Hubungan Locus of contol, gaya kepemimpina, dan rekan kerja terhadap komitmen kerja - BAB 2

22
6 BAB II Karangan Teori dan Konsep A. Komitmen Kerja 1. Pengertian Komitmen Kerja Komitmen organisasi lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang didefinisikan sebagai kekuatan relatif suatu identifikasi dan keterlibatan individu terhadap organisasi tertentu (Mowday, dkk. 1982). Steers (1988), mengatakan komitmen organisasi menjelaskan kekuatan relatif dari sebuah identifikasi individu dengan keterlibatan dalam sebuah organisasi. Komitmen menghadirkan sesuatu diluar loyalitas belaka terhadap suatu organisasi. disamping itu, hal ini meliputi suatu hubungan yang aktif dengan organisasi dimana individu bersedia untuk memberikan sesuatu dari diri mereka untuk membantu keberhasilan dan kemakmuran organisasi. Komitmen kerja adalah kesanggupan anggota organisasi dalam memelihara sebuah nilai dalam upaya pencapaian tujuan organisasi bersama (Hasibuan, 2005). Muthuveloo dan Rose (2005), menyataan bahwa komitmen kerja bukan mengacu kepada organisasi maupun kepada karier seseorang, tetapi kepada pekerjaan itu sendiri. Robbins dan Judge (2008), memberikan definisi bahwa ”Komitmen kerja adalah suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

Transcript of Hubungan Locus of contol, gaya kepemimpina, dan rekan kerja terhadap komitmen kerja - BAB 2

6

BAB II

Karangan Teori dan Konsep

A. Komitmen Kerja

1. Pengertian Komitmen Kerja

Komitmen organisasi lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap

organisasi. Komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang didefinisikan sebagai

kekuatan relatif suatu identifikasi dan keterlibatan individu terhadap organisasi

tertentu (Mowday, dkk. 1982).

Steers (1988), mengatakan komitmen organisasi menjelaskan kekuatan

relatif dari sebuah identifikasi individu dengan keterlibatan dalam sebuah

organisasi. Komitmen menghadirkan sesuatu diluar loyalitas belaka terhadap

suatu organisasi. disamping itu, hal ini meliputi suatu hubungan yang aktif dengan

organisasi dimana individu bersedia untuk memberikan sesuatu dari diri mereka

untuk membantu keberhasilan dan kemakmuran organisasi.

Komitmen kerja adalah kesanggupan anggota organisasi dalam

memelihara sebuah nilai dalam upaya pencapaian tujuan organisasi bersama

(Hasibuan, 2005). Muthuveloo dan Rose (2005), menyataan bahwa komitmen

kerja bukan mengacu kepada organisasi maupun kepada karier seseorang, tetapi

kepada pekerjaan itu sendiri.

Robbins dan Judge (2008), memberikan definisi bahwa ”Komitmen kerja

adalah suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu

serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

7

organisasi tersebut.” terwujudnya situasi yang kondusif manakala karyawan dan

organisasi memiliki sinergi yang sama dalam orientasi pencapaian tujuan,

berusaha keras mencapai target yang ditentukan adalah suatu kemestian ketika

seorang karyawan memihak pada organisasi.

Sopiah (2008), berpendapat bahwa komitmen karyawan merupakan

kondisi di mana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran

organisasinya. Komitmen karyawan lebih dari sekedar keanggotaan formal,

karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan

tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

Mathis dan Jackson (2008), mendefinisikan komitmen kerja sebagai

derajat dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan

akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya.

Menurut Mowday (dalam Sopiah, 2008), komitmen organisasi merupakan

dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan

karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Komitmen organisasi

merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap

organisasi. Komitmen organisasional adalah keinginan angota organisasi untuk

tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia berusaha

keras bagi pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan pengertian komitmen kerja menurut beberapa para ahli di atas

dapat disimpulkan bahwa, komitmen kerja adalah kesedian suatu anggota yang

bersifat aktif serta mempunyai sikap loyalitas dan dapat menggerahkan pikirian

8

maupun tenaga untuk mencapai sebuah tujuan sama dalam organisasi tempat

bekerjanya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Kerja

Komitmen karyawan terhadap organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi

melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada

organisasi juga ditentukan oleh sejumlah faktor. Menurut Steven L. McShane dan

Mary Ann Von Glinow (2000), merinci ada lima faktor yang mempengaruhi

komitmen karyawan, antara lain:

a. Keadilan dan kepuasan kerja

Hal yang paling mempengaruhi loyalitas karyawan adalah pengalaman

kerja yang positif dan adil. Komitmen organisasi tampaknya sulit dicapai

ketika karyawan menghadapi beban kerja yang meningkat di perusahaan

tetapi profit yang didapatkan oleh perusahaan hanya dinikmati oleh

manajer tingkat atas. Oleh karena itu, perusahaan dapat membangun

komitmen organisasi dengan berbagi keuntungan yang diperoleh

perusahaan kepada karyawan.

b. Keamanan kerja

Karyawan membutuhkan hubungan kerja yang saling timbal balik dengan

perusahaan. Keamanan kerja harus diperhatikan untuk memelihara

hubungan dimana karyawan percaya usaha mereka akan dihargai. Di sisi

lain, ketidakamanan kerja mengakibatkan hubungan kontrak yang lebih

formal tetapi dengan hubungan timbal balik yang rendah. Tidak

mengherankan jika ancama PHK adalah salah satu pukulan terbesar bagi

9

loyalitas karyawan, bahkan diantara mereka yang perkerjaannya tidak

beresiko.

c. Pemahaman organisasi

Affective commitment adalah identifikasi secara perorangan terhadap

organisasi, jadi masuk akal jika sikap ini akan menguat ketika karyawan

memiliki pemahaman yang kuat tentang perusahaan. Karyawan secara

rutin harus diberikan informasi mengenai kegiatan perusahaan dan

pengalaman pribadi dari bagian lain. Seorang eksekutif dari American

Fence Corp. memperingatkan, “Ketika orang-orang tidak mengetahui apa

yang terjadi di organisasinya, mereka akan merasa tidak nyambung.”

d. Keterlibatan karyawan

Karyawan merasa menjadi bagian dari organisasi ketika mereka

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut masa

depan perusahaan. Melalui partisipasi ini, karyawan mulai melihat

perusahaan sebagai refleksi dari keputusan mereka. Keterlibatan karyawan

juga membangun loyalitas karena dengan melibatkan karyawan dalam

pengambilan keputusan berarti perusahaan mempercayai karyawannya

e. Kepercayaan karyawan

Kepercayaan berarti yakin pada seseorang atau kelompok. Kepecayaan

juga merupakan sebuah aktivitas timbal balik. Untuk memperoleh

kepercayaan, kamu harus menunjukkan kepercayaan. Kepercayaan penting

untuk komitmen organisasi karena menyentuh jantung dari hubungan

10

kerja. Karyawan merasa wajib bekerja untuk perusahaan hanya ketika

mereka mempercayai pemimpin mereka.

Berdasarkan uraian tersebut dari para ahli diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa komitmen kerja itu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, faktor keadilan

dan kepuasan kerja, keamanan kerja, pemahaman organisasi, keterlibatan

karyawan, dan kepercayaan karyawan.

3. Aspek Komitmen Kerja

Menurut Meyer, dkk dalam (Jerald Greenberg dan Robert A. Baron 2008),

ada tiga aspek dalam komitmen kerja yaitu :

a. Komitmen afektif, komitmen ini mengacu pada hubungan emosional

anggota terhadap organisasi. Orang-orang ingin terus bekerja untuk

organisasi tersebut karena mereka sependapat dengan tujuan dan nilai

dalam organisasi tersebut. Orang-orang dengan tingkat komitmen afektif

yang tinggi memiliki keinginan untuk tetap berada di organisasi karena

merekamendukung tujuan dari organisasi tersebut dan bersedia membantu

untuk mencapai tujuan tersebut.

b. Komitmen berkelanjutan, komitmen ini mengacu pada keinginan

karyawan untuk tetap tinggal di organisasi tersebut karena adanya

perhitungan atau analisis tentang untung dan rugi dimana nilai ekonomi

yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi dibandingkan dengan

meninggalkan organisasi tersebut. Semakin lama karyawan tinggal dengan

organisasi mereka, semakin mereka takut kehilangan apa yang telah

mereka investasikan di dalam organisasi selama ini.

11

c. Komitmen normatif, komitmen ini mengacu pada perasaan karyawan

dimana mereka diwajibkan untuk tetap berada di organisasinya karena

adanya tekanan dari yang lain. Karyawan yang memiliki tingkat komitmen

normatif yang tinggi akan sangat memperhatikan apa yang dikatakan

orang lain tentang mereka jika mereka meninggalkan organisasi tersebut.

Mereka tidak ingin mengecewakan atasan mereka dan khawatir jika rekan

kerja mereka berpikir buruk terhadap mereka karena pengunduran diri

tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan

teori yang dikemukakan oleh Meyer, Allen dan Smith, yaitu dengan memasukan

komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif sebagai dasar

aspek untuk mengukur komitmen kerja seorang karyawan dalam sebuah

perusahaan.

B. Locus Of Control

1. Pengertian Locus of Control

Locus of Control atau lokus pengendalian yang merupakan kendali

individu atas pekerjaan mereka dan kepercayaan mereka terhadap keberhasilan

diri. Lokus pengendalian ini terbagi menjadi dua yaitu lokus pengendalian internal

yang mencirikan seseorang memiliki keyakinan bahwa mereka bertanggung jawab

atas perilaku kerja mereka di organisasi.

Rotteer (1996), menyatakan bahwa locus of control sebagai tindakan

dimana individu menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya dengan

12

tindakan atau kekuatan di luar kendalinya. Locus of control merupakan salah satu

variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu

terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri (Kreitner dan

Kinicki, 2005).

Robbins dan Judge (2007), mendefinisikan locus of control sebagai tingkat

dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri.

Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali

atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah

individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan

oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Locus of control menurut Dayakisni & Yuniardi (2008), adalah

kondisi bagaimana individu memandang perilaku diri mereka sebagai

hubungan mereka dengan orang lain serta lingkungannya. Menurut Hiriyappa

(2009), locus of control mengacu pada keyakinan seseorang bahwa apa yang

terjadi adalah karena kendali dirinya yaitu internal atau diluar kendali dirinya

yaitu eksternal.

Locus of control menurut Hanurawan (2010), adalah kecendrungan

orang untuk mencari sebab suatu peristiwa pada arah tertentu. Dapat

dikategorikan kedalam locus of control internal dan eksternal. Menurut Ghufron

& Risnawita (2011), locus of control adalah gambaran pada keyakinan seseorang

mengenai sumber penentu perilakunya. Locus of control merupakan salah satu

faktor yang sangat menentukan perilaku individu.

13

Berdasarkan pandangan para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

locus of control merupakan suatu konsep yang menunjukkan sebuah keyakinan

dari seorang individu mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam

kehidupannya serta mengarahkan perilaku individu dalam lingkungan sekitar.

2. Faktor yang Mempengaruhi Locus of Control

Menurut Winner (1974), Faktor yang mempengaruhi locus of control

dibagi menjadi tiga faktor, antara lain:

a. Faktor keluarga: Lingkungan keluarga merupakan tempat seorang

individu tumbuh dapat memberikan pengaruh terhadap locus of control

yang dimilikinya. Orangtua yang mendidik anak, pada kenyataannya

mewakili nilai-nilai dan sikap atas kelas sosial mereka. Kelas sosial yang

disebutkan di sini tidak hanya mengenai status ekonomi, tetapi juga

memiliki arti yang luas, termasuk tingkat pendidikan, kebiasaan,

pendapatan dan gaya hidup. Individu dalam kelas sosial ekonomi tertentu

mewakili bagian dari sebuah sistem nilai yang mencakup gaya

membesarkan anak, yang mengarah pada pembangunan karakter

kepribadian yang berbeda. Dalam lingkungan otokratis di mana perilaku

dibawah kontrol yang ketat, anak-anak tumbuh sebagai pemalu, suka

bergantung. (locus of control eksternal). Di sisi lain, ia mengamati bahwa

anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang demokratis,

mengembangkan rasa individualisme yang kuat menjadi mandiri,

dominan, memiliki keterampilan interaksi sosial, percaya diri, dan rasa

ingin tahu yang besar (locus of control internal).

14

b. Faktor motivasi: Kepuasan kerja, harga diri, peningkatan kualitas hidup

(motivasi internal) dan pekerjaan yang lebih baik, promosi jabatan, gaji

yang lebih tinggi (motivasi eksternal) dapat mempengaruhi locus of

control seseorang. Reward dan punishment (motivasi eksternal) juga

berpengaruh terhadap locus of control.

c. Faktor pelatihan: Program pelatihan telah terbukti efektif mempengaruhi

locus of control individu sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan

peserta pelatihan dalam mengatasi hal-hal yang memberikan efek buruk.

Pelatihan adalah sebuah pendekatan terapi untuk mengembalikan kendali

atas hasil yang ingin diperoleh. Pelatihan diketahui dapat mendorong locus

of control internal yang lebih tinggi, meningkatkan prestasi dan

meningkatkan keputusan karir.

Berdasarkan dari pemikiran para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa,

faktor yang mempengaruhi locus of control diantaranya adalah sebagai berikut;

(1) faktor keluarga yang berada di lingkungan, (2) faktor motivasi yang saling

berhubungan dengan kepuasan kerja, harga diri, peningkatan kepuasan hidup, dan

(3) faktor pelatihan.

3. Aspek-aspek Locus of Control

Menurut Robbins (2007), locus of control memiliki dua aspek, yaitu aspek

internal dan aspek eksternal. Tidak hanya Robbins para ahli yang lain berpendapat

demikian.

Aspek internal menurut Robbins (2007), dari locus of control internal

adalah individu yang percaya bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas

15

apa pun yang terjadi pada diri mereka. Individu dengan locus of control internal

mempunyai persepsi bahwa lingkungan dapat dikontrol oleh dirinya sehingga

mampu melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan keinginannya. Faktor

internal individu yang di dalamnya mencakup kemampuan kerja, kepribadian,

tindakan kerja yang berhubungan dengan keberhasilan bekerja, kepercayaan diri

dan kegagalan kerja individu bukan disebabkan karena hubungan dengan mitra

kerja.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2009), individu yang memiliki

kecendrungan locus of control internal adalah individu yang memiliki keyakinan

untuk dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang memberikan

dampak pada hidup mereka. Contohnya seorang mahasiswa memiliki IPK yang

tinggi dikarenakan keyakinan atas kemampuan dirinya dalam menjawab soal-soal

ujian yang diberikan.

Menurut Hanurawan (2010), orang dengan locus of control internal sangat

sesuai untuk menduduki jabatan yang membutuhkan inisiatif, inovasi, dan

perilaku yang dimulai oleh diri sendiri seperti peneliti, manajer atau perencana.

Aspek eksternal menurut Robbins (2007), yaitu, individu yang

berkeyakinan bahwa apa pun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh

kekuatan luar seperti keberuntungan atau kesempatan, dikatakan sebagai individu

yang memiliki locus of control eksternal. Individu dengan locus of control

eksternal tinggi cenderung akan pasrah terhadap apa yang menimpa dirinya tanpa

usaha untuk melakukan perubahan, sehingga cenderung untuk menyukai perilaku

penyesuaian diri terhadap lingkungan agar tetap bertahan dalam situasi yang ada.

16

Faktor eksternal individu yang didalamnya mencakup nasib, keberuntungan,

kekuasaan atasan dan lingkungan kerja.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2009), individu yang memiliki

kecendrungan locus of control eksternal adalah individu yang memiliki

keyakinan bahwa kinerja adalah hasil dari peristiwa di luar kendali langsung

mereka. Contohnya seorang pekerja mampu melewati tes tertulis dikarenakan

keyakinannya akan hal yang bersifat eksternal misalnya soal tes yang mudah atau

sedang bernasib baik.

Menurut Hanurawan (2010), orang dengan locus of control eksternal

sangat sesuai dengan jabatan-jabatan yang membutuhkan pengarahan dari orang

lain, seperti karyawan dan mekanik kelas bawah.

Pendapat dari beberapa ahli tersebut dapat diuraikan, bahwa aspek locus of

control terdiri dari dua aspek yaitu, aspek internal dan aspek eksternal. Aspek

internal locus of control mengacu pada hubungan dengan individu yang

memegang kendali atas apa yang terjadi pada diri mereka sendiri. Aspek eksternal

locus of control saling berhubungan dengan bahwa sesuatu yang terjadi pada diri

mereka sendiri disebabkan oleh adanya pengaruh luar seperti keberuntungan,

lingkungan, dan kesempatan.

C. Gaya Kepemimpinan

1. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Menurut Thoha (2003), gaya kepemimpinan merupakan suatu perilaku

yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi

17

perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan itu terdiri dari suatu

kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Perilaku tugas yang

dimaksudkan sebagai kadar upaya pemimpin mengorganisasikan dan menetapkan

peranan dari anggota kelompok (pengikut) (Hersey dan Blanchard, 2004).

Menurut Yuki (2005), kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi

orang lain, untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan

bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi

upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Robbins (2006), kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan

untuk mempengaruhi kelompok menuju sebuah pencapaian sasaran.Gaya

kepemimpinan menurut Tampubolon (2007), adalah perilaku dan strategi, sebagai

hasil kombinasi dari falsafah, ketrampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan

seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya.

Dari beberapa definisi para ahli diatas dapat disimpulkan, bahwa gaya

kepemimpinan adalah sebuah cara, teknik, kemampuan seseorang untuk dapat

mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk mau bekerja sama dalam

melakukan pekerjaan demi tercapainya sebuah tujuan yang ingin dicapai.

2. Faktor yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Suwatno (2001), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kepemimpinan adalah sebagai berikut :

a. Faktor genetis adalah faktor yang menampilkan pandangan bahwa

seseorang menjadi pemimpin karena latar belakang keturunannya.

18

b. Faktor sosial faktor ini pada hakikatnya semua orang sama dan bisa

menjadi pemimpin. Setiap orang memiliki kemungkinan untuk menjadi

seorang pemimpin, dan tersalur sesuai lingkungannya.

c. Faktor bakat, faktor yang berpandangan bahwa seseorang hanya akan

berhasil menjadi seorang pemimpin yang baik, apabila orang itu memang

dari sejak kecil sudah membawa bakat kepemimpinan.

Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menurut para ahli diatas dapat

disimpulkan yaitu, adanya pewarisan sifat yang diturunkan oleh genetik, mampu

untuk berkomunikasi serta memiliki kontribusi sosial di masyarakat, dan bakat

yang selalu di pupuk sejak kecil yang membuat semuanya akan saling berkaitan.

3. Aspek-aspek Gaya Kepemimpinan

Menurut Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2008), menyatakan bahwa

persyaratan utama menjadi pemimpin dapat dilihat dari dua aspek pokok, yaitu:

a. Dari Aspek Kepribadian (Personality)

Untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dituntut

persyaratan kepribadian yang mantap dan menunjukkan moralitas yang

baik. Secara rinci dapat disebutkan bahwa pribadi seorang pemimpin harus

menampilkan sifat-sifat sebagai berikut:

1) Bertakwa dan tawakal kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2) Memiliki loyalitas dan dedikasi tinggi;

3) Tegas dan komitmen terhadap organisasi;

4) Bersikap rendah hati (tawadhu), sederhana, dan suka menolong;

5) Sabar, pemaaf, dan memiliki kestabilan emosi;

19

6) Berani mengambil keputusan yang tepat dengan cara tepat;

7) Berani bertanggung jawab secara arif, jujur, dan adil;

8) Berani menghadapi resiko dari keputusannya;

9) Berani memberi kepercayaan dan dapat dipercaya;

10) Berani menghargai prestasi orang lain dan memperbaiki kelemahan

diri sendiri;

11) Berani memprediksi masa depan (visioner)

12) Berani menjadi agent of change, innovator, dan brain power.

b. Dari Aspek Kemampuan (Skills)

1. Keterampilan Manajerial (Managerial skill)

Pemimpin harus menguasai cara-cara memimpin, memiliki keterampilan

memimpin supaya dapat bertindak sebagai seorang pemimpin yang baik.

Untuk itu ia harus menguasai bagaimana caranya: menyusun rencana

bersama, mengajak anggota berpartisipasi, memberi bantuan kepada

anggota kelompok, memupuk moral kelompok, menghindari "working on

the group", dan "working for the group" dan mengembangkan " w ork ing

w it h in t he g roup" , membagi dan menyerahkan tanggungjawab dan

sebagainya. Untuk memperoleh keterampilan ini perlu pengalaman dan

pelatihan yang memadai.

2. Keterampilan Konsep (Conceptual Skill)

Kemampuan di dalam melihat sesuatu secara keseluruhan yang kemudian

merumuskannya, seperti dalam mengambil keputusan, menentukan

kebijakan dan lain-lain. Dalam hubungan ini perlu ditekankan bahwa

20

seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak melaksanakan

sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional, lebih banyak

merumuskan konsep-konsep.

3. Keterampilan Hubungan Insani (Human Relations Skill)

Kemampuan melakukan hubungan kemanusiaan dengan bawahan. Bekerja

sama menciptakan iklim kerja yang menyenangkan dan kooperatif.

Terjalin hubungan baik sehingga bawahan merasa aman dan nyaman

dalam menjalankan tugasnya. Ada dua macam hubungan yang biasa kita

hadapi dalam kehidupan sehari-hari: (1) hubungan fungsional atau

hubungan formal, yaitu hubungan karena tugas resmi atau pekerjaan resmi

dan (2) hubungan pribadi atau hubungan informal ialah hubungan yang

tidak didasarkan atas tugas resmi atau pekerjaan, tetapi lebih bersifat

kekeluargaan.

Seorang pemimpin harus terampil dalam melaksanakan hubungan-

hubungan tersebut, jangan sampai mencampuradukan keduanya.

4. Keterampilan Teknis (Technical Skill).

Kemampuan menerapkan ilmunya dalam pelaksanaan (operasional).

Dalam rangka mendayagunakan sumber-sumber daya yang ada.

Melaksanakan tindakan operasional. Memikirkan pemecahan masalah-

masalah praktis. Makin tinggi tingkatan manajer, secara relatif technical

skills makin kurang urgensinya.

21

5. Keterampilan dalam proses kelompok

Setiap anggota kelompok memiliki perbedaan, ada yang lebih ada yang

kurang, tetapi dalam kelompok mereka harus bisa bekerja sama. Maksud

utama dan proses kelompok adalah bagaimana meningkatkan partisipasi

anggota-anggota kelompok setinggi-tingginya sehingga potensi yang

dimiliki para anggota kelompok itu dapat diefektifkan secara maksimal.

6. Keterampilan dalam implementasi bidang-bidang manajemen, baik

yang berkenaan dengan sumber daya manusia, proses operasi produksi,

pemasaran, keuangan, maupun terkait dengan sistem informasinya.

Manajemen sumber daya manusia mencakup segala usaha untuk

menggunakan keahlian dan kesanggupan yang dimiliki oleh anggota

secara efektif efisien. Kegiatan MSDM menyangkut: seleksi,

pengangkatan, penempatan, penugasan, orientasi, pengawasan, bimbingan,

dan pengembangan serta kesejahteraan.

Berdasarkan pemikiran para ahli dapat diuraikan bahwa aspek-aspek

dalam gaya kepemimpinan yaitu, aspek kepribadian, dan aspek kemampuan. Dari

kedua aspek tersebut masih terdapat banyak aspek rincian yang dapat

mempengaruhi gaya kepemimpinan dalam organisasi.

D. Rekan Kerja

1. Pengertian Rekan kerja

Dalam Kamus KBBI rekan merupakan teman sekerja, teman dalam suatu

urusan atau kawan persekutuan, sedangkan kerja merupakan suatu bentuk aktifitas

22

untuk melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan dengan tujuan mencari nafkah

atau mata pencarian (Novia, 2006).

Menurut Robbins dan Judge (2008) dalam penelitian mengenai kelompok

bahwa kelompok kerja dapat diartikan sebagai rekan bekerja yang berarti suatu

kelompok yang berinteraksi terutama untuk berbagi informasi dan mengambil

keputusan untuk membantu setiap anggota kelompok yang bekerja diarea

tanggung jawabnya.

Rekan kerja dapat pula diartikan sebuah kelompok kerja, karena dengan

kelompoklah manusia dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya

sebagai manusia. Berikut merupakan pendapat tentang kelompok menurut

Ahmadi (2009) mengatakan bahwa kelompok merupakan suatu unit sosial yang

terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang

cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu telah terdapat pembagian

tugas, struktur dan norma-norma tertentu yang khas bagi kelompok itu.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pendapat para ahli bahwa, rekan kerja

merupakan sekumpulan atau sebuah unit sosial yang terdiri dari satu atau dua

orang individu yang bekerja bersama-sama dan saling berbagi informasi dalam

suatu organisasi baik secara kelompok lingkungan maupun secara individual.

2. Faktor yang Mempengaruhi Rekan Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok kerja menurut Ahmadi

(2009), sebagai berikut:

a. Adanya interaksi diantara individu serta memiliki motif dan tujuan yang

sama.

23

b. Adanya Spesialisasi peranan didalam organisasi/kelompok kerja.

c. Adanya faktor kesamaan yang memungkinkan anggota yang satu dengan

yang lain saling membantu didalam organisasi atau kelompok kerja.

Berdasarkan dari fakto-faktor yang dapat mempengaruhi rekan kerja

menurut para ahli dapat di simpulkan, yakni dengan adanya suatu hubungan

interaksi diantara individu, mempunyai peranan spesial dalam

organisasi/kelompok kerja, dan faktor kesamaan antara anggota satu dengan

anggota yang lain.

3. Aspek-aspek Rekan Kerja

Rekan kerja dapat diartikan kelompok kerja karena adanya interaksi

didalamnya. Aspek-aspek kelompok kerja menurut Ahmadi (2009), sebagai

berikut:

a. Mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga tertulis.

b. Mempunyai pedoman-pedoman tingkah laku yang dirumuskan secara

tegas dan tertulis.

c. Bersifat tidak kekeluargaan, bercorak pertimbangan-pertimbangan rasional

dan obyektif.

Berdasarkan pemikiran para ahli dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

didalam rekan kerja atau kelompok kerja yaitu, mempunyai anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga yang tertulis jelas, mempunyai pedoman-pedoman yang

tertulis, dan mempunyai hubungan yang tidak kekeluargaan.

24

E. Kerangka Berpikir

Robbins dan Judge (2008), memberikan definisi bahwa ”Komitmen kerja

adalah suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu

serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi tersebut.

Locus of control mengarah pada kemampuan seseorang individu

dalam mempengaruhi kejadian yang berhubungan dengan hidupnya (Suwandi

dan Indriantoro dalam Toly, 2001). Locus of Control adalah cara pandang

seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak

mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter dalam Prasetyo,2002).

Berdasarkan teori locus of control memungkinkan bahwa perilaku

karyawan dalam situasi konflik akan dipengaruhi oleh karakteristik internal locus

of controlnya dimana ocus of control internal adalah cara pandang bahwa

segala hasil yang didapat baik atau buruk adalah karena tindakan kapasitas dan

faktor - faktor dalam diri mereka sendiri. Ciri pembawaan internal Locus of

Control adalah mereka yang yakin bahwa suatu kejadian selalu berada dalam

rentang kendalinya dan kemungkinan akan mengambil keputusan yang lebih etis

dan independen. Oleh karena itulah maka dapat disimpulkan kinerja juga

dipengaruhi oleh tipe personalitas individu – individu dengan Locus of

control internal lebih banyak berorientasi pada tugas yang dihadapinya

sehingga akan meningkatkan kinerja mereka.

Robbins dan Judge (2007), mendefinisikan locus of control sebagai tingkat

dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri.

25

Internal adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali

atas apa-apa pun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal adalah

individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan

oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Gaya kepemimpinan yang efektif dalam mengelola sumber daya manusia

dalam suatu unit kelompok kerja akan berpengaruh pada perilaku kerja yang

diindikasikan dengan peningkatan locus of control kerja individu dan kinerja unit

itu sendiri, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara

keseluruhan. Seorang pemimpin juga harus mampu menciptakan komitmen

organisasi pada karyawannya dengan menanamkan visi, misi, dan tujuan dengan

baik untuk membangun loyalitas dan kepercayaan dari karyawannya. Komitmen

karyawan diindikasikan menjadi pemediasi pengaruh gaya kepemimpinan

terhadap kepuasan kerja dan kinerja.

Menurut Robbins (2006), kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan

untuk mempengaruhi kelompok menuju sebuah pencapaian sasaran. Bagi seorang

pemimpin dalam menghadapi situasi yang menuntut aplikasi gaya

kepemimpinannya dapat melalui beberapa proses seperti: memahami gaya

kepemimpinannya, mendiagnosa suatu situasi, menerapkan gaya kepemimpinan

yang relevan dengan tuntutan situasi atau dengan mengubah situasi agar sesuai

dengan gaya kepemimpinannya. Hal ini akan mendorong timbulnya itikad baik

atau komitmen anggota terhadap organisasinya.

Berdasarkan dinamika di atas dapat disimpulkan bahwa secara teoritis ada

hubungan antara Locus of Control, gaya kepemimpinan, dan rekan kerja

26

terhadap komitmen kerja pada individu didalam sebuah kelompok organisasi.

Maka dalam penelitian ini, dapat disusun kerangka penelitian sebagai berikut:

Gambar 1. Konsep kerangka berfikir

Locus of Control:

1. Internal

2. Eksternal

Komitmen Kerja

1. Komitmen afektif

2. Komitmen

berkelanjutan

3. Komitmen

normatif

Gaya Kepemimpinan:

1. Aspek kepribadian

2. Aspek

Rekan Kerja:

1. Mempunyai anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga yan

tertulis.

2. Mempunyai pedoman-pedoman

tingkah laku yang dirumuskan

secara tegas dan tertulis

3. Bersifat tidak kekeluargaan,

bercorak pertimbangan-

pertimbangan rasional dan

objektif.

27

F. Hipotesis

Beberapa hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1) H0 = Tidak terdapat hubungan antara locus of control terhadap komitmen

Kerja.

H1 = Terdapat hubungan antara locus of control terhadap komitmen kerja.

2) H0 = Tidak terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap

komitmen kerja.

H1 = Terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap komitmen

Kerja.

3) H0 = Tidak terdapat hubungan antara rekan kerja terhadap komitmen kerja.

H1 = Terdapat hubungan antara rekan kerja terhadap komitmen kerja.

4) H0 = Tidak terdapat hubungan antara locus of control, gaya

kepemimpinan, rekan kerja, terhadap komitmen kerja.

H1 = Terdapat hubungan antara locus of control, gaya kepemimpinan,

rekan kerja, terhadap komitmen kerja.