HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG...

78
1 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PUSKESMAS DENGAN TINDAKAN DALAM PEMANFAATAN PUSKESMAS MOLOMPAR OLEH MASYARAKAT DESA MOLOMPAR II KECAMATAN TOMBATU TIMUR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Silvana C. Rakinaung*, Ricky C. Sondakh*, Dina V. Rombot** *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan yang menjadi tolak ukur pembangunan kesehatan.Pengetahuan, sikap dan tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas merupakan salah satu masalah kesehatan dalam hal ini perilaku kesehatan.Pengetahuan tentang puskesmas, sikap terhadap puskesmas, dan tindakan masyarakat dalam pemanfaatan puskesmas Molompar dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kunjungan pasien puskesmas Molompar sebesar 32,7% pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemaanfaatan Puskesmas Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Metode penelitian: Menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah 226 kepala keluarga dengan jumlah sampel sebanyak 199 KK yang menjadi responden menggunakan teknik pengambilan sampel jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel menggunakan chi square dan tingkat kemaknaan 95% 0,05dengan program spss 20. Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan yang tidak baik 60,3% dan sikap yang tidak baik 70,4%, serta tindakan tidak baik dalam memanfaatkan puskesmas sebanyak 79,4%. Kesimpulan: hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan masyarakat dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas molompar (p= 0,000) dan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas (p= 0,000). Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas ABSTRACT Puskesmas (Community Health Center/ CHS) is the healthcare facility being the indicator of health development. Knowledge, attitude an practices on utilization of CHS as the domains of health behavior are of importance in determining the analysis of health problems. Health behaviour on utilization of Molompar CHS could be one of the factors influencing the patients visits to the CHS to decrease to 32,7% ini 2012. This research aimed at finding out the relationship between knowledge and attitude on puskesmas (Community Heath Center/CHS) with practices on utilization Molompar CHS by the community of Molompar II Village, District of East Tombatu, South East Minahasa Regency. This research was an analytic- survey research with a cross-secsional study design. The population was 226 heads of household with the number of samples was 199 heads household (total sampling) who were then called respondents. Data were obtained through interviews using questionnaire. Bivariate analysis was performed by using Cghi- square test with the CI of 95% at the significance level of 5% (=0.05). statistical application program used was SPSS ver. 20 for windows. Results showed that majority of the respondens were pore in knowledge (60,3%) poor in attitude (70,4%) and poor in practices (79,4%). The probability of the analysis relationship between knowledge and practices was 0.000 (ρ<0.05) and between attitude and practices was 0.000 (ρ<0.05). Conclusion. Knowledge as well as attitude were related to practices on itilization of CHS. Keywords: Knowledge, attitude, Practice CHS utilization

Transcript of HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG...

Page 1: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

1

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PUSKESMAS DENGAN

TINDAKAN DALAM PEMANFAATAN PUSKESMAS MOLOMPAR OLEH MASYARAKAT

DESA MOLOMPAR II KECAMATAN TOMBATU TIMUR KABUPATEN MINAHASA

TENGGARA Silvana C. Rakinaung*, Ricky C. Sondakh*, Dina V. Rombot**

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

**Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Puskesmas adalah sarana pelayanan kesehatan yang menjadi tolak ukur pembangunan kesehatan.Pengetahuan,

sikap dan tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas merupakan salah satu masalah kesehatan dalam hal ini

perilaku kesehatan.Pengetahuan tentang puskesmas, sikap terhadap puskesmas, dan tindakan masyarakat dalam

pemanfaatan puskesmas Molompar dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kunjungan pasien puskesmas

Molompar sebesar 32,7% pada tahun 2012.

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan tentang

Puskesmas dengan Tindakan dalam Pemaanfaatan Puskesmas Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II

Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. Metode penelitian: Menggunakan metode survei

dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah 226 kepala keluarga dengan

jumlah sampel sebanyak 199 KK yang menjadi responden menggunakan teknik pengambilan sampel

jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner. Uji statistik yang digunakan untuk

menganalisis hubungan antar variabel menggunakan chi square dan tingkat kemaknaan 95% 0,05dengan

program spss 20.

Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki pengetahuan

yang tidak baik 60,3% dan sikap yang tidak baik 70,4%, serta tindakan tidak baik dalam memanfaatkan

puskesmas sebanyak 79,4%. Kesimpulan: hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna

antara pengetahuan masyarakat dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas molompar (p= 0,000) dan

terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas (p= 0,000).

Kata kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas

ABSTRACT

Puskesmas (Community Health Center/ CHS) is the healthcare facility being the indicator of health development.

Knowledge, attitude an practices on utilization of CHS as the domains of health behavior are of importance in

determining the analysis of health problems. Health behaviour on utilization of Molompar CHS could be one of

the factors influencing the patients visits to the CHS to decrease to 32,7% ini 2012.

This research aimed at finding out the relationship between knowledge and attitude on puskesmas

(Community Heath Center/CHS) with practices on utilization Molompar CHS by the community of Molompar II

Village, District of East Tombatu, South East Minahasa Regency. This research was an analytic- survey research

with a cross-secsional study design. The population was 226 heads of household with the number of samples was

199 heads household (total sampling) who were then called respondents. Data were obtained through interviews

using questionnaire. Bivariate analysis was performed by using Cghi- square test with the CI of 95% at the

significance level of 5% (=0.05). statistical application program used was SPSS ver. 20 for windows.

Results showed that majority of the respondens were pore in knowledge (60,3%) poor in attitude (70,4%)

and poor in practices (79,4%). The probability of the analysis relationship between knowledge and practices was

0.000 (ρ<0.05) and between attitude and practices was 0.000 (ρ<0.05). Conclusion. Knowledge as well as attitude

were related to practices on itilization of CHS.

Keywords: Knowledge, attitude, Practice CHS utilization

Page 2: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

2

PENDAHULUAN

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

merupakan salah satu sarana pelayanan

kesehatan yang sangat penting di Indonesia yang

menjadi andalan atau tolak ukur dari

pembangunan kesehatan, sarana peran serta

masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang

menyeluruh dari suatu wilayah. Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan termasuk Puskesmas

adalah hasil dari proses pencarian kesehatan dari

seseorang maupun kelompok. Pemanfaatan

Puskesmas mencakup pemanfaatan fasilitas dan

program yang selenggarakan oleh Puskesmas.

Perilaku dalam pemanfaatan Puskesmas menjadi

salah satu hal yang penting karena puskesmas

merupakan sarana pelayanan kesehatan strata

pertama.

Menurut Maulana (2009) perilaku adalah

suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau

makluk hidup yang bersangkutan yang memiliki

tiga ranah yaitu pengetahuan, sikap, dan

tindakan atau praktik. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang yang merupakan

hasil dari tahu setelah seseorang melakukan

penginderaan dan sikap merupakan

kecenderungan seseorang untuk bertindak

terhadap objek tertentu yang sudah melibatkan

faktor pendapat (Nasir dkk 2011) sedangkan

tindakan merupaka perbuatan nyata yang dapat

terlihat dan sudah dilakukan.

Adisasmito (2010) sesuai dengan hasil

survey memaparkan, fasilitas kesehatan yang

banyak dimanfaatkan penduduk untuk berobat

jalan adalah dokter praktek 27,09 %, dan

memanfaatkan fasilitas kesehatan Puskesmas

sebanyak 24,16 %. Dapat dilihat Pemanfaatan

Puskesmas termasuk kurang dibanding dengan

pemanfaatan dokter praktek.

Puskesmas Molompar merupakan

saranan pelayanan kesehatan Dasar yang

terdapat di Desa Molompar II Kecamatan

Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

yang memiliki 35 tenaga kesehatan dengan

uraian Dokter Umum 2 orang, Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM) 2 orang, Perawat 13 orang,

Perawat Gigi 3 orang, Bidan Pegawai Negeri

Sipil (PNS) 4 orang, Bidan Pegewai tidak tetap

(PTT) 3 orang, Gizi 3 orang, Sanitarian 3 orang,

Farmasi 2 orang (Anonimous, 2013a).

Desa Molompar II terdapat di Kecamatan

Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

yang merupakan wilayah kerja Puskesmas

Molompar. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Profil Desa Molompar, Desa Molompar dua

terdiri dari empat Jaga dengan jumlah penduduk

682 jiwa dengan 226 Kepala Keluarga dengan

uraian laki- laki 357 jiwa dan perempuan 325

jiwa Anonimous, 2013b).

Hasil rekapitulasi Kunjungan Pasien di

Puskesmas Molompar tahun 2010 terdapat

11795 kujungan, tahun 2011 terdapat penurunan

menjadi 10239 kunjungan dan pada tahun 2012

terus menurun dengan jumlah 7310 kunjungan,

dari hasil rekapitulasi kunjungan dapat dilihat

bahwa ada penurunan angka kunjungan pasien

tahun sebesar 15,56% tahun 2011 dan 32,72%

di tahun 2012(Anonimous, 2013a).

Berdasarkan hasil perbincangan bersama

Pimpinan Puskesmas dan beberapa tenaga

kesehatan yang ada, didapat kesimpulan bahwa

minat masyarakat untuk berkunjung ke

Puskesmas menurun karena masyarakat

seringkali berkunjung di rumah tenaga kesehatan

yang bekerja di Puskesmas sehingga terdapat

penurunan angka kunjungan ke Puskesmas

sedangkan hasil wawancara singkat dengan

beberapa masyarakat desa Molompar II yang

dilakukan saat pra survey, diketahui bahwa

masih ada masyarakat desa memanfaatkan

pengobatan tradisional, menggunakan obat-

obatan dokter, membeli obat yang dijual di

warung dan dikonsumsi sendiri atau berkunjung

ke praktik dokter dengan jarak tempuh yang

lebih jauh dengan alasan pemangku kepentingan

dan petugas kesehatan di Puskesmas tidak baik.

Menyadari pentingnya Puskesmas

sebagai sarana pelayanan kesehatan strata

pertama dan perilaku merupakan faktor yang

mempengaruhi puskesmas, serta tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas juga adanya penurunan

kunjungan pasien di Puskesmas Molompar yang

terdapat di Desa Molompar II Kecamatan

Tombatu Timur Kabupaten Minahasa Tenggara

maka penulis tertarik untuk mengetahui adakah

hubungan pengetahuan dan sikap dengan

tindakan dalam pemanfaatan puskesmas

Molompar oleh masyarakat Desa Molompar II.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode survey

dengan desain penelitian cross secsional.

Penelitian dilaksanakan di Desa Molompar II

Kecamatan Tombatu Timur Kabupaten

Minahasa Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Februari sampai Mei tahun 2013.

Pengambilan sampel dalam penelitian

ini dengan menggunakan sampel jenuh yaitu

keseluruhan dari target populasi 226 KK. Dalam

penelitian ini terdapat 199 sampel yang menjadi

responden, dikarenakan 27 responden yang tidak

memenuhi kriteria inklusi dan masuk dalam

kriteria ekslusi.

Page 3: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

3

HASIL PENELITIAN

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang

diketahui masyarakat tentang fungsi puskesmas

sebagai sarana pelayanan kesehatan yang

pertama, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

di puskesmas dan kegiatan yang diselenggarakan

oleh puskesmas. Berikut merupakan uraian hasil

penelitian dalam bentuk tabulasi pengetahuan

responden mengenai puskesmas.

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

tentang Puskesmas

No

Pernyataan

Jawaban

Benar % Salah %

1. Terdapat puskesmas di

desa Molompar II

192 96,5 7 3,5

2. Puskesmas adalah

pusat pelayanan

kesehatan tingkat

pertama

80 40,2 119 59,8

3. Puskesmas

menyediakan

pelayanan kesehatan

ibu dan anak

108 54,3 91 45,7

4. Puskesmas

menyediakan

pelayanan kesehatan

keluarga berencana

(KB)

122 61,3 77 38,7

5. Puskesmas

menyediakan layanan

kesehatan pemberian

imunisasi pada balita

148 74,4 51 25,6

6. Peserta jamkesmas

mendapatkan

pelayanan kesehatan di

puskesmas

161 80,9 38 19,1

7. Puskesmas

memberikan

penyuluhan kepada

masyarakat

67 33,7 132 66,3

8.

Puskesmas

memberikan

pendidikan kesehatan

kepada masyarakat

untuk hidup sehat

37 18,6 162 81,4

9. Puskesmas

menyediakan

peralatan medis untuk

pasien

104 52,3 95 47,7

10.

Puskesmas wajib

merujuk pasien yang

tidak dapat ditangani

ke sarana pelayanan

kesehatan lainnya

121

60,8

78

39,2

11. Puskesmas melakukan

kegiatan kesehatan

lingkungan dengan

bantuan masyarakat

58 29,1 141 70,9

12. Puskesmas melakukan

pelayanan kesehatan

peningkatan gizi

74 37,2 125 62,1

Hasil distribusi pengetahuan responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengetahui adanya puskesmas di desa

Molompar II. Sebanyak 192 responden (96,5%)

menjawab benar. Hasil distribusi pengetahuan

responden menunjukkan bahwa masih banyak

masyarakat yang tidak mengetahui bahwa

puskesmas merupakan pusat pelayanan

kesehatan tingkat pertama dan sebanyak 80

responden (40,2%) yang menjawab benar.

Hasil distribusi pengetahuan responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengetahui bahwa puskesmas menyediakan

pelayanan kesehatan ibu dan anak sebanyak 108

responden (54,3%). Hasil distribusi pengetahuan

responden menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengetahui bahwa puskesmas

menyediakan pelayanan kesehatan keluarga

berencana (KB) sebanyak 122 responden

(61,3%). Hasil distribusi pengetahuan responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengetahui bahwa puskesmas menyediakan

pelayanan kesehatan pemberian imunisasi pada

balita yaitu sebanyak 148 responden (74,4%).

Hasil distribusi pengetahuan responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengetahui bahwa setiap peserta jamkesmas

mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas

sebanyak 161 responden (80,9%). Hasil

distribusi pengetahuan responden menunjukkan

bahwa sebagian besar responden masih belum

mengetahui bahwa puskesmas memberikan

penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

Sebanyak 132 responden (66,3%) dan sisanya

sebanyak 67 responden (33,7%) yang menjawab

benar. Hasil distribusi pengetahuan responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

tidak mengetahui bahwa puskesmas memberikan

pendidikan kesehatan kepada masyarakat untuk

hidup sehat. Sebanyak 162 responden (81,4%)

dan 37 responden (18,6%) yang menjawab benar.

Hasil distribusi pengetahuan responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengetahui bahwa puskesmas menyediakan

peralatan medis untuk pasien saat berobat yaitu

sebanyak 104 responden (52,3%). Hasil

distribusi pengetahuan responden menunjukkan

bahwa sebagian besar responden mengetahui

bahwa puskesmas wajib merujuk pasien yang

tidak dapat ditangani ke sarana pelayanan

kesehatan lainnya seperti rumah sakit sebanyak

121 responden (60,8%). Hasil distribusi

pengetahuan responden menunjukkan bahwa

sebagian besar responden tidak mengetahui

bahwa puskesmas melakukan kegiatan

kesehatan lingkungan dengan bantuan

masyarakat. Sebanyak 141 responden (70,9%)

menjawab salah dan sisanya 58 responden (29,1)

yang menjawab benar.

Hasil distribusi pengetahuan responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

tidak mengetahui bahwa puskesmas melakukan

kegiatan melakukan pelayanan kesehatan

peningkatan gizi sebanyak 125 responden

(62,1%) menjawab salah dan sisanya sebanyak

74 reponden (37,2%) yang menjawab benar.

Berdasarkan tabulasi distribusi variabel

pengetahuan responden di atas, setelah dilakukan

Page 4: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

4

pengolahan data maka diketahui bahwa

pengetahuan responden mengenai puskesmas

terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu

sebanyak 120 responden (60,3%).

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori

Pengetahuan tentang Puskesmas Kategori

Pengetahuan

Jumlah

n %

Baik 79 39,7 Tidak Baik 120 60,3

Total 199 100

Sikap

Sikap adalah Penilaian atau pendapat masyarakat

terhadap pemanfaatan fasilitas pelayanan

kesehatan di puskesmas. Berikut merupakan

uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi

sikap responden mengenai puskesmas.

Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

terhadap Puskesmas

No

Pernyataan

Jawaban

Setuju % Tidak

setuju

%

1. Saya menerima adanya

Puskesmas di Desa

Molompar II

171 85,9 28 14,1

2. Saya setuju dengan

adanya kegiatan

Posyandu di Desa

Molompar II

138 69,3 61 30,7

3.

Masyarakat harus peduli

dengan kegiatan bersih-

bersih lingkungan yang

diselenggarakan

puskesmas

66

33,2

133

66,8

4.

Saya setuju dengan

adanya program keluarga

berencana di puskesmas

89 44,7 110 55,3

5.

Saya setuju dengan

adanya kegiatan

peningkatan gizi

masyarakat yang

diselenggarakan

puskesmas

73

36,7

126

63,3

6.

Masyarakat seharusnya

memanfaatkan fasilitas

pelayanan laboratorium

di puskesmas

44

22,1

155

77,9

7.

Saya setuju dengan

kegiatan pemberantasan

penyakit menular yang

diselenggarakan oleh

puskesmas

97

48,7

102

51,3

8.

Saya setuju untuk

menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan

untuk pemeriksaan gigi di

puskesmas

53

26,6

146

73,4

9. Saya akan menyarankan

orang lain pergi berobat

ke puskesmas saat sakit

51 25,6 148 74,4

10. Berobat di puskesmas

menguntungkan bagi

masyarakat karena murah

74 37,2 125 62,8

11. Saya akan berkunjung ke

puskesmas ketika

mendapat gejala penyakit

83 41,7 116 58,3

12. Saya setuju untuk

mengikuti saran dokter di

puskesmas

85 42,7 114 57,3

Hasil distribusi sikap responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

menerima adanya puskesmas di desa Molompar

II. Sebanyak 171 responden (85,9%) yang

menjawab setuju. Hasil distribusi sikap

responden menunjukkan bahwa sebagian besar

responden setuju dengan adanya kegiatan

Posyandu di Desa Molompar II sebanyak 138

responden (69,3%) responden yang setuju. Hasil

distribusi sikap responden menunjukkan bahwa

sebagian besar responden tidak setuju dengan

pernyataan, masyarakat harus peduli dengan

adanya kegiatan bersih- bersih lingkungan yang

diselenggarakan oleh puskesmas. Sebanyak 133

responden (66,8%) dan sisanya 66 responden

(33,2%) setuju.

Hasil distribusi sikap responden

menunjukkan bahwa banyak responden yang

tidak setuju dengan adanya program keluarga

berencana di puskesmas sebanyak 110 responden

(55,3%) dan sisanya 89 responden (44,7%)

setuju. Hasil distribusi sikap responden

menunjukkan bahwa banyak responden yang

tidak setuju dengan adanya kegiatan peningkatan

gizi masyarakat yang diselenggarakan

puskesmas sebanyak 126 responden (63,3%) dan

sisanya 73 responden (36,7%) setuju dengan

adanya program tersebut di atas. Hasil distribusi

sikap responden menunjukkan bahwa banyak

responden yang tidak setuju bahwa masyarakat

seharusnya memanfaatkan fasilitas pelayanan

laboratorium di puskesmas. Sebanyak 155

responden (77,9%) dan sisanya 44 responden

(22,1%) setuju.

Hasil distribusi sikap responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

setuju dengan kegiatan pemberantasan penyakit

menular yang diselenggarakan oleh puskesmas

sebanyak 102 responden (51,3%). Hasil

distribusi sikap responden menunjukkan bahwa

sebagian besar responden tidak setuju untuk

menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan

untuk pemeriksaan gigi di puskesmas. Sebanyak

146 responden (73,4%) dan sisanya 53

responden (26,6%) setuju. Hasil distribusi sikap

responden menunjukkan bahwa banyak

responden yang tidak setuju untuk menyarankan

orang lain pergi berobat ke puskesmas saat sakit

sebanyak 148 responden (74,4%) dan sisanya 51

responden (25,6%) setuju.

Hasil distribusi sikap responden

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang tidak setuju bahwa berobat di puskesmas

menguntungkan bagi masyarakat karena murah

sebanyak 125 responden (62,8%) dan sisanya 74

responden (37,2%) setuju. Hasil distribusi sikap

responden menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang tidak setuju untuk berkunjung ke

puskesmas ketika mendapat gejala penyakit

sebanyak 116 responden (58,3%) dan sisanya 83

responden (41,7%) setuju. Hasil distribusi sikap

responden menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang tidak setuju untuk mengikuti

saran dokter di puskesmas sebanyak 114

Page 5: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

5

responden (57,3%) dan sisanya 85 responden

(42,7%) yang setuju.

Berdasarkan tabulasi distribusi variabel

sikap responden di lembar sebelumnya, setelah

dilakukan pengolahan data maka diketahui

bahwa sikap responden tentang puskesmas

terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu

sebanyak 140 responden (70,4%).

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori

Sikap terhadap Puskesmas

Kategori sikap Jumlah

n %

Baik 59 29,6

Tidak Baik 140 70,4

Total 199 100

Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas

Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas adalah

Reaksi/tindakan pemanfaatan fasilitas pelayanan

kesehatan di puskesmas oleh masyarakat yang

tinggal di Desa Molompar II. Berikut merupakan

uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi

tindakan responden dalam pemanfaatan fasilitas

pelayanan kesehatan di puskesmas.

Distribusi Responden berdasarkan tindakan

dalam pemanfaatan Puskesmas

No

Pertanyaan

Jawaban

Ya % Tidak %

1. Apakah anda pergi ke

puskesmas saat sakit?

99 49,7 100 50,3

2.

Apakah anda mengajak

keluarga untuk

memanfaatkan pelayanan

kesehatan di Puskesmas?

61 30,7 138 69,3

3. Apakah anda

menggunakan obt- obatan

dari puskesmas?

92 46,2 107 53,8

4. Apakah anda

memanfaatkan fasilitas

pelayanan keshatan gigi

di puskesmas?

56 28,1 143 71,9

5.

Apakah anda mengikuti

kegiatan bersih- bersih

lingkungan yang

diselenggarakan

puskesmas?

41 20,6 158 79,4

6. Apakah anda

mengingatkan anggota

keluarga berobat ke

puskesmas saat sakit?

63 31,7 136 68,3

7. Apakah anda pernah

mengikuti penyuluhan

yang diselenggarakan

puskesmas?

38 19,1 161 80,9

8. Apakah anda

memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan

mata di Puskesmas?

72 36,2 127 63,8

9. Apakah anda pernah

menanyakan informasi

kesehatan di puskesmas?

78 39,2 121 60,8

Hasil distribusi tindakan responden

menunjukkan bahwa lebih banyak responden

yang tidak pergi ke puskesmas saat sakit

sebanyak 100 responden (50,3%) dan sisanya 99

responden (49,7%) menjawab ya. Hasil distribusi

tindakan responden menunjukkan bahwa

terdapat perbandingan yang cukup jauh antara

responden yang mengajak keluarga untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan di

puskesmas dan yang tidak. Sebanyak 138

responden (69,3%) yang menjawab tidak dan

sisanya 61 responden (30,7%) tidak.

Hasil distribusi tindakan responden

menunjukkan bahwa responden yang

menggunakan obat- obatan dari puskesmas

sebanyak 92 responden (46,2%) dan sisanya

tidak sebanyak 107 responden (53,8%). Hasil

distribusi tindakan responden menunjukkan

bahwa kebanyakan responden tidak

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan gigi

di puskesmas sebanyak 143 responden (71,9%)

dan sisanya 56 responden (28,1%)

memanfaatkan pelayanan yang tersebut di atas.

Hasil distribusi tindakan responden

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

jauh antara total responden yang mengikuti dan

tidak mengikuti kegiatan bersih- bersih

lingkungan yang diselenggarakan puskesmas.

Sebanyak 41 responden (20,6%) yang mengikuti

kegiatan tersebut di atas dan sisanya 158

responden (79,4%) tidak.

Hasil distribusi tindakan responden

menunjukkan bahwa responden yang

mengingatkan anggota keluarga berobat ke

puskesmas saat sakit sebanyak 63 responden

(31,7%) dan sisanya 136 responden (68,3%)

tidak. Hasil distribusi tindakan responden

menunjukkan bahwa kebanyakan responden

tidak pernah mengikuti penyuluhan yang

diselenggarakan puskesmas sebanyak 161

responden (80,9%) dan sisanya 38 responden

(19,1%) pernah mengikuti kegiatan tersebut di

atas. Hasil distribusi tindakan responden

menunjukkan bahwa kebanyakan responden

tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan mata di puskesmas sebanyak 127

responden (63,8%) dan sisanya 72 responden

(36,2%) memanfaatkan fasilitas pelayanan

tersebut di atas. Hasil distribusi tindakan

responden menunjukkan bahwa responden yang

pernah menanyakan informasi kesehatan di

puskesmas lebih sedikit di banding yang tidak

pernah. Sebanyak 121 responden (60,8%) yang

menjawab tidak dan sisanya 78 responden

(39,2%) ya.

Distribusi Responden berdasarkan Kategori

tindakan dalam pemanfaatan Puskesmas

Kategori Tindakan

dalam

Pemanfaatan

Puskesmas

Jumlah

n %

Baik 41 20,6

Page 6: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

6

Tidak Baik 158 79,4

Total 199 100

Berdasarkan tabulasi distribusi variabel tindakan

responden, setelah dilakukan pengolahan data

maka diketahui bahwa tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas oleh responden

terbanyak berada pada kategori tidak baik, yaitu

sebanyak 158 responden (79,4%).

Distribusi Responden berdasarkan sarana

pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan untuk

berobat Sarana Pelayanan

Kesehatan

Jumlah

n %

Puskesmas 99 49,7

Dokter Praktek 44 22,1

Rumah Sakit 10 5,1

Pengobatan

Tradisional

19 9,5

Lain-lain 27 13,6

Total 199 100

* membeli obat di warung

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat

bahwa sarana pelayanan kesehatan yang paling

banyak digunakan untuk berobat adalah

puskesmas sebanyak 99 responden. Sedangkan

yang paling sedikit adalah yang memanfaatkan

rumah sakit, yaitu sebanyak 10 responden.

Distribusi Responden berdasarkan alasan

memanfaatkan Puskesmas untuk berobat Alasan Jumlah

n %

Biaya Terjangkau 47 47,5

Obat-obatan yang

diberikan cocok

25 25,2

Pelayanan Baik 15 15,2

Tidak Ada Alasan 12 12,1

Total 99 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa

alasan responden memanfaatkan puskesmas

untuk berobat yang terbanyak adalah karena

biaya kunjungan di Puskesmas lebih terjangkau,

sebanyak 47 responden (47,5%).

Distribusi Responden berdasarkan alasan tidak

memanfaatkan puksesmas untuk berobat

Alasan

Jumlah

n %

Jam Tunggu Lama 32 32

Pelayanan Kurang

Baik

48 48

Peralatan Medis

Tidak Lengkap

16 16

Tidak Ada Alasan 4 4

Total 100 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa

alasan responden tidak memanfaatkan

puskesmas untuk berobat yang terbanyak

dikarenakan pelayanan yang diberikan di

Puskesmas kurang baik dari tenaga medis

termasuk dokter, perawat, tenaga kesehatan, dan

staf administrasi yaitu sebanyak 48 responden

(48%).

Karakteristik Masyarakat dengan Tindakan

Dalam Pemanfaatan Puskesmas

Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik

dengan Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas

Karakterist

ik

Masyaraka

t

Tindakan dalam

Pemanfaatan Puskesmas

Tot

al

Mamanfaatk

an dengan

baik

Tidak

memanfaatk

an dengan

baik

n

n % n %

Umur

9-29 7 35 13 65 20

30-44 7 15,9 37 84,1 44

45-59 21 28,4 53 71,6 74

≥ 60 6 9,8 55 90,2 61

Total 41 20,6 158 79,4 199

Jenis

Kelamin

Laki- laki 20 20,8 76 79,2 96

Perempua

n

21 20,4 82 79,6 103

Total 41 20,6 158 79,4 199

Pendidika

n

Tinggi 26 31,3 57 68,7 83

Rendah 15 12,9 101 87,1 116

Total 41 20,6 158 79,4 199

Pendapat

an

< Rp.

1.550.000

21 16 110 84 131

≥ Rp.

1.550.000

20 29,4 48 70,6 68

Total 41 20,6 158 79,4 199

Pekerjaan

Bekerja 26 20 104 80 130

Tidak

Bekerja

15 21,7 54 78,3 69

Total 41 20,6 158 79,4 199

Hasil distribusi responden berdasarkan

karakteristik umur dengan tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas adalah responden yang

berumur 45-59 tahun yang merupakan distribusi

responden terbanyak yaitu 74 responden dengan

rincian 21 responden (28,4%) memanfaatkan

puskesmas dengan baik dan sisanya 53

responden (71,6%) tidak memanfaatkan

puskesmas dengan baik.

Hasil distribusi responden berdasarkan

karakteristik jenis kelamin dengan tindakan

Page 7: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

7

dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden

yang berjenis kelamin perempuan yaitu 21

responden (20,4%) memanfaatkan puskesmas

dengan baik dan 82 responden (79,6%)

responden tidak memanfaatkan puskesmas

dengan baik. Hasil distribusi responden

berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan

terakhir dengan tindakan dalam pemanfaatan

puskesmas adalah responden dengan tingkat

pendidikan rendah yaitu sebanyak 116 responden

(58,3%)

Hasil distribusi responden berdasarkan

karakteristik pendapatan keluarga per bulan

dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas

yang terbanyak adalah responden yang memiliki

pendapatan < Rp. 1.550.000 yaitu sebanyak 131

responden (65,8%) dengan rincian 21 responden

(16%) yang memanfaatkan puskesmas dengan

baik dan sisanya 110 responden (84 responden

yang tidak memanfaatkan puskesmas dengan

baik. Hasil distribusi responden berdasarkan

karakteristik pekerjaan dengan tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas, responden yang paling

banyak memanfaatkan puskesmas dengan baik

adalah responden yang memiliki pekerjaan

sebanyak 26 responden (20%).

Pengetahuan Masyarakat Tentang

Puskesmas dengan Tindakan dalam

Pemanfaatan Puskesmas

Distribusi responden berdasarkan kategori

pengetahuan masyarakat tentang puskesmas

dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas

Pengetahua

n

Tindakan dalam

Pemanfaatan Puskesmas

Tot

al

Mamanfaatk

an dengan

baik

Tidak

memanfaatk

an dengan

baik

n

n % n %

Pengetahu

an

Baik 32 40,5 47 59,5 79

Tidak Baik 9 7,5 111 92,5 120

Total 41 20,6 158 79,4 199

Hasil distribusi responden berdasarkan

pengetahuan masyarakat tentang fungsi, fasilitas

pelayanan kesehatan dan program yang di

selenggarakan Puskesmas dengan tindakan

dalam pemanfaatan puskesmas adalah responden

yang memiliki pengetahuan yang baik tetapi

tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik

sebanyak 47 responden (59,5%) hal ini dikarena

kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan

kepada masyarakat desa molompar II.

Sikap Masyarakat terhadap Puskesmas

dengan Tindakan dalam Pemanfaatan

Puskesmas

Distribusi responden berdasarkan kategori sikap

masyarakat terhadap puskesmas dengan tindakan

dalam pemanfaatan puskesmas

Sikap

Masyarak

at

Tindakan dalam Pemanfaatan

Puskesmas

Tota

l

Mamanfaatk

an dengan

baik

Tidak

memanfaatk

an dengan

baik

n

n % n %

Sikap

Baik 27 45,8 32 52,2 59

Tidak

Baik

14 10 126 90 140

Total 41 20,6 158 79,4 199

Hasil distribusi responden berdasarkan sikap

masyarakat terhadap fungsi, fasilitas pelayanan

kesehatan dan program yang di selenggarakan

Puskesmas dengan tindakan dalam pemanfaatan

puskesmas adalah responden yang memiliki

sikap yang baik dan memanfaatkan puskesmas

dengan baik sebanyak 32 responden (40,5%).

Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang

Puskesmas dengan Tindakan dalam

Pemanfaatan Puskesmas oleh Masyarakat

Distribusi responden berdasarkan kategori

pengetahuan dengan tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas

Pengeta

huan

Tindakan dalam Pemanfaatan

Puskesmas

ρval

ue

Memanfa

atkan

dengan

Baik

Tidak

Memanfa

atkan

dengan

Baik

To

tal

n % n %

Baik 32 40,

5

47 59,

5

79

0,0

00 Tidak

Baik

9 7,5 111 92,

5

12

0

Total 41 20,

6

158 79,

4

19

9

*statistic chi square

Perhitungan dengan menggunakan statistik uji

Chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (

0,05), mendapatkan hasil probabilitas sebesar

0,000. Berdasarkan hasil tersebut, menunjukkan

bahwa terhadapat hubungan bermakna antara

pengetahuan masyarakat dengan tindakan dalam

Page 8: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

8

pemanfaatan puskesmas Molompar oleh

masyarakat desa Molompar II.

Hubungan Sikap terhadap Puskesmas dengan

Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas

oleh Masyarakat

Distribusi responden berdasarkan kategori sikap

dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas

Sikap

Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas

ρ*

Memanfaatkan

dengan Baik

Tidak

Memanfaatkan

dengan Baik

Total

n % n %

Baik 27 45,8 32 54,2 59

0,000 Tidak

Baik

14 10 126 90 140

Total 41 20,6 158 79,4 199

*satistic chi square

Perhitungan dengan menggunakan statistik uji

Chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (

0,05), mendapatkan hasil 0,000. Berdasarkan

hasil tersebut, menunjukkan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara sikap masyarakat

dengan tindakan dalam pemanfaatan puskesmas

Molompar oleh masyarakat desa Molompar II.

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah

sebanyak 199 responden yang terdiri dari 96

responden (48,2%) berjenis kelamin laki- laki

dan 103 responden (51,8%) berjenis kelamin

perempuan. Penelitian ini serupa dengan

penelitian yang dilakukan oleh Tombi (2012),

dimana responden berjenis kelamin perempuan

lebih banyak dari responden yang berjenis

kelamin laki- laki. Dalam penelitian ini,

responden berjenis kelamin perempuan lebih

banyak memanfaatkan puskesmas dengan baik

sebanyak 21 responden di banding responden

berjenis kelamin laki- laki.

Umur merupakan faktor yang

mempengaruhi seseorang untuk datang ke sarana

pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas.

Semakin bertambah umur seseorang, maka

semakin bertambah kebutuhan terhadap

pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan, rata- rata usia

responden berumur 51 tahun, dimana responden

termuda berumur 19 tahun dan tertua berumur 91

tahun. Kelompok umur responsden terbanyak

adalah pada kelompok umur 45- 59 tahun

sebanyak 74 responden (37,2%) dan yang

memanfaatkan puskesmas puskesmas dengan

baik berada pada umur 45- 59 tahu sebanyak 21

responden.

Pendidikan merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku masyarakat, khusunya

tindakan dalam pemanfaatan Puskesmas. Hasil

penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa

pendidikan terakhir dari responden terbanyak

yaitu pendidikan sekolah dasar sebanyak 68

responden (34,2%), sekolah menengah pertama

sebanyak 48 responden (24,1%), sekolah

menengah atas sebanyak 66 responden (33,2%),

dan yang paling sedikit yaitu responden yang

memiliki tingkat pendidikan terakhir yaitu

perguruan tinggi sebanyak 17 responden (8,5%).

Dalam penelitian ini, respoden yang

memanfaatkan puskesmas dengan baik adalah

responden yang memiliki tingkat pendidikan

tinggi sebanyak 26 responden (31,3%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada

69 responden (34,7%) tidak memiliki pekerjaan,

14 responden (7%) yang bekerja sebagai PNS/

TNI, POLRI, 25 responden (12,6%) yang bekerja

karyawan swata dan honorer, 5 responden (2,5%)

yang bekerja sebagai wiraswasta, dan sisanya 86

responden (43,2%) yang bekerja sebagai petani/

tukang/ supir/ ojek. Berdasarkan hasil

rekapitulasi data yang diperoleh, responden

terbanyak adalah responden yang memiliki

pekerjaan sebagai petani/ tukang/ supir/ ojek

sebanyak 86 responden, hal ini dikarenakan

peneliti menjalankan kuesioner dari jam 6 pagi

sampai jam 8 malam dengan selang waktu

istirahat 1 jam makan siang, dan 1 jam istrirahat

sore, sehingga kebanyakan responden memiliki

pekerjaan. Waktu penelitian yang dilakukan

setiap hari yaitu 12 jam perhari selama 14 hari

dan mendapatkan hasil bahwa responden yang

memanfaatkan puskesmas dengan baik adalah

responden yang memiliki pekerjaan sebanyak 26

reposnden (20%).

Pendapatan merupakan hal penting,

dikarenakan pendapatan dapat menggambarkan

tingkat perekonomian dari satu keluarga.

Berdasarkan tingkat pendapatan, dikategorikan

menjadi dua yaitu yang berpenghasilan kurang

dari upah minimum regional (UMR) Sulawesi

Utara berdasarkan Regional Investment Badap

Koordinasi Penanaman Modal Indonesia

(BKPM). Sebanyak 107 responden (53,8%)

memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.550.000,

sedangkan responden yang memiliki pendapatan

≥ Rp. 1.550.000 sebanyak 92 responden (46,2%)

berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa

responden yang memiliki pendapatan keluarga <

Rp. 1.550.000 lebih banyak dari responden yang

memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp. 1.550.000,

hal ini dikarenakan mayoritas pekerjaan dari

kepala keluarga adalah tani sehingga pendapatan

keluarga yang didapatkan kurang dari UMR.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Page 9: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

9

Adam (2008), mendapatkan hasil bahwa

pendapatan merupakan faktor yang memberikan

kontribusi dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Dalam penelitian ini, respoden yang

memiliki pendapatan keluarga < Rp. 1.550.000

lebih banyak memanfaatkan puskesmas dengan

baik yaitu sebanyak 21 responden dibanding

yang memiliki pendapatan keluarga ≥ Rp.

1.550.000.

Gambaran Pengetahuan Masyarakat tentang

Puskesmas

Berdasarkan hasil penelitian tentang

pengetahuan responden dengan 12 pernyataan

mendapatkan gambaran responden yang

memiliki pengetahuan tidak baik lebih banyak

dibandingkan responden yang memiliki

pengetahuan baik yaitu sebanyak 120 responden

(60,3%) dengan alasan tententu. Terdapat

banyak respon pilihan salah pada pernyataan

puskesmas memberikan pendidikan kesehatan

kepada masyarakat untuk hidup sehat sebanyak

162 responden (81,4%) karena menurut

masyarakat puskesmas tidak memberikan

pendidikan kesehatan untuk hidup sehat

sedangkan penjelasan dari pimpinan puskesmas

memaparkan bahwa puskesmas memberikan

pendidikan kesehatan untuk hidup sehat kepada

masyarakat melalui himbauan dan poster yang

terdapat di dinding puskesmas. Jawaban pilihan

salah juga terdapat pada pernyataan bahwa

puskesmas melakukan kegiatan kesehatan

lingkungan dengan bantuan masyarakat yaitu

141 responden (70,9%) hal ini disebabkan karena

penyampaian untuk melakukan kegiatan kerja

bakti dan bersih lingkungan di sampaikan oleh

hukum tua desa sehingga membentuk

pengetahuan masyarakat bahwa kegiatan

tersebut dilakukan oleh aparatur desa, sedangkan

kegiatan tersebut merupakan kerjasama antara

aparat desa dengan puskesmas molompar.

Gambaran Sikap Masyarakat terhadap

Puskesmas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

dengan 12 pernyataan sikap masyarakat terhadap

fasilitas, dan program yang ada dan dilakukan

oleh puskesmas didapatkan gambaran sikap tidak

baik terhadap puskesmas sebanyak 140

responden (70,4%) dengan alasan tertentu yang

akan dijelaskan pada beberapa poin pernyataan

melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner kepada responden . Dalam penelitian

ini, terdapat beberapa pernyaatan yang

mendapatkan banyak sikap tidak setuju dari

responden dengan berbagai alasan yang

dikemukakan, seperti pernyataan masyarakat

seharusnya memanfaatkan fasilitas pelayanan

laboratorium di puskesmas sebanyak 155

responden (77,9%) yang tidak setuju dengan

alasan bahwa pemerikasaan laboratorium di

rumah sakit lebih baik karena laboratorium di

puskesmas tidak difungsikan. Sikap yang sama

terdapat pada peryataan masyarakat harus peduli

dengan kegiatan bersih- bersih lingkungan yang

diselenggarakat puskesmas dengan jumlah

responden yang menjawab tidak setuju sebanyak

133 responden (66,8%), dengan alasan

puskesmas tidak menyelenggarakan program

tersebut hal ini dikarenakan kurangnya

koordinasi antara pimpinan dan petugas

puskesmas sehingga membentuk pengetahuan

masyrakat yang tidak baik terhadap program

tersebut.

Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas

Notoatmodjo (2007a) setelah seseorang

mengetahui stimulus atau objek kesehatan,

kemudian mengadakan penilaian atau pendapat

terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya

diharapkan ia akan melaksanakan atau

mempraktekkan apa yang diketahui atau

disikapinya (dinilai baik). Praktek kesehatan atau

tindakan untuk hidup sehat adalah semua

kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka

memelihara kesehatan termasuk didalamnya

tindakan atau praktek sehubungan dengan

penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan

kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan dengan memberikan 9

pertanyaan tindakan dengan dua pilihan jawaban

yaitu ya dan tidak kepada responden, diketahui

bahwa terdapat beberapa pertanyaan yang

diberikan mendapat hasil jawaban tidak dari

responden seperti pada pertanyaan apakah

responden memanfaatkan pelayanan kesehatan

gigi di puskesmas dengan pilihan jawaban tidak

sebanyak 143 responden (71,9%) dan pertanyaan

apakah responden memanfaatkan fasilitas

pelayanan kesehatan mata di puskesmas dengan

jawaban tidak sebanyak 127 responden (63,8%)

dengan alasan pelayanan kesehatan tersebut

dilaksanakan di puskesmas tetapi merupaka

program dari dinas kesehatan kabupaten yang

dilaksanakan di waktu tertentu seperti pada saat

kegiatan bakti sosial sehingga sebagian

responden berpengetahuan bahwa fasilitas

tersebut tidak ada dan sebagian lagi beranggapan

bahwa fasilitas yang ada tidak lengkap sehingga

membentuk sikap yang tidak baik dari

masyarakat dan enggan untuk memanfaatkan

fasilitas kesehatan gigi dan mata yang ada di

puskesmas molompar.

Page 10: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

10

Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap

tentang Puskesmas dengan Tindakan dalam

Pemanfaatan Puskesmas Molompar

Hasil uji statistik dari dua variabel independen

yang diteliti yaitu, pengetahuan dan sikap

mempunyai hubungan dengan tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas Molompar oleh

masyarakat desa Molompar II. Dalam hal ini,

peneliti tidak hanya meneliti tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas sebagai sarana

pelayanan kesehatan untuk pengobatan tetapi

juga tindakan dalam pemanfaatan fasilitas dan

program yang dilaksanakan puskesmas.

Hubungan Pengetahuan tentang Puskesmas

dengan Tindakan dalam Pemanfaatan

Puskesmas Molompar oleh Masyarakat Desa

Molompar II

Dalam penelitian ini, setelah dilakukan

pengkategorian hasil tabulasi jawaban responden

dari 12 pernyataan pengetahuan responden

tentang fungsi dan fasilitas pelayanan kesehatan

di puskesmas, didapatkan bahwa sebagian besar

responden memiliki pengetahuan tidak baik yaitu

sebanyak 120 responden (60,3%) dengan rincian

9 responden (7,5%) memanfaatkan puskesmas

dengan baik dan sisanya 111 responden (92,5%)

tidak memanfaatkan puskesmas dengan baik,

sebanyak 79 responden (39,7%) yang memiliki

pengetahuan baik, dengan rincian 32 responden

(40,5%) memanfaatkan puskesmas dengan baik

dan sisanya 47 responden (59,9%) yang tidak

memanfaatkan puskesmas dengan baik hal ini

dikarenakan kurangnya informasi tentang

fasilitas dan program yang di ada dan

dilaksanakan oleh puskesmas seperti yang

terjabarkan pada beberapa pernyataan tentang

pengetahuan responden serta didukung dengan

faktor lain yang mempengaruhi responden

seperti sikap masyarakat yang tidak meresponi

puskesmas sehingga membentuk pengetahuan

tidak baik.

Menurut Notoatmodjo (2007a),

penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah

satu dari gaya hidup yang ditentukan oleh

lingkungan sosial, fisik, dan psikologi, dan

dalam ilyas (2003) menuliskan yang menjadi

salah satu faktor psikologis seseorang dalam

utilisasi pelayanan kesehatan adalah

pengetahuan. Pengetahuan merupakan

merupakan domain yang sangat penting dalam

pembentukan tindakan seseorang. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Muslimin

(2009), yang mendapatkan hasil bahwa

pengetahuan memiliki pengaruh terhadap

pemanfaatan (utilisasi) puskesmas dan penelitian

yang dilakukan oleh Tombi (2012), yang

mendapatkan hasil pengetahuan memiliki

hubungan bermakna dengan pemanfaatan

puskesmas. Dari hasil uji statistik diketahui

terdapat hubungan antara pengetahuan dengan

tindakan dalam pemanfaatan puskesmas

Molompar oleh masyarakat desa Molompar II.

Hubungan Sikap terhadap Puskesmas dengan

Tindakan dalam Pemanfaatan Puskesmas

Molompar oleh Masyarakat Molompar II

Sikap merupakan reaksi tertutup atau respon

yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007a)

dan sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi

yang bersangkutan seperti rasa suka, tidak suka,

setuju, tidak setuju dan sikap baik, tidak baik.

Begitupun dengan masyarakat desa Molompar II

memiliki sikap tertentu terhadap puskesmas

Molompar dan berpengaruh dengan masyarakat

sekitar dikarenakan, masyarakat yang ada di

Molompar II adalah masyarakat desa yang

memiliki adat istiadat dan kekeluargaan yang

sangat kental sehingga sikap dari seseorang akan

saling mempengaruhi satu sama lain. Hal ini

sesuai dengan ciri- ciri masyarakat desa menurut

Ahmadi (2003) masyarakat pedesaan ditandai

dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang

kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap

warga masyarakat yang amat kuat yang

hakikatnya bahwa seseorang merasa merupakan

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

masyarakat dimana dia hidup di cintainya serta

mempunyai perasaan bersedia berkorban setiap

wakru demi masyarakatnya atau anggota

masyarakat karena beranggapan sama- sama

sebagai anggota masyarakat yang saling

mencintai menghormati, mempunyai hak dan

tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan

dan kebahagiaan bersama didalam masyarakat

seperti halnya yang terdapat di desa Molompar

II.

Hasil pengkategorian 12 pernyataan

sikap dari responden sebagian besar responden

memiliki sikap tidak baik terhadap fasilitas

pelayanan kesehatan puskesmas sebanyak 140

responden (70,4%) dengan rincian 14 responden

(10%) memiliki sikap tidak baik tetapi

memanfaatkan puskesmas baik dengan alasan

pada saat itu tidak ada alternatif fasilitas

pelayanan kesehatan yang dapat digunakan

sehingga memanfaatkan puskesmas dan terdapat

beberapa kegiatan yang harus di tunjang seperti

kegiatan bersih- bersih lingkungan yang

diselenggarakan oleh puskesmas tetapi tidak

diketahui masyarakat sehingga membentuk sikap

yang tidak baik dari masyarakat tetapi

dilaksanakan, dan 126 responden (90%)

memiliki sikap tidak baik dan tidak

memanfaatkan puskesmas dengan baik dengan

Page 11: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

11

alasan fasilitas pelayanan kesehatan di

puskesmas kurang dan program yang dibuat

tidak berjalan sehingga responden yang juga

merupakan bagian dari masyarakat memiliki

sikap yang tidak baik terhadap fasilitas dan

program yang dilaksanakan puskesmas. Sisanya

59 responden (29,6%) memiliki sikap atau

respon yang baik terhadap fasilitas pelayanan

kesehatan puskesmas dengan rincian 27

responden (45,8%) memiliki sikap baik dan

memanfaatkan puskesmas dengan baik dan 32

responden (54,2%) memiliki sikap atau respon

yang baik dan tetapi tidak memanfaatkan

puskesmas dengan baik.

Sikap atau respon yang tidak baik

terhadap puskesmas tentu akan mempengaruhi

tindakan dalam pemanfaatan (utilisasi)

puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan

kesehatan dikarenakan salah satu indikator

perilaku kesehatan adalah sikap terhadap

kesehatan. Hal ini diperkuat dengan adanya

penelitian yang dilakukan oleh solikhah (2008)

dalam penelitian tentang hubungan sikap

masyarakat wilayah kerja puskesmas dengan

pemanfaatan pelayanan rawat inap di puskesmas

mergangsan kota Yogyakarta menyimpulkan

bahwa sikap responden terhadap pelayanan

rawat inap bersalin dengan pemanfaatan rawat

inap bersalin di puskesmas Mergangsan

memiliki hubungan yang signifikan namun

berkorelasi rendah. Dari hasil uji statistik didapat

kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara

sikap dengan tindakan dalam pemanfaatan

puskesmas Molompar oleh masyarakat desa

Molompar II.

Faktor lain yang mempengaruhi Tindakan

dalam Pemanfaatan Puskesmas Molompar

oleh Masyarakat desa Molompar II

Andersen (1975) dalam Ilyas (2003),

mendeskripsikan model sistem kesehatan

merupaka suatu model kepercayaan kesehatan

yang disebut sebagai perilaku pemanfaatan

pelayanan kesehatan (behavioral model of health

service utilizazion), dan mengelompokkan faktor

determinan dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan kedalam 3 kategori yang telah

disebutkan sebelumnya. Secara otomatis,

terdapat banyak faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan. Pendidikan merupakan salah satu

faktor predisposisi sehingga seseorang

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

tersedia. Pendidikan mencerminkan keadaan

sosial dari individu atau keluarga. Setiap karakter

sosial tertentu juga menunjukkan gaya

kehidupan tertentu pula. Demikian pula halnya

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil

penelitian yang dilakukan sebagian besar

responden memiliki tingkat pendidikan rendah

sebanyak 116 responden (58,3%). Hal ini sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Mandias (2012) dalam penelitian tentang

hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku

masyarakat desa dalam memanfaatkan fasilitas

kesehatan di desa Pulisan dan mendapatkan hasil

uji statistik bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan dengan

perilaku memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal

ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Adam (2008) yang mendapatkan hasil

bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki

hubungan terhadap pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Tingkat pendapatan seseorang sangat

mempengaruhi dalam menggunakan pelayanan

kesehatan. Seseorang yang tidak memiliki

pendapatan dan biaya yang cukup akan sangat

sulit mendapatkan pelayanan kesehatan (ilyas,

2003). Dalam penelitian yang dilakukan,

pendapatan keluarga terbanyak yaitu pada < Rp.

1.550.000 sebanyak 107 responden (53,8%)

seperti pada tabel 8. Penelitian Adam (2008)

tidak sejalan dengan kajian teori yang

dikemukakan karena hasil penelitian

menunjukkan bahwa pendapatan tidak

berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Meskipun demikian, masih terdapat

banyak faktor yang kemungkinan memiliki

pengaruh dan berhubungan dengan pemanfaatan

sarana pelayanan kesehatan termasuk

puskesmas.

Selain itu kemungkinan terdapat faktor

lain yang tidak di teliti oleh peneliti seperti faktor

predisposisi lainnya, kemampuan, dan

kebutuhan dari masyarakat yang mempengaruhi

pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas

Molompar oleh masyarakat desa Molompar II

seperti yang telah diuraikan sebelumnnya. Kajian

teoritis memaparkan bahwa umur merupakan

faktor predisposisi yang berpengaruh pada

tindakan dalam pemanfaatan pelayanan

kesehatan, semakin bertambah umur maka

kebutuhan akan pelayanan kesehatan akan

semakin meningkat. Hasil penelitian yang telah

dilakukan, dalam tabel 3 responden terbanyak

berada pada umur ada pada umur 45-59 tahun

sebanyak 74 responden (37,2%) dan responden

yang memanfaatkan puskesmas dengan baik

sebanyak 21 responden (28,4%), namun berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Trimurthy (2008), dalam penelitian tersebut

didapatkan hasil bahwa umur tidak memiliki

hubungan dengan pemanfaatan ulang pelayanan

rawat jalan di puskesmas Pandanaran kota

Semarang.

Page 12: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

12

Tindakan dalam pemanfaatan

puskesmas juga dapat dilihat dari program

pelayanan kesehatan yang ada di puskesmas

salah satu di antaranya upaya pengobatan yang

dilaksanakan puksesmas dan dimanfaatkan oleh

masyarakat. Hasil penelitian menggambarkan

sebanyak 47 responden (47,5%) yang

memanfaatkan puskesmas sebagai sarana

pelayanan kesehatan yang dipakai untuk berobat

beralasan karena biaya untuk ke puskesmas lebih

terjangkau di banding pergi ke sarana pelayanan

kesehatan lainnya. Selain itu, sebanyak 25

responden (25,3%) memanfaatkan puskesmas

untuk berobat beralasan karena obat yang

diberikan cocok untuk dikonsumsi oleh

responden.

Tindakan dalam pemanfaatan

puskesmas Molompar oleh masyarakat desa

Molompar II sebagai sarana pelayanan kesehatan

prioritas tidak dapat terlepas dari pengaruh faktor

pemilihan alternatif sarana pelayanan kesehatan

lain yang masih bisa diakses oleh masyarakat

desa Molompar II seperti Rumah Sakit Noongan

yang terdapat di desa Noongan yang berjarak

tempu 3km/ jam dari desa Molompar II sebanyak

10 responden (5,1%) dengan alasan fasilitas

pelayanan di rumah sakit lebih lengkap,

memanfaatkan praktek dokter yang berada di

desa Mundung, dan desa Liutung yang berjarak

tempu 1km/ jam dari desa Molompar II untuk

berobat dan konsultasi kesehatan sebanyak 44

responden (22,1%) dengan berbagai macam

alasan salah satu diantaranya beranggapan dokter

praktek lebih berkompeten daripada dokter yang

ada dipuskesmas, dan alternatif pelayanan

kesehatan lain yaitu adanya biang kampung

dengan metode pengobatan tradisional yang

berada di beberapa desa yang menjadi wilayah

kerja puskesmas Molompar II termasuk desa

yang dijadikan lokasi penelitian sehingga

beberapa responden memilih alternatif

pengobatan tradisional kepada biang kampung

sebanyak 19 responden (9,5%) dengan alasan

pengobatan dan saran yang diberikan tidak

memiliki resiko tinggi dan dampak lain terhadap

tubuh.

Faktor penting lainnya yang

mempengaruhi seseorang berobat ke puskesmas

yaitu faktor pembayaran atau kemampuan

masyarakat untuk membayar pelayanan

kesehatan yang didapat salah satunya pelayanan

yang ada di Puskesmas, sebagian responden yang

memanfaatkan puskesmas sebagai sarana

pelayanan kesehatan untuk berobat beralasan

karena biaya untuk ke puskesmas lebih

terjangkau di banding pergi ke saran pelayanan

kesehatan lainnya sebanyak 47 responden

(47,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Addani (2008), yang

mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan

pengeluaran biaya dengan utilisasi puskesmas.

Setiap orang memiliki pandangan

terhadap sesuatu yaitu persepsi yang juga

merupakan faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam menggunakan fasilitas atau

saran pelayanan kesehatan. Persepsi terhadap

pelayanan kesehatan yang akan diperoleh juga

dipengaruhi oleh pengalaman sosial budaya yang

ada dalam suatu masyarakat seperti dalam

Notoatmodjo (2003). Pengalaman fasilitas sosial

budaya dari seseorang kemudian akan

membentuk keyakinan serta kepercayaan dan

akhirnya seseorang dapat berperilaku, seperti

halnya keyakinan terhadap pengobatan yang

dilakukan akan berpengaruh pada tindakan

seseorang untuk memanfaatkan sarana

pelayanan kesehatan yang digunakan. Dalam

penelitian yang dilakukan, dari 100 (50,3%)

responden yang tidak memanfaatkan puskesmas

untuk berobat, 19 responden (9,5%) dalam tabel

17 yang memilih pengobatan tradisional sebagai

sarana pelayanan kesehatan karena memiliki

keyakinan dan kepercaayan bahwa

menggunakan obat- obatan herbal akan lebih

baik dibanding menggunakan obat- obatan yang

berasal dari puskesmas, serupa dengan penelitian

yang dilakukan oleh Permatasari (2007) yang

mendeskripsikan sebagian masyarakat lebih

percaya dengan menggunakan pengobatan

tradisional di banding datang ke fasilitas

pelayanan kesehatan modern. Hal berbeda

dibandingkan dengan daerah perkotaan karena

kemajuan ilmu pengetahuan dan modernisasi

masyarakat kota lebih menggunakan praktek

dokter dan rumah sakit sebagai sarana pelayanan

kesehatan yang digunakan dan mengabaikan

pengobatan tradisional karena memiliki

kepercayaan bahwa pengobatan tradisional

adalah pengobatan kuno sehingga tidak lagi

dipergunakan oleh masyarakat perkotaan, dan

titambah dengan mengikisnya kepercayaan

masyarakat.

Pelayanan kesehatan dari tenaga

kesehatan turun berkontribusi dalam membentuk

persepsi dan pengambilan keputusan masyarakat

untuk memanfaatkan puskesmas sebagai sarana

pelayanan kesehatan yang kemudian

berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan

yang ada di puskesmas. Pelayanan yang ramah

yang diberikan oleh tenaga medis dan tenaga

kesehatan dapat mempengaruhi persepsi tentang

pelayanan kesehatan yang diberikan dan

tindakan dalam pemanfaatan puskesmas, seperti

halnya penelitian yang dilakukan oleh

Hermawan, dkk (2011) yang memperoleh hasil

bahwa pelayanan yang ramah juga membuat

Page 13: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

13

responden kembali memanfaatkan puskesmas.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Hasbi (2012) yang memperoleh hasil bahwa

ada hubungan antara persepsi pasien tentang

mutu pelayanan administrasi, dan dokter dengan

minat pemanfaatan ulang pelayanan rawat jalan

puskesmas Poncol Kota Semarang. Hasil

penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa

salah satu alasan masyarakat tidak

memanfaatkan pelayanan kesehatan khusunya

untuk pengobatan di puskesmas Molompar

dengan baik karena pelayanan yang diberikan

oleh para medis dan tenaga kesehatan kurang

baik sebanyak 48 responden (48%), sehingga

masyarakat lebih memilih berobat ke praktek

dokter, dan rumah sakit. Saragih (2010) dalam

hasil penelitiannya berkesimpulan sebagian

besar masyarakat banyak yang bertindak tidak

mau memanfaatkan pelayanan puskesmas

disebabkan oleh perilaku petugas kesehatan dan

perilaku masyarakat yang lebih memilih pergi

kebalai pengobatan bidan atau praktek dokter

yang ada di desa tersebut. Hal lain yang menjadi

faktor masyarakat tidak memanfaatkan

puskesmas khusunya untuk berobat yaitu

beralasan jam tunggu yang lama sebanyak 32

responden (32%), beralasan peralatan medis

tidak lengkap sebanyak 16 responden (16%).

Dengan demikian, bukan hanya faktor dari dalam

diri seseorang tersebut yang dapat

mempengaruhi tindakan dalam pemanfaatan

puskesmas, melainkan faktor dari luar atau orang

lain dalam hal ini faktor perilaku dari para medis

dan tenaga kesehatan dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang berkunjung

ke puskesmas.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan antara pengetahuan

tentang puskesmas dengan tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas molompar oleh

masyarakat Desa Molompar II Kecamatan

Tombatu Timur Kabupaten Minahasa

Tenggara.

2. Terdapat hubungan antara sikap terhadap

puskesmas dengan tindakan dalam

pemanfaatan puskesmas Molompar oleh

masyarakat Desa Molompar II Kecamatan

Tombatu Timur Kabupaten Minahasa

Tenggara.

SARAN

1. Bagi Puskesmas Molompar

a. Meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang puskesmas

melalui upaya promosi kesehatan

khususnya tentang fungsi dan fasilitas

pelayanan kesehatan serta program

kesehatan yang ada dan dilakukan

oleh puskesmas.

b. Meningkatkan mutu pelayanan oleh

tenaga medis dan tenaga kesehatan

termasuk stake holder yang ada di

Puskesmas sehingga dapat membetuk

sikap yang baik dari masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Molompar.

2. Bagi Masyarakat Desa Molompar II

Diharapkan dapat meningkatkan tindakan

dalam pemanfaatan fasilitas dan program

kesehatan yang ada dan diselenggarakan

oleh Puskesmas Molompar sebagai sarana

pelayanan kesehatan yang pertama.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai perbandingan dalam pembuatan

penelitian selanjutnya, dengan melihat baik

dari jumlah sampel, metode penelitian,

penambahan variabel yang lain, serta

karakteristik daerah penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, B. 2008. Analisis Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat Suku Bajo

di Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara

Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Madani ISSN 1979- 228X Volume 01 Nomor

02. Makassar:Universitas

Hasanuddin.(Online),http://isjd.pdii.lipi.go.i

d/index.php/ Search.html? act=

tampil&id=58426&idc=24, diakses pada

tanggal 23 februari 2013.

Addani, A. 2008. Pengaruh Karakteristik

Masyarakat terhadap Utilisasi Puskesmas di

Kabupaten bireuen Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam. Tesisi. Medan:Universitas

Sumatra Utara.(Online) http://

repository.usu.ac.id/ bitstream/

123456789/6663/3/047012002. pdf. txt,

diakses pada tanggal 25 februari 2013.

Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Ahmadi, A. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta:

Rineka Cipta.

Alamsyah, D. 2011. Manajemen Pelayanan

Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anonimous, 2012a. Profil Puskesmas

Molompar: Minahasa Tenggara.

Anonimous, 2012b. Profil Desa Molompar Dua:

Minahasa Tenggara.

Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi

Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara.

Bungin, B. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

BKPM. 2013. Display Ekonomi UMRD Sulawesi

Utara UMR Daerah

Tahunan.(online)http://regionalinvestment.b

Page 14: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

14

kpm.go.id/newsipid/id/ekonomiumrd.php?ia

=71&is=45, diakses pada tanggal 6 April

2013

Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara. 2012.

Distribusi PuskesmasProvinsi

SulawesiUtara.(Online)http://www.sulutpro

v.go.id/diskes1/puskesmas.html. Diakses

pada tanggal 25 februari 2013.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

2012. Profil Data

Puskesmas.(online)http://www.depkes.go.id/

downloads/PROFIL_DATA_KESEHATAN

_IN ONESIA_TAHN_2012.pdf. Diakses

pada tanggal 27 februari 2013.

Gitosudarmo, I. 2008. Perilaku Keorganisasian.

Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM.

Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di

Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta: Rineka

Cipta.

Hasbi, F, H. 2012. Analisis Hubungan Persepsi

Pasien tentang Mutu Pelayanan dengan

Pemanfaatan ulang Pelayanan Rawat Jalan

Puskesmas Poncol Kota Semarang. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Volume 1 Nomor

2.Semarang: Universitas Diponegoro.

(Online),

http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm,

diakses pada tanggal 26 februari 2013.

Hermawan A, Aminoto, C, dan Septiwi, C. 2011.

Analisis Faktor- faktor yang Berhubungan

dengan Masyarakat Berobat di Puskesmas

Kecamatan Buayan. Jurnal Ilmiah Kesehatan

Keperawatan Volume 7 Nomor 2.Kebumen:

Keperawatan Stikes Muhammadiyah

Gombong- Dinas Kesehatan Kabupaten

Kebumen.(Online),http://www.slideshare.ne

t/robyhermawan/inovasipencapaian-

universal-salt-iodinized-usi-di-beberapa-

kabupaten-di-provinsi-sumatera-barat,

diakses pada tanggal 25 februari 2013.

Ilyas, Y. 2003. Asuransi Kesehatan Review

Utilisasi, Manajemen Klaim dan Fraud.

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Kementerian Kesehatan RI, Keputusan Menteri

Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II /2004

Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan

Masyarakat. Jakarta :Departemen Kesehatan.

Mandias, R. 2012. Hubungan Tingkat

Pendidikan dengan Perilaku Masyarakat

Desa dalam Memanfaatkan Fasilitas

Kesehatan di Desa Pulisan Kecamatan

Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara.

Jurnal JKU Volume 1 Nomor 1. Manado:

Universitas Klabat. (Online),

http://www.unklab.ac.id/r_mandias, diakses

pada tanggal 26 februari 2013.

Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC.

Muninjaya, G.2004. Manajemen Kesehatan.

Jakarta: Buku kedokteran EGC.

Muslimin, L. 2009. Pengaruh Tingkat

Pengetahuan Masyarakat Terhadap

Pemanfaatan Puskesmas di Kelurahan

Bahari Kecamatan Tomia Timur Kabupaten

Wakatobi. Jurnal SELAMI IPS Edisi Nomor

27 Volume II Tahun XIV. Kendari: Poltekes

Kendari. (Online), http:www. Muslimim.

ac.id/data/index.php?action=4&idx=2890,

diakses pada tanggal 20 februari 2013.

Nasir, A Muhith, A, dan Ideputri, M. 2011.

Metodologi Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha medika.

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori

dan Aplikasi. Jakarta: Rineka

Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007a. Promosi Kesehatan dan

Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007b. Kesehatan Masyarakat

Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka

Cipta.

Permatasari, N, T, Rochmah, T, N. 2013.

Analisis Vertical Equity pada Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan. Jurnal Administrasi

Kesehatan Indonesia Volume 1 Nomor 1.

Surabaya: Universitas Airlangga. (Online),

://journal.

unair.ac.id/filerPDF/8.%20Novi%20Turenda

h_JAKIv1n1.pdf, diakses pada tanggal 12

mei 2013.

Riyanto, A. 2011. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saragih, R. 2010. Gambaran Perilaku

Masyarakat tentang Pelayanan Puskesmas di

Desa Sukaraya Kecamatan Pancur Batu

Kabupaten Deli Serdang.Jurnal Darma

Agung. Medan: Universitas Darma Agung.

(Online), http:// uda.ac.id/jurnal /files/Jurnal

%209%20-%20Rosita%20Saragih1.pdf,

diakses pada tanggal 23 februari 2013.

Solikhah, M, Hartini, S, M. 2008. Hubungan

Sikap Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas

dengan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Inap

di Puskesmas Mergangsang Kota

Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat

ISSN 1978- 0575 Volume 2 Nomor 3.

(Online), http:// ejournals1. undip.ac.id/

index.php/jkm, diakses pada tanggal 8

februari 2013.

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kuantutatif

Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

Tombi, H. 2012. Hubungan antara Karakteristik

Masyarakat Kelurahan Sindulang I dengan

Pemanfaatan Puskesmas Tuminting. Jurnal

Kesehatan Masyarakat. Manado: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sam

Ratulangi. (Online),

Page 15: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

15

http://fkm.unsrat.ac.id/wp-

content/uploads/2012/10/Hana-Tombi.pdf,

diakses pada tanggal 25 februari 2013.

Trihendradi, C. 2012. Step by Step SPSS 20

Analisis Data Statistik.Yogyakarta: Andi.

Trimurthy, I. 2008. Analisis Hubungan Persepsi

Pasien Tentang Mutu Pelayanan Dengan

Minat Pemanfaatan Ulang Pelayanan Rawat

Jalan Puskesmas Pandanaran Kota

Semarang. Tesis. Semarang : Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro.

(Online), http://eprints.undip.ac.id/ 17719/ 1/

IGA_Trimurthy.pdf, diakses pada tanggal 22

februari 2013.

Undang-undang Kesehatan. 2009. Himpunan

Peraturan Perundang- undangan.

Bandung: Fokusmedia.

GAMBARAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN REVITALISASI POSYANDU DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS IMANDI KECAMATAN DUMOGA TIMUR

Page 16: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

16

Ni Wayan Cindy Silvia*, Christian Tilaar*, Ardiansa Tucunan*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK Posyandu merupakan tempat bagi ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilannya dan berada diurutan

ke-3 setelah klinik praktik bidan dan Puskesmas.Untuk menjamin perkembangan pelaksanaan program

Posyandu, sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas kesehatan Puskesmas tetapi dibantu oleh kader

dan bekerjasama dengan stakeholder lainnya yang berkewajiban untuk meningkatkan pemahamannya

tentang Posyandu dan turut secara aktif dalam setiap kegiatannya. Petugas Puskesmas selanjutnya

mendukung terus upaya para kader dan tokoh masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan di

masyarakat. Namun pada kenyataannya Posyandu pada akhir-akhir ini ternyata berjalan ditempat (tidak

aktif) karena berbagai faktor yakni, kader dan aparat desa kurang aktif dan kurang semangatikut dalam

kegiatan Posyandu, sarana yang tidak mencukupi sehingga beberapa kegiatan di Posyandu harus

terhambat, tidak adanya inisiatif masyarakat untuk ke Posyandu, serta kurangnya pemberdayaan

masyarakat, belum jelasnya siapa `pemilik' Posyandu dan pokja serta pokjanal Posyandu yang tidak

berjalan. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah telah mengambil langkah bijak, dengan telah

menetapkan berbagai kebijakan di bidang kesehatan, salah satunya adalah kebijakan untuk merevitalisasi

kembali Posyandu yang pernah diserukan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono

pada tahun 2006.Dengan melihat bahwa begitu pentingnya kebijakan untuk merevitalisasi Posyandu, maka

telah dilakukan penelitian mengenai pelaksanaan revitalisasi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas

Imandi Kecamatan Dumoga Timur yang bertujuan untuk melihat gambaran dari pelaksanaan revitalisasi

di wilayah tersebut.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Informasi dikumpulkan dari Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa Imandi, Ketua PKK desa Imandi, Bidan

desa Imandi, Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga,

dan Kader desa Dumoga.

Pelaksanaan kegiatan Posyandu dilakukan oleh kader kesehatan yang berasal dari masyarakat

setempat dan di bantu oleh tenaga kesehatan dari Puskesmas dengan kegiatan utama yakni kegiatan 5

meja yang dilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan, kurangnya perhatian dari pihak-pihak terkait

mengenai ketersediaan sarana pendukung menyebabkan beberapa kegiatan yang harusnya dijalankan

terhambat, pembinaan yang dilakukan masih terbatas pada para kader saja. Hal ini menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan prestasi belajar siswa.

Kata Kunci: Posyandu, Revitalisasi, Kebijakan

ABSTRACT Posyandu represent place to mother in doing/conducting inspection of its pregnancy and reside in third

sequence after clinic of praktik and midwife of Puskesmas. To guarantee growth of execution of program

of Posyandu, shall not in handling by self by officer of health of Puskesmas but assisted by cadre and work

along with other stakeholder which is obliged to improve its understanding about Posyandu and partake

actively in each;every its activity. Officer of Puskesmas hereinafter support to continue effort all elite figure

and cadre pass/through management of service in society. But practically Posyandu at recently in the

reality walk in place is inactive because various factor namely, countryside government officer and cadre

less active and less the spirit [of] following in activity of Posyandu, medium which fall short so that some

activity in Posyandu have to be pursued, society initiative inexistence to to Posyandu, and also the lack of

enableness of society, unclear of whose him ` owner' Posyandu and of pokja and also Posyandu pokjanal

which [do] not walk. Condition attitude, government have is wise, as specifying various policy [in] health

area, one of them is to policy for merevitalisasi return Posyandu which have been called upon by President

Republic Of Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono in the year 2006. seen that important so policy him for

the merevitalisasi of Posyandu, hence have been [done/conducted] by research concerning execution of

Posyandu revitalisasi in region work Puskesmas Imandi District of Dumoga East with aim to to see picture

of execution of revitalisasi in region.

This Research represent descriptive research type by using approach qualitative. Information

collected from Head of Puskesmas Imandi, Chief Of Village Countryside of Imandi, Chief of PKK

Page 17: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

17

countryside of Imandi, Midwife Countryside of Imandi, Cadre Countryside of Imandi, Sangadi Countryside

of Dumoga, Chief of PKK countryside of Dumoga, Midwife Countryside of Dumoga and Cadre Countryside

of Domoga.

Key words : Posyandu, revitalitation, police

Page 18: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

18

PENDAHULUAN Empat dari seluruh komitmen yang dicetuskan oleh

negara-negara PBB dalam Millenium Developmen

Goals (MDGs) terkait erat dengan masalah

kesehatanterutama tentang Kesehatan Ibu dan

Anak.Program Kesehatan Ibu dan Anak menjadi

sangat penting karena ibu dan anak merupakan unsur

penting dalam pembangunan. Sampai saat ini Angka

Kematian Ibu dan Anak yang merupakan indikator

kesehatan umum dan kesejahteraan masyarakat

masih menduduki peringkat tertinggi di Asia begitu

juga di Indonesia, meskipun telah mengalami

penurunan setiap tahun.

Kebijakan Kementerian Kesehatan dalam hal ini

adalah dengan mendekatkan pelayanan kesehatan

ibu dan bayi baru lahir berkualitas kepada

masyarakat. Startegi utama yang diselenggarakan

antara lain : (Prasetyawati, 2012).

1. Mendorong pemberdayaan perempuan dan

keluarga,

2. Mendorong keterlibatan masyarakat

3. Kerjasama lintas sektor, mitra lain termasuk

pemerintah daerah dan lembaga legislatif, dan

4. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan

berkualitas.

Menurut data Riskesdas 2010, Posyandu merupakan

tempat bagi ibu dalam melakukan pemeriksaan

kehamilannya dan berada diurutan ke-3 setelah

klinik praktik bidan dan Puskesmas.Untuk menjamin

perkembangan pelaksanaan program Posyandu,

sebaiknya tidak ditangani sendiri oleh petugas

kesehatan Puskesmas tetapi dibantu oleh kader dan

bekerjasama dengan stakeholder lainnya yang

berkewajiban untuk meningkatkan pemahamannya

tentang Posyandu dan turut secara aktif dalam setiap

kegiatannya. Petugas Puskesmas selanjutnya

mendukung terus upaya para kader dan tokoh

masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan di

masyarakat.

Secara umum, Posyandu pada akhir-akhir

ini mengalami stagnasi (tidak aktif) karena berbagai

faktor yakni, kader dan aparat desakurang aktif dan

kurang semangat dalam kegiatan Posyandu, adanya

pendekatan proyek yang melemahkan inisiatif

masyarakat serta kurangnya pemberdayaan

masyarakat, dan belum jelasnya siapa`pemilik'

Posyandu dan pokja serta pokjanal Posyandu yang

tidak berjalan. Menyikapi kondisi tersebut,

pemerintah telah mengambil langkah bijak, dengan

telah menetapkan berbagai kebijakan di bidang

kesehatan seperti Posyandu.Salah satunya adalah

kebijakan untuk merevitalisasi kembali Posyandu

yang pernah diserukan oleh Presiden Republik

Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun

2006.Kebijakan ini sebelumnya telah ada semenjak

diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri

tahun 2001 tentang Revitalisasi Posyandu. Sasaran

dari Revitalisasi Posyandu diutamakan pada

Posyandu dengan strata rendah, yakni Posyandu

Pratama dan Posyandu Madya (Haryono, 2009).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi

Sulawesi Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow

terdiri dari 154 desa/kelurahan dan terdapat 14

Puskesmas, dengan 192 buah posyandu.Berdasarkan

strata madya terdapat 90 posyandu, purnama 99

posyandu dan mandiri 3 posyandu. Sedikitnya

jumlah Posyandu berstrata mandiri di Kabupaten

Bolaang Mongondow menjadikan Kecamatan

Dumoga Timur tidak memiliki Posyandu mandiri.

Berdasarkan data Profil Kesehatan

Puskesmas Imandi yang terdiri dari 11

desa/kelurahan, terdapat 18 buah Posyandu, untuk

Posyandu dengan strata madya ada 4 Posyandu,

purnama 14 Posyandu, namun untuk strata mandiri

belum ada, sedangkan tenaga bidan di Puskesmas

berjumlah 8 orang dan tenaga gizi berjumlah2 orang.

Dengan melihat begitu pentingnya perkembangan

Posyandu di wilayah kerjanya tergantung dari

seberapa berpengaruhnya faktor-faktor yang

mempengaruhi keadaan Posyandu tersebut, antara

lain disebabkan karena pengaruh dari tenaga

kesehatan dari Puskesmas, kemampuan kader,

pembinaan dari unsur aparat desa dan lembaga

terkait yang kemudian mengakibatkan rendahnya

minat masyarakat untuk menggunakan Posyandu

tersebut, selain itu juga keadaan sosiodemografi dari

Posyandu tersebut juga dapat mempengaruhi

keadaan dalam kegiatan penyelenggaraan Posyandu,

antaralain disebabkan karena wilayah yang menjadi

tempat penelitian merupakan daerah rawan, dalam

hal ini sering terjadi perseturuan antara desa di

Kecamatan Dumoga Timur yang sebagian besar

penduduknya merupakan imigrasi dari daerah lain,

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai Gambaran Implementasi Kebijakan

Revitalisasi Posyandu di Kabupaten Bolaang

Mongondow, khususnya di wilayah kerja Puskesmas

Imandi Kecamatan Dumoga Timur.

METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan

kualitatif.Melalui pendekatan ini diharapkandapat

menggali informasisecara lengkap dan mendalam

tentang gambaran implementasi kebijakan

revitalisasi Posyandu di wilayah kerja Puskesmas

Imandi Kecamatan Dumoga Timur.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Januari-Mei 2013 di dua wilayah kerja Puskesmas

Imandi, yakni Kelurahan Imandi dan Desa Dumoga.

Page 19: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

19

Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang,

terdiri dari Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa

Imandi, Ketua PKK desa Imandi, Bidan desa Imandi,

Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua

PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga, dan Kader

desa Dumoga.

Instrumen Penelitian:

Instrumen yang digunakan dalam

pelaksanaan penelitian ini adalah peneliti sendiri

dibantu dengan instrumen tambahan berupa

pedoman wawancara, alat perekam suara (voice

recorder) dan alat tulis-menulis.

Untuk menjaga kualitas dan keakuratan data

dilakukan triangulasi.Triangulasi diartikan sebagai

teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan

data dan sumber data yang telah ada pada waktu

tertentu. Triangulasi yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan caracross

check data dengan fakta dari sumber lainnya.

Sumber tersebut berasal dari informan yang

berbeda yang terdiri dari beberapa sumber yaitu

Kepala Puskesmas Imandi, Lurah desa Imandi,

Ketua PKK desa Imandi, Bidan desa Imandi,

Kader desa Imandi, Sangadi desa Dumoga, Ketua

PKK desa Dumoga, Bidan desa Dumoga, dan

Kader desa Dumoga untuk mengali topik yang

sama dan membandingkan jawaban-jawaban dari

para informan sehingga diperoleh kecocokan dan

kesimpulan.

2. Triangulasi Metode

Selain melakukan wawancara mendalam

dilakukan telaah dokumen dan observasi singkat.

Pengolahan data, baik data primer yang didapat

melalui wawancara mendalam dan data sekunder

melalui telaah dokumen dan observasi singkat

dilakukan melalui tahap sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari

informan melalui wawancara mendalam,

telaah dokumen yang terkait dan observasi

singkat

2. Data yang dikumpulkan kemudian dibuat

transkrip data yaitu mencatat data yang

diperoleh seperti apa adanya tanpa dibuat

kesimpulan

3. Pemilahan data dengan mengelompokkan

data kedalam sub topik atau variabel

4. Menyajikan ringkasan data dalam bentuk

matriks atau table

Teknik analisis data yang digunakan adalah

deskriptif naratif. Dimana teknik ini diterapkan

melalui tiga alur menurut Miles dan Hubermen

dalam Sugiyono (2009:246), yaitu:

1. Reduksi data yaitu, proses memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya.

2. Penyajian data yaitu, penyajian informasi untuk

memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi yaitu, proses

penarikan kesimpulan dari data yang telah

dianalisis.

Informasi yang terkumpul dikelompokkan ke dalam

kategori yang sama sesuai dengan topik penelitian.

Pertama, data yang berhasil dikumpulkan kemudian

dilakukan pemisahan-pemisahan, pengkategorian,

atau pengklasifikasian, sehingga memudahkan

peneliti melakukan aktivitas berikutnya.Kedua, data

yang sudah dikelompokan, dipilih untuk segera

diolah sehingga dapat dengan mudah ditafsirkan.

Penyajian data akan dikembangkan dengan bentuk

tekstular dan tabel. Bentuk teks digunakan dalam

penyajian kutipan hasil wawancara dengan para

informan.Sedangkan bentuk table digunakan untuk

penyajian hasil jawaban yang telah

dikategorisasikan, dalam hal ini disebut tabel matrix

wawancara.

HASIL Puskesmas Imandi di Kecamatan Dumoga Timur

merupakan salah satu Puskesmas yang ada di

Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara,

dengan luas wilayah 81,560 Km2, dan memiliki

wilayah kerja yang berjumlah 11 desa /kelurahan, di

antaranya yaitu Desa Dumoga dan Kelurahan Imandi

yang menjadi wilayah lokasi penelitian.

Profil Puskesmas Imandi tahun 2011, menunjukan

bahwa Posyandu di seluruh wilayah kerja Puskesmas

Imandi belum mengalami perkembangan sampai

padastrata mandiri. Terdapat 4 desa yang masih

tergolong dalam tingkatan Posyandu strata madya,

yaitu Kelurahan Imandi, Desa Dumoga, Desa

Siniung dan Desa Mogoyunggung. Namun dalam

penelitian ini peneliti hanya melakukan penelitian di

2 desa, saja, yaitu Kelurahan Imandi dan Desa

Dumoga. Hal ini di karenakan kedua desa tersebut

adalah wilayah yang lebih luas dan lebih banyak

jumlah penduduknya, di mana untuk wilayah

Dumoga memiliki luas wilayah 9.160.0 Km2 dengan

jumlah penduduk 3.852 jiwa, sedangkan untuk

Kelurahan Imandi memiliki luas wilayah 15.400.0

Km2 dengan jumlah penduduk 4.042 jiwa sebagai

suatu Kelurahan, di mana letak dari Puskesmas

Imandi sendiri bertempat di Kelurahan Imandi dan

memiliki cakupan kunjungan bayi yang lebih banyak

dibandingkan desa lain di wilayah kerja Puskesmas

Imandi.

Page 20: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

20

Dilihat dari data jumlah Posyandu menurut

strata di Profil Puskesmas Imandi, Tingkatan strata

Posyandu di Desa Dumoga, untuk strata madya

terdapat 1 Posyandu, strata purnama terdapat 1

Posyandu, sedangkanstrata mandiri belum ada

Posyandu. Tingkatan strata Posyandu di Kelurahan

Imandi, untuk strata madya terdapat 1 Posyandu,

strata Purnama terdapat 2 Posyandu, dan strata

mandiri belum terdapat Posyandu.Dengan demikian

kedua desatersebut sama-sama masih memiliki

Posyandu dengan strata rendah yaitu madya dan

belum memiliki Posyandu dengan strata mandiri.

PEMBAHASAN

Kualitas Kemampuan dan Keterampilan para

Kader Posyandu 1. Sumber Daya Manusia

Pada penelitian yang dilakukan, SDM yang menjadi

informan adalah orang-orang yang terkait dalam

kegiatan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas

Imandi di dua desa yang dipilih, yakni Kepala

Puskesmas Imandi, Lurah Desa Imandi, Sangadi

Desa Dumoga, Ketua PKK Desa Imandi, Ketua PKK

Desa Dumoga, Bidan dan Kader yang menangani

Posyandu di dua wilayah kerja Puskesmas Imandi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti, SDM yang biasanya hadir dalam setiap

kegiatan Posyandu adalah Bidan, Kader dan

Perawat/juru imunisasi.Tugas dari masing-masing

SDM sebagaimana yang dijelaskan oleh para

informan, yaitu bidan bertugas untuk memeriksa

kehamilan, pendeteksian ibu beresiko, serta

pelayanan untuk ibu hamil, kader bertugas untuk

menimbang, serta untuk pengisian buku KMS,

perawat sebagai juru imunisasi bertugas untuk

pemberian imunisasi kepada bayi.

Hasil penelitian di lapangan juga

menunjukkan bahwa untuk tenaga Dokter, selama

peneliti ikut dalam kegiatan pelaksanaan Posyandu,

Dokter tidak pernah turut serta, hal ini dikarenakan

tenaga dokter di Puskesmas hanya berjumlah satu

orang saja dan tidak pernah terlibat langsung dalam

kegiatan Posyandu. Oleh sebab itu Petugas kesehatan

yang turut serta dalam kegiatan Posyandu di

lapangan hanyalah tenaga bidan dan perawat.

Dari hasil observasi peneliti selama

mengikuti kegiatan hari buka Posyandu di Kelurahan

Imandi, memang pihak Aparat tersebut tidak ikut

serta di dalamnya dan menyerahkan Posyandu

beserta kegiatannya kepada pihak Puskesmas dan

kader yang ada.Padahal dalam kegiatan pelaksanaan

Posyandu seharusnya ada beberapa pihak yang turut

serta, dalam hal ini Aparat desa, yaitu

Lurah/Sangadi, Tim Pengerak PKK serta Tokoh

Masyarakat.

Diketahui juga bahwa Ketua PKK di dua

desa/kelurahan tersebut memiliki pekerjaan serta

jabatan di luar Posyandu, yaitu menjabat sebagai

Kepala Sekolah dengan pendidikan terakhir

S1.Dalam hal ini Ketua PKK memiliki tugas

rangkap, selain sebagai Ketua PKK juga sebagai

Pegawai Negeri.Aparat masing-masing desa tersebut

juga sama-sama berpendidikan terakhir S1 dengan

lama kerja 4 tahun.Bidan yang turun di wilayah kerja

memiliki pendidikan terakhir D3 dan kader dengan

pendidikan terakhir SMA dan lama kerja 3-4

tahun.Diketahui juga bahwa kader desa Imandi

sering berganti-ganti disebabkan pergantian Ketua

PKK, di mana kader dipilih langsung oleh Ketua

PKK sendiri.

Sumber daya manusia dalam penyelengaraan

kegiatan revitalisasi Posyandu memegang peranan

penting.Oleh sebab itu diperlukan partisipasi seluruh

pihak dalam setiap kegiatan Posyandu di wilayah

kerjanya dalam hal ini pihak kesehatan, Pemerintah

Desa, Tokoh masyarakat serta masyarakat itu

sendiri.

2 Struktur Organisasi

Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh

musyawarah masyarakat pada saat pembentukan

Posyandu.Struktur organisasi tersebut bersifat

fleksibel, sehingga dapat dikembangkan sesuai

dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan

kemampuan sumberdaya yang disepakati dalam

Unit/Kelompok Pengelola Posyandu bersama

masyarakat setempat (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti, struktur untuk pelaksanaan kegiatan

Posyandu menurut beberapa informan sudah ada, di

mana menurut pernyataan mereka bahwa selaku

penanggung jawab dari kesehatan adalah Kepala

Puskesmas sedangkan dari pihak Kelurahan adalah

Aparat Desa. Sebagai berikut :

“Tentunya kalu penanggung jawab di Posyandu itu

dari kesehatan itu tentunya Kapus noh, kalu

Kelurahan Pak lurah noh yang bertanggung jawab”

Berdasarkan hasil penelitian tersebut,

menyatakan bahwa Lurah hanya sebagai pemantau

dan pembina, sedangkan dari petugas kesehatan

hanya memfasilitasi kegiatan Posyandu, dan kader

sebagai pelaksana kegiatan. Hal ini agak berbeda

dengan konsep dari Sembiring (2004), dimana

disebutkan bahwa pengelola Posyandu di tingkat

desa/kelurahan adalah sebagai berikut :

1. Penanggung jawab umum : Kepala desa/Lurah

2. Penanggung jawab operasional : Tokoh

Masyarakat

3. Ketua Pelaksana : Ketua Seksi 10 LKMD atau

Ketua Tim PKK

Page 21: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

21

4. Pelaksana : Kader PKK, yang dibantu Petugas

Kesehatan

Menurut Lurah desa Imandi, yang biasanya turut

dalam kegiatan Posyandu adalah PKK, Aparat

Kelurahan dalam Posyandu hanya sebagai pembina

dan jarang turun langsung ke Posyandu karena

Posyandu sudah dilaksanakan secara rutin sesuai

jadwal oleh Puskesmas. Padahal bidan dan kader

desa Imandi mengharapkan pihak Lurah dan PKK

untuk turut dalam kegiatan Posyandu karena selama

ini mereka tidak terlibat di Posyandu, bahka tidak

memberikan pembinaan seperti fungsi yang

seharusnya dilakukan oleh Aparat Desa dan PKK.

Pengelolaan Dalam Pelayanan Posyandu 1. Penyelenggaraan Kegiatan

Dari hasil wawancara oleh para informan, diketahui

bahwa penyelengaraan kegiatan di Posyandu

wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah berjalan

sesuai dengan agenda dan jadwal yang ditetapkan

dengan kegiatan utama yakni kegiatan 5 meja.Hasil

observasi di lapangan juga menunjukkan bahwa

pelayanan yang diberikan oleh petugas berupa

pelayanan standar yaitu pelayanan kesehatan yakni

pemberian imunisasi, pemeriksaan kehamilan oleh

bidan dan penyuluhan, namun untuk kegiatan

tambahan belum dilaksanakan.

Pada hasil observasi di lapangan oleh peneliti,

ditemukan bahwa untuk penyelenggaraan Posyandu,

awalnya para ibu yang datang ke Posyandu

mendaftar pada kader, dan sebagian besar kader

sudah melaksanakan peran sertanya di meja I yaitu

melaksanakan pendaftara balita dalam buku bantu

pencatatan balita. Apabila balita sudah mempunyai

KMS, berarti bulan lalu balita sudah ditimbang,

dimana pencatatan nama balita pada secarik kertas

diselipkan pada KMS, kemudian ibu balita

membawa anaknya menuju ke tempat penimbangan.

Untuk kegiatan di meja II dilakukan penimbangan

bayi/balita oleh kader, yang perlu diperhatikan yaitu

apakah dacin sudah siap, kemudian anak ditimbang,

lalu hasil penimbangan berat anak dicatat pada

secarik kertas, setelah ditimbang ibu menuju ke meja

selanjutnya yaitu meja III untuk pengisian hasil

timbangan pada KMS bayi/balita tersebut, hanya saja

pada kedua Posyandu yang di teliti, yang melakukan

pengisian KMS adalah petugas kesehatan Puskesmas

bukan kader. Hal tersebut bertolak belakang dengan

tugas pada meja III yang seharusnya dilakukan oleh

kader di Posyandu, di mana petugas kesehatan

bertugas di meja V untuk pelayanan kesehatan.

Begitupula untuk meja VI, dimana kader Posyandu

kurang melaksanakan peran sertanya dalam hal

penyuluhan perorangan sesuai dengan permasalahan

yang ditemukan dan hanya sebatas informasi hasil

timbangan saja pada ibu balita. Untuk meja V dalam

hal pemberian imunisasi pada bayi dan balita

dilakukan juga oleh petugas Puskesmas yakni juru

imunisasi atau perawat, di mana dengan

mempertimbangkan status kesehatan balita, di lain

pihak bidan juga melakukan pelayanan kepada ibu

hamil yang datang.

Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti,

ditemukan bahwa pelaksanaan kegiatan Posyandu

menurut para informan sudah sesuai dengan jadwal

yang ditetapkan, apabila bertepatan tanggal merah

atau hari libur, maka jadwal diatur sedemikian rupa

sesuai situasi dan kondisi sebelumnya agar tidak

saling bertabrakkan antara jadwal kegiatan Posyandu

satu dan Posyandu yang lain dengan

memberitahukan sebelumnya pada para pelaksana

kegiatan Posyandu.

Melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti,

didapati bahwa selama dalam kegiatan Posyandu

tidak pernah ada dokter yang ikut serta, pihak Aparat

Desa juga tidak turut terlibat, serta tempat dari

penyelengaraan kegiatan Posyandu tersebut tidaklah

memungkinkan, terutama di Posyandu Kelurahan

Imandi. Pada Posyandu di Kelurahan Imandi,

kegiatan dilakukan di balai desa yang keadaannya

cukup memperihatinkan dan tidak ada tempat untuk

pemeriksaan kehamilan yang sesuai, hal tersebut

mengakibatkan kegiatan Posyandu yang dijalankan

menjadi terpisah tempatnya, yakni untuk

penimbangan bayi/balita di balai desa dan untuk

pemeriksaan kehamilan di rumah warga dekat balai

desa, sedangkan untuk Posyandu yang dilaksanakan

di desa Dumoga juga masih meminjam rumah salah

seorang warga di karenakan balai desa untuk

pelaksanaan kegiatan Posyandu masih dalam tahap

pembangunan.

2. Cakupan Program di Posyandu

Dari hasil pernyataan oleh Kepala Puskesmas

Imandi, Posyandu di dua wilayah kerja tersebut

sudah memiliki program tambahan selain 5 meja,

seperti telah melaksanakan Posyandu Manula/Lansia

dan program pemberian makanan tambahan (PMT)

sehingga pelayanan di Posyandu menjadi 6 meja.

Namun untuk pelaksanaan Posyandu

Lansia, seperti yang dinyatakan oleh Ketua PKK

desa Imandi bahwa para lansia hanya pada awal

dibentuk Posyandu Lansia sering datang memeriksa,

setelah lama-kelamaan mereka sudah tidak lagi ikut

dalam kegiatan Posyandu, meskipun hingga

sekarang Posyandu Lansia masih ada.

Begitupula dengan pemberian makanan tambahan

yang diakui oleh kader desa Imandi, karena

terdapatnya kendala dalam hal ini keterbatasan

pendanaan maka untuk program makanan tambahan

Page 22: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

22

terpaksa dihentikan, padahal menurut para kader

kegiatan tersebut dapat menjadikan para ibu yang

memiliki bayi lebih tertarik dan semangat untuk

datang di Posyandu.

Berdasarkan observasi peneliti dilapangan

saat pelaksanaan Posyandu, Petugas kesehatan dan

para kader hanya melakukan kegiatan pelayanan

minimal yaitu dengan pelayanan 5 meja saja pada Ibu

hamil dan balita, tidak ada pelayanan Posyandu

Lansia ataupun kegiatan pemberian makanan

tambahan.

Berdasarkan hasil wawancara oleh para

informan mengenai rutinitas penyelenggaraan

kegiatan Posyandu di wilayah kerja masing-masing

sudah berjalan dengan baik, di mana kegiatan rutin

tiap bulannya walaupun dengan masih adanya

kendala dalam pelaksanaan Posyandu namun

menurut semua informan Posyandu sudah berjalan

secara rutin meski hanya berupa pelayanan standar.

Pemenuhan Kelengkapan Sarana Prasarana 1. Anggaran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pendanaan di

Posyandu wilayah kerja Puskesmas Imandi,

ditemukan bahwa hampir semua informan

menyatakan kalau dana untuk pelaksanaan kegiatan

Posyandu hanya di dapat dari hasil pendaftaran

dengan jumlah yang sangat terbatas. Menurut

beberapa informan juga menyebutkan bahwa mereka

memperoleh insentif dari pihak Puskesmas dari dana

BOK namun hanya berupa biaya transportasi dengan

jumlah yang minim. Sedangkan dari pihak

Pemerintah tidak menyediakan dana khusus untuk

Posyandu, sehingga berbagai kegiatan di Posyandu

yang telah ada terhambat bahkan sudah tidak

berjalan lagi, seperti program pemberian makanan

tambahan (PMT).

Berdasarkan informasi dari Kepala Puskesmas

Imandi, dana di Posyandu untuk desa sudah masuk

di ADD (Anggaran Dasar Desa), tetapi untuk

kelurahan tidak ada, dan dana di Posyandu di

wilayah kerja Puskesmas Imandi hanya berasal dari

uang pendaftaran saja. Menurut Kepala Puskesmas

sendiri dana untuk bidan dan kader diambil dari dana

BOK, sedangkan dana untuk kegiatan Posyandu

hanya berasal dari pendaftaran masyarakat.

2 Sarana

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh

peneliti, di mana menurut Kepala Puskesmas Imandi

biasanya yang menjadi kendala di Posyandu

mengenai sarana adalah ketersediaan vaksin yang

tidak mencukupi untuk kegiatan Posyandu, di mana

Dinas Kesehatan seringkali mengeluh pada pihak

Puskesmas bahwa sarana vaksin untuk mereka juga

terbatas disebabkan permintaan oleh Puskesmas lain.

Oleh sebab itu dalam pelaksanaan

Posyandu untuk kegiatan penyuntikkan vaksin masih

menjadi masalah di karenakan kekurangan tersebut.

Kepala Puskesmas menyebutkan bahwa pelaksanaan

Posyandu tetap dilakukan meskipun hanya untuk

kegiatan penimbangan balita saja, walaupun dengan

demikian masyarakat tetap akan datang dalam setiap

ada kegiatan Posyandu berikutnya sebab sudah

menjadi kebutuhan bagi bayi mereka untuk

mendapatkan imunisasi, maka meskipun untuk bulan

ini belum ada vaksin yang cukup tersedia, tetap ibu-

ibu yang memiliki bayi/balita akan datang untuk

menerima vaksin di bulan selanjutnya.

Menurut Ketua PKK desa Imandi, kendala

yang terdapat di Posyadu-nya, yaitu dana dan tempat

pelaksanaan Posyandu yang sebelumnya telah

diusulkan untuk pindah ke tempat yang lebih

strategis didekat Kantor Kelurahan, namun hal ini

belum di sosialisasikan ke masyarakat setempat

sehingga belum mendapat kesepakatan bersama di

wilayah tersebut.

Menurut bidan desa Imandi adalah tempat

pelayanan Posyandu khusus untuk pemeriksaan ibu

hamil yang selama ini hanya meminjam rumah

warga.Permasalahan tempat pelaksanaan Posyadu

ini sudah diusulkan ke pihak Kelurahan hanya saja

belum mendapat tanggapan apa-apa.

Menurut bidan desa Dumoga, kendala

dalam Posyandu di wilayah kerjanya juga adalah

tempat pelayanan Posyandu yang belum tetap, serta

sarana prasarana belum cukup memadai sehingga

upaya yang harusnya dilakukan menurut bidan

tersebut adalah dari pihak Aparat pemerintah

berusaha untuk menyelesaikan masalah yang masih

menjadi kendala dalam pelaksanaan Posyandu di

wilayah kerjanya terlebih lagi untuk pembangunan

sarana Posyandu.

Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat

Untuk Kesinambungan Posyandu 1. Keaktifan Tokoh Masyarakat dan Kader.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti,

didapati bahwa masih banyak Tokoh masyarakat

yang enggan untuk membantu pelaksanaan

Posyandu, tetapi ada juga yang ikut terlibat pada hari

buka Posyandu misalnya Sangadi desa Dumoga yang

datang di Posyandu.

Dari hasil wawancara, menurut pernyataan

dari informan lain, bahwa selama ini baru kader yang

berperan dalam setiap kegiatan Posyandu, sedangkan

dari pihak Tokoh masyarakat belum turut terlibat.Hal

ini disebabkan pihak Aparat menyerahkan semua

urusan Posyandu kepada para kader yang ada dan

telah dipilih oleh Ketua PKK.Padahal sesungguhnya

Page 23: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

23

peran dari Aparat setempat juga sangat dibutuhkan

untuk menggerakan masyarakat dalam kemajuan

Posyandu di wilayah kerjanya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti mengenai jumlah Kader dan Tokoh

masyarakat yang biasa hadir dalam kegiatan

Posyandu, ditemukan bahwa jumlah kader yang ada

ditiap-tiap Posyandu ada 5 orang, namun mereka

biasa tidak hadir semua dalam kegiatan pelaksanaan

Posyandu.

“Kader di tiap Posyandu ada 5 tapi laeng kali hadir,

laeng kali mereka tak hadir karna mereka juga ada

halangan, laeng kali cuma 4-3 tapi banyak kali hadir

nohsamua”

Menurut bidan desa Imandi, selama ini

hanya kader yang berperan secara aktif dalam

kegiatan Posyandu dengan jumlah 4 sampai 5 orang

ditiap pos tapi terkadang hanya 4 orang yang hadir,

sedangkan untuk tokoh masyarakat belum pernah

hadir dalam Posyandu, menurut bidan tersebut tokoh

masyarakat tidak hadir karena menganggap di

Posyandu sudah ada kader yang terpilih maka semua

tergantung oleh kader sehingga yang diberdayakan

di Posyandu hanyalah kader.

2 Pemantapan Lembaga Posyandu

Perkembangan Posyandu di masing-masing desa di

wilayah kerja Puskesmas Imandi tidak sama, dengan

demikian pembinaan yang dilakukan untuk masing-

masing Posyandu juga berbeda, namun tetap untuk

satu tujuan yang sama yaitu untuk pengembangan

Posyandu. Dalam hasil penelitian mengenai upaya

yang dilakukan dalam menjadikan Posyandu lebih

maju atau mandiri, di temukan kesamaan pendapat

dari semua informan, yakni dengan melakukan

kerjasama antara berbagai pihak, baik pihak dari

Dinas Kesehatan, Kecamatan, pihak Puskesmas,

pihak Pemerintah Desa sampai keseluruh masyarakat

setempat. Dalam hal ini kerjasama yang tentunya

dapat diaplikasikan dan diterapkan sampai pada

kegiatan Posyandu itu sendiri.

Seperti dalam penelitian sebelumnya di

mana salah satu upaya yang perlu dilakukan agar

Posyandu aktif adalah dengan memberikan

pelayanan makanan tambahan untuk balita serta

pelayanan ini merupakan pelayanan yang diharapkan

oleh pengguna yang diberikan di Posyandu. Apabila

Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi telah

melaksanakan cakupan kegiatan lebih dari 50%,

memiliki program-progam tambahan, memiliki

pembiayaan yang berasal dari dana sehat, tingkat

aktivasi Pemerintah, tokoh masyarakat dan kader

tinggi serta seluruh masyarakat desa ikut terlibat

dalam kegiatan Posyandu, maka Posyandu di

wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah bisa menjadi

Posyandu dengan strata mandiri.

Fungsi Pendampingan dan Kualitas Pembinaan

Posyandu 1. Pembinaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti di wilayah kerja Puskesmas Imandi,

ditemukan bahwa beberapa informan pernah

mengikuti pelatihan yang biasanya dilakukan oleh

Dinkes, Puskesmas dan BKKBN, sedangkan dari

Aparat Desa tidak pernah ada pembinaan.

Kader desa Imandi, menyatakan bahwa

sudah pernah mengikuti pelatihan akan tetapi

pelatihan tersebut sudah sangat lama dilakukan oleh

Kecamatan dan sampai sekarang sudah tidak pernah

dilakukan pelatihan lagi, menurut kader untuk ikut

dalam pelatihan harus melalui undangan dari

Kecamatan terlebih dahulu dan sampai saat ini

mereka belum menerima pemberitahuan tentang

adanya pelaksanaan pelatihan lagi, sedangkan

pembinaan dari pihak Aparat desa tidak pernah

dilakukan. Berdasarkan hasil observasi pada

penelitian di dua wilayah kerja Puskesmas Imandi,

petugas kesehatan selalu hadir dalam kegiatan

Posyandu yang dilakukan pada hari buka Posyandu,

di mana selain mendamping kader dalam

pelaksanaan Posyandu juga sebagai pemberi layanan

kesehatan dalam yang bersifat kuratif.

Posyandu sebagai suatu lembaga pelayanan

kesehatan bagi masyarakat sudah selayaknya jika

terus dibina oleh pihak-pihak yang berkompeten baik

itu pihak Pemerintah Daerah. Pembinaan dapat

dilakukan dengan cara memberikan pendampingan

melalui petugas Puskesmas maupun melalui

pendidikan/pelatihan bagi para kader. Selain itu para

pendamping juga terus berusaha untuk memberikan

motivasi kepada para kader agar melaksanakan

kegiatan posyandu secara rutin dan lancar.Dengan

adanya pembinaan ini para kader Posyandu bisa

bertahan cukup lama walaupun tanpa adanya

imbalan material maupun financial yang

mencukupi.Adapun pembinaan dari pihak

pemerintah baik pemerintah tingkat Kecamatan

maupun tingkat desa untuk hal pembinaan ini belum

dapat direalisasikan.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka

kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Kualitas Kemampuan dan Keterampilan para

Kader Posyandu 1.) Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang berperan dalam

pelaksanaan kegiatan Posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Imandi adalah Bidan, kader serta Juru

imunisasi.Untuk dari pihak Pemerintah selaku

Page 24: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

24

Lurah dan Tim PKK, kurang serta berpartisipasi

dalam kegiatan Posyandu.

2.) Struktur Organisasi

Struktur Organisasi dalam pelaksanaan Posyandu

sudah ada, dan dijalankan disetiap

desa/kelurahan, dimana ada dari pihak

Puskesmas dan dari pihak pemerintah.

2. Pengelolaan Dalam Pelayanan Posyandu 1.) Penyelenggaraan Kegiatan

Proses penyelegaraan kegiatan utama dalam

pelaksanaan revitalisasi Posyandu secara umum

di wilayah kerja Puskesmas Imandi sudah

mencakup program kegiatan 5 meja dan

dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan.

2.) Cakupan Program di posyandu

Cakupan Program di Posyandu wilayah kerja

Puskesmas Imandi, selain kegiatan 5 meja sudah

ada program kegiatan Posyandu Lansia dan

Pemberian makanan tambahan, namun belum

berjalan dengan baik disebabkan terbatasnya

dana dari berbagai pihak.

3. Pemenuhan Kelengkapan Sarana Prasarana 1.) Anggaran

Anggaran untuk pelaksanaan revitalisasi

Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Imandi

bisa dikatakan masih terbatas, karena biasanya

hanya berasal dari uang pendaftaran masyarakat

saja.

2.) Sarana

Keadaan sarana dalam pelaksanaan kegiatan

Posyandu di wilayah kerja menyangkut dana yang

masih terbatas, kurang tersedia vaksin dan obat-

obatan, kurangnya meja untuk kegiatan Posyandu

serta keadaan tempat pelaksanaan kegiatan

Posyandu yang tidak memungkinkan.

4. Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat

Untuk Kesinambungan Posyandu

1.) Keaktifan Tokoh Masyarakat dan Kader

Pemberdayaan oleh Tokoh masyarakat dalam

pelaksanaan revitalisasi Posyandu masih kurang

karena kesibukan mereka diluar Posyandu,

sedangkan untuk kader sudah sangat membantu

dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, dapat

dilihat dari keaktifan mereka dalam setiap

kegiatan Posyandu.

2.) Pemantapan Lembaga Posyandu

Untuk Posyandu di desa Dumoga dan Kelurahan

Imandi masih berada ditingkatan strata madya.

Oleh sebab itu upaya para pihak dalam

pemantapan Posyandu diwilayah kerjanya adalah

dengan melakukan kerjasama antara berbagai

pihak, baik pihak dari Dinkes, Kecamatan, pihak

Puskesmas, pihak pemerintah desa sampai

keseluruh masyarakat setempat.

5. Fungsi Pendampingan dan Kualitas

Pembinaan Posyandu 1.) Pembinaan

Pembinaan dan pelatihan telah dilakukan oleh

para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan

revitalisasi Posyandu baik dari Dinas Kesehatan

maupun tingkat Puskesmas Kecamatan.

SARAN Berdasarkan kesimpulan diatas, dapat dikemukakan

beberapa saran terkait dengan tujuan dan manfaat

penelitian, antara lain:

1. Pihak Aparat Desa maupun tokoh masyarakat

diharapkan untuk turut terlibat dalam

pelaksanaan kegiatan Posyandu diwilayahnya.

Serta membuat komitmen resmi untuk membantu

pelaksanaan Posyandu di wilayahnya.

2. Melakukan kerjasama dan koordinasi antara

berbagai pihak, baik pihak dari Kecamatan, pihak

Puskesmas, pihak Aparat desa sampai keseluruh

masyarakat setempat dalam penerapan Posyandu

diwilayahnya.

3. Melakukan pembinaan secara rutin bagi para

pelaksana kegiatan Posyandu.

DAFTAR PUSTAKA Departemen Dalam Negeri RI dan Otonomi Daerah.

2001. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri

No.411.3/1116/SJ, Tentang Pedoman Umum

Revitalisasi Posyandu. Jakarta.

http://www.ristek.go.id/referensi/hukum/prop/ht

ml. Diakses pada tanggal 30 Januari 2013.

Haryono, S. 2009. Revitalisasi dan Pengembangan

Posyandu Mandiri.Jakarta : Yayasan Dana

Sejahtera Mandiri.

Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2011.

PedomanUmum Pengelolaan Posyandu. Jakarta :

Kemenkes RI

Prasetyawati, A.E. 2012.Kesehatan Ibu Dan Anak

Dalam MDGs. Yogyakarta : Nuha Medika. Hlm

41-48.

Sembiring, N. 2004.Posyandu Sebagai Saran, Peran

Serta Masyarakat Dalam Usaha Peningkatan

Masyarakat. Artikel, Pustaka Universitas

Sumatra Utara. Medan.

Page 25: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

25

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN RIWAYAT KELUARGA MENDERITA DM

DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DM TIPE 2 PADA PASIEN RAWAT JALAN DI

POLIKLINIK PENYAKIT DALAM BLU RSUP PROF. DR. R.D KANDOU MANADO Gloria Wuwungan*, John S. Kekenusa*, Budi T. Ratag*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Page 26: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

26

ABSTRAK

Diabetes Melitus dan komplikasnya merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Berdasarkan

data rekam medis BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, terdapat 16.386 kunjungan pasien rawat jalan

yang menderita DM pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara umur dan

riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik

Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado.

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control study.

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado pada bulan

Februari-April 2013. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling dengan jumlah

sampel sebesar 120 sampel kelompok kasus dan 120 sampel kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang

digunakan adalah kuesioner. Analisis bivariat menggunakan uji chi square (CI=95% dan α=5%) dengan bantuan

program SPSS versi 20 for windows.

Hasil penelitian antara umur dengan kejadian DM Tipe 2 menunjukkan nilai p=0,000 (OR=7,6;

CI=4,249-13,594), sedangkan untuk riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 menghasilkan

nilai p=0,000 (OR=4,7; CI=2,702-8,199).

Terdapat hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2 pada

pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Orang yang berumur

≥45 tahun 8 kali lebih berisiko menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur <45 tahun,

sedangkan orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM 5 kali lebih berisiko menderita DM Tipe 2

dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM.

Kata kunci : DM Tipe 2, umur, riwayat keluarga menderita DM

ABSTRACT

Diabetes Mellitus and its complications are the leading cause of deaths in developing countries. Based on the

medical records of Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Hospital, there were 16.386 DM outpatient visits in 2012. This

study was conducted to determine the relationship between age and family history of diabetes mellitus with the

incidence of Type 2 Diabetes Mellitus at Outpatient Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado

Hospital.

This study is an observational analytic study with case-control study design. The research was conducted

in the Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital in February-April 2013. The sampling

method used was purposive sampling with samples of 120 patient case group and 120 patient in control group. The

research instrument used was questionnaire. Bivariate analysis was performed using Chi Square Test (CI=95%

and α=5%). SPSS version 20 for windows was used as the statistical application program.

The results of bivariate analysis of age and the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus showed probability

of 0,000 (OR=7,6; CI=4,249-13,594), and for family history of DM and the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus

showed probability of 0.000 (OR=4,7; CI=2,702-8,199).

There were relationships between age and family history of DM with the incidence of Type 2 Diabetes

Mellitus at Outpatient Internal Medicine Clinic of Prof. Dr. R.D Kandou Manado Hospital. Persons aged ≥45

years are 8 times more likely to suffer Type 2 DM compared to those aged <45 years, while those who have family

history of DM are 5 times more likely to have Type 2 DM compared to those who don’t have family history of DM.

Key words: Type 2 DM, age, family history

Page 27: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

27

PENDAHULUAN

Berdasarkan data dari World Health Organization

(WHO), sekitar 347 juta orang di seluruh dunia

menderita diabetes, dan diperkirakan bahwa

kematian akibat diabetes akan meningkat dua

pertiga kali antara tahun 2008 dan 2030. Beban

diabetes meningkat secara global, khususnya di

negara-negara berkembang (WHO, 2012). Pada

tahun 2011, Indonesia menempati urutan ke-10

jumlah penderita DM terbanyak di dunia dengan

jumlah 7,3 juta orang dan jika hal ini berlanjut

diperkirakan pada tahun 2030 penderita DM dapat

mencapai 11.8 juta orang. Orang dengan DM

memiliki peningkatan risiko mengembangkan

sejumlah masalah kesehatan akibat komplikasi

akut maupun kronik (IDF, 2011).

Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah

satu provinsi yang mempunyai prevalensi DM

yang cukup tinggi. Menurut data Riskesdas tahun

2007, prevalensi penyakit DM di provinsi

Sulawesi Utara berada pada peringkat ke enam

yaitu sebesar 8,1%. Hal ini menunjukkan tingginya

prevalensi penyakit DM di Sulawesi Utara jika

dibandingkan dengan prevalensi nasional DM

yang hanya sebesar 5,7%.

Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan

penyakit multifaktorial dengan komponen genetik

dan lingkungan yang memberikan kontribusi sama

kuatnya terhadap proses timbulnya penyakit

tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi

melalui perubahan gaya hidup, sementara sebagian

lainnya tidakn dapat diubah (Gibney dkk, 2005).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan DM Tipe

2 antara lain umur, riwayat keluarga menderita

DM, berat badan berlebih, kurangnya aktifitas

fisik, dan diet tidak sehat. Umur dan riwayat

keluarga menderita DM termasuk dalam faktor

yang tidak dapat dimodifikasi/diubah namun

memiliki hubungan yang erat dengan kejadian DM

Tipe 2, sehingga dengan mengetahui kedua faktor

ini, orang yang berisiko menderita DM Tipe 2

dapat melakukan pencegahan dengan

mengendalikan faktor lain yang berhubungan

dengan kejadian DM Tipe 2.

Badan Layanan Umum Rumah Sakit Prof.

Dr. R.D Kandou Manado merupakan Rumah Sakit

Umum Pusat yang ada di Provinsi Sulawesi Utara.

Pada tahun 2011, terdapat 11.084 kunjungan

pasien rawat jalan yang menderita DM dan

mengalami peningkatan jumlah kunjungan pasien

pada tahun 2012 yaitu sebanyak 16.386 kunjungan.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian di BLU RSUP Prof.

Dr. R.D Kandou Manado untuk menganalisis

hubungan antara umur dan riwayat keluarga

menderita DM dengan kejadian penyakit DM Tipe

2.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara umur dan riwayat

keluarga menderita DM dengan kejadian penyakit

DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik

Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou

Manado.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional

analitik, dengan desain studi kasus-kontrol (case-

control study). Penelitian ini diadakan di Poliklinik

Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou

Manado pada bulan Februari-April 2013. Populasi

pada penelitian ini yaitu pasien rawat jalan di

Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr.

R.D Kandou Manado pada bulan Maret 2013.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah purposive sampling dengan jumlah sampel

yaitu 120 sampel untuk kelompok kasus dan 120

sampel untuk kelompok kontrol. Instrumen pada

penelitian ini adalah kuesioner yang berisi

pertanyaan tentang identitas pasien, karakteristik

pasien dan riwayat keluarga menderita DM.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan

memberikan kuesioner kepada pasien rawat jalan

di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr.

R.D Kandou Manado yang berisi pertanyaaan

tentang karakteristik pasien dan riwayat keluarga

menderita DM. Data sekunder dikumpulkan

melalui data yang diperoleh dari bagian rekam

medis, buku registrasi pasien, dan profil BLU

RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Pengolahan

data dilakukan melalui beberapa cara yaitu editing

(untuk mengecek kelengkapan data), coding

(untuk mengubah data berbentuk kalimat/huruf

menjadi angka/bilangan), entry data (memasukkan

data untuk diolah memakai program SPSS versi 20

untuk dianalisis), dan tabulating (memasukkan

data dalam bentuk tabel-tabel). Analisis data

dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-

Square, dengan nilai α=0,05, Confidence Interval

(CI) = 95%, dan Odds Ratio (OR) dengan bantuan

SPSS versi 20 for windows.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Berikut ini merupakan data distribusi responden

berdasarkan karakteristik.

Page 28: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

28

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan

Karakteristik

Karakteristi

k

Kategori Responden Total

Kasus Kontrol

n % n % n %

Umur

< 25 tahun 1 0,8 23 19,

1 24 10

26-45

tahun 8 6,7 57

47,

5 65

27,

1

46-65

tahun 78 65 38

31,

7

11

6

48,

3

> 65 tahun 33 27,

5 2 1,7 35

14,

6

Jenis

Kelamin

Laki-laki 62 51,

7 36 30 98

40,

8

Perempua

n 58

48,

3 84 70

14

2

59,

2

Pendidikan

Terakhir

Tidak

Sekolah 1 0,8 0 0 1 0,4

SD 15 12,

5 12 10 27

11,

2

SMP 18 15 12 10 30 12,

5

SMA 48 40 64 53,

3

11

2

46,

7

Perguruan

Tinggi 38

31,

7 32

26,

7 70

29,

2

Pekerjaan

PNS 14 11,

7 28

23,

3 42

17,

5

Wiraswast

a 9 7,5 33

27,

5 42

17,

5

Buruh 1 0,8 0 0 1 0,4

Pensiunan 58 48,

3 4 3,3 62

25,

9

Petani 8 6,7 5 4,2 13 5,4

Tidak Ada 29 24,

2 38

31,

7 67

27,

9

Lainnya 1 0,8 12 10 13 5,4

Jumlah 12

0 100

12

0 100

24

0 100

Pada penelitian ini jumlah responden yaitu 240

pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam

BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado yang

terdiri dari 96 responden (40,8%) laki-laki dan 142

responden (59,2%) perempuan. Biasanya,

penderita DM Tipe 2 lebih banyak terjadi pada

perempuan dibandingkan laki-laki (Bustan, 2007).

Pada kelompok kasus dalam penelitian ini, jumlah

responden laki-laki lebih besar dari jumlah

responden perempuan. Hal ini berbeda dengan

hasil penelitian Lubis (2012) dan Bintanah (2012)

yang menunjukkan bahwa penderita DM Tipe 2

lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan

laki-laki.

Apabila ditinjau dari umur, penelitian ini

menunjukkan bahwa responden yang memiliki

umur 46-65 tahun merupakan responden dengan

persentase paling besar (48%). Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian Awad (2011) yang

menunjukkan peningkatan jumlah pasien DM Tipe

2 pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun.

Hasil Riskesdas tahun 2007 juga menunjukkan

bahwa jumlah penderita DM di Indonesia semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya umur.

Dari segi tingkat pendidikan terakhir,

sebagian besar responden adalah lulusan Sekolah

Menengah Atas (46,7%), dan sekitar 29%

merupakan lulusan Perguruan Tinggi. Penelitian

yang dilakukan oleh Lubis (2012) juga

menunjukkan hasil yang sama yaitu persentase

tingkat pendidikan terakhir responden yang paling

besar adalah lulusan SMA/sederajat. Semakin

tinggi tingkat pendidikan berarti ada kemungkinan

semakin baik pula pengetahuan seseorang dalam

mencegah terjadinya peyakit termasuk DM Tipe 2,

begitupun sebaliknya. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Zahtamal (2007) yang menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan

tentang DM dengan kejadian DM.

Ditinjau dari jenis pekerjaan responden,

yang terbanyak adalah responden yang tidak

memiliki pekerjaan (27,9%). Penelitian yang

dilaksanakan oleh Balkau et al (2008), pada 13

kota di Eropa disimpulkan bahwa akumulasi

aktivitas fisik sehari-hari merupakan faktor utama

yang menentukan sensitivitas insulin. Dalam

penelitian ini, sebagian besar responden kelompok

kasus memiliki pekerjaan sebagai pensiunan.

Kadar gula darah yang normal cenderung

meningkat secara bertahap setelah mencapai usia

50 tahun. Untuk menurunkan kadar gula darah

tersebut perlu dilakukan aktivitas fisik seperti

berolahraga, sebab otot menggunakan glukosa

yang terdapat dalam darah sebagai energi (Adib,

2011).

B. Hubungan Antara Umur dengan Kejadian

DM Tipe 2

Tabel 2. Analisis Hubungan Antara Umur Dengan

Kejadian DM Tipe 2

Um

ur

Kategori

Responden Total Nil

ai p

OR

(CI

95%

)

Kasus Kontrol

n % n % n %

≥ 45

tahu

n

9

5

79

,2

4

0

33

,3

1

3

5

56

,2 0,0

00

7,6

(4,2

49 –

13,5

94)

<45

tahu

n

2

5

20

,8

8

0

66

,7

1

0

5

43

,8

Jum

lah

1

2

0

10

0

1

2

0

10

0

2

4

0

10

0

Hasil pengolahan data dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

antara umur dengan kejadian DM Tipe 2 (p=0,000)

dengan nilai Odds Ratio sebesar 7,6. Hal ini berarti

Page 29: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

29

bahwa orang dengan umur ≥45 tahun memiliki

risiko 8 kali lebih besar terkena penyakit DM Tipe

2 dibandingkan dengan orang yang berumur

kurang dari 45 tahun. Hasil yang sama juga

diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh

Zahtamal (2007) terhadap 152 responden yang

menunjukkan bahwa hubungan antara umur

dengan kejadian DM Tipe 2 pada pasien yang

dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

bermakna secara statistik, dimana orang yang

berumur ≥45 tahun memiliki risiko 6 kali lebih

besar terkena penyakit DM Tipe 2 dibandingkan

dengan orang yang berumur kurang dari 45 tahun.

Adib (2011) menyatakan bahwa DM Tipe 2

bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa,

tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.

Masyarakat yang merupakan kelumpok berisiko

tinggi menderita DM salah satunya adalah mereka

yang berusia lebih dari 45 tahun. Prevalensi DM

akan semakin meningkat seiring dengan makin

meningkatnya umur, hingga kelompok usia lanjut

(Bustan, 2007). Hal tersebut sesuai dengan

penelitian Wild, dkk (2004) tentang prevalensi DM

secara global yang menunjukkan bahwa semakin

meningkatnya umur, semakin tinggi pula

prevalensi DM yang ada.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa

umur bukanlah satu-satunya faktor yang

mempengaruhi kejadian DM Tipe 2, karena

berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa

terdapat 20% responden yang masih berumur

kurang dari 45 tahun namun sudah didiagnosis

menderita DM Tipe 2. Hal itu menunjukkan bahwa

responden tersebut menderita DM Tipe 2 karena

adanya faktor lain selain umur yang juga

berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2.

C. Hubungan Antara Riwayat Keluarga

Menderita DM dengan Kejadian DM Tipe 2

Tabel 3. Analisis hubungan antara riwayat

keluarga menderita DM dengan Kejadian DM Tipe

2

Riwa

yat

Kelua

rga

Mend

erita

DM

Kategori

Responden Total

Nil

ai p

OR

(CI

95

%)

Kasus Kontrol

n % n % n %

Ada 7

2

6

0

2

9

24

,2

1

0

1

42

,1

0,0

00

4,7

07

(2,7

02

8,1

99)

Tidak

Ada

4

8

4

0

9

1

75

,8

1

3

9

57

,9

Jumla

h

1

2

0

1

0

0

1

2

0

10

0

2

4

0

10

0

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara riwayat keluarga menderita DM

dengan kejadian DM Tipe 2 (p=0,000) dengan nilai

Odds Ratio sebesar 4,7. Hal ini berarti bahwa

orang yang memiliki riwayat keluarga menderita

DM, berisiko 5 kali lebih besar terkena DM Tipe 2

dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki

riwayat keluarga menderita DM. Kondisi ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Wicaksono (2011) pada 30 pasien rawat jalan

di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi

Semarang, dimana riwayat keluarga menderita DM

merupakan faktor risiko terjadinya DM Tipe 2

yang bermakna secara statistik dan memiliki

pengaruh terhadap kejadian DM Tipe 2 sebesar

75%.

Penelitian ini menunjukkan responden yang

memiliki riwayat keluarga menderita DM

berjumlah 101 responden, dimana 30%

diantaranya memiliki lebih dari satu anggota

keluarga yang menderita DM. Orang yang

memiliki salah satu atau lebih anggota keluarga

baik orang tua, saudara, atau anak yang menderita

diabetes, memiliki kemungkinan 2 sampai 6 kali

lebih besar untuk menderita diabetes dibandingkan

dengan orang-orang yang tidak memiliki anggota

keluarga yang menderita diabetes (CDC, 2011).

Hasil penelitian ini menunjukkan ada 24%

kelompok kontrol (tidak menderita DM Tipe 2)

yang memiliki riwayat keluarga menderita DM.

Hal ini dapat berarti bahwa responden tersebut juga

berisiko menderita DM pada usia lanjut, karena

beberapa ahli percaya bahwa risiko seseorang

untuk menderita DM Tipe 2 lebih besar jika orang

tersebut mempunyai orang tua yang menderita

DM. (ADA, 2013). Namun demikian, adanya

penyakit dengan garis keturunan yang jelas hanya

merupakan suatu tingkat risiko pada keluarga yang

dipengaruhi oleh kebiasaan hidup, status sosial

keluarga dan lingkungan hidup (Noor, 2008).

Hasil penelitian ini juga menunjukkan

bahwa riwayat keluarga menderita DM bukanlah

satu-satunya faktor yang berhubungan dengan

kejadian DM Tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa ada sekitar 41% responden yang

telah didiagnosis menderita DM Tipe 2 namun

tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM.

Meskipun faktor keturunan memiliki pengaruh

dalam menentukan seseorang berisiko terkena

diabetes atau tidak, gaya hidup juga memiliki

peran besar terhadap risiko terjadinya DM Tipe 2.

Penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit

Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang

menunjukkan bahwa salah satu faktor yang

berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2 yaitu

aktivitas fisik olahraga (Wicaksono, 2011). Oleh

karena itu, pencegahan diabetes bagi yang berisiko

dapat dilakukan dengan membiasakan hidup sehat

dan berolahraga secara teratur (Adib, 2011).

Page 30: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

30

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan antara umur pasien dengan

kejadian DM Tipe 2 pada pasien rawat jalan di

Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof.

Dr. R.D Kandou Manado. Orang yang berumur

≥45 tahun 8 kali lebih berisiko menderita DM

Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang

berumur kurang dari 45 tahun.

2. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga

menderita DM dengan kejadian DM Tipe 2

pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit

Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D Kandou

Manado. Orang yang memiliki riwayat

keluarga menderita DM berisiko 5 kali lebih

besar menderita DM Tipe 2 dibandingkan

dengan orang yang tidak memiliki riwayat

keluarga menderita DM.

SARAN

1. Orang yang berusia ≥45 tahun dan memiliki

riwayat keluarga menderita DM perlu lebih

mengaktifkan diri dalam upaya pencegahan

DM Tipe 2 seperti melakukan aktivitas fisik,

mengatur pola makan, melakukan pemeriksaan

gula darah secara teratur dan mencari informasi

mengenai penyakit DM.

2. Bagi pihak Rumah Sakit untuk dapat

memberikan informasi kepada pasien tentang

seberapa besar risiko dari faktor umur ≥45

tahun dan adanya riwayat keluarga menderita

DM terhadap kejadian DM Tipe 2.

3. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara

untuk dapat memberikan informasi kepada

masyarakat tentang seberapa besar risiko dari

faktor umur ≥45 tahun dan adanya riwayat

keluarga menderita DM terhadap kejadian DM

Tipe 2 agar masyarakat yang berisiko dapat

melakukan upaya pencegahan.

4. Perlunya dilakukan penelitian tentang faktor-

faktor lain yang berhubungan dengan penyakit

DM seperti berat badan berlebih, kurangnya

aktivitas fisik, dan pola makan tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA

ADA, 2013. Genetics of Diabetes. American

Diabetes Association. (online)

http://www.diabetes.org/diabetes-

basics/genetics-of-diabetes.html Diakses

pada tanggal 3 Juni 2013.

Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Ragam

Penyakit Mematikan yang Paling Sering

Menyerang Kita. Jogjakarta: Buku Biru.

Awad, N., Langi, Y., dan Pandelaki, K. 2011.

Gambaran Faktor Resiko Pasien Diabetes

Melitus Tipe II Di Poliklinik Endokrin

Bagian/Smf Fk-Unsrat Rsu Prof.Dr. R.D

Kandou Manado Periode Mei 2011 -

Oktober 2011 (Skripsi). Universitas Sam

Ratulangi, Manado.

Balkau, B., Mhamdi, L., Oppert, J. M., Nolan, J.,

Golay, A., and Porcellati, F. 2008. Physical

Activity and Insulin Sensitivity. Diabetes.

57:2613-2618.

Bintanah, S. dan Handarsari, E. 2012. Asupan

Serat Dengan Kadar Gula Darah, Kadar

Koleterol Total dan Status Gizi Pada

Pasien DM Tipe 2 Di Rumah Sakit Roemani

Semarang. Jurnal Unimus: Seminar Hasil-

Hasil Penelitian. Hal. 289-297.

Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak

Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

CDC. 2011. Family History as a Tool for Detecting

Children at Risk for Diabetes and

Cardiovascular Disease. (online)

http://www.cdc.gov/ncbddd/pediatricgenet

ics/genetics_workshop/detecting.html.

diakses pada tanggal 17 April 2013

Depkes RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007.

Jakarta: Depkes RI.

Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., dan

Arab, L. 2005. Gizi Kesehatan

Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

IDF. 2011. One adult in ten will have diabetes by

2030. 5th edition Diabetes Atlas.

Lubis, J. P. 2012. Perilaku Penderita Diabetes

Melitus Rawat Jalan di RSUD

Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu

Dalam Pengaturan Pola Makan. (Skripsi).

Universitas Sumatera Utara.

Noor, N. N. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka

Cipta.

WHO. 2012. Diabetes. World Health

Organization. (online)

http://www.who.int/factsheets/fs312/en/ind

ex.html Diakses pada tanggal 28 Januari

2013

Wicaksono, R. 2011. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Kejadia Diabetes

Melitus Tipe 2 (Skripsi). Universitas

Diponegoro, Semarang.

Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., and

King, H. 2004. Global Prevalence of

Diabetes. Diabetes Care. 27:1047-1053.

Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan Restuastuti,

T. 2007. Faktor-Faktor Risiko Pasien

Diabetes Melitus. Berita Kedokteran

Masyarakat, Vol. 23, No. 3. Hal. 142-147.

Page 31: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

31

HUBUNGAN ANTARA PROMOSI DAN KOMPENSASI DENGAN KEPUASAN KERJA

PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM GMIM KALOORAN AMURANG Pajar Sriawan*,J. S. V. Sinolungan*

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Salah satu penyebab utama masalah-masalah tenaga keperawatan, pelayanan keperawatan dan kekurangan

perawat adalah rendahnya kepuasan kerja perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan tentang kepuasan

kerja perawat didapatkan hasil bahwa masih banyak perawat yang mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Promosi dan Kompensasi dengan Kepuasan Kerja Perawat

di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

penelitian survei analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada

bulan April-September 2013 di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran Amurang Kabupaten Minahasa Selatan

dengan total populasi berjumlah 64 perawat dengan sampel yang diteliti 46 perawat. Data yang telah

dikumpulkan dianalisis secara Univariat dan Bivariat.Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran

promosi, kompensasi, dan kepuasan kerja perawat berada pada kategori baik/puas. Hasil uji menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara promosi dengan kepuasan kerja perawat dengan p value yaitu 0,026 (p <

0,05), dan terdapat hubungan antara kompensasi dengan kepuasan kerja perawat dengan p value yaitu 0,000

(p < 0,05).

Kata Kunci: Promosi, Kompensasi, Kepuasan Kerja Perawat

ABSTRACT

One of the main causes of personnel problems nursing, nursing care and the nursing shortage is the lack of

job satisfaction of nurses. Various studies on job satisfaction of nurses showed that there are many nurses who

experience job dissatisfaction. This study aims to determine the relationship between the Promotion and

Compensation Nurse Job Satisfaction in General Hospital GMIM Kalooran Amurang. Types of research used

in this study is an analytical survey research using cross sectional design. The research was conducted in

April-September 2013 in the General Hospital GMIM Kalooran Amurang South Minahasa regency with a total

population of 64 nurses with the sample studied 46 nurses. The data has been collected analyzed Univariate

and Bivariate. The results showed that picture of promotion, compensation, and job satisfaction of nurses in

the category of good/satisfied. The test results show that there is a relationship between promotion and job

satisfaction that nurses with a p value of 0.026 (p < 0.05), and there is a relationship between compensation

and job satisfaction of nurses with the p value is 0.000 (p < 0,05).

Keywords : Promotion , Compensation , Job Satisfaction Nurses

Page 32: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

32

Page 33: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

32

PENDAHULUAN

Manajemen sumber daya manusia (Human

Resources Management) adalah bagian dari

fungsi manajemen. Jika manajemen

menitikberatkan “bagaimana mencapai

tujuan bersama dengan orang lain” maka

manajemen sumber daya manusia

memfokuskan pada “orang” baik sebagai

subjek atau pelaku dan sekaligus sebagai

objek dari perilaku. Jadi bagaimana

mengelola orang-orang dalam organisasi

yang direncanakan (planning),

diorganisasikan (organizing), dilaksanakan

(directing) dan dikendalikan (controlling)

agar tujuan yang dicapai organisasi dapat

diperoleh hasil yang seoptimal mungkin,

efisien dan efektif (Subekhi & Jauhar, 2012).

Menurut Lokakarya Keperawatan,

pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk

pelayanan professional yang merupakan

bagian integral dari pelayanan kesehatan

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan

berbentuk pelayanan biologis, psikologis,

sosiologis spiritual yang

komprehensif/holistic yang ditunjukkan

kepada individu, keluarga dan masyarakat

baik dalam keadaan sakit atau sehat yang

mencakup seluruh proses kehidupan manusia

(Soeroso, 2003).

Pembahasan mengenai kepuasan

kerja perlu didahului oleh penegasan bahwa

masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang

sederhana, baik dalam arti konsepnya

maupun dalam arti analisisnya, karena

“kepuasan” mempunyai konotasi beraneka

ragam. Meskipun demikian tetap relevan

untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja

merupakan suatu cara pandang seseorang

baik yang bersifat positif maupun bersifat

negatif tentang pekerjaannya. Karena tidak

sederhana, banyak faktor yang perlu

mendapat perhatian dalam menganalisis

kepuasan kerja seseorang. Misalnya sifat

pekerjaan seseorang mempunyai dampak

tertentu pada kepuasan kerjanya (Siagian,

2011).

Salah satu penyebab utama

masalah-masalah tenaga keperawatan,

pelayanan keperawatan dan kekurangan

perawat adalah rendahnya kepuasan kerja

perawat. Berbagai penelitian yang dilakukan

tentang kepuasan kerja perawat didapatkan

hasil bahwa masih banyak perawat yang

mengalami ketidakpuasan kerja. Penelitian di

berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa

lebih dari 40% perawat mengalami

ketidakpuasan kerja dan 33% perawat

berumur kurang dari 30 tahun bermaksud

keluar dari pekerjaan mereka. Menurut

Baumann di Amerika Serikat, Kanada,

lnggris, Jerman menunjukkan bahwa 41%

perawat di rumah sakit mengalami

ketidakpuasan dengan pekerjaannya dan 22%

diantaranya merencanakan meninggalkan

pekerjaannya dalam satu tahun (Wuryanto,

2010).

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara promosi dan

kompensasi dengan kepuasan kerja perawat

di Rumah Sakit Umum GMIM Kalooran

Amurang.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian survei

analitik dengan menggunakan rancangan

cross sectional. Jumlah populasi dalam

penelitian ini ada 64 dibatasi dengan kriteria

inklusi seperti perawat yang terdaftar sebagai

tenaga keperawatan di RSU GMIM Kalooran

Amurang, lama kerja minimal 2 tahun, serta

mau dan bersedia menjadi responden dan

kriteria eksklusi yaitu sakit, tidak berada

ditempat, dan mengikuti studi lanjut,

sehingga di dapatkan sampel sebanyak 41

responden.

Instrument yang digunakan pada

penelitian ini yaitu kuesioner yang telah diuji

validitas dan reliabilitas. Jumlah pernyataan

yang digunakan untuk mengetahui kepuasan

kerja perawat yaitu sebanyak 15 pernyataan,

untuk promosi sebanyak 11 pernyataan, dan

kompensasi sebanyak 11 pertanyaan.

Data primer merupakan data yang

diperoleh secara langsung dari responden

dalam bentuk kuesioner yang akan

didapatkan pada saat melakukan penelitian.

Data sekunder merupakan data yang

diperoleh secara tidak langsung, adanya

perantara dengan pihak lain dalam bentuk

Profil RS, Tupoksi pegawai di RSU GMIM

Kalooran Amurang. Data yang didapat

dianalisa dengan menggunakan analisa

univariat untuk melihat distribusi frekuensi

dari variabel-variabel yang ada, analisa

bivariat untuk melihat ada tidaknya hubungan

antara variabel dengan analisis statistik

menggunakan uji chi-square dengan bantuan

program SPSS version 20 for Windows.

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah

perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran

Amurang dengan pengalaman kerja minimal

2 tahun yang berjumlah 46 orang. Tetapi

Page 34: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

33

dalam pelaksanaan di tempat penelitian

hanya 41 perawat yang didapatkan, karena

pada saat penelitian 2 perawat sedang pada

masa cuti, dan 3 perawat sedang tidak berada

di tempat.

1. Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin

2. Responden yang berjenis kelamin

laki-laki berjumlah 5 orang (12,2%)

dan jenis kelamin perempuan

berjumlah 36 orang (87,8%).

3. Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Umur

4. Dari segi umur, responden yang

paling terbanyak merupakan umur

25-30 tahun dengan jumlah 12 orang

(29,3%) dan umur yang paling

sedikit merupakan umur 36-40

tahun dengan jumlah 4 orang

(9,8%).

5. Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Lama Kerja

6. Dari segi lama kerja, responden

yang memiliki lama kerja terbanyak

yaitu 2-5 tahun masa kerja dengan

jumlah 17 orang (41,5%) dan

reponden yang memiliki lama kerja

paling sedikit yaitu 6-10 tahun masa

kerja dengan jumlah 11 orang

(26,8%).

7. Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Tingkat pendidikan

8. Responden yang paling banyak

adalah D3 dengan jumlah 21 orang

(51,2%). Sedangkan SPK dengan

jumlah 20 orang (48,8%).

B. Promosi

Kategori promosi oleh perawat digolongkan

dalam dua kategori yaitu kategori baik

didapat jumlah 23 orang atau 56,1% dan 18

orang atau 43,9% kategori kurang baik

dalam promosi yang diberikan rumah sakit.

C. Kompensasi

Kategori kompensasi oleh perawat

digolongkan dalam dua kategori yaitu

kategori baik didapat jumlah 28 orang atau

68,3% dan 13 orang atau 31,7% kategori

kurang baik dalam kompensasi yang

diberikan rumah sakit.

D. Kepuasan Kerja

Kategori kepuasan kerja oleh perawat

digolongkan dalam dua kategori yaitu

kategori puas didapat jumlah 26 orang atau

63,4% dan 15 orang atau 36,6% kategori

kurang puas dalam kepuasan kerja yang ada

di rumah sakit

Hubungan Antara Promosi Dengan

Kepuasan Kerja

Tabel 1. Hubungan Antara Promosi dengan

Kepuasan Kerja Perawat di

Rumah Sakit GMIM Kalooran

Amurang

Kategori

Promosi

Kategori Kepuasan

Kerja Perawat p

value Baik

Kurang

Baik Total

Baik 18 5 23

Kurang

Baik 8 10 18

Total 26 15 41 0,026

Hasil hubungan antara promosi dengan

kepuasan kerja perawat di RSU GMIM

Kalooran Amurang pada tabel 1

menunjukkan Uji statistik dengan

menggunakan chi square didapatkan hasil p

value 0,026 kurang dari 0,05. Dapat

disimpulkan bahwa adanya hubungan antara

promosi dengan kepuasan kerja perawat di

RSU GMIM Kalooran Amurang.

Hubungan Antara Kompensasi Dengan

Kepuasan Kerja

Tabel 2. Hubungan Antara Kompensasi

dengan Kepuasan Kerja Perawat

di Rumah Sakit GMIM Kalooran

Amurang

Kategori

Kompensasi

Kategori Kepuasan

Kerja Perawat p

value Baik

Kurang

Baik Total

Baik 24 4 28

Kurang

Baik 2 11 13

Total 26 15 41 0,000

Hasil hubungan antara kompensasi dengan

kepuasan kerja perawat di RSU GMIM

Kalooran Amurang pada tabel 2

menunjukkan Uji statistik dengan

menggunakan chi square didapatkan hasil p

value 0,000 kurang dari 0,05. Dapat

disimpulkan bahwa adanya hubungan antara

promosi dengan kepuasan kerja perawat di

RSU GMIM Kalooran Amurang.

PEMBAHASAN

Hubungan Promosi dengan Kepuasan

Kerja

Page 35: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

34

Hasil penelitian terhadap 41 responden

tentang hubungan promosi dengan kepuasan

kerja perawat melalui pengujian data,

menghasilkan nilai p value 0,026 atau

probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat

dikatakan Ho ditolak, artinya terdapat

hubungan antara promosi dengan kepuasan

kerja di RSU GMIM Kalooran Amurang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitiaan yang dilakukan oleh Mayasari

(2009) yang menyatakan terdapat hubungan

antara kesempatan promosi dengan kepuasan

kerja di ruang rawat inap RSUD kota

Semarang (nilai p = 0,023 < 0,05), yang mana

perawat RSUD kota Semarang berusaha

mendapatkan kebijaksanaan dan praktek

promosi yang adil. Promosi memberi

kesempatan untuk pertumbuhan pribadi,

tanggung jawab yang lebih banyak dan status

sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu

individu yang mempersepsikan bahwa

keputusan promosi dibuat dalam cara yang

adil.

Promosi dapat diartikan sebagai

proses perubahan dari suatu pekerjaan ke

pekerjaan lain dalam hirarki wewenang dan

tanggung jawab yang lebih tinggi daripada

dengan wewenang dan tanggung jawab yang

telah diberikan kepada tenaga kerja pada

waktu sebelumnya (Sastrohadiwirjo S, 2005),

hipotesis ini dikuatkan oleh hasil penelitian

yang dilakukan oleh Andriani (2011) bahwa

terdapat perbedaan antara kepuasan terhadap

promosi di Rumah Sakit Dr.Saiful Anwar

Malang (nilai p = 0,04 < 0,05), yang mana

perawat di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar

Malang mempunyai kesempatan kenaikan

pangkat secara professional, hal ini

dikarenakan pihak manajemen rumah sakit

memberikan kebijakan promosi yang adil

bagi perawat yang berprestasi.

Hubungan Kompensasi dengan Kepuasan

Kerja

Hasil penelitian terhadap 41 responden

tentang hubungan kompensasi dengan

kepuasan kerja perawat melalui pengujian

data, menghasilkan nilai p value 0,000 atau

probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat

dikatakan Ho ditolak, atau dalam artian

terdapat hubungan antara kompensasi dengan

kepuasan kerja di RSU GMIM Kalooran

Amurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh

Mayasari (2009), bahwa terdapat hubungan

antara kompensasi dengan kepuasan kerja di

ruang rawat inap RSUD kota Semarang (nilai

p = 0,005 < 0,05) yang mana keadaan

Puskesmas dari hasil wawancara

menunjukkan adanya peningkatan

kompensasi karyawan Puskesmas Tebet.

Salah satu cara manajemen untuk

meningkatkan kepuasan kerja pegawai

adalah melalui kompensasi. Pada dasarnya

kompensasi yang diterima oleh pegawai

dibagi atas dua macam yaitu kompensasi

finansial dan kompensasi nonfinansial.

Kompensasi finansial adalah sesuatu yang

diterima oleh pegawai dalam bentuk seperti

gaji (Sunyoto, 2012).

Hubungan-hubungan kepegawaian

yang modern, upah dan gaji diharapkan

memainkan peranan yang besar dalam

mendorong pegawai untuk bekerja

(Moekijat, 2010). Hipotesis ini di kuatkan

oleh penelitian yang di lakukan oleh

Mayasari (2009) yang menyatakan terdapat

hubungan antara persepsi insentif dengan

kepuasan kerja di ruang rawat inap RSUD

kota Semarang (nilai p = 0,005 > 0,05), yang

mana dalam meningkatkan kepuasan kerja

perawat yang perlu diperhatikan bersama

salah satunya adalah pemberian insentif.

Sesuai asas kompensasi program kompensasi

(balas jasa) harus ditetapkan atas asas adil

dan layak serta dengan memperhatikan

undang-undang yang berlaku. Prinsip adil

dan layak harus mendapat perhatian dengan

sebaik-baiknya supaya balas jasa yang akan

diberikan merangsang gairah dan kepuasan

kerja pegawai (Hasibuan, 2009)

KESIMPULAN

Karakteristik perawat di RSU GMIM

Kalooran Amurang yang masa kerjanya ≥ 2

tahun, dengan jumlah responden 41 orang

menunjukkan bahwa sebagian besar perawat

berjenis kelamin perempuan, sebagian besar

berumur 25-30 tahun, lama kerja perawat

rata-rata 2-5 tahun, dan tingkat pendidikan

perawat rata-rata adalah pendidikan D3.

Untuk variabel promosi dapat disimpulkan

bahwa dalam pelaksanaan promosi di RSU

GMIM Kalooran Amurang, dapat dikatakan

baik, dan variabel kompensasi menunjukkan

responden sudah menerima kompensasi yang

diberikan rumah sakit. Berdasarkan uraian

dan analisa data, maka dapat ditarik

kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Ada 56,1% Perawat RSU GMIM

Kalooran Amurang yang

mengatakan pelaksanaan promosi

sudah baik.

2. Ada 68,3% Perawat RSU GMIM

Kalooran Amurang yang

Page 36: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

35

mengatakan pelaksanaan

kompensasi sudah baik.

3. Ada 63,4 % perawat RSU GMIM

Kalooran Amurang yang

mengatakan sudah puas dengan

kepuasan kerja mereka.

4. Terdapat hubungan bermakna antara

promosi dengan kepuasan kerja

perawat di RSU GMIM Kalooran

Amurang.

5. Terdapat hubungan bermakna antara

kompensasi dengan kepuasan kerja

perawat di RSU GMIM Kalooran

Amurang.

SARAN

1. Diharapkan pelaksanaan promosi di

RSU GMIM Kalooran Amurang

agar lebih ditingkatkan, sehingga

dapat meningkatkan kepuasan kerja

yang diperoleh para perawat pada

lingkungan kerjanya sendiri .

2. Diharapkan pelaksanaan kompensasi

di RSU GMIM Kalooran Amurang

untuk lebih ditingkatkan lagi,

sehingga kepuasan kerja para

perawat juga bias lebih baik lagi.

3. Bagi para pembaca, semoga dengan

referensi ini dapat di jadikan sebagai

media untuk menambah wawasan

dan tambahan informasi yang didapat

menjadi acuan dalam melakukan

penelitian-penelitian ke depan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani L. 2012. Kepuasan Kerja Perawat

pada Aplikasi Metode Tim Primer

dalam Pelaksanaan Tindakan

Asuhan Keperawatan (studi

kuantitatif di Rumah Sakit Dr.

Saiful Anwar malang). Jurnal

Aplikasi Manajemen volume 10

No 2 Juni 2012 http://

jurnaljam.ub.ac.id/index.php/jam/

article/view/433. Diakses tanggal

01 juli 2013.

Hasibuan M. 2009. Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Aksara

Mayasari A. 2009. Analisis Pengaruh

Persepsi Faktor Manajemen

Keperawatan Terhadap Tingkat

Kepuasan Kerja Perawat Di

Ruang Rawat Inap RSUD Kota

Semarang. Online. http://eprints.

undip.ac.id/16282/1/Agustina_Ma

yasari.pdf. Diakses pada tanggal

18 Juni 2013.

Moekijat. 2010. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Bandung: CV. Mandar

Maju

Sastrohadiwirjo S. 2005. Manajemen Tenaga

Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi

Aksara

Siagian S. 2011. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Soeroso S. 2003. Manajemen Sumber Daya

Manusia Di Rumah Sakit. Jakarta :

EGC

Subekhi A dan Jauhar M. 2012. Pengantar

Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Prestasi Pustaka

Sunyoto D. 2012. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Yogyakarta: CAPS

Wuryanto E. 2010. Hubungan Antara

Kualitas Kepemimpinan dan Gaya

Manajemen Dengan Kepuasan

Kerja Perawat di Rumah Sakit

Umum Daerah Tugurejo

Semarang. Jurnal Keperawatan

volume 3 No 2, September

http://jurnal.unimus.

ac.id/index.php/FIKkeS/article/do

wnload/354/390. Diakses tanggal

01 juli 2011.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN

PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA PELAJAR PUTRI SMA NEGERI 9

MANADO

Page 37: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

36

Meyni Rembang*, Franckie R.R Maramis

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Univrsitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Leucorhea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan kepada

cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah. Semua wanita dengan segala

umur dapat mengalami keputihan berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita

menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan. Lebih dari 70% wanita indonesia

mengalami keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing kremi atau protozoa

(Trichomonas vaginalis). Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara

tingkat pengetahuandan sikap, dengan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar putri SMA

Negeri 9 Manado. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan menggunakan rancangan

penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Mei tahun 2013 di SMA

Negeri 9 Manado dengan total populasi 398 siswi dengan sampel yang diteliti berjumlah 80 siswi

kelas X dan kelas XI. Instrumen dalam penelitian yaitu menggunakkan kuisioner. Hasil dianalisa

dengan menggunakan uji Fisher Exact dengan α = 0,05.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu responden dengan pengetahuan baik tentang

keputihan sebanyak 72 (90,0) responden, dan pengetahuan kurang tentang keputihan berjumlah 8

(10,0%) responden. Berdasarkan sikap pencegahan keputihan, sikap baik berjumlah 55 (68,755%)

dan sikap tidak baik berjumlah 25 (31,25%), berdasarkan tindakan pencegahan keputihan, tindakan

pencegahan baik berjumlah 45 (56,25%) responden, dan tidak baik berjumlah 35 (43,75%)

responden.

Variabel sikap memiliki hubungan bermakna dengan tindakan pencegahan keputihan

(0,000). Sedangkan variabel pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tindakan

pencegahan keputihan (0,495).

Kata Kunci : Tindakan Pencegahan Keputihan, Pengetahuan, Sikap

ABSTRACT

Leucorhea (white discharge, fluoride albus, white) is the name given to symptoms of fluid removed

from devices that do not form genital blood. All women of every age can experience vaginal,

discharge is based on the data on women's reproductive health research shows 75% of women in

the world would suffer from vaginal discharge. More than 70% of Indonesian women experience

vaginal discharge caused by fungi and parasites such as pinworms or protozoa (Trichomonas

vaginalis). The objective of this study was to analys the relationship between knowledge and attitude

with practices of prevention of leucorrhea among female students of senior high school 9 Manado.

The study was an observational analytic study using cross-sectional design. This study was

conducted in January-May of 2013 in Senior High School 9 Manado with a total population of 398

students with the studied sample was 80 students of class X and class XI. Instrument used in the

study was questionnaires. Data were analyzed using Fisher's Exact test with CI of 95% the

sicnificance level of 5% (α = 0,05).

The results showed that respondents who had good knowledge were as many as 72 (90,0%)

respondents and 8 (10%) respondents had poor knowledge on leucorrhea. In ternt of attitude there

were 55 (69%) respondents had good attitude while 25 (31%) respondents had poor attitude of

leucorrhea. Furthermore, 45 (56%) respondents were good in act of preventing leucorrhea where

as 35 (44%) respondents were not.

Biivariate analysis indicated that attitude variable was related with prevention action (P

= 0,000) however, knowledge variable was not related with prevention action on leucorrhea (P=

0,724). In conclusion knowledge has no relationship with prevention practices but attitude has

relationship with prevention practices on leucorrhea.

Keywords : Leucorhea, Knowledge, Attitude, Prevention

Page 38: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

37

PENDAHULUAN

Leucorhea (white discharge, fluor albus, keputihan)

adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan

yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak

berupa darah. Mungkin leucorhea merupakan gejala

yang paling sering dijumpai pada penderita

ginekologik; adanya gejala ini diketahui penderita

karena mengotori celananya. Dapat dibedakan antara

leukorea yang fisiologik dan leukorea yang

patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas cairan

yang kadang-kadang berupa mukus yang

mengandung banyak epitel dengan leukosit yang

jarang, sedang pada leukorea patologik terdapat

banyak leukosit. Penyebab paling penting dari

leukorea patologik ialah infeksi. Disini cairan

mengandung banyak leukosit dan warnanya agak

kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih

kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan

kavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik

(Prawirohardjo S,dkk, 2007).

Semua wanita dengan segala umur dapat

mengalami keputihan berdasarkan data penelitian

tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan

75% wanita di dunia pasti menderita keputihan.

Lebih dari 70% wanita indonesia mengalami

keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit

seperti cacing kremi atau protozoa (Trichomonas

vaginalis). Angka ini berbeda tajam dengan eropa

yang hanya 25% saja karena cuaca di indonesia yang

lembab sehingga mudah terinfeksi jamur candida

albicans yang merupakan salah satu penyebab

keputihan (Bahari, 2012). Menurut Aulia (2012) di

Indonesia 95% kasus kanker leher rahim yang terjadi

pada wanita ditandai dengan keputihan. Selain itu,

keputihan tidak mengenal usia. Cuaca lembab juga

ikut mempengaruhi terjadinya keputihan. Keputihan

yang dibiarkan bisa merembet ke rongga rahim

kemudian ke saluran indung telur dan sampai ke

indung telur yang akhirnya menjalar hingga ke

rongga panggul (Burhani, 2012).

Menurut Undang-Undang RI No.39 Tahun

2009 tentang Kesehatan pada pasalnya yang ke 137

ayat 1 menyebutkan bahwa Pemerintah

berkewajiban menjamin agar remaja dapat

memperoleh edukasi, informasi, dan layanan

mengenai kesehatan remaja agar mampu hidup sehat

dan bertanggung jawab. Salah satu upaya yang

dilakukan pemerintah untuk mengatasi kesehatan

reproduksi dikalangan remaja di antaranya melalui

program Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan

Reproduksi Remaja (PIK-KRR) (Undang-undang

Kesehatan, 2009). Berdasarkan data yang diperoleh

dari Dinas Pendidikan Kota Manado meengenai

jumlah remaja usia 15-24 tahun yang mendapat

penyuluhan tentang kesehatan reproduksi didapati di

kota Manado hanya 18 orang, dan dari 18 orang

tersebut dari kecamatan Malalayang hanya 2 orang

(Manado dalam Angka 2012).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas,

peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan, sikap,

dan tindakan pencegahan keputihan pada pelajar

putri di SMA Negeri 9 Manado. Dan setelah peneliti

berkonsultasi dengan pihak sekolah yaitu SMA

Negeri 9 Manado menyatakan bahwa disekolah ini

belum pernah diadakannya penelitian tentang topik

tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Survey

Analitik, dengan menggunakan pendekatan Cross

Sectional Study (Potong Lintang). Penelitian ini

dilakukan di SMA Negeri 9 Manado pada bulan

Januari-April 2012. Populasi dalam penelitian

adalah seluruh siswi kelas X dan kelas XI SMA

Negeri 9 Manado dengan jumlah populasi yaitu

sebanyak 398 orang, yang terdiri dari jumlah siswi

kelas X sebanyak 141 orang dan jumlah siswi kelas

XI sebanyak 257 orang.

Jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus:

N

n =

1 + N ( d2 )

Keterangan:

N = Besar Populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat ketepatan yang diinginkan (10%)

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah

sampel sebanyak 80 responden. Pengambilan

sampel yang akan menjadi responden dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara Cluster Random

Sampling atau pengambilan sampel acak kelompok,

dimana melakukan pembagian populasi studi

emnjadi beberapa bagian (Blok) sebagai cluster dan

dilakukan pengambilan sampel kelompok cluster

tersebut (Budiarto, 2001). Teknis pelaksanaan

Page 39: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

38

pengambilan sampel setelah membagi jumlah

sampel ke dalam dua kelompok besar sesuai dengan

tingkatan kelasnya, kemudian tahap selanjutnya

dalam pelaksanaannya pengambilan data yaitu

dengan mengambil daftar hadir dari seluruh siswi

kelas X dan XI oleh peneliti. Setelah memperoleh

daftar hadir, maka peneliti kemudian mengurutkan

daftar hadir siswi tersebut sesuai dengan jumlah

masing-masing tingkatan kelas yaitu kelas X di

urutkan 1-141, kemudian kelas XI di urutkan 1-257.

Dari data yang telah diurutkan tersebut, peneliti

kemudian melakukan undi secara acak dari masing-

masing tingkatan kelas sesuai dengan perolehan

perhitungan secara proporsional yaitu kelas X di

cabut undi secara acak sebanyak 28 orang, dan kelas

XI sebanyak 52 orang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian di SMA Negeri 9

Manado diperoleh sampel sebanyak 80 siswi yang

terdiri dari 28 siswi (35%) kelas X dan kels XI

sebanyak 52 (65%) siswi. Sebagian besar responden

dalam penelitian ini merupakan siswi dengan usia 16

tahun sejumlah 42 (52,5%) orang, kemudian

responden dengan usia 15 tahun sejumlah 28 (35%)

orang, diikuti dengan responden yang berusia 17

tahun sejumlah 8 (10%) orang, dan yang paling

sedikit responden dengan usia 14 tahun sejumlah 2

(2,5%) orang. Hal tersebut menunjukan bahwa

responden dalam penelitian ini terbanyak yaitu pada

usia 16 tahun dimana usia ini tergolong dalam masa

remaja pertengahan (middle adolsence).

Berdasarkan hasil skoring yang telah

ditetapkan dengan menggunakan 10 item pertanyaan

untuk mengukur variabel pengetahuan responden,

diketahui bahwa responden yang memiliki

pengetahuan baik tentang keputihan yaitu sejumlah

72 (90%) orang dan sejumlah 8 (10%) orang

pengetahuan tentang keputihannya kurang.

Data sikap pencegahan keputihan siswi

berdasarkan hasil skoring yang telah di tetapkan

dengan menggunakan 12 item pertanyaan untuk

mengukur variabel sikap pencegahan responden

dalam penelitian ini, yang memiliki sikap baik

tentang pencegahan keputihan sejumlah 65

(68,75%) orang, dan presentase siswi dengan sikap

pencegahan yang tidak baik sejumlah 25 (31,25%).

Berdasarkan hasil skoring yang telah

ditetapkan dengan menggunakan 10 item pertanyaan

untuk mengukur variabel tindakan pencegahan

responden dalam penelitian ini, hasil penelitian

tindakan pencegahan keputihan merupakan hasil

akumulasi dari 10 pertanyaan tindakan pencegahan,

dimana yang memiliki tindakan pencegahan

keputihan baik sejumlah 45 (56,25%), dan yang

memiliki tindakan pencegahan tidak baik sejumlah

35 (43,75%).

Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan

Tindakan Pencegahan

Tabel silang untuk melihat hubungan antara variabel

tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan

keputihan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan tindakan

pencegahan keputihan.

Pengetahuan

Tindakan Pencegahan Tota

l ρ*

Tidak Baik Baik

N % N %

Kurang 4 5,0 4 5,0 8 0,49

5 Baik 31 38,

8 41

51,

3 72

Total 35 43,

8 45

56,

3 80

* Fisher's Exact Test

Pada tabel 1 terlihat bahwa responden dengan

tingkat pengetahuan baik dengan tindakan

pencegahan baik sebanyak 41 (51,3%) responden,

sedangkan dengan pengetahuan baik dan tindakan

pencegahan tidak baik berjumlah 31 (38,8%)

responden. Kemudian untuk responden dengan

pengetahuan kurang namun dengan tindakan

pencegahan baik berjumlah 4 (5,0) responden,

sedangkan responden dengan pengetahuan kurang

dan tindakan pencegahan tidak baik berjumlah 4

(5,0) responden.

Tabel 1 menunjukan bahwa hasil uji

statistik melalui uji chi-square dengan menggunakan

bantuan software SPSS versi 19, memperoleh nilai

probabilitas sebesar 0,495 dengan tingkat kesalahan

(α) 0,05 yang berarti tidak ada hubungan bermakna

antara tingkat pengetahuan dengan tindakan

Page 40: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

39

pencegahan keputihan pada siswai di SMAN 9

Manado.

Ayiningtyas dan Suryaatmadja (2011)

dalam penelitiannya mengenai Hubungan Antara

Pengetahuan Dan Perilaku Menjaga Kebersihan

Genitalia Eksterna Dengan Kejadian Keputihan

Pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang

mengungkapkan bahwa Kejadian keputihan

dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan mengenai

kebersihan genitalia eksterna.

Hubungan antara Sikap dengan Tindakan

Pencegahan

Tabel silang untuk melihat hubungan antara variabel

Sikap dengan tindakan pencegahan keputihan dapat

dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Hubungan antara sikap dengan tindakan

pencegahan keputihan.

Sikap

Tindakan Pencegahan

Total ρ* Tidak

Baik Baik

N % N %

Tidak Baik

Baik

23

12

28,

8

15,

0

2

43

2,5

53,

8

25

0,000 55

Total 35 43,

8 45

56,

3

80

* Fisher's Exact Test

Tabel 2 menunjukan bahwa responden dengan sikap

yang baik dan memiliki tindakan pencegahan yang

baik berjumlah 43 (53,8%) responden, sedangkan

yang dengan sikap baik dan memiliki tindakan

pencegahan tidak baik berjumlah 12 (15,0%)

responden. Kemudian responden dengan sikap tidak

baik namum memiliki tindakan pencegahan baik

berjumlah 2 (2,5) responden, sedangkan yang

memiliki sikap tidak baik dengan tindakan

pencegahan tidak baik berjumlah 23 (28,8)

responden.

Tabel 2 menunjukan bahwa hasil analisis

hubungan menggunakan uji chi-square dengan

bantuan software Statistical Product For Service

Solution (SPSS) versi 19 memperoleh nilai

probabilitas sebesar 0,000 dengan tingkat kesalahan

(α) 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna

antara sikap dengan tindakan pencegahan keputihan

pada Pelajar Putri SMA Negeri 9 Manado.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian

yang telah dilakukan oleh Noer (2007) dimana

dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan

Pengetahuan Dan Sikap Remaja Puteri Tentang

Keputihan (Fluor Albus) Dengan Upaya

Pencegahannya (Studi Pada Siswi Tunas Patria

Unggaran Tahun 2007), mengungkapkan bahwa ada

hubungan sikap siswi dengan upaya pencegahan

keputihan. Demikian pula penelitian yang dilakukan

oleh Amelia, dkk (2011) dalam penelitiannya yang

berjudul Gambaran Perilaku Remaja Putri Menjaga

Kebersihan Organ Genitalia Dalam Mencegah

Keputihan mengungkapkan bahwa sikap tentang

menjaga kebersihan organ genitalia dalam mencegah

keputihan berperan penting dalam membentuk

tindakan remaja putri menjaga kebersihan organ

genitalia dalam mencegah keputihan.

KESIMPULAN

1. Responden yang memiliki pengetahuan baik

tentang keputihan sebanyak 72 orang (90,0) dan

responden dengan pengetahuan yang kurang

berjumlah 8 orang (10,0%).

2. Responden yang memiliki sikap baik berjumlah

55 orang (68,75%) dan responden dengan sikap

tidak baik berjumlah 25 orang (31,25%).

3. Responden yang memiliki tindakan pencegahan

baik berjumlah 45 orang (56,25%) dan

responden dengan tindakan pencegahan tidak

baik berjumlah 35 orang (43,75%).

4. Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan

dengan tindakan pencegahan keputihan pada

pelajar putri SMA Negeri 9 Manado.

5. Terdapat hubungan antara sikap dengan

tindakan pencegahan keputihan pada pelajar

putri SMA Negeri 9 Manado.

SARAN

1. Perlunya pihak sekolah menyediakan berbagai

informasi bersifat edukatif bagi para siswa dan

siswi berupa membentuk program Pusat

Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi

Remaja (PIK KRR) yang berhubungan dengan

organ reprooduksi dan cara menjaga kesehatan

organ reproduksi, yang diharapkan dapat

menambah pengetahuan siswi juga menjadi

Page 41: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

40

tambahan informasi tentang permasalahan

kesehatan reproduksi remaja khusunya bagi

para siswi sekolah menengah atas.

2. Perlunya dilakukan penelitian tentang faktor-

faktor lain yang mempengaruhi tindakan

pencegahan seperti persepsi, media massa,

peran orang tua, dan peran guru.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia MR, Dewi YI, Karim D. Gambaran Perilaku

Remaja Putri Menjaga Kebersihan Organ

Genitalia Dalam Mencegah Keputihan.

Program Studi Ilmu Keperawatan

Universitas Riau. (Online).

http://repository.unri.ac.id/bitstream/12345

6789/ 1880/1/

MANUSKRIP%20MELIZA%20RIZKY.p

df. Diakses pada tanggal 2 Mei 2013.

Aulia.2012.Serangan-serangan Penyakit Khas Pada

Wanita Paling Sering

Terjadi.Jogjakarta:BUKUBIRU.

Ayiningtyas,D.2011.Hubungan antara

Pengetahuan dan Perilaku Menjaga

Kebersihan Genetalia Eksterna Dengan

Kejadian Keputihan pada Siswi SMA

Negeri 4 Semarang. Tesis.Semarang:

Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro.

Badan Pusat Statistik. 2012. Katalog BPS Manado

Dalam Angka 2012. Bappeda Kota

Manado.

Bahari,H. 2012.Cara Mudah Atasi Keputihan.

Jogjakarta:BUKUBIRU

Budiarto,E. 2001. Biostatistika untuk Kedokteran

dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Burhani,F.2012.Buku Pintar Miss V:Cara Cerdas

Merawat Organ Intim

Wanita.Yokyakarta:Araska

Noer,WH. 2007. Hubungan Pengetahuan dan Sikap

Dengan Remaja Putri Tentang Keputihan

(Fluor Albus) Dengan Upaya

Pencegahannya (Studi Pada Siswi SMA

Tunas Patria Ungaran Tahun 2007.

(Online).

http://eprints.undip.ac.id/4320/1/3256.pdf .

Diakses pada tanggal 2 Mei 2013.

Prawirohardjo S, dkk. 2007. Ilmu

Kandungan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

.Undang-Undang Kesehatan. 2009.

Bandung:Fokusmedia.

Page 42: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

41

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI ANAK

KELAS 4 DAN 5 SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN MAASING KECAMATAN

TUMINTING KOTA MANADO Martha Lidya Bawuoh*, Nancy S.H. Malonda*, Nita Momongan*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Saat ini dunia tengah mengalami masalah gizi ganda yaitu kekurangan dan kelebihan gizi. Masalah

gizi juga terjadi pada anak usia sekolah. Secara garis besar masalah pada anak merupakan dampak

dari ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dan keluaran zat gizi. Kekurangan zat gizi pada

anak dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap

penyakit. Kelebihan asupan pada anak dapat menyebabkan kelebihan berat badan yang nantinya

menjadi faktor risiko penyakit degeneratif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan

antara asupan energi dengan status gizi anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing

Kecamatan Tuminting Kota Manado.

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang

dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Agustus 2013 di SDN 83 dan 122 Manado

Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Penelitian ini menggunakan formulir

food recall 24 jam, food model, program nutrisurvey, timbangan berat badan, alat ukur tinggi badan

microtoice analisis data menggunakan program SPSS versi 19. Pengolahan data dengan uji

Spearman Rank dengan α=0,05.

Hasil uji menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan status

gizi BB/U maupun BB/TB dengan nilai p masing-masing sebesar 0,887 dan 0,280. Peneliti

menyarankan bagi Puskesmas Tuminting untuk mengadakan tindakan KIE (Komunikasi, Informasi,

dan Edukasi) gizi bagi anak SDN 83 dan 122 Manado dan perlunya pemantauan status gizi secara

rutin di setiap sekolah di Kelurahan Maasing.

Kata Kunci : Asupan Energi, Status Gizi, Anak Sekolah Dasar

ABSTRACT

Today the world is facing multiple nutritional problems as lack and excess nutrients. Nutritional

problems also occur in school-age children. Broadly speaking, the problem in children is the impact

of the imbalance between nutrient intake and output of nutrients. Malnutrition in children can cause

delayed growth, lowers the body's resistance to disease. Excess intake in children can lead to excess

weight will be a risk factor for degenerative diseases. This study aimed to analyze the relationship

between energy intake and nutritional status 4th and 5th graders at the Village Elementary School

District Maasing Tuminting Manado City.

This study was an observational analytic cross sectional study conducted in January to

August 2013 in SDN 83 and 122 Village Maasing Manado Manado District Tuminting. This study

uses a 24-hour food recall form, food models, nutrisurvey program, weight scales, height measuring

devices microtoice data analysis using SPSS version 19. Processing the data with the Spearman

Rank test with α = 0.05.

The test results show that there is no relationship between energy intake and nutritional

status BB / U or BB / TB with p values respectively 0.887 and 0.280. Researchers suggest for health

centers to conduct action Tuminting CIE (Communication, Information, and Education) nutrition

for children SDN 83 and 122 Manado and the need for routine monitoring of nutritional status in

every school in the Village Maasing.

Keywords: Energy Intake, Nutritional Status, Primary School Children

Page 43: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

42

PENDAHULUAN

Saat ini dunia tengah menghadapi masalah

gizi ganda yaitu kekurangan dan kelebihan

gizi. Kekurangan gizi yaitu kekurangan

vitamin A (KVA), anemia gizi besi (AGB),

gangguan akibat kekurangan yodium

(GAKY) dan kekurangan energi protein

(KEP), sedangkan masalah kelebihan gizi

yang kini dihadapi ialah masalah

obesitas.Kini terdapat lebih banyak orang

yang memiliki berat badan berlebih

dibandingkan dengan gizi kurang di seluruh

dunia (Barasi, 2007).

Masalah gizi juga terjadi pada anak

usia sekolah. Menurut Pudjiadi (2005), anak

usia sekolah adalah anak yang berumur 7-12

tahun. Masalah gizi anak sekolah merupakan

masalah kesehatan yang menyangkut masa

depan dan kecerdasan (Nur’aini dan Wiyono,

2012). Masalah gizi pada anak secara garis

besar merupakan dampak dari

ketidakseimbangan antara asupan dan

keluaran zat gizi, yaitu asupan yang melebihi

keluaran ataupun sebaliknya (Arisman,

2009). Kekurangan zat gizi pada anak dapat

menyebabkan keterlambatan pertumbuhan,

menurunkan daya tahan tubuh terhadap

penyakit infeksi dan perkembangan kognitif

yang buruk (Gibney, 2009). Besarnya asupan

pada anak yang tidak diimbangi dengan

aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan

berat badan pada anak. Kelebihan berat badan

pada anak dapat meningkatkan risiko terkena

berbagai penyakit kronis seperti diabetes

melitus, hipertensi, penyakit jantung dan

stroke (Almatsier, 2009). Anak yang sehat

akan mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang normal dan sesuai

standar pertumbuhan fisik anak pada

umumnya dan memiliki kemampuan sesuai

standar kemampuan anak seusianya (Adriani

dan Wirjatmadi, 2012).

Data dari WHO (World Health

Organization) menunjukkan bahwa pada

tahun 2010, sekitar 43 juta anak mengalami

obesitas dan 35 juta anak diantaranya ada di

negara berkembang (Kompas, 2012). Hasil

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010

menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada

anak umur 6-12 tahun secara nasional sebesar

9,2%, sementara anak yang mengalami

obesitas di Sulawesi Utara sebesar 6,4%.

Menurut hasil Riskesdas 2010 terdapat 7,6%

anak Indonesia berumur 6-12 tahun berstatus

gizi kurus, sedangkan di Sulawesi Utara

terdapat 5,4% anak umur 6-12 tahun berstatus

gizi kurus. Angka anak berstatus gizi kurus di

Sulawesi Utara ini berada di bawah rata-rata

tingkat nasional.

Pola makan dan gaya hidup sehat

secara umum diketahui sebagai prasyarat

bagi kesehatan, yang didefinisikan sebagai

usaha memajukan kualitas hidup,

kesejahteraan, dan pencegahan terhadap

penyakit terkait dengan gizi (Barasi, 2007).

Kebutuhan gizi antar anak berbeda. Hal ini

ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh,

pola aktivitas, dan kecepatan tumbuh

(Almatsier dkk, 2011). Kekurangan gizi pada

anak berakibat pada tumbuh kembang dan

akan menurunkan kualitas sumberdaya

manusia (Nyamin dkk, 2010). Sementara itu,

pola makan pada anak-anak dan remaja

khususnya di kota besar mengalami

kecenderungan untuk makan makanan

dengan kalori yang berlebihan menyebabkan

kelebihan berat badan dan obesitas pada anak

meningkat (Nuryanto dkk, 2009).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

tertarik untuk mengetahui apakah ada

hubungan antara asupan energi dengan status

gizi anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar di

Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting

Kota Manado.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional analitik

dengan pendekatan cross sectional (potong

lintang) yang menganalisis hubungan asupan

energi dengan status gizi pada anak kelas 4

dan 5 Sekolah Dasar di Kelurahan Maasing

Kecamatan Tuminting Kota Manado yang

dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus

tahun 2013 di SDN 83 dan 122 Manado.

Populasi berjumlah 86 orang dan sampel

berjumlah 61 orang. Sampel yang telah

diambil harus memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi yaitu mampu berkomunikasi dengan

baik dan bersedia menjadi responden

penelitian serta kriteria eksklusi yaitu sakit

dalam waktu 2 minggu terakhir.

Penelitian ini menggunakan

kuesioner untuk karakteristik responden,

formulir food recall 24 jam, food model,

program nutrisurvey, timbangan berat badan,

mikrotois, dan program SPSS versi 19

sebagai instrumen penelitian. Analisis data

menggunakan uji Spearman Rank dengan

α=0,05. Data primer dalam penelitian ini

melipiuti karakteristik subjek penelitian, data

konsumsi harian, serta data tinggi dan berat

badan, sementara data sekunder dalam

penelitian ini berupa jumlah seluruh siswa di

SDN 83 dan 122 Manado dan tingkat

pendidikan dan pekerjaan orangtua.

Page 44: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

43

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebanyak 62,3% responden berjenis kelamin

perempuan dan 37,7% lainnya berjenis

kelamin laki-laki. selanjutnya untuk umur 8

tahun sebesar 6,6%, 9 tahun 29,5%, 10 tahun

sebesar 36,1%, 11 tahun 18% dan 12 tahun

9,8%. Distribusi responden berdasarkan kelas

yaitu kelas 4 sebanyak 47,5% dan kelas 5

52,5%. Berdasarkan pekerjaan ayah,

distribusi responden yaitu pegawai 3,3%,

wiraswasta sebanyak 72,2% dan

nelayan/buruh sebanyak 15%, sedangkan

untuk pekerjaan ibu sebesar 100% ibu dari

responden adalah ibu rumah tangga.

Berdasarkan pendidikan terakhir ayah dari

responden, distribusi dari yang terbesar

sampai terkecil adalah SD (41%), tidak

pernah sekolah (27,9%), SMP (16,4%) dan

SMA (14,8%). Menurut pendidikan terakhir

ibu dari responden, yang tidak pernah sekolah

sebanyak 44,3%, yang SD 18%, SMP 9,8%

dan SMA sebanyak 27,9%. Sebanyak 39,3%

anak berasupan energi baik. Hal ini dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan

Asupan Energi

Asupan energi n %

Defisit 7 11,5

Kurang 10 16,4

Sedang 20 32,8

Baik 24 39,3

Total 61 100

Berdasarkan indeks BB/U, sebanyak 85,2%

anak berstatus gizi baik. Hal ini dapat dilihat

pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan

Status Gizi BB/U

Status Gizi n %

Gizi Buruk 0 0

Gizi Kurang 7 11,5

Gizi Baik 52 85,2

Gizi Lebih 2 3,3

Total 61 100

Berdasarkan indeks BB/TB, terdapat 91,8%

anak berstatus gizi normal. Ini bisa dilihat

dari tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan

Status Gizi BB/TB

Status Gizi n %

Sangat Kurus 0 0

Kurus 3 4,9

Normal 56 91,8

Gemuk 2 3,3

Total 61 100

Hasil uji Spearman Rank menunjukkan

bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara asupan energi dengan status

gizi BB/U anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar

di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting

Kota Manado. Selengkapnya dapat dilihat

pada tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Hubungan Antara Asupan Energi

dengan Status Gizi BB/U

Variabel r p

Asupan

energi 0,019 0,887

Status gizi

BB/U

Hasil uji Spearman Rank juga menunjukkan

bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara asupan energi dengan status

gizi BB/TB anak kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar

di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting

Kota Manado. Hal ini dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 5. Hubungan Antara Asupan Energi

dengan Status Gizi BB/TB

Variabel r p

Asupan

energi -0,141 0,280

Status gizi

BB/TB

Hasil penelitian menggunakan uji Spearman,

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara asupan energi dengan status gizi

BB/U. Hal yang sama juga terjadi pada

asupan energi dan status gizi BB/TB. Asupan

energi tidak memiliki hubungan yang

signifikan dengan status gizi BB/TB. Serupa

dengan hasil penelitian yaitu hasil dari

penelitian yang dilakukan oleh Nur’aini dan

Wiyono (2012) dengan judul hubungan

antara asupan energi, protein dan infeksi

kecacingan dengan status gizi anak usia

sekolah dasar di daerah kumuh di Kelurahan

Angke Kecamatan Tambora Kota Jakarta.

Hal ini mungkin dikarenakan oleh kelemahan

salah satu metode yang digunakan dalam

penentuan status gizi yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu metode recall 24 jam,

Page 45: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

44

yang memiliki kelemahan seperti ketepatann

daya ingat, kejujuran responden dan

kekeliruan peneliti dalam menafsirkan

ukuran rumah tangga ke dalam ukuran berat

(gram) sehingga tidak dapat menggambarkan

asupan sehari-hari. Hasil penelitian ini

berbeda dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Pahlevi dan Indarjo (2012).

Penelitian yang dilakukan pada anak kelas

4,5 dan 6 di Sekolah Dasar 02 Ngresep

Banyumanik ini menemukan bahwa asupan

energi berpengaruh pada status gizi BB/U.

Dalam keadaan normal di mana

keadaan kesehatan baik dan keseimbangan

antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi

terjamin, maka berat badan berkembang

mengikuti pertumbuhan umur karena sifat

berat badan yang sangat labil (Adriani dan

Wiratmadji, 2012). Berat badan memberikan

gambaran massa tubuh, dimana massa tubuh

sangat sensitif terhadap perubahan-

perubahan mendadak seperti terserang

penyakit infeksi. Dari penelitian ini

ditemukan bahwa ada 2 orang responden

yang berstatus gizi lebih dan 7 orang

berstatus gizi kurang. Dalam studi jangka

panjang, berat badan berlebih pada anak

dapat menurunkan umur harapan hidup

karena dapat merupakan cikal bakal

terjadinya penyakit degeneratif seperti

kardiovaskuler yang dapat timbul sebelum

atau sesudah masa dewasa (Nuryanto dkk,

2009). Penelitian yang dilakukan Mihardja

(2007) di Kecamatan Menteng Jakarta Pusat.

mendapatkan hasil bahwa obesitas juga

berpengaruh terhadap penyakit kolesterol.

KESIMPULAN

Data yang diperoleh menunjukkan ada 7

orang anak dengan tingkat asupan energi

defisit, 10 anak berasupan energi kurang, 20

orang anak berasupan energi sedang dan 24

anak lainnya berasupan energi baik.

Berdasarkan pengukuran status gizi

berdasarkan indeks pengukuran BB/U

terdapat 7 orang responden berstatus gizi

kurus, 52 orang bergizi baik, dan 2 orang

bergizi lebih. Menurut indeks pengukuran

BB/TB terdapat 3 orang responden berstatus

gizi kurus, 56 orang responden berstatus gizi

normal dan 2 orang responden berstatus gizi

gemuk. Tidak terdapat anak berstatus gizi

buruk dalam penelitian ini, dan tidak terdapat

hubungan antara asupan energi dengan status

gizi anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar di

Kelurahan Maasing.

SARAN

Disarankan bagi SDN 83 dan 122 untuk perlu

mengadakan tindakan KIE (Komunikasi,

Informasi dan Edukasi) gizi mengenai

pentingnya mengkonsumsi makanan

seimbang bagi anak usia sekolah serta

perlunya diadakan penelitian lanjutan guna

meneliti faktor-faktor lain yang berpengaruh

terhadap status gizi di SDN 83 dan 122

Manado yang tidak diteliti dalam penelitian

ini.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2009) Prinsip Dasar Ilmu

Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Almatsier, S., Soetardjo, S., & Soekatri, M.

(2011) Gizi Seimbang Dalam Daur

Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Arisman. (2009) Buku Ajar Ilmu Gizi. Gizi

Dalam Daur Kehidupan. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC.

Barasi, M. (2009) At a Glance Ilmu Gizi.

Jakarta: Erlangga.

Gibney, MJ., Margetts, BM., Kearney, J.M.,

& Arab, L. (2009) Gizi Kesehatan

Masyarakat. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Kompas. (2012) Anak-anak di Dunia Kian

Gemuk, [Intertnet]. Tersedia

dalam

<http://health.kompas.com/read/2

012/04/07/anak.anak.di.dunia.kia

n.gemuk> [diakses 24 mei 2013].

Mirhadja, L., Suharyanto, F., Ghani, L.,

Kusumawardhani, N., Pratiwi, D.,

Adimunca, C., Sulistyowati.,

Nainggolan, O., Raflizar. &

Magdarina. (2007) Penanganan

Kegemukan Pada Anak Sekolah

Dasar di Kecamatan Menteng

Jakarta Pusat Melalui Usaha

Kesehatan Sekolah dan

Penyertaan Peran Orang Tua.

Jurnal Media Litbang Kesehatan,

Vol. XVII No. 3, Hal. 1-9.

Nur’aini, F. & Wiyono, S. (2012) Hubungan

Antara Asupan Energi, Protein,

dan Infeksi Kecacingan Dengan

Status Gizi Anak Usia Sekolah

Dasar di Daerah Kumuh Perkotaan

RW 10 Kelurahan Angke

Kecamatan Tambora Jakarta

Barat. Jurnal Penelitian Sanitas,

Vol.6 No.2 Hal. 177-187.

Nuryanto., Podojoyo. & Yulianto. (2009)

Studi Prevalensi Masalah Gizi

Page 46: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

45

Ganda Anak Sekolah Dasar Dan

Madrasah Ibtidaiyah Di Kota

Lubuklinggau. Jurnal

Pembangunan Manusia,

[Internet], Vol.9 No.3. Tersedia

dalam:

<http://balitbangnovda.sumselpro

v.go.id/data/download/201301081

72329.pdf&ei=yypeubmohmokigf

mx4cwaw&usg=afqjcnezaw9oo8

m0n_zugzguva3edcs5zw&sig2=jf

jna9ge8g2p2tkycav-

q&bvm=bv.48705608,d.agc>

[diakses 23 April 2013].

Nyamin, Y., Saha, D. & Rahmawati, F.

(2010) Pertumbuhan Fisik Anak

Sekolah Dasar di Kecamatan

Kahayan Tengah Kabupaten

Pulang Pisau. Jurnal Forum

Kesehatan Media Publikasi

Kesehatan Ilmiah, Vol. 1 No. 1

Hal. 12-19.

Pahlevi, A. & Indarjo S. (2012) Determinan

Status Gizi Pada Siswa Sekolah

Dasar. Jurnal Kemas, [Internet]

Vol.7 (2) hal 116-120. Tersedia

dalam

<http://journal.unnes.ac.id/nju/ind

ex.php/kemas/article/view/1770>

[diakses tanggal 15 Mei 2013].

Pudjiadi, S., (2005) Ilmu Gizi Klinis Pada

Anak Edisi Keempat. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Supariasa, I.D.N., Bakri, B. & Fajar. (2012).

Penilaian Status Gizi. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS KEMA

KECAMATAN KEMA KABUPATEN MINAHASA UTARA

Page 47: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

46

Roy Weku*, Joy A. M. Rattu*, Gene Kapantow*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan di

tingkat dasar, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, memuaskan sesuai

standar yang telah ditentukan. Nilai pemanfaatan Puskesmas sangat ditentukan oleh peran serta

masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan maupun faktor Puskesmas itu sendiri sebagai

penyedia pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini ialah menganalisis hubungan antara tingkat

pengetahuan, sikap masyarakat dan status pekerjaan masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas Kema.

Penelitian adalah bersifat survei analitik dengan rancangan cross-sectional study. Sampel

dalam penelitian ini berjumlah 99 responden, dengan pengambilan sampel secara two stage cluster

sampling. Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Data diperoleh dari data primer dan data

sekunder. Analisis data dalam penelitian ini bersifat univariat dan bivariat. Uji statistik yang

digunakan yaitu Chi-Square. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang

pelayanan kesehatan dikategorikan baik; sikap masyarakat tentang pelayanan kesehatan

masyarakat dikategorikan baik; sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan; hubungan antara

tingkat pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai siginifikan sebesar

0,002; hubungan antara sikap dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai signifikan

sebesar 0,000; hubungan antara status pekerjaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan

mempunyai nilai signifikan sebesar 1,000.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat

pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan; ada hubungan antara sikap dan pemanfaatan

pelayanan kesehatan; dan tidak ada hubungan antara status pekerjaan dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan. Berdasarkan kesimpulan, disarankan agar meningkatkan sosialisasi program melalui

penyuluhan kepada masyarakat dan diharapkan masyarakat meningkatkan pemanfaatan pelayanan

kesehatan yang ada di Puskesmas.

Kata Kunci: Pemanfaatan Puskesmas, Tingkat Pengetahuan, Sikap, Status Pekerjaan.

ABSTRACT

Community Health Center as one of the health service facilities at basic level, it is expected to give

qualified health service, satisfying to determined standards. The value of Community Health Center

utilization is determined by the role of community as user of health service and factors of Community

Health Center itself as health services provider. The aim of the study was to analyze the relationship

the level of knowledge, attitude of people and working status with Utilization of health service at

Community Health Center Kema.

This study was an analytic survey with cross-sectional design. Sample in this study was 99

respondents, with two stage cluster sampling method. Instruments in this study was questionnaires.

Data were obtained from primary and secondary datas. Data analysis in this study was univariate

and bivariate analysis. Statistical test used was Chi-Square test. The result of the study showed that

the knowledge of people on health service was in good category; attitude of people on community

health service was in good category; most of people have a job; the relationship between knowledge

level and utilization of health service has a sifnificance value of 0.002; the relationship between

attitude and utilization of health service has a significance value of 0.000; the relationship between

working status and utilization of health service has a significance value of 1.000.

Based on the study, it can be concluded that there is a relationship between knowledge

and utilization of health services; there is a relationship between attitude and utilization of health

service; there is no relationship between working status and utilization of health service. Based on

the conclusion, it can be suggested to improve the program socialization through elucidation to

people and it is expected in order that people improve the utilization of health service at Community

Health Center.

Keywords: Utilization of Health Center, Level of Knowledge, Attitude, Work Status.

Page 48: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

47

Page 49: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

48

PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan di Indonesia dalam

tiga dekade ini dilaksanakan secara

berkesinambungan dan telah cukup berhasil

meningkatkan derajat kesehatan, namun upaya

besar negara Indonesia dalam meningkatkan

derajat kesehatan masih perlu untuk

ditingkatkan. Meningkatkan daya juang

pembangunan merupakan modal utama

pembangunan kesehatan nasional. Tinjauan

kembali terhadap kebijakan pembangunan

kesehatan telah menjadi hal yang penting dan

harus dilakukan (Adisasmito, 2010).

Upaya pelayanan kesehatan

merupakan langkah yang tepat dan sangat

berpengaruh dalam menentukan peningkatan

derajat kesehatan. Menurut Azwar (1996) agar

pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan

yang diinginkan maka persyaratan yang harus

dipenuhi adalah tersedia dan

berkesinambungan, dapat diterima dan wajar,

mudah dicapai dan mudah dijangkau serta

bermutu. . Sebagai akibat perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran kelima

persyaratan di atas sering tidak terpenuhi,

karena telah terjadi beberapa perubahan dalam

pelayanan kesehatan.

Berdasarkan Undang-undang

Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009

tentang Kesehatan bahwa fasilitas kesehatan

adalah suatu alat dan/atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan

pemerintah, pemerintah daerah dan/atau

masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) sebagai salah satu sarana

pelayanan kesehatan di tingkat dasar,

diharapkan memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu, memuaskan sesuai standar yang

telah ditentukan.

Di Indonesia tersebar 9.321

Puskesmas, 170 Puskesmas yang ada di

Provinsi Sulawesi Utara dan 10 Puskesmas

yang tersebar di Kabupaten Minahasa Utara

(Kemenkes, 2012).

Puskesmas Kema merupakan salah

satu Puskesmas yang ada di Kabupaten

Minahasa Utara yang dibangun tahun 1984

yang bertempat di Desa Kema II dengan

wilayah kerja meliputi 9 desa antara lain: Desa

Kema I, Kema II, Kema III, Lansot, Lilang,

Waleo, Makalisung, Tontalete dan Tontalete

Rok-rok dengan luas wilayah 10.408 Km2

jumlah penduduk sebesar 14.730 jiwa, dengan

jumlah KK sebanyak 4.136 (Profil Puskesmas

Kema, 2011).

Data dari Puskesmas Kema dalam 2

Tahun terakhir dapat dilihat perbandingan

pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.

Tahun 2010 terdapat 17. 067 kunjungan,

dengan kunjungan rawat jalan umum sebanyak

10.203, kunjungan Askes sebesar 2.264, dan

kunjungan Gakin sebesar 4.600 (Profil

Puskesmas Kema, 2010), sedangkan pada

Tahun 2011 jumlah kunjungan yaitu 15.700,

dengan kunjungan rawat jalan umum sebesar

9.173, kunjungan Askes sebesar 1.859 dan

kunjungan Gakin sebesar 4.668 (Profil

Puskesmas Kema, 2011). Disimpulkan bahwa

dari jumlah kunjungan selama dua tahun

terakhir (2010-2011) terjadi penurunan jumlah

kunjungan yang berdampak pada penurunan

jumlah pemanfaatan pelayanan di Puskesmas

Kema sebesar ± 8 %.

Berdasarkan profil Puskesmas Kema

tahun 2010-2011, angka kesakitan tahun 2010

sebanyak 7431 kasus dan untuk tahun 2011

sebanyak 8070 kasus. Data ini menunjukan

bahwa terjadi peningkatan angka kesakitan

sebesar 7,99 %.

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Tombi (2012) terhadap 305

responden, mengenai hubungan karakteristik

masyarakat Kelurahan Sindulang 1 dengan

pemanfaatan Puskesmas Tuminting didapati

bahwa Tingkat pengetahuan memiliki

hubungan dengan pemanfaatan Puskesmas

Tuminting, dengan nilai p sebesar 0,009 (p<a).

Berdasarkan data pemanfaatan

Puskesmas Kema, data angka kesakitan

(morbidity rate), dan beberapa penelitian yang

ada, menjadikan peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai faktor-faktor

yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara

dengan variabel bebas antara lain, tingkat

pengetahuan, sikap masyarakat, dan status

pekerjaan masyarakat sedangkan variabel

terikat yakni pemanfaatan pelayanan kesehatan

di Puskesmas Kema.

METODE

Jenis Penelitian yang dipakai adalah penelitian

survei analitik dengan menggunakan

pendekatan cross sectional atau potong lintang.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Kema, yang

Page 50: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

49

dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan

April 2013. Populasi dalam penelitian ini

adalah semua Kepala Keluarga yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Kema yang terdiri

dari 9 Desa yakni: Desa Kema 1, Kema 2,

Kema 3, Lansot, Lilang, Waleo, Makalisung,

Tontalete dan Tontalete Rok-rok dengan luas

wilayah 10.408 Km2 dengan jumlah penduduk

sebesar 14.730 jiwa, dengan jumlah kepala

keluarga sebanyak 4.136. Target Populasinya

adalah keluarga yang tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Kema yang memanfaatkan dan

yang tidak memanfaatkan Puskemas Kema.

Pengambilan sampel penelitian ini,

menggunakan rumus yang dikutip dari Suryono

(2011), sebagai berikut:

n=N

1+(N x d2 )

Keterangan:

N = besar populasi

n = besar sampel

d2 = presisi (10%)

perhitungan sampel diambil berdasrkan data

jumlah kepala keluarga wilayah kerja

Puskemas Kema, yaitu sebanyak 4.136 KK,

sehingga ditetapkan sampel penelitian sebagai

berikut:

n =N

1+(N x d2 )

n =4136

1+(4236 x 0,12 )

n =4136

1+(4136 x 0,01 )

n =4136

42,36 = 97,63

= 99 responden

Penentuan sampel yang akan diambil dengan

menggunakan teknik pengambilan sampel

secara Two Stage Cluster Sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel secara acak pada

kelompok individu dalam populasi yang terjadi

secara alamiah, misalnya berdasarkan wilayah

penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2008).

Wilayah kerja Puskesmas Kema secara Cluster

diambil total dari jumlah desa yakni 9 desa

yakni, desa Kema I, Kema II, Kema III, Lansot,

Lilang, Waleo, Makalisung, Tontalete dan

Tontalete Rok-rok, kemudian dilanjutkan

dengan teknik Simple Random Sampling di

masing-masing desa. Berdasarkan jumlah

responden maka tiap desa diambil masing-

masing 11 responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

di Puskesmas Kema. Tabel 4.11 Hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas Kema.

Tabel 4.11 yang menghubungkan antara

pengetahuan dan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas menunjukan bahwa

yang memiliki pengetahuan baik dengan status

memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas sebanyak 41 (62,12%) responden,

sedangkan responden yang memiliki

pengetahuan baik namun tidak memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 25

(37,88%) responden. Kemudian untuk

responden dengan pengetahuan kurang baik

namun memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas sebanyak 9 (27,27%) responden,

sedangkan responden dengan pengetahuan

yang kurang baik dan tidak memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 24

(72,73%) responden. Perhitungan

menggunakan uji chi-square dengan bantuan

program Statistical Product For Service

Solution (SPSS) versi 19 menghasilkan nilai

probabilitas sebesar 0,002 dengan tingkat

kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan hasil tersebut,

dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan

antara tingkat pengetahuan dengan

Pemanfaatan

Puskesmas

Pengetahuan

Baik Kurang

Baik

n % n %

Memanfaatkan

Tidak

Memanfaatkan

41

25

62,

12

37,

88

9

2

4

27,27

72,73

Total 66 100 3

3

100

Uji X2 (α = 0,05) df

=1 p value = 0,002

Page 51: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

50

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesma

Kema.

Hubungan antara sikap masyarakat dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas Kema Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara

Tabel 4.12 Hubungan antara sikap masyarakat

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas Kema.

Data pada Tabel 4.12 yang menghubungkan

antara sikap masyarakat dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan di Puskesmas menunjukan

bahwa responden dengan sikap baik dan

memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas sebanyak 47 (88,68%) responden,

sedangkan responden dengan sikap baik namun

tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas sebanyak 6 (11,32%) responden.

Kemudian untuk responden dengan sikap

kurang baik namun memanfaatkan pelayanan

kesehatan di Puskesmas sebanyak 3 (6,52%)

responden, sedangkan responden dengan sikap

kurang baik dan tidak memanfaatkan pelayanan

kesehatan di Puskesmas sebanyak 43 (93,48%)

responden. Perhitungan menggunakan uji chi-

square dengan bantuan program Statistical

Product For Service Solution (SPSS) versi 19

menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,000

dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan

hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat

hubungan antara sikap masyarakat dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesma

Kema.

Hubungan antara status pekerjaan

masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas Kema Kecamatan

Kema Kabupaten Minahasa Utara

Tabel 4.13 Hubungan antara status pekerjaan

masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas Kema.

Data pada Tabel 4.13 di atas yang

menghubungkan antara status pekerjaan

masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas menunjukan bahwa

responden dengan status bekerja dan

memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas sebanyak 40 (50,00%) responden,

sedangkan responden dengan status bekerja

namun tidak memanfaatkan pelayanan

kesehatan di Puskesmas sebanyak 40 (50,00%)

responden. Kemudian untuk responden dengan

status tidak bekerja namun memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas sebanyak 10

(52,63%) responden, sedangkan responden

dengan status tidak bekerja namun tidak

memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas sebanyak 9 (43,37%) responden.

Perhitungan menggunakan uji chi-square

dengan bantuan program Statistical Product

For Service Solution (SPSS) versi 19

menghasilkan nilai probabilitas sebesar 1,000

dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Berdasarkan

hasil tersebut, dapat dinyatakan bahwa tidak

terdapat hubungan antara status pekerjaan

masyarakat dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesma Kema.

KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan masyarakat

mengenai pelayanan kesehatan di

Puskesmas Kema dikategorikan baik,

dimana tingkat pengetahuan baik

sebanyak 66 responden sedangkan dengan

tingkat pengetahuan kurang baik

sebanyak 33 responden.

2. Sikap masyarakat mengenai pelayanan

kesehatan di Puskesmas Kema

dikategorikan baik, dimana sikap baik

sebanyak 53 responden dan kurang baik

sebanyak 46 responden.

Pemanfaatan

Puskesmas

Sikap

Baik Kurang

Baik

n % n %

Memanfaatkan

Tidak

Memanfaatkan

47

6

88,68

11,32

3

43

6,52

93,48

Total 53 100 46 100

Uji X2 (α =

0,05) df=1 p value = 0,000

Pemanfaatan

Puskesmas

Status Pekerjaan

Bekerja Tidak

Bekerja

n % n %

Memanfaatkan

Tidak

memanfaatkan

40

40

50,00

50,00

10

9

52,63

43,37

Total 80 100 19 100

Uji X2 (α =

0,05) df=1 value = 1,000

Page 52: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

51

3. Masyarakat Kema rata-rata telah memiliki

pekerjaan, dimana status bekerja

sebanyak 80 responden dan yang tidak

bekerja sebanyak 19 responden.

4. Masyarakat Kema rata-rata sudah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas Kema, dimana responden

yang memanfaatkan Puskesmas sebanyak

50 responden dan yang tidak

memanfaatkan sebanyak 49 responden.

5. Terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan masyarakat dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas Kema Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara, dimana nilai

p = 0,002 < 0,05.

6. Terdapat hubungan antara sikap

masyarakat dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Kema

Kabupaten Minahasa Utara, dimana nilai

p = 0,000 < 0,05.

7. Tidak terdapat hubungan antara status

pekerjaan masyarakat dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas Kema Kecamatan Kema

Kabupaten Minahasa Utara, dimana p =

1,000 > 0,05.

SARAN

Saran dari hasil penelitian ini yang perlu

dijadikan pertimbangan anatara lain:

1. Bagi Puskesmas Kema

Meningkatkan sosialisasi program kepada

seluruh masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas melalui upaya promosi

kesehatan, salah satunya dengan

melakukan program penyuluhan kepada

masyarakat, khususnya mengenai

pelayanan kesehatan yang ada di

Puskesmas.

2. Bagi masyarakat

Diharapkan dapat meningkatkan

pemanfaatan pelayanan kesehatan yang

ada di Puskesmas sebagai sarana

pelayanan kesehatan dasar agar tercapai

derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tinginya.

3. Bagi dunia pendidikan dan penelitian

selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai bahan masukan untuk menambah

wawasan juga sebagai pembanding

dengan penelitian selanjutnya dengan

melihat baik dari jumlah sampel

penelitian, metode penelitian,

penambahan variabel yang lain serta

karakteristik daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Addani, A. 2008. Pengaruh Karakteristik

Masyarakat Terhadap Utilisasi

Puskesmas di Kabupaten Bireuen

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(Tesis).Medan:UniversitasSumateraUta

ra.(Online),http://repisetory.usu.ac.id/bi

stream/123456789/6663/1/047012002.p

df, diakses pada tanggal 19 januari 2013.

Adisasmito, W. 2010. Sistem Kesehatan.

Jakarta: Rajawali Pers.

Anonim, 2009. Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 36 Tahun 2009,

tentang Kesehatan. Jakarta:

Fokusmedia.

Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi

Kesehatan. Jakarta: PT Binarupa

Aksara.

Hartono, B. 2010. Promosi Kesehatan di

Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta:

Rineka Cipta.

Kemenkes, 2004. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor

128 Tahun 2004, tentang Kebijakan

Dasar Puskesmas. Jakarta.

Profil Puskesmas Kema Tahun 2011

Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa

Utara Provinsi Sulawesi Utara.

Suryono. 2011. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: Buku Kesehatan.

Syamsurizal. 2009. Hubungan pengetahuan

dan sikap keluarga terhadap

pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh

keluarga klien gangguan jiwa di Nagari

Pilubang wilayah kerja Puskesmas

Sungai Limau. (Skripsi). Universitas

Andalas. (Online).

http://repository.unand.ac.id/560.pdf,

diakses pada tanggal 15 februari 2013.

Tombi, H. 2012. Hubungan Antara

Karakteristik Masyarakat Kelurahan

Sindulang I Dengan Pemanfaatan

Puskesmas Tuminting. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Unsrat (Online)

http://fkm.unsrat.ac.id/wcontent/upload

s/2012/10/HanaTombi.pdf, diakses pada

tanggal 23 Januari 2013.

Page 53: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

52

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DAN KONSUMSI ALKOHOL

DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN POLIKLINIK UMUM DI

PUSKESMAS TUMARATAS KECAMATAN LANGOWAN BARAT KABUPATEN

MINAHASA

Diyan Oroh*, Meyer T. Egam*

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK

Hipertensi adalah penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur, yaitu mencapai 17-

21 % dari proporsi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi. Faktor pemicu/resiko penyakit hipertensi

yang dapat diubah seperti obesitas, merokok, stres, penggunaan estrogen, kurang olahraga, konsumsi

lemak, konsumsi alkohol dan garam. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara

kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas

Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten Minahasa pada

bulan Februari tahun 2013 sampai Mei tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 107 orang.

Sampel diambil secara simple random sampling (sampel acak sederhana). Data diperoleh melalui

kuesioner dan wawancara langsung. Analisis data dilakukan meliputi analisis univariat dan analisis

bivariat menggunakan uji Chi-square pada program SPSS.

Hasil uji statistik menunjukkan kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang bermakna

dengan hipertensi (p = 0,000; OR = 6,0 dan 95% CI = 2,53-14,22), begitu juga dgn konsumsi alkohol

menunjukan hubungan yang bermakna dengan hipertensi (p = 0,000; OR = 4,3 dan 95% CI 1,86-10,28).

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dan konsumsi

alkohol dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan Barat Kabupaten

Minahasa.

Kata Kunci: Kebiasaan Merokok, Konsumsi Alkohol, Hipertensi

ABSTRACT

Hypertension is the third leading cause of death in Indonesia for all ages, reaching 17-21% of the

proportion of the population and mostly undetectable. Trigger factors / risk of hypertension that can be

changed such as obesity, smoking, stress, use of estrogen, lack of exercise, consumption of fat, alcohol

and salt consumption. The study was conducted to determine the relationship between smoking habit

and alcohol consumption with the incidence of hypertension in the Health Center West Langowan

Tumaratas Minahasa district.

The study was an observational analytic cross sectional approach. The study was conducted at

the Health Center of West Langowan Tumaratas Minahasa district in February of 2013 to May of 2013.

The sample in this study amounted to 107 people. Samples were collected by simple random sampling

(simple random sampling). Data were obtained through questionnaires and direct interviews. Data

analysis includes univariate and bivariate analysis using Chi-square test in SPSS.

Statistical test results showed the risk factors of smoking habit have a significant association

with hypertension (p = 0.000; OR = 6.0 and 95% CI = 2.53 to 14.22), as well as with alcohol

consumption showed a significant association with hypertension (p = 0.000; OR = 4.3 and 95% CI 1.86

to 10.28). The conclusion of study, there is a relationship between smoking habit and alcohol

consumption with the incidence of hypertension in the Health Center West Langowan Tumaratas

Minahasa district.

Keywords: Smoking Habit, Alcohol Consumption, Hypertension

Page 54: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

53

PENDAHULUAN

Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009

Pasal 3, pembangunan kesehatan bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang

produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator

yang sering digunakan untuk mengukur derajat

kesehatan adalah angka kesakitan (morbidity),

angka kematian (mortality), status gizi, dan

angka harapan hidup.

Terjadinya pergeseran pola penyakit

menunjukan terjadinya perubahan status

kesehatan masyarakat. Keadaan tersebut

dikatakan sebagai transisi epidemiologi yakni

lebih memfokuskan aspek pergeseran pola

penyakit yang diawali wabah dan berbagai

penyakit infeksi (Penyakit Menular) bergeser

ke penyakit degeneratif (Penyakit Tidak

Menular) (Khomsan, 2003). Menurut

Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2008,

proporsi penyebab kematian oleh Penyakit

Menular (PM) di Indonesia telah menurun

sepertiganya dari 44% menjadi 28%,

sedangkan akibat Penyakit Tidak Menular

(PTM) mengalami peningkatan yang cukup

tinggi dari 42% menjadi 60%.

Hipertensi adalah penyebab kematian

utama ketiga di Indonesia untuk semua umur,

yaitu mencapai 17-21 % dari proporsi

penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi

(Depkes, 2008). Menurut Joint National

Committee (JNC) 7 (2003), hipertensi adalah

tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan

darah diastolik ≥90 mmHg pada seseorang

yang tidak sedang mengkonsumsi obat

antihipertensi (Yogiantoro, 2006). Menurut

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,

kejadian hipertensi pada usia 18 tahun ke atas

mencapai 31,7%, dimana hanya 7,2%

penduduk yang sudah mengetahui menderita

hipertensi dan dari 7,2%, hanya 0,4% penderita

yang mengkonsumsi obat hipertensi

dikarenakan cakupan diagnosis hipertensi oleh

tenaga kesehatan hanya mencapai 24%, atau

dengan kata lain sebanyak 76,0% kejadian

hipertensi dalam masyarakat memang belum

terdiagnosis.

Faktor pemicu/resiko penyakit

hipertensi dapat dibedakan menjadi faktor yang

tidak dapat diubah/dikontrol seperti umur, jenis

kelamin, riwayat keluarga dan faktor yang

dapat diubah seperti merokok, asupan garam,

konsumsi lemak, konsumsi alkohol, obesitas,

stres, penggunaan estrogen, dan kurang

olahraga (Mansjoer, 2009&Yogiantoro,2006).

Salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi

yang dapat diubah, yaitu kebiasaan merokok.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang

Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, hubungan

antara kebiasaan merokok dengan hipertensi

dibuktikan dengan kandungan nikotin dalam

rokok. Nikotin dapat menyebabkan

penyempitan pembuluh darah termasuk

pembuluh darah koroner yang memberi

oksigen pada jantung, karena penyempitan

pembuluh darah, maka jantung akan bekerja

keras, sehingga memerlukan oksigen lebih

banyak yang menyebabkan aliran darah

dipercepat dan terjadi kenaikan tekanan darah.

Negara-negara berkembang seperti di

Indonesia jumlah perokok dari waktu ke waktu

semakin meningkat. Pada tahun 2007 mencapai

34,2 kemudian pada tahun 2010 meningkat lagi

menjadi 34,7 (Depkes, 2008). Indonesia

merupakan salah satu negara dengan jumlah

perokok terbesar di dunia. Dari data World

Health Organization (WHO) pada tahun 2008,

dapat disimpulkan bahwa Indonesia menempati

urutan ketiga pada sepuluh negara perokok

terbesar dunia. Sulawesi utara merupakan salah

satu provinsi di Indonesia yang memiliki

prevalensi perokok melebihi angka rata-rata

nasional. Pada tahun 2007 prevalensi perokok

di Sulawesi Utara adalah 24,6% (Depkes,

2008), dan meningkat pada tahun 2010 menjadi

29,1%.

Faktor resiko terjadinya penyakit

hipertensi yang lain yaitu konsumsi alkohol.

Telah dibuktikan dalam penelitian sebelumnya

bahwa konsumsi alkohol setiap hari dapat

Page 55: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

54

meningkatkan tekanan darah sistolik sebesar

1,21 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar

0,55 mmHg untuk rata-rata satu kali minum per

hari (Russel dkk, 1991).

Kebiasaan minum alkohol juga telah

menjadi salah satu kebiasaan bagi masyarakat

di Sulawesi Utara. Menurut riskesdas 2007,

prevalensi masyarakat di Sulawesi Utara yang

mengkonsumsi alkohol mencapai 17,4%

melebihi angka rata-rata nasional yaitu 4,6%

(Depkes, 2008). Hal ini mungkin juga menjadi

salah satu pemicu tingginya prevalensi kejadian

hipertensi di wilayah Sulawesi Utara.

Menurut Dinkes tahun 2008, penderita

hipertensi di Sulawesi Utara mencapai 31,2 %

dan ditemukan dua wilayah dengan prevalensi

>40% yakni Kabupaten Minahasa dan Kota

Tomohon. Pada tahun 2012, penderita

hipertensi di Sulawesi utara khusus untuk kasus

baru mencapai 33.968 kasus (Dinkes Provinsi

Sulut, 2013). Pada tahun 2010 sampai 2012,

hipertensi menempati peringkat kedua sebagai

penyakit yang paling banyak ditemukan

dipuskesmas-puskesmas seluruh Kabupaten

Minahasa. Pada tahun 2012 penderita

hipertensi di Kabupaten Minahasa juga

mengalami peningkatan yang drastis yakni

mencapai 30.174 kasus, baik kasus lama

maupun kasus baru (Angka Kesakitan Dinas

Kesehatan Kab. Minahasa). Data angka

kesakitan Dinas Kesehatan Kabupaten

Minahasa menunjukkan bahwa pada tahun

2012, kasus penderita hipertensi paling banyak

ditemukan di 2 puskesmas di Langowan Barat

dengan jumlah kasus mencapai 3027 kasus,

salah satunya yaitu di Puskesmas Tumaratas.

Puskesmas Tumaratas merupakan salah

satu Puskesmas dengan 14 desa sebagai

wilayah kerja. Beberapa desa diantaranya

memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang

baik, bahkan untuk tenaga kesehatan sendiri

cukup tersedia. Status sosial ekonomi,

pendidikan, kesehatan, pemerintahan,

pekerjaan, akses transportasi, dan informasi

juga cukup baik. Namun seiring

berkembangnya jaman, pola hidup masyarakat

juga mengalami perubahan dan perkembangan

mulai dari pola makan, gaya hidup, aktivitas

fisik sampai stres. Kebiasaan merokok dan

konsumsi alkohol merupakan gaya hidup yang

semakin hari semakin menjadi kebiasaan dan

tren dikalangan masyarakat. Perubahan gaya

hidup inilah yang mungkin dapat memicu

peningkatan kasus penderita hipertensi dari

tahun ke tahun.

Berdasarkan data-data tersebut, maka

penulis merasa tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan kebiasaan

merokok dan konsumsi alkohol dengan

kejadian hipertensi pada pasien poliklinik

umum di Puskesmas Tumaratas Kecamatan

Langowan Barat Kabupaten Minahasa.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional

analitik dengan pendekatan Cross Sectional

atau potong lintang yaitu mempelajari

hubungan antara variabel dependen (hipertensi)

dan variabel independen (kebiasaan merokok

dan konsumsi alkohol) melalui pengukuran

sesaat atau hanya satu kali saja serta dilakukan

secara simultan. Desain Cross Sectional

digunakan berdasarkan tujuan penelitian, yaitu

untuk mengetahui adanya hubungan antara

perilaku merokok dan konsumsi alkohol

terhadap kejadian hipertensi pada pasien

poliklinik umum Puskesmas Tumaratas

Kecamatan Langowan Barat Kabupaten

Minahasa.

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas

Tumaratas Kecamatan Langowan Barat

Kabupaten Minahasa. Penelitian ini

dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013

sampai bulan April tahun 2013.

HASIL PENELITIAN

Distribusi karakteristik responden di

Puskesmas Tumaratas dapat dilihat pada tabel

2.

Tabel 2. Distribusi frekuensi karakteristik

responden di Puskesmas Tumaratas Kecamatan

Page 56: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

55

Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun

2013.

Karakteristik n %

Umur

40-49 tahun 45 42,06

50-59 tahun 43 40,18

60-69 tahun 14 13,08

70-79 tahun 5 4,68

Jenis Kelamin

Perempuan 46 42,9

Laki-laki 61 57,1

Pendidikan Terakhir

SD 47 43,92

SMP 10 9,35

SMA 43 40,18

S1 7 6,55

Riwayat Hipertensi

pada Keluarga

Ada 43 40,18

Tidak ada 64 59,82

Berdasarkan Tabel 2. distribusi responden

berdasarkan karakteristik umur diketahui

bahwa 42,06% responden berada pada

kelompok umur 40-49 tahun, sedangkan

40,18% responden berada pada kelompok umur

50-59 tahun. Dapat dilihat bahwa sebagian

besar responden berada pada kelompok umur

40-49 dan 50-59 tahun.

Distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin diketahui bahwa sebanyak 57,1%

responden berjenis kelamin laki-laki dan 42,9%

responden berjenis kelamin perempuan. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa responden pada

penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin

laki-laki daripada perempuan.

Distribusi responden berdasarkan

tingkat pendidikan terakhir dapat dilihat bahwa

sebanyak 43,92% responden memiliki status

pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD),

namun 40,18% responden lainnya memiliki

status pendidikan terakhir SMA, bahkan ada

6,55% responden yang mendapat gelar sarjana.

Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden telah memiliki status pendidikan

yang cukup baik, meskipun responden

terbanyak merupakan lulusan sekolah dasar.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui

bahwa sebanyak 59,82% responden tidak

memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga.

2. Gambaran Penderita Hipertensi

Distribusi frekuensi responden penderita

hipertensi berdasarkan riwayat diagnosis dapat

dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi frekuensi responden

penderita hipertensi berdasarkan riwayat

diagnosis di Puskesmas Tumaratas Kecamatan

Langowan Barat Kabupaten Minahasa tahun

2013.

Riwayat

Hipertensi n %

Ada 39 36,4

Tidak ada 68 63,6

Total 107 100

Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa

63,6% responden tidak menderita hipertensi

dan 36,4% responden menderita hipertensi.

Hasil ini memang menunjukkan bahwa

sebagian besar responden tidak menderita

hipertensi, namun yang menjadi masalah yaitu

36,4% responden menderita hipertensi, yang

berarti ada 39 orang dari 107 responden yang

menderita hipertensi.

3. Gambaran Kebiasaan Merokok

Tabel 4. Distribusi frekuensi responden

berdasarkan kebiasaan merokok di Puskesmas

Tumaratas Kecamatan Langowan Barat

Kabupaten Minahasa tahun 2013.

Gambaran Kebiasaan

Merokok n %

Kebiasaan Merokok

Ya 43 40,2

Page 57: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

56

Tidak 64 59,8

Usia merokok pertama

kali

14-18 tahun 32 42,47

19-23 tahun 34 46,57

24-28 tahun 8 10,96

Jumlah Batang/hari

< 10 batang 7 16,28

10-20 batang 35 81,4

>20 batang 1 2,32

Jenis Rokok

Non Filter 6 8,11

Filter 68 91,89

Pernah merokok

Ya 31 47,62

Tidak 33 52,38

Terakhir kali merokok

≤ 1 tahun 16 51,62

> 1 tahun 15 48,38

Lama merokok

10-19 tahun 10 33,25

20-29 tahun 9 30,03

30-39 tahun 8 26,80

40-49 tahun 3 9,92

Teman merokok

Ada 57 53,27

Tidak ada 50 46,73

Bahaya merokok

Tahu 107 100

Tidak tahu 0 0

Berdasarkan Tabel 4. dapat dilihat bahwa

responden yang tidak memiliki kebiasaan

merokok lebih banyak dibandingkan dengan

responden yang memiliki kebiasaan merokok,

yaitu dengan presentase 59,8% untuk

responden yang tidak memiliki kebiasaan

merokok dan 40,2% untuk responden yang

memiliki kebiasaan merokok.

Hasil penelitian berdasarkan usia

pertama kali merokok, dapat dilihat bahwa

46,57% responden ada pada kelompok usia 19-

23 tahun, dan 42,47% responden ada pada

kelompok usia 14-18 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang memiliki kebiasaan merokok maupun

pernah merokok, pertama kali mengkonsumsi

rokok pada usia 19-23 tahun dan 14-18 tahun.

Hasil penelitian berdasarkan jumlah

batang rokok/hari, dapat dilihat bahwa yang

paling banyak dikonsumsi per hari yaitu 10-20

batang (81,4%). Hal ini dapat menunjukkan

bahwa responden yang memiliki kebiasaan

merokok sebagian besar merupakan perokok

sedang yaitu perokok yang mengkonsumsi

rokok 10-20 batang/hari.

Hasil penelitian berdasarkan jenis

rokok, dapat dilihat bahwa rokok filter

merupakan jenis rokok yang paling banyak

dikonsumsi oleh responden, baik pada

responden yang saat ini memiliki kebiasaan

merokok maupun pada responden yang pernah

merokok dengan presentase 91,89%.

Hasil penelitian berdasarkan pernah atau

tidak pernahnya mengkonsumsi rokok, dapat

dilihat bahwa 52,38% responden sama sekali

tidak pernah mengkonsumsi rokok,sedangkan

47,62% responden pernah mengkonsumsi

rokok. Hasil ini menunjukkan bahwa dari 64

responden yang saat ini tidak memiliki

kebiasaan merokok, 33 diantaranya (52,38%)

sama sekali tidak pernah mengkonsumsi rokok,

jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan

responden yang pernah mengkonsumsi rokok

yaitu 31 orang (47,62%).

Hasil penelitian berdasarkan terakhir

kali merokok, dapat dilihat bahwa responden

yang terakhir kali merokok ≤ 1 tahun (51,62%)

lebih banyak dibandingkan dengan responden

yang terakhir kali merokok > 1 tahun (48,38%).

Hal ini dapat menunjukkan bahwa responden

yang pernah merokok sebagian besar berhenti

merokok ≤ 1 tahun yang lalu.

Page 58: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

57

Hasil penelitian berdasarkan lamanya

mengkonsumsi rokok, dapat dilihat bahwa

33,25% responden memiliki 10-19 tahun

frekuensi lama merokok sedangkan 30,03%

memiliki 20-29 tahun frekuensi lama merokok.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang terlalu besar antara jumlah

responden yang memiliki frekuensi lama

merokok 10-19 tahun dengan jumlah responden

yang memiliki frekuensi lama merokok 20-29

tahun sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-

rata responden telah mengkonsumsi rokok

sejak lama.

Hasil penelitian berdasarkan teman

merokok, dapat dilihat bahwa responden yang

memiliki teman merokok atau orang lain

disekitar lingkungan yang mengkonsumsi

rokok sebanyak 53,27%, jumlah ini lebih

banyak dibanding dengan responden yang tidak

memiliki teman merokok atau orang lain

disekitar lingkungan yang mengkonsumsi

rokok yaitu 46,73%.

Hasil penelitian berdasarkan bahaya

merokok, dapat dilihat bahwa semua responden

tahu akan bahaya dari rokok (100%). Hal ini

menunjukkan bahwa semua responden

sebenarnya mengetahui bahaya dari rokok

sendiri.

4. Gambaran Konsumsi Alkohol

Tabel 5. Distribusi frekuensi responden yang

mengkonsumsi alkohol di Puskesmas

Tumaratas Kecamatan Langowan Barat

Kabupaten Minahasa tahun 2013.

Gambaran Konsumsi

Alkohol

n

%

Konsumsi

alkohol

Ya 53 49,5

Tidak 54 50,5

Jenis minuman

Cap tikus 38 71,7

Anggur 9 16,9

Bir 5 9,5

Saguer 1 1,9

Frekuensi

konsumsi

Setiap hari 27 50,95

1-4x/minggu 15 28,30

<1x/minggu 11 20,75

Jumlah alkohol

(sloki)

3-4 sloki 12 22,65

1-2 sloki 35 66,03

< 1 sloki 6 11,32

Lama konsumsi

41-50 tahun 6 11,32

31-40 tahun 23 43,4

21-30 tahun 21 39,26

11-20 tahun 3 5,66

Berdasarkan Tabel 5. dapat dilihat bahwa

responden yang tidak mengkonsumsi alkohol

50,5% sedangkan responden yang

mengkonsumsi alkohol 49,5%. Hal ini

menunjukkan bahwa hanya terdapat sedikit

perbedaan antara responden yang tidak

mengkonsumsi alkohol dengan responden yang

mengkonsumsi alkohol.

Hasil penelitian berdasarkan jenis

minuman, dapat dilihat bahwa cap tikus

merupakan jenis minuman beralkohol yang

paling banyak dikonsumsi oleh responden

dengan 71,7%, dan anggur merupakan jenis

minuman beralkohol kedua yang paling banyak

dikonsumsi oleh responden dengan 16,9%.

Hasil penelitian berdasarkan frekuensi

konsumsi, dapat dilihat bahwa 50,95%

Page 59: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

58

responden yang mengkonsumsi alkohol

memiliki frekuensi konsumsi setiap hari. Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden mengkonsumsi alkohol setiap hari.

Hasil penelitian berdasarkan jumlah

konsumsi alkohol, dapat dilihat bahwa

responden yang mengkonsumsi alkohol, paling

banyak mengkonsumsi dalam jumlah 1-2 sloki

yaitu 66,03%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-

rata responden mengkonsumsi alkohol dalam

jumlah yang tidak terlalu banyak yaitu 1-2

sloki.

Hasil penelitian berdasarkan lama

mengkonsumsi alkohol, dapat dilihat bahwa

responden yang mengkonsumsi alkohol selama

21-30 tahun memiliki presentase yang paling

banyak yaitu 39,62%. Hal ini menunjukkan

bahwa sebagian besar responden yang

mengkonsumsi alkohol memang telah cukup

lama mengkonsumsi alkohol tersebut.

C. Analisis Bivariat

1. Hubungan antara Kebiasaan Merokok

dengan Hipertensi

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan

merokok dengan hipertensi dapat dilihat pada

tabel 6.

Tabel 6. Hubungan antara Kebiasaan Merokok

dengan Hipertensi di Puskesmas Tumaratas

Kecamatan Langowan Barat Kabupaten

Minahasa tahun 2013.

Kebiasaan

Merokok

Kejadian hipertensi

Total p

value OR

Hipertensi Tidak

Hipertensi

95%

CI

n % n % N %

Ya 26 66,7 17 25 43 41,2

Tidak 13 33,3 51 75 64 59.8

0,000 6,0 2,53-

14,22

Total 39 100 68 100 107 100

Berdasarkan Tabel 6. hasil analisis hubungan

antara kebiasaan merokok dengan kejadian

hipertensi diperoleh bahwa diantara 107

responden, terdapat 26 responden (66,6%) yang

menderita hipertensi dan memiliki kebiasaan

merokok, 13 responden (33,4%) menderita

hipertensi tapi tidak memiliki kebiasaan

merokok, 17 responden (25%) memiliki

kebiasaan merokok tapi tidak menderita

hipertensi dan 51 responden (75%) tidak

memiliki kebiasaan merokok dan tidak

menderita hipertensi. Dari hasil uji statistic

diperoleh nilai p sebesar 0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara kebiasaan merokok dengan

kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas.

Uji hubungan ini juga menghasilkan nilai OR

sebesar 6,0 (CI 95% = 2,532 – 14,220), ini

berarti bahwa responden yang mempunyai

kebiasaan merokok memiliki peluang 6 kali

lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

dengan responden yang tidak memiliki

kebiasaan merokok.

2. Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan

Hipertensi

Hasil analisis hubungan antara konsumsi

alkohol dengan hipertensi dapat dilihat pada

tabel 7.

Tabel 7. Hubungan antara Konsumsi Alkohol

dengan Hipertensi di Puskesmas Tumaratas

Kecamatan Langowan Barat Kabupaten

Minahasa tahun 2013.

hasil analisis hubungan antara konsumsi

alkohol dengan kejadian hipertensi diperoleh

bahwa diantara 53 responden yang

mengkonsumsi alkohol, terdapat 28 responden

Page 60: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

59

(71,79%) yang terdiagnosis hipertensi.

Sedangkan diantara 54 responden yang tidak

mengkonsumsi alkohol, terdapat 11 responden

(28,21%) yang terdiagnosis hipertensi. Dari

hasil uji statistik diperoleh nilai p sebesar 0,000.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara konsumsi alkohol

dengan kejadian hipertensi di Puskesmas

Tumaratas. Uji hubungan ini juga

menghasilkan nilai OR sebesar 4,378 (CI 95%

= 1,864 – 10,285), ini berarti bahwa responden

yang mengkonsumsi alkohol memiliki peluang

4,378 kali lebih besar menderita penyakit

hipertensi dibandingkan dengan responden

yang tidak mengkonsumsi alkohol.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian berdasarkan karakteristik umur

responden menunjukkan bahwa responden

paling banyak termasuk pada kelompok umur

40-49 tahun yaitu 45 orang (42,06%),

kemudian disusul oleh kelompok umur 50-59

tahun yaitu 43 orang (40,18%), kelompok umur

60-69 tahun yaitu 14 orang (13,08%) dan yang

paling sedikit pada kelompok umur 70-79 tahun

yaitu 5 orang (4,68%). Dalam penelitian ini

dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita

hipertensi termasuk pada kelompok umur 40-

49 tahun. Menurut Sugiharto dalam

penelitiannya mengenai faktor-faktor resiko

hipertensi, orang dengan umur 45-55 tahun

mempunyai resiko terkena hipertensi 2,22 kali

lebih besar dibanding umur 25-35 tahun,

sedangkan orang dengan umur 56-65 tahun

berisiko hipertensi 4,76 kali lebih besar

dibanding umur 25-35 tahun (Sugiharto, 2007).

Hasil ini menunjukkan bahwa semakin

meningkatnya umur seseorang maka resiko

terkena hipertensi juga semakin meningkat,

dikarenakan faktor usia mempengaruhi tingkat

elastisitas pembuluh darah seseorang, semakin

berkurang tingkat elastisitas pembuluh darah

hal itulah yang dapat mengakibatkan terjadinya

hipertensi.

Hasil penelitian berdasarkan jenis

kelamin menunjukkan bahwa responden laki-

laki yaitu 61 orang (57,1%) ditemukan lebih

banyak dibandingkan dengan responden

perempuan yaitu 46 orang (42,9%). Menurut

Depkes (2006), hipertensi cenderung lebih

banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan

perempuan, karena laki-laki memiliki gaya

hidup yang kemungkinan besar dapat

meningkatkan tekanan darah daripada

perempuan, seperti mengkonsumsi alkohol dan

merokok. Perempuan usia produktif sekitar 30-

40 tahun jarang terkena serangan jantung

dibanding laki-laki (Suhardjono, 2012).

Perempuan yang belum mengalami menopause

dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan

meningkatkan kadar High Density Lipoprotein

(HDL) sehingga dapat mencegah terbentuknya

aterosklerosis.

Hasil penelitian berdasarkan

karakteristik pendidikan terakhir responden

menunjukkan bahwa responden yang memiliki

tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar

(SD) mempunyai jumlah terbanyak yaitu 47

orang (43,92%), kemudian disusul dengan

tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas

yaitu 43 orang (40,18%), Sekolah Menengah

Pertama (SMP) yaitu 10 orang (9,35%) dan

yang paling sedikit responden dengan tingkat

pendidikan Sarjana yaitu 7 orang (6,55%).

Hasil ini menunjukkan bahwa responden yang

ditemukan sebagian besar belum memiliki

tingkat pendidikan yang cukup tinggi, namun

sebagian besar responden lainnya juga

mengenyam pendidikan hingga Sekolah

Menengah Atas, bahkan ada beberapa

responden yang memiliki tingkat pendidikan

terakhir S1.

Hasil penelitian berdasarkan

karakteristik riwayat hipertensi responden

menunjukkan bahwa sebanyak 64 responden

(59,82%) tidak memiliki riwayat hipertensi

dalam keluarganya sedangkan 43 responden

(40,18%) lainnya mempunyai riwayat

hipertensi dalam keluarganya (sebagian besar

dari ayah). Riwayat keluarga menurut

Nuariama (2012) dalam penelitiannya

merupakan salah satu faktor resiko yang dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi, ditemukan

bahwa responden dengan riwayat keluarga

Page 61: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

60

menderita hipertensi memiliki risiko terkena

hipertensi 14,378 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden tanpa riwayat keluarga

menderita hipertensi. Hipertensi cenderung

merupakan penyakit keturunan, jika salah satu

dari orang tua kita mempunyai riwayat

hipertensi maka sepanjang hidup, kita

berkemungkinan juga mendapatkan penyakit

hipertensi.

B. Gambaran Penderita Hipertensi di

Puskesmas Tumaratas

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90

mmHg, atau bila pasien memakai obat

hipertensi (Mansjoer, 2009). Saat ini untuk

menentukan seseorang menderita hipertensi

digunakan ukuran berdasarkan The Seventh

Report Of Joint National Committee On

Prevention, Detection Evaluation, and

Treatment Of High Blood Pressure (JNC 7)

tahun 2003 yaitu dikatakan hipertensi derajat I

jika TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99, serta

dikatakan hipertensi derajat II jika TDS ≥ 160

mmHg dan TDD ≥100 mmHg.

Penelitian mengenai penyakit hipertensi

yang dilakukan di Puskesmas Tumaratas

Kecamatan Langowan Barat ini dengan 107

jumlah sampel, ditemukan 39 (36,4%)

diantaranya menderita penyakit hipertensi,

sedangkan 68 (63,6%) lainnya ditemukan tidak

menderita penyakit hipertensi. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa responden yang

menderita penyakit hipertensi di Puskesmas

Tumaratas lebih sedikit dibandingkan dengan

responden yang tidak menderita hipertensi. Hal

ini dikarenakan adanya faktor-faktor lain yang

mempengaruhi seperti faktor lingkungan,

dalam hal ini masyarakat di Langowan Barat

merupakan masyarakat yang sering dikunjungi

oleh petugas-petugas kesehatan, termasuk

petugas kesehatan dari Puskesmas Tumaratas

sehingga pengetahuan mengenai bahaya

hipertensi dapat diketahui dengan baik.Faktor

gaya hidup masyarakat di Langowan Barat juga

mulai menunjukkan perubahan seiring dengan

perkembangan teknologi. Masyarakat disana

mulai mengurangi beberapa gaya hidup yang

dapat menjadi faktor pencetus terjadinya

hipertensi, seperti mengkonsumsi lemak

berlebih dan kurang berolahraga. Meskipun

jumlah penderita penyakit hipertensi yang

ditemukan lebih sedikit dibandingkan dengan

yang tidak menderita penyakit hipertensi,

namun hal ini tidak dapat diabaikan, diperlukan

adanya penanggulangan yang baik dalam

mengurangi kejadian penyakit hipertensi di

Puskesmas Tumaratas ini secara maksimal.

C. Gambaran Kebiasaan Merokok di

Puskesmas Tumaratas

Penelitian mengenai kebiasaan merokok yang

dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan

Langowan Barat ini menghasilkan yaitu

responden yang memiliki kebiasaan merokok

ada 43 (40,2%) responden dan yang tidak

memiliki kebiasaan merokok ada 64 (59,8%)

responden. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa responden yang memiliki kebiasaan

merokok lebih sedikit dibandingkan dengan

responden yang tidak memiliki kebiasaan

merokok. Hal ini dikarenakan ada beberapa

faktor yang mempengaruhi seperti faktor

ekonomi dan faktor lingkungan dimana

masyarakat di Langowan Barat sering diberikan

penyuluhan tentang bahaya merokok melalui

petugas-petugas kesehatan, bahkan ada

beberapa desa yang mulai mengadakan

peraturan mengenai lingkungan bebas asap

rokok. Faktor penyebab lainnya juga karena

sebagian besar responden yang lain telah

berhenti mengkonsumsi rokok pada saat

penelitian ini dilaksanakan, sehingga

responden tersebut masuk pada kategori pernah

merokok.

Menurut Suradi dalam Novalia (2012),

meningkatnya tekanan darah akibat merokok

dapat ditentukan juga melalui perilaku

merokok seseorang, yaitu jumlah rata-rata

batang rokok yang dihisap setiap hari, jenis

rokok yang dihisap, lama merokok, dan

lingkungan, dalam hal ini teman atau saudara

yang tinggal disekitar kita yang mengkonsumsi

rokok. Jumlah rata-rata batang rokok yang

Page 62: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

61

dikonsumsi per hari dapat digunakan sebagai

indikator tingkatan merokok seseorang.

Konsumsi rokok pada penelitian ini

dikategorikan menjadi 3 yaitu perokok ringan

(<10 batang/ hari), perokok sedang (10-20

batang/ hari) dan perokok berat (>20 batang/

hari). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar responden yaitu 35 orang

(81,4%) termasuk pada kategori perokok

sedang (10-20 batang/ hari). Hal ini

dikarenakan responden menganggap bahwa

merokok merupakan suatu tren atau kebiasaan

yang banyak diminati, meskipun seluruh

responden (100%) mengetahui dengan pasti

bahaya rokok itu seperti apa. Untuk jenis rokok,

dalam penelitian ini sebagian besar responden

mengkonsumsi rokok filter yaitu 67 responden

(91,78%) dan hanya 6 responden (8,22%) yang

mengkonsumsi rokok non filter. Meskipun

secara teori rokok non filter lebih berbahaya

bagi tubuh, namun rokok filter tidaklah

menjamin adanya perbedaan yang signifikan

antara keduanya dalam hal menghasilkan racun

dalam tubuh. Menurut penelitian dari Novalia

(2012), semua jenis rokok baik filter maupun

non filter dapat membahayakan kesehatan.

Menurut Sirait (2001) dalam

Sirajuddin (2011), umur pertama kali merokok

dapat mempengaruhi lamanya seseorang

mengkonsumsi rokok. Lama merokok adalah

lama waktu responden memiliki kebiasaan

merokok, yang dihitung sejak responden

merokok untuk pertama kalinya sampai pada

saat pengukuran. Lamanya seseorang merokok

akan berdampak pada keterpaparan zat-zat

kimia berbahaya yang terdapat pada rokok.

Dampak dari rokok akan mulai terasa setelah

10-20 tahun digunakan. Bila sebatang rokok

dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan maka

dalam waktu setahun, bagi perokok sejumlah

20 batang (1 bungkus) per hari akan mengalami

70.000 kali hisapan asap rokok. Beberapa zat

kimia dalam rokok bersifat kumulatif

(ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan

mencapai titik toksis sehingga mulai kelihatan

gejala yang ditimbulkannya . Dalam penelitian

ini, usia merokok pertama kali paling banyak

ditemukan pada kategori 19-23 tahun yaitu 34

responden (46,57%), diikuti dengan kategori

terbanyak kedua yaitu 14-18 tahun dengan 31

responden (42,47%). Hal ini menunjukkan

bahwa rata-rata responden memulai kebiasaan

merokok pada usia-usia remaja menuju dewasa,

dengan dininya usia merokok pertama kali

maka hal itu mempengaruhi lama merokok

seseorang. Dalam penelitian ini lama merokok

yang paling banyak yaitu pada kategori 10-19

tahun (33,25%), kemudian pada kategori 20-29

tahun (30,03%). Hal ini menunjukkan bahwa

rata-rata responden telah cukup lama

mempunyai kebiasaan merokok, dan hal ini

juga dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi,

karena semakin banyak jumlah batang rokok

yang dihisap dan makin lama waktu menjadi

seorang perokok, maka semakin besar risiko

dapat mengalami peningkatan tekanan darah.

D. Gambaran Konsumsi Alkohol di

Puskesmas Tumaratas

Penelitian mengenai konsumsi alkohol yang

dilakukan di Puskesmas Tumaratas Kecamatan

Langowan Barat ini, menghasilkan responden

yang mengkonsumsi alkohol ada 53 (49,5%)

responden, sedangkan yang tidak

mengkonsumsi alkohol ada 54 (50,5%)

responden. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa jumlah responden yang mengkonsumsi

alkohol lebih sedikit dibandingkan jumlah

responden yang tidak mengkonsumsi alkohol.

Hal ini dikarenakan beberapa responden telah

berhenti mengkonsumsi alkohol pada saat

penelitian ini dilakukan.

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa

jenis minuman yang paling sering dikonsumsi

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

Tumaratas yaitu cap tikus (71,7%) dan anggur

(16,9%). Salah satu faktor masyarakat di

wilayah kerja Puskesmas Tumaratas

(Langowan Barat) mengkonsumsi minuman

beralkohol adalah karena ketersediaan

minuman tersebut yang mudah dijangkau,

bahkan ada beberapa tempat di Langowan

Barat yang secara khusus menjadi tempat

pembuatan minuman beralkohol tersebut

Page 63: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

62

khususnya jenis minuman cap tikus. Faktor lain

yang mempengaruhi yaitu keadaan iklim atau

cuaca. Pada penelitian ini ditemukan bahwa

frekuensi konsumsi alkohol yang paling tinggi

yaitu setiap hari (50,95%). Langowan adalah

salah satu wilayah di Kabupaten Minahasa

yang memiliki iklim dingin, sehingga

masyarakat disana cenderung mengkonsumsi

alkohol untuk menghangatkan badan sehingga

rata-rata minuman beralkohol tersebut

dikonsumsi setiap hari.

Jumlah konsumsi alkohol yang paling

banyak ditemukan pada penelitian ini yaitu 1-2

sloki (66,03%), karena cenderung hanya

sebagai penghangat tubuh, masyarakat disana

rata-rata mengkonsumsi alkohol dengan jumlah

yang tidak lebih dari 2 sloki. Lamanya

mengkonsumsi minuman beralkohol pada

penelitian ini ditemukan yang paling banyak

yaitu pada kategori 31-40 tahun (43,4%) dan

kategori 21-30 tahun (39,62%). Hal ini

dikarenakan masyarakat di wilayah kerja

Puskesmas Tumaratas sebagian besar telah

mengkonsumsi alkohol pada umur remaja dan

masih menjadi kebiasaan hingga saat ini.

A. Hubungan antara Kebiasaan Merokok

dengan Kejadian Penyakit Hipertensi

Kebiasaan merokok dilihat dari berbagai sudut

pandang memang sangat merugikan, baik untuk

diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Dari

segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia

yang dikandung rokok seperti nikotin, CO

(karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja

dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf

simpatis sehingga mengakibatkan tekanan

darah meningkat dan detak jantung bertambah

cepat, menstimulasi kanker dan berbagai

penyakit lain (Komalasari & Helmi, 2000).

Berdasarkan Center for the Advancement of

health, beberapa contoh penyakit yang

disebabkan oleh kandungan di dalam rokok

yaitu kanker paru-paru, bronkitis, penyakit-

penyakit kardiovaskular, berat badan lahir

rendah, dan keterbelakangan. Rokok

mengandung kurang lebih 4000 jenis bahan

kimia, dengan 40 jenis diantaranya bersifat

karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dan

setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi

kesehatan.

Berdasarkan hasil uji analisis pada

analisis bivariat dengan menggunakan chi

square, kebiasaan merokok dengan kejadian

penyakit hipertensi diperoleh probabilitas

sebesar 0,000 dengan p < 0,05. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bemakna antara kebiasaan merokok dengan

kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas

Kecamatan Langowan Barat Kabupaten

Minahasa. Uji hubungan ini juga menghasilkan

nilai OR sebesar 6,0 (CI 95% = 2,532 – 14,220),

ini berarti bahwa responden yang mempunyai

kebiasaan merokok memiliki peluang 6 kali

lebih besar menderita hipertensi dibandingkan

dengan responden yang tidak memiliki

kebiasaan merokok. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nuarima (2012) di Desa Kabongan Kidul yang

memperoleh hasil bahwa kebiasaan merokok

terbukti sebagai salah satu faktor resiko

terjadinya hipertensi. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa orang dengan kebiasaan

merokok memiliki resiko terserang hipertensi

9,537 kali lebih besar dibandingkan orang yang

tidak merokok. Penelitian ini menemukan 36

responden yang memiliki kebiasaan merokok

dan menderita hipertensi sedangkan 38

responden yang lain tidak memiliki kebiasaan

merokok namun juga menderita hipertensi. Hal

ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok

merupakan salah satu pencetus terjadinya

penyakit hipertensi, karena meskipun

responden yang tidak memiliki kebiasaan

merokok lebih banyak dibandingkan dengan

responden yang memiliki kebiasaan merokok,

namun dapat dilihat pada penderita hipertensi,

66,7% memiliki kebiasaan merokok,

sedangkan pada responden yang tidak

menderita hipertensi, 75% tidak memiliki

kebiasaan merokok.

B. Hubungan antara Konsumsi Alkohol

dengan Kejadian Hipertensi

Page 64: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

63

Berdasarkan hasil uji analisis pada analisis

bivariat dengan menggunakan chi square,

konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi

diperoleh probabilitas sebesar 0,000 dengan p <

0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bemakna antara

konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi di

Puskesmas Tumaratas Kecamatan Langowan

Barat Kabupaten Minahasa. Uji hubungan ini

juga menghasilkan nilai OR sebesar 4,378 (CI

95% = 1,864 – 10,285), ini berarti bahwa

responden yang mengkonsumsi alkohol

memiliki peluang 4,378 kali lebih besar

menderita penyakit hipertensi dibandingkan

dengan responden yang tidak mengkonsumsi

alkohol. Hal ini dikarenakan jumlah responden

yang mengkonsumsi alkohol dan menderita

hipertensi lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah responden yang tidak mengkonsumsi

alkohol dan menderita hipertensi.

Berbagai penelitian menunjukkan

bahwa kebiasaan mengkonsumsi minuman

beralkohol dalam jumlah tertentu merupakan

salah satu faktor yang dapat menimbulkan

penyakit hipertensi. Menurut Marmot, dkk

keterkaitan alkohol dengan hipertensi lebih

kuat daripada banyaknya asupan garam yang

dikonsumsi, hal itu terlihat pada hasil studi ini

yang menyatakan bahwa peminum alkohol

laki-laki dengan dosis 300-499 ml/minggu

dapat meningkatkan tekanan sistolik/diastolik

rata-rata 2,7/1,6 mmHg lebih tinggi

dibandingkan bukan peminum alkohol, dan

untuk peminum ≥500 ml/minggu memiliki

tekanan darah 4,6/3,0 mmHg lebih tinggi

dibandingkan bukan peminum. Sedangkan

untuk perempuan, peminum berat (≥300

ml/minggu) menyebabkan tekanan darah

3,9/3,1 mmHg lebih tinggi dibandingkan

dengan bukan peminum. Penelitian yang

dilakukan oleh Riyadina (2002) pada pekerja

pompa bensin di Jakarta menyatakan bahwa

pekerja yang mengkonsumsi minuman

beralkohol memiliki peluang 2,208 kali lebih

besar dibandingkan dengan bukan peminum

alkohol. Sugiharto (2007) dalam tesisnya

mengenai faktor-faktor resiko hipertensi grade

II pada masyarakat di Kabupaten Karanganyar

menyatakan bahwa kebiasaan sering

mengkonsumsi minuman beralkohol terbukti

sebagai faktor risiko hipertensi dengan nilai

p=0,028 dan nilai OR= 4,86 (CI 95% = 1,03-

22,87) yang berarti bahwa responden yang

mengkonsumsi alkohol berpeluang 4,86 kali

lebih besar dibandingkan responden yang tidak

mengkonsumsi alkohol. Bahkan menurut

penelitian yang dilakukan oleh Malonda

(2012), menunjukkan bahwa pada kaum lansia

yang mengkonsumsi alkohol berisiko 2,8 kali

lebih besar untuk menderita hipertensi

dibandingkan dengan lansia yang tidak

mengkonsumsi alkohol.

G. Keterbatasan Penelitian

Tidak semua faktor risiko kejadian hipertensi

dapat diteliti karena keterbatasan kemampuan,

waktu dan biaya. Faktor penelitian lainnya

seperti konsumsi lemak, kurangnya olahraga,

stress, dan penggunaan pil KB pada wanita bisa

menjadi faktor pengganggu pada penelitian ini.

KESIMPULAN

1. Pasien poliklinik umum yang datang

berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang

menderita hipertensi yaitu 36,4% dan yang

tidak menderita hipertensi yaitu 63,6%.

2. Pasien poliklinik umum yang datang

berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang

mempunyai kebiasaan merokok yaitu

40,2% dan yang tidak memiliki kebiasaan

merokok yaitu 59,8%.

3. Pasien poliklinik umum yang datang

berkunjung di Puskesmas Tumaratas, yang

mengkonsumsi alkohol yaitu 49,54% dan

yang tidak mengkonsumsi alkohol yaitu

50,46%.

4. Terdapat hubungan antara kebiasaan

merokok dengan kejadian hipertensi pada

pasien poliklinik umum di Puskesmas

Tumaratas Kecamatan Langowan Barat

Kabupaten Minahasa, dimana masyarakat

yang memiliki kebiasaan merokok

mempunyai peluang menderita hipertensi

Page 65: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

64

6 kali lebih besar daripada yang tidak

memiliki kebiasaan merokok.

5. Terdapat hubungan antara konsumsi

alkohol dengan kejadian hipertensi pada

pasien poliklinik umum di Puskesmas

Tumaratas Kecamatan langowan Barat

Kabupaten Minahasa, dimana masyarakat

yang mengkonsumsi alkohol mempunyai

peluang menderita hipertensi 4,3 kali lebih

besar daripada yang tidak mengkonsumsi

alkohol.

SARAN

1. Bagi seluruh petugas kesehatan yang ada

di Puskesmas Tumaratas kiranya dapat

lebih aktif dalam kegiatan penyuluhan

tentang penyakit-penyakit degeneratif

terlebih khusus penyakit hipertensi. Pada

posyandu yang dilaksanakan setiap bulan

di desa-desa, kiranya para petugas

kesehatan bisa lebih aktif mengundang

masyarakat untuk rutin memeriksakan

tekanan darahnya agar dapat mencegah

terjadinya hipertensi.

2. Bagi seluruh masyarakat yang berada di

wilayah kerja Puskesmas Tumaratas,

yaitu seluruh masyarakat di Langowan

Barat, kiranya dapat lebih memperhatikan

gaya hidup sehat. Hindari gaya hidup

tidak sehat seperti merokok dan

mengkonsumsi alkohol, karena kedua hal

tersebut merupakan faktor-faktor resiko

yang dapat memicu terjadinya hipertensi.

Masyarakat juga sebaiknya lebih rutin

memeriksakan tekanan darah pada

petugas-petugas kesehatan agar tekanan

darah dapat dikontrol.

3. Bagi Peneliti Lain

Peneliti lain diharapkan dapat meneliti

variabel-variabel lainnya yang memiliki

kemungkinan berhubungan dengan

kejadian hipertensi yang belum diteliti

oleh peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Bustan M. N. 2007.Epidemiologi Penyakit

tidak menular.Jakarta: Penerbit Rineka

Cipta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun

2007. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Departemen

Kesehatan, Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2006. Pedoman Teknis Penemuan dan

Tata Laksana Penyakit Hipertensi.

Jakarta: Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular Direktorat

Jenderal PP & PL Depkes RI.

Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa. 2013.

Laporan Angka Kesakitan di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Minahasa Tahun 2012.

Tondano

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.

2013. Laporan Surveilans Terpadu di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012.

Manado

Gunawan, L. 2005. Hipertensi. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Ed-2.

Jakarta: EGC.

JNC-7. 2003. The Seventh Report of the Joint

National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of

High Blood Pressure (online).

(http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/h

ypertension/jnc7full.pdf).

Diakses pada tanggal 4 Februari 2013

Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk

Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Komalasari, D dan Helmi, F. 2000. Faktor-

Faktor Penyebab Perilaku Merokok

Pada Remaja. Jurnal Psikologi, No. 1

Hal 37-47. Yogyakarta.

Lemeshow, S., Hosmer, D., Klar, J., Lwanga,

S., 1997. Besar Sampel Dalam

Penelitian Kesehatan (Terjemahan).

Jogyakarta: UGM Press.

Page 66: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

65

Lumbantobing, S. 2008. Tekanan Darah

Tinggi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Malonda, N. S. H. 2012. Pola Makan dan

Konsumsi Alkohol Sebagai Faktor

Risiko Hipertensi Pada Lansia di Kota

Tomohon Sulawesi Utara. Jurnal.

UGM. Yogyakarta.

Mansjoer, A. 2009. Kapita Selekta Kedokteran.

Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Marmot, M. G., Elliott, P., Shipley, M. J. et al.

1994. Alcohol and blood pressure:

The INTERSALT study. British Medical

Journal, 308: 1263–1267

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian

Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novalia, A. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan

Merokok dengan Tekanan Darah

Meningkat Karyawan Laki-laki di

Nasmoco Semarang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat, Vol. 1, no 2, Tahun 2012.

Semarang.

Nuariama, A. 2012. Faktor Resiko Hipertensi

Pada Masyarakat di Desa Kabongan

Kidul, Kabupaten Rembang. Jurnal

Media Medika Muda, Vol. IX, no 9.

(Online). (Available

from:http://eprints.undip.ac.id/37291/1/

AGNESIA_NUARIMA_G2A008009_

LAP_KTI.pdf) diakses 26 Februari

2013

Nugraheni. S, Suryandari. M, Aruben. A. 2008.

Pengendalian Faktor Determinan

sebagai Upaya Penatalaksanaan

Hipertensi di Tingkat Puskesmas,

(Online). (Available from:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/)

diakses 24 Januari 2013.

Nurwijaya, H & Ikawati, Z. 2009. Bahaya

Alkohol dan Cara Mencegah

Kecanduannya. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Pudiastuti, D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Riyadina, W. 2002. Faktor-Faktor Risiko

Hipertensi Pada Operator Pompa

Bensin (SPBU) di Jakarta. Jurnal Media

Litbang Kesehatan, Vol. XII,

Nomor 2, Tahun 2002. Jakarta

Rudianto, B. 2013. Menaklukan hipertensi dan

diabetes. Yogyakarta:

Sakkhasukma.

Russel ML, Cooper ML, Frone MR, Welte JW.

1991. Alcohol Drinking Patterns and

Blood Pressure. AM J Public Health 81

(4):452-7.

Sandhya. P. 2010. Menopause and High Blood

Pressure. (Online). (Available from:

http://www.mayoclinic.com/health/)

diakses 3 Februari 2013

Sarasaty, R. 2011. Faktor-Faktor Yang

Berhubungan dengan Hipertensi Pada

Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan

Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota

Tangerang Selatan Tahun 2011. Skripsi.

(Online).

(Available

from:http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_

digital/RINAWANG%20JADI.pdf)

diakses 28 Januari 2013.

Sirajuddin. 2011. Pengaruh Paparan Asap

Rokok Terhadap Kejadian Berat Badan

Lahir Bayi di Sulawesi Selatan. Jurnal

Media Gizi Pangan, Vol. XI, Edisi 1,

Tahun 2011. Makasar.

Soemantri, S. 2005. Transisi Epidemiologi Di

Indonesia. Bandung: Litbangkes.

Sugiharto, A. 2007. Faktor-faktor Risiko

Hipertensi Grade II pada Masyarakat

(Studi Kasus di Kabupaten

Karanganyar), (online). (Available

from: http://eprints.undip.ac.id/) diakses

22 Januari 2013.

Suhardjono. 2012. Mengapa Wanita Lebih

Kebal Terhadap Hipertensi. (Online).

(Available from:

http://www.penyakit.infogue.com/) diakses 23

februari

2013.

Suparto, 2000. Sehat Menjelang Usia Senja.

Bandung: Remaja Rosdakarya Effset.

Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. Jakarta:

EGC.

Yogiantoro, M.(2006) Hipertensi Esensial.

Buku Ajar Ilmu Penyakit

Page 67: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

66

Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam FK UI

Page 68: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

67

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN IBU

RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI

LINGKUNGAN II KELURAHAN ISTIQLAL KECAMATAN WENANG KOTA

MANADO TAHUN 2013

Farah Marwah Sumah*, Rahayu H. Akil*

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Pengelolaan sampah rumah tanggamerupakan hal yang fenomenal pada saat ini.Dengan

pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R),secara umum timbulan sampah akan berkurang dari

sumbernya sehingga sampah yang dibuang ke sistem pengelolaan TPA akan berkurang.Diperlukan

kesadaraan masyarakat tentang pengelolaan sampah agar dampak yang ditimbulkan dari dampak

negatif sampah dapat diminimalisir.Kelurahan Istiqlal adalah salah satu Kelurahan yang ada di

Kecamatan Wenang Kota Manado dengan jumlah penduduk cukup banyak. Pengaruh sampah

dalam pencemaran lingkungan dapat ditinjau melalui tiga aspek, yaitu melalui aspek fisik, kimiawi,

dan biologis. Secara fisik sampah dapat mengotori lingkungan sehingga memberikan kesan jorok,

tidak estetik, terlebih apabila sampah tersebut membusuk sehingga menimbulkan bau yang tidak

sedap.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan rancangan cross

sectional study denganmenggunakan uji uji chi-square (x2).Besar sampel yang terpenuhi dalam

penelitian ini adalah 69 responden dan diambil secara systematic random sampling. Berdasarkan

Tingkat Pengetahuan, pengetahuan baik sebanyak 36 orang (52,2%), pengetahuan tidak baik

sebanyak 33 orang (47,9%). Berdasarkan sikap responden, sikap baik sebanyak 42 responden

(60,9%), dan sikap tidak baik sebanyak 27 responden (39,1%). Berdasarkan tindakan responden,

tindakan baik sebanyak 43 responden (62,3%), dan tindakan tidak baik 27 responden (37,7%).

Pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan pengelolaan sampah rumah tangga (ρ = 0,401).

Sikap tidak memiliki hubungan dengan pengelolaan sampah rumah tangga (ρ = 0,51).

Kata kunci: Pengetahuan, sikap, tindakan, pengelolaan sampah rumah tangga

ABSTRACT

Household waste management is a phenomenal thing. With reduce, reuse, and recycle (3R),

generally the amount of waste product will be decreasing. The society need to realize the importance

of organizing the household waste products, so the bad impact can be minimalized. Kelurahan

Istiqlal is on Kecamatan Wenang Manado city and has a big number of population. The effect of

waste can be observed by three aspect, which is physic, chemical, and biologic. Physically, the

environment will be soiled by waste and looks dirty, not aesthetic, and if the waste was decomposed

it smells bad.

This research used ananalyticalresearch study with cross-sectional study and using the

chi-square test. The amount of sample size in this research were 69 responders and being taken by

Systematic Random Sampling. Based on knowledge level, there are 36 respondents with good

knowledge (52,2%), 33 respondents (47,9%) were less knowledge. Based on attitude, there are 42

respondents (60,9%) with good attitude, and the less attitude were 27 respondents (39,1%). Based

on action, there are 43 respondents (62,3%) with good act, and 27 respondents (37,7%) were bad

act. Knowledge was not correlated with household waste management (ρ = 0,401). Attitude was not

correlated with household waste management (ρ = 0,51).

Keywords: knowledge, attitude, household waste management

Page 69: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

68

PENDAHULUAN1

Pengetahuan pengelolaan sampah dengan

prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sudah

menjadi kebijakan secara nasional sejak

disahkannya Undang-undang No. 18 tahun

2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dengan

menerapkan prinsip ini, secara umum

diharapkan timbulan sampah akan berkurang

dari sumbernya sehingga sampah yang

dibuang ke TPA juga berkurang. Di samping

itu juga dapat menjadi alat dalam

mengoptimalkan pemanfaatan sampah

sehingga sampah memiliki nilai ekonomis

dan dapat membuka lapangan pekerjaan.

Sampai tahun 2012, baru sekitar

75% sampah yang terangkut ke Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) dari seluruh

produksi sampah total sebesar 2.725 m3/hari.

Sampah yang mendominasi adalah sampah

organik 1.750 m3, dan sampah an-organik

yang meliputi kertas 205 m3, kaca 21 m3,

plastik 725 m3, kayu 71 m3, kaca/gelas 21 m3,

dan sampah lain 155 m3 (Dinas Kebersihan

dan Pertamanan kota Manado, 2012). Hal

tersebut disebabkan oleh beberapa hal,

diantaranya pertambahan penduduk dan arus

urbanisasi yang pesat telah menyebabkan

timbulan sampah pada perkotaan semakin

tinggi, kendaraan pengangkut yang jumlah

maupun kondisinya kurang memadai, sistem

pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak

ramah lingkungan, dan belum diterapkannya

pendekatan reduce, reuse dan recycle (3 R)

(Nahadi, 2007). Untuk mencapai kondisi

masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera

dimasa yang akan datang, akan sangat

diperlukan adanya lingkungan permukiman

yang sehat. Dari aspek persampahan, maka

kata sehat akan berarti sebagai kondisi yang

akan dapat dicapai bila sampah dapat dikelola

secara baik sehingga bersih dari lingkungan

permukiman dimana manusia beraktifitas di

dalamnya (Permen PU nomor:

21/PRT/M/2006).

Manado Green and Clean

merupakan program menciptakan kota

Manado yang bersih dan hijau. Bersih berarti

tidak ada sampah yang merusak

pemandangan kota sedangkan hijau berarti

tidak ada kegersangan dalam pemandangan

mata, dimana sejauh mata memandang yang

tampak adalah taman. Program ini

merupakan hasil kerjasama antara Unilever,

Balai Lingkungan Hidup (BLH) Kota

Manado, dan Manado Post sebagai bagian

dari program lingkungan Unilever Indonesia

Foundation, program berbasis masyarakat,

Manado Green and Clean tahun 2011.

Dampak dari proyek ini adalah 8-10%

pengurangan limbah di setiap kota di mana

program ini dijalankan. Kota-kota lain yang

menjalankan program serupa adalah

Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Makassar,

Medan, Bandung, Banjarmasin, Balikpapan,

dan Denpasar. Tujuannya adalah untuk

memberdayakan masyarakat dalam

penanganan limbah domestik melalui

pemilahan sampah, pembuatan kompos, dan

kegiatan penghijauan. Secara nasional,

program ini memiliki manfaat lebih dari 6

juta orang Indonesia (Anonim, 2011).

Kelurahan Istiqlal merupakan salah

satu kelurahan yang tergolong daerah

pinggiran dimana kondisi status sosial

ekonominya masih rendah. Kelurahan Istiqlal

juga merupakan daerah rawan banjir. Selain

itu, kelurahan Istiqlal juga berada sekitar

±20m dari Sungai, dan sungai biasanya jadi

tempat pembuangan sampah. Diperlukan

kesadaraan masyarakat tentang pengelolaan

sampah agar dampak yang ditimbulkan dari

dampak negatif sampah dapat diminimalisir.

Oleh karena itu, maka peneliti merasa perlu

mengetahui tentang hubungan antara

pengetahuan dan sikap dengan tindakan ibu

rumah tangga dalam pengelolaan sampah

rumah tangga di kelurahan Istiqlal.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan di

gunakan ini adalah survey penelitian analitik

dengan rancangan Cross sectional study.

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan

Istiqlal Lingkungan II Kecamatan Wenang

Kota Manado. Penelitian akan dilakukan

pada bulan Maret – juni 2013. Populasi dari

penelitian ini adalah seluruh masyarakat di

Lingkungan II Kelurahan Istiqlal dengan

jumlah KK sebanyak 218 ( 615 jiwa).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Individu

Umur Responden yang berumur kurang dari 47

tahun berjumlah 19 orang (27,5%) dan

responden yang berumur 47 tahun dan 47

tahun ke atas berjumlah 50 orang (72,5%).

Page 70: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

69

Menurut Eviyani dalam Khairunnisa (2011),

tidak selamanya umur seseorang menentukan

apa yang dia kerjakan dan bagaimana hasil

pekerjaannya. Umur hanya menunjukkan

seberapa lama dan seberapa kuat dia

melakukan pekerjaannya tersebut.

Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan, responden

paling banyak adalah yang memiliki

pendidikan menengah yaitu sebanyak 51

responden (73,9%), kemudian pendidikan

dasar sebanyak 10 responden (14,5%), dan

yang paling sedikit adalah pendidikan tinggi

sebanyak 8 responden (11,6%). Sesuai

dengan Notoatmodjo (2010), yang

mengemukakan bahwa manusia yang

memiliki sumber daya manusia yang lebih

baik, dalam arti tingkat pendidikan yang lebih

tinggi maka akan semakin mengerti dan

semakin mudah memahami manfaat dari

suatu hal

Status Pekerjaan

berdasarkan status pekerjaan, diketahui

bahwa sebanyak 19 responden memiliki

status bekerja, sedangkan 50 responden

memiliki status tidak bekerja. Menurut

Khairunnisa (2011), secara umum, ibu yang

memiliki pekerjaan di luar rumah cenderung

tidak peduli dengan hal-hal yang berkaitan

dengan urusan rumah tangga apalagi mereka

sudah mempunyai orang yang akan

mengurusinya.

Pendapatan Sesuai Upah Minimum

Propinsi (UMP)

sebanyak 46 responden memiliki pendapatan

sesuai UMR yaitu Rp.1.550.000,- atau lebih

dari UMR dan sebanyak 23 responden

memiliki pendapatan di bawah UMR.

Menurut penelitian Eviyani (2007) dalam

Khairunnisa (2011), tidak selamanya jumlah

penghasilan menentukan mau tidaknya

seseorang dalam melakukan kegiatan-

kegiatan yang berhubungan dengan

masyarakat sekitar meskipun kegiatan

tersebut juga memerlukan biaya.

Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Tabel 1.1 Hubungan Pengetahuan Responden

dengan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Berdasarkan tabel 1.1 diketahui bahwa

responden dengan pengetahuan baik yang

melakukan pengolahan sampah dengan baik

sebanyak 22 orang (22%) dan yang Tidak

baik sebanyak 16 orang (16%). Responden

yang memiliki pengetahuan tidak baik yang

melakukan pengolahan sampah dengan baik

sebanyak 21 orang (21%) dan yang Tidak

baik sebanyak 10 orang (10%).

Dari hasil uji chi-square didapatkan

nilai p = 0,401 (p > 0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan

tindakan pengelolaan sampah rumah tangga

di Lingkungan II Kelurahan Istiqlal

Kecamatan Wenang Kota Manado.

Hubungan Sikap Responden Dengan

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Tabel 4.12 Hubungan antara sikap responden

dengan pengelolaan sampah rumah tangga.

Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa

responden dengan sikap baik yang

melakukan pengolahan sampah dengan baik

sebanyak 30 orang (30%) dan yang tidak baik

sebanyak 12 orang (12%). Responden yang

memiliki sikap tidak baik yang melakukan

pengolahan sampah dengan baik sebanyak 13

orang (13%) dan yang tidak baik sebanyak 14

orang (14%).

Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai p =

0,51 (p > 0,05), maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

Pengetahuan

Tindakan

Total pvalue Tidak Baik Baik

N % n %

Tidak Baik 10 10 21 21 31

Baik 16 16 22 22 38 0,401

26 26 43 43 69

Sikap

Tindakan

Total

pvalue Tidak Baik Baik

n % N %

Tidak Baik 14 14 13 13 27

Baik 12 12 30 30 42 0,51

26 26 43 43 69

Page 71: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

70

antara sikap dengan tindakan pengelolaan

sampah rumah tangga di Lingkungan II

Kelurahan Istiqlal Kecamatan Wenang Kota

Manado.

Berdasarkan hasil penelitian di

kelurahan istiqlal linkungan II, di peroleh

sampel sebanyak 69 ibu rumah tangga.

Responden pada penelitian ini sebanyak 19

orang (27,5%) berumur di bawah 47 tahun

dan yang berumur di 47 tahun atau lebih dari

47 tahun sebanyak 50 orang (72,5%).

Menurut Eviyani dalam Khairunnisa (2011),

tidak selamanya umur seseorang menentukan

apa yang dia kerjakan dan bagaimana hasil

pekerjaannya. Umur hanya menunjukkan

seberapa lama dan seberapa kuat dia

melakukan pekerjaannya tersebut.

Sebenarnya tidak ada batas yang tegas pada

usia berapa penampilan seseorang mulai

menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis

alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal

pencapaian puncak maupun menurunnya

(Ali, 2011). Untuk pengetahuan responden

yang terbanyak adalah responden dengan

pengetahuan baik yaitu 36 orang (52,2 %) dan

pengetahuan tidak baik sebanyak 33 orang

(47,8%). Untuk sikap responden yang

tertinggi yaitu sikap baik dengan jumlah 42

orang (60,9%) dan sikap tidak baik sebanyak

27 orang (39,1%). Menurut Notoatmodjo

(2010), perilaku seseorang akan lebih baik

dan dapat bertahan lebih lama apabila

didasari oleh tingkat pengetahuan dan

kesadaran yang baik. Seseorang yang

mempunyai pengetahuan yang baik akan

sesuatu hal diharapkan akan mempunyai

sikap yang baik yang diwujudkan dengan

tindakan yang baik pula. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara statistik tidak ada hubungan

yang signifikan antara pengetahuan dengan

pengelolaan sampah rumah tangga di

lingkungan II Kelurahan Istiqlal Kecamatan

Wenang Kota Manado dengan probabilitas

sebesar 0,555 (p > 0,05).

KESIMPULAN

Terdapat sebanyak 52,2% ibu rumah tangga

berpengetahuan baik, dan berpengetahuan

tidak baik sebanyak 47,8% ibu rumah

tangga.

1. Terdapat sebanyak 60,9% ibu rumah

tangga memiliki sikap baik, dan 39,1%

ibu rumah tangga yang memiliki sikap

tidak baik.

2. Terdapat sebanyak 62,3% ibu rumah

tangga memiliki tindakan pengelolaan

sampah rumah tangga baik, dan 37,7%

ibu rumah tangga yang memiliki tindakan

pengelolaan sampah rumah tangga tidak

baik.

3. Tidak terdapat hubungan antara

pengetahuan dengan tindakan

pengelolaan sampah rumah tangga di

lingkungan II kelurahan Istiqlal

Kecamatan Wenang Kota Manado.

4. Tidak terdapat hubungan antara sikap

dengan tindakan pengelolaan sampah

rumah tangga di lingkungan II kelurahan

Istiqlal Kecamatan Wenang Kota

Manado.

SARAN 1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan

ibu rumah tangga, dalam hal ini

melaksanakan penyuluhan-penyuluhan

tentang pengelolaan sampah rumah

tangga.

2. Kelurahan Istiqlal wajib mendorong,

mendukung dan menfasilitasi segala

kegiatan yang berkaitan dengan prinsip

3R dalam pengelolaan sampah dengan

menerbitkan peraturan, menyediakan

sarana dan prasarana, insentif,

permodalan dan jaminan pasar bagi

produk daur ulang.

3. Pihak Kelurahan diharapkan dapat

bekerja sama dengan Dinas Kesehatan

Kota Manado dalam penyediaan media

informasi kesehatan (poster, leaflet dan

lain-lain) khususnya mengenai

pengelolaan sampah rumah tangga baik

sampah organik maupun sampah

anorganik.

4. Masyarakat perlu lebih meningkatkan

kepedulian mengenai masalah sampah

yang dihasilkan oleh tiap-tiap rumah

tangga, khususnya mengenai pengelolaan

sampahPerlunya penelitian lebih lanjut

mengenai pengelolaan sampah rumah

tangga di tiap-tiap kelurahan di Kota

Manado.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2008. Undang-Undang RI

Nomor 18 Tahun 2008, Tentang

Pengelolaan Sampah

Anonimous, 2011. Program Lingkungan,

(Online)

(http://www.unilever.co.id/id/aboutus

/yayasanunileverindonesia/programli

ngkungan/, diakses tanggal 10

Februari 2013)

Page 72: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

71

Anonimous, 2012a. Profil Kebersihan dan

Pertamanan Kota Manado. Manado:

Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Anonimous, 2012b. Profil Kelurahan

Istiqlal. Manado: Kelurahan Istiqlal.

Artiningsih, K. 2008. Peran Serta

Masyarakat dalam Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga. Jurnal Ilmiah

UNTAG Semarang (Online) (diakses

tanggal 16 Mei 2013)

Aurora, L. 2011. Knowledge, Attitude and

Practices regarding Waste

Management in Selected Hostel

Students of University of Rajasthan,

Jaipur. International Journal of

Chemical, Environmental and

Pharmaceutical Research Vol. 2,

No.1, 40-43 January-April, 2011.

(Online) (diakses tanggal 14 April

2013)

Banga, M. 2011. Household Knowledge,

Attitudes and Practices in Solid Waste

Segregation and Recycling: The Case

of Urban Kampala. Zambia Social

Science Journal Volume 2 Number 1

May 2011 (Online) (diakses tanggal

14 April 2013)

Chabibah, M. 2009. Hubungan Pengetahuan

dan Sikap dengan Tindakan Ibu

Rumah Tangga dalam Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga di Kelurahan

Jambangan. (Online) (diakses tanggal

30 Januari 2013)

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan

Lingkungan. EGC. Jakarta. Hal 111-

123

Fadhilah, A. 2011. Kajian Pengelolaan

Sampah Kampus Jurusan Arsitektur

Fakultas Teknik Universitas

Diponegoro. ISSN: 0853-2877

MODUL Vo.11 No. 2 Agustus 2011

(Online) (diakses tanggal 16 Mei

2013)

Faizah, 2008. Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga Berbasis Masyarakat (Studi

Kasus di Kota Yogyakarta). Skripsi.

(Online) (diakses tanggal 6 Maret

2013)

Khairunnisa, 2011. Hubungan Karakteristik

Ibu Rumah Tangga Dengan

Pengolahan Sampah Domestik Dalam

Mewujudkan Medan Green And Clean

(Mdgc) Di Lingkungan I Kelurahan

Pulo Brayan Darat Ii Kecamatan

Medan Timur Kota Medan Tahun

2011, (Online)

(http://repository.usu.ac.id/handle/12

3456789/30773, diakses tanggal 30

Januari 2013)

Lerik, 2008. Hubungan antara pengetahuan

dan sikap dengan praktik ibu rumah

tangga dalam pemberantasan sarang

nyamuk demam berdarah dengue

(PSN-DBD) di Kelurahan Oebufu

Kecamatan Oebobo Kota Kupang

tahun 2008, MKM Vol. 03 No. 01 Juni

2008. (Online) (diakses tanggal 25

April 2013)

Maulana, H. 2009. Promosi Kesehatan dan

Ilmu Perilaku. EGC: Jakarta.

Meikawati, 2008. Hubungan antara

Pengetahuan dan Sikap tentang

Higiene Sanitasi Petugas Penjamah

Makanan dengan Praktek Higiene

Sanitasi di Unit Instalasi Gizi RSJ di

Amino Gondohutomo Semarang

2008 (Online) (25 April 2013)

Mifbakhuddin, 2010. Gambaran

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Tinjauan Aspek Pendidikan,

Pengetahuan, dan

PendapatanPperkapita di RT 6 RW 1

Kelurahan Pedurungan Tengah

Semarang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat Indonesia Vol 6 no 1 Th

2010 (Online) (diakses tanggal 14

April 2013)

Nahadi, 2007. Program Pengelolaan Sampah

Melalui Pemanfaatan Teknologi

Komposting Berbasis Masyarakat

(Online)

(http://jurnal.upi.edu/file/Nahadi2.pdf

, diakses tanggal 16 Mei 2013)

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan

Masyarakat Ilmu & Seni. Rineka

Cipta. Jakarta. Hal 187-191

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku

Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi

Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 115-

130

Notoatmodjo, S., 2012. Promosi Kesehatan

dan Ilmu Perilaku. Jakarta. : Rineka

Cipta

Pohan, Y. 2013. Pengelolaan Sampah

Perumahan Kawasan Pedesaan

Berdasarkan Karakteristik Timbulan

Sampah di Kabupaten Gresik.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2,

No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539

(2301-9271 Print) (Online) (diakses

tanggal 16 Mei 2013)

Riswan, 2011. Pengelolaan sampah rumah

tangga di kecamatan daha selatan.

Jurnal Ilmu Lingkungan Vol.9, No. 1,

Page 73: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

72

April 2011, (online)

(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/

ilmulingkungan/article/view/2085,

diakses tanggal 18 Januari 2013)

Sidarto, 2010. Analisis Usaha Proses

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

dengan Pendekatan Cost and Benefit

Ratio Guna Menunjang Kebersihan

Lingkungan. Jurnal Teknologi,

Volume 3 No.2, Desember 2010, 161-

168 (online) (diakses tanggal 25 April

2013)

Soemirat, J. 2011. Kesehatan Lingkungan.

Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. Hal.180-184

Soma, S. 2010. Pengantar Ilmu Teknik

Lingkungan Seri: Pengelolaan

Sampah Perkotaan. IPB Press. Bogor

Sukandarrumidi, 2009. Rekayasa Gambut,

Briket Batubara, dan Sampah

Organik. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta. Hal 63-64

Sulistyorini, L. 2005. Pengelolaan Sampah

Dengan Cara Menjadikannya

Kompos. JURNAL KESEHATAN

LINGKUNGAN, VOL. 2, NO. 1,

JULI 2005 : 77 – 84. (Online) (diakses

tanggal 16 Mei 2013)

Susanto, R. Hubungan pengetahuan

terhadap pengelolaan sampah

Organik dan non organik pada

masyarakat RW 03 Sumbersari

Malang (Online), (diakses tanggal 14

April 2013)

Utami, B. 2008. Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga berbasis Komunitas: Teladan

dari Dua Komunitas di Sleman dan

Jakarta Selatan (Online)

(http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalp

df/edisi4-3.pdf, diakses tanggal 16

Mei 2013)

Page 74: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

73

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT KECACINGAN

DENGAN INFESTASI CACING PADA SISWA SD DI KELURAHAN BENGKOL

KECAMATAN MAPANGET KOTA MANADO Preliana Mustafa*, Henry Palendeng**,Benedictus.S.Lampus**

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

** Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRACT

Prevalence of Worms in Indonesia in general is still very high at 60% - 80%. The high prevalence of this worm

disease can have an impact on public health, especially children's nutritional status in infancy. School-age

children is a community group that is expected to grow into a human resource potential in the future so keep in

mind and be prepared to be grown both physically and intellectually. The purpose of this study was to analyze

whether there is a relationship between the behavior of elementary students worm disease prevention Bengkol

with worm infestation.

This research is analytic survey with a cross-sectional study design. The research was conducted in SD

and SD ADVENT GMIM Bengkol, in April-May 2013. The population in this study were all students in grade IV,

V, and VI in the Village Elementary School District Bengkol Mapanget Manado City totaling 89 people. The

number of samples is 80 people who are determined based on inclusion and exclusion criteria. The results show

the percentage of worm infestation of 11.25% (44.44% Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura 22.22%, and

33.33% Hookworm).

From statistical test results obtained hubunganun value of 0.734 for the knowledge variable (p> 0.05),

the attitude of 1.00 (P >0.05), and the action of 0.476 (p> 0.05). Based on the results of this study concluded that

there was no correlation between knowledge with worm infestation, there is no relationship between attitudes to

worm infestation and there is no relationship between the actions of the infestation warm.

Keywords: attitude, infestation warms, student at elementary school

ABSTRAK

Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, yaitu 60% - 80%. Tingginya prevalensi

penyakit cacing ini dapat memberikan dampak pada kesehatan masyarakat terutama status gizi anak dalam masa

pertumbuhannya. Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi

sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk

dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

apakah terdapat hubungan antara perilaku pencegahan penyakit kecacingan Siswa SD Bengkol dengan infestasi

cacing.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional.

Penelitian ini dilakukan di SD GMIM dan SD ADVENT Bengkol, pada bulan April - Mei 2013. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV, V, dan VI Sekolah Dasar di Kelurahan Bengkol Kecamatan

Mapanget Kota Manado yang berjumlah 89 orang. Jumlah sampel adalah 80 orang yang ditentukan berdasarkan

kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan presentase infestasi cacing sebesar 11,25% (Ascaris

lumbricoides 44,44%, Trichuris trichiura 22,22%, dan Hookworm 33,33%).

Dari hasil uji stastistik didapatkan nilai hubunganun untuk variabel pengetahuan sebesar 1,000

(p>0,05), sikap sebesar 1,000 (p>0,05), dan tindakan sebesar 0,470 (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan infestasi cacing, tidak terdapat

hubungan antara sikap dengan infestasi cacing dan tidak terdapat hubungan antara tindakan dengan infestasi

cacing.

Kata Kunci: perilaku, infestasi cacing, siswa sekolah dasar

Page 75: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

74

PENDAHULUAN

Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya

masih sangat tinggi, yaitu 60% - 80%. Hal ini

terjadi dikarenakan Indonesia berada dalam posisi

geografis dengan temperatur dan kelembaban

yang sesuai untuk tempat hidup dan berkembang

biaknya cacing (Depkes, 2006). ). Infeksi cacing

usus merupakan infeksi kronik yang paling

banyak menyerang anak balita dan anak usia

sekolah dasar. Infeksi cacing usus ditularkan

melalui tanah yang tercemar telur cacing, tempat

tinggal yang tidak saniter dan cara hidup tidak

bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat,

di pedesaan dan di daerah kumuh perkotaan di

Indonesia ( Mardiana, 2008).

Faktor faktor yang menyebabkan masih

tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat

sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat)

seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan

setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku,

perilaku jajan di sembarang tempat yang

kebersihannya tidak dapat dikontrol, perilaku

BAB tidak di WC yang menyebabkan

pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang

mengandung telur cacing serta ketersediaan

sumber air bersih (Winita, 2012).

Perilaku hidup yang bersih dan sehat

merupakan faktor kedua terbesar setelah faktor

lingkungan yang mempengaruhi kesehatan

individu, kelompok, atau masyarakat. Perilaku ini

menyangkut pengetahuan akan pentingnya

higiene perorangan, sikap dalam menanggapi

penyakit serta tindakan yang dilakukan dalam

menghadapi suatu penyakit atau permasalahan

kesehatan lainnya (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Data Dinas Kesehatan Kota

Manado kasus kecacingan di Kota Manado pada

tahun 2012 sebanyak 102 kasus dan kasus

terbanyak yang ditemukan adalah di wilayah kerja

Puskesmas Bengkol yaitu 32 kasus.

Berdasarkan latar belakang maka

dirumusan masalah penelitian yaitu apakah

terdapat hubungan antara perilaku tentang

pencegahan penyakit kecacingan dengan infestasi

cacing pada siswa SD di kelurahan Bengkol

Kecamatan Mapanget Kota Manado.

METODE PENELITAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan

rancangan penelitian cross sectional (studi potong

lintang).

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD GMIM dan SD

ADVENT Bengkol Kecamatan Mapanget Kota

Manado, pada bulan April sampai dengan bulan

Mei 2013.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas IV, V, dan VI SD GMIM yang

berjumlah 44 siswa dan seluruh siswa kelas IV, V,

dan VI SD ADVENT yang berjumlah 45 siswa di

Kelurahan Bengkol Kecamatan Mapanget Kota

Manado dengan jumlah keseluruhan sebanyak 89

siswa. Dengan kriteria: a) Kriteria Inklusi: Siswa

kelas IV, V dan VI SD GMIM dan SD ADVENT

Bengkol Kota Manado, dapat berkomunikasi

dengan baik, siswa yang bersedia menjadi

responden, mendapatkan izin dari orang tua, b)

Kriteria Eksklusi: Siswa yang minum obat cacing

dalam waktu 6 bulan terakhir, tidak bersedia

menjadi responden. Sampel yang diambil

berjumlah 80 orang dengan menggunakan total

sampling.

Variabel Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

perilaku tentang pencegahan penyakit

kecacingan, yang akan diukur yaitu : pengetahuan

siswa SD Bengkol tentang pencegahan penyakit

kecacingan, sikap siswa SD Bengkol tentang

pencegahan penyakit kecacingan dan tindakan

siswa SD Bengkol tentang pencegahan penyakit

kecacingan. Sedangkan variabel terikat dalam

penelitian ini adalah infestasi cacing.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu

Kuesioner, dan pemeriksaan Laboratorium,

Laboratorium yang digunakan adalah

Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran

Universitas Samratulangi Manado

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

SPSS versi 20, data yang telah diolah selanjutnya

di analisis dengan menggunakan uji Fisher’s

Exact untuk mengetahui hubungan antara perilaku

tentang pencegahan penyakit kecacingan dengan

infestasi cacing.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Tabel Silang Pengetahuan Tentang

Penyakit Kecacingan dengan Infestasi Cacing

Penge

tahua

n

Cacingan Total p

Value Positif Negatif

n % N % N %

Tidak

Baik 1 1,25 7 8,7 8 10

1.000

Baik 8 10 64 80 72 90

Total 9 11,2 71 88,7 80 100

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa

responden dengan infestasi cacing positif

terdistribusi pada kategori pengetahuan tidak baik

1(1,25%) responden dan 8(10%) berpengetahuan

baik, sedangkan responden yang negatif cacingan

Page 76: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

75

terdistribusi pada kategori pengetahuan yang

tidak baik sebanyak 7(8,7%) responden dan

64(80%) responden yang berpengetahuan baik.

Tabel 2. Tabel Silang Sikap Tentang Penyakit

Kecacingan dengan Infestasi Cacing

Sikap

Cacingan Total p

Value Positif Negatif

n % N % N %

Tidak

Baik 1 1,25 10 12,5 11 13,8

1,000

Baik 8 10 61 76,2 69 86,2

Total 9 11,2 71 88,7 80 100

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa

responden dengan infestasi cacing positif

terdistribusi pada kategori sikap yang tidak baik

yaitu 1(1,25%) responden dan 8(10%) responden

sikap baik, sedangkan responden yang negatif

cacingan terdistribusi pada kategori sikap yang

tidak baik sebanyak 10(12,5%) responden dan

61(76,2%) responden yang bersikap baik.

Tabel 3. Tabel Silang Tindakan Tentang Penyakit

Kecacingan dengan Infestasi Cacing

Tinda

kan

Cacingan Total p

Value Positif Negatif

n % N % N %

Tidak

Baik 2 2,5 29 36,2 31 38,7

0,476

Baik 7 8,7 42 52,5 49 61,2

Total 9 11,2 71 88,7 80 100

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahui bahwa

responden dengan infestasi cacing positif

terdistribusi pada kategori tindakan yang tidak

baik yaitu 2(2,5%) responden dan 7(8,75%)

responden tindakannya baik, sedangkan

responden yang negatif cacingan terdistribusi

pada kategori tindakan yang tidak baik sebanyak

29(36,25%) responden dan 42(52,5%) responden

tindakannya baik.

Hubungan Pengetahuan tentang Penyakit

Kecacingan dengan Infestasi Cacing

Dari hasil pengolahan data yang menggunakan

perhitungan Fisher exact dengan bantuan

program SPSS version 20 for Windows

menghasilkan nilai probabilitas sebesar 1.000

(P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa H0

diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan

antara pengetahuan tentang penyakit kecacingan

dengan infestasi cacing pada siswa SD Bengkol.

Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian

yang dilakukan oleh Dondokambey (2011)

tentang hubungan antara pengetahuan tentang

penyakit cacingan dengan infestasi cacing pada

siswa di SD Kristen Solagrita Tongkain, dimana

hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara pengetahuan tentang penyakit

cacingan dengan infestasi cacing (P>0,05).

Hubungan Sikap tentang Penyakit Kecacingan

dengan Infestasi Cacing

Dari hasil pengolahan data yang menggunakan

perhitungan Fisher exact memperoleh hasil yaitu

antara sikap dengan infestasi cacing mempunyai

probabilitas sebesar 1,000 (P>0,05) sehingga

dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti

bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan

infestasi cacing pada siswa SD Bengkol. Dari 80

orang siswa yang mempunyai sikap yang baik

sebanyak 69(86,2%) responden dan 11(13,8%)

responden mempunyai sikap tidak baik dengan

infestasi cacing negatif, sedangkan responden

yang positif cacingan terdapat pada kategori sikap

yang baik sebanyak 8(10%) responden dan

1(1,25%) responden yang bersikap tidak baik. Ini

berarti bahwa pada umumnya responden yang

mempunyai sikap yang baik atau respons yang

positif belum tentu dapat mewujudkan hal-hal

yang direspons tersebut menjadi suatu tindakan

nyata dan hal ini dibuktikan dengan jumlah

responden yang mempunyai sikap yang baik,

lebih banyak positif terinfeksi cacing daripada

responden yang mempunyai sikap yang tidak baik

yaitu hanya 1,25 % responden.

Penelitian yang dilakukan oleh Samad

(2009) tentang hubungan infeksi dengan

pencemaran tanah oleh telur cacing yang

ditularkan melalui tanah dan perilaku anak

Sekolah Dasar Di Kelurahan Tembung

Kecamatan Medan Tembung didapat hasil yaitu

tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap

dengan kejadian cacingan (P>0,05).

Penelitian lain yang dilakukan oleh

Salbilah (2008) tentang hubungan karakteristik

siswa dan sanitasi lingkungan dengan infeksi

cacinggan sekolah dasar di Kecamatan Medan

Beawan, hasil penelitian menunjukkan prevalensi

rate infeksi cacingan sebesar 53,8% tidak ada

hubungan antara sikap dengan infeksi kecacingan

(P>0,05).

Hubungan Tindakan tentang Penyakit

Kecacingan dengan Infestasi Cacing

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan

perhitungan Fisher exact memperoleh hasil yaitu

antara tindakan tentang penyakit kecacingan

dengan infestasi cacing mempunyai probabilitas

sebesar 0,476 (P>0,05) sehingga dapat

disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti

bahwa tidak ada hubungan antara Tindakan

dengan infestasi cacing pada siswa SD Bengkol.

Penelitian ini sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Ottay (2010) tentang hubungan

antara perilaku pemulung dengan kejadian

penyakit cacingan di tempat pembuangan akhir

sampah sumompo kota manado yang

mendapatkan hasil yang sama yaitu tidak ada

Page 77: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

76

hubungan antara tindakan dengan kejadian

cacingan di TPA Kota Manado.

Penelitian yang dilakukan oleh Pawestri

(2009) tentang hubungan antara pengetahuan

sikap dan perilaku dengan kejadian cacingan pada

siswa SDN Karang 1, Wedi, Klaten, Jawa tengah

di dapat bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara perilaku siswa dengan kejadian

cacingan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di

SD GMIM dan SD ADVENT Kelurahan Bengkol

Kecamatan Mapanget Kota Manado maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Proporsi kejadian cacingan pada anak SD

GMIM dan SD ADVENT Bengkol

sebanyak 9 responden (11,25%)

2. Tidak ada hubungan antara pengetahuan

tentang pencegahan penyakit cacingan

dengan infestasi cacing pada anak usia sekolah

dasar di SD Bengkol.

3. Tidak ada hubungan antara sikap tentang

pencegahan penyakit cacingan dengan

infestasi cacing pada anak usia sekolah dasar

di SD Bengkol

4. Tidak ada hubungan antara tindakan tentang

pencegahan penyakit cacingan dengan

infestasi cacing pada anak usia sekolah dasar

di SD Bengkol

SARAN

1. Perlu ditingkatkan lagi Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat, untuk pencegahan penyakit

cacingan, seperti mencuci tangan sebelum

makan, memakai alas kaki ketika bermain dan

beraktifitas

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang

infestasi cacing dengan jumlah sampel yang

lebih besar ditambah dengan faktor-faktor

lainya yang berpengaruh terhadap infestasi

cacing.

DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2006. Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor

424/MENKES/SK/VI/2006 tentang

Pedoman Pengendalian Cacingan.

(Online),

http://www.hukor.Depkes.go.id/up_prod

_kepmenkes/KMK.20No.2042420ttgPe

domanPengendalianCacingan.pdf.

(diakses tanggal 9 April 2013).

Dondokambey. H, 2011. Hubungan Antara

Perilaku Tentang Penyakit Cacingan

Dengan Infestasi Cacing Di SD Kristen

Solgrita Tongkaina. Skripsi

Lalandos. J. L, Kareri. D. G. R, 2008. Prevalensi

Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan

Melalui Tanah Pada siswa SD GMIM Lahay

Roy Malalayang. MKM Vol. 03 No. 02

Desember 2008, (online),

http://mediakesehatanmasyarakat.files.word

press.com/2012/06/artikel-4.pdf (diakses

tanggal 29 Februari 2013)

Mardiana, Djarismawati. 2008. Prevalensi

Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar

Wajib Belajar Pelayanan Gerakan

TerpaduPengentasan Kemiskinan

daerah kumuh Di Wilayah DKI Jakarta.

Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2

Agustus 2008 : 769-774, (online)(

diakses tanggal 2 April 2013)

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan

Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineke

Cipta

Ottay, RI. 2010. Hubungan antara

PerilakuPemulung debgab Kejadian

Penyakit Cacingan di TPA Sampah

Sumompo Kota Manado. Jurnal Biomedik

Vol. 2 No. 1 Maret 2010.

(online)http://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph

p/biomedik/article/view/841/659

( siakses tanggal 2 Mei 2013 )

Pawesri. G. S, 2009. Hubungan Pengetahuan,

Sikap, dan Perilaku Dengan Kejadian

Cacingan Pada Siswa SDN Karang I,

Wedi, Klaten, Jawa Tengah. (online)

http://repository.uii.ac.id/710/SK/I/000/

000/000417/uiiskripsihubunganpengeta

huan-05711024-GALUHPAWESTRI-

3814943656-abstract.pdf

(diakses tanggal 15 mei 2013).

Salbiah, 2008. Hubungan Karakterstik Siswa Dan

Sanitasi Lingkungan Dengan Infeksi

Cacingan Siswa Sekolah Dasar Di

Kecamatan Medan Belawan.

(online)http://repository.usu.ac.id/bitstre

am/123456789/6776/1/057023018.pdf

Samad, H. 2009. Hubungan Infeksi Dengan

Pencemaran Tanah Oleh telur cacing

Yang Ditularkan Melalui Tanah Dan

Perilaku Anak Sekolah Dasar Di

Kelurahan Tembung Kecamatan Medan

Tembung. Tesis, Medan, Universitas

Sumatra Utara (online )

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123

456789/6238/1/09E01347.pdf, (diakses

17 mei 2013)

Zukhriadi, R 2008. Hubungan Higiene

Perorangan Siswa Dengan Infeksi

Kecacingan Anak SD Negeri di

Kecamatan Sibolga Kota Kota Sibolga.

Tesis. (online)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/

123456789/6822/1/08E00343.pdf

(diakses tanggal 9 April 2013).

Winita. R, Mulyanti, dan Astuti. H, 2012, Upaya

Pemberantasan Kecacingan Di Sekolah

Dasar, Makara, Kesehatan, vol. 16, no. 2,

Page 78: HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG …jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/02/paradigma-sehat... · jenuh.Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner.

77

Desember 2012 (online)

journal.ui.ac.id/index.php/health/article/do

wnload/1631/1361