Hipertensi Dalam Kehamilan
-
Upload
reisa-maulidya-tazami -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
description
Transcript of Hipertensi Dalam Kehamilan
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan adalah kelainan vaskular yang terjadi sebelum
kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. Golongan penyakit
ini ditandai dengan hipertensi dan sering disertai proteinuri, edema, kejang, koma,
atau gejala – gejala lainnya.Hingga saat ini, hipertensi dalam kehamilan masih
merupakan masalah kesehatan serius di bidang obstetri di seluruh dunia.
Hipertensi dalam kehamilan juga menjadi 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin.1-3
World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia setiap menit
perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan
persalinan. Selain itu, tingginya mortalitas dan morbiditas akibat hipertensi dalam
kehamilan adalah karena etiologi yang kurang jelas, perawatan dalam persalinan
yang masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang belum
sempurna. Dari jumlah kematian maternal, prevalensi paling besar adalah pre-
eklampsia dan eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu. Insidensi
preeklampsia di Indonesia sekitar 3 – 10%, menyebabkan mortalitas maternal
sebanyak 39.5% pada tahun 2001, dan sebanyak 55.56% pada tahun 2002.1-3
Hipertensi pada kehamilan memiliki resiko baik terhadap ibu dan juga
janinnya. Pada ibu, hipertensi dapat menjadi preeklampsia atau eklampsia yang
mengancam jiwa. Sedangkan pada bayi akan menyebabkan kelahiran mati dan
kematian perinatal. Kematian bayi ini terutama disebabkan oleh partus prematurus
yang merupakan akibat dari penyakit hipertensi.3
Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan
berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada
sirkulasi uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-
kasus berat. Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder
1
terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin
terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal
diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan
adanya hipertensi berat, dan kerusakan organ lainnya.1,4
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa
dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap
menjadi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklampsi merupakan
suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan.
Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling
sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida biasanya ada
faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur
lebih dari 35 tahun, dan sebab lainnya.5
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskular
yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa
nifas.3
Hipertensi sendiri dapat diartikan sebagai tekanan darah sistolik dan
diastolik ≥140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah dilakukan sekurang-
kurangnya 2 kali dalam selang waktu 4 jam.2,6
2.2 Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan dapat
dikelompokkan sebagai berikut :2,3
a. Primigravida,primipaternitas
b. Hiperplasentosis, misalnya mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
melitus, hidrops fetalis dan bayi besar.
c. Umur yang ekstrim
d. Riwayat pernah menderita preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan
terdahulu.
e. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
f. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
Obesitas
2.3 Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Gambaran beberapa teori yang ingin menerangkan kejadian
tersebut adalah sebagai berikut:2
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
3
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang – cabang arteri uterina dan arteri arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri
tersebut bercabang pada arteri radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
pada arteri spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas,
terjadi invasi trofoblas ke dalam otot arteria spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut, sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular
lumen dan peningkat aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya,
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat.
Sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel – sel Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spirali
tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya,
arteri spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi gagalan
remodeling. Sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta,radikal bebas, dan disfungsi endotel imunologik
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta
mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas,
yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin.
Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga
akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Produksi oksidan
(radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi
dengan produksi antioksidan.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
4
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi peningkatan peroksida lemak
sedangkan antioksidan seperti vitamin E akan menurun. Hal ini
menyebabkan terjadinya dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang
relatif tinggi.
Peroksida lemak yang bersifat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh
dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Karena
letaknya yang berhubungan langsung dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tak jenuh, dimana asam lemak ini
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil yang akan berubah menjadi
peroksida lemak.
c. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini
disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator
kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar
prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre
eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin,
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin.
Kadar NO menurun sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan yang hamil normal respon imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human
5
Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas
janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan
mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada
plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan
HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam
desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.
4. Teori adaptasi kardiovaskulatori genetik
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi
untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat
adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi
kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga
pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan
hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen
tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah
terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8%
anak menantu mengalami preeklampsia.
6. Teori defisiensi besi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre
eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit,
dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7. Teori Stimulus inflamasi
6
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda
dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia
terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan
nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon
inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel
dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi
inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada ibu.
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi perubahan sistem dan organ
pada preeklampsia, yaitu :2,3,7
1. Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut
hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin.
Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur
kehamilan 32 – 34 minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada
preeklamsia terjadi penurunan volume plasma antara 30% - 40%
disbanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi
dengan vasokontriksi, sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang
menurun memberi dampak yang luas pada organ – organ penting.
Preeklamsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu
cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklamsia sangat peka terhadap
kehilangan darah waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan
masuk ataupun keluar harus ketat.
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis
hipertensi dalam kehamilan. Tekanan diastolic menggambarkan resistensi
perifer, sedangkan tekanan sistolik , menggambarkan besaran curah
jantung.
Pada preeklamsia peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur
kehamilan 20 minggu ,tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada
trisemester II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklamsia bersifat labil
7
dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal
beberapa hari pascapersalinan, kecuali beberapa kasus preeklamsia berat
kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2–4 minggu
pascapersalinan. Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung,
volume plasma, resistensi perifer, dan viskositas darah.
Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan
ukuran tekanan darah ≥ 140 mmHg selang 6 jam. Tekanan diastolic
ditentukan pada hilangnya suara korotkoff’s phase V. dipilihnya tekana
diastolic 90 mmHg sebagai batas hiprtensi, karena batas tekanan diastolic
90 mmHg yang disertai proteinuria, mempunyai korelasi dengan kematian
perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolute
tekanan darah diastolic , maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah dapat
dipakai sebagai criteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) tidak berkorelasi dengan besaran
proteinuria. MAP jarang dipakai oleh sebagian besar klinisi krena kurang
praktis dan sering terjaidi kesalahan pengukuran. Pengukuran tekanan
darah dilakukan secara standar.
3. Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal – hal berikut :
Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oliguria bahkan anuria.
Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya premeabilitas
membrane basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan
proteinuria. Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga
sering dijumpai preeklamsia tanpa proteinuria, karena janon lebih dulu
lahir.
Terjadi Glomerulus Capillary Endotheliosis akibat sel endotel
glomerular membengkak disertai deposit fibril.
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian
besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi “nekrosis
korteks ginjal” yang bersifat ireversibel.
8
Dapat terjadi kerusakan inrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme
pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar
terjadi vasodilatasi pembuluh darah ginjal.
Proteinuria
Bila proteinuria timbul:
- Sebelum hipertensi , umunya merupakan gejala penyakit ginjal.
- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit
kehamilan.
- Tanpa kenaikan tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg, umumnya
ditemukan pada infeksi saluran kencing atau anemia. Jarang
ditemukan poteinuria pada tekanan diastolic < 90 mmHg.
Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklamsia, tetapi
proteinuria umunya timbul jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering
dijumpai preeklamsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir lebih
dulu.
Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick : 100
mg/l atau + 1, sekurang kurangnya diperiksa 2 kali urin acak selang 6
jam dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap
patologis bila bsaran proteinuria ≥ 300 mg/24 jam.
Asam urat serum (uric acid serum ): umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc.
Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang menimbulkan menurunnya
aliran darah ginjal dan mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus,
sehingga menurunnya sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat
terjadi juga akibat iskemia jaringan.
Kreatinin
Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma
preeklamsia juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia,
maka aliran darah ginjal menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi
glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin, disertai
peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma ≥
9
1 mg/cc, dan biasanya terjadi peeklamsia berat dengan penyulit pad
ginjal.
Oliguria dan anuria
Oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke
ginjal menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria),
bahkan dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria mengambarkan
berat ringannya hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan pula berat
ringannya preeklamsia. Preeklamsia cairan intravena hanya karena
oliguria tidak dibenarkan.
4. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preklamsia
kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi
diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam atau pemberian cairan
oksitosin yang bersifat antidiuretik.
Preeklamsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklamsia kadar
bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat
kompensasi hilangnya karbon dioksida.
Kadar natrium dan kalium pada preeklamsia sama dengan kadar hamil
normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalm tubuh. Karena kadar
natrium dan kalium tidak berubah pada preeklamsia , maka tidak terjadi
retensi natrium yang berlebihan, ini berarti pada preeklamsia tidak
diperlukan retriksi konsumsi garam.
5. Tekanan Osmotic Koloid/Tekanan Onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklamsia tekanan onkotik makin menurun karena
kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vascular.
6. Koagulasi Dan Fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklamsia, isalnya trombositopenia, jarang
yang berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklamsia terjadi peningkatan
FDP, penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin.
10
7. Viskositas Darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro:
fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklamsia viskositas darah meningkat,
mengakibatkan meningkatnya esistensiperifer dan menurunnya aliran
darah ke organ.
8. Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipervolemia, kemudian
meningkat lagi trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada
preeklamsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang
menggambarkan berat preeklamsia.
9. Edema
Edema dpat tejadi pada kehamilan normal. Edema yang trjadi pada
kehamilan mempunyai banyak intrpretasi, misalnya 40% edema dijumpai
pada hamil normal , 60% edema dijumpai pada kehamilan dengnan
hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi
dan proteinuria.
Edema tejadi karena hipalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar.
Edema yang patologik adlah edema yang nondependent pada muka dan
tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan
berat badan yang cepat.
10. Hematologik
Perubahan hematologic disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia hemolisis mikriangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisi akibat kerusakan endotel arteriole. Peubahan tersebut dapat
berupa peningkatan hematokrit akibat hopovolemia, peningkatan
viskositas darah, trombositopenia, dan gejala hemolisis mokroangiopatik.
Disebut trombositopenia bila trombosit <100.000 sel /ml. hemolisis dapat
menimbulkan destruksi eritrosit.
11. Hepar
Dasar perubahn pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perubahan.
Bila terjadi pedarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi
nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat
11
meluas hingga dibawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma.
Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan
dapat menimbulkan rupture hepar, sehingga perlu pembedahan.
12. Neurologic
Perubahan neurologic dapat berupa :
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan
vasogenik edema.
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi ganguan
visus.
- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklamsia berat , tetapi buakn
factor prediksi terjadi eklamsia.
- Dapat timbul kejang eklamtik.
- Perdarahan intracranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklamsia
berat dan eklamsia.
13. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac ajkibat hipovolemia.
14. Paru
Penderita preeklamsia berat mempunyai risiko besar terjadinya edema
paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan
sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru, dan menurunnya dieresis.
15. Janin
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta,hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklamsia dan eklamsia pada janin adalah:
Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion.
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung
akibat intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion,
dan solusi plasenta.
12
2.4 Klasifikasi
Hipertensi yang terjadi dalam kehamilan bisa tanpa gejala klinis lainnya
atau dengan gejala klinis yang dapat mengancam nyawa ibu hamil. Menurut
Report on The National High Blood Pressure Education ProgramWorking
Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, hipertensi dalam
kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut:2,5
a. Hipertensi Kronik
Hipertensi yang timbul sebelum kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang
pertama kali di diagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
b. Preeklampsia
Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
c. Eklampsia
Preeklampsia yang disertai kejang-kejang dapat atau tidak disertai dengan
koma.
d. Hipertensi Kronis dengan Super Imposed Preeklampsia
Hipertensi kronis disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.
e. Hipertensi gestasional
Hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca-persalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tanpa proteinuria.
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan Menurut PONED6
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi Tekanan diastolik
≥90mmHg atau kenaikan
15 mmHg dalam 2
pengukuran berjarak 1
jam
Proteinuria (-)
Kehamilan >20 minggu
13
Preeklamsia ringan Tekanan diastolik
≥90mmHg atau kenaikan
15 mmHg dalam 2
pengukuran berjarak 1
jam
Proteinuria (1+)
Preeklamsia berat Tekanan diastolik > 110
mmHg
Proteinuria (2+)
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklamsia Hipertensi Kejang
HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi Kronik Hipertensi Kehamilan <20 minggu
Superimposed
preeklamsia
Hipertensi kronis Proteinuria dan tanda lain
dari preeklamsia
2.5 Diagnosis dan Gejala Klinis
Diagnosis hipertensi dalam kehamilan berarti adalah ditemukannya
peningkatan tekanan darah pada pemeriksaan vital sign. Standar pengukuran
tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi
jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi
berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang lebih
rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-10
menit.7
Tekanan darah diastolik merupakan indikator pada hipertensi dalam
kehamilan, sebab tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak tergantung
pada keadaan emosional pasien.6
Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darahb diastolik ≥ 90 mmHg pada 2
pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.6
14
2.5.1 Hipertensi Gestasional
Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan
darahnya mencapai 140/90 mmHg atau lebih untuk pertama kali selama
kehamilan, tetapi belum mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut
juga hipertensi transient apabila tidak terjadi preeklamsi dan tekanan darah
kembali kenormal dalam 12 minggu postpartum.5
Dalam klasifikasi ini, diagnosis final bahwa wanita yang berdangkutan tidak
mengidap preeklamsia hanya dapat dibuat postpartum. Dengan demikian,
hipertensi gestasional merupakan diagnosis eksklusi. Namun, perlu diketahui
bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan tanda-tanda
lain yang berkaitan dengan preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium
atau trombositopenia yang mempengaruhi penatalaksanaan.5
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :5
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, untuk pertama kali selama kehamilan
Tidak ada proteinuria
Tekanan darah kembali normal < 12 minggu setelah postpartum
Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum
Kadang-kadang dapat timbul gejala preeklamsia seperti nyeri epigastium atau
trombositopenia
2.5.2 Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah kehamilan > 20 minggu,
dapat disertai dengan proteinuria, edema, atau kedua-duanya.2,3,5
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklampsia ialah
edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini timbul
Kriteria minimum untuk diagnosis preeklampsi adalah hipertensi dengan
proteinuria yang minimal. Proteinuria ini menjadi tanda penting dari
preeklampsia, dimana setidaknya terdapat 300 mg atau lebih protein dalam urin
per24 jam atau 30 mg/dl (+1 pada dipstick) secara menetap pada sampel acak urin.
Derajat proteinuria sangat berfluktuasi dalam 24 jam.5
Temuan laboratorium yang abnormal dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan
fungsi hematologi meningkatkan kepastian diagnosis preeklampsi. Selain itu,
15
pemantauan secara terus-menerus gejala eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri
epigastrium, juga meningkatkan kepastian tersebut.5
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat
nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul Glissoni.
Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang
tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.5
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang memburuk, dan
hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta
hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti
adanya hemolisis yang luas dengan ditemukannya hemoglobinemia,
hemoglobinuria, atau hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang
berat.5
Faktor lain yang menunjukkan hipertensi berat meliputi gangguan fungsi
jantung dengan oedem pulmonal dan juga pembatasan pertumbuhan janin yang
nyata.
Preeklampsia juga merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat
terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala klinisnya, preeklampsia dapat
dibedakan atas preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.2,3
Preeklampsia Ringan 2-5
Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut :2-5
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih;
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih dalam pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak pemeriksa 1 jam.
b. Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edem pada
lengan, muka dan perut, edem generalisata.
c. Proteinuria ≥300 mg/24 jam atau ≥ 1+ disptick.
Preeklampsia Berat 2-5
16
Preeklampsia berat, bila disertai dengan keadaan sebagai berikut :
b. Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan diastolik ≥110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
c. Proteinuria : ≥ 2+ dipstick
d. Oliguria : produksi urine < 500 cc/24 jam.
e. Edema paru : nafas pendek, sianosis, dan adanya ronkhi.
f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen disebabkan
teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal rupture hepar.
g. Gangguan otak : edema serebri.
h. Gangguan penglihatan : skotoma atau penglihatan berkabut.
i. Gangguan fungsi hepar: Peningkatan alanine atau aspartate amino transferase.
j. Hemolisis mikroangiopati.
k. Trombositopenia: <100.000 cell/mm3 / hemolisis intravaskular yang jelas.
l. Sindroma HELLP
m. Kemunduran pertumbuhan fetus.
n. Nyeri kepala hebat yang tidak hilang dengan pemberian analgetik biasa.
o. Hiperrefleksia
Preeklampsia berat dibagi menjadi (a) preeklampsia berat tanpa impending
eclampsia dan (b) preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut
impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif
berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium,
dan kenaikan progresif tekanan darah.2
2.5.3 Eklampsia
Penderita preeklampsia berat yang tidak mendapat penanganan yang
memadai atau terlambat mendapat pertolongan bisa mendapat serangan kejang-
kejang yang disebut eklampsia. Eklampsia sering terjadi pada kehamilan
nullipara, kehamilan kembar, kehamilan mola, dan hipertensi dengan penyakit
ginjal. Lebih kurang 75% penderita eklampsia terjadi antepartum dan 25% sisanya
terjadi pasca-melahirkan.
17
Menurut saat terjadinya, eklamisia dapat di bedakan atas :3
a. Eklampsi antepartum, yang terjadi sebelum persalinan.
b. Eklampsi intrapartum, yang terjadi sewaktu persalinan.
c. Eklampsi pascapersalinan, yang terjadi setelah persalinan
Eklampsia pasca persalinan dapat terjadi segera (early post pasrtum), yaitu
setelah 24 jam sampai 7 hari pasca persalinan atau lambat (late pst partum)
setelah 7 hari pasca persalinan selama masa nifas (jarang).
Serangan kejang pada eklampsia dapat dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :3
a. Tingkat invasi (tingkat permulaan); mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu
sisi, dan kejang – kejang halus terlihat pada muka. Hal ini berlangsung dalam
beberapa detik.
b. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis); seluruh badan menjadi kaku, kadang –
kadang terjadi epistotonus. Hal ini berlangsung dalam 15 – 20 menit.
c. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis); terjadi kejang yang timbul, seperti
rahang membuka dan menutup begitu pula mata; otot – otot muka dan otot
badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat, lidah
tergigit, mulut berbuih, muka biru, berangsur kejang berkurang dan akhirnya
berhenti. Hal ini berlangsung dalam ± 1menit.
d. Tingkat koma; terjadi setelah kejang klonis. Lamanya koma bervariasi dari
beberapa menit sampai berjam-jam. Jika pasien sadar kembali, ia tidak ingat
sama sekali apa yang telah terjadi (amnesia retrograde).
Penyebab dari kematian pada eklamsi adalah edema paru, apopleksia dan
asidosis. Pasien dapat juga mengalami kematian setelah beberapa hari karena
pneumoni aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal.3
2.5.4 Hipertensi kronis
Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :5
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
- Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila ada
penyakit trofoblastik.
- Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan.
18
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita hamil
tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada beberapa kasus,
hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20 minggu, tetapi pada
beberapa wanita hamil, tekanan darah yang meningkat sebelum usia kehamilan 20
minggu mungkin merupakan tanda awal terjadinya preeklampsia.
Tabel 2.2 Penyebab yang mendasari hipertensi kronis
Hipertensi esensialObesitasKelainan arterial : Hipertensi renovaskular Koartasi aortaGangguan-gangguan endokrin : Diabetes mellitus Sindrom cushing Aldosteronism primer Pheochromocytoma ThyrotoxicosisGlomerulonephritis (akut dan kronis)
Hipertensi renoprival :
Glomerulonephritis kronis
Ketidakcukupan ginjal kronis
Diabetic nephropathy
Penyakit jaringan konektif :
Lupus erythematosus
Systemic sclerosis
Periarteritis nodosa
Penyakit ginjal polikistik
Gagal ginjal akut
Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Kronis berdasarkan JNC VII
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre – hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stadium I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stadium II ≥ 160 ≥ 100
19
2.5.5 Hipertensi kronis dengan Super Imposed Preeklampsia
Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :
- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang
belum ada sebelum kehamilan 20 minggu.
- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah
trombosit <100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.2-5
2.6 DIAGNOSIS BANDING
a. Hipertensi Kronik
Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan
sulit untuk membedakan antara preeklamsia dan hipertensi kronik, dalam
hal demikian, lakukan penanganan hipertensi karena kehamilan.
b. Proteinuria
Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin,
sehingga terdapat proteinuria.
Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakibatan infeksi
Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama
juga dapat menyebabkan proteinuria.
Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan
proteinuria positif palsu.
c. Kejang dan Koma
Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral,
trauma kapitis, penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat,
racun), kelainan merabolisme (asidosis), meningitis, ensefalitis,
intoksikasi, dan lain – lain.
2.7 PENATALAKSANAAN2-5
a. Pengelolaan Hipertensi Dalam kehamilan Tanpa Proteinuria.
Jika Kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:
Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin
setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklamsia.
20
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang
terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan.
b. Preeklamsia Ringan
Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan
penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, kondisi janin.
Lebih bayak istirahat.
Diet biasa.
Tidak perlu pemberian obat
Jika tidak memungkinkan rawat jalan, masuk di rumah sakit:
- Diet biasa
- Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari,
proteinuria 1 kali sehari.
- Tidak memerlukan pengobatan
- Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapt edema
paru, dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut.
- Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat
dipulangkan: nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan
tanda preeklamsia berat, periksa ulang 2 kali seminggu,
jika tekanan diastolik naik lagi, maka rawat kembali.
- Jika tidak terdapat tanda perbaikan, maka lakukan rawat
inap.
- Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan
- Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklamsia
berat.
Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan.
Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam
500 ml Ringer Laktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau
dengan prostaglandin.
21
Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol
atau kateter foley atau lakukan terminasi dengan seksio sesaria.
c. Preeklamsia Berat dan Eklamsia
Penanganan preeklamsia berat dan eklamsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklamsia.
Pengelolaan Kejang
Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen)
Lindungi pasien dari kemungkinan tramua
Aspirasi mulut dan tenggorokan
Baringkan pasien pada sisi kiri, kepala sedikit lebih tinggi (posisi
Fowler) untuk mengurangi risiko aspirasi.
Berikan O2 4 – 6 liter/menit
Pengelolaan Umum
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolik antara 90 -100mmHg.
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum bear no.16 atau lebih
Ukuran keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.
Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria
Infus cairan dipertahankan 1,5 – 2 liter/24 jam
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
Observasi tanda vital, denyut jantung janin tiap 1 jam.
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru, adanya krepitasi
merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru,
hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik (mis.furosemide
40 mg IV).
22
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan
tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Anti Konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah diazepam,
dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMSIA DAN EKLAMSIA
Alternatif I dosis
awal
Dosis pemeliharaan
MgSo4 4 g IV sebagai larutan 20% selama 5
menit. Segera dilanjutkan 6 g dalam larutan
Ringer Laktat selama 6 jam.
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan
MgSO4 2 g IV selama 5 menit.
MgSo4 1 g/Jam melalui infus Ringer Laktat yang
diberikan sampai 24 jam postpartum
Alternatif II dosis
awal
Dosis Pemeliharaan
Sebelum pemberian
MgSO4 ulangan,
lakukan pemeriksaan:
Hentikan pemberian
MgSO4, jika:
Siapkan antidotum
MgSO4 4 g IV sebagai larutan 20% selama 5
menit.
Diikuti degan MgSO4 5 g IM dengan 1 ml
lignokain (dalam spuit yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat
pemeberian MgSO4
Frekuensi pernapasan minimal 16 kali/menit
Refleks patella (+)
urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.
Frekuensi pernapasan <16 kali/menit
Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/ menit)
Jika terjadi henti nafas:
Bantu pernapsan dengan ventilator
23
Berikan kalsium glukonas 1 g (20ml dalam
larutan 10%) IV perlahan – lahan sampai
pernapasan mulai lagi.
DIAZEPAM UNTUK PREEKLAMSIA DAN EKLAMSIA
Dosis awal
Dosis pemeliharaan
Diazepam 10 mg IV pelan – pelan selam 2 menit
jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai
dosis awal
Diazepam 40 mg dalam 50 ml larutan ringer
laktat melalui infus.
Depresi pernapasan ibu baru mungkin akan
terjadi bila dosis >30 mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam.
Anti Hipertensi
obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5 – 10 mg oral yang
dapat diulang sampai 8 kali/24 jam
jika respon tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5
mg nifedipin sublingual.
Labetolol 10mg oral. Jika respon tidak membaik setelah 10 menit,
berikan lagi labetolol 20mg oral.
Persalinan
Pada preekalampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam,
sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia
timbul.
Jika terjadi gawat janin atau persalianan tidak dapat terjadi dalam
12 jam (pada eklampsia), lakukan seksio Sesaria.
24
Jika Seksio Sesaria akan dilakukan, perhatikan bahwa: tidak
terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontraindikasi
anestesi spinal).
Anestesia yang aman / terpilih adalah anesteia umum untuk
eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila
risiko anestesi terlalu berat.
Jika serviks telah mengalami pematangan, lkukan induksi dengan
oksitosin 2 – 5 IU dalam 500ml Dekstrose 10 tetes/menit atau
dengan cara pemberian prostaglandin/misoprostol
Perawatan Postpartum
anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang
yang terakhir
teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
Lakukan pemantuan jumlah urin
d. Hipertensi Kronik
Jika pasien sebelum hamil sudah mendapatkan pengobatan dengan
obat anti hipertensi dan terpantau dengan baik, lanjutkan
pengobatan tersebut.
Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik ≥
160 mmHg, berikan anti hipertensi.
Antihipertensi yang digunakan, ialah :
- α-metildopa, merupakan α2 reseptor agonis dengan dosis awal 3
x 500 mg, maksimal 3 gram perhari.
- Calcium Channel blockers, misal nifedipin dengan dosis 30-90
mg perhari
- Diuretik thiazide, tidak diberikan karena akan mengganggu
volume plasma sehingga mengganggu aliran darah utero-
plasenter
Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeclampsia
Istirahat
25
Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin
Jika tidak terdapat kompliksi, tunggu persalian sampai aterm
Jika terdapat preeklamsia, pertumbuhan janin terhambat atau
gawat janin, lakukan: jika serviks matang, lakukan induksi
dengan Oksitosin 2 – 5 IU dalam 500 ml dekstrose melalui infus
10 tetes/menit atau dengan prostaglandin, jika serviks belum
matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley.
Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed
preeklampsia.
2.8 KOMPLIKASI2-5
a. Iskemia uteroplasenta
- Pertumbuhan janin terhambat
- Kematian janin
- Persalinan prematur
- Solusio plasenta
b. Spasme arteriolar
- Perdarahan serebral
- Gagal jantung, ginjal dan hati
- Ablasio retina
- Thromboemboli
- Gangguan pembekuan darah
- Buta kortikal
c. Kejang dan Koma
- Trauma karena kejang
- Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernapasan.
d. Penanganan Tidak Tepat
- Edema paru
- Infeksi saluran kemih
- Kelebihan cairan
- Komplikasi anestesi atau tindakan medis
26
2.9 PROGNOSIS
Prognosis tergantung beratnya hipertensi yang dialami. Pada terjadinya
eklamsia, yang di pengaruhi paritas dan umur ibu, artinya multipara mempunyai
prognosis yang lebih buruk, terutama jika umurnya lebih dari 35 tahun dan juga
oleh keadaan pada waktu pasien masuk. Rumah sakit. Diuresis juga memengaruhi
prognosisnya, jika produksi urin lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6
jam, prognosisnya akan lebih baik. Sebaliknya jika oliguri dan anuri merupakan
gejala yang buruk. Gejala – gejala lain yang memperberat prognosis pada
eklamsia, yaitu :2,3,5
a. Koma yang lama
b. Nadi diatas 120x/menit
c. Suhu diatas 390C
d. Tensi diatas 200mmHg
e. Kejang yang lebih dari 10 kali serangan
f. Proteinuria 10 gram sehari atau lebih
g. Tidak adanya edema
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi dalam kehamilan adalah kelainan vaskular yang terjadi sebelum
kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. Hipertensi pada
kehamilan memiliki resiko baik terhadap ibu dan juga janinnya.
27
Beberapa faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan yaitu
primigravida, primipaternitas, hiperplasentosis, umur yang ekstrim, riwayat
preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan terdahulu, riwayat keluarga pernah
preeklampsia/eklampsia serta penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah
ada sebelum hamil dan obesitas.
Report on The National High Blood Pressure Education ProgramWorking
Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, hipertensi dalam
kehamilan diklasifikasikan menjadi hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia,
hipertensi kronis dengan super imposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional.
Pengelolaan hipertensi dalam kehamilan tanpa proteinuria dengan usia
kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan setiap minggu. Pada
preeklamsia ringan dengan usia kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda
perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan. Jika terjadi
kejang, maka beri obat anti kejang (anti konvulsan).
DAFTAR PUSTAKA
1. Roeshadi RH. 2004. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam Hariadi R. Ilmu
kedokteran fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran fetomaternal
POGI.
2. Prawirohardjo S. Hipertensi dalam kehamilan. Dalam; Ilmu Kebidanan. Edisi
ke - 4. Jakarta. 2010. Hal 531 – 561.
28
3. Sastrawinata, Martaadisoebrata, Wirakusumah Firman. Hipertensi Dalam
Kehamilan. Dalam Obstetri Patologi ilmu kesehatan Reproduksi. Edisi
Kedua. Cetakan Pertama. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Jakarta : EGC. 2005. Hal: 68–82.
4. Brooks M. Pregnancy and Preeclampsia. 2005. Available at
http://www.emedicine.com
5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-
22,New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808
6. Wiknjosastro, Adriaansz, Madjid,Dkk. Preeklampsi – Eklampsia. Dalam
pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Edisi 5.
Jakarta. 2008.
7. Suhardjono. 2007. Hipertensi pada Kehamilan. In: Sudoyo dkk (ed). Buku
Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 614-15.
29