Hipotiroid Kongenital
description
Transcript of Hipotiroid Kongenital
Hipotiroid Kongenital
Penyebab hipotiroid paling sering di seluruh dunia adalah defisiensi yodium
yang merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Anak
yang lahir dari ibu dengan defisiensi yodium berat akan mengalami
hipotiroid yang tidak terkompensasi karena hormon tiroid ibu tidak dapat
melewati plasenta sehingga memberikan manifestasi kelainan neurologis
pada saat lahir.
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya
sangat bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor
geografis, sosial ekonomi maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk
golongan etnis tertentu. Umumnya kasus hipotiroid muncul secara sporadik.
Faktor genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang
diturunkan secara autosomal resesif.
ETIOLOGI
Hipotiroid primer permanen
Disgenesis kelenjar tiroid : aplasia, hipoplasia, kelenjar tiroid ektopik
Dishormonogenesis : kelainan proses sintesis, seksresi dan utilisasi hormone
tiroid sejak lahir. Dishormogenesis disebabkan oleh defisiensi enzim yang
diperlukan dalam sintesis hormone tiroid. Kelainan ini diturunkan secara
autosomal resesif. Kelainan ini mencakup 10% kasus hipotiroid kongenital.
Kelainan ini terjadi karena:
1. Kelainan reseptor TSH
2. Kegagalan menangkap yodium
3. Kelainan organifikasi
4. Defek coupling
5. Kelainan deiodinasi
6. Produksi tiroglobulin abnormal
7. Kegagalan sekresi hormone tiroid
8. Kelainan reseptor hormone tiroid perifer
Ibu mendapat pengobatan yodium radioaktif
Preparat yodium radioaktif yang diberikan pada ibu dengan kanker tiroid
atau penyakit Graves setelah usia gestasi 10 minggu melewati plasenta,
selanjutnya ditangkap oleh tiroid janin sehingga mengakibatkan “ablasi
tiroid”. Keadaan ini juga dapat menimbulkan stenosis trakea dan
hipoparatiroid.
Hipotiroid primer transien
Ibu dengan penyakit Graves atau mengkonsumsi bahan goitrogenik
Obat golongan tiourasil yang digunakan untuk mengobati penyakit Graves
dapat melewati plasenta sehingga menghambat produksi hormon tiroid.
Propitiourasil (PTU) 200-400 mg/hari yang diberikan pada ibu dapat
mengakibatkan hipotiroid kongenital transien yang akan menghilang jika
PTU sudah dimetabolisme dan diekskresi oleh bayi.
Defisiensi yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau bayi baru
lahir
Di daerah endemic goiter, hampir dapat dipastikan bahwa defisiensi yodium
merupakan penyebab utama terjadinya goiter dan hipotiroid. Pemakaian
yodium berlebihan pada ibu hamil seperti penggunaan antiseptic yodium
(misal yodium povidon) pada mulut rahim saat rupture ketuban antepartum,
ataupun antiseptik topikal pada neonatus (misalnya untuk membersihkan
tali pusat) dapat menyebabkan terjadinya hipotiroid primer pada neonatus.
Amniofetografi dengan kontras beryodium dilaporkan dapat menyebabkan
hipotiroid kongenital transien.
Transfer antibodi antitiroid dari ibu
Terdapat laporan tentang tiroiditis neonatal yang berkaitan dengan antibodi
antitiroid ibu yang menembus sawar plasenta. Kondisi ini membaik
bersamaan dengan menghilangnya antibody IgG pada bayi. TSHbinding
inhibitor immunoglobulin dari ibu mampu menembus plasenta yang
selanjutnya menyebabkan hipotiroid transien.
Bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yang sakit
dapat memberikan hasil skrining T4 rendah dan TSH normal. Beberapa
diantaranya benar benar menunjukkan gejala hipotiroid dengan kadar T4
rendah dan TSH tinggi. Meskipun keadaan ini hanya sementara, namun
pasien harus diberikan terapi dengan hormon tiroid. Pengobatan dapat
dicoba untuk dihentikan setelah anak berusia 2-3 tahun dan diadakan
pemeriksaan ulang untuk mengetahui apakah pasien menderita hipotiroid
kongenital yang permanen atau tidak.
Idiopatik
Bila hipotiroid transien tidak cocok dengan kategori yang telah disebutkan
di atas, maka dapat dimasukkan dalam kelompok ini. Etiologi pasti belum
diketahui, namun beberapa kasus diduga akibat adanya kelainan pada
mekanisme umpan balik aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid.
Hipotiroid sekunder menetap
Kelainan ini merupakan 5% dari kasus hipotiroid kongenital. Penyebabnya
antara lain:
- Kelainan kongenital perkembangan otak tengah
- Aplasia hipofisis kongenital
- Idiopatik
Hipotiroid sekunder transien
Bayi dengan kadar T4 total, T4 bebas, dan TSH normal rendah masih
mungkin mengalami hipotiroid sementara. Keadaan ini sering dijumpai pada
bayi prematur karena imaturitas organ dianggap sebagai dasar kelainan ini,
yaitu imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis. Hipotiroid pada bayi prematur
sulit dibedakan dengan bentuk yang terjadi akibat penyakit nontiroid. Bila
dicurigai hipotiroid terjadi akibat penyakit nontiroid, maka pengobatan
dengan hormon tiroid tidak diberikan tetapi dilakukan tes fungsi tiroid
secara serial sampai penyakit akut atau kronik sembuh sehingga fungsi
tiroid yang sebenarnya dapat diketahui.
Diagnosis
Manifestasi klinis
Umumnya bayi yang terdeteksi pada program skrining belum
memperlihatkan gejala klinis yang khas, dan bila ada umumnya gejala
sangat ringan dan kurang jelas. Hanya kurang dari 5% bayi dengan hasil
skrining positif memperlihatkan gejala klinis hipotiroid. Manifestasi klinis ini
sangat bergantung pada etiologi, usia terjadinya in utero, beratnya penyakit,
serta lamanya hipotiroid. Bayi yang sudah memperlihatkan gejala klinis
hipotiroid pada minggu pertama kehidupannya dapat dipastikan sudah
mengalami hipotiroid yang berlangsung lama sebelum anak tersebut
dilahirkan.
Umumnya rerata berat badan dan panjang badan bayi berada pada persentil
ke 50 dan lingkar kepala pada persentil 70. Hal ini menunjukkan bahwa
hormon tiroid tidak diperlukan untuk pertumbuhan somatic intrauterine,
dan terjadinya pada akhir masa kehamilan. Meskipun kadar T4 rendah
tetapi biasanya kadar T3 normal sehingga pada kebanyakan kasus tidak
ditemukan tanda atau manifestasi klinis hipotiroid. Ada kecenderungan
bahwa masa gestasi berlangsung lebih lama yang dibuktikan bahwa
terdapat sepertiga kasus dengan masa gestasi lebih dari 42 minggu.
Gejala klinis yang sering terlihat adalah ikterus memanjang akibat
keterlambatan maturasi enzim glukoronil tranferasi hati, letargi, konstipasi ,
malas minum (kurang kuat) dan masalah makan lainnya, serta hipotermia.
Pada saat skrining hanya sedikit dijumpai tanda klinis. Beberapa bayi
menunjukkan tanda klasik seperti wajah sembab, pangkal hidung rata
dengan “pseudohipertelorisme”, pelebaran fontanel (khususnya fontanel
posterior), pelebaran sutura, makroglosi, suara tangis serak, distensi
abdomen dengan hernia umbilikalis, kulit yang dingin dan ‘’ mottled” (cutis
mammorata), ikterik, hipotonia, hiporefleksia, galaktorea, dan meningkatnya
kadar prolaktin. Jarang sekali dijumpai goiter, namun bayi yang lahir dari
ibu dengan penyakit graves dan diobati dengan PTU sering didapatkan
goiter yang besar dan menutupi jalan napas.
Bila diagnosis hipotiroid tidak ditegakkan sedini mungkin, maka akan terjadi
keterlambatan perkembangan. Umumnya keterlambatan perkembangan dan
pertumbuhan terlihat pada usia 36 bulan. Retardasi mental yang terjadi
akibat hipotiroid kongenital yang terlambat diobati sering disertai oleh
gangguan neurologis lain, seperti gangguan koordinasi, ataksia, diplegia
spastic, hipotonia, dan strabismus.
Bayi yang mengalami hipotiroid sekunder memiliki gejala lebih ringan
daripada hipotiroid primer. Bayi dicurigai mengalami hipotiroid sekunder
bila terdapat sumbing pada bibir dan/atau palatum, nistagmus, hipoglikemia
akibat defisiensi hormone pertumbuhan dan hormone adrenokortikotropik
(ACTH), serta bayi laki laki dengan mikropenis, hipoplasia skrotum, dan
undesensus testis yang diduga karena defisiensi hormon pertumbuhan dan
gonadotropin.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah: Pemeriksaan urine:
1. T4 bebas (free T4) 1. Yodium urine
2. TSH
3. T4 total Pemeriksaan radiologis:
4. T3RU (T3 uptake) 1. Scan tiroid : Tc 99m atau
I123
5. TBG ( bila dicurigai defisiensi TBG) 2. Bone Age
Bila diperlukan:
1. Antibody antitiroiid (bila ada riwayat tiroiditis pada ibu)
2. Tiroglobulin
3. Alfa – fetoprotein
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:
1. Kadar T4 bebas yang rendah dan meningkatnya kadar TSH
mengkonfirmasi diagnosis hipotiroid primer, sedangkan kadar T4 bebas
rendah dengan kadar TSH yang rendah pula mengarahkan pada
diagnosis hipotiroid sekunder atau tersier.
2. Pada hipotiroid kompensata, awalnya kadar T4 normal/rendah dan TSH
meninggi, selanjutnya kadar T4 normal dan TSH meninggi.
3. Pada hipotiroid transien kadar T4 mula mula rendah dan TSH tinggi
dan pada pemeriksaan selanjutnya kadar T4 dan TSH normal.
4. Pada defisiensi TBG, mula mula kadar T4 rendah dan TSH normal,
selanjutnya kadar T4 rendah, T3RU meningkat, dan TSH normal. Untuk
konfirmasi diagnosis dapat diperiksa kadar T4 bebas dan kadar TBG
yang memberikan hasil kadar T4 bebas normal dan kadar TBG rendah.
5. Seperti yang diterangkan di atas, interpretasi hasil skrining maupun
pemeriksaan lain agak sulit dilakukan pada bayi prematur atau yang
mengalami penyakit nontiroid. Pada bayi tersebut sering dijumpai
kadar T4 dan T3 rendah sedangkan kadar TSH normal. Pada bayi
prematur kadar T3 dan T4 akan mencapai kadar sesuai bayi aterm
setelah berusia 12 bulan, atau bila penyakit nontiroidnya teratasi maka
fungsi tiroid akan kembali normal. Karena keadaan ini merupakan
adaptasi fisiologis pada bayi premature maupun bayi aterm yang
mendapat stress tertentu, maka keadaan ini tidak boleh dianggap
sebagai hipotiroid.
6. Pada tiroiditis, pengukuran kadar antibodi antitiroid (termasuk anti-
tiroglobulin antibody dan anti-mocrosomal antibody) dapat membantu
menegakkan diagnosis pada bayi dengan riwayat tiroiditis familial.
Dapat dilakukan pula pengukuran TSHbinding inhibitor
immunoglobuline.
7. Pengukuran tiroglobulin. Kadar tiroglobulin serum secara tidak
langsung dapat membantu diagnosis etiologi hipotiroid kongenital.
8. Hipotiroid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan
kreatinin fosfokinase darah, serta menyebabkan hiponatremia akibat
peningkatan sekresi hormone antidiuretikNilai rujukan untuk kadar T4 total, T3, T4 bebas, dan TSH Hormon Usia Nilai NormalT4 (ug/dL) Bayi prematur (26-30
mgu)Bayi AtermUsia 1-3 hari
1 minggu
1 – 12 bulan
Prepubertas
1 – 3 tahun
3 – 10 tahun
Anak pubertas (11-18 th)
2,6 – 14,08,2 – 19,96,0 – 15,9
6,1 – 14,9
6,8 – 13,5
5,5 – 12,8
4,9 – 13,0
FT4 (ug/dL) Bayi prematur (26-30 0,4 – 2,82,0 – 4,0
mgu)Bayi AtermUsia 1 – 3 hari
1 – 12 bulan
Prepubertas
Anak pubertas
0,9 – 2,6
0,8 – 2,2
0,8 – 2,3
T3 (ng/dL) Bayi prematur (26-30 mgu)Bayi AtermUsia 1-3 hari
1 minggu
1 – 12 bulan
Prepubertas
Anak pubertas (11-18 th)
24 – 13289 – 40591 – 300
85 – 250
119 – 218
80 – 185
TSH (uU/mL) Bayi prematur (26-30 mgu)Bayi Aterm4 hari
1 – 12 bulan
Prepubertas
Anak pubertas
0,8 – 6,91,3 – 160,,9 – 7,7
0,6 – 5,5
0,5 – 4,8
Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine hanya dilakukan jika terdapat riwayat pemakaian atau
paparan yodium berlebihan baik pra-natal maupun pasca-natal, atau tinggal
di daerah endemik goiter. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk menegakkan
diagnosis etiologi hipotiroid kongenital transien.
Pemeriksaan radiologis
Skintigrafi kelenjar tiroid
Sampai saat ini skintigrafi kelenjar tiroid masih merupakan cara terbaik
unutk menentukan etiologi hipotiroid kongenital. Untuk pemeriksaan pada
neonatus digunakan sodium pertechnetate (Tc99m) atau I123.
Radioaktivitas I131 terlalu tinggi dan kurang baik bagi jaringan tubuh
sehingga jarang digunakan untuk neonates.
Pada aplasia kelenjar tiroid, kelainan reseptor TSH, atau defek ambilan
(trapping) tidak terlihat ambilan zat radioaktif sehingga tidak terlihat
bayangan kelenjar pada hasil skintigrafi. Jika pada hasil skintigrafi terlihat
kelenjar hipoplastik atau ektopik, hal ini menunjukkan bahwa kelenjar masih
mempunyai kemampuan mensekresi hormon tiroid.
Bila terlihat kelenjar tiroid besar dengan ambilan zat radioaktif tinggi, ini
mungkin merupakan “thiouracilinduced goiter’ atau kelainan bawaan
lainnya. Adanya kelainan bawaan, yang biasanya diturunkan secara
autosomal resesif, memerlukan konsultasi genetika dan mempunyai risiko
berulang sebesar 25%. Bila terdapat pemakaian tiourasil atau yodium yang
berlebihan, maka pengaruh goiterogen tersebut harus dihilangkan terlebih
dulu serta dilakukan pengawasan.
Meskipun terdapat variasi geografis, namun pada skintigrafi secara umum
didapatkan kelenjar ektopik sebanyak 60%, aplasia/hipoplasia kelenjar
sebanyak 30%, dan pembesaran kelenjar tiroid sebanyak 10%. Skintigrafi
tidak dilakukan pada semua bayi, tapi tergantung pertimbangan dokter yang
merawat. Bila ada kelainan maka pengobatan tidak perlu dihentikan.
Reevaluasi dilakukan pada saat anak berusia 3 tahun.
Interprestasi hasil ambilan dan skintigrafi tiroid Kelainan tiroid Ambilan SkintigrafiAplasia Tidak ada Kelenjar tidak adaHipoplasia Rendah Kecil, lokasi normalKelenjar ektopik Rendah Kecil, lokasi abnormalDishormonogenesisDefek trappingDefek organifikasi
TinggiTinggi Kelenjar besarKelenjar besar
Paparan zat goitrogen Normal - rendah Kelenjar besar
Penilaian umur tulang
Penilaian umur tulang dengan foto roengent tangan kiri dapat digunakan
untuk mngetahui berapa lama pasien sudah menderita hipotiroid.
Pemeriksaan pengaruh fungsi kardiovaskuler dan neurologis
Efek sekunder hipotiroid kongenital dapat juga dilihat pada
elektrokardiogram (EKG), ekokardiografi, dan elektroensefalogram (EEG).
EKG menunjukkan penurunan denyut jantung dan amplitude gelombang R
yang rendah. Pada pemeriksaan ekokardiografi, rasio antara masa pra-ejeksi
terhadap ejeksi ventrikel kiri memanjang, disertai memanjangnya interval
sistolik. Dapat pula ditemukan efusi pericardial yang sifatnya ringan dan
menghilang dengan terapi. EEG menunjukkan perlambatan difus dengan
amplitude rendah dan “visual evoked response” menunjukkan periode laten
memanjang yang akan menghilang bila diobati.
Terapi
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan memberikan
hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan
pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak khususnya
perkembangan mentalnya. Sebelum pengobatan dimulai harus selalu
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis.
Tujuan pengobatan adalah:
1. Mengembalikan fungsi metabolism yang esensial agar menjadi normal
dalam waktu yang singkat. Fungsi tersebut termasuk termoregulasi,
respirasi, metabolism otot dan otot jantung yang sangat diperlukan
pada masa awal kehidupan.
2. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
3. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya
yang menyangkut otak seperti proses enzimatik di otak, perkembangan
axon, dendrit, sel glia, dan proses mielinisasi neuron.
TIROKSIN
Sodium levotiroksin (Na-L tiroksin) merupakan obat yang terbaik. Terapi
harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan.
Dosis levotiroksin yang dianjurkan untuk setiap kelompok usia dapat dilihat
pada table dibawah. Orangtua pasien harus diberikan penjelasan mengenai
kemungkinan penyebab hipotiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan
prognosisnya baik jika terapi diberikan secara dini. Untuk neonatus yang
terdeteksi pada minggu-minggu awal kehidupan direkomendasikan untuk
memberikan dosis inisial sebesar 10-15 ug/kg/hari karena lebih cepat dalam
normalisasi kadar T4 dan TSH.
Dosis NaLT4 yang dianjurkan pada pengobatan hipotiroidUsia Na L-T4 (ug/kg)0-3 bulan3-6 bulan6-10 bulan
1-5 tahun
6-12 tahun
>12 tahun
8-107-106-8
4-6
3-5
3-4
TERAPI pada DIAGNOSIS YANG MERAGUKAN
Kadang kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan
dituntut untuk menentukan pengobatan, misalnya bila pada hasil
pemeriksaan serum didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau
kadar T4 normal dengan kadar TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi
pada bayi cukup bulan maka harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk
memastikan diagnosis.
Bila pada skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroid ektopik
maka boleh diberikan preparat hormone tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid
normal, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila
hasil pemeriksaan kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera
dimulai, dan bila kadar T4 dan TSH normal maka pengobatan harus ditunda.
TERAPI PADA BAYI PREMATUR
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan perlunya
pengobatan tidak perlu skintigrafi, namun cukup dengan pemeriksaan kadar
T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat mendekati angka
normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus menurun dan TSh
meningkat dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan pengobatan dapat
dimulai. Tetapi bila tanda tanda klinis hipotiroid jelas maka tidak perlu
dilakukan skintigrafi atau pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung
diberikan pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan
untuk sementara sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid yang terjadi
transien atau menetap.
TERAPI DENGAN DOSIS PENUH ATAU BERTAHAP
Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman bagi
neonatus. Bila ada tanda tanda kelainan jantung atau tanda tanda
dekompensasi jantung, maka pengobatan dianjurkan dimulai dengan dosis
rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang beberapa hari dinaikkan 1/3
dosis lagi sampai dosis penuh yang dianjurkan tercapai.
KESALAHAN DIAGNOSIS
Perlu diperhatikan adanya defisiensi TBG untuk menghindari salah diagnosis
dan pengobatan yang berlebihan. Defisiensi TBG merupakan penyakit
“recessive X-linked” dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki (1 dari
2.4000 dibandingkan dengan hiipotiroid yang sebenarnya).
Kadang kadang terdapat keraguan untuk melakukan tindakan terhadap bayi
dengan kadar TSH meningkat sedikit tetapi kadar T4 bebas normal. Karena
bayi tersebut mempunyai risiko tinggi hipotiroid, maka akan lebih
menguntungkan bila bayi diberikan pengobatan. Akan tetapi kasus seperti
ini sebaiknya diikonsultasikan dengan ahli endokrin anak.
Suatu keadaan lain misalnya bayi premature dengan hipotiroid. Bayi yang
lahir pada usia kehamilan 32 minggu atau kurang dengan kadar T4 rendah
tanpa peningkatan kadar TSH disebut ‘hypothyroxinemia of prematurity”.
Penentuan status fungsi tiroid sangat sulit dilakukan karena pada umumnya
bayi tersebut sakit dan membutuhkan pengobatan seperti dopamine yang
dapat menyebabkan hipotiroid transien. Walaupun bayi premature
mempunyai kemungkinan hipotiroid transien yang sangat tinggi, namun
mereka tidak mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipotiroid kongenital
yang menetap. Keuntungan mengobati bayi premature dengan
‘hypothyroxinemia of prematurity” masih kontroversial.
PEMANTAUAN
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH:
…. Dua minggu setelah inisiasi terapi dengan L-tiroksin
…. Empat minggu setelah inisiasi terapi dengan L-tiroksin
… Setiap 1-2 bulan selama 6 bulan pertama kehidupan
…. Selanjutnya tiap 6-12 bulan
1. Bone age tiap tahun
2. Pemantauan psikomettrik (jika diperlukan)
PEMANTAUAN KLINIS
Tujuan pengobatan adalah terjaminnya tumbuh kembang anak secara
optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Pemberian pengobatan yang
adekuat sejak usia 46 minggu dapat menjamin pertumbuhan normal dengan
tinggi akhir berada dalam rentang +- 2 SD. Keempat ranah perkembangan,
yaitu motorik kasar, motorik halus, bicara, dan perkembangan sosial harus
selalu dipantau.
PEMANTAUAN LABORATORIUM DAN UMUR TULANG
Kadar T4 bebas dan TSH harus diperiksa 2 minggu setelah dimulainya
pengobatan, kemudian pada minggu keempat setelah pengobatan, dan
setiap 1-2 bulan dalam enam bulan pertama kehidupan, dan tiap 3-4 bulan
pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. Selanjutnya kadar T4 bebas dan TSH
dapat diperiksa tiap 6-12 bulan. Tujuan pengobatan dengan L-tiroksin
adalah mempertahankan kadar T4 bebas pada nilai pertengahan atas
rentang nilai normal. Kadar TSH harus diusahakan di bawah 10ug/ml. Jika
kadar T4 bebas masih berada pada kisaran normal tetapi berada pada
setengah bawah rentang nilai normal dan kadar TSH masih tinggi maka
evaluasi kembali kepatuhan pasien dan pastikan bahwa L-tiroksin diminum
dengan benar tidak bersamaan dengan zat zat yang dapat menghambat
absorpsi L-tiroksin seperti besi, kedelai (soya), dan serat. Usia tulang dapat
dinilai tiap tahun.
PEMANTAUAN PSIKOMETRIK
Pemantauan ini dimulai pada usia 12-18 bulan, kemudian diulangi setiap 2
tahun. Cara yang digunakan tergantung dari ahli yang memeriksa anak
tersebut. Hasil tes ini dapat membantu menentukan adanya gangguan
intelektual dan gangguan neurologis. Dengan ditemukannya kelainan secara
dini maka intervensi dapat dilakukan secara dini pula agar perkembangan
intelektual dan neurologis dapat diupayakan seoptimal mungkin.
SKRINING
Program skrining hipotiroid kongenital pada neonatus sudah dilakukan di
Negara maju, sedangkan untuk Negara berkembang seperti halnya
Indonesia, skrining hipotiroid masih belum menjadi kebijakan nasional.
Tujuan utama skrining hipotiroid adalah untuk eradikasi retardasi mental
akibat hipotiroid kongenital dan hal ini dianggap menguntungkan dengan
“financial benefit cost ratio” sebesar 10:1.
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH yang dilakukan
pada kertas saring pada usia 3-4 hari. Negara Negara di Amerika Utara
menggunakan kadar T4 sebagai metode skrining utama dilanjutkan dengan
pengukuran kadar TSH untuk kasus dengan kadar T4 berada pada persentil
10-20. Jepang dan sebagian besar Negara di Eropa menggunakan kadar
TSH sebagai metode skrining utama dengan pengukuran kadar T4 untuk
pemeriksaan lanjutan. Apapun metode skrining yang digunakan, bayi yang
memiliki kadar TSH awal >50 uU/mL memiliki kemungkinan sangat besar
untuk menderita hipotiroid kongenital permanen, sedangkan kadar TSH 20-
49 uU/mL dapat menunjukkan hipotiroid transien atau positif palsu.
Setiap strategi skrining memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-
masing akan tetapi metode T4/ backup TSH dan metode TSH keduanya
memiliki kemampuan yang sama dalam mendeteksi hipotiroid primer
congenital yang permanen. Metode T4/backup TSH dapat mendeteksi
hipotiroid primer, sekunder atau tersier, bayi dengan kadar T4 awal rendah
tetapi kadar TSH awal tidak meningkat, bayi dengan defisiensi TBG, dan
hipertiroksinemia, akan tetapi tidak mampu mendeteksi bayi dengan
hipotiroid kompensata. Metode skrining TSH mampu mendeteksi hipotiroid
yang jelas dan hipotiroid kompensata, tetapi tidak dapat mendeteksi
hipotiroid sekunder atau tersier, peningkatan kadar TSH yang terlambat,
defisiensi TBG dan hipertiroksinemia. Pada metode TSH didapatkan lebih
sedikit positif palsu.
PROGNOSIS
Semua laporan yang ada menyebutkan bahwa penderita hipotiroid
kongenital yang mendapatkan pengobatan adekuat dapat tumbuh secara
normal. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu, maka IQ pasien tidak
berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program skrining di Quebec (AS)
mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun berada 115, usia 18 bulan
sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan saat usia 36
bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical reasoning” (digunakan
cara Griffith’s Developmental Test) lebih rendah dari populasi kontrol. Jadi
walaupun secara umum tidak ditemukan kelainan mental, tetapi ada
beberapa hal yang kurang pada anak dengan hipotiroid kongenital. Kasus
berat dan yang tidak mendapatkan terapi adekuat pada 2 tahun pertama
kehidupan akan mengalami gangguan perkembangan intelektual dan
neurologis.
Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai kelainan
neurologis, antara lain gangguan koordinasi pada motorik kasar dan halus,
ataksia, tonus otot meninggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian,
dan gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan pada sekitar 20% kasus
hipotiroid kongenital.