Hipertiroid Dalam Kehamilan-zul
description
Transcript of Hipertiroid Dalam Kehamilan-zul
Hipertiroid dalam kehamilan
PendahuluanAngka kejadian tirotoksikosis pada wanita hamil berkisar antara 0,1-0,4% dan hampir
sebagian besar disebabkan oleh Graves’ disease. Hipertiroidisme dapat mengganggu proses
dan luaran kehamilan dan juga komplikasi terhadap janin seperti pertumbuhan janin
terhambat. Kehamilan sendiri juga merupakan kondisi yang dapat meningkatkan disfungsi
tiroid. Aktivitas human chorionic gonadotropin thyrotropin pada beberapa wanita hamil
dengan hyperemesis dapat menyebabkan tirotoksikosis transien, oleh karena itu sangat
penting untuk membedakan tirotoksikosis transien gestasional dengan Graves’ disease.
Diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan membutuhkan analisis berdasarkan data klinis
dan laboratorium. Tes fungsi tiroid harus dinilai menggunakan nilai referensi spesifik dengan
kehamilan. Terapi lini pertama tirotoksikoasis adalah pemberian obat-obatan antitiroid
terutama propylthiouracil. Tujuan utama terapi adalah menjaga kadar hormone terbebas
berada tepat atau lebih tinggi dari nilai referensi. Modalitas terapi lainnya merupakan
pengecualian pada kondisi tertentu. Wanita dengan peningkatan titer antibody antitiroid atau
sedang menjalani terapi thionamides harus melakukan pemeriksaan USG janin untuk
menentukan status tiroid janin.
DefinisiThyrotoxicosis merupakan kondisi klinis yang ditandai dengan tanda dan gejala kompleks
terkait dengan hormone tiroid berlebih yang disebabkan oleh produksi berlebih di kelenjar
tiroid, gangguan metabolism hormone tiroid di perifer, disfungsi reseptor hormone tersebut,
maupun disebabkan oleh penggunaan berlebih obat-obatan yang mengandung hormone tiroid
(seperti thyrotoxicosis factitia). Istilah hipertiroidisme mengacu pada kondisi awal yang
terjadi ketika jaringan dalam kelenjar tiroid menghasilkan dan menyimpan hormone tiroid
dalam jumlah yang sangat berlebih. Hipertiroidisme merupakan bentuk yang paling umum
dari thyrotoxicosis.
EpidemiologiKejadian penyakit kelenjar tiroid 4-5 kali lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan
dengan pria. Gangguan fungsi tiroid seperti thyrotoxicosis gestasional, tiroiditis autoimun
dan hipotiroidisme subklinis dapat terjadi pada 5-15% kehamilan, sedangkan hipertiroidisme
dapat memengaruhi 0,1-0,4% wanita hamil.(1, 2) Tirotoksikosis merupakan efek dari
produksi hormone tiroid berlebih yang kemudian berlanjut menjadi Graves’ disease. Angka
kejadian dari Graves’ disease sebesar 85-95% dari seluruh kasus.(3) Perubahan klinis terjadi
selama kehamilan, kondisi terparah terjadi di trimester pertama (dan pascasalin), sedangkan
di trimester kedua dan ketiga kondisi penyakit tersebut melemah.(4)
Penyebab lain hipertiroidisme dalam kehamilan sangat jarang. Adenoma yang menghasilkan
hormone tiroid tunggal atau goiter toksik multinodul terjadi pada kurang dari 5% kasus.
Penyebab lainnya yang mungkin terjadi adalah fase thyrotoxic pada Hashimoto thyroiditis
(missal Hashitoxicosis) dan thyrotoxicosis facticia. Disamping itu terdapat temuan bahwa
adanya tumor penghasil thyroid stimulating hormone (TSH) atau stroma ovarium yang
terdiagnosis pada wanita hamil.(5, 6)
DiagnosisHipertiroidisme mengganggu proses dan luaran kehamilan, namun di sisi lain kehamilan itu
sendiri merupakan kondisi yang dapat meningkatkan disfungsi tiroid. Kehamilan disertai
dengan perubahan fisiologi kelenjar tiroid yang terkait dengan kombinasi factor spesifik
untuk kehamilan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kehadiran janin dan plasenta di tubuh
ibu dapat meningkatkan laju metabolism iodine dan hormone tiroid dan fenomena ini dipicu
oleh berbagai factor.
Salah satu factor tersebut diantaranya adalah peningkatan kadar estrogen yang dapat
menyebabkan peningkatan thyroxine binding globulin (TBG) dalam serum selama tahap
pertama kehamilan, yang disertai dengan penurunan progresif kadar saturasi TBG oleh
tiroksin (T4). Stimulasi umpan balik sumbu pituitary-tiroid menyebabkan peningkatan
pelepasan TSH dan hormone tiroid yang dapat dilihat pada hasil pemeriksaan laboratorium
yang ditandai dengan peningkatan kadar total hormone tiroid yang disertai dengan penurunan
free thyroxine (fT4) dan free triiodothyronine (fT3). Kadar total T4 serum pada wanita hamil
kurang lebih 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa kehamilan. Sebaliknya,
kadar fT4 di trimester ketiga dapat menjadi 1,5 -2 kali lebih rendah.(7, 8)
Berdasarkan data Bocos-Terraz et al.(9) kadar serum FT4 adalah sebagai berikut: 0.90 ± 0.13
ng/dL pada minggu ke 31.-36, dan 0.80 ± 0.21 ng/dL setelah minggu ke- 36 minggu (data
didapatkan dari 1198 wanita hamil). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa factor lainnya yang memengaruhi fungsi tiroid adalah hCG yang
memiliki aktivitas menyerupai TSH.(10) Peningkatan kadar hCG di trimester pertama dapat
menyebabkan penekanan sekresi TSH di pituitary dan secara simultan menstimulasi kelenjar
tiroid yang kemudian mengakibatkan pembesaran organ kelenjar tiroid, peningkatan
metabolisme iodine dan produksi hormone. Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh
klinisi adalah di trimester pertama hampir 20% pasien dapat menunjukkan hasil laboratorium
kadar TSH subnormal dibandingkan dengan wanita tanpa kehamilan.(10) Beberapa penelitian
juga telah membuktikan bahwa seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, juga terjadi
peningkatan kadar TSH. Salah satunya adalah penelitian Cotzias et al.(11) yang menunjukkan
bahwa kadar TSH di trimester pertama adalah sebesar 0-5.5 mU/L, di trimester kedua adalah
0.5-3.5, dan di trimester ketiga adalah 0.5-4 (data didapatkan dari 335 wanita hamil).
Konsekuensi peningkatan metabolism tiroid adalah peningkatan kebutuhan yodium selama
kehamilan. Oleh karena itu yodium memang perlu tersedia dalam jumlah yang mencukupi
pada wanita hamil. Berdasarkan rekomendasi Endocrine Society kebutuhan asupan minimum
yodium adalah 250 µg per hari namun kurang dari 500 µg per hari.(8)
Hafalan mengenai seluruh perbedaan yang digambarkan pada fisiologi tiroid selama
kehamilan sangat penting untuk dapat membaca data laboratorium dengan akurat. Kadar TSH
terutama pada paruh pertama kehamilan harus dinilai bersamaan dengan kadar free hormone
levels (setidaknya fT4). Dalam penilaian disfungsi thyroid dysfunctions juga dapat digunakan
referensi interval usia kehamilan spesifik. Interpretasi pemeriksaan fungsi tiroid pada wanita
hamil menggunakan referensi interval wanita tidak hamil dapat menyebabkan kesalahan
klasifikasi persentasi hasil yang sangat signifikan (rentang: 5,6-18,3%).(7)
Tanda dan GejalaKehamilan dan hipertiroidisme merupakan kondisi yang disertai peningkatan laju
metabolism. Hal tersebut menyebabkan sulitnya pengenalan dan interpretasi yang tepat
mengenai tanda dan gejala khas dari tirotoksikosis. Beberapa gejala seperti amenora,lemas,
emosi labil, kecemasan,penurunan atensi, intoleransi panas, pusing dan muntah, hyperorexia
merupakan gejala khas baik pada kehamilan maupun hipertiroidisme. Selain itu, tanda seperti
tachycardia dan peningkatan tekanan darah dan bahkan small goiter juga tidak dapat
digunakan sebagai pembeda. Spesifisitas tanda dan gejala yang sangat rendah tersebut
menyebabkan pemeriksaan laboratorium merupakan alat diagnostic yang sangat penting
untuk penyakit tiroid pada pasien dengan kehamilan. Namun terdapat beberapa manifestasi
klinis yang harus ditangani secara khusus.
Kekurangan atau peningkatan berat tubuh yang tidak mencukupi dalam kehamila yang
disertai dengan peningkatan nafsu makan dan asupan makanan, tremor, tachycardia yang
tidak responsive untuk maneuver Valsava merupakan ciri khas untuk hipertiroidisme dalam
kehamilan.(12) Sebagian besar kasus merupakan dampak dari Graves’ disease, oleh karena
itu pemeriksaan pasien yang tepat terhadap gejala penyakit ini perlu dilakukan. Beberapa
gejala tersebut diantaranya adalah: Graves' ophthalmopathy dan pretibial myxedema. Gejala
penting lainnya adalah onycholysis, yang sering terjadi di lingkar jari. Onikolisis merupakan
tanda penting karena berkorelasi dengan aktivitas penyakit.
Terapi Hipertiroidisme dalam kehamilanSecara umum, terdapat tiga modalitas utama untuk hipertiroid, yaitu pemberian obat-obatan,
operasi dan terapi radioaktif iodine. Namun, terdapat hal yang penting dipertimbangkan yaitu
terdapat dua pasien yang akan diobati, yaitu ibu dan janin, sehingga radioiodine sangat
dilarang. Terapi 131I dapat meningkatkan risiko abortus spontan, kematian intrauterine,
hipotiroidisme dan gangguan mental pada bayi baru lahir. Oleh karena itu, hanya terdapat dua
modalitas yang diperkenankan untuk digunakan sebagai terapi hipertiroid dalam kehamilan.
Hipertiroid dalam kehamilan sebaiknya diberi terapi. Jika tidak diobati maka dapat
menimbulkan risiko seperti berat lahir rendah (OR=9,2; 95%IK 5,5-16), prematuritas
(OR=16,5; 95%IK 2,1-130), eklamsia (OR= 4,7; 95%IK 1,1-19,7), dan risiko abortus spontan
juga lebih sering terjadi pada ibu hipertiroid yang tidak diterapi dibandingkan dengan
eutiroid.蜉(3, 13, 14) Frekuensi pertumbuhan janin terhambat dapat meningkat pada ibu yang
masih dalam kondisi hipertiroid (26,7 vs 7,7%) dibandingkan dengan ibu dengan kondisi
eutiroid.(15) Pernyataan bahwa Graves’ disease yang tidak diterapi terkait dengan kelainan
kongenital hingga kini masih diperdebatkan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
kejadian lahir cacat lebih tinggi pada kasus hipertiroid dibandingkan dengan ibu eutiroid.(15,
16)
Obat-obatan antitiroid – propylthiouracil dan methimazoleObat-obatan thionamide digunakan sebagai terapi lini pertama. Mekanisme klasik dari cara
kerja obat tersebut adalah kemampuannya menghambat iodinasi tiroglobulin yang terkatalisis
tiroid peroksidase. Namun beberapa penelitian terkini menunjukkan adanya imunomodulasi
pada autoimunitas tiroid yang diakibatkan obat-obatan thionamid.(17) Selain itu,
propylthiouracil juga diketahui dapat menghambat metabolism thyroxine-triiodothyronine di
perifer. Propylthiouracil dianggap lebih baik dibandingkan dengan methimazole karena
memiliki aktivitas antitiroid yang lebih tinggi dan memiliki kemampuan melewati plasenta
lebih terbatas dibandingkan dengan methimazole. Pernyataan mengenai efektivitas kedua
obat tersebut sudah tidak lagi sesuai, waktu normalisasi fungsi tiroid hampir sama yaitu
sekitar dua bulan dan kapasitasnya melewati plasenta juga sama.(18, 19) Namun
propylthiouracil tetap menjadi obat pilihan pertama yang disarankan oleh banyak peneliti dan
pedoman.蜉(2, 18, 20-22) Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan hubungan antara
penggunaan methimazole dalam kehamilan dengan kelainan janin seperti aplasia cutis,
esophageal atresia, dan choanal atresia yang biasa dikenal sebagai methimazole
embryopathy.(23) Pada penelitian kohort pada 241 wanita menggunakan methimazole dan
1089 wanita menggunakan obat-obatan nonteratogen, hasil menunjukkan bahwa risiko
kelainan kongenital pada bayi di kelompok methimazole tidak lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok obat nonteratogen.(24) Oleh karena itu, methimazole masih dapat
diresepkan hanya pada kasus tertentuk ketika propylthiouracil tidak tersedia atau jika pasien
tidak tolerir terhadap efek samping propylthiouracil. Pada kasus resistensi terapi, beberapa
peneliti dan dokter menyarankan penggunaan kombinasi keduanya. Efek samping dari obat-
obatan antitiroid adalah reaksi hipersensitif kulit ringan seperti ruam, gatal dan exanthema.
Pemberian dosis tinggi juga dapat menimbulkan dampak serius seperti myelosuppression
dengan agranulocytosis(25) dan hepatitis kolestatik akut.(26)
Komplikasi terkait penggunaan obat-obatan antitiroid terhadap janin
TeratogenisitasTerdapat dua pola teratogenisitas yaitu aplasia cutis dan choanal/esophageal atresia yang
dilaporkan pada penggunaan MMI selama kehamilan, meskipun data tersebut masih
kontroversial. Beberapa penelitian menggunakan hewan mengenai hubungan antara aplasia
cutis dengan terapi MMI pada kehamilan.(27) Akan tetapi pada penelitian lain tidak
ditemukan adanya kasus aplasia cutis pada 243 wanita hamil yang diterapi MMI (28) dan
tingkat kejadian aplasia cutis dengan MMI tidak melebih ambang batas satu dalam 30 000
persalinan kehamilan normal.
Atresia koanal dan esofageal memiliki insidensi lebih tinggi dibandingkan dengan yang
diharapkan pada janin yang terpapar MMI selama trimester pertama kehamilan, nilai OR
sebesar 18.(29) Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor penyakit ibu
merupakan faktor kausal yang lebih utama dibandingkan dengan pengobatan MMI.(30) Studi
kohort prospektif tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan pada insidensi anomali
mayor atau abortus spontan antara terapi MMI dan kontrol selama kehamilan(31)
Efek terhadap tiroid janin Penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara fungsi tiroid janin dan dosis obat-
obatan antitiroid maternal. Penurunan kadar FT4 serum pada 36% bayi baru lahir terlihat
ketika kadar FT4 serum maternal lebih rendah dua pertiga dibandingkan kisaran normal tanpa
kehamilan. Status tiroid maternal merupakan penanda yang paling memungkinkan dan pada
serum ibu hamil dengan kadar FT4 lebih tinggi sepertiga kisaran normal, kadar FT4 serum
lebih dari 90% neonatus nya berada dalam kisaran normal.(19) Terapi dengan obat-obatan
antitiroid berlebih pada wanita hamil menyebabkan penurunan kadar FT4 serum yang disertai
dengan hipotiroidisme janin.
Efek terhadap perkembangan fisik dan mental anak Tidak terdapat perbedaan fungsi atau fisik tiroid dan perkembangan psikomotor ditemukan
antara anak-anak yang lahir dari ibu yang melakukan terapi MMI- atau PTU selama
kehamilan dan bayi yang lahir dari ibu eutiroid.(32)
Beta-adrenergic blocking agentsDi antara beta-blocker yang tersedia, propranolol nonselektif banyak digunakan pada wanita
hamil untuk melawan tanda dan gejala tirotoksikosis. Propranolol merupakan agen potensial
untuk menekan hiperstimulasi system saraf simpatis. Propranolol juga menekan kondisi
hiperkinetik kardiovaskular, menekan risiko aritmia jantung dan menghilangkan tremor
ringan, menekan kecemasan dan intoleransi suhu.(33) Obat-obatan beta-blocking juga
mampu menghambat aktivitas 5’deiodinase yang dapat menurunkan konversi T4 menjadi T3
di perifer. Pemberian terapi dengan propranolol harus dibatasi seminimal dan sesingkat
mungkin dengan dosis yang serendah mungkin (10-15 mg per hari) karena terdapat
kemungkinan dapat membatasi pertumbuhan janin.(34)
Operasi Tindakan thyreoidectomy subtotal memungkinkan dilakukan dalam kehamilan dan diizinkan
sebagai terapi lini kedua terhadap Graves’ disease, akan tetapi data ilmiah mengenai
keamanan dan efektivitasnya masih sangat terbatas.(20, 35) Operasi thyreoidectomy pasien
dengan Graves’ hyperthyroidisme tidak menyebabkan remisi cepat dari abnormalitas
autoimun, dan kombinasi thyroidectomy dengan penghentian obat-obatan antithyroid yang
diganti dengan levothyroxine menimbulkan risiko tinggi hipertiroidisme janin.(36)
Beberapa indikasi untuk operasi diantaranya adalah kebutuhan untuk meneruskan
penggunaan obat-obatan antitiroid dengan dosis tinggi (propylthiouracil >450 mg,
methimazole >30 mg) atau efek samping serius dari keduanya, goiter yang menyebabkan
gejala disfagia atau gangguan jalur napas, dan ketidakcocokan terapi obat seperti pada pasien
psikiatri.(21) Waktu operasi yang optimal adalah trimester kedua dan prosedurnya harus
diawali dengan pemberian intensif obat-obatan dengan thionamida, iodides, dan beta-
adrenergic blockade. Penurunan hormone tiroid berlebih dengan obat dapat meminimalkan
risiko terjadinya thyroid storm (krisis tiroid) selama anestesi dan dapat mengoptimalisasi
kondisi operasi dimana terjadi penyusutan goiter dan perdarahan yang lebih sedikit.(35, 36)
KesimpulanHipertiroidisme dalam kehamilan bukan merupakan suatu gangguan yang sangat umum, akan
tetapi para klinis harus dapat mendiagnosis dan mengobatinya dengan baik karena gangguan
tiroid dapat menyebabkan dampak serius dan permanen terhadap ibu dan janinnya. Berikut
ini beberapa poin penting yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan hipertiroid dalam
kehamilan.
● Diagnosis gangguan tiroid dalam kehamilan membutuhkan analisis seksama terhadap
tanda klinis dengan pemeriksaan simultan dengan data laboratorium. Pada kasus
hipertiroidisme sangat penting untuk membedakan Graves’ disease dari tirotoksikosis
gestasional transien.
● Uji fungsi tiroid harus dinilai menggunakan nilai referensi spesifik berdasarkan usia
kehamilan. Pengukuran kadar hormon total harus digantikan dengan uji free T3 dan
free T4.
● Terapi lini pertama Graves’ disease dalam kehamilan diantaraya adalah penggunaan
obat-obatan antitiroid seperti propylthiouracil. Masa terapi harus disesuaikan dengan
riwayat Graves’ disease dan kadar freeT4 harus dijaga agar lebih tinggi dari nilai
ambang batas normal pada wanita tidak hamil. Jika dibutuhkan terapi obat dapat
menyertakan kombinasi antara thionamides dan levothyroxine.
● Thyreoidectomy subtotal harus dipertimbangkan hanya jika terapi obat tidak
memungkinkan atau tidak efektif. Operasi harus dilakukan di trimester kedua.
● Riwayat Graves’ disease baik pada ibu atau anak, dan terapi radikal hipertiroid
(operasi atau radioterapi) merupakan indikasi untuk melakukan skrining antibody
reseptor tiroid sebelum kehamilan atau pada akhir trimester kedua.
● Pemeriksaan status tiroid janin diindikasikan ketika ibu diobati dengan obat-obatan
antitiroid atau memiliki antibody antitiroid positif. Metoda pertama untuk
melakukannya adalah USG pada usia kehamilan 28-32 minggu.
● Para klinisi harus mengantisipasi tiroiditis pascasalin pada wanita dengan diabetes
mellitus tipe 1 dan positif antiTPO. Wanita dengan riwayat tiroiditis pascasalin harus
ditangani dengan seksama.
PUSTAKA1. Pillar N, Levy A, Holcberg G, Sheiner E. Pregnancy and perinatal outcome in women withhyperthyroidism. Int J Gynaecol Obstet. 2010;108:61-4.2. Casey BM, Leveno KJ. Thyroid disease in pregnancy. Obstet Gynecol. 2006;108:1283-92.3. Weetman AP. Graves' disease. N Engl J Med. 2000;343:1236-48.4. Mestman JH. Hyperthyroidism in pregnancy. Clin Obstet Gynecol. 1997;40:45-64.5. Blackhurst G, Strachan MW, Collie D. The treatment of a thyrotropin-secreting pituitarymacroadenoma with octreotide in twin pregnancy. Clin Endocrinol (Oxf). 2002;57:401-4.6. Guven ESG, Dilbaz S, Ilhan AK. Struma ovarii complicating pregnancy. J Obstet Gynaecol.2005;25:512-3.7. Stricker R, Echenard M, Eberhart R. Evaluation of maternal thyroid function duringpregnancy: the importance of using gestational age-specific referenceNintervals. Eur J Endocrinol.2007;157:509-14.8. Demers LM, Spencer CA. Laboratory medicine practice guidelines: laboratory support for thediagnosis and monitoring of thyroid disease. Clin Endocrinol (Oxf). 2003;58:138-40.9. Bocos-Terraz JP, Izquierdo-Alvarez S, Bancalero-Flores JL. Thyroid hormones according togestational age in pregnant Spanish women. BMC Res Notes. 2009;2:237.10. Glinoer D, Nayer PD, Robyn C. Serum levels of intact human chorionic gonadotropin (HCG)and its free alpha and beta subunits, in relation to maternal thyroid stimulation during normalpregnancy. J Endocrinol Invest. 1993;16:881-8.11. Cotzias C, Wong S, Taylor E. A study to establish gestation-specific reference intervals for
thyroid function tests in normal singleton pregnancy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.2008;137:61-6.12. Easterling TR, Schmucker BC, Carlson KL. Maternal hemodynamics in pregnanciescomplicated by hyperthyroidism. Obstet Gynecol. 1991;78:348-52.13. Papendieck P, Chiesa A, Prieto L. Thyroid disorders of neonates born to mothers withGraves’ disease. Journal of Pediatric Endocrinology and Metabolism. 2009;22:547–53.14. Ecker JL, Musci TJ. Thyroid function and disease in pregnancy. Current Problems inObstetrics. Gynecology and Fertility. 2000;23:109–22.15. Mitsuda N, Tamaki H, Amino N, Hosono T, Miyai K, Tanizawa O. Risk factors fordevelopmental disorders in infants born to women with Graves disease. Obstetricia et Gynecologica.1992;80 359–64.16. Momotani N, Ito K, Hamada N, Ban Y, Nishikawa Y, Mimura T. Maternal hyperthyroidism andcongenital malformation in the offspring. Clinical Endocrinology. 1984;20 695–700.17. McDonald DO, Pearce SHS. Thyroid peroxidase forms thionamide-sensitive homodimers:relevance for immunomodulation of thyroid autoimmunity J Mol Med. 2009;87:971-80.18. Wing DA, Millar LK, Koonings PP. A comparison of propylthiouracil versus methimazole inthe treatment of hyperthyroidism in pregnancy Am J Obstet Gynecol 1994;170:90-5.19. Mortimer RH, Cannell GR, Addison RS. Methimazole and propylthiouracil equally cross theperfused human term placental lobule J Clin Endocrinol Metab. 1997;82:3099-102.20. Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, DeGroot LJ. Management of thyroiddysfunction during pregnancy and postpartum: an Endocrine Society Clinical Practice Guideline J ClinEndocrinol Metab. 2007;92:S1-47.21. Chan GW, Mandel SJ. Therapy insight: management of Graves' disease during pregnancy NatClin Pract Endocrinol Metab. 2007;3:470-8.22. Chattaway JM, Klepser TB. Propylthiouracil versus methimazole in treatment of Graves'disease during pregnancy. Ann Pharmacother. 2007;41:1018-22.23. Wolf D, Foulds N, Daya H. Antenatal carbimazole and choanal atresia: a new embryopathy.Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 2006;132:1009-11.24. DiGianantonio E, Schaefer C, Mastroiacovo PP. Adverse effects of prenatal methimazoleexposure. Teratology. 2001;64:262-6.25. Maj S, Centkowski P. A prospective study of the incidence of agranulocytosis and aplasticanemia associated with the oral use of metamizole sodium in Poland Med Sci Monit. 2004;10:PI93-5.26. Herdeg C, Hilt F, Büchtemann A. Allergic cholestatic hepatitis and exanthema induced bymetamizole: verification by lymphocyte transformation test. Liver. 2002;22:507-13.27. Martínez-Frías ML, Cereijo A, Rodríguez-Pinilla E, Urioste M. Methimazole in animal feed andcongenital aplasia cutis. The Lancet. 1992;339(8795):742-3.28. Nachum Z, Rakover Y, Weiner E, Shalv E. Graves’ disease in pregnancy: prospectiveevaluation of a selective invasive treatment protocol. American Journal of Obstetrics andGynecology. 2003;189 159–65.29. Clementi M, Gianantonio ED, Cassina M, Leoncini E, Botto LD, Mastroiacovo P, et al.Treatment of hyperthyroidism in pregnancy and birth defects. Journal of Clinical Endocrinology andMetabolism. 2010;95:E337–E41.30. Barbero P, Valdez R, Rodrguez H, Tiscornia C, Mansilla E, Allons A, et al. Choanal atresiaassociated with maternal hyperthyroidism treated with methimazole: a case–control study.American Journal of Medical Genetics. 2008;146:A 2390–5.31. Clementi M, Di Gianantonio E, Pelo E, Mammi I, Basile RT, Tenconi R. Methimazoleembryopathy: Delineation of the phenotype. American Journal of Medical Genetics. 1999;83(1):43-6.32. Azizi F, Khamseh ME, Bahreynian M, Hedayati M. Thyroid function and intellectualdevelopment of children of mothers taking methimazole during pregnancy. Journal ofEndocrinological Investigation 2002;25(7):586-9.33. Shikara MM, Maniar R, Steier W. The effect of propranolol, atenolol and metoprolol on the
serum levels of thyroxin (T4) and triiodothyronine (T3) Proc West Pharmacol Soc. 2003;46:127.34. Redmond GP. Propranolol and fetal growth retardation. Semin Perinatol. 1982;6:142-7.35. Barczyński M, Barczyński M. Is surgical treatment of hyperthyroidism in pregnancyreasonable? . Prz Lek. 2000;57:720-2.36. Laurberg P, Bournaud C, Karmisholt J, Orgiazzi J. Management of Graves' hyperthyroidism inpregnancy: focus on both maternal and foetal thyroid function, and caution against surgicalthyroidectomy in pregnancy. Eur J Endocrinol. 2009;160:1-8.