.
Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini dijelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,
populasi dan metode pengambilan sampel, jumlah sampel, metode pengumpulan data,
uji validitas, uji reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode
analisa data penelitian
Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan
secara keseluruhan sesuai dengan data yang telah didapatkan.
Bab V : Saran dan Kesimpulan
Bab ini membahas mengenai kesimpulan dan saran-saran yang terkait dengan hasil
penelitian yang telah diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEPATUHAN
1. Definisi Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku
seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau
melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan
kesehatan (WHO, 2003). Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan
perawatan dari pemberi pelayanan kesehatan adalah penting untuk kesuksesan
suatu intervensi. Sayangnya, ketidakpatuhan menjadi masalah yang besar
terutama pada pasien penyakit kronis.
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan
dengan dokter (Stanley,2007). Kepatuhan merupakan suatu perubahan
perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati
peraturan (Green dalam Notoatmodjo, 2007). Sarafino dan Smit (2011)
mendefinisikan kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara
pengobatan dan perilaku yang disarankan dokternya atau yang lain.
Universitas Sumatera Utara
11
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan
perilaku yang disarankan. Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam minum
obat, melaksanakan diet dan menjalani terapi secara benar tentang dosis,
frekuensi dan waktunya (Kozier et.al, 2010). Menurut Morisky (2009),
Kepatuhan Minum Obat adalah perilaku untuk mentaati saran-saran atau
prosedur dari dokter tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului
oleh proses konsultasi antara pasien (dan atau keluarga pasien sebagai orang
kunci dalam kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis.
Berdasarkan definisi Kepatuhan yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kepatuhan adalah perilaku pasien untuk menaati peraturan
yang dianjurkan secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya dalam
minum obat oleh dokter atau tenaga medis lain nya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Kepatuhan terhadap anjuran medis dipengaruhi oleh:
a. Motivasi
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong dan mengarahkan
individu untuk berperilaku agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Motivasi merupakan hal yang penting bagi kepatuhan individu dalam
menjalani pengobatan. (Kozier; Horne; Niven)
Universitas Sumatera Utara
12
b. Self-efficacy
Self-efficacy merujuk pada keyakinan diri seseorang bahwa orang
tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan suatu perilaku.
Keyakinan diri ini yang akan membangun perilaku seseorang untuk
patuh atau taat dalam menjalani pengobatan. (Kozier et. al; Niven)
c. Biaya pengobatan
Seberapa besar biaya pemgobatan yang diperlukan selama menjalani
pengobatan. Biaya pengobatan dapat mempengaruhi individu
menjalani pengobatan apabila sesuai dengan keadaan ekonomi
individu.
d. Tingkat kepuasan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan
Fasilitas pelayanan kesehatan dapat dikaitkan dengan ketidakpatuhan.
Dalam hal ini, komunikasi dengan pasien adalah komponen penting
dari perawatan, sehingga pemberi pelayanan kesehatan harus
mempunyai waktu yang cukup untuk berbagi dengan pasien dalam
diskusi tentang perilaku mereka dan motivasi untuk perawatan diri.
Perilaku dan penelitian pendidikan menunjukkan kepatuhan terbaik
mengenai pasien yang menerima perhatian individu. Sehingga ketika
individu puas dengan pelayanan kesehatan maka individu akan patuh.
(Kozier, et al; Niven)
Universitas Sumatera Utara
13
e. Dukungan keluarga
Keluarga merupakan faktor eksternal yang memiliki hubungan paling
kuat dengan pasien. Keberadaan keluarga mampu memberikan
motivasi yang sangat bermakna pada pasien disaat pasien memiliki
berbagai permasalahan perubahan pola kehidupan yang demikian
rumit, menjenuhkan dengan segala macam program kesehatan.
Keluarga harus memiliki komunikasi yang efektif, dan harapan
keluarga untuk pencapaian keberhasilan terapi (Niven)
3. Aspek-aspek kepatuhan
Menurut Kozier et. al, (2010), ada 5 aspek dalam kepatuhan individu
menjalani pengobatan, yaitu:
a) Merasa prihatin tentang kesehatan dan kemudian termotivasi untuk
menjaganya
b) Merasa terancam oleh perilaku atau kebiasaan saat ini (kebiasaan yang
tidak sehat)
c) Merasa bahwa perubahan-perubahan yang sesuai dengan nasihat medis
akan memberikan dampak positif dalam kesehatan
d) Merasa memiliki kemampuan (berkompeten untuk melaksanakan
sebuah perubahan gaya hidup)
e) Rintangan dalam melaksanakan proses pengobatan, yaitu mengacu
pada kesulitan melaksanakan pengobatan dan dukungan sosial
Universitas Sumatera Utara
14
B. HEALTH SELF-EFFICACY
1. Definisi Health Self-efficacy
Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu.
Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy
mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan
mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura,
1986) Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan
penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan
suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu.
Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self-efficacy sebagai
perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam
mengatasi kehidupan. Selanjutnya Lahey mendefinisikan self-efficacy adalah
persepsi bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu yang penting untuk
mencapai tujuannya. Hal ini mencakup perasaan mengetahui apa yang dilakukan
dan juga secara emosional mampu untuk melakukannya. Self-efficacy menurut
Santrock (2007) adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya dalam
menguasai situasi dan menghasilkan sesuatu yang menguntungkan. Niu (2010)
menyebut self-efficacy adalah hasil interaksi antara lingkungan eksternal,
mekanisme penyesuaian diri serta kemampuan personal, pengalaman dan
pendidikan. Stipek (2001, dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa self-efficacy
adalah kepercayaan seeorang atas kemampuannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
15
Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai
kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas,
mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan
untuk menampilkan kecakapan tertentu.
Sedangkan pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa kesehatan adalah sebagai “suatu
keadaan fisik, mental, sosial, dan spiritual dan bukan hanya ketiadaan penyakit
atau kelemahan tetapi juga berproduktif”. Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam
Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa pengertian kesehatan
adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan
adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta
kemampuan fisik. Menurut Undang-Undang, kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Dalam pengertian yang paling luas kesehatan merupakan suatu keadaan
yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
lingkungan internal (psikologis, intelektual, spiritual dan penyakit) dan eksternal
(lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.
Jadi, kesehatan adalah keadaan fisik, mental, sosial dan spiritual individu untuk
dapat hidup produktif secara sosial maupun ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
16
Sedangkan menurut Becker et al (1993) berlandasan teori Bandura dalam
konteks Kesehatan, Health Self-Efficacy adalah penilaian tentang seberapa baik
individu dapat melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghadapi situasi
yang mungkin terjadi dan kemampuan yang dirasakan diri sendiri untuk
mengimplementasikan berbagai perilaku sehat.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, health self-efficacy adalah keyakinan
atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk dapat
mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan
sesuatu dan mengimplementasi tindakan dalam perilaku sehat.
2. Dimensi Self-efficacy
Menurut Bandura (1997) self-efficacy terdiri dari 3 dimensi, yaitu:
1.) Level
Dimensi ini berfokus pada tingkat kesulitan yang dihadapi oleh
seseorang terkait dengan usaha yang dilakukan. Dimensi ini berimplikasi pada
pemilihan perilaku yang dipilih berdasarkan harapan akan keberhasilannya.
Tingkatan kesulitan dari sebuah tugas, apakah sulit atau mudah akan
menentukan self-efficacy. Pada suatu tugas atau aktivitas, jika tidak terdapat
suatu halangan yang berarti untuk diatasi, maka tugas tersebut akan sangat
mudah dilakukan dan semua orang pasti mempunyai self-efficacy yang tinggi
pada permasalahan ini.
Universitas Sumatera Utara
17
2.) Generality
Generalitas berkaitan dengan seberapa luas cakupan tingkah laku yang
diyakini mampu dilakukan. Berbagai pengalaman pribadi dibandingkan
pengalaman orang lain pada umumnya akan lebih mampu meningkatkan self-
efficacy seseorang. Seseorang dapat menilai dirinya memiliki self-efficacy
pada banyak aktifitas atau pada aktivitas tertentu saja. Dengan semakin
banyak self-efficacy yang dapat diterapkan pada berbagai kondisi, maka
semakin tinggi self-efficacy seseorang. Penelitian ini fokus pada self-efficacy
dalam aktivitas kesehatan (Health Self-Efficacy) dalam Olahraga dan Makan
Makanan Sehat (Diet)
3.) Strength
Dimensi ini terkait dengan kekuatan dari self-efficacy seseorang ketika
berhadapan dengan tuntutan tugas atau suatu permasalahan. Harapan yang
lemah bisa disebabkan karena adanya kegagalan, tetapi seseorang dengan
harapan yang kuat pada dirinya akan tetap berusaha gigih meskip un
mengalami kegagalan. Dimensi ini mencakup pada derajat kemantapan
individu terhadap keyakinannya.
3. Sumber-sumber self-efficacy
Bandura (1986) menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan
pada empat hal, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
18
a. Pengalaman akan kesuksesan
Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar
pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada
pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self-efficacy
individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan
menurunnya self-efficacy, khususnya jika kegagalan terjadi ketika self-efficacy
individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat
menurunkan self-efficacy individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan
kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar.
b. Pengalaman individu lain
Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang
kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacy nya. Self-efficacy juga
dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan
keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-
efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan
persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat
melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki
kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap
kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak
usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan
mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan
yang memungkinkan self-efficacy individu mudah dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
19
pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang
kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan
kemampuannya sendiri.
c. Persuasi verbal
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa
individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih
apa yang diinginkan.
d. Keadaan fisiologis
Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu
tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan
keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya
suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung
dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat
dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang
dihadapinya berada di atas kemampuannya.
C. HIPERTENSI
1. Defenisi Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO, 2003). Tekanan darah diukur
dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran
manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk
Universitas Sumatera Utara
20
punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama 5 menit sampai 30 menit
setelah merokok atau minum kopi.
Tingginya tekanan systole berhubungan dengan besarnya curah jantung
sedangkan tingginya tekanan diastole berhubungan dengan besarnya resistensi
perifer dapat meningkatkan tekanan darah (Prodjosudjadi, 2000). Hipertensi
secara umum dapat didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHh
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah manusia seca ra alami
berfluktuasi sepanjang hari. Tekanan darah tinggi menjadi masalah hanya bila
tekanan darah tersebut persisten. Tekanan darah tersebut membuat sistem
sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (termasuk jantung dan otak)
menjadi tegang (Palmer, 2007).
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk
membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang
diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa te rbagi menjadi kelompok
Normal, Pre-Hipertensi, Hipertensi Tahap 1 dan Hipertensi Tahap 2.
2. Penyebab Hipertensi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti.
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan
Universitas Sumatera Utara
21
oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat
tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain- lain. Adapun penyebab paling
umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati.
Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor- faktor yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.
a. Faktor genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien
yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar
atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang
terjadi pada orang yang bertambah usianya. Dengan bertambahnya umur, maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan
Universitas Sumatera Utara
22
otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi
kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar
yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan
tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian
menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi
perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks
baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran
ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. 19 Wanita yang
belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol
HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
Universitas Sumatera Utara
23
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun
pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas
terhadap vasopresin lebih besar.
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita
bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin
dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan
insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi
natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
Universitas Sumatera Utara
24
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi
konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium
klorida (garam dapur), penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan
sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan
tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam
kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita
yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.
g. Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort
prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%
subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih
dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.
Universitas Sumatera Utara
25
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.
h. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi
hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai dengan kriteria
pola perilaku tipe A dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi dan
pengisian kuisioner self rating dari Rosenman yang sudah dimodifikasi.
Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A menimbulkan hipertensi
banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka bersaing,
bekerja tidak pernah, lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas.
Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan
prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah
terjadinya aterosklerosis. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi,
dan karakteristik personal.
3. Jenis hipertensi
Jenis tekanan darah tinggi terbagi menjadi dua jenis, yaitu (Palmer, 2007):
a. Hipertensi esensial (primer)
Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%.
Penyebab hipertensi tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan
kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan pola makan.
Universitas Sumatera Utara
26
b. Hipertensi sekunder
Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah
tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya
penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (misalnya pil KB).
4. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
5. Manifestasi klinis
Penyakit tekanan darah tinggi merupakan kelainan "sepanjang umur"
tetapi penderitanya dapat hidup seara normal seperti layaknya orang sehat
asalkan mampu mengendalikan tekanan darahnya dengan baik. Di lain pihak,
orang yang masih muda dan sehat harus selalu memantau tekanan darahnya,
minimal setahun sekali. Apalagi bagi mereka yang mempunyai faktor- faktor
pencetus hipertensi seperti kelebihan berat badan, penderita kencing manis,
penderita penyakit jantung, riwayat keluarga ada yang menderita tekanan
darah tinggi, ibu hamil minum pil kontrasepsi, perokok dan orang yang
pernah dinyatakan tekanan darahnya sedikit tinggi. Hal ini dilakukan kerena
bila hipertensi diketahui lebih dini, pengendaliannya dapat segera dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
27
Susi Purwati (2001) untuk menghindari terjangkitnya penyakit
hipertensi dapat ditanggulangi dengan cara:
a. Mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh
b. Melakukan olahraga secara teratur dan dinamik (yang tidak
mengeluarkan tenaga terlalu banyak) seperti berenang, jogging, jalan
cepat dan bersepeda, yoga.
c. Menghentikan kebiasaan merokok
d. Menjaga kestabilan berat badan, menghindarkan kelebihan berat
badan maupun obesitas, tetapi usahakan jangan menurunkan berat
badan dengan menggunakan obat-obatan karena umumnya obat
penurun berat badan dapat menaikkan tekanan darah.
e. Menjauhkan dan menghindarkan stress dengan pendalaman agama
sebagai salah satu upayanya.
6. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan
angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara
seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita
(Depkes RI, 2006). Upaya penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat
dilakukan melalui terapi non farmakologi dan terapi farmakologi (Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2013: 23-39).
Universitas Sumatera Utara
28
1. Terapi Non farmakologis
Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian
Faktor Risiko, yaitu:
a. Makan Gizi Seimbang
Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena
cukup mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan darah sistolik
(TDS) 4,4 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) 2,5 mmHg. Asupan
natrium hendaknya dibatasi <100 mmol (2g)/hari serata dengan 5g (satu
sendok teh kecil) garam dapur, cara ini berhasil menurunkan TDS 3,7 mmHg
dan TDD 2 mmHg. Bagi pasien hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih
rendah lagi, menjadi 1,5 g/hari atau 3,5 – 4 g garam/hari. Walaupun tidak
semua pasien hipertensi sensitif terhadap natrium, namun pembatasan asupan
natrium dapat membantu terapi farmakologi menurunkan tekanan darah dan
menurunkan risiko penyakit kardioserebrovaskuler (Depkes RI, 2013:23).
Tabel 2.3 Pedoman Gizi Seimbang
Garam Natrium Klorida
- Batasi garam <5 gram (1 sendok teh) per hari
- Kurangi garam saat memasak - Membatasi makanan olahan dan cepat
saji
Makanan Berlemak
- Batasi daging berlemak, lemak susu dan minyak goreng (1,5–3 sendok makan
perhari - Ganti sawit/minyak kelapa dengan
zaitun, kedelai, jagung, lobak atau minyak sunflower - Ganti daging lainya dengan
ayam (tanpa kulit)
Universitas Sumatera Utara
29
Buah-buahan dan sayuran
- 5 porsi (400-500 gram) buah-buahan
dan sayuran per hari (1 porsi setara dengan 1 buah jeruk, apel, mangga, pisang atau
3 sendok makan sayur yang sudah dimasak)
Ikan
- Makan ikan sedikitnya tiga kali
perminggu - Utamakan ikan berminyak seperti tuna, makarel, salmon
b. Mengatasi Obesitas
Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-
penderita yang gemuk. Penerunun berat badan dalam waktu yang pendek
dalam jumlah yang cukup besar biasanya disertai dengan penurunan tekanan
darah (Suwarso, 2010). Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah
banyak dilaporkan. Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga
mencapai IMT normal 18,5-22,9 kg/m2, lingkar pinggang <90 cm untuk laki-
laki atau <80 cm untuk perempuan (Depkes RI, 2013: 26).
c. Melakukan olahraga teratur
Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan
bersepeda berperan dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik yang
cukup dan teratur membuat jantung lebih kuat. Hal tersebut berperan pada
penurunan Total Peripher Resistance yang bermanfaat dalam menurunkan
tekanan darah. Melakukan aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah
sistolik sekitar 5-10 mmHg. Olahraga secara teratur juga berperan dalam
menurunkan jumlah dan dosis obat anti hipertensi (Agnesia, 2012).
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
Universitas Sumatera Utara
30
(sejauh 3 kilometer) lima kali per-minggu, dapat menurunkan TDS 4 mmHg
dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga, atau
hipnosis dapat mengontrol sistem syaraf, sehingga menurunkan tekanan darah
(Depkes RI 2013:26).
d. Berhenti Merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang tidak saja dapat
dimodifikasi melainkan dapat dihilangkan sama sekali (Mary P. McGowan,
2001:4). Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan
darah, hal tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat di dalam rokok yang
memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan darah akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain
itu merokok dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara
optimal (Agnesia, 2012). Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk
memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum
dicoba adalah inisiatif sendiri, menggunakan permen yang mengandung
nikotin,bkelompok program, dan konsultasi/konseling ke klinik berhenti
merokok (Depkes RI, 2013: 26-27).
e. Mengurangi konsumsi alkohol
Satu studi meta-analisis menunjukan bahwa kadar alkohol
seberapapun, akan meningkatkan tekanan darah. Mengurangi alkohol pada
penderita hipertensi yang biasa minum alkohol, akan menurunkan TDS rerata
3,8 mmHG. Batasi konsumsi alkohol untuk laki- laki maksimal 2 unit per hari
Universitas Sumatera Utara
31
dan perempuan 1 unit per hari, jangan lebih dari 5 hari minum per minggu (1
unit = setengah gelas bir dengan 5% alkohol, 100 ml anggur dengan 10%
alkohol, 25 ml minuman 40% alkohol) (Depkes RI, 2013:29).
2. Terapi Farmakologis
a. Pola Pengobatan Hipertensi
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang
panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat
ditambahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat
atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon
penderita terhadap obat anti hipertensi. Obat-obat yang digunakan sebagai
terapi utama (first line therapy) adalah diuretik, Angiotensin Converting
Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB), dan
Calcium Channel Blocker (CCB). Kemudian jika tekanan darah yang
diinginkan belum tercapai maka dosis obat ditingkatkan lagi, atau ganti obat
lain, atau dikombinasikan dengan 2 atau 3 jenis obat dari kelas yang berbeda,
biasanya diuretik dikombinasikan dengan ACE-Inhibitor, ARB, dan CCB.
b. Prinsip Pemberian Obat Anti hipertensi
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam
pedoman teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi 2006 mengemukakan
beberapa prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut:
1) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan
penyebabnya.
Universitas Sumatera Utara
32
2) Pengobatan hipertensi essensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi
3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi
4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
5) Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat antihipertensi di
Puskesmas dapat diberikan disaat kontrol dengan catatan obat yang diberikan
untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.
6) Untuk penderita hipertensi yang baru didiagnosis (kunjungan pertama)
maka diperlukan kontrol ulang disarankan 4 kali dalam sebulan atau seminggu
sekali, apabila tekanan darah sitolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg
sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam dua
minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol.
D. Pengaruh Health Self-efficacy Terhadap Kepatuhan pada Pasien Hipertensi
Masyarakat di zaman sekarang cenderung menjalani aktivitas gaya hidup yang
tidak sehat sehingga berdampak pada masalah kesehatan. Masalah kesehatab
yang muncul dapat berupa peyakit akut dan penyakit kronis. Salah satu penyakit
kronis yang berkembang di Indonesia adalah Hipertensi. Hipertensi atau yang
lebih popular dikenal penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh
Universitas Sumatera Utara
33
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan (DinKes,2006).
Seseorang dapat dikatakan mengalami Hipertensi bila keadaan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (WHO,
2003). Karena Hipertensi termasuk kedalam penyakit kronis, berarti pasien nya
akan menjalani pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Terkait
pengobatan dalam jangka waktu yang panjang, terdapat masalah fisiologis
seperti kerusakan organ-organ tubuh dan masalah psikologis seperti jenuh, bosan
dan lelah. Masalah-masalah diatas menyebabkan pasien tidak mematuhi proses
pengobatan sesuai yang diajurkan tim medis. Dampaknya memperparah kondisi
kesehatan pasien.
Oleh karena itu, hal yang penting dalam pengobatan jangka panjang adalah
Kepatuhan Minum Obat. Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam minum obat
dan menjalani diet secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya (Kozier
et.al, 2010). Sejalan dengan itu, Sarafino dan Smit (2011) mendefinisikan
kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku
yang disarankan dokternya atau yang lain. Menurut Morisky (2009), Kepatuhan
Minum Obat adalah perilaku untuk mentaati saran-saran atau prosedur dari
dokter tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses
Universitas Sumatera Utara
34
konsultasi antara pasien (dan atau keluarga pasien sebagai orang kunci dalam
kehidupan pasien) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis.
Ada beberapa faktor- faktor yang dapat mempengaruhi Kepatuhan yang
dikemukakan oleh Kozier et. al; Horne; Niven, yaitu motivasi, self-efficacy,
biaya pengobatan, kepuasan terhadap pelayanan kesehatan, dan dukungan
keluarga. Dari faktor- faktor tersebut, salah satu yang paling berpengaruh adalah
Self-Efficacy.
Menurut Bandura (1992), Self-Efficacy adalah keyakinan individu pada
kemampuannya untuk mengatur dan melakukan tugas-tugas tertentu yang
dibutuhkan untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Baron dan Byrne
(2000) mengemukakan bahwa Self-Efficacy merupakan penilaian individu
terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas,
mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan teori Bandura,
menurut Becker et al (1993) Health Self-Efficacy adalah penilaian tentang
seberapa baik individu dapat melakukan tindakan yang diperlukan untuk
menghadapi situasi yang mungkin terjadi dan kemampuan yang dirasakan diri
sendiri untuk mengimplementasikan berbagai perilaku sehat.
Penelitian Qutab (2011) menunjukkan bahwa Self-Efficacy memiliki
hubungan yang kuat dengan Kepatuhan. Sejalan dengan itu, Krueger et al,
(2005); Morgan (2000) menunjukkan seorang pasien harus memiliki sumber
Universitas Sumatera Utara
35
daya, Self-Efficacy dan motivasi untuk mematuhi peraturan pengobatan. Menurut
Rosenstock (1990) peran Self-Efficacy merupakan bagian penting dari perilaku
keberhasilan pengobatan.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan
bahwasannya health self-efficacy memiliki pengaruh dengan kepatuhan minum
obat pada pasien hipertensi untuk menjalani pengobatan.
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah
1. Ada pengaruh positif antara Health Self-Efficacy terhadap Kepatuhan
Minum Obat pada Pasien Hipertensi
2. Semakin tinggi Health Self-Efficacy maka semakin tinggi Kepatuhan
Minum Obat pada Pasien Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut
cara yang benar dalam mengumpulkan data, analisis data dan pengambilan
kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2000). Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kuantitatif yang bersifat regresi. Pembahasan didalam
metode penelitian ini antara lain; identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional,
populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengambilan data, validitas dan
reliabilitas, prosedur penelitian serta metode analisis data.
A. Identifikasi Variabel
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:
1. Variabel Bebas : Health Self-efficacy
2. Variabel Tergantung : Kepatuhan Minum Obat
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Health Self-Efficacy
Health Self-Efficacy adalah keyakinan atau kepercayaan individu
mengenai kemampuan dirinya untuk dapat mengorganisasi, melakukan tugas,
mencapai tujuan, menghasilkan dan mengimplementasi tindakan untuk
melakukan olahraga dan memakan makanan sehat dan seimbang gizi. Dalam
penelitian ini, Health Self-Efficacy diukur dengan Health Self-Efficacy Scale yang
Universitas Sumatera Utara
37
disusun oleh Becker, et,al (1993) berdasarkan teori Self-efficacy Bandura. Alat
ukur ini terdiri dari 13 aitem untuk mengukur keyakinan diri dalam berolahraga
dan makan makanan sehat atau diet. Semakin tinggi skor berarti semakin tinggi
pula health self-efficacy individu tersebut dalam konteks makan makanan sehat
dan olahraga. Begitu pula sebalikya, semakin rendah skor yang diperoleh individu
dalam skala ini berarti makin rendah pula health self-efficacy individu tersebut
dalam konteks makan makanan sehat dan olahraga.
2. Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan Minum Obat adalah tingkat seseorang atau pasien dalam
melaksanakan minum obat hipertensi dengan taat dan teratur yang disarankan
oleh dokter atau tenaga medis lainnya. Dalam penelitian ini, skala yang digunakan
adalah Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) yang disusun oleh
Morisky. Alat ukur terdiri dari 8 aitem yang mengukur mengenai perilaku minum
obat. Semakin tinggi skor individu, maka semakin tinggi tingkat kepatuhan
minum obat yang dilakukan oleh individu. Sebaliknya, semakin rendah skor,
maka semakin rendah tingkat kepatuhan minum obat yang dilakukan individu.
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel
1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Hipertensi baik yang
ada pada klasifikasi Hipertensi Tahap 1 maupun Hipertensi Tahap 2. Mengingat
keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti
Universitas Sumatera Utara
38
hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek
penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non-
probability sampling, yaitu metode pengambilan sampel yang digunakan apabila
tidak semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk
menjadi subjek penelitian. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian adalah
incidental sampling, untuk mendapatkan akses yang lebih praktis dan mudah.
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 192 orang
3. Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data
a. Lokasi Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan di tiga puskesmas, yaitu puskesmas Padang Bulan,
Selayang II, dan Tuntungan.
b. Waktu Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan pada 15 Februari 2018-15 Maret 2018.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan skala psikologi karena data yang ingin diukur berupa konsep
psikologis yang dapat diungkapkan secara tidak langsung melalui indikator-indikator
perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan. Teknik
pengumpulan data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah dengan memakai
metode skala Likert.
Universitas Sumatera Utara
39
1. Kuisioner Health Self-Efficacy
Untuk mengukur Health Self-Efficacy digunakan adalah Health Self-Efficacy
Scale yang disusun oleh Becker, et al (1993). Alat ukur ini berdasarkan teori Self-
Efficacy Bandura yang sudah difokuskan dalam konsep Kesehatan. Dalam Skala
Health Self-Efficacy ada 4 faktor, yaitu Exercise, Well-Being, Nutrition, dan Health
Practices. Setelah melakukan bimbingan dan Proffesional Judgement serta
berdasarkan arahan/saran dokter, maka peneliti hanya menggunakan 2 faktor, yaitu
Exercise dan Nutrition. Dimana kuisioner ini merupakan skala psikologis yang terdiri
dari aitem-aitem pernyataan yang telah disusun yang terdiri dari 13 pernyataan.
Health Self-Efficacy Scale ini terdiri dari dua sub yaitu olahraga (Exercise)
dan makan makanan sehat (Nutrition) serta diberikan empat alternatif jawaban
berbentuk, yaitu Tidak Pernah, Sekali-Sekali, Sering, Selalu. Subjek peneliti diminta
memilih salah satu dari keempat alternatif yang paling sesuai dengan keadaan subjek.
Tabel 3.1 Blue print skala Health Self-Efficacy
Health Self-Efficacy Aitem Total
Berolahraga 1, 2, 3, 4,5,6,7 7
Makan Makanan Sehat 8,9,10,11,12,13 6
Total 13 13
2. Kuisioner Kepatuhan Minum Obat
Untuk mengukur Kepatuhan minum obat digunakan MMAS-8
(Morisky Medication Adherence Scale-8). Alat ukur ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
40
pengembangan dari MMAS-4 pada tahun 1980 dipublikasikan oleh Morisky
sebagai penilaian terhadap perilaku minum obat seseorang secara
sederhana(CMSA, 2006). MMAS-8 mengukur perilaku minum obat melalui
dua alternative jawaban yaitu berbentuk dikotomi dengan 2 alternatif jawaban
(ya,tidak) pada 7 item dan berbentuk likert dengan 4 alternatif jawaban (tidak
pernah-selalu) pada 1 item.
Tabel 3.2 Blue print skala Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan Favorable Unfavorable Total
Kepatuhan minum obat 5 1,2,3,4,6,7,8 8
Total 1 7 8
F. Uji Instrumen Penelitian
1. Validitas Alat Ukur
Validitas didefinisikan sebagai ketetapan dan kecermatan alat ukur
menjalankan fungsi pengukuran. Suatu alat ukut atau pengumpul data dikatakan valid
adalah alat ukur memberikan hasil pengukuran yang sesuai dengan maksud dan
tujuan diadakan pengukuran (Azwar, 2013).
Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap
aitem total (skor total), perhitungan dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara
skor aitem dengan skor total aitem. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu aitem
yang akan digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf
signifikansi 0.05, artinya suatu aitem dianggap valid jika berkorelasi signifikan
terhadap skor total. Atau jika melakukan penilaian langsung terhadap koefisien
Universitas Sumatera Utara
41
korelasi, bisa digunakan batas nilai minimal korelasi 0.30. Menurut Azwar (2000)
semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 daya pembedanya
dianggap memuaskan. Teknik korelasi atau uji validitas yang digunakan adalah
korelasi Pearson Product Moment.
1.1 Hasil Uji coba Validitas Health Self-Efficacy
Setelah dilakukannya uji coba, semua aitem memenuhi koefisien korelasi
minimum, yaitu diatas 0,30. Koefisien korelasi aitem pada hasil uji coba
berkisar antara 0,339 sampai dengan 0,851.
Tabel 3.3 Blue Print Skala Health Self-Efficacy setelah Uji Coba
No Indikator Aitem Jumlah
1. Berolahraga 1,2,3,4,5,6,7 7
2. Makan Makanan Sehat 8.9,10,11,12,13 6
Total 13 13
1.2 Hasil Uji Coba Validatas Kepatuhan Minum Obat
Pada skala kepatuhan jumlah aitem yang digunakan dalam uji coba
sebanyak 8 aitem. Setelah dilakukannya uj coba, semua aitem memenuhi
koefisien korelasi minimum, yaitu diatas 0,30. Koefisien korelasi aitem
pada hasil uji coba berkisar antara 0,474 sampai 0,555.
Tabel 3.4 Blue Print Skala Kepatuhan Minum Obat setelah Uji Coba
No Indikator Aitem Jumlah
1. Kepatuhan Minum Obat 1,23,4,5,6,7,8 8
Total 8 8
Universitas Sumatera Utara
42
2. Reliabilitas Alat Ukur
Konsep dari reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui sejauh
mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabel dapat dikatakan kepercayaan,
keandalan, keajaiban, kestabilan, dan konsistensi. Hasil pengukuran dapat dipercaya
apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek
yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek dalam diri subyek yang
diukur memang belum berubah (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan untuk
pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha
Cronbach. Semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 1.00, menunjukkan
semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, semakin koefisien reliabilitas mendekati
0.00, berarti semakin rendah reliabilitasnya. Untuk menguji reliabilitas ini
menggunakan alat bantu pengolahan data. Di dapatkan dari hasil uji reliabilitas pada
SPSS, reliabilitas Health Self-Efficacy sebesar 0,886 dan reliabilitas Kepatuhan
Minum Obat 0,131.
Tabel 3.5 Reliabilitas Health Self-Efficacy
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.886 .873 13
Tabel 3.6 Reliabilitas Kepatuhan Minum Obat
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.131 .178 7
Universitas Sumatera Utara
43
G. Metode Analisis Data
Metode analisa data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini
adalah uji Anova dengan menggunakan bantuan alat bantu pengolahan data. Namun,
sebelum menguji hipotesis penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran dimaksudkan untuk menguji apakah data yang
dianalisis sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip–prinsip distribusi normal agar
dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Uji normalitas sebaran pada penelitian ini
dilakukan untuk membuktikan bahwa data masing-masing variabel yaitu Health Self-
Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat telah terdistribusi secara normal. Pada
penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolomogorov-
Smirnov dan dengan bantuan program alat bantu pengolahan data (Priyatno, 2001).
Kaidah normal yang digunakan adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan
normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel Health Self-
efficacy berkorelasi secara linear terhadap data variabel kepatuhan. Uji linearitas
hubungan ini dilakukan dengan menggunakan test for linearity dengan bantuan
program alat bantu pengolahan data (Priyatno, 2001). Kedua variabel dapat dikatakan
berkorelasi secara linear jika nilai p < 0.05.
Universitas Sumatera Utara
44
H. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan
penelitian, pelaksanaan penelitian dan pengolahan data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan informasi- informasi yang berhubungan
dengan kedua variabel yang hendak diukur, yaitu Health Self-Efficacy dan Kepatuhan
Minum Obat. Peneliti menggunakan jurnal dan artikel sebagai referensi untuk kedua
variabel yang akan diukur. Selanjutnya, peneliti mencari alat ukur yang berupa skala
untuk mengukur Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat. Dalam Skala
Health Self-Efficacy ada 4 faktor, yaitu Exercise, Well-Being, Nutrition, dan Health
Practices. Setelah peneliti menemukan skala tersebut, peneliti pun mengadaptasinya
ke bahasa Indonesia dan menyesuaikannya dengan setting pasien hipertensi di kota
medan. Peneliti juga meminta bantuan kepada proffesional judgement, dalam hal ini
adalah dosen pembimbing untuk meninjau kembali kesesuaian aitem-aitem yang telah
diadaptasi peneliti dan bertanya kepada dokter tentang anjura medis pasien hipertensi.
Akhirnya peneliti dan dosen pembimbing memutuskan menggunakan 2 faktor, yaitu
Exercise dan Nutrition. Setelah ada persetujuan dari dosen pembimbing, peneliti
kemudian melakukan try out alat ukur kepada 40 orang pasien hipertensi yang ada di
sekitar peneliti pada tanggal 10-17 Desember 2017. Setelah itu, peneliti melakukan
analisis data dari hasil try out alat ukur tersebut, dan hasil analisis menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
45
bahwa semua aitem yang ada memenuhi kriteria Health Self-Efficacy dan Kepatuhan
Minum Obat. Kemudian peneliti meminta persetujuan kepada kepala puskesmas di 3
puskesmas yaitu Puskesmas Padang Bulan, Selayang II, dan Tuntungan. Setelah
mendapatkan persetujuan untuk mengambil data di 3 puskesmas tersebut, peneliti
meminta surat izin pengambilan data dari kampus yang ditujukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kota Medan. Setelah surat dari kampus selesai, peneliti meminta
surat izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan. Kemudian surat dari Dinas Kesehatan
Kota Medan diberikan kepada Kepala Puskesmas untuk pengambilan data bagi pasien
hipertensi. Peneliti pun mempersiapkan alat ukur yang nantinya akan disebarkan
kepada subjek penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari tanggal 15 Februari-15 Maret
2018. Pengambilan data ini dilakukan pada pasien hipertensi di 3 puskesmas Kota
Medan, yaitu Padang bulan, Selayang II, Tuntungan sebanyak 192 pasien hipertensi.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah skala terkumpul seluruhnya, peneliti kemudian melakukan pengolahan
data menggunakan analisa regresi sederhana Anova dengan bantuan program alat
bantu pengolahan data.
Universitas Sumatera Utara
46
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dari penelitian yang telah
dilaksanakan secara keseluruhan sesuai dengan data yang telah didapatkan.
Pembahasan akan diawali dengan memberikan gambaran mengenai subjek dalam
penelitian, dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisa terhadap hasil
penelitian.
A. Gambaran Subjek Penelitian
Penelitian ini melibatkan 192 orang pasien Hipertensi yang diambil dari
Puskesmas Padang Bulan, Selayang II, Tuntungan. Berikut ini disajikan gambaran
penyebaran subjek berdasarkan faktor demografis.
1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dijabarkan
pada tabel 4.1. Dapat dilihat bahwa subjek penelitian pasien berjenis kelamin
Laki- laki dengan presentase 42,7% sedangkan pasien berjenis kelamin
Perempuan dengan presentasi 57,3%. Dapat disimpulkan bahwa subjek
penelitian didominasi oleh pasien berjenis kelamin Perempuan.
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
Laki-laki 82 42,7% Perempuan 110 57,3%
Universitas Sumatera Utara
47
2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia dijabarkan pada tabel
4.2. Dapat dilihat bahwa subjek penelitian dewasa awal dengan presentase
1,5%, dewasa madya (40-60 tahun) dengan presentase 63,5% dan dewasa
akhir atau lansia (di atas 60 tahun) dengan presentase 35%. Dapat
disimpulkan bahwa subjek penelitian lebih banyak melibatkan pasien berusia
40-60 tahun.
Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Kelompok Usia
Kelompok Usia Jumlah Presentase (%)
Dewasa awal (20-40 tahun) 3 1,5% Dewasa madya (40-60 tahun) 124 63,5%
Lansia (di atas 60 tahun) 65 35%
3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan pekerjaan dijabarkan pada
tabel 4.3. Dapat dilihat bahwa subjek penelitian dengan kelompok pekerjaan
PNS dengan presentase 25,5%, kelompok pekerjaan Pegawai Swasta dengan
presentase 13,1%, kelompok kerja Ibu Rumah Tangga dengan presentase
23,9%, kelompok pekerjaan Wirausaha 10,9%, kelompok pekerjaan Pesiunan
26,6%. Dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian didominasi oleh
kelompok pekerjaan Pensiunan.
Universitas Sumatera Utara
48
Table 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Kelompok Pekerjaan Jumlah Presentase (%) PNS 49 25,5%
Pegawai Swasta 25 13,1%
Ibu Rumah Tangga 46 23,9% Wirausaha 21 10,9%
Pensiunan 51 26,6%
4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenjang Pendidikan
dijabarkan pada table 4.4. Dapat dilihat bahwa subjek penelitian dengan
kelompok jenjang pendidikan SD dengan presentase 2,5%, jenjang pendidikan
SMP dengan presentase 3,6%, jenjang pendidikan SMA dengan presentase
34,4%, jenjang pendidikan D3 dengan presentase 7,8%, jenjang pendidikan
S1 dengan presentase 47%, jenjang pendidikan S2 dengan presentase 4,7%
dan jenjang pendidikan S3 dengan presentase 0%. Dapat disimpulkan bahwa
subjek lebih banyak melibatkan pada pasien dalam kelompok jenjang
pendidikan S1.
Tabel 4.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Jenjang Pendidikan Jumlah Presentase (%)
SD 5 2,5%
SMP 7 3,6%
SMA 66 34,4%
D3 15 7,8%
S1 90 47%
S2 9 4,7%
S3 0 0%
Universitas Sumatera Utara
49
5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Didiagnosa Hipertensi
Subjek penelitian melibatkan pasien yang telah menjalani HD selama
minimal 1 tahun dan maksimal lebih dari 10 tahun. Penyebaran subjek
berdasarkan lama didiagnosa Hipertensi dijabarkan pada tabel 4.5. Dapat
dilihat bahwa subjek penelitian dengan lama didiagnosa 1-5 tahun dengan
presentase 66,2%, lama didiagnosa 6-10 tahun dengan presentase 18,8% dan
lama didiagnosa di atas 10 tahun dengan presentase 15%. Dapat disimpulkan
bahwa subjek penelitian didominasi pada lama didiagnosa 1-5 tahun.
Tabel 4.5
Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Didiagnosa Hipertensi
Lama Hipertensi Jumlah Presentase (%) 1-5 tahun 127 66,2%
6-10 tahun 36 18,8% Diatas 10 tahun 29 15%
6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Riwayat Hipertensi Keluarga
Penyebaran subjek berdasarkan ada-tidaknya dalam keluarga subjek
yang didiagnosa Hipertensi dijabarkan pada tabel 4.6. Dapat dilihat bahwa
subjek penelitian dengan ada nya riwayat Hipertensi keluarga dengan
presentase 57,8% dan tidak ada nya riwayat Hipertensi keluarga dengan
presentase 42,2%. Dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian didominasi
oleh pasien yang ada riwayat Hipertensi kelurga.
Universitas Sumatera Utara
50
Tabel 4.6
Gambaran Subjek Berdasarkan Riwayat Hipertensi Keluarga
Riwayat Hipertensi Kelurga Jumlah Presentase (%)
Ada 111 57,8% Tidak 81 42,2%
7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Klasifikasi Hipertensi
Penyebaran subjek berdasarkan Klasifikasi Hipertensi menurut Joint
National Comitee VII (JNC-VII) dijabarkan pada tabel 4.7. Dapat dilihat
bahwa subjek penelitian dengan klasifikasi Hipertensi Tahap 1 memiliki
presentase 49,48% dan klasifikasi Hipertensi Tahap 2 dengan presentase
50,52%. Dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian didominasi oleh pasien
dengan klasifikasi Hipertensi Tahap 2.
Tabel 4.7 Gambaran Subjek Berdasarkan Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tingkat Hipertensi Jumlah Presentase (%) Hipertensi stage I 95 49,48%
Hipertensi stage II 97 50,52%
B. Hasil Uji Asumsi Penelitian
Untuk melakukan analisis data, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dilaksanakan terlebih dahulu, yaitu uji asumsi normalitas pada data residu
variable berupa skor dan uji linearitas untuk mengetahui bentuk korelasi antara
tiap-tiap sampel. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program
komputerisasi pengolahan data.
Universitas Sumatera Utara
51
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data penelitian
yang diperoleh peneliti dengan menggunakan uji normalitas Kolomogorov-
Smirnov. Dipilih karena uji tersebut dapat menetapkan apakah skor-skor
dalam sampel dapat secara asuk akal dianggap dari populasi sama dengan
suatu distribusi teoritis tertentu (Siegel, 2011). Hasil pengujian dijabarkan
pada tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas
Variabel Sig. Keterangan
Kepatuhan 0,005 Sebaran data normal Health Self-efficacy 0,005 Sebaran data normal
Distribusi data dikatakan normal bila nilai p > 0,05. Pada tabel 4.6 di
atas dapat dilihat bahwa pada kedua komponen nilai signifikansi p > 0,05. Hal
ini menunjukkan bahwa data penelitian terdistribusi secara normal.
2. Uji Linearitas
Uji Linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas
ataupun variabel tergantung berkorelasi secara linear atau tidak. Data dapat
dikatakan linear apabila nilai p<0,05, begitu pula sebaliknya. Apabila nilai
p>0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung
dinyatakan tidak linear. Hasil linearitas dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut
Universitas Sumatera Utara
52
Tabel 4.9 Hasil Uji Linearitas
Variabel Sig. Keterangan
Kepatuhan 0,000 Linear
Health Self-efficacy 0,000 Linear
Health Self-Efficacy Olahraga 0,000 Linear
Health Self-Efficacy Makan Makanan Sehat (Diet) 0,000 Linear
C. Hasil Utama Penelitian
1. Deskripsi Data Utama Penelitian
Deskripsi data penelitian dilampirkan untuk mengetahui karakteristik
data pokok yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Deskripsi
data pokok yang dilampirkan adalah perbandingan rerata empiris, rerata
hipotetik dan distribusi skor perolehan berdasarkan kategori tertentu.
Rerata empiris diperoleh dari respon subjek, sedangkan rerata
hipotetik diperoleh dari rerata kemungkinan diperoleh subjek atas jawaban
skala yang diberikan. Dalam hal ini, skala yang diberikan adalah Health
Self-Efficacy dan skala MMAS-8.
a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Health Self-efficacy
Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik health
self-efficacy dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean
Hipotetik Health Self-efficacy
Variabel Empirik Hipotetik
Min Max Mean Min Max Mean
Health Self-efficacy 17 48 32,68 13 52 32,50
Universitas Sumatera Utara
53
Health Self-Efficacy Olahraga 7 24 13,95 7 28 17,50 Health Self-Efficacy Diet 10 24 18,72 6 24 15,00
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa Health Self-Efficacy
pada subjek penelitian sedikit lebih tinggi dibandingkan Health
Self-Efficacy dibandingkan Health Self-Efficacy yang diperkirakan
alat ukur.
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa Health Self-Efficacy
Olahraga pada subjek penelitian lebih rendah dibandingkan Health
Self-Efficacy Olahraga yang diperkirakan alat ukur.
Berdasarkan tabel diatas diperoleh juga bahwa Health Self-
Efficacy Diet lebih tinggi dibandingkan Health Self-Efficacy Diet
yang di perkirakan alat ukur.
b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kepatuhan
Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik Kepatuhan
dijelaskan dalam tabel 4.11.
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik
Kepatuhan Minum Obat
Variabel Empiric Hipotetik Min Max Mean Min Max Mean
Kepatuhan 10 18 16,44 8 18 16,40
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa Kepatuhan
Minum Obat pada subjek penelitian sedikit lebih tinggi
dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
Universitas Sumatera Utara
54
Tabel 4.12 Anova Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 281.344 1 281.344 66.002 .000b
Residual 809.906 190 4.263
Total 1091.250 191
a. Dependent Variable: kepatuhan b. Predictors: (Constant), health self-efficacy
Berdasarkan tabel 4.12 diatas, hasil perhitungan yang didapatkan
adalah nilai F=66.002 dan p=0,000. Field (2009) menyatakan bahwa jika nilai
p<0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara Health Self-Efficacy terhadap Kepatuhan Minum
Obat pada pasien Hipertensi.
Tabel 4.13 Model Summary Prediktor Kepatuhan-Health Self-Efficacy
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .508a .258 .254 2.065
a. Predictors: (Constant), health self-efficacy
b. Dependent Variable: kepatuhan
Berdasarkan tabel 4.13 diatas, koefisien determinan (R- square) yang
diperoleh dari pengaruh Health Self-Efficacy terhadap kepatuhan pada subjek
penelitian adalah sebesar 0,258. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Health
Self-Efficacy terhadap kepatuhan pada pasien hipertensi adalah sebesar 25,8%.
Yang artinya, Health Self-Efficacy memberikan sumbangan efektif sebesar
25,8% dalam memunculkan Kepatuhan Minum Obat, sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh faktor- faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
55
Tabel 4.14 Koefisien Regresi Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.781 .833 11.745 .000
Health self-efficacy .204 .025 .508 8.124 .000
a. Dependent Variable: kepatuhan
Kepatuhan dilambangkan dengan (Y) dan Health Self-Efficacy
dilambangkan dengan (X). Pada tabel 4.14 persamaan garis regresi yang
dihasilkan adalah Y= 9.781 + 0.204 X. Berdasarkan nilai koefisien regresi X
(Health Self-Efficacy) sebesar 0,204, menyatakan bahwa setiap penambahan 1
nilai Health Self-Efficacy akan menaikan nilai Kepatuhan Minum Obat
sebesar 0,204. Dengan kata lain, semakin tinggi Health Self-Efficacy yang
dimiliki pasien hipertensi maka akan semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien
hipertensi.
Dari analisis regresi di atas, dapat berarti ada pengaruh positif Health
Self-Efficacy terhadap kepatuhan pasien hipertensi.
Tabel 4.15 Anova Health Self-Efficacy Olahraga-Kepatuhan Minum Obat
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 174.457 1 174.457 36.155 .000b
Residual 916.793 190 4.825
Total 1091.250 191
a. Dependent Variable: kepatuhan
b. Predictors: (Constant), olahraga
Berdasarkan tabel 4.15 diatas, hasil perhitungan yang didapatkan
adalah nilai F=36.155 dan p=0,000. Field (2009) menyatakan bahwa jika nilai
Universitas Sumatera Utara
56
p<0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara Health Self-Efficacy Olahraga terhadap Kepatuhan
Minum Obat pasien hipertensi.
Tabel 4.16 Model Summary Prediktor Kepatuhan Minum Obat-Health Self-Efficacy Olahraga
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .400a .160 .155 2.197
a. Predictors: (Constant), olahraga b. Dependent Variable: kepatuhan
Berdasarkan tabel 4.16 diatas, koefisien determinan (R- square)
yang diperoleh dari pengaruh Health Self-Efficacy Olahraga terhadap
Kepatuhan Minum Obat pada subjek penelitian adalah sebesar 0,160. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh Health Self-Efficacy Olahraga terhadap
Kepatuhan Minum Obat pada pasien Hipertensi adalah sebesar 16%.
Tabel 4.17 Koefisien Regresi Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 13.183 .564 23.374 .000
olahraga .233 .039 .400 6.013 .000
a. Dependent Variable: kepatuhan
Kepatuhan dilambangkan dengan (Y) dan Health Self-Efficacy
Olahraga dilambangkan dengan (X). Pada tabel 4.17 persamaan garis regresi
yang dihasilkan adalah Y= 13.138 + 0.233 X. Berdasarkan nilai koefisien
Universitas Sumatera Utara
57
regresi X (Olahraga dalam Health self-efficacy) sebesar 0,233, menyatakan
bahwa setiap penambahan 1 nilai olahraga dalam Health self-efficacy akan
menaikan nilai Kepatuhan sebasar 0,233. Dengan kata lain, semakin tinggi
olahraga dalam Health self-efficacy yang dimiliki pasien hipertensi maka akan
semakin tinggi tingkat kepatuhan pasien hipertensi.
Tabel 4.18 Anova Health Self-Efficacy Diet terhadap Kepatuhan Minum Obat
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 260.620 1 260.620 59.615 .000b
Residual 830.630 190 4.372
Total 1091.250 191
a. Dependent Variable: kepatuhan b. Predictors: (Constant), diet
Berdasarkan tabel 4.18 diatas, hasil perhitungan yang didapatkan
adalah nilai F=59.615 dan p=0,000. Field (2009) menyatakan bahwa jika nilai
p < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara Health Self-Efficacy Diet terhadap Kepatuhan
Minum Obat pasien Hipertensi.
Tabel 4.19 Model Summary Prediktor Kepatuhan Minum Obat-Health Self-Efficacy
Diet
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .489a .239 .235 2.091
a. Predictors: (Constant), diet
b. Dependent Variable: kepatuhan
Berdasarkan tabel 4.19 diatas, koefisien determinan (R- square) yang
diperoleh dari pengaruh diet dalam health self-efficacy terhadap kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
58
pada subjek penelitian adalah sebesar 0,239. Hal ini menunjukkan bahwa
pengaruh Health Self-Efficacy Diet terhadap kepatuhan pada pasien hipertensi
adalah sebesar 23,9%.
Tabel 4.20 Koefisien Regresi Health Self-Efficacy Diet-Kepatuhan Minum Obat
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.834 1.124 6.967 .000
Diet .459 .060 .489 7.721 .000
a. Dependent Variable: kepatuhan
Kepatuhan dilambangkan dengan (Y) dan Diet dalam health self-
efficacy dilambangkan dengan (X). Pada tabel 4.20 persamaan garis regresi
yang dihasilkan adalah Y= 7.834 + 0.459 X. Berdasarkan nilai koefisien
regresi X (Health Self-Efficacy Diet) sebesar 0,459, menyatakan bahwa setiap
penambahan 1 nilai Health self-efficacy Diet akan menaikan nilai Kepatuhan
sebasar 0,459. Dengan kata lain, semakin tinggi Health Self-Efficacy Diet
yang dimiliki pasien Hipertensi maka akan semakin tinggi tingkat Kepatuhan
Minum Obat pasien hipertensi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif Health Self-
Efficacy Olahraga dan Diet terhadap kepatuhan minum obat pada pasien
hipertensi.
2. Kategorisasi Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat
Standardisasi dilakukan terhadap skor subjek pada health self-efficacy
dan kepatuhan dengan cara mengubah skor mentah subjek menjadi skor T.
Kategorisasi skor subjek dilakukan sesuai dengan interval kategori jenjang
Universitas Sumatera Utara
59
yang diuraikan pada bagian sebelumnya. Hasil kategorisasi skor subjek pada
kedua komponen diuraikan pada tabel 4.21 dan tabel 4.22 berikut ini.
Tabel 4.21 Hasil Kategorisasi Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%) Total
Health self-efficacy
x >44,19 Sangat
Tinggi (ST) 3 1,56%
192 (100%)
32,51 ≤ x ≤ 44,19 Tinggi (T) 96 50%
20,81 ≤ x ≤ 32,50 Rendah (R) 92 47,92%
x <20,81 Sangat
Rendah (SR) 1 0,52%
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Total
Kepatuhan x>16,40 Patuh (P) 128 66,67% 192 (100%) X<16,40 Tidak Patuh
(TP) 64 33,33%
Tabel 4.22 Hasil Kategorisasi Health Self-efficacy Olahraga dan Diet
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Total
Health self-efficacy
Olahraga
x > 23,99 Sangat Tinggi (ST)
2 1,04%
192
(100%)
17,06 ≤ x ≤ 23,99 Tinggi (T) 38 19,79%
11,01 ≤ x ≤ 17,05 Rendah (R) 73 38,02%
x < 11,01 Sangat Rendah
(SR)
79 41,15%
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Total
Health self-
efficacy Diet
X > 20,62 Sangat
Tinggi (ST)
51 26,56%
192 (100%)
15,00 ≤ x ≤ 20,62 Tinggi (T) 128 66,67%
9,38 ≤x ≤ 14,99 Rendah (R) 13 6,77%
X > 9,38 Sangat Rendah
(SR)
0 0
Universitas Sumatera Utara
60
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa pada Health Self-Efficacy, jumlah
subjek lebih banyak berada dalam kategori Tinggi (T) sebanyak 50%,
kemudian kategori Rendah (R) sebesar 47,92%. Sedangkan pada komponen
kepatuhan, jumlah subjek lebih banyak berada pada kategori Patuh (P) sebesar
66,67%.
Tabel 4.22 menunjukkan bahwa Health Self-Efficacy Olahraga di
dominasi oleh subjek dengan kategori Sangat Rendah (SR) yaitu 41,14%.
Health Self-Efficacy Diet didominasi subjek pada kategori Tinggi (T) dengan
66,67% dan tidak ada subjek pada kategori rendah.
Gambaran kategorisasi kepatuhan subjek terhadap anjuran medis
didapatkan dengan mengombinasikan kategori skor subjek yang diperoleh
pada tabel 4.21 dan tabel 4.22. Hasil kategorisasi kepatuhan subjek minum
obat dengan Health Self-Efficacy dijabarkan pada tabel 4.23 di bawah ini.
Tabel 4.23 Kategorisasi Subjek Berdasarkan Health self-efficacy dan Komponen Diet dan Olahraga serta Kepatuhan Minum Obat
Variabel Kategorisasi Patuh Tidak Patuh
Total Frekuensi (n)
Presentase (%)
Frenkuensi (n)
Presentase (%)
Health Self-
Efficacy
Sangat Tinggi
3 1,56% 0 0 3
Tinggi 82 42,70% 14 7,30% 96
Rendah 43 22,40% 49 25,52% 92 Sangat Rendah
0 0 1 0,52% 1
Health Self-
Efficacy Olahraga
Sangat Tinggi
1 0,52% 1 0,52% 2
Tinggi 35 18,23% 3 1,56% 38
Rendah 58 30,20% 15 7,82% 73 Sangat Rendah
34 17,72% 45 23,43% 79
Health Sangat 48 25% 3 1,56% 51
Universitas Sumatera Utara
61
Self-Efficacy
Diet
Tinggi Tinggi 78 40,63% 50 26,04% 128
Rendah 2 1,04% 11 5,73% 13 Sangat Rendah
0 0 0
Tabel 4.23 menjabarkan bahwa kombinasi kategorisasi skor Health
Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat subjek menghasilkan 12 profil
subjek. Pasien yang memiliki Kepatuhan Minum Obat, berada pada Health
Self-Efficacy Sangat Tinggi 3 orang, Health Self Efficacy Tinggi 84 orang,
Health Self-Efficacy Rendah 43 orang. Sedangkan pada subjek yang Tidak
Patuh Minum Obat berada pada Health Self-Efficacy Tinggi 14 orang, Health
Self-Efficacy Rendah 49 Orang, Health Self-Efficacy Sangat Rendah 1 orang.
Dapat disimpulkan bahwa subjek pada penelitian ini berada pada kategorisasi
Patuh dengan Health Self-Efficacy Tinggi.
Tabel 4.23 menjabarkan pasien yang memiliki Kepatuhan Minum
Obat, berada pada kategorisasi Health Self-Efficacy Olahraga Sangat Tinggi 1
orang, Health Self-Efficacy Olahraga Tinggi 35 orang, Health Self-Efficacy
Olahraga Rendah 58 orang dan Health Self-Efficacy Olahraga Sangat Rendah
34 orang. Sedangkan pada subjek yang Tidak Patuh Minum Obat berada pada
kategori Health Self-Efficacy Olahraga Sangat Tinggi 1 orang, Health Self-
Efficacy Olahraga Tinggi 3 orang, Health Self-Efficacy Olahraga Rendah 15
orang, Health Self-Efficacy Olahraga Sangat Rendah 45 orang. Dapat
Universitas Sumatera Utara
62
disimpulkan bahwa subjek pada penelitian ini berada pada kategorisasi Patuh
dengan Health Self-Efficacy Rendah.
Tabel 4.23 menjelaskan juga pasien yang memiliki Kepatuhan Minum
Obat, berada pada kategorisasi Health Self-Efficacy Diet Sangat Tinggi 48
orang, Health Self-Efficacy Diet Tinggi 78 orang, Health Self-Efficacy Diet
Rendah 2 orang. Sedangkan pada subjek yang Tidak Patuh Minum Obat
berada pada Health Self-Efficacy Diet Sangat Tinggi 3 orang, Health Self-
Efficacy Diet Tinggi 50 orang, Health Self-Efficacy Rendah 11 orang. Dapat
disimpulkan bahwa subjek pada penelitian ini berada pada kategorisasi Patuh
dengan Health Self-Efficacy Tinggi.
D. Hasil Analisa Tambahan
a. Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
jenis kelamin
Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan nilai antara laki-
laki dan perempuan dalam memiliki Health Self-efficacy dan dalam
melaksanakan Kepatuhan Minum Obat. Hasil perbandingan dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 4.24 Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan
Minum Obat berdasarkan jenis kelamin
Health Self-efficacy (Mean 32,50)
Kepatuhan Minum Obat (Mean 16,40)
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
Laki-laki 32,50 Rendah 16,37 Tidak Patuh Perempuan 32,81 Tinggi 16,49 Patuh
Universitas Sumatera Utara
63
Berdasarkan tabel 4.24 diatas, menunjukkan bahwa Health Self-
Efficacy pada laki- laki sama dengan yang diperkirakan oleh alat ukur.
Sedangkan pada perempuan menunjukkan bahwa Health Self-Efficacy lebih
tinggi sedikit dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
Pada tabel 4.24 diatas dapat disimpulkan juga bahwa tingkat
Kepatuhan Minum Obat pada laki- laki lebih rendah dabandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan pada perempuan Kepatuhan Minum Obat
sedikit lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
b. Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
usia
Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan nilai antara usia
subjek penelitian dalam memiliki Health Self-Efficacy dan dalam
melaksanakan Kepatuhan Minum Obat. Hasil perbandingan dapat dilihat pada
tabel berikut ini
Tabel 4.25 Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan
Minum Obat berdasarkan Usia
Health Self-Efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi Dewasa awal (20-40 tahun) 32,33 Rendah 13,33 Tidak Patuh
Dewasa madya (40-60 tahun) 34,42 Tinggi 16,77 Patuh Lansia (di atas 60 tahun) 32,68 Tinggi 15,95 Tidak Patuh
Berdasarkan tabel 4.25 diatas, menunjukkan bahwa Health Self-
Efficacy pada dewasa awal lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan oleh
alat ukur. Sedangkan pada dewasa madya dan lansia menunjukkan bahwa
Health Self-Efficacy lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
Universitas Sumatera Utara
64
Pada tabel 4.25 diatas dapat disimpulkan juga bahwa tingkat
Kepatuhan Minum Obat pada dewasa awal dan lansia lebih rendah
dabandingkan yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan pada dewasa madya
Kepatuhan Minum Obat sedikit lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan
alat ukur.
c. Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
pekerjaan
Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan nilai antara
pekerjaan yang dimiliki oleh subjek penelitian dalam memiliki Health Self-
efficacy dan dalam melaksanakan Kepatuhan Minum Obat. Hasil
perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.26 Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan
Minum Obat berdasarkan pekerjaan
Health Self-efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi PNS (Pegawai Negeri Sipil) 35.08 Tinggi 17,04 Patuh
Pegawai swasta 36,56 Tinggi 16,72 Patuh Ibu Rumah Tangga 29,91 Rendah 15,74 Tidak Patuh
Wirausaha 33,00 Tinggi 16,01 Tidak Patuh Pensiunan 30,82 Rendah 16,49 Patuh
Berdasarkan tabel 4.26 diatas, didapatkan Health Self-Efficacy pada
Ibu Rumah Tangga dan Pensiunan lebih rendah dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan Health Self-Efficacy PNS, Pegawai swasta
dan Wirausaha lebih tinggi dibandngkan yang diperkirakan alat ukur.
Universitas Sumatera Utara
65
Pada tabel 4.26 diatas juga dapat dilihat, bahwa Kepatuhan Minum
Obat Ibu Rumah Tangga dan wirausaha lebih rendah dari yang diperkirakan
oleh alat ukur. Sedangkan Kepatuhan Minum Obat PNS, Pegawai swasta dan
pensiunan lebih tinggi dari yang diperkirakan alat ukur.
d. Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan berdasarkan pendidikan
Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan nilai antara tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh subjek penelitian dalam memiliki health self-
efficacy dan dalam melaksanakan Kepatuhan. Hasil perbandingan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.27 Perbandingan Health self-efficacy dan Kepatuhan
berdasarkan tingkat pendidikan
Health self-efficacy Kepatuhan Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
SD 26,80 Rendah 15,40 Tidak Patuh SMP 25,29 Rendah 14,00 Tidak Patuh
SMA 30,24 Rendah 16,05 Tidak Patuh D3 35,53 Tinggi 17,33 Patuh
S1 34,77 Tinggi 16,92 Patuh S2 33,89 Tinggi 15,44 Tidak Patuh
S3 - - - -
Berdasarkan tabel 4.27 diatas, Health Self-Efficacy tingkat pendidikan
SD, SMP, SMA lebih rendah dibandingkan dengan yang diperkirakan alat
ukur. Sedangkan Health Self-Efficacy tingkat pendidikan D3, S1, S2 lebih
tinggi dibandingkan dengan yang diperkirakan alat ukur.
Pada tabel 4.27 diatas juga dapat dilihat, bahwa Kepatuhan Minum Obat
tingkat pendidikan SD, SMP, SMA dan S2 lebih rendah dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
66
yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan Kepatuhan Minum Obat tingkat
pendidikan D3 dan S1 lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperkirakan alat
ukur.
e. Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
lama didiagnosa Hipertensi
Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan nilai antara ada
seberapa lama subjek penelitian didiagnosa Hipertensi dalam memiliki Health
Self-Efficacy dan dalam melaksanakan Kepatuhan Minum Obat. Hasil
perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.28 Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum
Obat berdasarkan lama didiagnosa Hipertensi
Health Self-Efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi 1-5 tahun 34,08 Tinggi 16,50 Patuh 6-10 tahun 30,86 Rendah 16,60 Patuh
Diatas 10 tahun 28,87 Rendah 15,97 Tidak Patuh
Berdasarkan tabel 4.28 diatas, Health Self-Efficacy subjek dengan
lama nya didiagnosa 6-10 tahun dan diatas 10 tahun lebih rendah
dibandingkan dengan yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan Health Self-
Efficacy pada subjek dengan diagnose 1-5 tahun lebih tinggi dibandingkan
dengan yang diperkirakan alat ukur.
Pada tabel 4.28 diatas juga dapat dilihat, bahwa Kepatuhan Minum
Obat pada subjek dengan diagnosa diatas 10 tahun lebih rendah dibandingkan
dengan yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan Kepatuhan Minum Obat pada
Universitas Sumatera Utara
67
subjek dengan diagnosa 1-5 tahun dan 6-10 tahun lebih tinggi dibandingkan
dengan yang diperkirakan alat ukur.
f. Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
riwayat keluarga
Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan nilai antara ada
tidaknya riwayat keluarga yang dimiliki oleh subjek penelitian dalam
memiliki Health Self-Efficacy dan dalam melaksanakan Kepatuhan Minum
Obat. Hasil perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.29 Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan
Minum Obat berdasarkan riwayat keluarga
Health self-efficacy Kepatuhan Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
Ada 33,67 Tinggi 16,60 Patuh Tidak 31,32 Rendah 16,21 Tidak Patuh
Berdasarkan tabel 4.29 diatas, diperoleh Health Self-Efficacy subjek
penelitian dengan adanya riwayat keluarga lebih tinggi dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan Health Self-Efficacy subjek dengan tidak
adanya riwayat keluarga lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan alat
ukur.
Pada tabel 4.29 diatas diperoleh pula Kepatuhan Minum Obat subjek
penelitian dengan adanya riwayat keluarga lebih tinggi dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan Kepatuhan Minum Obat subjek penelitian
dengan tidak adanya riwayat keluarga lebih rendah dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur.
Universitas Sumatera Utara
68
g. Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
klasifikasi hipertensi
Perbandingan ini dilakukan untuk membandingkan klasifikasi tingkat
hipertensi yang dimiliki oleh subjek penelitian dalam memiliki Health Self-
Efficacy dan dalam melaksanakan Kepatuhan Minum Obat. Hasil
perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.30 Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan
Minum Obat berdasarkan klasifikasi hipertensi
Health self-efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi Hipertensi Tahap 1 33,60 Tinggi 16,68 Patuh
Hipertensi Tahap 2 31,77 Rensah 16,20 Tidak Patuh
Berdasarkan tabel 4.30 diatas, diperoleh Health Self-Efficacy subjek
penelitian yang di tingkat Hipertensi Tahap 1 lebih tinggi dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan Health Self-Efficacy subjek penelitian yang
di tingkat Hipertensi Tahap 2 lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan
alat ukur.
Pada tabel 4.30 diatas diperoleh pula Kepatuhan Minum Obat subjek
penelitian yang di tingkat Hipertensi Tahap 1 lebih tinggi dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan Kepatuhan Minum Obat subjek penelitian
yang di tingkat Hipertesi Tahap 2 lebih rendah dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur.
Universitas Sumatera Utara
69
E. Pembahasan
Hasil analisis data mendukung hipotesis penelitian yang menyatakan
bahwa Health Self-Efficacy memiliki pengaruh positif sebesar 25,8% terhadap
Kepatuhan Minum Obat pada pasien hipertensi dalam penelitian ini. Arti dari
hipotesis penelitian adalah semakin tinggi Health Self-Efficacy yang dimiliki
pasien hipertensi dalam penelitian ini, maka akan semakin meningkat
Kepatuhan Minum Obat pasien hipertensi dalam penelitian ini dalam
meminum obat.
Jika dilihat dari sub bagian Health Self-Efficacy yaitu Olahraga
menunjukkan pengaruh yang positif sebesar 16% terhadap Kepatuhan Minum
Obat pada pasien hipertensi dalam penelitian ini. Sedangkan dilihat dari sub
bagian Health Self-Efficacy yaitu Diet menunjukkan pengaruh yang positif
juga sebesar 23,9% terhadap Kepatuhan Minum Obat pada pasien hipertensi
dalam penelitian ini. Jadi, semakin tinggi Health Self-Efficacy Olahraga dan
Health Self-Efficacy Diet, maka akan semakin meningkat Kepatuhan Minum
Obat pasien hipertensi dalam penelitian ini.
Hal ini memperkuat hasil penemuan penelitian-penelitian sebelumnya
yang menyatakan bahwa kecenderungan individu melakukan kepatuhan dapat
dikarenakan individu memiliki health self-efficacy. Semakin tinggi health
self-efficacy yang dirasakan oleh individu, maka semakin tinggi juga lah
kecenderungan individu untuk melakukan kepatuhan dalam minum obat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Debby (2017) diketahui self-efficacy
Universitas Sumatera Utara
70
mempengaruhi kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani pengobatannya
sebesar 31%. Sejalan dengan hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Khairul
Mustafa tentang hubungan self-efficacy dengan kepatuhan minum obat
penderita Hipertensi di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh, menjelaskan
sebanyak 61,7% responden memiliki self-efficacy yang kurang baik dan
53,3% responden memiliki kepatuhan minum obat yang rendah. Sebanyak 16
dari 23 responden yang memiliki self-efficacy yang baik (69,6%) juga
memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi, sedangkan 26 dari 38 responden
yang memiliki self-efficacy yang kurang baik (68,4%) juga memiliki
kepatuhan minum obat yang rendah. Berdasarkan hasil analisa statistik
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan
kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di Puskesmas Kuta Banda
Aceh.
Bagi banyak orang dengan penyakit kronis termasuk hipertensi,
kepatuhan memainkan peranan penting dalam kelangsungan hidup pasien.
Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama dan terus menerus bisa
memicu stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab
utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). Oleh karena itu, kepatuhan
terhadap diet dan minum obat sangat diperlukan untuk dapat mengontrol dan
menstabilkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Bila tekanan darah dapat
stabil dan terkontrol maka dapat mencegah kerusakan organ lain dan
Universitas Sumatera Utara
71
mencegah timbulnya penyakit lain seperti stroke, serangan jantung, gagal
jantung bahkan gagal ginjal kronik.
Kategorisasi Health Self-Efficacy terhadap Kepatuhan Minum Obat
menghasilkan pasien yang memiliki Kepatuhan Minum Obat, berada pada
Health Self-Efficacy Sangat Tinggi 3 orang, Health Self Efficacy Tinggi 84
orang, Health Self-Efficacy Rendah 43 orang. Sedangkan pada subjek yang
Tidak Patuh Minum Obat berada pada Health Self-Efficacy Tinggi 14 orang,
Health Self-Efficacy Rendah 49 Orang, Health Self-Efficacy Sangat Rendah 1
orang. Dapat disimpulkan bahwa subjek pada penelitian ini berada pada
kategorisasi Patuh dengan Health Self-Efficacy Tinggi.
Klasifikasi Health Self-Efficacy Olahraga terhadap Kepatuhan Minum
Obat pasien hipertensi dalam penelitian ini, berada pada kategorisasi Health
Self-Efficacy Olahraga Sangat Tinggi 1 orang, Health Self-Efficacy Olahraga
Tinggi 35 orang, Health Self-Efficacy Olahraga Rendah 58 orang dan Health
Self-Efficacy Olahraga Sangat Rendah 34 orang. Sedangkan pada subjek yang
Tidak Patuh Minum Obat berada pada kategori Health Self-Efficacy Olahraga
Sangat Tinggi 1 orang, Health Self-Efficacy Olahraga Tinggi 3 orang, Health
Self-Efficacy Olahraga Rendah 15 orang, Health Self-Efficacy Olahraga
Sangat Rendah 45 orang. Dapat disimpulkan bahwa subjek pada penelitian ini
berada pada kategorisasi Patuh dengan Health Self-Efficacy Olahraga
Rendah.
Universitas Sumatera Utara
72
Klasifikasi Health Self-Efficacy Diet terhadap Kepatuhan Minum Obat
pasien hipertensi dalam penelitian ini, berada pada kategorisasi Health Self-
Efficacy Diet Sangat Tinggi 48 orang, Health Self-Efficacy Diet Tinggi 78
orang, Health Self-Efficacy Diet Rendah 2 orang. Sedangkan pada subjek
yang Tidak Patuh Minum Obat berada pada Health Self-Efficacy Diet Sangat
Tinggi 3 orang, Health Self-Efficacy Diet Tinggi 50 orang, Health Self-
Efficacy Rendah 11 orang. Dapat disimpulkan bahwa subjek pada penelitian
ini berada pada kategorisasi Patuh dengan Health Self-Efficacy Diet Tinggi.
Pada penelitian ini juga dapat kita lihat bagaimana gambaran
perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat pada pasien
hipertensi berdasarkan jenis kelaminnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa
laki- laki memiliki Health Self-Efficacy lebih rendah dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan perempuan lebih tinggi dibandingkan yang
perkiraan alat ukur. Kepatuhan Minum Obat pada laki- laki lebih rendah
dibandingkan yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan Kepatuhan Minum
Obat pada perempuan lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Notoatmodjo (2010)
yang menyatakan bahwa perempuan lebih patuh dan lebih sering mengobati
dirinya dibandingkan laki- laki.
Pada penelitian ini juga dapat kita lihat bagaimana gambaran
perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat pada pasien
Universitas Sumatera Utara
73
hipertensi berdasarkan usia. Penelitian ini menunjukkan bahwa usia dewasa
awal memiliki Health Self-Efficacy lebih rendah dibandingkan yang
diperkirakan alat ukur. Sedangkan usia dewasa madya dan lansia lebih tinggi
dibandingkan yang perkiraan alat ukur. Kepatuhan Minum Obat pada usia
dewasa awal dan lansia lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan alat
ukur. Sedangkan Kepatuhan Minum Obat pada usia dewasa madya lebih
tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
Selain jenis kelamin, pada penelitian ini juga melakukan perbandingan
Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan jenis pekerjaan.
Hasil menunjukkan bahwa Health Self-Efficacy IRT dan pensiunan lebih
rendah dibandingkan alat ukur. Sedangkan Health Self-Efficacy PNS, pegawai
swasta dan wirausaha lebih tinggi dibandingkan alat ukur. Kepatuhan Minum
Obat IRT dan wirausaha lebih rendah dibandingkan alat ukur. Sedangkan
Kepatuhan Minum Obat PNS, pegawai swasta dan pensiunan lebih rendah
dibandingkan alat ukur.
Berdasarkan hasil mean berdasarkan jenjang pendidikan diketahui
bahwa, Health Self-Efficacy jenjang pendidikan SD, SMP, SMA lebih rendah
dibandingkan yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan Health Self-Efficacy
jenjang pendidikan D3, S1, S2 lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan
alat ukur. Kepatuhan Minum Obat pada jenjang pendidikan SD, SMP, SMA
dan S2 lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
74
Kepatuhan Minum Obat jejang pendidikan D3 dan S1 lebih tinggi
dibandingkan yang diperkirakan alat ukur. Menurut penelitian yang dilakukan
Ekarini (2011) dan Mubin dkk (2010) menunjukan tingkat pendidikan
berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani
pengobatan. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi
sebagian besar memiliki kepatuhan dalam menjalani pengobatan,
Pada penelitian ini juga dapat kita lihat bagaimana gambaran
perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat pada pasien
hipertensi berdasarkan lama didiagnosa Hipertensi. Penelitian ini
menunjukkan bahwa subjek 6-10 tahun dan diatas 10 tahun didiagnosa
memiliki Health Self-Efficacy lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan
alat ukur. Sedangkan subjek 1-5 tahun lebih tinggi dibandingkan yang
perkiraan alat ukur. Kepatuhan Minum Obat pada subjek 1-5 tahun dan 6-10
tahun lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur. Sedangkan
Kepatuhan Minum Obat pada subjek diatas 10 tahun lebih rendah
dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
Selain itu, penelitian ini juga dilakukan perbandingan Health Self-
Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat dalam ada tidaknya riwayat keluarga.
Health Self-Efficacy subjek penelitian dengan adanya riwayat keluarga lebih
tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur, sedangkan Health Self-
Efficacy subjek dengan tidak adanya riwayat keluarga lebih rendah
Universitas Sumatera Utara
75
dibandingkan alat ukur. Kepatuhan Minum Obat pada subjek dengan adanya
riwayat keluarga lebih tinggi dibandingkan alat ukur, sedangkan Kepatuhan
Minum Obat pada subjek tidak adanya riwayat keluarga lebih rendah
dibandingkan alat ukur.
Berdasarkan klasifikasi hipertensi, Health Self-Efficacy pada subjek
dengan Hipertensi Tahap 1 lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat
ukur, sedangkan subjek dengan Hipertensi Tahap 2 lebih rendah dibandingkan
yang diperkirakan alat ukur. Kepatuhan Minum Obat subjek dengan
Hipertensi Tahap 1 lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur,
sedangkan Kepatuhan Minum Obat subjek dengan Hipertensi Tahap 2 lebih
rendah dibandingkan alat ukur.
Universitas Sumatera Utara
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab V membahas mengenai kesimpulan dan saran-saran yang terkait
dengan hasil penelitian yang telah diperoleh. Pada bagian pertama akan
dijabarkan hasil penelitian, kemudian dibagian terakhir akan dikemukakan
saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang.
A. Kesimpulan
Ada pengaruh positif antara Health Self-Efficacy terhadap Kepatuhan
Minum Obat pada Pasien Hipertensi
Jumlah subjek penelitian yang mematuhi anjuran minum obat lebih
banyak dibandingkan jumlah subjek yang tidak mematuhi anjuran
minum obat
Subjek berada pada kategori Health Self-Efficacy Tinggi
Dalam Health Self-Efficacy Olahraga, subjek berada pada kategori
Health Self-Efficacy Olahraga Sangat Rendah
Dalam Health Self-Efficacy Diet, subjek berada pada kategori Health
Self-Efficacy Diet Tinggi
Subjek berada pada kategori Health Self-Efficacy Tinggi-Patuh, Health
Self-Efficacy Olahraga Rendah-Patuh dan Health Self-Efficacy Diet
Tinggi-Patuh
Universitas Sumatera Utara
77
Secara Sosiodemografis, subjek dengan jenis kelamin perempuan; usia
dewasa madya; jenjang pendidikan D3, S1, S2; jenis pekerjaan PNS,
Pegawai Swasta, Pensiunan; adanya riwayat keluarga; lama diagnosa
1-5 tahun dan berada pada Hipertensi Tahap II memiliki Health Self-
Efficacy lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan alat ukur
Subjek dengan jenis kelamin perempuan; usia dewasa madya; jenis
pekerjaan PNS, Pegawai swasta, pensiunan; jenjang pendidikan D3,
S1; adanya riwayat keluarga; lama diagnosa 1-10 tahun dan berada
pada Hipertensi Tahap I memiliki Kepatuhan Minum Obat lebih tinggi
dibandingkan yang diperkirakan alat ukur.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan yang telah peneliti paparkan di atas,
peneliti selanjutnya memaparkan beberapa saran praktis dan saran
metodologis.
1. Saran Praktis
Saran praktis dapat ditujukan kepada pasien hipertensi, keluarga
pasien hipertensi dan juga tenaga medis. Psikoedukasi dapat menjadi salah
satu bentuk intervensi yang dapat diberikan pada pasien. Psikoedukasi
merupakan bentuk promosi kesehatan yang dilakukan untuk melindungi dan
meningkatkan kondisi kesehatan pasien. Psikoedukasi merupakan langkah
awal yang penting dilakukan untuk meningkatkan pemahaman subjek
Universitas Sumatera Utara
78
mengenai penyakit yang diderita, dampak klinis, dan memahami pentingnya
melakukan anjuran medis yang diberikan tenaga medis. Peningkatan
pemahaman subjek dapat mengubah frekuensi perilaku subjek sehingga
tingkat kepatuhan subjek meningkat (Berry, 2004; Murdaugh & Insel, 2009).
Sehingga pasien tidak lagi menganggap bahwa Hipertensi adalah penyakit
yang tidak perlu dikhawatirkan dan bisa diatasi hanya secara alami seperti
tidak memakan makanan lemak atau minum jus timun tanpa harus meminum
obat secara teratur.
Psikoedukasi yang juga dapat dilakukan oleh tenaga medis terutama
psikolog yang bekerja dalam bidang kesehatan adalah meningkatkan Health
Self-Efficacy pasien Hipertensi. Bukan hanya sekedar pemahaman tetapi
bagaimana bisa menerapkan suatu perilaku untuk dapat meningkatkan
kepercayaan diri pasien untuk mampu menjaga kesehatannya melalui diet dan
olahraga. Semakin tinggi Health Self-Efficacy pasien Hipertensi maka akan
semakin tinggi kepatuhan pasien hipertensi minum obat. Hal yang perlu
diperhatikan untuk meningkatkan Health Self-Efficacy Olahraga pasien
Hipertensi adalah pasien diajak untuk melakukan olahraga secara rutin dan
memberitahu atau mencari tahu bersama tempat olahraga yang berada di
lingkungan sekitar pasien, melakukan perengangan sebelum melakukan
olahraga, tetap diajak untuk rileks dan melanjutkan olahraga meskipun merasa
tidak nyaman. Sedangkan untuk meningkatkan Health Self-Efficacy Diet
pasien Hipertensi adalah mengukur secara berkala berat badan pasien supaya
Universitas Sumatera Utara
79
bisa mencapai berat badan ideal, diberikan catatan jenis-jenis makanan yang
mengandung serat tinggi serta memperhatikan kandungan gizi di keasan
makanan yang akan dibeli.
Kemampuan tenaga medis dalam berkomunikasi dengan pasien juga
memiliki pengaruh terhadap self-efficacy kesehatan dan kepatuhan pasien.
Tenaga medis hendaknya melatih cara mereka berkomunikasi dengan
memfokuskan proses komunikasi pada kebutuhan dan kondisi pasien (patient-
centered) dan berbicara dalam bahasa yang mudah dipahami oleh pasien
(Sarafino & Smith, 2011).
Bagi masyarakat yang memiliki anggota keluarga atau kerabat seorang
pasien Hipertensi, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi mereka
yang merawat pasien. Masyarakat juga perlu menyadari bahwa pasien
Hipertensi memerlukan dukungan sosial, baik itu dukungan psikologis
maupun materil agar tetap merasa bahwa dirinya mampu melakukan aktivitas
kesehatan, terkhususnya olahraga dan diet.
2. Saran Metodologis
Penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti
menyampaikan saran metodologis yang diharapkan mampu membantu
peneliti selanjutnya. Adapun saran metodologisnya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
80
a. Untuk peneliti selanjutnya, lebih memperhatikan cara pengisian dan
siapa yang mengisi kuisioner supaya tidak ada faking good dari subjek
penelitian
b. Untuk peneliti selanjutnya, dapat mengkaji lebih mendalam tentang
pengaruh faktor sosiodemografis yang telah diuraikan sebelumnya
terhadap tingkay kepatuhan pasien hipertensi
c. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat meneliti tentang locus of control,
motivasi kesehatan dan kepuasan pasien terhadap proses komunikasi
yang terjalin dengan staf medis
d. Peneliti selanjutnya harus menjalin komunikasi yang baik dengan
pihak tenaga medis supaya dapat mempermudah mendapatkan subjek
penelitian sesuai kriteria
Universitas Sumatera Utara
81
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Hubungan Penyakit Jantung Koroner dengan Tingkat Hipertensi di
RSUP Adam Malik. Universitas Sumatera Utara: Medan
Anonim. 2010. Ilmu Penyakit Dalam (online) (www.medscape.com, diakses pada
tanggal 14 April 2017)
Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, S. 2013. Penyusunan Skala Psikologi (edisi 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bandura, A. 1997. Self-Efficacy The Exercise of Control. New York: W.H Freeman
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Baron & Byrne. (2000). Social Psychology. (9th Edition). Massachusetts: A Pearson
Education Company.
Becker, H., Stuifbergen, A., Oh, H. S., & Hall, S. (1993). Self-rated abilities for
health practices: A health self-efficacy measure. Health Values: The Journal of
Health Behavior, Education & Promotion, 17, 42-50.
Universitas Sumatera Utara
82
Debby, I Gusti Ayu. 2017. Hubungan Efikasi Diri dengan Kepatuhan Diet rendah
garam pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit dr. Soepraoen Malang. Malang:
Universitas Brawijaya
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Balai Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. hlm 41-90
Departemen Kesehatan RI, 2013, Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak menular.
Departemen Kesehatan RI, 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun
2009. Medan
Depkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2016. Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI; 2016.
Ekarini, D., 2011, Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Klien
Hipertensi dalam Menjalani Pengobatan di Puskesmas Gondangrejo
Karanganyar, Jurnal Kesehatan Kusuma, Vol. 3 No.1.
Feist, Jess& Feist, Gregory, J. 2009. Theories of Personality (7th Edition). New York:
McGraw-Hill
Hadi, S. (2000). Metodologi reseacrh jilid 1-4. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Universitas Sumatera Utara
83
Horne, R. 2006. Compliance, Adherence & Concordance: Implications for Asthma
Treatment. CHEST. Official publication of America Colledge of Chest
Physicians, 130: 65-72
Jaya, N. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan pasien
dalam minum obat antihipertensi di puskesmas pamulang kota tangerang
selatan propinsi banten tahun 2009. Banten: UIN
Julianti, D, dkk. 2005. Bebas Hipertensi Dengan Terapi Jus. Jakarta: Puspa Swara
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure (JNC). The Seventh Report of the JNC (JNC-7). JAMA.
2003:289(19):2560-72
Kammerer, J., Garry G., Hartigan M., Carter B., Erlich L. 2007. Adherence in
Patients On Dialysis: Strategies for Success. Nephrology Nursing Journal:
Sept-Okt 2007, Vol 34, No.5, 479-485
Kozier, B & Ebr, G. 1987. Fundamental of nursing; Consepts and procedures (3rd
ed). California: Addison-Wesly
Kozier. 2010. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC
Lailatushifah, S. 2012. Kepatuhan pasien yang menderita penyakit kronis dalam
mengonsumsi obat harian. Yogyakarta: Mercu Buana
Universitas Sumatera Utara
84
Mubin, M. F, Samiasih A., Hermawanti, T., 2010, Karakteristik dan Pengetahuan
Pasien dengan Motivasi Melakukan Kontrol Tekanan Darah di Wilayah Kerja
Puskesmas Sragi I Pekalongan, Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 6
No.1
Mustafa, Khairul. 2016. Hubungan Self-Efficacy dengan Kepatuhan Minum Obat
penderita Hipertensi di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh. Aceh: Universitas
Syiah Kuala
Morgan, Lois. BSN, RN. 2000. A Decade review: Methods to improve Adherence to
the Treatment Regimen Among Hemodialysis Patients. Nephrology Nursing
Journal; Juni 2000; 27,3; Academic Research Libarary
Morisky, D. E & Muntner, P. 2009. New Medication Adherence Scale Versus
Pharmacy Fill Rates in Senior With Hypertension. American Journal of
Managed Care
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Niven N, 2002, Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat profesional kesehatan
lain. Jakarta: EGC
Palmer. A & Williams, B. 2007. Tekanan Darah Tinggi, Simple Guide. Jakarta:
Erlangga
Prodjosudjadi, W., 2000, Hipertensi : Mekanisme dan Penatalaksanaan, Berkala
Universitas Sumatera Utara
85
Neurosains, 1(3), 133-139.
Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2016.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI
_2016/02_Sumut_2016.pdf
Purnomo, H. 2009. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit yang Paling Mematikan.
Yogyakarta: Buana Pustaka
Purwanti, Susi. 2001. Perencanaan Menu untuk Penderita Kegemukan. Jakarta:
Penebar Swadaya
Santrock, J. W. (2007). Life span development eleventh edition. New York: Mc
Graw- Hill.
Sarafino, P. E. 2011. Health Psychology: biopsychosocial interactions (7th Edition).
USA; John Wiley & Sons Inc
Siregar C.J.P dan Kumolosari, E., 2004, Farmasi Klinik:Teori dan Penerapan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rosenstock, I M. 1997. Health Behavior and Health Education: Theory, Research
and Practice. Jones & Bartlett Publishers.
Schultz, D & Schultz, S, E. 1994. Theories of personality (5th Edition). California:
Brooks/cole Publishing Company
Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo
Universitas Sumatera Utara
86
WHO, 2012, Raised Blood Pressure, diakses tanggal 5 Februari 2017,
(http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/in
dex.html)
WHO. 2012, World Health Day 2013, Measure your blood pressure, reduce your
risk,(http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2013/world_health_day_20
130403/en)
Xiaoyan, Xu. 2008. Health Motivation in Health Behavior: Its Theory and
Application. University of Nevada Las Vegas
Universitas Sumatera Utara
83
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Lampiran 2
Pedoman Gizi Seimbang
Garam Natrium Klorida
- Batasi garam <5 gram (1 sendok teh)
per hari
- Kurangi garam saat memasak
- Membatasi makanan olahan dan cepat
saji
Makanan Berlemak
- Batasi daging berlemak, lemak susu
dan minyak goreng (1,5–3 sendok
makan perhari
- Ganti sawit/minyak kelapa dengan
zaitun, kedelai, jagung, lobak atau
minyak sunflower
- Ganti daging lainya dengan ayam
(tanpa kulit)
Buah-buahan dan sayuran
- 5 porsi (400-500 gram) buah-buahan
dan sayuran per hari
(1 porsi setara dengan 1 buah jeruk,
apel, mangga, pisang atau 3 sendok
makan sayur yang sudah dimasak)
Ikan
- Makan ikan sedikitnya tiga kali
perminggu
- Utamakan ikan berminyak seperti
tuna, makarel, salmon
Lampiran 3
Blue print skala Health Self-efficacy
Health Self-Efficacy Aitem Total
Berolahraga 1, 2, 3, 4,5,6,7 7
Makan Makanan Sehat 8,9,10,11,12,13 6
Total 13 13
Universitas Sumatera Utara
84
Lampiran 4
Blue print skala Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan Favorable Unfavorable Total
Kepatuhan minum obat 5 1,2,3,4,6,7,8 8
Total 1 7 8
Lampiran 5
Blue Print Skala Health Self-Efficacy setelah Uji Coba
No Indikator Aitem Jumlah
1. Berolahraga 1,2,3,4,5,6,7 7
2. Makan Makanan
Sehat
8.9,10,11,12,13 6
Total 13 13
Lampiran 6
Blue Print Skala Kepatuhan Minum Obat setelah Uji Coba
No Indikator Aitem Jumlah
1. Kepatuhan Minum
Obat
1,23,4,5,6,7,8 8
Total 8 8
Lampiran 7
Reliabilitas Health Self-Efficacy
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.886 .873 13
Lampiran 8
Reliabilitas Kepatuhan Minum Obat
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.131 .178 7
Lampiran 9
Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
Laki-laki 82 42,7%
Perempuan 110 57,3%
Universitas Sumatera Utara
85
Lampiran 10
Gambaran Subjek Berdasarkan Kelompok Usia
Kelompok Usia Jumlah Presentase (%)
Dewasa awal (20-40 tahun) 3 1,5%
Dewasa madya (40-60 tahun) 124 63,5%
Lansia (di atas 60 tahun) 65 35%
Lampiran 11
Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Kelompok
Pekerjaan
Jumlah Presentase (%)
PNS 49 25,5%
Pegawai Swasta 25 13,1%
Ibu Rumah Tangga 46 23,9%
Wirausaha 21 10,9%
Pensiunan 51 26,6%
Lampiran 12
Gambaran Subjek Berdasarkan Jenjang Pendidikan
Jenjang Pendidikan Jumlah Presentase (%)
SD 5 2,5%
SMP 7 3,6%
SMA 66 34,4%
D3 15 7,8%
S1 90 47%
S2 9 4,7%
S3 0 0%
Lampiran 13
Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Didiagnosa Hipertensi
Lama Hipertensi Jumlah Presentase (%)
1-5 tahun 127 66,2%
6-10 tahun 36 18,8%
Diatas 10 tahun 29 15%
Lampiran 14
Gambaran Subjek Berdasarkan Riwayat Hipertensi Keluarga
Riwayat Hipertensi Kelurga Jumlah Presentase (%)
Ada 111 57,8%
Tidak 81 42,2%
Universitas Sumatera Utara
86
Lampiran 15
Gambaran Subjek Berdasarkan Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tingkat
Hipertensi
Jumlah Presentase (%)
Hipertensi Tahap I 95 49,48%
Hipertensi Tahap II 97 50,52%
Lampiran 16
Hasil Uji Normalitas
Variabel Sig. Keterangan
Kepatuhan 0,005 Sebaran data normal
Health Self-efficacy 0,005 Sebaran data normal
Health Self-efficacy
Olahraga
0,005 Sebaran data normal
Health Self-efficacy Diet 0,005 Sebaran data normal
Lampiran 17
Hasil Uji Linearitas
Variabel Sig. Keterangan
Kepatuhan 0,000 Linear
Health Self-efficacy 0,000 Linear
Health Self-Efficacy Olahraga 0,000 Linear
Health Self-Efficacy Makan Makanan Sehat (Diet) 0,000 Linear
Lampiran 18
Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Health Self-efficacy
Variabel Empirik Hipotetik
Min Max Mean Min Max Mean
Health Self-efficacy 17 48 32,68 13 52 32,50
Health Self-Efficacy Olahraga 7 24 13,95 7 28 17,50
Health Self-Efficacy Diet 10 24 18,72 6 24 15,00
Lampiran 19
Hasil Perhitungan Mean Empirik dan Mean Hipotetik Kepatuhan Minum Obat
Variabel Empiric Hipotetik
Min Max Mean Min Max Mean
Kepatuhan Minum Obat 10 18 16,44 8 18 16,40
Universitas Sumatera Utara
87
Lampiran 20
Anova Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 281.344 1 281.344 66.002 .000b
Residual 809.906 190 4.263
Total 1091.250 191
a. Dependent Variable: kepatuhan
b. Predictors: (Constant), health self-efficacy
Lampiran 21
Model Summary Prediktor Kepatuhan Minum Obat-Health Self-Efficacy
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .508a .258 .254 2.065
a. Predictors: (Constant), health self-efficacy
b. Dependent Variable: kepatuhan
Lampiran 22
Koefisien Regresi Health Self-Efficacy-Kepatuhan Minum Obat
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.781 .833 11.745 .000
Health self-efficacy .204 .025 .508 8.124 .000
a. Dependent Variable: kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
88
Lampiran 23
Anova Health Self-Efficacy Olahraga-Kepatuhan Minum Obat
Mode
l
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 174.457 1 174.457 36.155 .000b
Residual 916.793 190 4.825
Total 1091.250 191
a. Dependent Variable: kepatuhan
b. Predictors: (Constant), olahraga
Lampiran 24
Model Summary Prediktor Kepatuhan Minum Obat-Health Self-Efficacy
Olahraga
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .400a .160 .155 2.197
a. Predictors: (Constant), olahraga
b. Dependent Variable: kepatuhan
Lampiran 25
Koefisien Regresi Health Self-Efficacy Olahraga – Kepatuhan Minum Obat
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 13.183 .564 23.374 .000
olahraga .233 .039 .400 6.013 .000
a. Dependent Variable: kepatuhan
Universitas Sumatera Utara
89
Lampiran 26
Anova Health Self-Efficacy Diet-Kepatuhan Minum Obat
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 260.620 1 260.620 59.615 .000b
Residual 830.630 190 4.372
Total 1091.250 191
a. Dependent Variable: kepatuhan
b. Predictors: (Constant), diet
Lampiran 27
Model Summary Prediktor Kepatuhan Minum Obat-Health Self-Efficacy Diet
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .489a .239 .235 2.091
a. Predictors: (Constant), diet
b. Dependent Variable: kepatuhan
Lampiran 28
Koefisien Regresi Health Self-Efficacy Diet-Kepatuhan Minum Obat
Mode
l
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.834 1.124 6.967 .000
Diet .459 .060 .489 7.721 .000
a. Dependent Variable: kepatuhan
Lampiran 29
Hasil Kategorisasi Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuens
i (n)
Presentase
(%) Total
Health self-
efficacy
x >44,19 Sangat
Tinggi (ST) 3 1,56%
192
(100%)
32,51 ≤ x ≤ 44,19 Tinggi (T) 96 50%
20,81 ≤ x ≤ 32,50 Rendah (R) 92 47,92%
x <20,81 Sangat
Rendah (SR) 1 0,52%
Universitas Sumatera Utara
90
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuens
i (n)
Presentase
(%)
Total
Kepatuhan x>16,40 Patuh (P) 128 66,67% 192
(100%) X<16,40 Tidak Patuh
(TP)
64 33,33%
Lampiran 30
Hasil Kategorisasi Health Self-efficacy Olahraga dan Diet
Lampiran 31
Kategorisasi Subjek Berdasarkan Health self-efficacy dan Komponen Diet dan
Olahraga serta Kepatuhan Minum Obat
Variabel Kategorisasi
Patuh Tidak Patuh
Total Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Frenkuensi
(n)
Presentase
(%)
Health
Self-
Efficacy
Sangat
Tinggi
3 1,56% 0 0 3
Tinggi 82 42,70% 14 7,30% 96
Rendah 43 22,40% 49 25,52% 92
Sangat
Rendah
0 0 1 0,52% 1
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Total
Health self-
efficacy
Olahraga
x > 23,99 Sangat
Tinggi (ST)
2 1,04%
192
(100%)
17,06 ≤ x ≤ 23,99 Tinggi (T) 38 19,79%
11,01 ≤ x ≤ 17,05 Rendah (R) 73 38,02%
x < 11,01 Sangat
Rendah
(SR)
79 41,15%
Komponen Rentang Skor Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Total
Health self-
efficacy
Diet
X > 20,62 Sangat
Tinggi (ST)
51 26,56%
192
(100%)
15,00 ≤ x ≤ 20,62 Tinggi (T) 128 66,67%
9,38 ≤x ≤ 14,99 Rendah (R) 13 6,77%
X > 9,38 Sangat
Rendah
(SR)
0 0
Universitas Sumatera Utara
91
Health
Self-
Efficacy
Olahraga
Sangat
Tinggi
1 0,52% 1 0,52% 2
Tinggi 35 18,23% 3 1,56% 38
Rendah 58 30,20% 15 7,82% 73
Sangat
Rendah
34 17,72% 45 23,43% 79
Health
Self-
Efficacy
Diet
Sangat
Tinggi
48 25% 3 1,56% 51
Tinggi 78 40,63% 50 26,04% 128
Rendah 2 1,04% 11 5,73% 13
Sangat
Rendah
0 0 0
Lampiran 32
Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Jenis
Kelamin
Health Self-efficacy (Mean
32,50)
Kepatuhan Minum Obat
(Mean 16,40)
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
Laki-laki 32,50 Rendah 16,37 Tidak Patuh
Perempuan 32,81 Tinggi 16,49 Patuh
Lampiran 33
Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Usia
Health Self-Efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
Dewasa awal (20-40 tahun) 32,33 Rendah 13,33 Tidak Patuh
Dewasa madya (40-60
tahun)
34,42 Tinggi 16,77 Patuh
Lansia (di atas 60 tahun) 32,68 Tinggi 15,95 Tidak Patuh
Universitas Sumatera Utara
92
Lampiran 34
Perbandingan Health Self-efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan Jenis
Pekerjaan
Health Self-efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
PNS (Pegawai Negeri Sipil) 35.08 Tinggi 17,04 Patuh
Pegawai swasta 36,56 Tinggi 16,72 Patuh
Ibu Rumah Tangga 29,91 Rendah 15,74 Tidak Patuh
Wirausaha 33,00 Tinggi 16,01 Tidak Patuh
Pensiunan 30,82 Rendah 16,49 Patuh
Lampiran 35
Perbandingan Health self-efficacy dan Kepatuhan berdasarkan tingkat pendidikan
Health self-efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
SD 26,80 Rendah 15,40 Tidak Patuh
SMP 25,29 Rendah 14,00 Tidak Patuh
SMA 30,24 Rendah 16,05 Tidak Patuh
D3 35,53 Tinggi 17,33 Patuh
Lampiran 36
Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan lama
didiagnosa Hipertensi
Health Self-Efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
1-5 tahun 34,08 Tinggi 16,50 Patuh
6-10 tahun 30,86 Rendah 16,60 Patuh
Diatas 10 tahun 28,87 Rendah 15,97 Tidak Patuh
Lampiran 37
Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
riwayat keluarga
Health self-efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
Ada 33,67 Tinggi 16,60 Patuh
Tidak 31,32 Rendah 16,21 Tidak Patuh
Universitas Sumatera Utara
93
Lampiran 38
Perbandingan Health Self-Efficacy dan Kepatuhan Minum Obat berdasarkan
Klasifikasi Hipertensi
Health self-efficacy Kepatuhan
Mean Kategorisasi Mean Kategorisasi
Hipertensi Tahap 1 33,60 Tinggi 16,68 Patuh
Hipertensi Tahap 2 31,77 Rensah 16,20 Tidak Patuh
Universitas Sumatera Utara