HIRARKI PENGARUH PADA PEMBERITAAN PILKADA DKI...
Transcript of HIRARKI PENGARUH PADA PEMBERITAAN PILKADA DKI...
HIRARKI PENGARUH PADA PEMBERITAAN PILKADA DKI JAKARTA DI MAJALAH TEMPO
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Parama Arrazak Sumbada
NIM. 1112051100058
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk
memenuhi syarat salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1)
di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan asli karya saya atau
merupakan tiruan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatulla Jakarta.
Jakarta, 23 September 2017
Parama Arrazak Sumbada
ii
ABSTRAK
Parama Arrazak Sumbada
Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Pilkada DKI Jakarta di Majalah
Tempo
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta merupakan isu yang ramai
diberitakan media massa. Pada akhir September 2016 sampai bulan Februari 2017
Majalah Tempo beberapa kali mengangkat laporan utama mengenai Pilkada DKI
Jakarta. Menurut Kun Waziz, Majalah Tempo masih menjadi bola liar
dikarenakan sebagai media massa yang belum diketahui keberpihakan politiknya.
Dalam setiap penyusunan pemberitaan, media massa dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor
yang memengaruhi pemberitaan Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo.
Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori hirarki pengaruh yang
dikembangkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori ini
mengemukakan bahwa terdapat faktor internal dan eksternal yang memengaruhi
pemberitaan sebuah media. Pada teori hirarki pengaruh terdapat tingkatan atau
level yaitu level individu, level rutinitas media, level organisasi media, level
ekstra media dan level ideologi.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara
mendalam dengan beberapa narasumber terkait.
Berdasarkan hasil temuan dan analisis diketahui bahwa hirarki pengaruh
pada pemberitaan Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo didominasi oleh level
rutinitas media, khususnya pada unsur penyusunan pemberitaan. Rutinitas
memiliki pengaruh yang penting dikarenakan telah terbentuk lingkungan dimana
pekerja melaksanakan pekerjaannya secara alami dan tanpa paksaan. Level
berikutnya yang dinilai cukup berpengaruh adalah level individu media, dalam hal
ini adalah reporter. Reporter bersentuhan secara langsung dalam pencarian data di
lapangan.
Level-level lain memengaruhi secara tidak langsung. Level organisasi media
diwakili oleh jajaran manajemen dan pemegang saham PT. Tempo Inti Media
Tbk, level ekstra media diwakili oleh pengiklan, dan level ideologi Majalah
Tempo yang menjunjung tinggi pluralisme dan independensi.
Kata kunci : Hirarki Pengaruh, J Shoemaker dan Stephen D. Reese, Pemberitaan,
Pilkada DKI Jakarta, dan Majalah Tempo
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan bersyukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Serta shalawat serta salam senantiasa
dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan
Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo”.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
terdapat banyak kekhilafan, kekurangan dan keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis
miliki. Namun berkat adanya semangat, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak,
akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan. Dalam kesempatan ini penulis ingin
berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Dr.H. Arief Subhan, M. Ag. Wakil Dekan I Bidang
Akedemik, Suparto, M, Ed, Ph. D, Wakil Dekan II Bidang Admisitrasi
Umum, Dr. Hj. Roudhonah M. Ag, dan Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama, Dr. Suhaimi, M.Si.
2. Kholis Ridho, M.Si, sebagai Ketua Konsentrasi Jurnalistik dan Dra. Hj.
Musfirah Nurlaily, M.A, sebagai sekertaris Konsentrasi Jurnalistik.
3. Dr. Rulli Nasrullah,M.Si sebagai dosen pembimbing akademik serta
pembimbing skripsi yang bersedia meluangkan waktu untuk bimbingan,
memberi arahan, dan senantiasa mengingatkan sehingga skripsi ini dapat
iv
terselesaikan dengan baik. Semoga selalu diberikan kesehatan dan
keberkahan oleh Allah SWT.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, terimakasih telah mengajar dan memberikan
ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
5. Seluruh staf Tata Usaha dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dalam hal peminjaman
buku-buku yang digunakan sebagai referensi dan memberikan pelayanan
dengan baik kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Jajang Jamaludin dan Anton Aprianto, selaku Redaktur Utama dan Redaktur
Pelaksana Majalah Tempo, yang berbaik hati utnuk membantu saya
mendapatkan izin penelitian, serta bersedia meluangkan waktunya untuk
wawancara.
7. Bapak Didin B. Maninggara dan Almrh. Ibu Imas Maskatih , kedua orang
tua penulis. Terima kasih atas segala doa yang selalu dipanjatkan di waktu-
waktu mustajab, serta memberikan cinta yang tiada habisnya. Terima kasih
juga telah mengingatkan bahwa waktu sangat berharga.
8. Adzany Mahardika Sumbada sebagai kakak penulis. Terima kasih atas
segala dukungan, semangat, serta motivasinya untuk segera meraih gelar
sarjana.
9. Tiara Puji Bangsa. Terima kasih telah menjadi pendengar dan sahabat yang
selalu ada untuk penulis. Sahabat yang tidak pernah lelah untuk
v
mengingatkan, menyelesaikan skripsi, serta pemberi motivasi yang terus
memberikan semangat kepada penulis bahwa perjuangan tidak akan
mengkhianati hasil.
10. Iyos, Badrus, Tria, Angga Satria, Fathur, sebagai teman berbagai suka dan
duka yang rela mendengarkan penulis berkeluh kesah serta banyak
membantu penulis selama penulisan skripsi.
11. Alif Mumtas, Oji, Yasir, Harry, Farouq, Zaini, Roni yang telah berbagai
tawa dan canda di sela-sela sulitnya penulis skripsi ini.
12. Teman-teman Konsentrasi Jurnalistik 2012 yang telah belajar dan berjuang
bersama selama 4 tahun terakhir.
Penulis berharap semoga orang-orang tercinta, baik yang tertera di atas atau pun
tidak, senantiasa dilimpahkan kasih sayang oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan pihak lain
pada umumnya.
Jakarta, 23 September 2017
Parama Arrazak Sumbada
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar belakang Masalah ..................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 8
E. Tinjauan Pustaka ................................................................ 9
F. Metodologi Penelitian ........................................................ 10
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 14
BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................... 16
A. Teori Hirarki Pengaruh Media ........................................... 16
B. Konseptualisasi Media Massa ............................................ 29
C. Media Cetak ....................................................................... 30
D. Konseptualisasi Berita ........................................................ 34
E. Pemilihan Kepala Daerah ................................................... 37
vii
F. Kerangka Berpikir .............................................................. 40
BAB III GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO ....................... 41
A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Tempo ...................... 41
B. Visi dan Misi Perusahaan ................................................... 46
C. Dewan Komisaris, Direksi dan Struktur Organisasi .......... 48
D. Penghargaan ....................................................................... 49
E. Laporan Utama Majalah Tempo ........................................ 52
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA .................................................... 54
A. Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo ......... 54
B. Konseptualisasi dan Analisis.............................................. 58
C. Interpretasi.......................................................................... 79
BAB V PENUTUP ............................................................................... 84
A. Kesimpulan ....................................................................... 84
B. Saran ................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Wilayah Pemungutan Suara 15 Februari 2017............................ 2
Tabel 1.2 Laporan Utama Majalah Tempo yang Mengangkat Isu
Pilkada DKI ................................................................................. 6
Tabel 3.1 Komposisi Kepemilikan Saham PT. Tempo Inti Media ............. 46
Tabel 3.2 Struktur Organisasi PT. Tempo Inti Media ................................. 48
Tabel 4.1 Pengaruh Pada Level Individu .................................................... 63
Tabel 4.2 Jenis-jenis Rapat Pada Majalah Tempo ...................................... 68
Tabel 4.3 Pengaruh Pada Level Rutinitas Media ........................................ 73
Tabel 4.4 Pengaruh Pada Level Organisasi Media ..................................... 75
Tabel 4.5 Pengaruh Pada Level Ekstra Media ............................................ 77
Tabel 4.6 Pengaruh Pada Level Ideologi .................................................... 79
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Level Hirarki Pengaruh ........................................................ 16
Gambar 2.2 Rutinitas Media .................................................................... 21
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir ............................................................... 40
Gambar 3.1 Komposisi Kepemilikan Saham PT. Tempo Inti Media ...... 46
Gambar 4.1 Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo ........... 55
Gambar 4.2 Rutinitas Media .................................................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tahun 2017 bisa dikatakan sebagai tahun politik bagi masyarakat yang
berada di berbagai daerah di Indonesia. Karena di tahun ini terjadi peristiwa
penting bagi bangsa Indonesia untuk menentukan masa depannya lima tahun
ke depan. Peristiwa ini biasa disebut dengan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada), yang bertujuan untuk memilih para calon wakil rakyat di tingkat
daerah.
Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah sukses
menyelenggarakan Pilkada pada 9 Desember 2015. Seluruh masyarakat
Indonesia diberikan jaminan untuk memberikan hak suaranya secara langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pelaksanaan pemilihan umum merupakan tolak ukur atas pelaksanaan
demokrasi di suatu negara.1 Pemilihan umum jika diartikan secara sederhana
adalah cara individu warga negara melakukan aktivitas politik ataupun kontrak
politik dengan kandidat atau partai politik yang diberikan mandat atau
wewenang untuk melaksanakan kekuasaan dalam politik.2 Dengan
dilangsungkannya pemilihan umum, maka telah menempatkan kedaulatan
1 Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.
461. 2 Setiajid, Orientasi Politik yang Mempengaruhi Pemilih Pemula dalam menggunakan Hak
Pilihnya Pada Pemilukada 2010 (Jurnal Integralistik No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011).
2
pada tempat sesungguhnya, yaitu rakyat. Oleh karena itu rakyat adalah subjek
yang menentukan, bukan objek yang ditentukan.3
Pada tanggal 15 Februari 2017 telah dilaksanakan Pilkada serentak di
101 wilayah di Indonesia. Adapun rinciannya adalah 7 provinsi, 18 kota dan
76 kabupaten.
Tabel 1.1
Wilayah Pemungutan Suara 15 Februari 2017
No Lingkup Daerah
1 Provinsi Aceh
Bangka Belitung
DKI Jakarta
Banten
Gorontalo
Sulawesi Barat
Papua Barat
2 Kota Aceh: Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, Sabang
Sumatera Utara: Tebing Tinggi
Sumatera Barat: Payakumbuh
Riau: Pekanbaru
Jawa Barat: Cimahi dan Tasikmalaya
Jawa Tengah: Salatiga
DIY: Kota Yogyakarta
Jawa Timur: Batu
NTT: Kupang
Kalimantan Barat: Singkawang
Sulawesi Tenggara: Kendari
Maluku: Ambon
Papua: Jayapura
Papua Barat: Sorong
3 Kabupaten Lampung: Mesuji, Lampung Barat, Tulang
Bawang, Tulang Bawang Barat, Pringsewu
Jawa Barat: Bekasi
Jawa Tengah: Banjarnegara, Batang, Jepara, Pati,
Cilacap, Brebes
DIY: Kulonprogo
NTT: Flores Timur, Lembata
3 Arif Sugiono, Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Keputusan Memilih Dalam Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden RI 2004 (Jurnal Universitas Lampung, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik, 2004).
3
Kalimantan Barat: Landak
Kalimantan Tengah: Barito Selatan, Kotawaringin
Barat
Kalimantan Selatan: Hulu Sungai Utara, Barito
Kuala
Sulawesi Tengah: Kepulauan Banggai, Buol
Sulawesi Utara: Bolaang Mongondow, Kepulauan
Sangihe
Sulawesi Selatan: Talakar
Gorontalo: Boalemo
Sulawesi Tenggara: Bombana, Kolaka Utara,
Buton, Muna Barat, Buton Tengah, Buton Selatan
Maluku: Seram Bagian Barat, Buru, Maluku
Tenggara Barat, Maluku Tengah
Papua: Nduga, Lanny Jaya, Sarmi, Mappi, Tolikara,
Kepulauan Yapen, Jayapura, , Intan Jaya, Puncak
Jaya, Dogiyai
Papua Barat: Tambrauw, Maybrat, Sorong
Aceh: Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh
Jaya, Bener Meriah, Pidie, Simeulue, Aceh Singkil,
Bireun, Aceh Barat Daya, Aceh Tenggara, Gayo
Lues, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Tengah
Sumatera Utara: Tapanuli tengah
Sumatera Barat: Kepulauan Mentawai
Riau: Kampar
Jambi: Muaro Jambi, Sarolangun, Tebo
Sumatera Selatan: Musi Banyuasin, Bengkulu
tengah
Maluku Tenggara: Pulau Morotai, Halmahera
Tengah
Sumber: www.pilkada2017.kpu.go.id diakses pada 21 Maret 2017
Sebagai ibu kota negara Indonesia, segala pemberitaan mengenai
pemilihan umum yang berlangsung di DKI Jakarta otomatis mendapat sorotan
massa. Mulai dari isu pasangan calon mana saja maju, pasangan calon yang
akhirnya mendeklarasikan diri maju dalam Pilkada DKI Jakarta, proses
kampanye, visi dan misi yang ditawarkan dan berbagai berita lainnya.
Terdapat tiga pasang calon yang maju pada Pilkada DKI Jakarta, yaitu
pasangan dengan nomor urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono – Sylviana Murni,
4
pasangan nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama – Djarot Saiful Hidayat, dan
pasangan nomor urut 3 Anies Baswedan – Sandiaga Uno.
Lembaga analisis media Rakyat Memilih mencatat terdapat 31.370
pemberitaan Pilkada dari 28 media online arus utama terhitung sejak 23
September 2017 hingga 13 Januari 2017. Dari jumlah tersebut pasangan
petahana mendapatkan pemberitaan (share of media) terbanyak dengan 19.970
berita (64%), disusul kemudian pasangan Anies – Sandi dengan 6637 berita
(20%), lalu pasangan Agus – Sylvi dengan 5033 berita (16%).4
Jumlah pemberitaan masing-masing pasangan tersebut bervariasi tone
positif atau tone negatif yang ditampilkan, sesuai dengan kebijakan media itu
sendiri. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bahkan telah memberi peringatan
kepada 3 stasiun televisi terkait pemberitaan Pilkada DKI. Stasiun televisi
tersebut adalah MNC TV, Global TV dan I-News TV. Peringatan tersebut
didasarkan karena siaran di televisi tersebut membentuk sudut pandang
tertentu.5
Ketua KPI, Yuliandre Darwis, Ph.D, mengemukakan bahwa media
massa dengan menggunakan frekuensi publik sesuai dengan UU Penyiaran
No. 32 Tahun 2002, sudah seharusnya menjadi rujukan utama bagi masyarakat
mengenai kepemiluan. Media massa diharapkan dapat melakukan fungsi
pendidikan politik cerdas dan bermartabat. Media mendorong publik menjadi
4 Taufik Ismail, Ahok-Djarot Dominasi Pemberitaan Pilkada DKI di Media Online
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/02/12/ahok -djarot-dominasi-pemberitaan-pilkada-
dki-di-media-online diakses pada 21 April 2017. 5 Rakhmat Nur Hakim, KPI Beri Peringatan Tiga Televisi Terkait Pemberitaan Pilkada
DKI_www.kompas.com/amp/nasional/read/2017/01/30/21072201/kpi.beri.peringatan.tiga.televisi.
terkait.pemberitaan.pilkada.dki diakses pada 21 April 2017.
5
pemilih rasional bukan pemilih seperti memilih kucing dalam karung.
Sehingga dapat meningkatkan partisipasi pemilih yang tinggi secara
kuantitatif maupun kualitatif.6
Pada masa kampanye, yaitu 29 Januari-11 Februari 2017 pesan-pesan
politik mengenai Pilkada DKI Jakarta baik secara eksplisit maupun implisit
telah diberitakan di berbagai media massa. Memang tidak ada larangan bagi
jurnalis untuk meliput kegiatan politik partai tertentu, namun posisi media
harus jelas dalam arus politik Pilkada. Ketua KPI kembali menegaskan bahwa
media massa tidak boleh bersikap partisan, apalagi hanya mementingkan
golongan tertentu. Media sosial harusnya dapat dijaga dari pengaruh maupun
bias-bias politik praktis. Terlebih media yang mempunyai pengaruh luas di
masyarakat.7
Faktor-faktor yang memengaruhi pemberitaan media didapat dari faktor
internal dan eksternal. Pengaruh faktor-faktor ini disebut sebagai Teori Hirarki
Pengaruh Media yang dikenalkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D.
Reese. Dalam teori ini terdapat 5 faktor yang memengaruhi pemberitaan di
media, yaitu pengaruh individual level (individual level), pengaruh kerutinan
media (routine level), pengaruh organisasi (organizational level), pengaruh
ekstra media (extra media level) dan pengaruh ideologi (ideology level).8
6 Yuliandre Darwis, Media, Frekuensi Publik dan Pilkada
http://kpi.go.id/index.php/id/16-kajian/33632-media-frekuensi-publik-dan-pilkada diakses
pada 21 April 2017. 7 Yuliandre Darwis, Media dalam Kontestasi Pilkada
http://kpi.go.id/index.php/id/16-kajian/33692-media-dalam-kontestasi-pilkada diakses
pada 21 April 2017. 8 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 64.
6
Dari kelima faktor tersebut, faktor internal melingkupi faktor individu,
yang datang dari pekerja media (reporter, wartawan), faktor kerutinan media
yang muncul dari keseharian sebuah media dalam pengemasan berita, dan
faktor organisasi yang berkaitan dengan struktur organisasi atau kepemilikan.
Sedangkan faktor eksternal melingkupi faktor ekstra media level yang berasal
dari pengiklan, penonton, kontrol pemerintah, pangsa pasar atau sumber berita
dan faktor pengaruh ideologi yang didasarkan cara pandang media.
Majalah Tempo juga tidak mau ketinggalan euforia, dari bulan
September 2016 sampai Februari 2017 mengangkat laporan utama mengenai
Pilkada DKI Jakarta. Diantaranya berjudul Lawan Bang! edisi tanggal 19 - 25
September 2016, Mulai! edisi tanggal 26 September - 2 Oktober 2016, Kuda-
kuda Menjelang Laga edisi tanggal 17 - 23 Oktober 2016, Perang Digital
Pilkada Jakarta edisi tanggal 28 November - 4 Desember 2016, Siasat di Balik
Debat edisi tanggal 16 - 22 Januari 2017, Manuver Terakhir edisi tanggal 13 -
19 Februari 2017, dan Agus Hilang Siapa Terbuang edisi tanggal 20 - 26
Februari 2017. Selengkapnya pada tabel berikut:
Tabel 1.2
Laporan Utama Majalah Tempo yang Mengangkat Isu PilkadaDKI
No Judul Laporan Utama Edisi Terbit
1 Lawan Bang! 19 - 25 September 2016
2 Mulai! 26 September - 2 Oktober 2016 3 Kuda-kuda Menjelang Laga 17 - 23 Oktober 2016 4 Perang Digital Pilkada Jakarta 28 November - 4 Desember 2016 5 Siasat di Balik Debat 16 - 22 Januari 2017 6 Manuver Terakhir 13 - 19 Februari 2017 7 Agus Hilang Siapa Terbuang 20 - 26 Februari 2017
Sumber : Laporan Utama di Majalah Tempo Edisi September 2016 s.d
Februari 2017
7
Dalam pengemasan berita, Majalah Tempo sudah pasti dipengaruhi juga
oleh kelima faktor di atas. Tempo adalah media nasional yang belum diketahui
keberpihakannya. Hal tersebut ditegaskan oleh Kun Wazis dalam buku Media
Massa dan Konstruksi Realitas yang mengatakan bahwa tidak semua media
sudah terlihat jelas ke arah politik mana media berlabuh, seperti kelompok
Tempo dan Kompas yang masih menjadi bola liar. Secara formal sulit
mendefinisikan kedekatan politik mereka.9
Di sini lah ketertarikan peneliti untuk meneliti Majalah Tempo sebagai
media yang masih menjadi bola liar. Berdasarkan latar belakang di atas,
peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan
Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Pada penelitian ini, pembatasan masalah diambil agar penelitian yang
dilakukan lebih terarah dan terperinci. Pembatasan masalah atau fokus
penelitian ini ditujukan kepada hirarki pengaruh media yang berlangsung
pada pemberitaan di Majalah Tempo. Pemberitaan yang diteliti adalah
pemberitaan mengenai Pilkada DKI Jakarta pada bulan September 2016
hingga Februari 2017.
9 Kun Wazis, Media Massa dan Konstruksi Realitas (Malang: Aditya Medina Publishing,
2012), Cet. Ke-1, h. 24.
8
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat penulis rumuskan:
a. Bagaimana hirarki pengaruh pada pemberitaan Pilkada DKI Jakarta
di Majalah Tempo?
b. Apa faktor dominan yang paling memengaruhi pemberitaan Pilkada
DKI Jakarta di Majalah Tempo?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang telah dirumuskan oleh peneliti, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hirarki pengaruh pada pemberitaan Pilkada DKI Jakarta di
Majalah Tempo.
2. Mengetahui faktor dominan yang paling memengaruhi pemberitaan
Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Menambah khazanah dan referensi bagi pengembangan ilmu komunikasi
massa dengan pendekatan teori hirarki pengaruh media bagi civitas
akademika Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
9
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
pengaruh-pengaruh apa saja yang terjadi pada sebuah pemberitaan di
media massa terhadap masyarakat, sehingga mendorong khalayak untuk
lebih kritis dalam menyingkapi berita yang disajikan.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan
dan acuan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan
penelitian ini. Maka dalam tinjauan pustaka ini peneliti mencantumkan hasil-
hasil penelitian terdahulu.
Fahdi Fahlevi, “Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah di
Majalah Tempo”. Persamaannya adalah dalam penggunaan teori dan objek
penelitian. Perbedaannya adalah objek yang di teliti. Pada penelitian ini
menghasilkan bahwa hirarki pengaruh pada Majalah Tempo lebih dominan
dipengaruhi oleh level rutinitas dan individu.10
Nurfajria, “Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi Pada Laporan
Utama Majalah Tempo Edisi April-Juni 2014”. Persamaannya adalah dalam
penggunaan teori dan objek penelitian. Perbedaannya adalah objek yang di
teliti. Pada penelitian ini menghasilkan bahwa hirarki pengaruh pada Majalah
Tempo lebih dominan dipengaruhi oleh level rutinitas.11
10
Fahdi Fahlevi, Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah di Majalah Tempo
(Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN), Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2013). 11
Nurfajria, Hirarki Pengaruh Pemberitaan Jokowi Pada Laporan Utama Majalah Tempo
Edisi April-Juni 2014 (Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN), Konsentrasi Jurnalistik, 2014).
10
Destri Liantika, “Hirarki Pengaruh Dalam Talkshow Sarah Sechan”.
Persamaannya adalah sama-sama menggunakan teori hirarki pengaruh.
Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi penulis terletak pada subjek dan
objek kajiannya. Pada penelitian ini subjeknya adalah media televisi dan
objeknya adalah pemberitaan pada talkshow Sarah Sechan, sedangkan penulis
mengkaji pada media cetak khususnya majalah dan objek penelitiannya adalah
pemberitaan mengenai pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Penelitian ini
menemukan bahwa pada hirarki pengaruh media dalam talkshow Sarah
Sechan semua faktor memiliki besaran pengaruh yang sama, tidak ada yang
dominan.12
Anisa Aristiani, “Sumber Hirarki Pengaruh Terhadap Pemberitaan Jilboobs
Di Detik.Com”. Persamaannya adalah menggunakan teori hirarki pengaruh.
Perbedaan skripsi tersebut dengan skripsi yang penulis buat terdapat pada
subjek kajian yang dilakukan. Penelitian tersebut meneliti sebuah media
online, sedangkan penulis meneliti sebuah media cetak. Penelitian ini
menemukan bahwa pada hirarki pengaruh media pada pemberitaan Jilboobs di
Detikcom lebih dipengaruhi oleh level individu dan ekstra media.13
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif,
12
Destri Lantika Asti, Hirarki Pengaruh Dalam Talkshow Sarah Sechan (Skripsi
Universitas Islam Negeri (UIN), Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2014). 13
Anisa Aristiani, Sumber Hirarki Pengaruh Terhadap Pemberitaan Jilboobs Di
Detik.Com, (Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam, 2015).
11
yaitu memaparkan data dengan menerangkan, memberi gambaran yang
terkumpul kemudian disimpulkan.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil
penelitian ini lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Metode
penelitian ini sering pula disebut sebagai metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
setting).14
Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.15
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah informan atau tempat peneliti
memperoleh keterangan informasi atau data, yang dalam hal ini adalah
Reporter Majalah Tempo dan Redaktur Utama Majalah Tempo.
Sedangkan objek penelitiannya adalah faktor-faktor baik internal
maupun eksternal yang memengaruhi pada pemberitaan tentang Pilkada
DKI Jakarta di Majalah Tempo.
14
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010), h.1. 15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosda Karya,
2004), h. 4.
12
3. Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
Untuk menyelesaikan penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan
data agar lengkap dengan melakukan beberapa tekhnik, yaitu:
1) Wawancara mendalam merupakan instrumen utama dalam
melakukan penelitian ini. Wawancara dilakukan untuk menambah
data yang diperlukan melalui tanya jawab seputar topik yang
terkait dengan permasalahan ini. Untuk mendapatkan informasi
yang akurat dan memperkuat data, maka peneliti melakukan
wawancara bebas terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu
wawancara dengan menggunakan interview guide atau pedoman
wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan.16
2) Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen. Data dapat diperoleh dari mengkaji atau
menelaah dokumen yang dimiliki Majalah Tempo pada bagian
laporan utama baik tertulis, gambar atau foto, grafik, dan lain
sebagainya.
b. Pengolahan Data
Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul,
selanjutnya data-data tersebut akan diolah. Untuk mendapatkan hasil
penelitian yang valid, pemeriksaan data juga diperlukan agar
keabsahan data dapat meningkatkan derajat kepercayaan dalam
16
Denzim, Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook of Qualitative Research, Dariyanto
dkk (edisi terjemahan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
13
penelitian kualitatif. Dalam keabsahan data ada lima teknik
pemeriksaan data, yaitu: pertama, teknik triangulasi antar sumber data,
antar-teknik pengumpulan data dan antar-pengumpul data. Kedua,
pengecekan kebenaran informasi yang tertulis dalam naskah rencana
laporan penelitian kepada para informan (member check). Ketiga, akan
mendiskusikan dengan teman sejawat. Keempat, analisis kasus negatif,
yakni kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian yang sudah ada
hingga waktu tertentu. Kelima, perpanjangan waktu penelitian.17
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembandingan terhadap itu.18
Pedoman dasar
dalam penulisan skripsi ini bersandar pada buku “Praktek Penulisan
Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh Ceqda, Jakarta 2007, bertujuan
agar mempermudah teknik penulisan skripsi.19
c. Analisis Data
Dari data-data yang dikumpulkan, kemudian penulis analisis
dan dari hasil analisis yang dirasa kurang tepat, peneliti kritisi lebih
lanjut. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yang
melaporkan data dengan menerangkan, memberikan gambaran, dan
mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul apa
adanya, untuk kemudian disimpulkan.
17
Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan
Laporan Penelitian, (Malang: UMM Press, 2010), h.67 - 68. 18
Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), h. 178. 19
Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Ceqda, 2007).
14
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ditujukan untuk memudahkan pemahaman tentang
penelitian ini, maka penulis membagi skripsi ini menjadi lima bagian yang
terdiri dari bab per bab, yang berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang
utuh dari skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
Dimulai dari BAB I Pendahuluan yang mencakup latar belakang
masalah yang membahas mengenai faktor-faktor baik internal maupun
eksternal yang saling berpengaruh terhadap terbitnya sebuah pemberitaan di
Majalah Tempo, khususnya pemberitaan Pilkada DKI Jakarta pada bulan
September hingga Februari 2017.
Selanjutnya, kajian teori pada BAB II yang membahas mengenai teori
hirarki pengaruh yang diungkapkan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D.
Reese, konseptualisasi media massa, penjelasan media cetak, konseptualisasi
berita dan penjelasan pemilihan kepala daerah. Tidak lupa disertakan kerangka
berpikir untuk menggambarkan alur berpikir dari penelitian ini.
Selanjutnya pada BAB III Gambaran Umum yang menjelaskan sejarah
dan perkembangan Majalah Tempo, visi dan misi, susunan Dewan Komisaris,
Direksi dan struktur organisasi Majalah Tempo, penghargaan yang pernah
diraih serta laporan utama Majalah Tempo.
Berikutnya adalah BAB IV yang berisi Temuan dan Analisa, yaitu
menyajikan temuan dan menganalisis data yang diperoleh mengenai faktor-
15
faktor apa saja yang memengaruhi Majalah Tempo pada pemberitaan Pilkada
DKI Jakarta dan interpretasi.
Dilanjutkan pada BAB V yaitu Penutup dimuat kesimpulan dan saran
untuk penelitian yang akan datang.
Penelitian ini pun dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran sebagai
bahan pendukung dan penjelas.
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Teori Hirarki Pengaruh Media
Media massa dalam menyajikan berita dan informasi yang dibutuhkan
oleh masyarakat luas tentu tidak terlepas dari hal-hal yang memengaruhi
media massa itu sendiri. Dalam pembahasan mengenai faktor yang
memengaruhi media massa, terdapat level atau tingkatan yang berpengaruh
terhadap konten pemberitaan. Atas dasar itu [enelitian ini menggunakan teori
hirarki pengaruh.
Teori hirarki pengaruh isi media ditemukan oleh Pamela J Shoemaker
dan Stephen D. Reese. Terdapat lima level atau tingkatan yang memengaruhi
isi media. Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh isi
media, yaitu pengaruh dari individu pekerja media (individual level), pengaruh
dari rutinitas media (media routines level), pengaruh dari organisasi media
(organizational level), pengaruh dari luar media (outside media level), dan
yang terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology level).1
Gambar 2.1
Level Hirarki Pengaruh
1 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 60.
17
Asumsi dari teori ini adalah bagaimana Isi pesan media yang
disampaikan kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakaan internal
dan eksternal organisasi media.
1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media
Pemberitaan suatu media dan pembentukan konten media tidak
terlepas dari faktor individu seorang pencari berita atau jurnalis. Arah
pemberitaan dan unsur-unsur yang diberitakan tidak dapat dilepaskan dari
peran seorang jurnalis. Faktor intra seorang jurnalis pun dapat potensi
untuk memengaruhi isi dari sebuah media massa seperti latar belakang dan
karakteristik dari seorang pekerja media atau jurnalis, perilaku, nilai dan
kepercayaan dari seorang jurnalis dan yang terakhir adalah orientasi dari
seorang jurnalis.
a. Faktor Latar Belakang dan Karakteristik
Faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja
media menurut Shoemaker dan Reese dibentuk oleh beberapa
faktor, yatu masalah gender atau jenis kelamin, etnis, orientasi
seksual, pendidikan sang jurnalis dan dari golongan manakah
jurnalis tersebut, orang kebanyakan atau golongan elit.2
Faktor latar belakang dan karakteristik seorang pekerja media
tersebut tidak banyak dapat memengaruhi individu seorang
jurnalis. namun faktor pendidikan dianggap yang paling
berpengaruh dibanding lainnya, karena kompetensi seorang
2 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 64.
18
jurnalis dapat dilihat dari segi pendidikan. Ini dikarenakan tingkat
intelektualitas atau disiplin ilmu yang diambil seorang jurnalis
ketika bangku kuliah dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah
media.
b. Faktor Nilai-nilai dan Kepercayaan
Faktor kedua yang membentuk faktor individual adalah faktor
kepercayaan, nilai-nilai dan perilaku seorang jurnalis. faktor-faktor
ini sangat mempengaruhi sebuah pemberitaan yang dibentuk oleh
jurnalis. Karena segala pengalaman dan nilai-nilai yang didapatkan
secara tidak langsung dapat berefek pada pemberitaan yang
dikonstruk oleh seorang jurnalis. walaupun aspek kepercayaan dan
nilai-nilai tidak terlalu kuat dalam membentuk efek kepada seorang
jurnalis dikarenakan kekuatan aspek organisasi dan rutinitas media
yang lebih kuat.3
2. Level Rutinitas Media
Tingkatan kedua dalam hirarki pengaruh adalah level kerutinan
media. Kerutinan media adalah kebiasaan media dalam mengemas sebuah
berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu
sumber berita (suppliers), organisasi media (processor) dan audiens
(consumers).4
3 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 82. 4 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 109.
19
Ketiga unsur ini saling berhubungan, berkaitan dan membentuk
rutinitas media yang membentuk pemberitaan pada sebuah media.
a. Audiens (Consumer)
Untuk mengupas tentang level rutinitas media, pertama-tama
kita akan membahas tentang unsur audiens. Unsur audiens ini turut
berpengaruh pada level media rutin, dikarenakan pemilihan sebuah
berita yang akan ditampilkan sebuah media pada akhirnya akan
disampaikan pada audiens. Ketergantungan terhadap audiens ini
memberi keuntungan bagi media.
Media juga mempunyai tugas dalam mengemas suatu
pemberitaan menjadi sebuah struktur cerita. Pada media cetak
pemberitaannya harus mudah dibaca (readable), foto pada sebuah
berita harus memiliki kaitan dengan sebuah cerita dan judul pada
sebuah headline harus menarik perhatian audiens terhadap sebuah
pemberitaan.
Di sisi lain media pun diharuskan untuk selalu membuat
pemberitaan yang objektif, faktual dan terpercaya. Menurut Michael
Schudson para reporter wajib menghibur audiens disatu sisi dan
memberikan pemberitaan yang faktual pada satu sisi. Karena sebuah
objektivitas pada sebuah media membantu sebuah media melegitimasi
dirinya. Ini berkaitan dengan kredibilitas sebuah media yang
membuat sebuah pemberitaan.5
5 Michael Schudson, Discovering The News (New York: Basic Book, 1978), h.78.
20
Sehingga pemberitaan sebuah media tidak selalu mengikuti apa
kemauan dari audiens tapi juga mengikuti fakta-fakta apa saja yang
berkembang di lapangan. Ini lah yang membentuk pemberitaan
sebuah media pada unsur audiens di level media rutin.
b. Organisasi Media (Proccesing)
Unsur selanjutnya yang membentuk level rutinitas media adalah
organisasi media atau pengolah pemberitaan (processing). Unsur yang
paling berpengaruh pada organisasi media adalah editor atau yang
biasa disebut sebagai “gatekeeper”. Editor pada setiap media adalah
yang menentukan mana berita yang layak untuk diterbitkan atau tidak.
Hasil pencarian berita oleh wartawan diputuskan oleh editor di meja
redaksi. Jadi editorlah yang menentukan mana berita yang layak
terbit. Kebijakan dari editor lah yanag menentukan rutinitas media
dalam menentukan pemberitaan.
c. Sumber Berita (Suppliers)
Sumber berita adalah berita atau informasi yang didapatkan oleh
para pencari berita. Sumber berita biasanya lembaga pemerintah,
swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik dan sebagainya.
Lembaga-lembaga ini dapat memengaruhi pemberitaan sebuah
media, karena kadang lembaga-lembaga ini memberikan pesanan
agar berita yang keluar dari sebuah media tidak bertentangan dengan
lembaganya.
21
Gambar 2.2
Rutinitas Media
Sumber: Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message
Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting pada
produksi isi simbolik. Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja
media melaksanakan pekerjaannya.6 Dan rutinitas media ini berpengaruh
secara alami karena bersifat keseharian dan terkesan tidak memaksa
pekerja media.
3. Level Pengaruh Organisasi
Level ketiga dalam teori hirarki pengaruh media adalah level
organisasi media. Pada level ini akan dibahas pengaruh organisasi pada
sebuah media terhadap pemberitaan. Level organisasi berkaitan dengan
struktur manajemen organisasi pada sebuah media, kebijakan sebuah
media dan tujuan sebuah media. Berkaitan dengan level sebelumnya, pada
6 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 137.
Media Organization
Producer
Source
Suppliers
Audience
Consumers
ROUTINE
22
teori hirarki pengaruh yaitu level individu dan level media rutin, level
organisasi lebih berpengaruh dibanding kedua level sebelumnya.7
Bicara tentang level pengaruh organisasi, sama dengan bicara
tentang kepemilikan. Sebuah struktur tertinggi manajemen media biasanya
ditampuk oleh pemilik media. Misalnya, pada media televisi tvOne yang
pemiliknya adalah Abu Rizal Bakrie, pemberitaan pada media tersebut
lebih condong untuk meningkatkan citra positif baik untuk pribadi maupun
golongannya dan menekan pemberitaan yang negatif. Hal demikian dapat
terjadi karena pemegang kekuasaan tertinggi yang sekaligus ikut
memengaruhi isi pemberitaan adalah pemilik media. Pengaruh dari
kepemilikan media terhadap konten media ini menjadi perhatian penting
dalam studi mengenai konten media.8 Dapat dijabarkan bahwa kebijakan
terbesar dipegang oleh pemilik media melalui editor.
Para pemimpin media tidak terlalu sering mengintervensi dan
memengaruhi sebuah berita secara spesifik, tetapi jika sebuah media
mendapatkan intervensi dari institusi yang lebih berkuasa seperti
pemerintah, pemimpin media dapat langsung mengintervensi pemberitaan.
Bahkan jika dibutuhkan atau mendesak, para pemimpin media dapat
langsung mengubah rutinitas sebuah media. Titik fokus level ini adalah
pada pemilik atau pemimpin media yang menentukan arah kebijakan
sebuah media.
7 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h.140. 8 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 140.
23
4. Level Pengaruh Luar Organisasi
Level keempat dari teori hirarki pengaruh media adalah level
pengaruh dari luar organisasi media atau bisa disebut ekstra media level.
Ekstra media level adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal
dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu
berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari
pemerintah, pangsa pasar dan teknologi.9
a. Sumber Berita
Sumber berita memiliki efek yang sangat besar pada konten
sebuah media massa, karena seorang jurnalis tidak bisa menyertakan
pada laporan beritanya apa yang mereka tidak tahu. Contohnya adalah
seorang jurnalis hampir tidak pernah menjadi saksi mata sebuah
kecelakaan pesawat, hingga untuk mendapatkan sebuah berita mereka
mendapatkan informasi dari jurnalis lainnya, dari orang yang berada di
tempat kejadian, dari sumber resmi pemerintah dan polisi, dari petugas
bandara; dan dari tiap individu memiliki sudut pandang yang unik dan
berbeda tentang apa yang terjadi.10
Contoh di atas menjelaskan bahwa media yang diberitakan oleh
seorang jurnalis dapat dibentuk oleh sumber lain. Karena sudut
pandang yang berbeda dari sumber berita itu sendiri. Bahkan kadang
9 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 175. 10
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 178.
24
sumber berita juga bisa bias karena sumber berita juga bisa berkata
tidak jujur terhadap seorang jurnalis pada sebuah wawancara.
b. Pengiklan dan Pembaca
Unsur selanjutnya dari ekstra media level adalah pengiklan dan
audiens atau pembaca. Unsur ini sangat berpengaruh dalam level
ekstra media karena iklan dan pembaca adalah penentu kelangsungan
sebuah media selain dari iklan. Kedua unsur ini lah yang membiayai
jalannya produksi dan menjadi sumber keuntungan dari sebuah media.
Menurut J.H Altschull yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese:
“Sebuah konten dari pers secara langsung berhubungan
dengan kepentingan yang membiayai sebuah pers.
Sebuah pers diibaratkan sebagai peniup terompet dan
suara dari terompet itu dikomposisikan oleh orang yang
membiayai peniup terompet tersebut. Ini bukti secara
substansial bahwa isi dari media secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh pengiklan dan
pembaca”11
Pengaruh pemasangan iklan juga terlihat pada isi media yang
dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama
dengan pola konsumsi target konsumen.12
Dalam hal ini media
mencoba menyesuaikan pola konsumen yang ingin dicapai oleh para
pengiklan untuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Berita
yang dipasang juga menggunakan kekuatan modal dari pengiklan yang
secara langsung ikut membiayai sebuah media, agar konten dari media
11
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 190. 12
Morisson, dkk, Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 55.
25
tidak bertentangan dengan kepentingan citra dari produk yang
diiklankan.
c. Kontrol dari Pemerintah
Unsur ketiga yang memengaruhi konten pada pemberitaan
sebuah media adalah kontrol dari pemerintah. Pemerintah dapat
mengontrol pemberitaan sebuah media jika bertentangan dengan
kebijakan pemerintahan. Kontrol dari pemerintah biasanya berupa
sebuah kebijakan peraturan perundang-undangan atau dari lembaga
Negara seperti Kementerian atau Lembaga Negara lainnya.
Penguasa atau pemerintah memberikan pengaruh besar kepada
isi pesan media. Kekuatan media dalam membentuk agenda publik
sebagian tergantung pada hubungan media bersangkutan dengan pusat
kekuasaan. Jika media memiliki hubungan yang dekat dengan
kelompok elit di pemerintahan, maka kelompok tersebut akan
mempengaruhi apa yang harus disampaikan oleh media.13
Biasanya kontrol dari pemerintah berlaku pada Negara-negara
yang tidak demokratis sistem pemerintahannya. Faktor ini dikarenakan
negara yang lebih demokratis memberikan kebebasan kepada media
dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, hal ini disebut
sebagai kebebasan pers. Sedangkan negara-negara yang tidak
demokratis, media bisanya masih ketat dalam pengawasan pemerintah.
13
Morisson, dkk, Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 48.
26
d. Pangsa Pasar Media
Unsur keempat yang dapat memengaruhi isi dari pemberitaan
sebuah media adalah pangsa pasar media. Media massa beroperasi
secara primer pada pasar yang komersil, dimana media harus
berkompetisi dengan media lainnya untuk mendapatkan perhatian dari
pembaca dan pengiklan.14
Hal ini yang membuat media berlomba-
lomba merebut dan menarik perhatian para audiens dan pengiklan
untuk mendapatkan keuntungan dari iklan dan pembaca melalui konten
media tersebut.
e. Teknologi
Unsur terakhir yang membentuk efek dari luar organisasi media
pada sebuah pemberitaan adalah teknologi. Teknologi yang dgunakan
oleh media juga dapat memengaruhi konten media. Kemajuan
teknologi kini juga dapat memberikan pengaruh bagi konten media.
Teknologi seperti komputer. televisi, radio, satelit dan lainnya dapat
memudahkan sebuah media untuk memberi dan menyalurkan
informasi secara cepat kepada masyarakat.
Terdapat empat alasan mengapa teknologi dapat memengaruhi
sebuah media terutama media cetak. Pertama, komputer membantu
editor dan penyunting berita untuk menyiapkan grafik informasi yang
bisa memberikan pemberitaan yang lebih baik. Kedua, teknologi pada
komputer dapat membuat kualitas foto yang lebih baik bagi media
14
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 209.
27
cetak. Ketiga, reporter menggunakan komputer untuk mengakses data
dan menggunakan informasinya untuk menyiapkan berita yang lebih
baik. Keempat, sebuah media cetak dapat membuat halaman dengan
komputer dan editor dapat memiliki kontrol yang lebih terhadap desain
dari halaman.15
5. Level Pengaruh Ideologi Media
Level terakhir dalam teori hirarki pengaruh media adalah level
ideologi. Level ideologi ini berbeda dengan level-level sebelumnya, jika
level sebelumnya tampak lebih konkret, maka pada level ini ideologi
terlihat abstrak. Sebagai sebuah lembaga dalam masyarakat, media
memiliki landasan ideologis yang membingkai isinya agar sejalan dengan
ideologi media.16
Ideologi media mengandung pengertian ideologi yang dimiliki oleh
media sebagai institusi atau yang menjadi landasan hidup media. Menurut
pandangan non-Marxis, ideologi media merupakan ideologi pemegang
kekuasaan pemerintah atau sistem pemerintah yang dominan.17
Pada
sistem liberal, yang memiliki kekuasaan dalam mengendalikan media
adalah market, siapa yang menguasai pasar mereka lah yang menguasai
media. Pada sistem pers komunisme yang memiliki kekuasaan adalah
15
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 216. 16
Udi Rusdadi, Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 81. 17
Udi Rusdadi, Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 83.
28
partai komunis, jajaran pimpinan partailah yang menguasai media dan
sekaligus digunakan untuk mengontrol masyarakat untuk kepentingan
partai. Terakhir dalam sistem tanggung jawab sosial, dengan ideologi
pluralism masyarakat.
Berbeda mengenai pandangan ideologi media menurut perspektif
neo-Marxis, Althusser mengemukakan bahwa ideologi adalah hasil dari
proses pengalaman dan merupakan representasi imajiner dari realitas yang
menunjukkan eksistensi individu/ kelompok/ organisasi. Posisi ideologi
tidak selalu ditentukan oleh penguasaan ekonomi, tetapi ideologi bisa
tumbuh otonom dari proses pengalaman.
Dalam pandangan tersebut, dijelaskan bahwa ideologi merupakan
representasi dari proses pengalaman individu/ golongan/ kelompok/
organisasi sampai eksis. Dengan konsep ini maka ideologi media
merupakan nilai-nilai yang berkembang sejak media didirikan. Jadi
struktur yang terbangun oleh media merupakan ideologi media. Surat
kabar media nasional Republika misalnya akan merefleksikan visi dan
misi serta berbagai aktivitas ketika surat kabar Republika dilahirkan.
Demikian halnya dengan surat kabar lainnya, yang memiliki latar belakang
masing-masing.18
18
Udi Rusdadi, Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 84.
29
B. Konseptualisasi Media Massa
1. Pengertian Media Massa
Menurut Denis McQuail seperti yang dikutip oleh Morissan media
massa adalah alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai
dari skala terbatas hingga skala yang sangat luas.19
Definisi media massa
yang dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat yaitu jenis media yang
ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonym
sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.20
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media massa
adalah alat penyampai pesan kepada khalayak yang luas, heterogen dan
anonim dalam waktu yang serntak dan dengan skala yang luas.
2. Peran Media Massa dalam Komunikasi Massa
Sebagai medium atau teknologi yang mendukung proses
komunikasi massa, media massa memiliki andil besar dalam proses
penyaluran komunikasi massa. Menurut Harold Lasswell fungsi utama
media massa adalah pengamatan, hubungan dan transmisi. Oleh sebab itu
media memiliki peranan penting dalam komunikasi massa.
19
Morisson, dkk, Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 1. 20
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), h. 36.
30
C. Media Cetak
1. Karakteristik Media Cetak
Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni
media massa cetak dan elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi
kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah.21
Media
cetak adalah berita-berita yang disiarkan melalui benda cetak.22
Menurut
Kurniawan Djunaedi media cetak ialah media yang terbit secara berkala,
tapi bukan setiap hari. Media cetak itu harus bersampul dan dirancang
secara khusus, selain itu media cetak itu dijilid atau sekurang-kurangnya
memiliki sejumlah halaman tetentu. Bentuknya harus berformat tabloid,
atau saku, atau berformat konvensional sebagaimana format majalah yang
kita kenal selama ini. 23
Sedangkan media elektronik yang memenuhi
kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media on line
(internet).
Dalam empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan dan
persuasif), fungsi yang paling menonjol pada media cetak adalah
informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca sebuah
media cetak, yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa terjadi di
sekitarnya. Namun demikian, fungsi hiburan tidak terabaikan karena
21
Elvanaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2007), h.103. 22
Zaenuddinh HM, The Journalist (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2007), h. 12. 23
Kurniawan Djunaeddhi, Rahasia Dapur Majalah Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1995), h. xiii.
31
tersedianya rubrik artikel ringan, feature (laporan perjalanan, laporan
tentang profil seseorang yang unik), dan lain sebagainya.
Seorang komunikator harus memahami terlebih dahulu kelebihan
dan kekurangan media tersebut. Dengan kata lain komunikator harus
mengetahui secara tepat karakteristik media massa yang akan
digunakannya. Karakteristik media cetak sebagai media massa mencakup:
a. Publisitas
Publisitas (publicity) adalah penyebaran pada publik atau khalayak.
Salah satu karakteristik komunikasi adalah pesan dapat diterima oleh
sebanyak-banyaknya khalayak yang tersebar di berbagai tempat,
karena pesan tersebut penting dan menarik bagi khalayak. Dengan
demikian semua aktivitas yang menyangkut kepentingan umum atau
menarik untuk umum adalah layak untuk disebarluaskan.
b. Periodesitas
Periodesitas menunjukkan pada keteraturan terbitnya, bisa harian,
mingguan atau bulanan. Sifat periodesitas sangat penting dimiliki
oleh media massa, khususnya media cetak.
c. Universalitas
Universalitas menunjukkan pada kesemestaan isinya, yang beraneka
ragam. Dengan demikian isi surat kabar meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia, seperti masalah sosial, ekonomi, budaya, agama,
32
pendidikan, keamanan dan lain-lain. Selain itu, lingkup kegiatannya
bersifat lokal, regional, nasional bahkan internasional
d. Aktualitas
Aktualitas, menurut kata asalnya, berarti “kini” dan “keadaan
sebenarnya”. Kedua istilah tersebut erat kaitannya dengan berita,
karena definisi berita adalah laporan tercepat mengenai fakta-fakta
atau opini yang penting atau menarik minat.
e. Terdokumentasikan
Dari berbagai fakta yang disajikan media cetak dalam bentuk berita
atau artikel , dapat dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh
pihakipihak tertentu dianggap penting untuk diarsipkan atau dibuat
kliping.
2. Karakteristik Majalah
Majalah merupakan media yang paling simple organisasinya,
relatif lebih mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal
banyak. Majalah juga dapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat,
dimana mereka dapat dengan leluasa dan luwes dalam menentukan
bentuk, jenis dan sasaran khalayaknya. Meskipun sama-sama media
cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat kabar karena majalah
memiliki karakteristik sendiri, yaitu:24
24
Elvanaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 121 - 122.
33
a. Penyajian lebih dalam
Frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan, selebihnya
dwi mingguan, bahkan bulanan (1x sebulan). Majalah berita biasanya
terbit mingguan, sehingga para reporternya punya cukup waktu untuk
memahami dan mempelajari suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai
waktu yang leluasa untuk melakukan analisis terhadap peristiwa
tersebut, sehingga penyajian berita dan informasinya dapat dibahas
secara lebih dalam. Berita-berita dalam majalah disajikan lebih
lengkap, karena dibubuhi latar belakang peristiwa. Unsur why
dikemukakan secara lengkap, sedangkan unsur how yaitu berupa
peristiwa maupun proses terjadinya suatu peristiwa dikemukakan
secara kronologis.
b. Nilai aktualitas lebih lama
Apabila nilai aktualitas surat kabar hanya berumur satu hari, maka
nilai aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan
menganggap usang surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu. akan
tetapi kita tidak pernah menganggap usang majalah yang terbit dua
atau tiga hari yang lalu.
c. Gambar/foto lebih banyak
Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian
beritanya yang mendalam, majalah juga dapat menampilkan
gambar/foto yang lengkap dengan ukuran besar dan kadang-kadang
berwarna serta kualitas kertas yang digunakan juga lebih baik. Daya
tarik foto sangat besar bagi pembacanya, karena itu promosi majalah
edisi terbaru sering kali menonjolkan aspek foto.
34
d. Kover sebagai daya tarik
Disamping foto, kover atau sampul majalah juga merupakan daya
tarik tersendiri. Kover adalah ibarat pakaian. Kover majalah biasanya
menggunakan kertas yang bagus dengan gambar dan warna yang
menarik. Menarik tidaknya kover suatu majalah sangat bergantung
pada tipe majalahnya, serta konsistensi atau keajegan majalah tersebut
dalam menampilkan ciri khasnya.
D. Konseptualisasi Berita
1. Definisi Berita
Sebuah berita adalah hal tidak bisa dipisahkan dengan media
massa. Menurut Paul De Massener yang dikutip oleh A.S Haris Sumadiria,
berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta
minat khalayak. Definisi lain tentang berita dikemukakan oleh Dean M.
Lyle Spencer, berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang
dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca. Diperkuat oleh Wiliam
S. Maulsby yang mendefinisikan berita sebagai suatu penuturan secara
benar dan tidak memihak dari fakta-fakta penting dan baru terjadi.25
Sementara itu dalam beberapa catatan sudah banyak yang
memberikan pendapat tentang pengertian berita. Salah satunya Prof.
Mitchel V. Charney yang menyataikan bahwa news is the timely of fact or
opinionof either interest or impotance, or both, to a considerable number
25
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006),
h. 64.
35
of people (berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang
mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya,
bagi sejumlah besar penduduk).26
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai dakta
atau ide terbaru yang benar, menarik dan penting bagi sebagiam besar
khalayak.
2. Kategori Berita
Berita dapat dikategorikan menjadi, soft news dan hard news.
Pengertian hard news adalah berita yang punya arti penting bagi banyak
pembaca, pendengar dan pemirsa karena biasanya berisi kejadian yang
terkini yang baru saja terjadi atau akan terjadi di pemerintahan, politik,
hubungan luar negeri, pendidikan, ketenagakerjaan, agama, pengadilan,
pasar finansial dan sebagainya.27
Berita hard news memiliki arti penting
karena isi dari berita tersebut berisi kejadian-kejadian yang memiliki efek
bagi banyak orang.
Soft news adalah berita ringan, biasanya kurang penting karena
isinya menghibur, walau kadang juga memberi informasi penting. Berita
jenis ini sering kali bukan berita terbaru. Di dalamnya memuat berita
human interest atau jenis rubrik feature.28
Konten dari berita ini lebih
26
Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009), h. 27. 27
Tom E. Rolnicki, Pengantar Dasar Jurnalisme (Bandung: Rosda Karya, 2004), h. 2. 28
Tom E. Rolnicki, Pengantar Dasar Jurnalisme (Bandung: Rosda Karya, 2004), h. 3.
36
ringan daripada hard news karena hanya berisi berita yang menghibur dan
tidak membutuhkan keseriusan dalam membacanya.
3. Nilai Berita
Dalam pengemasan sebuah berita harus mempertimbangkan faktor
nilai berita dalam pemberitaannya. Nilai berita adalah unsur-unsur yang
terdapat dalam sebuah berita yang dapat menarik perhatian khalayak
pembaca atau pemirsa.29
Menurut Reese ada beberapa nilai berita yaitu faktor pentingnya
sebuah pemberitaan (importance), faktor kemanusiaan (human interest),
faktor konflik atau kontroversi (conflict/controversy), faktor
ketidakbiasaan sebuah berita yang diberitakan (the unsual), faktor
keaktualan (timeliness) dan terakhir faktor kedekatan sebuah pemberitaan
dengan audiens (proximity).30
Septiawan K Santana pun menjelaskan elemen nilai berita secara
lebih lengkap, yaitu:31
a) Immediacy, berkaitan dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan atau
nilai baru
b) Proximity, keterdekatan peristiwa dengan khalayak dalam keseharian
mereka
29
Asep Yudha Wirajaya, Nilai Berita, artikel ini diakses pada 21 Maret 2017 dari
http://www.Pelitaku.com/index/nilai-berita 30
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 111. 31
Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009), h. 27.
37
c) Consequence, nilai berita yang memberikan konsekuensi atau memiliki
pengaruh bagi khalayak
d) Conflict, berkaitan dengan peristiwa perang, demonstrasi, kerusuhan,
kriminal, atau perseteruan.
e) Oddity, peristiwa yang tidak biasa terjadi atau ditemui
f) Sex, berkaitan dengan perselingkuhan, hubungan antar individu
g) Emotion, biasanya disebut dengan elemen human interest dimana
elemen ini berkaitan denngan kisah-kisah yang menyentuh emosi
manusia
h) Prominence, berkaitan denngan keterlibatan orang-orang penting,
terkenal, tokoh
i) Suspense, adanya peristiwa yang mengejutkan atau sesuatu yang
ditunggu-tunggu
j) Progress, berkaitan dengan perkembangan sebuah peristiwa.
E. Pemilihan Kepala Daerah
1. Dasar Hukum Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur merupakan amanat Undang-
undang dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana
disebutkan dalam Bab VI Pemerintahan Daerah pasal 18 ayat 4 sebagai
berikut: Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala
38
Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara
demokratis.
Secara umum dasar pelaksanaan pemilihan Gubernur/wakil
Gubernur DKI Jakarta adalah:32
UUD 1945
UU Nomor 32 Tahun 2004 dan perubahannya, yaitu UU Nomor 8
Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu) Nomor 3 Tahun 2005 dan UU Nomor 12 Tahun 2008
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005
Peraturan perundang-undangan yang terkait dan aturan-aturan
pelaksana lainnya, baik yang berasal dari Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Pusat maupun yang di daerah, KPUD DKI Jakarta.
2. Tahapan Kegiatan Pilkada
Berdasarkan pasal 65 ayat (1), disebutkan bahwa kegiatan
pilkada langsung dilangsungkan dalam 2 (dua) tahap, yakni tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan.33
Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan mengenai
kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam tahap persiapan adalah:
a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya
masa jabatan
32
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan Problema
Penerapan di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 200. 33
UU Nomor 32 Tahun 2004
39
b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa
jabatan kepala daerah
c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan
jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepada daerah
d. Pembentuka Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS
e. Pembentukan dan pendaftaran pemantau
Selanjutnya tahap pelaksanaan terdiri dari 6 (enam) kehiatan
sesuai dengan pasal 65 ayat (3), yaitu:
a. Penetapan daftar pemilih
b. Pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah/ wakil kepala
daerah
c. Kampanye
d. Pemungutan suara
e. Penghitungan suara
f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah
terpilih, pengesahan dan pelantikan
3. Peran Penting Masyarakat dalam Proses Pilkada
Aktor utama dalam system pemilu, khususnya pilkada, adalah
rakyar, partai politik, dan calon kepala daerah. Ketiga actor tersebut
terlibat langsung dalam tahapan: (1) pendaftaran pemilih; (2)
pendaftaran calon; (3) penetapan calon; (4) kampanye; (5) pemungutan
dan penghitungan suara; dan (6) penetapan calon terpili. Pilkada
40
merupakan implementasi demokrasi partisipatoris dengan nilai-nilai
demokrasinya menjadi parameter keberhasilan pelaksanaan proses
kegiatan. Nilai-nilai tersebut diwujudkan melalui azas-azas pilkada
yang terdiri dari langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.34
F. Kerangka Berpikir
Gambar 2.3
Kerangka Berpikir
34
Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan Problema
Penerapan di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 202.
Pilkada DKI Jakarta
(Realitas Murni)
Hirarki Pengaruh Majalah Tempo
Rutinitas
Media
Organisasi Ekstra
Media
Ideologi Individu
Pemberitaan Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo
(Realitas Simbolik)
Opini Publik
41
BAB III
GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO
A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Tempo
PT. Tempo Inti Media tergabung dalam satu korporasi Tempo Media
Group yang bergerak di bidang industri penyedia jasa informasi, di dalamnya
bernaung beberapa perusahaan, yaitu PT. Tempo Inti Media Tbk., PT. Temprint
dan PT. Tempo Inti Media Impresario. Majalah Tempo sendiri berada di bawah
naungan PT. Tempo Inti Media Tbk.
PT. Tempo Inti Media Tbk sudah berstatus perusahaan terbuka yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 8 Januari 2001. Meski masih tergolong
pemain baru dalam bursa, sebagai sebuah perusahaan media, Tempo memiliki
sejarah yang panjang.
Berawal dari sekelompok anak muda yang berangan memiliki majalah
sendiri, Goenawan Muhammad, Fikri Jufri, Christianto, Wibisono dan Usmanah
mendirikan majalah Tempo di bawah PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya.
Mereka adalah mantan karyawan majalah Ekspres yang bekerja sama dengan para
mantan karyawan majalah Djaja milik Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota (DKI)
yang dulu sempat macet terbit. Untuk merembukkan berdirinya majalah Tempo,
para mantan karyawan majalah Ekspres dan Djaja itu juga bekerjasama dengan
Yayasan Jaya Raya yang dipimpin oleh Ir. Ciputra. Yayasan ini berada di bawah
naungan pemerintah DKI.1
1 http:korporat.Tempo.co/tentang/sejarah, artikel ini diakses pada 13 Juli 2017.
42
Dalam perwajahan, Tempo meniru Time. Sesuatu yang tak disebutkan
pengelola Tempo bahwa mereka terpengaruh oleh majalah Amerika. Bahkan kata
“Tempo” berarti “Time” (waktu). Tempo dibagi ke dalam beberapa rubrik seperti
Nasional, Ekonomi, Film, Foto, Luar Negeri, Kota & Desa, Pokok& Tokoh.2
Nama Tempo dipilih sebagai nama majalah mingguan yang diterbitkan
pada 1971. Nama Tempo dipilih karena nama ini mudah diucap dan diingat, hal
ini diutarakan oleh Goenawan Muhammad selaku Pemimpin Redaksi saat itu.
Selain cocok dengan sifat medianya yang berkala mingguan, nama tersebut juga
mungkin lebih dekat dengan nama majalah berita tebitan Amerika Serikat, Time.3
Majalah Time yang notabene sudah terkenal diharapkan akan berkilau juga pada
majalah Tempo.
Ada empat alasan kenapa nama “Tempo” dipilih. Pertama, kata “Tempo”
merupakan kata yang singkat dan bersahaja. Kata ini mudah diucapkan oleh
semua orang Indonesia yang berasal dari berbagai macam jurusan dan golongan.
Kedua, kata ini terdengar netral, tidak mengejutkan dan tidak merangsang. Ketiga,
kata ini bukan merupakan sebuah simbol ataupun dapat mewakili suatu golongan.
Terakhir, makna sederhana dari kata “Tempo” adalah “Waktu”. Kesederhanaan
makna ini juga lah yang membuat beberapa penerbitan di Negara lain
menggunakan kata yang memiliki arti sama sebagai nama majalah.4
Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang fokus utamanya
menyoroti pemberitaan hukum dan politik. Tempo juga merupakan majalah
2 Janet Steele, Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru
(Jakarta: Dian Rakyat, 2007), h. 60. 3 http:korporat.Tempo.co/tentang/sejarah, artikel ini diakses pada 13 Juli 2017.
4 Sopian, Agus dkk, Jurnalisme Sastrawi: Atologi Liputan Mendalan dan Memikat
(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), h. 95.
43
pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintahan. Majalah Tempo juga
belum diketahui keberpihakannya. Hal tersebut ditegaskan oleh Kun Wazis dalam
bukunya Media Massa dan Konstruksi Realita yang menyatakan bahwa tidak
semua media sudah terlihat jelas ke arah mana politik media berlabuh, contohnya
Tempo yang masih menjadi bola liar.5 Majalah ini cukup independen dalam
memberitakan peristiwa yang terjadi, tidak dipengaruhi oleh pihak lain, baik itu
dari pribadi maupun lembaga.
Edisi perdana majalah Tempo terbit pada 6 Maret 1971. Edisi pertama
Tempo laku sekitar 10.000 eksemplar. Disusul edisi kedua yang laku sekitar
15.000 eksemplar. Oplah majalah Tempo terus meningkat pesat hingga pada
tahun ke-10, penjualan majalah Tempo mencapai sekitar 100.000 eksemplar,6
Majalah Tempo memiliki SIT tertanggal 31 Desember 1970, namun baru
terbit perdana pada tanggal 6 Maret 1971. Tiga tahun setelah Tempo lahir, keluar
lah Keputusan Menteri Penerangan RI No. 061068 PEM 1/SK Dirjen PPGSIT
1974. Akibat perubahan peraturan pemerintah, SIT kemudian diubah dan diganti
SIUPP dengan SK Menpan RI 025/SK?MENPAN/SIUPP/C.1/1985 tanggal 25
Desember 1985.7
Menurut Goenawan Muhammad sebelum ada Tempo, hanya ada dua jenis
penulisan dalam Koran dan majalah di Indonesia: berita yang lempeng (straight
news) seperti Koran atau artikel seperti kolom. Tempo lahir dengan menyajikan
cara penulisan yang berbeda sama sekali, yang sekarang menjadi pola di penulisan
5 Kun Wazis, Media Massa dan Konstruksi Realitas (Malang: Aditya Media Publishing,
2012), Cet. Ke-1, h. 24. 6 Fachrul Khoirudin, Sejarah Majalah tempo: Konflik dan pemberedelan, artikel pada
http:id//.Wikipedia.org/majalah-Tempo diakses pada 13 Juli 2017. 7 Company Profile Majalah Tempo.
44
jurnalistik di Indonesia (dan sering tidak pada tempatnya dipakai): bagaimana
menyusun sebuah berita tentang sebuah kejadian sebagai sebuah cerita pendek.8
Hal demikianlah yang membuat Tempo tetap konsisten dalam penyajian penulisan
berita dan menjadikan majalah ini tetap bertahan di tengah ketatnya persaingan
industri informasi.
Secara konseptual, Tempo merupakan majalah mingguan yang padat
rubriknya (lebih dari 30 rubrik), dan selalu mengutamakan berita dari peristiwa-
peristiwa yang sedang terjadi, yang berarti selalu tepat, akurat dan selalu baru.
Tempo mencanangkan konsep peliputan berita yang sedapat mungkin dilakukan
secara jujur dan tanpa a priori. Semua fakta diliput, baik yang disukai maupun
tidak. “Penjelasan ide atau gagasan kepada pembaca berusaha dihindari sejauh
mungkin oleh Tempo.” kata Evan selaku kepustakaan Majalah Tempo. Jika
mengetengahkan persoalan yang menyangkut perbedaan pendapat antara dua
pihak, keduanya diberi kesempatan yang sama untuk menampilkan opini atau data
masing-masing dengan variasi yang cukup. Tempo merupakan majalah
independen yang tidak dipengaruhi pihak lain, baik itu sebagai pribadi maupun
lembaga. Majalah ini juga merupakan forum yang memperjuangkan hak bicara
semua orang atau lembaga-lembaga tanpa pengecualian.
Pada tahun 1982, untuk pertama kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap
terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan politiknya, Golkar. Saat
itu tengah dilangsungkan kampanye dan prosesi Pemilihan Umum. Tapi akhirnya
Tempo diperbolehkan terbit kembali setelah menandatangani semacam "janji" di
8 Goenawan Muhammad, Seandainya Saya Wartawan Tempo: edisi revisi (Jakarta:
Institut Tempo, 2007), h. ix.
45
atas kertas segel dengan Ali Moertopo, Menteri Penerangan saat itu (zaman
Soeharto ada Departemen Penerangan yang fungsinya, antara lain mengontrol
pers).
Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin
mengental semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula daya
kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah sedemikian melumut.
Puncaknya, pada 21 Juni 1994. Untuk kedua kalinya Tempo dibredel oleh
pemerintah, melalui Menteri Penerangan Harmoko. Tempo dinilai terlalu keras
mengkritik Habibie dan Soeharto ihwal pembelian kapal kapal bekas dari Jerman
Timur.
Selepas Soeharto lengser pada Mei 1998, mereka yang pernah bekerja di
Tempo dan tercerai berai akibat bredel, berembuk ulang. Mereka bicara ihwal
perlu tidaknya majalah Tempo terbit kembali. Hasilnya, Tempo harus terbit
kembali. Maka, sejak 12 Oktober 1998, majalah Tempo hadir kembali.9
Menapaki tahun 2017, PT. Tempo Inti Media Tbk, memasuki usia yang ke
enam belas. Hal itu jika dihitung pada tahun 2001, perseroan masuk ke bursa
saham, menjadi perusahaan publik. Saat go public, sebanyak 725 juta lembar
saham ditawarkan di masyarakat. Dari aksi korporat tersebut, komposisi
kepemilikan saham perusahaan yang sebelumnya bernama PT. Arsa Raya Perdana
lalu menjadi PT. Tempo Inti Media Tbk, sebagai berikut: PT. Grafiti Pers
memiliki 24,28%, PT. Jaya Raya Utama memiliki 16,28%, Yayasan Jaya Raya
9 https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah diakses pada 2 Agustus 2017.
46
8,54%, Yayasan Tempo 21 Juni 1994 25,01%, Yayasan Karyawan Tempo
12,09%, dan masyarakat 13,8%.10
Selengkapnya pada tabel dan grafik berikut:
Tabel 3.1
Komposisi Kepemilikan Saham PT. Tempo Inti Media
Nama Pemegang Saham Jumlah Saham (lbr) Prosentase Kepemilikan
(%)
PT. Grafiti Pers 176,027,733 24.28
Yayasan Tempo 21 Juni 1994 181,322,500 25.01
PT. Jaya Raya Utama 118,052,300 16.28
Yayasan Karyawan Tempo 87,627,267 12.09
Yayasan Jaya Raya 61,947,700 8.54
Masyarakat 100,022,500 13.80
Gambar 3.1
Komposisi Kepemilikan Saham PT. Tempo Inti Media
B. Visi dan Misi Perusahaan
Majalah Tempo yang lahir sejak tahun 1971 memiliki visi dan misi yang
hingga sekarang terus menjadi acuan dalam setiap menggali dan mengungkap
10
https://korporat.tempo.co/tentang/struktur_saham diakses pada 2 agustus 2017.
47
berita untuk disampaikan kepada masyarakat. Adapun visi dan misi tersebut
adalah:
A. Visi Majalah Tempo:
Menjadi acuan dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk
berpikir dan berpendapat serta membangun peradaban yang menghargai
kecerdasan dan perbedaan.
B. Misi Majalah Tempo:
Menghasilkan produk multimedia yang independen dan bebas dari
segala tekanan dengan menampung dan menyalurkan secara adil
suara yang berbeda-beda.
Menghasilkan produk multimedia bermutu tinggi dan berpegang
pada kode etik.
Menjadi tempat kerja yang sehat dan menyejahterakan serta
mencerminkan keragaman Indonesia.
Memiliki proses kerja yang menghargai dan memberi nilai tambah
kepada semua pemangku kepentingan.
Menjadi lahan kegiatan yang memperkaya khazanah artistik,
intelektual, dan dunia bisnis melalui pengingkatan ide-ide baru,
bahasa, dan tampilan visual yang baik.
Menjadi pemimpin pasar dalam bisnis multemedia dan
pendukungnya.11
11
https://korporat.tempo.co/tentang/visi diakses pada 2 Agustus 2017.
48
C. Dewan Komisaris, Direksi dan Struktur Organisasi
Adapun susunan nya adalah sebagai berikut:
Komisaris Utama : Goenawan Mohamad
Komisaris Independen : Edmund E. Sutisna dan Leonardi Kusen
Komisaris : Yohannes Henky Wijaya dan Bambang Harymurti
Direktur Utama : Toriq Hadad
Direktur Produksi : Herry Hernawan
Direktur Keuangan : Gabriel Sugrahetty Dyan Kusumaningsih
Direktur SDM & Umum : Sri Malela Mahargasarie.12
Tabel 3.2
Struktur Organisasi PT. Tempo Inti Media Tbk
12
https://korporat.tempo.co diakses pada 2 Agustus 2017.
49
D. Penghargaan
Adapun beberapa penghargaan yang pernah diraih PT. Tempo Inti Media Tbk
dalam fase perkembangannya adalah :
1. Asian Digital Media Award 2011
TEMPO.CO meraih Silver Award “The Best Mobile Media 2011” dari
Asian Digital Media Award 2011
2. Apresiasi Jurnalis Jakarta (AJJ) 2011
Kategori Photo Story: Aditia Noviansyah dengan judul “Tidur di
Jakarta”. Kategori Investigasi: Wahyu Dhyatmika dengan
laporan“Asuransi Hampa Pahlawan Devisa”, Laporan Utama Majalah
Tempo 5 September 2011
3. Mochtar Lubis Award 2011
Kategori berita pelayanan publik: Ahmad Taufi k dan Tito Sianipar,
artikel “Drainase Buruk, Banjir Makin Menjadi”. Kategori Penulisan
Feature: Bagja Hidayat, artikel “Lukas Si Pemanggil Ikan”
4. Penghargaan Anugerah Adiwarta Sampoerna 2011
Kategori Foto Berita Bidang Sosial: Aditia Noviansyah, foto berjudul
“Tawuran”. Kategori Liputan Investigatif: Sunudyantoro, judul liputan
“Partai Putih di Pusaran Impor Daging”
5. Penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2012
Kategori Jurnalistik Investigasi: Mustafa Silalahi dan kawan-kawan
dengan laporan “Tangan Godfather di Kampung Ambon”, laporan
utama Majalah Tempo, 8 Mei 2012
50
6. Yap Thiam Hien Award 2012
Untuk pertama kalinya, sebuah media meraih penghargaan Yap Thiam
Hien Award sejak penghargaan tahunan itu diberikan 20 tahun lalu.
Dinilai memiliki komitmen lebih dalam isu penegakan keadilan dan
hak asasi manusia di Indonesia, penghargaan bergengsi itu diraih oleh
Majalah Tempo di penghujung 2012.
7. Indonesia Print Media Awards (IPMA) 2011
Majalah Tempo meraih tiga emas kategori majalah lokal berita politik
dan bisnis. Cover Majalah Tempo yang meraih tiga penghargaan itu
antara lain; Edisi 21 Februari 2011: Mengapa Harus Takut?, Edisi 22
Agustus 2011: Sekongkol Kakap Nazaruddin, Edisi 10 Oktober 2011:
The Banggars. Koran Tempo meraih emas kategori koran nasional
untuk edisi 26 Desember 2011: dengan halaman utama Anas Tantang
KPK, Buktikan Dokumen Nazar. Koran Tempo Makassar meraih emas
kategori koran regional Sulawesi edisi 10 Maret 2011, dengan judul
halaman depan Serangan Kilat di Kampus UNM.
8. International Print Media Award (IPMA) 2012
Majalah Tempo berhasil meraih dua penghargaan Gold di kategori
The Best of News Politics and Bussines Local Magazine dalam
perhelatan International Print Media Award (IPMA) 2012 untuk edisi
10-16 September 2012 dan edisi 14-20 Mei 2012. Koran Tempo
meraih penghargaan Gold di kategori Surat Kabar Harian Nasional
51
terbaik untuk edisi 26 Januari 2012 dan penghargaan Silver untuk edisi
Senin, 6 Februari 2012.
9. GRANAT Award 2012
Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Nasional Anti Narkotika memberikan
penghargaan Granat Award kepada Koran Tempo atas pemberitaan
yang terus menerus dan konsisten memerangi kejahatan nasional
10. Lomba Karya Jurnalistik Dari UNDP & BAPPENAS 2012
Jurnalis Tempo TV meraih juara 1 dan 3 lomba karya jurnalistik dari
UNDP dan Bappenas tentang akses terhadap keadilan.
11. AFP Kate Webb Prize 2013
Wartawan Tempo Stefanus Teguh Edi Pramono diganjar penghargaan
AFP Kate Webb Prize. Penghargaan itu diberikan Agence France-
Presse Foundation atas liputan jurnalistik Pramono tentang konflik
Suriah pada 2012 dan perdagangan narkoba di Jakarta. AFP Kate Web
Prize adalah penghargaan yang diberikan untuk wartawan atas kerja
jurnalistik yang dianggap luar biasa di wilayah yang berbahaya
maupun kejadian yang sulit.
12. WAN-IFRA 2013
World Association of Newspapers and News Publishers (WAN-IFRA)
memberikan penghargaan sampul majalah terbaik se-Asia
kepada Majalah Tempo dalam Asian Media Awards 2013 yang
diumumkan di Bangalore, India. Penghargaan itu diberikanuntuk dua
52
sampul Majalah Tempo edisi laporan utama Sengkarut Jembatan Selat
Sunda dan Investigasi Sindikat Manusia Perahu.
13. The Gwangju Prize for Human Rights Special Award 2013
Majalah Tempo menerima the Gwangju Prize for Human Rights
Special Award 2013 yang berlangsung di di Gedung Yayasan
Peringatan 18 Mei, Gwangju-268 kilomenter dari Seoul, ibukota
Republik Korea Selatan. Bergerak di bidang penegakan HAM dan
demokrasi, yayasan ini didirikan untuk mengenang ribuan korban
kerusuhan berdarah pada 18-27 Mei 1980 di bawah diktator Korea
Selatan, Chun Doo-hwan. Ketika itu, mahasiswa dan rakyat sipil
Gwangju bergerak melawan kepungan tentara yang “memagari” kota
mereka. Peristiwa tersebut—dengan perkiraan jumlah korban mati
hingga 2.000 orang—kemudian dikenang dengan nama Gerakan
Demokratisasi Gwangju. 13
E. Laporan Utama Majalah Tempo
Laporan utama merupakan salah satu rubrik dalam majalah Tempo.
Laporan utama ini membahas isu-isu besar yang dijadikan headline dan kover
majalah pada edisi terbitan majalah Tempo. Laporan utama biasanya
tercermin dari kover majalah Tempo. Isi yang ada pada laporan utama
biasanya tersirat dalam kover tersebut. Di situ biasanya media bermain dengan
desain kover dan headline untuk memikat pembaca dengan kesan pertama.
13
https://korporat.tempo.co/tentang/penghargaan diakses pada 12 Agustus 2017.
53
Dalam sebuah media massa, kover atau headline itu merupakan hal
yang sangat penting, seperti yang dikatakan Tom E. Rolnicki bahwa sebuah
kover atau headline bisa langsung memudahkan pembaca dalam memilih
informasi.14
Selain itu, kover dan headline sudah meringkas fakta penting dari
sebuah berita. Kover dan headline juga membantu pembaca menentukan
pilihan untuk melihat dan membaca berita yang dianggapnya lebih penting.
14 Tom. E. Rolnicki, dkk, Pengantar Dasar Jurnalisme (Scholastic Journalism), h.221.
54
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISA
A. Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo
Majalah Tempo adalah sebuah media yang telah berdiri cukup lama
yaitu sejak tahun 1971 dan dibredel hingga dua kali yaitu pada tahun 1982 dan
pada puncaknya yaitu tahun 1994 oleh pemerintah Orde Baru (Orba) di bawah
pimpinan Presiden Soeharto.1 Proses perjalanan panjang yang dilalui Majalah
Tempo turut memberikan pengaruh pada pemberitaan Majalah Tempo.
Proses pemberitaan sendiri dipengaruhi oleh Hirarki Pengaruh. Hirarki
Pengaruh terdiri dari beberapa level, yaitu level individu, level rutinitas media,
level organisasi, level ekstra media dan level ideologi.2
Sebelum masuk kepada tataran level hirarki pengaruh pada pemberitaan
di Majalah Tempo, peneliti akan mencoba menjelaskan proses penyusunan
pemberitaan di Majalah Tempo.
Proses penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo terdiri atas
beberapa tahap. Tahap itu terdiri dari rapat kompartemen, lalu rapat
perencanaan, dilanjutkan kepada proses pencarian bahan atau data yang
dibutuhkan, berikutnya kembali dilakukan rapat kompartemen, dilanjutkan
rapat checking, lalu ada rapat checking terakhir sebagai final checking dan
diakhiri dengan penulisan dan penyuntingan berita. Proses penyusunan
pemberitaan selengkapnya pada bagan berikut:
1 https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah diakses pada 2 Agustus 2017.
2 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 60.
55
Bagan 4.1
Proses Penyusunan Pemberitaan di Majalah Tempo
Sumber : Wawancara peneliti dengan Redaktur Utama Majalah Tempo
Dari pola di atas dapat dijelaskan:
1. Rapat Kompartemen
Rapat kompartemen adalah rapat para anggota kompartemen.
Kompartemen sendiri adalah bagian atau rubrik pada Majalah Tempo.
Terdapat beberapa kompartemen besar di Majalah Tempo, di antaranya
adalah kompartemen nasional, kompartemen politik dan hukum,
kompartemen ekonomi bisnis, kompartemen sains, kompartemen olahraga
dan masih banyak lagi. Rapat kompartemen terdiri dari reporter, penulis
dan redaktur pelaksana dalam satu kompartemen. Rapat kompartemen
sendiri adalah untuk menentukan liputan untuk dibawa ke rapat
perencanaan. Anggota kompartemen masing-masing membawa usulan
kemudian dirapatkan dan disaring. Bila telah disetujui secara internal,
akan dimasukkan sebagai list untuk dibawa ke rapat perencanaan. 3
2. Rapat Perencanaan
Rapat perencanaan biasa disebut juga dengan rapat besar, karena
pada rapat ini dihadiri semua elemen divisi redaksi Majalah Tempo yaitu
reporter, penulis, redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior,
3 Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
Rapat Komparte
men
Rapat Perenca
naan
Pencarian Bahan &
Data
Rapat Komparte
men
Rapat Checking
Rapat Checking Terakhir
Penulisan &
Penyuntingan
56
pemimpin redaksi, redaktur bahasa dan redaktur foto. Rapat perencanaan
biasa diadakan pada hari Jumat sore. Di setiap rapat perencanaan biasanya
ada agenda utama yaitu, usulan dari masing-masing kompartemen. Pada
rapat ini setiap kompartemen memaparkan rencana yang akan diliput dan
ditulis paling tidak untuk seminggu ke depan. Pada rapat ini isu yang
sudah disepakati di tingkat kompatemen diuji lagi oleh semua peserta
rapat. Isu tersebut bisa diperkuat, dikonfirmasi, dimentahkan, atau bahkan
bisa dibuat usulan baru disitu. Pembentukan angle pun dibentuk di rapat
ini. 4
3. Pencarian Data dan Bahan Pemberitaan
Pada proses ini reporter dan fotografer ditugaskan untuk
mengumpulkan bahan untuk sebuah pemberitaan di lapangan. Data-data
yang dicari dan dikumpulkan sesuai dengan mandat keputusan di rapat
perencanaan. Data tidak hanya didapatkan di lapangan tapi juga
didapatkan pada divisi Pusat Data dan Analisa Tempo (PDAT). 5
4. Rapat Kompartemen
Sebelum diadakannya rapat checking, masing-masing
kompartemen kembali mengadakan rapat untuk mengecek perolehan
bahan dari penugasan yang telah disepakati pada rapat perencanaan.
Pemimpin pada rapat kompartemen adalah pemimpin kompartemen,
4 Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada 14
Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 5 Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
57
dalam hal ini yaitu redaktur pelaksana. Rapat kompartemen tidak selalu
dilakukan secara tatap muka, bisa juga dilakukan secara virtual. 6
5. Rapat Checking
Rapat checking adalah rapat untuk membahas dan mengecek
bahan-bahan yang telah dikumpulkan. Rapat ini dilaksanakan pada hari
Rabu. Rapat tersebut wajib dihadiri semua elemen divisi redaksi,
sepanjang tidak berhubungan dengan narasumber. Pada rapat ini
dipaparkan bahan-bahan yang sudah didapat maupun yang masih harus
dikejar. Pada rapat ini juga dapat disebut proses evaluasi, karena terlihat
bahan yang masih bolong maupun yang sudah cukup dihimpun oleh
reporter.pada rapat ini juga akan diputuskan, sebuah berita atau isu
apakah yang akan menjadi laporan utama atau laporan biasa di dalam
Majalah Tempo.
6. Rapat Checking Terakhir
Setelah diputuskan laporan utama nya di hari Rabu, tim yang
terpilih menjadi laporan utama rapat lagi di hari Kamis sore atau malam
untuk checking terakhir.Peserta nya adalah pemimpin redaksi, redaktur
eksekutif dan awak tim kompartemen. Ini merupakan proses cheking
terakhir karena pada Kamis malam sudah harus mulai ditulis oleh penulis.
7. Penulisan dan Penyuntingan Berita
Proses penulisan dan penyuntingan sebuah pemberitaan Majalah
Tempo dilakukan oleh penulis dan redaktur. Proses ini diadakan setelah
6 Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada 14
Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
58
data yang dihimpun oleh reporter telah mencukupi kelengkapan data.
Proses penulisan sendiri dilakukan oleh penulis. Penulis pada proses ini
menuangkan buah pikirannya sesuai data dan angle yang ditentukan pada
rapat perencanaan dan rapat checking terakhir. Hasil penulisan berita
dikirim kepada redaktur untuk dilakukan proses penyuntingan.
Proses penyuntingan dilakukan setelah proses penulisan oleh
penulis telah dilaksanakan. Proses penyuntingan sendiri dapat dilakukan
oleh redaktur pelaksana, redaktur eksekutif, redaktur senior dan redaktur
bahasa tergantung dengan seberapa besarnya nilai sebuah berita. Jika
sebuah berita hanya pemberitaan hanya berupa laporan biasa, proses
penyuntingan hanya dilakukan redaktur pelaksana. Tetapi jika
pemberitaan tersebut menjadi laporan utama biasanya proses
penyuntingan dilakukan berlapis yaitu penyuntingan awal dilakukan oleh
redaktur pelaksana selanjutnya penyuntingan dilaksanakan oleh redaktur
eksekutif atau juga dilakukan oleh redaktur senior.
Setelah melalui penyuntingan tesebut baru lah sebuah berita
melalui proses penyuntingan bahasa. Proses penyuntingan ini disesuaikan
dengan diksi, EYD dan tata bahasa Indonesia. Proses terakhir adalah
penambahan foto, karikatur atau grafik yang dilakukan oleh divisi kreatif.
B. Konseptualisasi dan Analisis
Setelah membahas mengenai proses penyusunan, peneliti akan
menjabarkan mengenai konseptualisasi dan analisis hirarki pengaruh pada
pemberitaan Majalah Tempo. Peneliti menggunakan teori yang dikenalkan
59
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese untuk menganalisis faktor
eksternal dan internal dalam pembuatan berita di Majalah Tempo.
Teori Hirarki Pengaruh yang sudah diperkenalkan oleh Pamela J.
Shoemaker dan Stephen D. Reese menjelaskan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi konten media baik secara internal maupun eksternal.7
Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh isi media.
Yaitu pengaruh dari individu pekerja media (individual level), pengaruh dari
rutinitas media (media routine level), pengaruh dari organisasi media
(organizational level), pengaruh dari luar media (extra media level) dan
terakhir adalah pengaruh ideologi media (ideological level). Berikut adalah
pembahasannya:
1. Level Individu
Pengaruh paling awal pada sebuah pemberitaan di media adalah
pengaruh individu. Pengaruh individu yaitu pengaruh dari wartawan atau
reporter yang mencari, meliput dan mengumpulkan berita. Level ini
memiliki pengaruh yang cukup besar karena wartawan atau reporter
adalah individu yang langsung berinteraksi dengan situasi dan kondisi di
lapangan.
Faktor individu dari wartawan atau reporter juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor intra yaitu faktor latar belakang dan karakteristik
dari wartawan atau reporter seperti faktor pendidikan, faktor orientasi dan
lain-lain. Faktor selanjutnya adalah apa yang membentuk individu
7 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher , 1996), h. 60.
60
seorang pekerja media seperti perilaku, kepercayaan dan nilai-nilai yang
dipegang oleh wartawan atau reporter tersebut. Serta faktor ekstra yang
membentuk kararkter wartawan atau reporter seperti profesionalisme atau
kode etik.8
Pada pemberitaan di Majalah Tempo, level individu diwakili oleh
dua profesi yaitu:
a) Reporter
Reporter adalah seorang wartawan atau pewarta yang telah menjadi
wartawan tetap atau kontrak di Majalah Tempo yang langsung terjun
ke lapangan, mewawancarai narasumber dan bertugas untuk
mengumpulkan atau mencari bahan pemberitaan sebuah isu atau
kasus. Selain itu reporter dapat memberikan masukan kepada penulis
mengenai angle apa yang akan dipakai pada sembuah pemberitaan
berdasar data yang didapat di lapangan.
b) Penulis
Penulis adalah posisi di dalam keredaksian Majalah Tempo yang
bertugas menulis pemberitaan setelah mendapatkan bahan dan data
dari reporter. Tugas penulis adalah menentukan angle pemberitaan
sesuai keputusan yang sudah ditetapkan pada rapat perencanaan, rapat
final checking atau perubahan yang terjadi di lapangan pada saat
peliputan. 9
8 Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 66 – 91. 9 Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada 14
Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
61
Dari kedua profesi tersebut, terdapat gambaran bahwa sebuah
pemberitaan pada Majalah Tempo, posisi seorang reporter memiliki andil
yang cukup besar yaitu sebagai individu yang langsung terjun ke lapangan.
Dalam proses pembentukan pemberitaan, reporter dan penulis dapat
memberikan pengaruh di rapat kompartemen dan rapat perencanaan.
Seperti pada saat dikonfirmasi mengenai kebebasan untuk mencari
narasumber. Berikut adalah kutipan dari reporter politik Majalah Tempo:
Oh, iya iya… Tentu saja narasumber yang relevan ya.
Maksudnya selalu ada nilai-nilai dan etika di kita kan.
Orang yang di prioritaskan adalah calon itu sendiri,
orang-orang yang berada di lingkaran nya (calon), saksi
yang melihat, mendengar bahkan melakukan itu sendiri10
Nampak bahwa reporter diberikan kebebasan dalam menentukan
narasumber berdasarkan etika jurnalistik, yaitu orang-orang yang
memang bersentuhan langsung dengan isu pemberitaan atau bahkan tokoh
utama dalam pemberitaan itu sendiri.
Ruang redaktur pun tidak mampu memengaruhi reporter dalam
proses pengumpulan bahan pemberitaan. Ruang redaktur hanya mampu
memberikan masukan pada penentuan angle, bukan pada keberpihakan
pengumpulan bahan.
Hmmm… paksaan biasanya lebih pada angle. Tidak
pada, kamu harus condong kesini, kamu harus condong
kesini.11
10
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 11
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
62
Bahkan reporter pun dibutuhkan keterlibatannya dalam
penentuan berita yang akan diangkat. Pada rapat kompartemen dan rapat
perencanaan semua elemen dalam keredaksian harus harus hadir untuk
memberikan masukan, komentar maupun tanggapan mengenai
pemberitaan yang akan diangkat untuk seminggu ke depan.
Di rapat ini, semua yang masuk ke dalam redaksi
contohnya pimpinan redaksi, redaktur eksekutif,
redaktur pelaksana, dan teman-teman reporter itu harus
hadir. Dan diusahakan untuk memberikan masukan,
komentar, tanggapan.12
Hal tersebut pun diperkuat dengan tanggapan dari seorang
Redaktur Utama Majalah Tempo:
Semua orang bisa berpendapat disitu, tidak hanya
pemimpin redaksi, tidak hanya redaktur eksekutif,
reporter juga bisa, redaksi bisa.13
Tanggapan tersebut menjelaskan bahwa tidak hanya pemimpin
redaksi maupun redaktur eksekutif saja yang usulan nya diterima, bahkan
pendapat dari reporter pun bisa diterima saat rapat perencanaan dan
mampu diangkat menjadi sebuah pemberitaan.
Dari hal-hal tersebut, peneliti mampu menganalisis bahwa
pengaruh pada level individu, dimana pada Majalah Tempo
direpresentasikan oleh reporter dan penulis. reporter dinilai cukup
berpengaruh karena tidak ada paksaan dari ruang redaksi saat reporter
12
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 13
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
63
bertugas dalam mengumpulkan bahan pemberitaan dan data-data di
lapangan. Sedangkan penulis dinilai tidak mampu memberikan pengaruh
yang signifikan, karena hanya menyajikan data yang sudah didapat.
Tabel 4.1
Pengaruh Pada Level Individu
Posisi Tugas Pengaruh
Reporter Mencari data dan fakta di
lapangan maupun di Pusat Data
mengenai isu yang akan diangkat
sesuai dengan rapat perencanaan.
Reporter cukup berpengaruh
dalam pemberitaan
dikarenakan langsung terkait
dengan pencarian data.
Penulis menulis pemberitaan setelah
mendapatkan bahan dan data dari
reporter.
Penulis tidak berpengaruh
secara signifikan dikarenakan
penulis hanya menyajikan
data yang di dapat dan angle
dalam penulisan pun harus
disesuaikan dengan
kesepakatan di rapat
perencanaan.
2. Level Rutinitas Media
Level selanjutnya yang memengaruhi sebuah pemberitaan di
media adalah level rutinitas media. Rutinitas media adalah kebiasaan
media dalam mengemas sebuah berita. Rutinitas media terbentuk oleh
tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita (suppliers),
pengolahan pemberitaan (processing) dan audiens (consumers).14
Selengkapnya pada Gambar berikut:
14
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 66 – 91.
64
Gambar 4.2
Rutinitas Media
Dari pola di atas dapat dijelaskan bahwa:
a. Sumber Berita (Suppliers)
Sumber berita adalah berita atau informasi yang didapatkan
oleh para pencari berita. Sumber berita biasanya lembaga
pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, partai politik dan
sebagainya. Lembaga-lembaga ini dapat memengaruhi pemberitaan
sebuah media dikarenakan, kadang lembaga-lembaga ini
memberikan pesanan agar berita yang keluar dari sebuah media tidak
bertentangan dengan lembaganya.
Walaupun sumber berita tidak terlalu berdampak signifikan
pada konten dari sebuah media, tetapi ketergantungan media dengan
berita sedikit banyak dapat memengaruhi sebuah pemberitaan.15
Pada konteks pengaruh sumber kepada pemberitaan di Majalah
Tempo, sumber berita memiliki andil yang memberikan pengaruh
15
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 66 – 91.
Media Organization
Producer
Source
Suppliers
Audience
Consumers
ROUTINE
65
pada rutinitas penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo.
Pengaruh tersebut tidak terlalu signifikan tapi untuk menjamin
kredibilitas pemberitaan maka dibutuhkan sumber yang memiliki
akuntabilitas yang tinggi.
Tentu saja narasumber yang relevan ya. Maksudnya
selalu ada nilai-nilai dan etika di kita kan. Orang yang
di prioritaskan adalah calon itu sendiri, orang-orang
yang berada di lingkaran nya (calon), saksi yang
melihat, mendengar bahkan melakukan itu sendiri.
Turut dalam menceritakan pertemuan-pertemuan
mereka. Kalau orangnya agak jauh, kita perlu
verifikasi dengan dokumen. Jadi ini untuk menjaga
kredibilitas dan akuntabilitas kita terhadap
pemberitaan yang nanti diterbitkan.16
Ada pun sumber berita yang menjadi patokan bagi reporter
yang bertugas di lapangan adalah orang-orang yang berada di
lingkaran maupun yang bersentuhan langsung dengan isu
pemberitaan, maupun orang subjek yang dijadikan isu pemberitaan.
Di level rutinitas media, sumber berita memilik pengaruh
dalam pemenuhan kelengkapan data pemberitaan. Namun tidak
hanya dari sumber berita data-data tersebut didapatkan, Majalah
Tempo pun melakukan verifikasi dokumen untuk menjaga
kredibilitas dan akuntabilitas terhadap pemberitaan yang nanti
diterbitkan.
16
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
66
b. Audiens (Consumers)
Unsur audiens merupakan faktor yang memengaruhi level
kerutinan media dalam membentuk konten itu sendiri. Ini
dikarenakan pemilihan berita yang akan ditampilkan sebuah media
pada akhirnya akan disampaikan kepada audiens. Ketergantungan
terhadap audiens ini memberi keuntungan bagi media.
Anggapan bahwa segmentasi Majalah Tempo hanya dimiliki
oleh pembaca dari golongan menengah yang memiliki ciri khas
struktur kelas sosial yang tinggi, secara ekonomi terpenuhi
kebutuhannya dan memiliki intelektualitas tinggi dibantah oleh
Anton Aprianto.
Ya anak muda lah. Sekarang ini kita dituntut untuk,
pembaca tempo yang baru pun itu bisa memahami
gitu. Kan ada persepsi di masyarakat bahwa majalah
tempo itu berat. Sekarang kita diberi tugas untuk
mengemas bahasa dalam pemberitaan itu lebih mudah
dipahami. Segmennya diperlebar sekarang. 17
Ia mengkonfirmasi bahwa pengemasan pemberitaan di Majalah
Tempo dibuat lebih mudah dipahami. Majalah Tempo memperlebar
segmentasi pembacanya, yaitu merambah kaum muda juga.
Di Majalah Tempo usulan pemberitaan dari pembaca tidak
terlalu berpengaruh. Pertimbangan utama terhadap pemberitaan di
Majalah Tempo tetap pada hasil keputusan rapat, namun Majalah
17
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
67
Tempo pun tidak menutup mata terhadap isu-isu yang memang
sedang berkembang di masyarakat.
Bahwa apa yang terjadi di masyarakat akan menjadi
pertimbangan, memang iya… tapi itu bukan selalu
menjadi pertimbangan utama. Tapi kita tidak boleh
menutup mata juga, disaat orang lagi bicara pilkada
sedang panas-panasnya, kita memiliki isu lain, apa
bisa diturunkan hari ini juga atau engga. Kita
pertimbangkan juga.18
Adapun interaksi yang dibangun pihak Majalah Tempo dengan
pembaca adalah melalui surat. Survey yang kerap kali dilakukan
media massa untuk mengetahui feedback dari audiens hanya
dilakukan sesekali, karena keterbatasan waktu dan banyak memakan
biaya.
Kita sesekali survey, tapi karena banyak memakan
biaya dan waktu yang lama jadi sudah lama lah kita
tidak survey. Feedback dari pembaca biasanya
bersurat saja sih.19
Ada pun bila ada opini kontra dari pembaca mengenai isi
pemberitaan yang diangkat, pihak Majalah Tempo tetap tegas
menjalankan keputusan rapat. Dikarenakan keputusan rapat sudah
menjadi sikap lembaga dan siapa pun yang di dalamnya harus
mematuhi keputusan tersebut.
Dan jika itu sudah menjadi keputusan rapat, itu sudah
opini kita. Bila ada orang diluaran yang nyinyir dan
menganggap keliru sama kita biarkan saja. Ini sudah
18
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 19
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
68
sikap tempo, semua redaksi di dalamnya ya harus
mengikutinya karena ini sudah sikap lembaga.20
Pengaruh dari pembaca tidak terlalu besar dalam konteks
pemberitaan Majalah Tempo. Pada konteks Majalah Tempo pembaca
hanya dapat memberikan tanggapan berupa surat pembaca tetapi tidak
dapat mengubah konten pemberitaan pada Majalah Tempo.
c. Pengolahan Pemberitaan (Proccesing)
Proses pengolahan pemberitaan pada awal bab ini telah peneliti
jelaskan. Pengolahan pemberitaan pada awalnya dimulai dari proses
rapat yang dilakukan seluruh bagian dari divisi redaksi Majalah
Tempo. Rapat-rapat yang digelar menghasilkan kebijakan
pemberitaan dan angle pemberitaan Majalah Tempo.
Tabel 4.2
Jenis-jenis Rapat Pada Majalah Tempo
Jenis Rapat Penjelasan
Rapat
Kompartemen
Rapat kompartemen terdiri dari reporter, penulis dan
redaktur pelaksana dalam satu kompartemen. Anggota
kompartemen masing-masing membawa usulan
kemudian dirapatkan dan disaring. Bila telah disetujui
secara internal, akan dimasukkan sebagai list untuk
dibawa ke rapat perencanaan.
Rapat Perencanaan Rapat perencanaan biasa disebut juga dengan rapat
besar, karena pada rapat ini dihadiri semua elemen
divisi redaksi Majalah Tempo. Rapat perencanaan biasa
diadakan pada hari Jumat sore. Pada rapat ini setiap
kompartemen memaparkan rencana yang akan diliput
dan ditulis. Pada rapat ini isu yang sudah disepakati di
tingkat kompatemen diuji lagi oleh semua peserta rapat.
Isu tersebut bisa diperkuat, dikonfirmasi, dimentahkan,
20
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
69
atau bahkan bisa dibuat usulan baru disitu.
Pembentukan angle pun dibentuk di rapat ini.
Rapat
Kompartemen
Rapat kompartemen dilakukan untuk mengecek
perolehan bahan. Pemimpin pada rapat ini adalah
redaktur pelaksana. Rapat kompartemen tidak selalu
dilakukan secara tatap muka, bisa juga dilakukan secara
virtual. Rapat ini dilakukan sebelum rapat checking.
Rapat Checking Rapat checking ini dilaksanakan pada hari Rabu. Rapat
tersebut wajib dihadiri semua elemen divisi redaksi,
sepanjang tidak berhubungan dengan narasumber.
Pada rapat ini dipaparkan bahan-bahan yang sudah
didapat maupun yang masih harus dikejar. Pada rapat
ini juga akan diputuskan, sebuah berita atau isu apakah
yang akan menjadi laporan utama.
Rapat Final
Checking
Tim yang terpilih menjadi laporan utama rapat lagi di
hari Kamis sore atau malam untuk checking terakhir.
Peserta nya adalah pemimpin redaksi, redaktur
eksekutif dan awak tim kompartemen. Ini merupakan
proses cheking terakhir karena pada Kamis malam
sudah mulai proses penulisan yang dilakukan oleh
penulis.
Rapat-rapat yang dilaksanakan oleh redaksi Majalah Tempo
menentukan arah kebijakan pemberitan, rapat tersebut biasanya
dihadiri oleh seluruh bagian redaksi dari Majalah Tempo terkecuali
pada rapat kompartemen yang hanya dihadiri anggota kompartemen
tersebut.
Proses rutinitas media yang direpresentasikan oleh rapat-rapat
redaksi Majalah Tempo membentuk suatu pola yang
berkesinambungan. Pada rapat-rapat yang dilaksanakan semua
elemen dapat mengutarakan argumentasi yang berkaitan dengan arah
pemberitaan secara terbuka.
Di rapat ini, semua yang masuk ke dalam redaksi
contohnya pimpinan redaksi, redaktur eksekutif,
redaktur pelaksana, dan teman-teman reporter itu
70
harus hadir. Dan diusahakan untuk memberikan
masukan, komentar, tanggapan.21
Hasil dari rapat tersebut menjadi pedoman bagi reporter untuk
menjalankan tugasnya di lapangan. Reporter dalam menjalankan
tugasnya tidak boleh bertentangan dengan keputusan rapat.
Jadi setelah hari Jumat tuh di deliver penugasan,
siapa menggarap siapa, menggarap apa, reporternya
siapa, mewawancarai siapa.22
Pada proses selanjutnya dari rutinitas penyusunan pemberitaan
adalah pencarian data atau bahan pemberitaan yang dilakukan oleh
reporter dan fotografer di lapangan. Data-data yang dicari pun harus
sesuai dengan keputusan rapat. Namun tetap berpegang pada prinsip
Majalah Tempo, setiap pemberitaan merupakan kepentingan publik
sehingga independensi pemberitaan pun dijunjung tinggi. Apalagi
dalam konteks Pilkada, setiap berita yang diangkat harus
proporsional, adil dan seimbang.
Ya prinsipnya kita tetep ya, bahwa Tempo kan
mementingkan kepentingan publik dan tidak memihak
itu yang selalu kita utamakan apalagi dalam konteks
Pilkada. Nah itu, jadi kita gak boleh berpihak dalam
setiap pemberitaan Pilkada, bahkan kalau temen-
temen melihat beberapa seri dari majalah itu
pemberitaannya proporsional. Kalau misalnya, calon
ini tiga halaman, ya calon yang lain juga tiga
halaman. Calon ini diwawancara, ya calon ini juga
diwawancara.23
21
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 22
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 23
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
71
Bila saat pengumpulan berita, reporter mendapatkan temuan
baru atau perkembangan isu. Maka hal tersebut harus
dikonsultasikan dulu pemimpin kompartemen, yaitu redaktur
pelaksana. Sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan
bersama yang disepakati oleh redaksi Majalah Tempo bukan
keputusan individual atas inisiatif reporter itu sendiri.
Tidak bisa, sesuai yang di rapat. Bila ada hal yang
baru perlu konsultasi dulu. Contoh, “angle ini tidak
sesuai”, “bahan nya meleset”, “fakta nya memang
tidak seperti itu”, dia harus konsultasi dulu dengan
redaktur pelaksana. Bisa berubah, karena tidak selalu
yang kita perkirakan dan kenyataannya di lapangan
akan sama dan kita tidak boleh memaksakan asumsi
yang tidak sesuai. tetapi reporter harus mendapat
persetujuan dulu, tidak bisa mengubah sendiri sesuai
dengan keputusan bersama bukan keputusan
individual.24
Proses berikutnya adalah penulisan berita yang dilakukan oleh
penulis. Data-data yang ditulis oleh penulis adalah hasil temuan dari
reporter dan dalam proses penulisannya berkonsultasi dengan
reporter. Setelah dilakukan penulisan, tahapan berikutnya adalah
penyuntingan. Dalam penyuntingan regular, cukup redaktur
kompartemen yang melakukannya. Namun bila merupakan laporan
utama yang memiliki nilai berita tinggi, Majalah Tempo melakukan
penyuntingan berlapis dan membutuhkan persetujuan dari pemimpin
redaksi dan redaktur eksekutif.
24
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
72
Dalam penyuntingan regular, hanya satu orang saja
yaitu redaktur kompartemen. Bila itu laporan utama
ada approval akhir dari pimpinan. Baik itu pemimpin
redaksi atau redaktur eksekutif, untuk pengamanan
konfirmasi nya.25
Proses rutinitas penyusunan pemberitaan pada Majalah Tempo
memiliki pengaruh yang cukup besar karena terkait oleh keseharian yang
dilakukan oleh Majalah Tempo. Walaupun terjadi hubungan antar
pembaca, sumber berita dan pengolahan pemberitaan, namun
pengolahan pemberitaan lebih memengaruhi proses rutinitas sebuah
media karena bersifat mengikat. Melalui keputusan rapat-rapat yang
harus dipatuhi semua elemen redaksi Majalah Tempo, semua terbentuk
secara alami karena bersifat rutinitas.
Rutinitas dari sebuah media memiliki pengaruh yang penting.
Mereka membentuk lingkungan dimana pekerja media melaksanakan
pekerjaannya.26
Pada konteks penyusunan pemberitaan di Majalah
Tempo, pengaruh rutinitas ini bersifat alami karena berupa keseharian
dan terkesan tidak memaksa pekerja media.
25
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta 26
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York,
Longman Publisher : 1996) h.137
73
Tabel 4.3
Pengaruh Pada Level Rutinitas Media
Unsur Tugas Pengaruh
Sumber Berita Yang dapat dijadikan
narasumber di Majalah Tempo
adalah orang-orang yang berada
di lingkaran maupun yang
bersentuhan langsung dengan isu
pemberitaan, maupun orang
subjek yang dijadikan isu
pemberitaan.
Sumber berita cukup
memengaruhi pemberitaan
Majalah Tempo dikarenakan
sebagai pemenuhan
kelengkapan data. Namun
tetap dilakukan verifikasi
dokumen untuk menjaga
kredibilitas dan akuntabilitas
Pembaca Pembaca merupakan orang yang
menikmati hasil dari pemberitaan.
Pada konteks Majalah Tempo
pembaca tidak berpengaruh
secara signifikan dikarenakan
hanya dapat memberikan
tanggapan berupa surat
pembaca tetapi tidak dapat
mengubah konten
pemberitaan
Penyusunan
Pemberitaan
Merupakan proses dilakukannya
pemberitaan dari awal
(pembentukan isu) sampai dengan
akhir (terbit)
Penyusunan pemberitaan
memiliki pengaruh yang
sangat kuat dalam proses
pembentukan pemberitaan
dikarenakan bersifat alami
yang merupakan keseharian
dan terkesan tidak memaksa
pekerja media
3. Level Organisasi
Pada level ini media dipengaruhi oleh manajemen organisasi
media. Siapa yang berkuasa merupakan penentu kebijakan yang berlaku
dalam media tersebut.
Dalam level pengaruh organisasi terhadap konten sebuah media
terdapat tingkatan-tingkatan. Tingkatan eksekutif adalah pemilik modal,
komisaris dan direksi dan tingkatan menengah khususnya dalam konteks
Majalah Tempo adalah redaktur. Ada tiga jenis redaktur di Majalah
74
Tempo yaitu Redaktur Pelaksana, Redaktur Eksekutif dan Redaktur
Senior.
Ada pun semakin tinggi strata yang ditampuk orang tersebut di
organisasi Majalah Tempo, tidak lantas mampu mengintervensi dalam
sebuah pemberitaan. Karena di Majalah Tempo terdapat pemisahan
antara area manajerian dan keredaksian.
Jadi kita memisahkan manajemen dan keredaksian.
Bahkan kalau Direktur Utama mau mendapatkan
informasi, dia hanya mengusulkan di forum.27
Hal itu pun diperkuat dengan pengakuan dari redaktur utama
Majalah Tempo, bahwa sekelas founder pun tidak mampu memberikan
intervensi dalam pemberitaan. Semua keputusan atas pemberitaan yang
akan diliput harus merupakan keputusan bersama yang diolah di ruang
rapat.
Bahkan Founder pun tidak berpengaruh dalam
penentuan isi berita. Itu semua harus dibahas di ruang
rapat. Bahwa Founder memberikan usulan, sifatnya
sama dengan yang lain. Bisa tapi apakah akan diterima
atau tidak, itu semua berdasarkan keputusan bersama.28
Bicara tentang level pengaruh organisasi, sama dengan bicara
tentang kepemilikan. Sebuah struktur tertinggi manajemen media
biasanya ditampuk oleh pemilik media. Namun karena kepemilikan
saham di PT Tempo Inti Media Tbk yang menaungi Majalah Tempo
27
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 28
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
75
sebagian besar adalah publik, maka tidak memungkinkan masuknya
intervensi oleh individu maupun yayasan yang memiliki saham di
Majalah Tempo.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pengaruh organisasi
media pada konteks pemnentukan pemberitaan di Majalah Tempo tidak
lah terlalu berpengaruh. Hal itu disebabkan karena keputusan
pemberitaan diambil berdasarkan keputusan bersama melalui rapat-rapat,
bahkan tingkatan eksekutif pun tidak mampu melakukan intervensi. Serta
tidak adanya kepemilikan tunggal pada saham PT Tempo Inti Media Tbk.
Tabel 4.4
Pengaruh Pada Level Organisasi Media
Posisi Tugas Pengaruh
Pemilik Saham dan
Manajemen PT
Tempo
Jajaran direksi bertugas di
level manajerial bukan
kepada kebijakan
keredaksian.
Pengaruh dari level organisasi
media tidak berpengaruh secara
langsung dikarenakan Majalah
Tempo memang memisahkan
mana sektor manajerial dan
keredaksian serta tidak ada
kepemilikan tunggal pada saham
PT Tempo maka sehingga tidak
adanya intervensi dari individu
tertentu.
4. Level Ekstra Media
Level berikutnya dari teori hirarki pengaruh media adalah level
pengaruh dari luar organisasi media atau bisa disebut ekstra media level.
Ekstra media level adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal
dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu
76
berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari
pemerintah, pangsa pasar dan teknologi.29
Berdasarkan teori, pengiklan dan pembaca merupakan unsur
ekstra media yang sangat berpengaruh. Kedua unsur ini lah yang
membiayai jalannya produksi dan menjadi sumber keuntungan dari
sebuah media. Bahkan tidak jarang pada isi media yang dirancang
sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola
konsumsi target konsumen.30
Dalam hal ini media mencoba
menyesuaikan pola konsumen yang ingin dicapai oleh para pengiklan
untuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
Namun teori tersebut terbantahkan semua, berdasarkan
keterangan dari reporter Majalah Tempo bahwa pengiklan tidak bisa
melakukan intervensi terhadap konten pemberitaan. Pihak Majalah
Tempo tidak bergantung dengan pengiklan, bahkan pembatalan iklan
yang dinilai tidak sesuai dengan kebijakan lembaga merupakan hal yang
lumrah dilakukan.
tidak ada, malah kita pernah batalin iklan kalau tidak
sesuai. kalau mereka mau cabut ya silahkan saja.31
Tidak hanya itu lembaga dan luar organisasi pun tidak bisa ikut
campur dalam pemberitaan. Kembali lagi bahwa asas independensi media
merupakan hal yang dianut betul oleh Majalah Tempo.
29
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher. 1996), h. 175. 30
Morisson, dkk, Teori Komunikasi Massa (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 55. 31
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
77
tidak ada, kita itu beberapa kali ada orang
menawarkan uang untuk mendrop tulisan. Bahkan
ketua KPK dan presiden juga gak bisa.32
Peneliti menemukan bahwa pengaruh ekstra media terhadap
pemberitaan di Majalah Tempo tidaklah terlalu signifikan. Pengaruh
ekstra media hanya bersifat tidak langsung bahkan harus mengikuti
kebijakan internal. Jangan kan untuk melakukan intervensi, pihak
Majalah Tempo tidak segan melakukan pembatalan bahkan kepada
pengiklan bila tidak sesuai dengan kebijakan institusi.
Tabel 4.5
Pengaruh Pada Level Ekstra Media
Posisi Tugas Pengaruh
Iklan Iklan merupakan salah satu
yang membiayai jalannya
produksi dan menjadi
sumber keuntungan dari
sebuah media
Iklan tidak mampu memengaruhi
secara langsung pemberitaan
Majalah Tempo dikarenakan tetap
harus mengikuti kebijakan internal
di lembaga.
5. Level Ideologi Media
Pada level terakhir dalam teori hirarki pengaruh media adalah level
ideologi. Level ideologi ini berbeda dengan level-level sebelumnya, jika
level sebelumnya tampak lebih konkret, maka pada level ini ideologi
terlihat abstrak. Sebagai sebuah lembaga dalam masyarakat, media
memiliki landasan ideologis yang membingkai isinya agar sejalan dengan
ideologi media.33
32
Wawancara peneliti dengan Anton Aprianto (Reporter Politik Majalah Tempo) pada 26
Juli 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta. 33
Udi Rusdadi, Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 81.
78
Sebelum memasuki ideologi Majalah Tempo, bila dilihat mundur
dari sejarah Majalah Tempo maka kita akan mampu menangkap ideologi
institusi ini. Pada tahun 1982, untuk pertama kalinya Tempo dibredel.
Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan
politiknya, Golkar.
Makin sempurna mekanisme internal keredaksian Tempo, makin
mengental semangat jurnalisme investigasinya. Maka makin tajam pula
daya kritik Tempo terhadap pemerintahan Soeharto yang sudah
sedemikian melumut. Puncaknya, pada 21 Juni 1994. Untuk kedua kalinya
Tempo dibredel oleh pemerintah, melalui Menteri Penerangan Harmoko.
Berdasarkan Evan, selaku kepustakaan Majalah Tempo, Tempo
mencanangkan konsep peliputan berita yang sedapat mungkin dilakukan
secara jujur dan tanpa a priori. Semua fakta diliput, baik yang disukai
maupun tidak. Jika mengetengahkan persoalan yang menyangkut
perbedaan pendapat antara dua pihak, keduanya diberi kesempatan yang
sama untuk menampilkan opini atau data masing-masing dengan variasi
yang cukup.34
Hal itu sejalan dengan keterangan dari redaktur utama Majalah
Tempo. Bahwa Majalah Tempo menjunjung tinggi pluralisme, sehingga
tiap-tiap kelompok dari masyarakat berhak mendapatkan sisi pemberitaan.
Tidak jarang pemberitaan Majalah Tempo mengakomodir kaum minoritas
baik dari segi agama, politik, maupun suku adat.
34
Company Profile Majalah Tempo.
79
kita menjunjung tinggi namanya pluralism. Dengan
kita menghargai pluralism, otomatis bahwai setiap
kelompok dalam masyarakat berhak mendapat ruang
dari sisi pemberitaan kan? Sehingga kemudian, bisa
temen-temen lihat bahwa hak hak dari kaum minoritas,
baik dari segi agama, politik, termasuk suku adat selalu
mendapatkan tempat di tempo. Tapi itu pun pada
akhirnya itu ada layak tempo harus dipakai.35
Dapat terlihat bahwa pengaruh ideologis cukup berpengaruh
kepada pemberitaan Majalah Tempo yang mengedepankan independensi
dalam pemberitaan dan lebih mengakomodir hak-hak kaum minoritas,
namun tetap ada standar layak tempo yang harus diperhatikan.
Tabel 4.6
Pengaruh Pada Level Ideologi
Posisi Tugas Pengaruh
Pluralisme Mengakomodir hak-hak kaum
minoritas dan menjunjung
tinggi independensi.
Tidak terlalu berpengaruh
karena bersifat abstrak.
C. Interpretasi
Pembahasan selanjutnya adalah interpretasi hirarki pengaruh pada
pemberitaan Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo. Peneliti akan membahas
pengaruh-pengaruh yang terjadi pada pemberitaan Pilkada DKI Jakarta pada
bulan September 2016 hingga Februari 2017 berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese dan riil
praktiknya di Majalah Tempo. berikut adalah interpretasi tersebut.
35
Wawancara peneliti dengan Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama Majalah Tempo) pada
14 Agustus 2017 di kantor Majalah Tempo, Jakarta.
80
1. Pengaruh Level Individu Pada Pemberitaan Pilkada DKI Jakarta di
Majalah Tempo
Pengaruh paling awal pada sebuah pemberitaan di media adalah
pengaruh individu. Pengaruh individu yaitu pengaruh dari wartawan atau
reporter yang mencari, meliput dan mengumpulkan berita. Level ini
memiliki pengaruh yang cukup besar karena wartawan atau reporter
adalah individu yang langsung berinteraksi dengan situasi dan kondisi di
lapangan.
Dalam konteks pemberitaan Pilkada DKI di Majalah Tempo, posisi
wartawan atau reporter memiliki andil besar yaitu sebagai individu yang
langsung terjun ke lapangan. Dalam proses pembentukan sebuah
pemberitaan di Majalah Tempo, wartawan atau reporter dapat memberikan
pengaruh lewat rapat kompartemen dan rapat perencanaan. Bahkan
reporter diberikan kebebasan dalam menentukan narasumber berdasarkan
etika jurnalistik, yaitu orang-orang yang memang bersentuhan langsung
dengan isu pemberitaan atau bahkan tokoh utama dalam pemberitaan itu
sendiri.
Sedangkan penulis memiliki pengaruh yang kurang signifikan,
karena hanya merangkum data-data yang telah disajikan oleh reporter.
2. Pengaruh Level Rutinitas Media Pada Pemberitaan Pilkada DKI
Jakarta di Majalah Tempo
Level selanjutnya yang memengaruhi sebuah pemberitaan di media
adalah level rutinitas media. Rutinitas media adalah kebiasaan media
81
dalam mengemas sebuah berita. Rutinitas media terbentuk oleh tiga unsur
yang saling berkaitan yaitu sumber berita (suppliers), pengolahan
pemberitaan (processing) dan audiens (consumers).36
Pada hasil penelitian terhadap pengaruh rutinitas Majalah Tempo
terhadap pemberitaan Pilkada DKI Jakarta, peneliti menemukan faktor
yang paling berpengaruh yaitu faktor pengolahan pemberitaan media.
faktor pengolahan pemberitaan memiliki pengaruh yang kuat karena
menjadi pedoman yang patut dipatuhi oleh seluruh pekerja di Majalah
Tempo.
Pengolahan pemberitaan tergambar pada rapat kompartemen, rapat
perencanaan, rapat checking dan rapat checking terakhir. Hasil dari rapat
tersebut menjadi pedoman bagi reporter untuk menjalankan tugasnya di
lapangan. Reporter dalam menjalankan tugasnya tidak dapat bertentangan
dengan keputusan rapat, karena hasil rapat merupakan keputusan bersama.
Sedangkan pengaruh level rutinitas lainnya, yaitu sumber berita dan
audiens memiliki pengaruh namun tidak signifikan terhadap pemberitaan
Pilkada DKI Jakarta di Majalah Tempo.
3. Pengaruh Level Organisasi Pada Pemberitaan Pilkada DKI Jakarta
di Majalah Tempo
Pada level ini berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Pamela J.
Shoemaker dan Stephen D. Reese, media dipengaruhi oleh manajemen
36
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 66 – 91.
82
organisasi media. Siapa yang berkuasa merupakan penentu kebijakan yang
berlaku dalam media tersebut.
Dalam kontek Majalah Tempo ada pun semakin tinggi strata
yang ditampuk orang tersebut dalam organisasi Majalah Tempo, tidak
lantas mampu mengintervensi dalam sebuah pemberitaan. Karena di
Majalah Tempo terdapat pemisahan antara area manajerian dan
keredaksian. Serta karena kepemilikan saham di PT Tempo Inti Media
Tbk yang menaungi Majalah Tempo sebagian besar adalah publik, maka
tidak memungkinkan masuknya intervensi oleh individu maupun yayasan
yang memiliki saham di Majalah Tempo.
4. Pengaruh Level Ekstra Media Pada Pemberitaan Pilkada DKI
Jakarta di Majalah Tempo
Level berikutnya dari teori hirarki pengaruh media adalah level
pengaruh dari luar organisasi media atau bisa disebut ekstra media level.
Ekstra media level adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal
dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu
berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari
pemerintah, pangsa pasar dan teknologi.37
Dalam konteks pemberitaan Pilkada DKI Jakarta, bahwa tidak
ada intervensi dari luar organisasi. Majalah Tempo menjamin
pemberitaannya tidak ditunggangi oknum politik tertentu. Sama hal nya
37
Pamela J. Shoemaker and Stephen D. Reese, Mediating The Message (New York:
Longman Publisher, 1996), h. 175.
83
dengan pengiklan di Majalah Tempo, tidak jarang terjadi pembatalan
iklan yang dinilai tidak sesuai dengan kebijakan.
5. Pengaruh Level Ideologi Media Pada Pemberitaan Pilkada DKI
Jakarta di Majalah Tempo
Pada level terakhir dalam teori hirarki pengaruh media adalah
level ideologi. Level ideologi ini berbeda dengan level-level sebelumnya,
jika level sebelumnya tampak lebih konkret, maka pada level ini ideologi
terlihat abstrak. Sebagai sebuah lembaga dalam masyarakat, media
memiliki landasan ideologis yang membingkai isinya agar sejalan dengan
ideologi media.38
Seperti yang kita ketahui bahwa Majalah Tempo menjunjung
tinggi pluralisme, sehingga tiap-tiap kelompok dari masyarakat berhak
mendapatkan sisi pemberitaan. Begitu pun dalam konteks pemberitaan
Pilkada DKI Jakarta, Majalah Tempo berupaya untuk bersikap
proporsional dalam membuat pemberitaan. Itu terbukti dengan
berimbangnya porsi-porsi untuk masing-masing kandidat. Majalah Tempo
tetap dalam proporsi media yang turut menjaga independensi.
38
Udi Rusdadi, Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 81.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Rutinitas media, khususnya proses penyusunan berita merupakan yang
paling dominan memengaruhi isi pemberitaan di Majalah Tempo. Pada
proses penyusunan berita telah dibuat jadwal rapat-rapat yang rutin dan
harus diikuti oleh seluruh bagian keredaksian. Rapat-rapat tersebut
sifatnya mengikat dan menjadi pedoman bagi pengambilan kebijakan dan
cara kerja awak Majalah Tempo.
2. Faktor kedua yang memengaruhi adalah level individu. Level individu di
representasikan oleh reporter. Di Majalah Tempo, reporter diberi hak
seluas-luasnya untuk memberikan masukan pada saat rapat-rapat rutin
berlangsung. Reporter pun adalah orang yang bersentuhan langsung dan
mencari data di lapangan terkait isu yang diangkat, namun kebebasan itu
tetap dibatasi oleh pencarian data yang memang sudah diputuskan dalam
rapat dan etika jurnalistik.
3. Pengaruh lain namun tidak terlalu dominan adalah level organisasi media,
level ekstra media dan level ideologi. Level-level tersebut hanya
memberikan pengaruh secara tidak langsung.
85
4. Pada level organisasi media, Majalah Tempo telah membedakan antara
sektor manajerial dan keredaksian serta dengan tidak ada kepemilikan
tunggal pada saham PT. Tempo Inti Tbk sehingga hal tersebut tidak dapat
mengintervensi pemberitaan. Sama hal nya dengan level ekstra media,
pengiklan yang harus mengikuti kebijakan di Majalah Tempo. Pengaruh
ideologi pun sifatnya tidak langsung dan sejalan dengan prinsip Majalah
Tempo sebagai media yang memberitakan sesuai fakta dan mencerahkan.
B. Saran
- Pemberitaan mengenai Pilkada DKI sangat terbuka untuk diteliti dengan
menggunakan perspektif lain di luar hirarki pengaruh, misalnya
menggunakan analisis wacana dan analisis framing agar penelitian
mengenai konten pemberitaan bisa lebih dalam.
- Untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan teori iklim komunikasi,
sehingga bisa ditemukan bagaimana komunikasi organisasi di Majalah
Tempo dibentuk sehingga level rutinitas media dapat berpengaruh secara
dominan terhadap isi pemberitaan.
86
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvanaro. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung;
Simbiosa Rekatama Media. 2007.
Aristiani, Anisa. Sumber Hirarki Pengaruh Terhadap Pemberitaan Jilboobs Di
Detik.Com. Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam. 2015.
Asti, Destri Lantika. Hirarki Pengaruh Dalam Talkshow Sarah Sechan. Skripsi
Universitas Islam Negeri (UIN). Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 2014.
Budiarjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.
2008.
Company Profile Majalah Tempo
Dariyanto dkk. Handbook of Qualitative Research. edisi terjemahan Indonesia.
Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2009.
Djunaeddhi, Kurniawan. Rahasia Dapur Majalah Indonesia. Jakarta; PT Gramedia
Pustaka Utama. 1995.
Hamidi. Metode Penelitian Kualitatif: Pendekatan Praktis Penulisan Proposal dan
Laporan Penelitian. Malang; UMM Press. 2010.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja Rosda Karya.
2004.
Morisson dkk. Teori Komunikasi Massa. Bogor; Ghalia Indonesia. 2010.
Muhammad, Goenawan. Seandainya Saya Wartawan Tempo: edisi revisi. Jakarta; Institut
Tempo. 2007.
Nasuhi, Hamid dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta; Ceqda. 2007.
Prihatmoko, Joko J. Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan Problema
Penerapan di Indonesia. Yogyakarta; Pustaka Pelajar. 2005.
Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung; Remaja Rosda Karya. 2001
Rolnicki, Tom E. Pengantar Dasar Jurnalisme. Bandung; Rosda Karya. 2004.
Rusdadi, Udi. Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan Metode. Jakarta;
PT. RajaGrafindo Persada. 2015.
Schudson, Michael. Discovering The News. New York; Basic Book. 1978.
87
Setiajid. Orientasi Politik yang Mempengaruhi Pemilih Pemula dalam menggunakan Hak
Pilihnya Pada Pemilukada 2010. Jurnal Integralistik No.1/Th. XXII/2011.
Januari-Juni 2011.
Sugiono, Arif. Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Keputusan Memilih Dalam Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden RI 2004. Jurnal Universitas Lampung. Fakultas
Ilmu Sosial Ilmu Politik. 2004.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung; Penerbit Alfabeta. 2010.
Shoemaker, Pamela J. and Stephen D. Reese. Mediating The Message. New York;
Longman Publisher. 1996
Suhaemi dan Ruli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik. Jakarta; Lembaga Penelitian UIN
Jakarta. 2009.
Sumadiria, AS Haris. Jurnalistik Indonesia. Bandung; Simbiosa Rekatama Media. 2006.
Sopian, Agus dkk. Jurnalisme Sastrawi: Atologi Liputan Mendalan dan Memikat.
Jakarta; Kepustakaan Populer Gramedia. 2009.
Steele, Janet. Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru.
Jakarta; Dian Rakyat. 2007.
UU Nomor 32 Tahun 2004
Wazis, Kun. Media Massa dan Konstruksi Realitas. Malang; Aditya Medina Publishing.
2012.
Zaenuddinh HM. The Journalist. Jakarta; Prestasi Pustakarya. 2007.
88
Sumber online:
Asep Yudha Wirajaya. Nilai Berita.
http://www.Pelitaku.com/index/nilai-berita diakses pada 21 Maret 2017
Fachrul Khoirudin. Sejarah Majalah tempo: Konflik dan pemberedelan.
http:id//.Wikipedia.org/majalah-Tempo diakses pada 13 Juli 2017
http://kpi.go.id/index.php/id/16-kajian/33632-media-frekuensi-publik-dan-pilkada diakses
pada 21 April 2017
Penghargaan
https://korporat.tempo.co/tentang/penghargaan diakses pada 12 Agustus 2017
Sejarah Tempo
https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah diakses pada 2 Agustus 2017
Struktur dan Saham Tempo
https://korporat.tempo.co/tentang/struktur_saham diakses pada 2 agustus 2017
Taufik Ismail,. Ahok-Djarot Dominasi Pemberitaan Pilkada DKI di Media Online.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/02/12/ahok -djarot-dominasi-
pemberitaan-pilkada-dki-di-media-online diakses pada 21 April 2017
Rakhmat Nur Hakim, KPI Beri Peringatan Tiga Televisi Terkait Pemberitaan
Pilkada
Visi dan Misi Tempo
https://korporat.tempo.co/tentang/visi diakses pada 2 Agustus 2017
Yuliandre Darwis. Media, Frekuensi Publik dan Pilkada.
www.kompas.com/amp/nasional/read/2017/01/30/21072201/kpi.beri.peringatan.t
iga.televisi.terkait.pemberitaan.pilkada.dki diakses pada 21 April 2017
Nama : Jajang Jamaluddin (Redaktur Utama) Tanggal : 14 Agustus 2017
Lokasi : Kantor Tempo Durasi : 32 menit 1 detik
TRANSKRIP WAWANCARA
T : Bagaimana proses penyusunan berita di majalah tempo? Alur, tahapan rapat dan out putnya,
editing, pokoknya dari penentuan isu sampai majalah terbit.
J : Prosesnya itu yang rutin dan regular kita punya rapat perencanaan itu setiap jumat sore, di
setiap rapat perencanaan itu biasanya ada agenda utama nya. Agenda utama nya adalah
usulan dari masing-masing kompartemen, di sini kan kompartemen besarnya ada nasional,
politik, hukum, ekonomi bisnis, sains, olahraga dan banyak lagi. Disitu lah setiap
kompartemen memaparkan rencana apa yang diliput dan ditulis paling tidak satu minggu ke
depan. Tapi sebelum itu biasanya ditiap kompartemen juga ada rapat internal, untuk
menentukan liputan nya. Nah di rapat internal bila nanti disetujui, bisa dimasukkan sebagai
list untuk di bawa ke rapat pleno. Rapat besar kita menyebutnya. Rapat yang diwakili oleh
semua kompartemen dan biasa nya pimpinan redaksi, redaktur eksekutif. Paling tidak ada
satu itu mewakili, tidak bisa berjalan rapat tanpa kehadiran satu dari orang tersebut. Biasanya
sih sering kali dua dua nya ada. Disitu lah ada yang sudah disepakati di tingkat kompartemen
tadi diuji lagi oleh semua peserta rapat, bisa diperkuat, dikonfirmasi bahkan bisa
dimentahkan, atau bisa dibuat usulan baru disitu. Semua orang bisa berpendapat disitu, tidak
hanya pemimpin redaksi, tidak hanya redaktur eksekutif, reporter juga bisa, redaksi bisa.
Disini akan dibahas tiap kompartemen akan ngebahas apa, angle dibentuk di rapat ini. Diberi
masukan misalnya angle nya kurang tajam, kurang fokus, kurang menarik, sudah banyak
diliput oleh media lain jadi kurang eksklusif. Perubahan angle tidak merubah inti
pemberitaan.
Bila sudah selesai pemberitaan ya berarti “dibungkus”, tiap kompartemen sudah punya
agenda bahwa seminggu ke depan akan meliput “ini”.
T : Apa siapa pun bisa merubah angle tersebut?
J : Betul, semua orang bebas memberi masukan di rapat tersebut. Karena akan dilihat apa
cukup logis argumennya, masuk akal. Bahwa seorang pimred sering kali menentukan bukan
semata-mata karena dia adalah pimred tapi karena pengalaman. Bahwa apa yang diusulkan
biasa nya menarik, tak jarang juga usulan pimred gagal karena ada sanggahan dari yang
lainnya. Kita menyebutnya itu rapat perencanaan setiap hari Jumat.
T : setelah rapat perencanaan ada tahapan apa lagi pak?
J : Setelah rapat perencanaan, pada hari Rabu kita ada rapat checking. Rapat ini pengecekan
perolehan bahan didasarkan pada keputusan di jumat kemarin. Jadi setelah hari Jumat tuh di
deliver penugasan, siapa menggarap siapa, menggarap apa, reporternya siapa, mewawancarai
siapa. Hari Rabu ada rapat besar lagi, yaitu rapat checking. Tapi sebelum rapat checking itu,
kompartemen juga ada rapat, baik face to face maupun virtual, untuk mengecek perolehan
bahan dari penugasan kemarin. Yang memimpin adalah pemimpin kompartemen, dalam hal
ini redaktur pelaksana. Hasil rapat itu dibawa ke rapat checking, di rapat itu dipaparkan
bahan-bahan yang diperoleh seperti ini berdasarkan perencanaan yang kemarin. Apa yang
sudah di dapat, apa yang belum dan apa yang masih harus dikejar. Di situ juga bisa dibilang
proses evaluasi, karena akan terlihat bahan yang masih bolong, belum memadai, dan perlu
dikejar lagi sumbernya. Rapat itu juga kadang ada perubahan baru, apa yang direncanakan
kemarin bisa saja dikoreksi, misalnya isu ini lebih panas nih sekarang. di rapat checking itu
juga biasanya diadu mana yang jadi laporan utama. Setelah jumat kemarin, memang semua
nya diharapkan mengusulkan untuk laporan utama, jadi tidak di plot dari awal bahwa kamu
harus buat laporan utama. Pada hari Rabu baru diputuskan laporan utama nya.
T : Di tiap rapat siapa saja sih yang berhak datang?
J : Di rapat perencanaan semua nya harus datang kecuali yang berhalangan. Pada hari Rabu
(checking) sepanjang tidak berhubungan dengan narasumber, semua nya wajib hadir.
Biasanya ada wakil nya tiap kompartemen. Biasanya lebih sedikit. Normalnya di hari Rabu
sudah ketauan laporan utama nya, tapi kadang suka gak normal juga sih, hari Kamis bisa
berubah lagi laporan utama nya, misalnya situasinya sangat mendesak, misalnya ada yang
diproyeksikan menjadi laporan utama tapi pengumpulan bahannya belum selesai, jadi kan
mesti di switch switch tuh. Minimal diusulkan 2 laporan utama, in case ini tidak siap ada
pengganti nya.
Setelah diputuskan laporan utama nya di hari Rabu, tim yang terpilih menjadi laporan utama
rapat lagi di Kamis sore atau malam untuk checking terakhir. Peserta nya adalah pimred,
redaktur eksekutif dan awak tim kompartemen. Itu checking terakhir karena kamis malam
sudah harus mulai ditulis kan. Setelah itu ditulis oleh penulisnya, setelah itu disunting oleh
redakturnya, masuk ke redaktur bahasa, disunting lagi oleh redaktur bahasa. Di redaktur
bahasa ini biasanya tidak berhubungan dengan konten, dia lebih kepada diksi, EYD, untuk
mengubah isi nya dia harus izin redaktur kompartemen.
Berbeda dengan redaktur kompartemen, dia bisa meluruskan pemberitaan, dia bisa
memanggil penulis dan reporternya untuk mengklarifikasi maksud penulisannya apa.
T : Siapa saja yang bertugas dalam penyuntingan?
J : Dalam penyuntingan regular, hanya satu orang saja yaitu redaktur kompartemen. Bila itu
laporan utama ada approval akhir dari pimpinan. Baik itu pemimpin redaksi atau redaktur
eksekutif, untuk pengamanan konfirmasi nya. Sudah cukup atau belum. Dokumen nya sudah
cukup atau belum. Pimred idealnya mengecek semua naskah yang terbit, tapi seringkali
hanya mengecek laporan utama dan naskah-naskah yang panjang saja.
T : Balik lagi isu pilkada, bila melihat besarnya nilai pilkada yang kemarin apa diperlukan
penyuntingan berlapis?
J : Biasanya kalau jadi laporan utama seperti itu, di cek lagi oleh pimpinan.
T : untuk reporternya yang bertugas di lapangan, apa bisa menentukan angle nya sendiri?
J : Tidak bisa, sesuai yang di rapat. Bila ada hal yang baru perlu konsultasi dulu. Contoh,
“angle ini tidak sesuai”, “bahan nya meleset”, “fakta nya memang tidak seperti itu”, dia
harus konsultasi dulu dengan redaktur pelaksana. Bisa berubah, karena tidak selalu yang kita
perkirakan dan kenyataannya di lapangan akan sama dan kita tidak boleh memaksakan
asumsi yang tidak sesuai. tetapi reporter harus mendapat persetujuan dulu, tidak bisa
mengubah sendiri sesuai dengan keputusan bersama bukan keputusan individual.
T : Bila di lapangan pengumpulan beritanya tidak memenuhi standar Tempo apa yang
dilakukan?
J : Ditunda sampai lengkap. Tapi kita tidak bilang seperti itu kepada reporter, mereka harus
kejar sampai titik penghabisan. Kalo engga enak enak aja dia nanti. Tapi kita harus punya
cadangan untuk berita yang akan diangkat. In case ini gak dapet, ada yang untuk nambal.
T : Untuk mengetahui pemberitaan yang disukai atau tidak, apa majalah tempo mengadakan
survey kepada audiens?
J : Ooow… Tidak. Kita punya kriteria layak tempo. Harus punya impact yang besar,
menyangkut tokoh, bersikap eksklusif tidak banyak diangkat media lain. Kita dari awal
sudah ditanamkan bahwa apa yang diangkat jangan sampai sama dengan media-media lain,
baik surat kabar, berita harian bahkan online. Apa guna nya tempo kalo Cuma ripping (?)
mana harus bayar mahal pula, berita nya gak berkualitas, yang pasti tempo akan tidak laku
kalau beritanya hanya kompilasi dari apa yang ada. Bahwa apa yang terjadi di masyarakat
akan menjadi pertimbangan, memang iya… tapi itu bukan selalu menjadi pertimbangan
utama. Tapi kita tidak boleh menutup mata juga, disaat orang lagi bicara pilkada sedang
panas-panasnya, kita memiliki isu lain, apa bisa diturunkan hari ini juga atau engga. Kita
pertimbangkan juga. Kita sesekali survey, tapi karena banyak memakan biaya dan waktu
yang lama jadi sudah lama lah kita tidak survey. Feedback dari pembaca biasanya bersurat
saja sih.
T : Kalau untuk owner tempo sendiri kan public, bukan perorangan. Apa ada peran owner
dalam penentuan isi berita?
J : owner perorangan juga ada sih, tapi tidak dominan. Owner tidak berpengaruh, bahkan
Founder pun tidak berpengaruh dalam penentuan isi berita. Itu semua harus dibahas di ruang
rapat. Bahwa Founder memberikan usulan, sifatnya sama dengan yang lain. Bisa tapi
apakah akan diterima atau tidak, itu semua berdasarkan keputusan bersama.
T : Misal ada isu besar yang terjadi setelah penetapan rapat besar, siapa penentu kebijakan?
J : Balikin lagi ke forum. Pimred, red ekse, kompartemen terkait. Nanti disitu akan dibahas
mengenai bahan apakah sudah siap atau belum.
T : Sesuai dengan sejarah nya bahwa tempo pernah dibredel 2x, apakah itu menentukan bahwa
ideology tempo itu sosial demokrat? Mengakomodir kepentingan minoritas?
J : Yaa, salah satu ideology tempo antara lain. Ya kita menjunjung tinggi namanya pluralism.
Dengan kita menghargai pluralism, otomatis bahwai setiap kelompok dalam masyarakat
berhak mendapat ruang dari sisi pemberitaan kan? Sehingga kemudian, bisa temen-temen
lihat bahwa hak hak dari kaum minoritas, baik dari segi agama, politik, termasuk suku adat
selalu mendapatkan tempat di tempo. Tapi itu pun pada akhirnya itu ada layak tempo harus
dipakai.
T : Ideologi perusahaan tentu dituangkan dalam visi dan misi perusahaan, bisa dijelaskan
makna visi” Menjadi acuan dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk berpikir dan
berpendapat serta membangun peradaban yang menghargai kecerdasan dan perbedaan” dan
“Menghasilkan produk multimedia yang independen dan bebas dari segala tekanan dengan
menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda”
J : Tentu itu akan terlihat dari saat kita bekerja ya. Dilihat dari memilih pemberitaan. Dalam
proses pekerjaan itu kita menegakkan betul apa itu independensi. Ketika kita menentukan
apa yang harus menjadi berita utama, angle yang dilakukan, kita berusaha menyandarkan
pada nurani, kepentingan publik dan kita menjamin prose situ tidak ada intervensi dari pihak
mana pun. Baik itu dari pihak luar (penguasa, pengusaha, sumber-sumber yang digunakan,
owner) semua prose situ berlangsung di ruang redaksi tidak ada intervensi dari pihak luar.
Bahwa independensi tidak selalu berujung netralitas di tempo itu, karena tempo sering kali
berpihak di beberapa kasus yang menurut pertimbangan nurani dan kepentingan publik kita
harus berpihak, tempo sering kali berpihak disitu. Bukan berarti karena kedekatan kita
dengan sumber berita tersebut, keberpihakan kita sesuai dengan professional jugjement.
Nama : Anton Aprianto (Wartawan Politik Majalah Tempo) Tanggal : 26 Juli 2017
Lokasi : Kantor Tempo Durasi : 24 menit 46 detik
TRANSKRIP WAWANCARA
T : Mas sendiri dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis/ redaktur memegang ideologi atau
nilai-nilai apa?
J : Ya prinsipnya kita tetep ya, bahwa Tempo kan mementingkan kepentingan publik dan tidak
memihak itu yang selalu kita utamakan apalagi dalam konteks Pilkada. Nah itu, jadi kita gak
boleh berpihak dalam setiap pemberitaan Pilkada, bahkan kalau temen-temen melihat
beberapa seri dari majalah itu pemberitaannya proporsional. Kalau misalnya, calon ini tiga
halaman, ya calon yang lain juga tiga halaman. Calon ini diwawancara, ya calon ini juga
diwawancara. Jadi porsi-porsi nya juga seimbang dan adil bagi mereka. Kalau kita sudah
berikhtiar untuk mewawancarai calon tertentu, trus gak mau, naaaah… kita akan jelaskan,
supaya publik dan pembaca tidak menilai kita tidak berimbang. Intinya tidak memihak, tetap
dalam proporsi sebagai media yang turut menjaga independensi.
T : Tapi mas, dalam praktiknya di lapangan wartawan itu dibebaskan untuk mencari narasumber
sendiri atau gimana?
J : Oh, iya iya… Tentu saja narasumber yang relevan ya. Maksudnya selalu ada nilai-nilai dan
etika di kita kan. Orang yang di prioritaskan adalah calon itu sendiri, orang-orang yang
berada di lingkaran nya (calon), saksi yang melihat, mendengar bahkan melakukan itu
sendiri. Turut dalam menceritakan pertemuan-pertemuan mereka. Kalau orangnya agak jauh,
kita perlu verifikasi dengan dokumen. Jadi ini untuk menjaga kredibilitas dan akuntabilitas
kita terhadap pemberitaan yang nanti diterbitkan.
T : Apa ada paksaan dari ruang redaktur?
J : Hmmm… paksaan biasanya lebih pada angle. Tidak pada, kamu harus condong kesini, kamu
harus condong kesini. Ini bener ini, bahwa kemudian pada saat rapat checking dan rapat
perencanaan itu selalu ditekankan bahwa kita harus proporsional. Bahwa kalau ada dua atau
tiga calon, masing-masing harus kita tulis entah dalam bentuk artikel atau wawancara.
Biasanya kalau ada yang melenceng-melenceng, nah disitulah paksaannya. Bahwa kita harus
kesini, harus kesana jadi tetap mengedepankan peran bahwa Tempo sebagai media. Isu-isu
yang kira nya menurut publik menarik, tidak ada paksaan bahwa harus condong kemana.
T : Jadi ada rapat redaksi, rapat checking sampai munculnya pemberitaan itu ada berapa proses?
J : Biasanya kalau ada Pilkada, ada beberapa tahapan ya. Tahap menulis dan merencanakan
calon-calon, di redaksi sendiri ada namanya rapat perencanaan. Di rapat ini, semua yang
masuk ke dalam redaksi contohnya pimpinan redaksi, redaktur eksekutif, redaktur pelaksana,
dan teman-teman reporter itu harus hadir. Dan diusahakan untuk memberikan masukan,
komentar, tanggapan. Dari rapat perencanaan itu akan dilihat, informasi sudah didapat sejauh
mana terhadap perencanaan yang diusulkan. Nah kemudian baru ada rapat checking di hari
Rabu dan rapat opini. Nah opini-opini juga menentukan arah pemberitaan kita mau kemana,
nanti eksekusinya ditulis.
T : Apa peran editor dalam menentukan arah pemberitaan?
J : Editor hanya menjaga apa yang sudah direncanakan di rapat kesan supaya tidak melenceng,
biasanya nanti editor ikut arus penulisnya, maka nanti akan mengingatkan penulisnya, ko
angel begini, sudut pandang begini, misalnya setelah pilkada kita merumuskan angel “kenapa
ahok kalah?” ya editor harus menjaga itu, bagaimana dari awal sampai akhir tulisan itu tetap.
Ini menjaga agar tulisan itu tidak berkelok-kelok dan kepentingan pribadi masuk disitu. Dan
biasanya diakhir percetakan kita ada piket, kita semuanya bisa lihat kalau ini gak bener ini
gak bener jadi masih bisa di koreksi. Jadi keputusan tertinggi kita itu bukan di orang per
orang, tapi di rapat besar itu. Karena itu dihadiri dari semua bagian dari redaksi majalah
tempo.
T : Bagaimana tingkatan eksekutif di majalah tempo?
J : Oh ya jelas ada, ada pimred ada Redaktur Eksekutif, yang paling tinggi dan bertanggung
jawab itu pimred (re: pemimpin redaksi). Ada redaktur eksekutif disitu ada redaktur
pelaksana, editor senior, editor muda juga ada penulis
T : yang dimaksud pemegang saham itu siapa aja mas?
J : ada beberapa misalnya, komisaris ya pak Gunawan, ada publik, juga ada Ciputra. Saya tau
arahnya, bahwa pemegang saham itu tidak ada pengaruhnya. Jadi kita memisahkan
manajemen dan keredaksian. Bahkan kalau Direktur Utama mau mendapatkan informasi, dia
hanya mengusulkan di forum.
T : jadi eksekutif dalam pemberitaan tempo tidak terlalu dominan ya?
J : nyaris gak ada, bahkan kalau mereka punya masukan bagus ya harus usul. Jadi hampir
sama dengan redaksi yang lain. Jadi karena sistem kita sudah dibuat sedemikian rupa, maka
akan keliahatan bahwa bila ada intervensi-intervensi dari orang atas akan kelihatan dan
terseleksi
T : siapa owner tempo itu yam as?
J : owner tempo ya publik. Gunawan Muhammad itu komisaris utama. Dia hanya memberikan
evaluasi, tidak pernah harus memaksakan. Dia pun harus usul dalam mengemukakan sesuatu.
Dia (gunawan Muhammad) kan suka nya seni ya, waktu itu ada pameran yang akan datang.
Kalau gak salah pameran seni Amangkurat, nah dia hanya mengusulkan untuk diliput. Tapi
dia pun menggarisbawahi kalau tidak menarik ya tidak usah dimuat, jadi tetap menggunakan
kriteria majalah tempo. Jadi bukan karena gunawan Muhammad nya jadi kita muat, itu engga
T : karakteristik narasumber yang mendukung dalam pemberitaan pilkada yang seperti apa?
J : ya tentu saja orang-orang yang terlibat, ya seperti calonnya, partai pengusung, ketua
umumnya, tim suksesnya, orang-orang di lingkaran yang terdekat itu. Jangan seperti media
lain, tukang becak diwawancarai. Sumber yang kira-kira bisa kita percaya, bahwa orang
tersebut mengetahui tentang aktivitas dan kegiatan si calon.
T : Apabila pemberitaan tempo di opini masyarakat dinilai negatif apa harus dicabut ulang?
J : Ya engga kan gini, opini ini dirumuskan oleh orang-orang yang dirasa senior dan punya
pengalaman meskipun juga banyak orang-orang muda disitu. Kan sudah benar-benar sudah
diputuskan di rapat yang besar juga melalui keputusan dengan pimred. Jadi kalau ada keliru
ya disitu sudah akan ketauan. Dan jika itu sudah menjadi keputusan rapat, itu sudah opini
kita. Bila ada orang diluaran yang nyinyir dan menganggap keliru sama kita biarkan saja. Ini
sudah sikap tempo, semua redaksi di dalamnya ya harus mengikutinya karena ini sudah sikap
lembaga.
T : untuk pilkada, tempo sempat memberitakan teman ahok. Seakan tempo bermain di dua
kaki, seolah kritis tapi seakan-akan mendukung kami melihat mas gun itu juga pendukung
calon nomer 2. Dalam pemberitaannya juga terlihat lebih mendukung paslon nomer 2
ketimbang paslon nomer 1 dan 3
J : soal mas gun sendiri kita akui bahwa dia mendukung yang itu (paslon nomer 2) tapi itu
bersifat pribadi. Apakah seorang warga Negara yang bekerja di media tidak boleh punya
sikap pribadi dalam berpolitik? Apabila ia dianggap sebagai representasi dari tempo ya maka
itu wajar karena dia masih di tempo. Tapi kalau dianggap sebagai kiblat majalah tempo ya
tentu tidak. Saya punya sikap pribadi sendiri, saya mendukung siapa, tapi bila saya menulis,
saya membuat opini maka saya harus patuh terhadap kebijakan rapat, itu harus ditanggalkan.
Soal itu teman ahok, ini irisan yang bertepatan saja.
T : majalah bergantung pada pengiklan, apa ada intervensi dari para pengiklan?
J : tidak ada, malah kita pernah batalin iklan kalau tidak sesuai. kalau mereka mau cabut ya
silahkan saja. Jangan kan iklan sebagai GM aja gak bisa. Kalau mereka sebatas mengkritik ya
itu wajar, tapi itu bukan intervensi. Kalau intervensi kan mengarahkan, kalau kekeliruan
redaksi ya itu wajar
T : lembaga dan luar organisasi majalah Tempo bisa ikut campur dalam pemberitaan?
J : tidak ada, kita itu beberapa kali ada orang menawarkan uang untuk mendrop tulisan.
Bahkan ketua KPK dan presiden juga gak bisa
T : jadi kontrol pemerintah juga tidak berpengaruh ya?
J : ya gak ada lah, emang kita di jaman orde baru
T :tapi ideologi majalah tempo itu sendiri apa sih mas? Kalau republika itu kan jelas ya
J : kita plural lah, kita junjung keanekaragaaman. Sama kayak media yang lain
T : bagaimana majalah tempo menilai fenomena pilkada yang tengah berkembang belakangan
ini?
J : memang pilkada Jakarta ini agak huru hara, banyak isu sara, surat al-maidah, lebih pada
bagaimaan dua calon ini menarik dukungan dari orang-orang yang Islam, sudah menyangkut
isu sara lah yang menurut kami ini jangan terulang lagi. Kita tidak berbicara hasil ya, bahwa
pilkada pada proses kampanye nya adalah yang terburuk. Apalagi di media sosial, saat masih
tiga lalu mengkerucut jadi dua antar sesama saling hujat menghujat, malah pemicu pecah
belahnya bangsa. Kalau mau disimpulkan ya sama seperti yang lain ya, pilkada rasa pilpres
T : lalu untuk rating pilkada di majalah tempo sendiri bagus bang?
J : hmmm… bagus kalau ukuran yang paling kelihatan ya di online ya karena sifatnya real
time
T : tapi selama ini sasaran majalah tempo itu dibilang kaum intelektual, dari kelas menengah ke
kelas menengah atas?
J : ya anak muda lah. Sekarang ini kita dituntut untuk, pembaca tempo yang baru pun itu bisa
memahami gitu. Kan ada persepsi di masyarakat bahwa majalah tempo itu berat. Sekarang
kita diberi tugas untuk mengemas bahasa dalam pemberitaan itu lebih mudah dipahami.
Segmennya diperlebar sekarang
T : apakah background abang berpengaruh terhadap penulisan?
J : waaah… gak ada background saya kehutanan. Saya adik kelasnya jokowi
Dokumentasi Penelitian
Foto dokumentasi peneliti bersama Anton Aprianto, Redaktur Pelaksana Majalah Tempo,
Jakarta, 26/07/2017.
Foto dokumentasi peneliti bersama Jajang Jamaludin, Redaktur Utama Majalah Tempo,
Jakarta, 14/08/2017.