Hipertensi Kronis Pada Kehamilan
-
Upload
anita-sari-nurdi-atmaji -
Category
Documents
-
view
59 -
download
7
Transcript of Hipertensi Kronis Pada Kehamilan
HIPERTENSI KRONIS PADA KEHAMILAN
Seorang wanita 35 tahun, belum pernah hamil, memiliki riwayat 5 tahun
hipertensi dan ingin hamil. Dia telah berhenti menggunakan kontrasepsi. Satu-
satunya obat yang digunakan adalah lisinopril dengan dosis 10mg/hari. Tekanan
darah 124/68mmHg, dan indeks massa tubuh (bb/(TB)2 dalam meter) adalah 27.
Apa yang akan anda sarankan?
MASALAH KLINIS
Hipertensi kronis pada kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah > 140
mmhHg untuk sistole atau 90 mmHg untuk diastol sebelum kehamilan atau terjadi
sebelum umur kehamilan 20 minggu. Prevalensi hipertensi kronis pada
kehamilan di Amerika Serikat adalah 3% dan terus meningkat. Peningkatan
prevalensi terutama disebabkan oleh peningkatan prevalensi obesitas, faktor
resiko utama untuk hipertensi serta keterlambatan usia subur pada wanita dengan
hipertensi kronis lebih umum. Oleh karena itu perlu konseling mengenai resiko
hipertensi kronis pada kehamilan dan penyesuaian pengobatan antihipertensi
sebelum dan selama kehamilan.
Kebanyakan wanita dengan hipertensi kronis memiliki hasil kehamilan yang
baik, tetapi peningkatan resiko komplikasi terjadi dibandingkan dengan populasi
normal. Resiko hasil yang buruk meningkat dengan keparahan hipertensi dan
kerusakan organ target. Selain itu, beberapa agen hipertensi memiliki resiko pada
kehamilan dan harus dihentikan sebelum konsepsi. Sejak hampir 50% dari
kehamilan di AS yang tidak direncanakan, maka penting nasehat pada wanita usia
reproduksi yang memiliki hipertensI mengenai resiko tersebut.
Wanita dengan hipertensi kronis memiliki peningkatan frekuensi preeklamsi
(17-25% vs 3-5% pada populasi umum), plasenta abruption, pertumbuhan janin
terhambat, kelahiran prematur dan operasi sectio caesarea. Resiko preeklamsi juga
meningkat dengan semakin lamanya hipertensi. Preeklamsi adalah penyebab
utama kelahiran prematur dan kelahiran sectio caesarea. Dalam studi yang
melibatkan 861 wanita dengan hipertensi kronis, preeklamsi berkembang 22%,
dan kondisi ini terjadi pada sebagian wanita dengan usia kehamilan <34 minggu,
lebih awal dari wanita yang tanpa hipertensi kronis sebelumnya. Wanita dengan
hipertensi kronis dan berlanjut dengan preeklamsi lebih tinggi resiko melahirkan
bayi kecil dari usia kehamilan dan plasenta abruption, dibandingkan dengan
wanita dengan hipertensi kronis tanpa preeklamsi.
Bahkan tanpa adanya preeklamsiia, wanita dengan hipertensi kronis
memiliki peningkatan resiko dengan outcome yang merugikan. Studi yang
dilakukan di Kanada, Amerika Serikat, dan New Zealand telah menunjukkan
bahwa pertumbuhan janin terbatas (actual berat janin atau estimasi < 10th
percentile dari populasi normal), komplikasi 10-20% pada kehamilan. Dalam
analisis Danish National Birth Cohort, setelah penyesuaian untuk usia, indeks
masa tubuh, status merokok, paritas, dan diabetes, hipertensi kronis diasosiasikan
5x resiko kelahiran prematur dan 50% peningkatan resiko kelahian bayi kecil
unuk usia gestasional. Wanita dengan hipertensi kronis memilki 2x frekuensi
plasenta abruption dibandingkan wanita normal (1,56% vs 0,58%), resiko yang
lebih tinggi lagi pada wanita dengan preeklamsia. Hipertensi kronis juga telah
dikaitkan dengan resiko kelahiran.
Kebanyakan wanita dengan hipertensi kronis memiliki penurunan tekanan
darah selama kehamilan, mirip dengan yang diamati pada wanita normotensif,
tekanan darah menurun menjelang akhir trimester pertama dan naik dibandingkan
nilai sebelum hamil trimester ketiga, akibatnya obat hipertensi sering di tappering
selama kehamilan. Namun, disamping wanita dengan hipertensi kronis
diantaranya yang berkembang menjadi preeklamsi, 7-20% perempuan mengalami
hipertensi yang memburuk selama kehamilan tanpa preeklamsia.
Strategi dan Evidance
Evaluasi Prekehamilan
Perhatian terhadap wanita yang mengalami hipertensi kronis harus
dilakukan sebelum kehamilan. Hal ini untuk mengoptimalkan efek obat sebelum
kehamilan dan mamfasilitasi konseling guna membahas komplikasi yang mungkin
terjadi saat kehamilan. Evaluasi sebelum kehamilan harus mengikuti rekomendasi
dari Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation and
Treathment of Higt Blood Pressure 7 (JNC7) untuk menilai target kerusakan
organ, rekomendasi tidak termasuk modifikasi khusus unutk evaluasi selama
kehamilan. Rekomendasi seperti penggunaan elektrokardiografi dan menilai
glukosa darah, hematokrit, potasium serum, creatinine, calsium dan lipoprotein
dan juga urinalisis. Mengingat peningkatan resiko preeklamsi pada wanita dengan
hipertensi kronis, evaluasi sebelum kehamilan juga mencakup kuantifikasi protein
urin 24 jam untuk mengidentifikasi preeklamsi pada intinya. Kehadiran
manifestasi ke organ memuat prognosis hipertensi menjadi buruk selama
kehamilan harus dipertimbangkan dalam konseling. Misalnya jika terdapat
proteinuria pada awal meningkatkan resiko preeklamsi da pertumbuhan janin
terbatas.
Pada kebanyakan wanita dengan hipertensi kronis, penyebab gangguan
tersebut tidak diketahui.tingkat identifikasi penyebab hipertensi pada awal belum
diteliti dengan baik. Evaluasi penyebab terbatas pada wanita dengan hipertensi
yang ketahanannya unutk terapi atau membutuhkan terapi mulitpel atau gejala dan
tanda dengan penyebab sekunder, evaluasi harus mengikuti pedoman JNC 7.
Bagaimanapun karena pengujian dalam kasus ini harus memerlukaan penggunaan
diagnostik radiasi dan karena pengobatan pada kelainan yang terdeteksi sering
mencakup operasi, praktisi harus mengevaluasi dini seperti negosiasi sebelum
pembuahan bila memungkinkan.
Monitoring Preeklamsi
Mengidentifikasi preeklamsi pada wanita dengan hipertensi kronis dapat
menantang, bahwa tekanan darah yang tinggi pada awalnya dan mungkin
beberapa wanita memiliki proteinuria dasar. Preeklamsi harus dipertimbangkan
ketika tekanan darah meningkat pada kehamilan atau ketika onset baru atu
peningkatan proteinuria. Peningkatan asam urat dapat membantu membedakan
dua kondisi, meskipun ada tumpang tindih dalam substansial. Adanya
trombositopeni atau tingginya fungsi hati juga dapat mendukung diagnosa
preeklamsia. Baru-baru ini, serum dan urin penanda angiogenik telah dipelajari
mungkin membantu untuk diagnosis preeklamsi, namun data saat ini tidak cukup
dalam populasi ini.
Penatalaksanaan
Pengobatan antihipertensi
Alasan utama untuk mengobati hipertensi pada kehamilan adalah untuk
mengurangi morbiditas ibu terkait dengan hipertensi berat (tabel 1). Sebuah meta-
analisis dengan 28 percobaan acak membandingkan antihipertensi dengan
pengobatan baik pada placebo atau dengan pengobatan antihipertensi
menunjukkan bahwa secara signifikan mengurangi resiko hipertensi berat, namun
pengobatan ini tidak mengurangi resiko preeklamsi, plasenta abruotion, atau
pertumbuhan janin terhambat dan memperbaiki prognosis neonatal.
Obat antihipertensi yang paling aman untuk fetus adalah metildopa dimana
telah digunnakan sejak 1960-an. Dahulu sebuah studi tidak ada efek merugikan
dari hasil yang dilaporkan selam 7,5 tahun follow up anatara 195 anak dengan ibu
yang mengkonsumsi metildopa. Dengan demikian metildopa digunakan sebagai
lini pertama untuk pengobatan hipertensi dalam kehamilan pada kebanyakan
kelompok pedoman. Namun metildopa sering kali menyebabkan kantuk, selain itu
memiliki tolerabilitas bila digunakan dengan obat lain.
Pada meta-analisis percobaan acak, agen antihipertensi yang berbeda pada
kehamilan, penggunaan obat beta bloker memberikan hasil berkurangnya episode
hipertensi yang parah dari pada penggunaan metildopa. Labetalol yang merupakan
kombinasi dari alpha dan beta bloker reseptor, sering direkomendasikan sebagai
pengobatan lini pertama dan kedua terapi hipertensi untuk kehamilan. Meskipun
beberapa data telah mengasosiasikan hubungan atenolol dengan pertumbuhan
janin terganggu, temuan ini belum dilaporkan dengan penggunaan beta bloker
lainnya atau labetalol dan apakah atenolol mampu untuk mengatasi hipertensi
masih belum pasti. Meskipun demikian, beberapa menganggap bijaksana untuk
menghindari penggunaan atenolol selama kehamilan.
Calsium chanel bloker long acting juga disebut aman untuk kehamilan.
Walaupun bukti , masih terbatas dibandingkan dengan labetalol. Obat golongan
diuretik dianggap kontraindikasi pemberiannya pada kehamilan karena khawatir
terjadi penurunan volume. Review dari 9 percobaan acak, menunjukkan tidak ada
perbedaan signifikan pada wanita dengan hipetensi dalam kehamilan yang
menggunakan diuretik dan mereka yang tidak menggunakan obat antihipertensi.
Oleh karena itu beberapa pedoman mendukung kelanjutan dari terapi diuretik
selama kehamilan pada wanita dengan hipertensi kronis yang sebelumnya diobati
dengan agen ini.
Angiotensi Converting Enzyme (ACE) inhibitor dan Angiotensin reseptor
blocker kontraindikasi terhadap kehamilan. Penggunaan pada setengah jumlah
kehamilan berhubungan dengan oligohidramnion (gangguan fungsi ginjal pada
janin), neonatal anuria, pertumbuhan abnormal, skul hypoplasia dan kematian
janin. ACE inhibitor juga berhubungan efek teratogenik. Pada studi kohort
retrospektif yang meliputi wanita hamil yang telah mengkonsumsi ACE inhibitor
pada trimester perteama, resikorasio yang berhubungan dengan paparan terhadap
ACE inhibitor dibandingkan dengan paparan agen antihipertensi lain adalah 4,0
(95% convidence interval, CI, 1,9 – 7,3%) untuk cacat jantung dan 5,5 (9,5%, CI,
1,7 – 17,6%) untuk cacat sistem saraf. Disarankan pada wanita yang menderita
hipertensi segera mengganti obat hipertensi ACE inhibitor sebelum terjadi
kehamilan. Perubahan gaya hidup, berat badan, aktivitas fisik, telah menunjukkan
dapat memperbaiki tekanan darah pada wanita yang tidak hamil. Selain itu,
perubahan berupa berat badan bila indeks masa tubuh di atas normal menunjukkan
peningkatan resiko preeklamsi. The American College Obstetrics and Gynecology
merekomendasikan pengurangan berat badan sebelum hamil pada wanita obes.
Walaupun begitu, data yang diinformasikan belum memperbaiki hasil yang
spesifik pada wanita hamil dengan hipertensi.
Tekanan darah yang diinginkan selama kehamilan
Beberapa guideline menganjurkan untuk memulai pengobatan saat tekanan
darah menunjukkan > 159/89 mmHg sampai > 169/109mmHg dan target untuk
wanita yang sedang dalam terapi antihipertensi adaalah < 140/90 mmHg, bila
tidak menunjukkan kerusakan organ. Para ahli merekomendasikan untuk berhenti
terapi antihipertensi bila tekanaan darah telah berada di bawah tekanan darah yang
diinginkan. Bila terapi dilanjutkan, penurunan tekanan darah yang agresif harus
dihindari. Metaanalisis dan percobaan acak pengobatan komprehensif
antihipertensi pada hipertensi ringan-sedang pada kehamilan (baik kronis dan
terkait kehamialan) penurunan yang lebih besar dikaitkan dengan peningkatan
resiko pertumbuhan janin terhambat. Oleh karena itu dosis antihipertensi
sebaiknya dikurangi, khususnya pada trimester kedua, saat tekanan darah akan
mulai turun secara fisiologis.
Pencegahan preeklamsi
Preeklamsi adalah masalah utama hasil dari kehamilan terkait hipertensi
kronis, banyak wanita menanyakan apakah ada terapi yang dapat menurunkan
resiko ini. Uji coba terkontrol secara acak dengan placebo menunjukkan tidak ada
penurunan yang signifikan terhadap resiko preeklamsi dengan menggunakan
aspirin dosis rendah, suplemen kalsium atau suplemen antioksidan dengan vit E
dan Vit. C, meskipun begitu metaanalisis menyarankan manfaat tersebut.
Pengawasan janin
Upaya untuk memantau ibu dan janin untuk komplikasi prenatal dengan
kunjungan yang lebih sering unutk wanita dengan hipertensi kronis daripada
wanita tanpa kondisi tersebut. Kunjungan yang dimaksud untuk memonitoring
tekanan darah dan protein urine. Karena kehamilan seperti ini memiliki
kemungkinan peningkatan pertumbuhan janin terbatas, maka dianjurkan evaluasi
juga pada janin. Kebanyakan dokter kandungan rutin evaluasi tinggi fundus
dengan Ultrasonografy (USG) untuk estimasi berat janin, mulai pada trimester
awal dan selanjutnya dengan interval 2-4minggu, tergantung pada tekanan darah
ibu, obat-obatan, komplikasi dan temuan radiologis sebellumnya. Meskipun data
dari USG dan evaluasi tinggi fundus menunjukkan hasil untuk mendeteksi
pembatasan pertumbuhan, USG juga menilai volume cairan ketuban, gerak janin
dan denyut jantung janin (biophysial profile), serta evaluasi yang mungkin
berguna terkait resiko hipertensi kronis pada kehamilan.
Mengingat peningkatan resiko bayi lahir dengan kematian pada ibu dengan
hipertensi, pengawasan yang baik juga direkomendasikan oleh para ahli,
meskipun beberpa merekomendasikan untuk membatasi pengujian terssebut
terhadap kehamilan dengan komplikasi seperti pertumbuhan terhambat dan
preeklamsi. Pengujian juga dapat termasuk evaluasi pola dan variabilitas dari
denyut jantung janin (uji nonstres). Komplikasi pada ibu seperti preeklamsi dan
hipertensi berat, fetal distress, atau pertumbuhan janin terhambat, sering indikasi
untuk pengiriman awal. Dokter harus mempertimbangkan resiko morbiditas janin.
Pada wanita dengan hipertensi kronis tanpa komplikasi tambahan, pengiriman
sering direncanakan dekat pada waktu yang sudah ditentukan dengan pengawasan
dipastikan pertumbuhan janin normal.
Menyusui
Menyusui tetap dilakukan pada wanita dengan hipertensi kronis, termasuk
yang mengkonsumsi obat hipertensi. Meskipun sebian agen antihipertensi dapat
terdeteksi dalam air susu ibu, namun umumny lebih rendah dibandingkan di
plasma maternal. Sejak dilaporkan bayi yang mengalami letargi dan bradikardi
saat baru lahir dan menyusui pada ibu yang mengkonsumsi atenolol, American
Academy of Pediatric merekomendasikan atenolol dengan perhatian. Tidak ada
peringatan pada penggunaan beta bloker seperti metoprolol karena data yang
kurang pada respon terhad penggunaan ARBs dan menyusui, maka
direkomendasikan agen lain untuk dipertimbangkan dalam pengobatan hipertensi
pada wanita menysui. Rekomendasi dari Society of Obstetricians and
Gynaecologists dari Kanada mencatat bahwa penggunaan long acting nifedipin,
labetolol, metildopa, captopril dan erapril dapat digunakan selama menyusui
.
Area ketidakpastian
Data dari percobaan acak menginformasikan bahwa perlakuan untuk
wanita dengan hipertensi kronis pada kehamilan terbatas, termasuk apakah wanita
dengan derajat hipertensi ringan, sedang, harus menerima pengobatan
antihipertensi, dengan target tekanan darah untuk pengobatan, dan penggunaan
agen antihipertensi superior untuk kehamilan. Studi dari pengontrolan hipertensi
pada kehamilan (CHIPS: clinical trial gov.number) adalah uji coba secara acak
yang sedang berlangsung pada wanita hipertensi kronis dengan kehamilan yang
membandingkan kelompok lest tight (pengawasan kurang ketat) (target tekanan
darah diastolik : 100mmHg) dan kelompok tight (pengawasan ketat) (target
tekanan darah diastolik 85mmHg) sehubungan dengan outcome dari maternal,
fetal dan neonatal, Studi komplit tahun 2013. Tambahan studi diperlukan untuk
menilai ibu dan janin dengan hasil perbedaan obat antihipertensi dan target
tekanan darah. Follow up jangka panjang dari ibu dan anak dibenarkan mengingat
semakin meningkatnya bukti bahwa lingkungan di dalam rahim berpengaruh pada
hasil kesehatan.
Pedoman
Pedoman untuk manajemen kehamilan pada wanita dengan hipertensi
kronis telah diterbitkan oleh American College of Obstetricians and Gynecologist,
pada Society of Obstericians and Gynecologyst di Kanada, kelompok kerja dari
National High Blood Pressure Education Program dan Australasian Society
untuk studi hipertensi pada kehamilan (tabel 2). Pedoman ini menekankan
pentingnya perencanaan dan managemen, merekomendasikan bahwa ACE
inhibitor dihindari pada kehamilan, dan menekankan keaamanan metildopa untuk
kehamilan. Namun pedoman yang berbeda menunjukkan untuk terapi
antihipertensi dan perbedaan dalam rekomendasi pengobatan tertentu, termasuk
mendukung penggunaan dari atenolol pada kehamilan.
\
Kesimpulan dan rekomendasi
Wanita dengan hipertensi menggambarkan bahwa harus di beri konseling
unuk menggunakan kontrasepsi sampai ia mengalami evaluasi penilaian
sebelumnya. Termasuk kerusakan organ, evaluasi untuk identifikasi penyebab
hipertensi, riwayat medis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan penyesuaian terapi
antihipertensi. Jika penyebab hipertensi teridentifikasi, seharusnya di atasi
sebelum kehamilan. Sebelum hamil, pasien harus mengganti obat antihipertensi
ACE inhibitor dengan agen lain antihipertensi yang dianggap aman untuk
kehamilan (metildopa, labetalol, atau longacting calsium chanel bloker) dan dia
harus diberi konseling mengenai berat badan yang direduksi. Walaupun beberapa
pedoman merekomendasikan penggunaan lini pertama adalah metildopa atas
dasar keamanan jangka panjang, namun umumnya yang digunakan pertama
adalah labetalol karena data yang didapatkan juga meunjukkan keamanan dan
dalam prakteknya kita menemukan bahwa lebih efektif dan memiliki efek
samping yang lebih minimal dibandingkan metildopa.
Pasien ini harus diikuti selama kehamilan dan diberikan edukasi mengenai
resiko hipertensi kronis selama kehamilan karena pasien ini memiliki riwayat
hipertensi selama 5 tahun dan beresiko untuk preeklamsi. Dengan tidak adanya
rekomendasi sehubungan dengan tekanan darah yang optimal selama kehamilan,
kami bertujuan untuk menyesuaikan pengobatan untuk menstabilkan tekanan
darah yaitu antara 130/80 mHg dan 150/100 mmHg. Mengingat perencanaan
prekehamilan sangat hati-hati dan untuk terkoordinasi selama perawatan dan
setelah kehamilan untuk wanita dengan hipertensi kronis selama mereka dalam
tahun reproduksi, kami sarankan untukdisiplin dalam perawatan dan melibatkan
dokter kebidanaan dan ginekologi atau dokter penyakit dalam.