HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

65
HIPERTENSI dalam KEHAMILAN HDK - Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu hamil setelahperdarahan dan infeksi. Bagaimana suatu peristiwa kehamilan dapat memicu atau memperberat hipertensi merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang memuaskan. Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 % seluruh kehamilan. TERMINOLOGI dan KLASIFIKASI HG-Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan adanya hipertensi berkaitan dengan kehamilan yang sifatnya “new- onset”. Klasifikasi berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) tahun 2000. 1. HG-Hipertensi Gestasional ( istilah sebelumnya adalah“pregnancy induced hypertension” yang mencakup pula hipertensi transien) 2. PE-Pre Eklampsia 3. E-Eklampsia 4. Pre Eklampsia super imposed pada Hipertensi Kronis 5. HK-Hipertensi Kronis Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22 nd ed, McGraw-Hill, 2005 DIAGNOSIS Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah istirahat ≥ 140/90 mmHg. Kriteria edema pada PE sudah tidak digunakan lagi oleh karena selain subjektif dan juga tidak mempengaruhi “out-come” perinatal. Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan 1. HG-Hipertensi Gestasional TD-Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam kehamilan. Tidak terdapat Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam waktu < 12 minggu pasca persalinan. Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan. Dapat disertai dengan gejala PE Berat : nyeri epgastrium atau trombositopenia. 2. PE-Preeclampsia KRITERIA MINIMUM

description

HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Transcript of HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Page 1: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

HDK - Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu hamil setelahperdarahan dan infeksi. Bagaimana suatu peristiwa kehamilan dapat memicu atau memperberat hipertensi merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang memuaskan. Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 % seluruh kehamilan.TERMINOLOGI dan KLASIFIKASIHG-Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan adanya hipertensi berkaitan dengan kehamilan yang sifatnya “new-onset”. Klasifikasi berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) tahun 2000. 

1. HG-Hipertensi Gestasional ( istilah sebelumnya adalah“pregnancy induced hypertension” yang mencakup pula hipertensi transien)2. PE-Pre Eklampsia3. E-Eklampsia4. Pre Eklampsia super imposed pada Hipertensi Kronis5. HK-Hipertensi Kronis

Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 

DIAGNOSISHipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah istirahat ≥ 140/90 mmHg. Kriteria edema pada PE sudah tidak digunakan lagi oleh karena selain subjektif dan juga tidak mempengaruhi “out-come” perinatal.

Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan1. HG-Hipertensi Gestasional  TD-Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam kehamilan. Tidak terdapat Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam waktu < 12 minggu pasca persalinan. Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan. Dapat disertai dengan gejala PE Berat : nyeri epgastrium atau trombositopenia.2. PE-Preeclampsia       KRITERIA MINIMUM  TD ≥ 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dispstick      PRE-EKLAMPSIA BERAT ( PE disertai dengan satu atau lebih gejala berikut dibawah ini) :

1. TD ≥ 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu2. Proteinuria 2.0 g/24 jam ≥ 2+ (dispstick)3. Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah abnormal )4. Trombosit < 100.0000 / mm35. Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )6. Peningkatan ALT atau AST7. Nyeri kepala atau gangguan visual persisten8. Nyeri epigastrium

3. Eklampsia  Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia

Page 2: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

4. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik )  Proteinuria “new onset” ≥ 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang tidak menunjukkan adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.atau Peningkatan TD atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia < 100.000/mm3 pada penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.5. Hipertensi Kronis  TD ≥ 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak terkait dengan penyakit trofoblas gestasional HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai > 12 minggu pasca persalinan.ALT = Alanin aminotranferase AST = Aspartate aminotranferase LDH = Lactate Dehydrogenase 

Diadaptasi dari National High Blood Presssure in Pregnancy (2000) Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

1. HIPERTENSI GESTASIONAL  Sering disebut sebagai hipertensi transien. Proteinuria pada keadaan ini adalah pertanda semakin memburuknya penyakit. Proteinuria persisten yang bermakna dapat meningkatkan resiko maternal dan fetus.

2. PRE-EKLAMPSIA  Sindroma khusus dalam kehamilan yang berupa hipertensi yang disertai dengan vasospasme generalisata(menyebabkan gangguan perfusi organ vital) dan aktivasi endotelial. Hipertensi dan Proteinuria adalah kriteria PE.Proteinuria adalah protein dalam urine >300 mg/24 jam ; atau 30 mg/dL (dipstick 1+) Derajat proteinuria bervariasi selama 24 jam, sehingga hasil kadar protein sesaat tidak merefleksikan keadaan sebenarnya. Nyeri epigastrium diakibatkan oleh nekrosis hepatoseluler, iskemia dan edema hepar yang meneybabkan regangan kapsule Glisson. Nyeri epigastrium sering disertai dengan kenaikan kadar serum hepatik transaminase (indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan) Trombositopenia adalah tanda memburuknya PE dan disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet akibat vasospasme yang merangsang hemolisis mikroangiopatik. Gross hemolisis yang dengan adanya hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia menunjukkan beratnya penyakit. Faktor lain yang menunjukkan beratnya penyakit adalahdisfungsi jantung dan edema paru serta PJT

Derajat preeklampsia

Page 3: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Derajat beratnya PE dinilai dari frekuensi dan intensitas masing-masing abnormalitas seperti yang terlihat pada tabel dibawah. Penyimpangan dari nilai normal yang semakin banyak merupakan indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan semakin kuat. Pemisahan PE ringan dan PE Berat secara tegas dapat menimbulkan kesulitan oleh karena penyakit ringan dapat dengan cepat berubah menjadi penyakit yang berat.Perlu diperhatikan bahwa tingginya tekanan darah bukan merupakan penentu utama klasifikasi berat atau ringannya PE.

 Click gambar untuk memperbesar Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 

3. EKLAMPSIA Pre-eklampsia yang disertai dengan kejang dan kejang tersebut tidak disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Kejang bersifat menyeluruh dan dapat terjadi sebelum, selama atau sesudah persalinan. Pada nulipara, kejang kadang-kadang dapat terjadi sampai 48 jam Pasca Persalinan. Chames dkk (2002) : dengan memperbaiki kualitas perawatan prenatal, sejumlah kasus eklampsia intrapartum atau antepartum dapat dicegah.

4. HIPERTENSI KRONIS SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIASemua penyakit HK apapun penyebabnya memiliki predisposisi untuk berkembang menjadi PE atau E selama kehamilan. Diagnosa adanya latar belakang HK dibuat bila :

1. Hipertensi tercatat sebelum kehamilan.2. Hipertensi terdeteksi pada kehamilan < 20 minggu.3. Hipertensi menetap > 6 minggu pasca persalinan.

Page 4: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

 Click gambar untuk memperbesar Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 

Faktor anamnesa tambahan yang dapat membantu menegakkan diagnosis hipertensi kronis adalah :

1. Multipara2. Riwayat HT pada kehamilan sebelumnya. Keadaan ini sering pula disertai dengan kecenderungan3. Menurun dalam keluarga.

Diagnosa HK menjadi sulit ditegakkan bila kunjungan antenatal pertama kali dilakukan setelah lewat dari pertengahan kehamilan. Tergantung lamanya penyakit, komplikasi hipertensi kronis dapat berupa hipertrofi ventrikular, dekompensasi jantung, CVA-cerebro vascular accident atau kerusakan ginjal.25% kasus hipertensi kronis akan berkembang menjadi superimposed PE Pada hipertensi kronis superimposed PE sering kali disertai dengan solusio plasenta. Janin pada penderita Hipertensi Kronis sering mengalami :  PJT – pertumbuhan janin terhambat Persalinan preterm IUFD – intra uterine fetal deathPada penderita HK, terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan > 24 minggu. Bila disertai dengan proteinuria maka disebut hipertensi kronis superimposed PE. Superimposed PE muncul lebih dini dibandingkan jenis PE “murni” dan cenderung lebih parah serta seringkali disertai dengan PJT.ANGKA KEJADIAN DAN FAKTOR RESIKOAngka kejadian HDK pada umumnya sekitar 5% dari seluruh kehamilan. 

Faktor resiko : 1. Usia HG sering terjadi pada pasien nullipara dan usia “tua” (> 35 tahun)2. Kehamilan kembar3. Paritas4. Ras : sering terjadi pada afro-america5. Predisposisi genetik6. Faktor lingkungan : kebiasaan hidup

Page 5: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

ETIOLOGITeori yang dianggap dapat menjelaskan etiologi dan patofisiologi PE harus dapat menjelaskan kenyataan bahwa HDK seringkali terjadi pada : 

1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar atau mola )3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .

Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi : 1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama kehamilan.4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).5. Pengaruh genetik.

1. INVASI TROFOBLAST ABNORMAL 

Implantasi plasenta yang normalTerlihat proliferasi trofoblas ekstravillous membentuk kolom sel didekat “anchoring villous” Trofoblas ekstravilous melakukan invasi desidua dan kearah bawah kedalam arteri spiralis.Akibatnya, terjadi penggantian endotel dan dinding otot dari pembuluh darah serta pembesaran dari pembuluh darah

Pada proses implantasi normal : arteri spiralis mengalami “remodeling”secara ekstensif akibat invasi oleh trofoblast endovaskular (gambar atas) Pada PE : invasi trofoblastik berlangsung secara tak sempurna. Pembuluh darah desidua ( bukan pembuluh darah miometrium ) terbungkus dengan trofoblas endovaskular. Besarnya gangguan invasi trofoblas pada arteri spiralis berhubungan dengan beratnya HT yang terjadi. 

Page 6: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Perubahan dini pada PE :  Kerusakan endothelium. Insudasi bahan dalam plasma kedalam dinding pembuluh darah. Proliferasi sel miointima dan nekrosis bagian medial.Terdapat akumulasi lipid pada sel miointima dan makrofag, sel yang mengandung lipid tersebut disebut artherosis (gambar bawah)

Artherosis dalam pembuluh darahGambar bawah adalah gambar skematik dari struktur artherosis

Obstruksi lumen arteri spiralis akibat artherosis menyebabkan terganggunya aliran darah. Redman dan Sargent (2003) : gangguan perfusi plasenta akibat artherosis arteri spiralis adalah awal kejadian sindroma PE.

2. FAKTOR IMUNOLOGI Terdapat sejumlah bukti yang menyatakan bahwa PE adalah penyakit dengan mediasi imunologi. Resiko PE meningkat pada keadaan dimana pembentukan “blocking antibody” terhadap “placental site” terganggu. Dekker dan Sibai (1998) meneliti peranan maladaptasi imunologis dalam patofisiologi PE. Dimulai sejak trimester kedua, pasien yang akan menderita PE mempunyai helper T cell (Th1) yang rendah dibandingkan mereka yang tidak akan menderita PE. Ketidak seimbangan Th1/Th2 ( Th2 yang lebih dominan) tersebut dipengaruhi oleh adenosin. Yoneyama dkk (2002) kadar adenosin pada penderita PE lebih besar dibandingkan yang normotensif. Helper cell T lympocyte menghasilkan cytokine spesifik yang memudahkan implantasi dan disfungsi dari helper cell lymphocyte dan keadaan ini akan menyebabkan terjadinya PE. Pada penderita dengan antibodi anticardiolipin, lebih sering terjadi kelainan plasenta dan PE.

3. VASKULOPATI dan INFLAMASI 

Page 7: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Melalui berbagai macam cara, perubahan inflamasi merupakan kelanjutan dari perubahan yang terjadi plasenta. Sebagai respon terhadap faktor plasenta yang dilepaskan akibat adanya reaksi iskemik terjadi sebuah rangkaian proses seperti yang terlihat pada gambar skematik dibawah.

Pada desidua terdapat banyak sel yang bila diaktivasi akan mengeluarkan bahan – bahan tertentu yang dapat merusak sel endotel. Disfungsi sel endotel berhubungan dengan PE melalui proses adaptasi inflamasi intravaskular. PE dianggap sebagai keadaan ekstrem dari aktivasi leukosit dalam sirkulasi maternal. Manten dkk (2005) : Cytokine ( tumor necrosis factor α ) dan interleukin berperan sebagai stressor oksidatif yang berkaitan dengan PE. Stresor oksidatif memiliki karakter bagi spesies tertentu dan adanya radikal bebas penting bagi pembentukan peroksidase lipid yang dapat berlipat ganda dengan sendirinya (“self propagation” ). Bahan yang bersifat radikal bebas tersebut mempunyai sifat :  Mampu mencederai sel endothel pembuluh darah. Modikasi produksi nitric oxide. Mengganggu keseimbangan prostaglandin.Pengetahuan mengenai peran stresor oksidatif dalam kejadian PE meningkatkan perhatian pada keuntungan pemberian antioksidan dalam pencegahan PE .Antioksidan penting antara lain : Vitamin E atau α-tocopherol, Vitamin C dan Vitamin A β-carotene4. FAKTOR NUTRISI Berbagai faktor defiensi nutrisi diperkirakan berperan sebagai penyebab Eklampsia. Banyak saran yang diberikan untuk menghindarkan hipertensi misalnya dengan menghindari konsumsi daging berlebihan, protein, purine, lemak, hidangan siap saji (snack), dan produk-produk makanan instan lain. John dkk (2002) : diet buah dan sayur banyak mengandung aktivitas non-oksidan yang dapat menurunkan tekanan darah. Zhang dkk (2002) : kejadian PE pada pasien dengan asupan vitamin C harian kurang dari 85 mg dapat meningkat menjadi 2 kali lipat. Obesitas adalah faktor resiko yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya PE. Obesitas

Page 8: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

pada ibu tidak hamil dapat menyebabkan aktivasi endotel dan respon inflamasi sistemik yang berhubungan dengan arterosklerosis. Kadar C-reactive protein (“inlamatory marker”) meningkat pada obesitas yang seringkali berkaitan dengan PE.

5. FAKTOR GENETIK Ness Dkk (2003) : predisposisi hipertensi secara herediter sangat berkait dengan kejadian PE dan E. Chesley dan Cooper (1986) : menyimpulkan bahwa PE dan E menurun diantara saudara sekandung perempuan, anak perempuan, cucu perempuan.PATOGENESISPerubahan utama yang terjadi pada HDK adalah VASOSPASME danAKTIVASI SEL ENDOTHELIUM

1. VASOSPASME Konsep vasospame didasarkan pada pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada kuku, fundus oculi dan konjuntiva. Konstriksi vaskular menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan TD. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstitisial yang meliputi bahan dalam darah a.l trombosit, fibrinogen dan deposit subendotelial lain. Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya perubahan tahanan arterial pada penderita PE. Penurunan aliran darah akibat gangguan distribusi, iskemia dan perdarahan jaringan menyebabkan terjadinya serangkaian gejala PE Fischer dkk (2000) : vasospasme pada penderita PE jauh lebih berat dibandingkan dengan yang terjadi pada pasien dengan sindroma HELLP.2. AKTIVASI SEL ENDOTEL Pada gambar diagram faktor plasenta yang tak dapat di identifikasi dengan jelas masuk kedalam sirkulasi ibu dan merangsang aktivasi dan disfungsi sel endotel. Sindroma klinis PE adalah manifestasi umum dari terjadinya perubahan sel endotel tersebut. Endotel yang utuh memiliki sifat antikogulan dan dapat menurunkan respon otot polos terhadap agonis melalui pengeluaran nitric oxide. Sedangkan kerusakan atau aktivasi sel endotel akan menyebabkan keluarnya bahan-bahan yang merangsang koagulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap vasopresor. Perubahan-perubahan lain sebagai akibat proses aktivasi endotel adalah:

1. Perubahanan khas pada morfologi endotel kapiler glomerulus.2. Peningkatan permeabilitas kapiler.3. Peningkatan kadar bahan-bahan yang terkait dengan aktivasi tersebut.

Peningkatan repon terhadap bahan “pressor” Dalam keadaan normal, wanita hamil refrakter terhadap pemberian vasopressor. Pada awal kejadian PE, terdapat peningkatan reaktivitas vaskular terhadap pemberian nor-epinephrine dan angisotensin II.

Prostaglandin Beberapa prostanoid berperan penting dalam patofisiologi sindroma PE. Secara spesifik, respon terhadap pressor yang menurun pada kehamilan normal adalah berupa penurunan respon vaskular yang terjadi melalui sintesa prostaglandin endotelial vaskular. 

Page 9: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Pada penderita PE, produksi prostacyclin endotelial [PGI2] lebih rendah dibandingkan kehamilan normal ; tetapi sekresi thromboxane A2 dari trombosit meningkat. Perbandingan antara PGI2 : TXA2 yang menurun tersebut akan meningkatkan sensitivitas terhadap angiostension II sehingga terjadi vasokonstriksi.

Nitric oxide Vasodilator sangat kuat ini dibentuk dari L-arginine oleh sel endotel. Bila nitric oxide ini diambil maka timbul gejala-gejala yang menyerupai PE .Pencegahan sintesa nitric oxide akan menyebabkan : Peningkatan nilai MAP-mean arterial pressure. Penurunan frekuensi denyut jantung. Kepekaan terhadap vasopresor meningkat.Pada PE, terjadi penurunan synthase nitric oxide endotel sehingga permeabilitas sel meningkat. Kenaikan kadar Nitric Oxide dalam serum pada penderita PE tersebut adalah sebuah akibat bukan sebuah sebab.

Endothelin Endothelin adalah 21–amino acid peptide yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan endothelin-1 (ET-1) adalah isoform primer yang dihasilkan oleh endotel manusia. Kadar endothelin dalam plasma wanita hamil normal memang meningkat, tetapi pada penderita PE kadar endothelin jauh lebih meningkat.Pemberian MgSO4 pada penderita PE terbukti menurunkan kadar ET-1.PATOFISIOLOGI1. SISTEM KARDIOVASKULAR Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E Peningkatan after-load jantung akibat HT. 

1. Gangguan pre-load jantung akibat akibat terganggunya proses hipervolemia dalam kehamilan.2. Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang ekstraseluler terutama kedalam paru.

Perubahan hemodinamika Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor :  Derajat HT Latar belakang penyakit kronis. Apakah telah terjadi PE. Saat kapan pemeriksaan dikerjakan.Pada PE terjadi penurunan curah jantung dan kenaikan tahanan perifer. Pada Hipertensi Gestasional, curah jantung tetap tinggi. Pemberian cairan yang berlebihan pada penderita PE Berat akan menyebabkan tekanan pengisian jantung kiri ( “ventricular filling pressure” ) akan sangat meningkat dan meningkatkan curah jantung yang normal ke tingkatan diatas normal. 

Volume Darah Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia yang lazim dalam

Page 10: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

kehamilan normal tidak terjadi atau sangat minimal sehingga penderita eklampsia disebut sebagai pasien yang berada dalam keadaan “normotensive shock”.Hemokonsentrasi pada PE dan E terjadi akibat adanya :  Vaskonstriksi generalisata. Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular.Pada PE tergantung pada beratnya penyakit tidak selalu terjadi hemokonsentrasi. Pada penderita HG umumnya memiliki volume darah yang normal. Penurunan kadar hematokrit pada penderita dengan hemokosentrasi hebat merupakan pertanda perbaikan keadaan. Bila tidak terjadi perdarahan, ruang intravaskular penderita PE dan E biasanya tidak terlalu kosong. Terjadinya vasospasme dan kebocoran plasma endothel menyebabkan ruang vaskular tetap terisi. Perubahan ini menetap sampai beberapa saat pasca persalinan bersamaan dengan perbaikan endotel. Vasodilatasi dan peningkatan volume darah menyebabkan penurunan hematokrit. 

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E sangat peka terhadap: 1. Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan volume darah ke tingkatan sebelum kehamilan.2. Perdarahan selama persalinan.

2. DARAH dan PEMBEKUAN DARAH  Trombositopenia yang terjadi dapat mengancam jiwa penderita. Trombositopenia terjadi oleh karena : Aktivasi platelet Agregasi platelet Konsumsi meningkat Trombitopenia hebat (bila <>SINDROMA HELLP Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga menggambarkan derajat proses patologi yang terjadi. Pada umumnya semakin rendah trombosit semakin tinggi morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya perhatian terhadap kejadian trombositopenia pada penderita PE yang disertai dengan sejumlah gejala (sindroma HELLP). Sindroma HELLP: 

1. Hemolysis2. Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase )3. Low Platelets

PE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan kadar serum LDH - lactate-dehydrogenase dan perubahan gambaran dari darah perifer (schizocytosis, spherocytosis dan reticulocytosis) Hemolisis terjadi akibat hemolisis mikrosangiopatik yang diakibatkan oleh kerusakan endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin. 

3. VOLUME HOMEOSTASIS 

Perubahan endokrin 

Page 11: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal meningkat. Pada PE kadar bahan tersebut sama dengan kadar wanita yang tidak hamil. Alibat retensi natrium dan atau HT, sekresi renin oleh ginjal menurun. Renin berperan sebagai katalisator dalam proses konversi angiostensin menjadi angiostensin I dan perubahan angiostensin I menjadi angiostensi II dengan katalisator ACE – angiostensin converting enzyme.

Perubahan cairan dan elektrolit Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema. Pada penderita PEBerat biasanya lebih menonjol dibandingkan kehamilan normal. Retensi cairan terjadi akibat adanya cedera pada endotel. Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga mengalami penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan gangguan keseimbangan proses filtrasi.

4. GINJAL Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFR – glomerular filtration rate dan RBF – renal blood flow. Pada PE terjadi perubahan anatomi dan patofisiologi, sehingga terjadipenurunan perfusi renal dan filtrasi glomerulos.. PE berkaitan dengan penurunan produksi urine dan eksresi kalsium akibat peningkatan resorbsi tubuler. Pemberian Dopamine i.v pada penderita PE dapat meningkatkan produksi urine. Pemberian cairan i.v pada penderita PE dengan oliguria tidak perlu dikerjakan. 

Proteinuria Terjadinya proteinuria bersifat lambat. Pemeriksaan kuantitatif dengan dipstick tidak akurat dan memerlukan pemeriksaan selama 24 jam. Albuminuria adalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada PE yang salah oleh karena sebagaimana pada keadaan glomerulopati lain terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein ber-BM tinggi sehingga albuminuria sering disertai dengan keluarnya hemoglobin, globulin dan transferin. 

Perubahan anatomi pada ginjal Ukuran glomerulos membesar 20%. Terjadi glomerular capillary endotheliosis. Gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut sering terjadi dengan gejala oliguria sampai anuria ( peningkatan kadar serum creatinine 1 mg/dL ).Haddad dkk (2000) melaporkan bahwa 5% dari 183 penderita sindroma HELLP mengalami ARF dan setengah diantaranya adalah penderita solusio plasenta dan perdarahan pasca persalinan. Meskipun jarang, dapat terjadi nekrosis cortex ginjal yang ireversibel. 

5. HEPAR  Perdarahan periportal pada tepi hepar Ruptura hepar

Page 12: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Perdarahan subkapsular

6. OTAK  Nyeri kepala dan Gangguan visusSering terjadi pada PE dan eklampsia. Terdapat dua perubahan PA pada cerebri: 

1. Perdarahan akibat pecahnya pembuluh arteri karena HT2. Edema, hiperemia , iskemia, trombosis dan hemoragia yang kecil dan kadang-kadang meliputi daerah yang luas

Aliran darah otak : Pada eklampsia, mungkin akibat hilangnya autoregulasi dari CBF-cerebral blood flow terjadi hipoperfusi sebagaimana yang terjadi pada hipertensif encephalopathi yang tak berkaitan dengan kehamilan. Pasien nyeri kepala biasanya disertai dengan peningkatan perfusi cerebral.

Kebutaan : Gangguan visus sering terjadi pada PEBerat, namun kebutaan permanen jarang terjadi pada PE dan terjadi pada 10% penderita E. Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat mengenai wanita yang menderita edema vasogenik pada lobus occipitalis yang luas. Umumnya kebutaan berlangsung antara 4 jam sampai satu minggu. Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual permanen akibat PEBerat atau E adalah akibat gangguan pada cerebri atau iskemia arteri retina. Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya mengenai salah satu sisi dan prognosis nya baik.

7. PERFUSI UTERO PLASENTA Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal pada PE dan E. Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 μ ; pada penderita PE 200 μ 

Doppler velosimetri  Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk memperhitungkan besaran resistensi dalam aliran uteroplasenta. Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan antara bentuk gelombang arterial sistolik dan diastolik. Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada semua penderita PE dan E. Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler mengukur besarnya tahanan dalam arteri spiralis. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa Impedansi pembuluh perifer ternyata lebih besar dari pada pembuluh sentral.PREDIKSI dan PENCEGAHANPREDIKSI Sampai saat ini tidak ada tes skrining yang realistis, valid dan ekonomis untuk meramalkan kejadian PE. 

Page 13: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Salah satu tujuan dari jaringan Unit Feto-Maternal Medis adalah melakukan identifikasi faktor-faktor prediktor berikut ini : Roll over test Adanya respon hipertensif yang terjadi pada perubahan posisi ibu hamil 28 – 32 minggu dari posisi miring menjadi telentang merupakan prediktor terjadinya HG. Pasien dengan test positif juga menunjukkan kepekaan yang tidak normal terhadap pemberian angiostensin II.

Placental bed pada kehamilan normal dan preeklampsiaPada preeklampsia, perubahan fisiologi pada arteri uteroplasenta tidak melewati

“deciduomyometrial junction” sehingga terdapat segmen yang menyempit antara arteri radialis dengan desidua

Reproduksi dari : Brosen IA: Morphological Changes in the uteroplacental bed in pregnancy hypertension Clin Obstet Gynecol; 4:573, 1977 

Nilai prediktif dari Roll-Over tes ini hanya 33%. 

ASAM URATWeerasekera dan Peiris (2003) : kadar serum asam urat tidak berbeda secara bermakna sebelum terjadinya HT. Kadar asam urat tidak bermanfaat dalam membedakan antara hipertensi gestasional dengan PE. 

FIBRONEKTIN Aktivasi sel endothel menyebabkan kenaikan kadar serum fibronectin pada penderita PE. Chavaria dkk (2003a) : menyatakan bahwa nilai prediktif positif dari Fibronectine adalah 29% dan nilai prediktif negatif kira-kira 98%. 

AKTIVASI SISTEM KOAGULASITrombositopenia dan disfungsi platelet adalah gambaran intergral PE. Peningkatan destruksi menyebabkan ukuran platelet membesar oleh karena relatif lebih muda dan hal ini dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya PE. Pada kehamilan, aktivitas fibrinolitik menurun akibat peningkatan palsminogen activator inhibitor-PAI 1 dan 2. Pada PE, PA1 secara relatif lebih tinggi daripada PAI 2 akibat disfungsi sel endotel. Chappel dkk (2002) : menyatakan bahwa perbandingan PA 1 dan PA2 dapat digunakan

Page 14: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

untuk prediksi PE 

UTERINE ARTERY DOPPLER VEOLIMETRI Penentuan resistensi vaskular uteroplasenta dengan mengamati impendansi pada arteri uterina trimester II dapat digunakan sebagai prediksi PE Audibert dkk (2005) : kombinasi pemeriksaan hCG – AFP (alfa fetoprotein ) dan pencatatan aliran darah dalam arteri uterina dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya PE dengan sensitivitas berkisar antara 2 – 40%. 

PENCEGAHAN Modifikasi diet  Pencegahan asupan garam tak dapat mencegah terjadinya preeklampsia Suplementasi calcium dapat menurunkan kejadian hipertensi gestasionalAspirin dosis rendah Awal keberhasilan penggunaan 60 mg aspirin untuk menurunkan kejadian PE berawal dari kemampuan untuk menekan produksi tromboksan secara selektif dengan hasil akhir peningkatan produksi prostacyclin endothelial. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah tidak efektif dalam pencegahan PE.Antioksidan Aktivitas antioksidan serum penderita PE sangat berkurang. Konsumsi vitamin E tidak berhubungan kejadian PE. Kadar Vit E dalam plasma yang tinggi pada penderita PE adalah merupakan respon terhadap stressor oksidatif yang ada. Chappel dkk (1999) : membuktikan adanya penurunan aktivasi sel endothel pada pemberian vit C atau E pada kehamilan 18 – 22 dan pemberian vitamin C dan E dapat menurunkan secara bermakna kejadian PE.PENATALAKSANAANPrinsip tujuan penatalaksanaan kehamilan dengan PE : 

1. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu dan anak seminimal mungkin.2. Melahirkan anak yang sehat.3. Pemulihan kesehatan ibu secara sempurna.

Pada penderita preeklampsia, khsususnya saat atau menjelang aterm, 3 prinsip tujuan diatas dapat tercapai dengan melakukan induksi persalinan. Informasi terpenting bagi obstetrician untuk melakukan penatalakasanaan PE adalah dengan mengetahui secara tepat usia kehamilan. 

Deteksi Prenatal DiniPada trimester IIII pasien dengan HT harus diperiksa setiap 2 – 3 hari. Penderita dengan penyakit yang berat dan persisten harus dirawat di RS dan bila perlu dilakukan terminasi kehamilan. Pasien dengan TD diastolik 81 – 89 mmHg dan disertai dengan kenaikan berat badan secara mendadak perlu diperiksa ulang 3 hari kemudian, dan bila keadaan masih menetap maka harus dirawat di RS untuk pengamatan selanjutnya. 

Page 15: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Perawatan antepartum di rumah sakit1. Pemeriksaan teliti : nyeri kepala - gangguan visus - nyeri epigastrium dan kenaikan BB cepat2. Pemeriksaan BB awal dan pada hari-hari berikutnya3. Analisa proteinuria saat MRS dan 2 hari kemudian4. Pemeriksaaan TD dalam posisi duduk5. Pemeriksaan plasma atau serum creatinine dan hematokrit, trombosit, enzym hepar6. Pengukuran besar janin dan volume cairan amnion

Bila hasil observasi mengarah pada diagnosa PE Berat ( lihat tabel ) maka penatalaksanaan sama dengan terhadap kasus eklampsia. Istirahat merupakan bagian terapi yang sangat penting tanpa harus disertai dengan pemberian tranquilizer atau sedatif. Diet harus mengandung kalori dan protein secukupnya. Pemberian cairan dan natrium dalam batas wajar. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada : 

1. Derajat penyakit PE,2. Usia kehamilan dan3. Keadaan servik.

Terminasi kehamilanTerapi definitif pada PE dan E adalah mengakhiri kehamilan. Kehamilan 40 minggu yang disertai dengan PE Ringan harus diterminasi. Bila servik sudah matang, dapat dilakukan induksi dengan oksitosin drip. Nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium adalah pertanda akan terjadinya kejang ( gejala impending eclampsia). Oliguria adalah merupakan tanda memburuknya PE BERAT. Pada PE Berat dan Ringan, bila terapi konservatif tak memberikan hasil maka kehamilan harus segera diakhiri demi untuk kesehatan ibu dan anak. Terminasi kehamilan yang dipilih sebaiknya adalah pervaginam. Sectio caesar dilakukan hanya atas indikasi obstetri secara umum dan atau bila induksi persalinan diperkirakan tidak akan berhasil.Indikasi terminasi kehamilan pada penderita Preklampsia(salah satu atau beberapa dari gejala dibawah ini )

1. TD Diastolik > 110mmHg2. Serum kreatinine meningkat3. Gejala impending eklampsia Nyeri kepala hebat persisten Nyeri epigastrium Gangguan visus4. LFT- liver function test abnormal5. Trombositopenia6. Sindroma HELLP7. Eklampsia8. Edema paru9. Hasil pemantauan janin yang abnormal - cardiotocography

Page 16: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

10. SGA – small for gestational age dengan IUGR – intra uterine growth retardation pada pemeriksaan serial USG.

PREEKLAMPSIA BERATPE Berat memerlukan antikonvulsi dan antihipertensi serta dilanjutkan dengan terminasi kehamilan. Tujuan terapi pada PE: 

1. Mencegah kejang dan mencegah perdarahan intrakranial2. Mengendalikan tekanan darah3. Mencegah kerusakan berat pada organ vital4. Melahirkan janin yang sehat

Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin. Penatalaksanaan kasus PEB pada kehamilan preterm merupakan bahan kontroversi. Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEBerat pada kehamilan 32 – 34 minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru. Pada PEBerat yang terjadi antara minggu ke 23 – 32 perlu pertimbangan untuk menunda persalinan guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Terapi pada pasien ini adalah : 

1. Dirawat di RS rujukan utama (perawatan tersier)2. MgSO43. Antihipertensi4. Kortiskosteroid5. Observasi ketat melalui pemeriksaan laboratorium6. mengakhiri kehamilan bila terdapat indikasi

Terminasi kehamilan sedapat mungkin pervaginam dengan induksi persalinan yang agresif. Persalinan pervaginam sebaiknya berakhir sebelum 24 jam. Bila persalinan pervaginam dengan induksi persalinan diperkirakan melebihi 24jam, kehamilan sebaiknya diakhiri dengan SC EKLAMPSIAEklampsia terjadi pada 0.2 – 0.5% persalinan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian sama dengan yang ada pada PE. Kadang-kadang eklampsia terjadi pada usia kehamilan <> 75% kejang terjadi sebelum persalinan. 50% dari eklampsia pasca persalinan terjadi dalam waktu 48 jam pasca persalinan. 

Patofisiologi Patogenesis eklampsia tidak diketahui dengan jelas. Diperkirakan disebabkan oleh karena :  Trombosis oleh platelet Hipoksia cerebri akibat vasospasme lokal Perdarahan cortex cerebriKejadian eklampsia tidak memiliki korelasi dengan tingginya Tekanan Darah 

Temuan Klinik Biasanya tak didahului dengan aura ; serangan kejang antara 2 – 4 kali Terjadi hiperventilasi setelah serangan kejang tonik-klonik untuk kompensasi adanya asidosis (lactic acid) respiratorik akibat fase apnea. 

Page 17: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Demam jarang terjadi, tetapi demam adalah pertanda prognosa yang buruk Komplikasi kejang : gigitan lidah, fraktura, trauma kapitis , aspirasi Edema paru dan abruptio retina dapat terjadi pasca kejang 

Terapi A. Terapi PRENATAL 

1. Pengendalian Kejang1. MgSO4 i.v dilanjutkan dengan Mg SO4 infuse atau i.m (sebagai “loading dose” ) dan diteruskan dengan pemberian berkala secara i.m2. Pemberian antihipertensi secara berkala i.v atau per-oral bila TD diastolik> 110 mmHg3. Hindari pemberian diuretik dan batasi pemberian cairan intravena kecuali bila perdarahan hebat. Jangan berikan cairan hiperosmotik4. Akhiri kehamilan atau persalinan.

Magnesium sulfat MgSO4.7H2O ; Antikonvulsan yang efektif tanpa penekanan pada SSP ibu dan janin Dosis untuk PEBerat sama dengan dosis untuk Eklampsia Berikan sampai 24 jam pasca persalinan Tidak dimaksudkan untuk menurunkan tekanan darah Eksresi melalui ginjal Intoksikasi dapat dihindari dengan melakukan pemeriksaan reflek patela dan frekuensi pernafasan serta pengamatan volume produksi urine perjam. Bila terjadi depresi pernafasan berikan Calcium Gluconate 1 gram i.v perlahan-lahan sampai depresi nafas menghilang.

 1. Pengendalian Hipertensi

Hidralazine Pemberian hidralazine i.v bila TD Diastolik > 110 mmHg atau TS Sistolik> 160 mmHg.Dosis: 5 mg i.v selang 20 menit sampai TD Diastolik 90 – 100 mmHg 

Page 18: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Efek puncak 30 – 60 menit Duration of action 4 – 6 jam Efek samping : nyeri kepala, pusing, palpitasi, angina. 

Labetalol Beta-blocker non selektif dan post-sinaptik α-adrenergic blocking agent Tersedia preparat oral ataupun parenteral Dosis : Pemberian i.v setiap 10 menit .Dosis pertama: 20 mg , dosis kedua 40 mg dan dosis selanjutnya 80 mg dengan dosis maksimum 300 mg. Onset of action = 5 menit. Efek puncak = 10 – 20 menit .Duration of action = 45 menit sampai 6 jam. 

Nifedipine Calcium channel blocker. Dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat. Onset of action = 1 – 2 menit. Duration of action = 3 – 5 menit. B. Terapi PASCA PERSALINAN 

Setelah persalinan, pemilihan jenis obat anti HT menjadi lebih bebas. Pemberian diuretik tidak lagi merupakan kontraindikasi. MgSO4 diberikan sampai 24 jam pasca persalinan. Phenobarbital 120 mg/hari dapat diberikan pada pasien dengan HT persisten dimana diuresis masih belum terjadi. Bila 24 jam pasca persalinan TD Diastolik masih diatas 110 mmHg dapat diberikan obat anti HT lainnya a.l diuretik, calcium channel blocker, ACE inhibitor , betta blocker dsbnya. Pemeriksaan TD dilakukan dalam posisi berdiri untuk menghindari kesalahan pemeriksaan.

PROGNOSA Kematian maternal akibat PE atau E secara langsung jarang terjadi, kematian umumnya disebabkan oleh : 

Cerebral hemorrhage. Pneumonia aspirasi. Hipoksik ensepalopati. Tromboemboli. Ruptura hepar. Gagal ginjal.

HIPERTENSI KRONISAngka kejadian HK pada berbagai populasi berbeda 0.5 – 4% (rata-rata 2.5%). HK pada kehamilan 80% idiopatik dan 20% oleh karena penyakit ginjal. 

Page 19: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Gejala Klinik A. Gejala dan Tanda  Usia umumnya > 30 tahun. Obesitas. Multipara. Umumnya disertai masalah medis sistemik lain : DM atau penyakit ginjal.Berhubungan dengan ras dan bersifat familial. Tidak disertai dengan proteinuria. Diagnosa ditegakkan dengan adanya riwayat HT sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan > 20 minggu. Dan menetap sampai 6 minggu pasca persalinan. 

B. Hasil Pemeriksaan Laboratorium – X-ray dan ECG ECG : Hipertrofi ventrikel kiri pada 5 – 10% penderita. Laboratorium :  Kenaikan serum creatinine. Penurunan clearance creatinine. Proteinuria.X-ray : umumnya normal, kadang-kadang memperlihatkan kardiomegali. Pasien dengan LVH-left ventricle hypertrophy : kenaikan serum creatinine beresiko tinggi menderita superimposed PE. Pasien dengan kardiomegali akibat penyakit hipertensif kardiovaskular atau kardiomiopathia kongestif memiliki resiko menderita superimposed PE, edema paru dan aritmia jantung. 

KOMPLIKASI A. Komplikasi Maternal  Superimposed PE (1/3 pasien) Keadaan pasien lebih cepat memburuk dibandingkan PE ”murni” Solusio plasenta ( 0.4 – 10%) DIC – disseminated intravascular coagulation ATN – acute tubular necrosis RCN – renal cortical necrosisB. Komplikasi Janin  Prematuritas ( 25 – 30%). IUGR (10 – 15%). HK superimposed PE cenderung terjadi pada kehamilan 26 – 34 minggu sehingga sering menyebabkan terjadinya persalinan preterm. Peningkatan mortalitas perinatal akibat solusio plasenta.

TERAPI a. Pengendalian Hipertensi  Methyldopa Clonidine [ α-adrenergic agonist ] Calcium channel blocker

Page 20: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Hydralazine Beta blockersb. Efek pemberian antihipertensi terhadap pemberian ASI  Pengetahuan mengenai farmakokinetik obat anti HT dalam ASI sangat minimal. Pemberian Thiazide diuretic harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan penurunan produksi ASI. Methyldopa diperkirakan aman bagi ibu menyusui. Kecuali propanolol, jenis beta blocker lain terdapat dalam ASI dengan kadar tinggi. Kadar Clonidine dan Captopril dalam ASI sangat minimal.c. Penatalaksanaan Obstetrik Umum Pada kunjungan pertama tanyakan : Lama hipertensi dan jenis obat yang digunakan Riwayat penyakit ginjal dan atau jantung Outcome persalinan yang laluPemeriksaan fisik : Pemeriksaan fundus occuli Auskultasi arteri renalis Pemeriksaan denyut arteri dorsalis pedis ( coarctatio aorta ) Pemeriksaan TD dalam posisi dudukPemeriksaan laboratorium pada kunjungan antenatal pertama : Pemeriksaan urine dan darah lengkap Faal ginjal Faal hepar Serum elektrolit EKG Pemeriksaan urine 24 jam untuk melihat clearance creatinine X-ray thorax Pemeriksaan ultrasonografi : menentukan usia kehamilanAdvis diet : Makanan biasa tanpa retriksi garam Frekuensi pemeriksaan antenatal lebih sering dibandingkan perawatan antenatalPROGNOSA Pada penderita HT ringan atau sedang, outcome kehamilan baik dengan perinatal survival sekitar 95 – 97%. Komplikasi utama : Superimposed PE, Solusio plasenta , Prematuritas dan PJT.Prognosa buruk bila :  HT berat terjadi pada trimester I. Onset superimposed PE pada kehamilan < 28 minggu. Insufisiensi ginjal sebelum kehamilan. Penyakit kardiovaskular hipertensif. Kardiomiopathia kongestif.

Page 21: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Hipertensi Gestasional

PengertianHipertensi gestasional atau hipertensi transien. Wanita dengan peningkatan tekanan darah

yang dideteksi pertama kali setelah pertengahan kehamilan, tanpa proteinuria, diklasifikasikan menjadi hipertensi gestasional.Jika preeklampsia tidak terjadi selama kehamilan dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu postpartum, diagnosis transient hypertension dalam kehamilan dapat ditegakkan.Namun, jika tekanan darah menetap setelah postpartum, wanita tersebut didiagnosis menjadi hipertensi kronik (NHBPEP, 2000). Hipertensi gestasional dan preeklampsia meningkatkan risiko komplikasi pada kehamilan seperti berat lahir bayi yang rendah dan kelahiran prematur.

EpidemiologiInsiden : hipertensi gestasional adalah  penyebab utama hipertensi dalam kehamilan yang

menyerang 6-7% ibu primigravida dan 2-4% ibu multigravida. Insiden ini meningkat pada kehamilan ganda dan riwayat preeklampsia.

DiagnosisDiagnosa HG ditegakkan apabila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥90 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu, dimana sebelum kehamilan tekanan darah subyek tersebut normal dan tekanan darah kembali normal pada 12 minggu setelah melahirkan.

Alogaritma dalam membedakan penyakit hipertensi dalam kehamilan (Wagner, 2004).Diagnosis Hipertensi Gestasional:

1.      Didapatkan tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mm Hg untuk pertama kalinya pada kehamilan di atas 20 minggu

2.      Tidak ada proteinuria3.      Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu postpartum4.      Diagnosis hanya dibuat pada postpartum5.      Mungkin memiliki tanda-tanda atau gejala preeklampsia, misalnya, tidak

nyaman atau trombositopenia epigastrika

Pada waktu pertama kali diagnosis:1.      Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air ketubannya. Bila hasil normal

dilakukan pemeriksaan ulang, bila terjadi perubahan pada ibu.

Page 22: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

2.      NST harus dilakukan pada waktu diagnosis awal. Bila NST non reaktif dan desakan darah tidak meningkat, maka NST ulang hanya dilakukan bila ada perubahan pada ibu.

Klasifikasia.       Hipertensi Gestasional Ringan: jika usia kehamilan setelah 37 minggu, hasil kehamilan sama

atau lebih baik dari pasien normotensif, namun peningkatan kejadian induksi persalinan danoperasi caesar terjadi.

b.      Hipertensi Gestasional Berat: pasien ini memiliki tingkat yang lebih tinggi morbiditas ibu atau janin, lebih tinggi bahkan dibandingkan pasien preeklampsia ringan, kasus ini termasukplasenta dan kelahiran prematur dengan kecil untuk usia gestasional normal.

Patogenesa hipertensi dalam kehamilanPenyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jeals. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, diantaranya yang banyak dianut adalah :Teori kelainan vaskularisasi plasenta

1.      Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel2.      Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin3.      Teori adaptasi kardiovaskularori4.      genetic5.      Teori defisiensi gizi6.      inflamasi

1.    Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel      Iskemia plasenta, dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Plasenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan radikal bebas/oksidan, salah satu yang dihasilkan adalah radikal hidroksil, yang bersifat toksis terhadap membran sel endotel dan dapat merubah lemak tak jenuh menjadi lemak peroksida yang akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel.

      Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilanPeroksida lemak sebagai bahan oksidan akan beredar dalam darah sebagai bahan toksin, yang paling mudah terpengaruh oleh bahan ini adalah sel endotel, karena sel endotel adalah yang paling dekat dengan aliran darah, dan mengandung banyak asam lemak yang dengan mudah dapat diubah menjadi lemak peroksida oleh oksidan hidroksil yang dihasilkan plasenta iskemik.

      Disfungsi sel endotelEndotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan dan gangguan fungsi endotel, yang mengakibatkan :

  Gangguan metabolisme prostaglandin yang normalnya adalah vasodilator kuat.

Page 23: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

  Agregasi trombosit ke daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan, yang merupakan vasokonstriktor kuat.

  Peningkatan permeabilitas kapiler  Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, misalnya endotelin.  Peningkatan faktor-faktor koagulasi2.      Intoleransi Imunologis Ibu-Janin      Pada kehamilan normal, tubuh ibu menerima hasil konsepsi, yang adalah benda asing, dengan

baik. Disebabkan oleh adanya HLA-G, yang memodulasi sistem imun, sehingga tidak bereaksi terhadap hasil konsepsi.

      Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di sel desidua di daerah plasenta, menghambat invasi tropoblas dalam desidua, yang penting dalam memudahkan vasodilatasi pembuluh darah dan matriks di sekitarnya.                           

3.      Teori GenetikTerdapat penelitian bahwa resiko hipertensi dalam kehamilan diturunkan dalam gen

tunggal pada ibu.

4.      Adaptasi Kardiovaskuler      Pada kehamilan normal, pembuluh darah tidak peka terhadap bahan-bahan vasopressor, akibat

adanya perlindungan dari sintesis prostaglandin oleh sel endotel.      Pada hipertensi dalam kehamilan, endotel kehilangan daya refrakternya terhadap bahan

vasopressor, sehingga terjadi peningkatan kepekaan terhadap rangsangan dari bahan-bahan tersebut, hingga dalam tahap pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap rangsangan bahan vasopressor.

5.      Defisiensi Gizi      Penelitian lama menyebutkan bahwa terdapat hubungan adanya defisiensi gizi terhadap

terjadinyahipertensi dalam kehamilan.      Penelitian terbaru menyebutkan konsumsi minyak ikan dapat menurunkan resiko. Penelitian

lainnya juga menyebutkan, wanita yang mengkonsumsi kalsium selama kehamilan, memiliki resiko lebih rendah mengalami HDK, dan angka kejadian preeklamsia lebih rendah pada wanita hamil yang diberi suplemen kalsium daripada hanya glukosa

6.      Inflamasi      Teori ini didasarkan pada fakta bahwa lepasnya debris fibroblas akan merangsang terjadinya

inflamasi.      Pada kehamilan normal, hal ini juga terjadi, namun dalam batas wajar, sehingga proses inflamasi

yang terjadi tidak menimbulkan masalah.      Disfungsi endotel mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada aliran darah

ibusehingga inflamasi yang terjadi bersifat sistemik

Page 24: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Hipertensi Dalam KehamilanHipertensi menyebabkan gangguan sekitar 5 -10 persen dari seluruh kehamilan, dan dapat menjadi suatu komplikasi yang mematikan, yaitu pendarahan dan infeksi, yang berkontribusi besar terhadap morbiditas dan angka kematian ibu. Dengan hipertensi, sindrom preeklampsia, baik sendiri atau yang berasal dari hipertensi kronis, adalah yang paling berbahaya.  WHO meninjau secara sistematis angka kematian ibu di seluruh dunia (Khan dan rekan, 2006), di negara-negara maju, 16 persen kematian ibu disebabkan karena hipertensi. Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lainnya: perdarahan-13 persen, aborsi-8 persen, dan sepsis-2 persen. Di Amerika Serikat pada tahun 1991-1997, Berg dan rekan (2003) melaporkan bahwa hampir 16 persen dari 3.201 kematian ibu berasal dari komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Belakangan, Berg dan rekan kerja (2005) kemudian melaporkan bahwa lebih dari separuh kematian yang berkaitan dengan hipertensi dapat dicegah.Bagaimana kehamilan memperburuk hipertensi tetap belum terpecahkan meskipun telah dilakukan berbagai penelitian intensif. Memang, gangguan hipertensi tetap antara masalah yang belum terpecahkan yang paling penting dan menarik dalam kebidanan.

Terminologi dan KlasifikasiIstilah Hipertensi gestasional seperti yang digunakan dalam buku Williams obstetric edisi terdahulu, dipilih oleh Dr Jack Pritchard untuk menggambarkan setiap onset baru hipertensi tanpa komplikasi selama kehamilan bila tidak ada bukti jelas dari sindrom preeklampsia . Sayangnya, kebingungan muncul karena banyak yang menggunakan istilah ini untuk keduanya, baik hipertensi pada kehamilan kehamilan dan preeklampsia. Pada buku william's obstetris edis 23, telah diadopsi suatu klasifikasi yang disadur dari skema Working Group of the NHBPEP—National High Blood Pressure Education Program (2000).

Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi gestasional:  Didapatkan tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mm Hg untuk pertama kalinya pada kehamilan di atas 20 minggu Tidak ada proteinuria Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu postpartum Diagnosis hanya dibuat pada postpartum Mungkin memiliki tanda-tanda atau gejala preeklampsia, misalnya, tidak nyaman atau trombositopenia epigastrika

Preeklampsia      Kriteria minimum Didapatkan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1 + Dipstick Gejala menghilang setelah 12 minggu post partum.

Page 25: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

    Gejala yang mennambah ketepatan diagnosis  Didapatkan peningkatan tekanan darah sampai 160/110 mm Hg atau lebih Proteinuria 2.0 g/24 dijam atau urine dipstick 2+ Peningkatan kreatinin serum >1.2 mg/dL kecuali kalau sebelumnya sudah memiliki riwayat gangguan ginjal. Trombosit < 100,000/L Adanya anemia mikroangiopqti hemolisis—peningkatan LDH  Peningkatam serum transaminase—ALT or AST  Nyeri kepala yang hebat dan atau gangguan visus Nyeri epigastrik persisten 

Eklampsia

Adanya kejang yang timbul pada penderita preeklampsia, Atau didapatkan kejang pada usia kehamilan di atas 20 minggu. 

Superimposed preeklampsia 

Timbulnya proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita yang telah memiliki hipertensi kronik pada usia kehamilan di atas 20 minggu Terjadi peningkatan mendadak dalam proteinuria atau tekanan darah atau trombosit <100,000 / L pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu 

Hipertensi kronik

 TD sebelum kehamilan 140/90 mm Hg atau terdiagnosis sebelum kehamilan 20 minggu , tidak timbul penyakit trofoblas gestasional o Gejala menetap setelah 12 minggu postpartum

Hipertensi didiagnosa secara empiris ketika didapatkan tekanan darah tepat melebihi 140 mm Hg sistolik atau diastolik 90 mm Hg. Korotkoff tahap V digunakan untuk menentukan tekanan diastolik. Sebelumnya, telah direkomendasikan bahwa peningkatan nilai incremental saat hamil sebesar 30 mmHg sistolik atau 15 mmHg diastolik tekanan digunakan sebagai kriteria diagnostik, bahkan ketika nilai-nilai mutlak berada di bawah 140/90 mm Hg. Kriteria ini tidak lagi dianjurkan karena menunjukkan bukti bahwa wanita tersebut tidak akan mengalami kehamilan yang menunjukkan gejala yang merugikan (Levine dan rekan kerja, 2000; Utara dan rekan, 1999). 

Dikatakan bahwa wanita yang memiliki kenaikan tekanan 30 mmHg sistolik atau diastolik 15 mmHg harus dikontrol lebih sering. Seringkali bahwa eklampsia kejang berkembang pada beberapa wanita yang tekanan darah telah di bawah 140/90 mmHg (Alexander dan rekan, 2006). Edema juga tidak lagi digunakan sebagai kriteria diagnostik karena terlalu sering terjadi pada kehamilan normal. Hipertensi Gestasional Diagnosis hipertensi dibuat pada wanita hamil yang memiliki tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar untuk pertama kalinya setelah trimester I, tetapi dengan proteinuria yang tidak teridentifikasi. Hampir setengah dari wanita-wanita ini kemudian mengembangkan sindrom preeklampsia, yang meliputi tanda-tanda seperti proteinuria dan trombositopenia atau gejala seperti sakit kepala atau nyeri epigastrium. 

Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang direklasifikasi sebagai transient jika bukti untuk preeklampsia tidak muncul, dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu postpartum.

Page 26: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Proteinuria adalah penanda yang mendefinisikan sistem kebocoran endotel luas, yang menjadi ciri sindrom preeklampsia. Meskipun demikian, ketika tekanan darah meningkat drastis, sangat berbahaya untuk ibu dan janin jika kita mengabaikan peningkatan ini hanya karena proteinuria belum muncul . Seperti yang Chesley (1985) tegaskan, 10 persen dari kejang eklampsia terjadi sebelum proteinuria diidentifikasi. 

Preeklampsia Seperti yang dibahas sebelumnya , preeklampsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom spesifik pada kehamilan yang dapat mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Seperti telah dibahas, meskipun preeklampsia jauh lebih dari sekadar hipertensi kehamilan dengan proteinuria, adanya proteinuria tetap merupakan kriteria diagnostik penting yang objektif. Proteinuria didefinisikan oleh ekskresi protein urin 24 jam melebihi 300 mg, protein urin: rasio kreatinin 0,3 atau persisten 30 mg /dL (+1 Dipstick) protein dalam sampel acak urin (Lindheimer dan kolega, 2008a). Tidak ada nilai-nilai yang sakral. Konsentrasi urin sangat bervariasi pada siang hari, dan demikian juga pembacaan dipstick. Jadi, penilaian bahkan bisa menunjukkan nilai 1-2 dari spesimen urin terkonsentrasi dari wanita yang mengeluarkan protein urine >300 mg / hari. Ada kemungkinan bahwa penentuan urin spot: rasio kreatinin akan menjadi pengganti yang sesuai untuk pengukuran 24-jam.Seperti ditekankan sebelumnya, semakin parah hipertensi atau proteinuria, yang lebih pasti adalah diagnosis preeklampsia serta hasil yang merugikan ibu. 

Demikian pula, temuan laboratorium abnormal dalam tes kenaikan fungsi ginjal, hati, dan hematologi dapat merupakan kepastian preeklampsia. Gejala persisten dari eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian. Beberapa ahli mengatakan, beberapa wanita mungkin memiliki preeklampsia atipikal dengan semua aspek sindrom tersebut, tetapi tanpa hipertensi atau proteinuria, atau keduanya (Sibai dan Stella, 2009).

Indikator Tingkat Keparahan dari Preeklampsia

Tanda-tanda yang dijelaskan di atas juga digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan dari sindrom preeklampsia. Banyak yang menggunakan istilah dari American College of Obstetricians and Gynecologists , yaitu "ringan" dan "berat."Dengan demikian, dalam banyak klasifikasi, kriteria yang diberikan untuk diagnosis "preeklampsia berat", dan klasifikasi alternatif yang baik tersirat atau secara khusus disebut "ringan," "kurang parah," atau "nonsevere" (Alexander dan rekan, 2003; Lindheimer dan rekan kerja, 2008b).

Sakit kepala atau gangguan visual seperti scotomata dapat merupakan pertanda gejala dari eklampsia. Nyeri Epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas sering menyertai nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan edema yang merupakan peregangan kapsul Glisson. Karakteristik nyeri ini sering disertai dengan peningkatan kadar serum transaminase hati. Trombositopenia juga karakteristik yang memburuk pada preeklampsia. Mungkin ini disebabkan oleh aktivasi platelet dan agregasi serta hemolisis microangiopatik yang diinduksi oleh vasospasme yang parah. Faktor-faktor lain menunjukkan preeklampsia berat termasuk keterlibatan ginjal atau jantung.

Semakin besar tanda-tanda dan gejala, semakin kecil kemungkinan gejala tersebut adalah sementara, dan semakin besar kerusakan yang akan ditunjukkan. Perbedaan antara ringan, hipertensi gestasional, atau preeklampsia berat dapat menyesatkan karena apa yang mungkin tampak ringan dapat berlanjut cepat untuk menjadi parah.

Page 27: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Eklampsia

Terjadinya kejang pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lain disebut eklampsia. Kejang yang umum dan dapat muncul sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Dalam penelitian terdahulu didapatkan sampai 10 persen wanita eklampsia, terutama nullipara, tidak timbul serangan hingga setelah 48 jam postpartum (Sibai, 2005). Penelitian lain telah melaporkan bahwa seperempat kejang eklampsia muncul di luar 48 jam postpartum (Chames dan rekan kerja, 2002). 

Pengalaman dari Parkland Hospital adalah bahwa eklampsia yang muncul setelah persalinan terus terjadi dalam waktu kurang dari 10 persen dari kasus sebagaimana pernah dilaporkan lebih dari 20 tahun yang lalu (Alexander dan rekan kerja, 2006; Brown dan rekan, 1987). Ini juga adalah pengamatan dari 222 wanita dengan eklampsia selama periode 2 tahun terakhir di Belanda (Zwart dan rekan, 2008).

Superimposed Preeklampsia Pada Hipertensi Kronis

Semua gangguan hipertensi kronis, terlepas dari penyebabnya, merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Diagnosis hipertensi kronis yang mendasarinya didasarkan pada temuan yang tercantum di atas.

Seorang wanita dengan sebelumnya terdiagnosis penyakit vaskular kronis, yang terlihat untuk pertama kalinya pada 20 minggu, sering memiliki tekanan darah dalam kisaran normal. Selama trimester ketiga, namun, dapat terjadi tekanan darah kembali ke level awalnya hipertensi, sehingga sulit untuk menentukan apakah hipertensi kronis atau diinduksi oleh kehamilan. Bahkan pencarian bukti kerusakan end-organ yang sudah ada mungkin sia-sia karena banyak wanita-wanita memiliki penyakit ringan. Dengan demikian, mungkin tidak ada bukti dari hipertrofi ventrikel, perubahan pembuluh darah retina kronis, atau disfungsi ginjal ringan.

Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah akan meningkat jauh di atas , dan ini biasanya setelah 24 minggu. Jika disertai oleh proteinuria, maka superimposed preeklampsia didiagnosis. superimposed preeklampsia umumnya dapat berkembang pada awal kehamilan dari preeklampsia "murni". Superimposed preeklampsia cenderung lebih parah dan sering disertai dengan pertumbuhan janin terhambat. Kriteria yang sama juga digunakan untuk mengetahui keparahan karakter preeklampsia.

Insiden Dan Faktor Risiko

Preeklampsia sering terjadi pada wanita muda dan nulipara, sedangkan wanita yang lebih tua memiliki risiko lebih besar untuk menderita hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia. Juga, kejadian ini nyata dipengaruhi oleh ras dan etnis-dan dengan demikian oleh predisposisi genetik. Faktor lainnya termasuk lingkungan, sosial ekonomi, dan bahkan pengaruh musiman (Lawlor, 2005; Palmer, 1999; Spencer, 2009).

Page 28: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Dengan pertimbangan untuk perubahan-perubahan tersebut, dalam sejumlah studi di seluruh dunia ditinjau oleh Sibai dan Cunningham (2009), kejadian preeklampsia dalam rentang populasi nulipara adalah 3-10 persen. Insiden preeklampsia di multiparas juga bervariasi tetapi kurang dari itu untuk nullipara. Namun, Ananth dan Basso (2009) melaporkan bahwa risiko untuk kelahiran preterm lebih mungkin di multipara dibandingkan dengan nullipara. Faktor risiko lain terkait dengan preeklampsia termasuk obesitas, kehamilan multifetal, usia ibu lebih tua dari 35 tahun, dan etnis Afrika-Amerika (Conde-Agudelo dan Belizan, 2000; Sibai dan rekan, 1997; Walker, 2000). 

Hubungan antara berat badan ibu dan risiko preeklampsia sangat erat. Ini meningkat dari 4,3 persen untuk wanita dengan indeks massa tubuh (BMI) > 20 kg/m2 sampai 13,3 persen pada mereka dengan BMI >35kg/m2. Pada wanita dengan kehamilan kembar dibandingkan dengan mereka yang lajang, kejadian kehamilan hipertensi adalah 13 versus 6 persen, dan kejadian preeklampsia-13 versus 5 persen, keduanya signifikan meningkat (Sibai dan rekan kerja, 2000). kejadian ini tidak terkait dengan zygositas (Maxwell dan rekan, 2001).

Meskipun merokok selama kehamilan menyebabkan berbagai hasil kehamilan yang merugikan, ironisnya, telah secara konsisten dikaitkan dengan penurunan risiko hipertensi selama kehamilan (Bainbridge dan rekan, 2005; Zhang dan rekan, 1999). Plasenta previa juga telah dilaporkan untuk mengurangi risiko gangguan hipertensi pada kehamilan (Ananth dan rekan, 1997). Pada wanita yang darah normal pada kehamilan pertama, kejadian preeklampsia pada kehamilan berikutnya lebih rendah dari yang disebutkan di atas. 

Dalam analisis kohort retrospektif berdasarkan populasi, Getahun dan rekan (2007) mempelajari hampir 137.000 kehamilan kedua pada wanita tersebut. Kejadian untuk preeklampsia pada wanita putih adalah 1,8 persen dibandingkan dengan 3 persen pada wanita Afrika-Amerika. Sekali lagi, obesitas adalah faktor risiko utama.

Etiopathogenesis

Setiap teori tentang etiologi dan patogenesis preeklampsia harus menjelaskan pengamatan bahwa hipertensi gangguan kehamilan lebih mungkin untuk terjadi pada wanita yang: Terkena villi korionik untuk pertama kalinya Terpapar villi korionik yang berlebihan, seperti kembar atau mola hidatidosa Sudah ada penyakit ginjal atau jantung Secara genetik memang cenderung menjadi hipertensi selama kehamilan.Janin bukanlah syarat bagi preeklampsia. Meskipun villi chorionic sangat penting, namun tidak perlu berada di dalam rahim. Misalnya, Worley dan rekan (2008) melaporkan insiden 30-persen pada wanita dengan kehamilan ekstrauterin melebihi kehamilan 18 minggu. 

Terlepas dari etiologi, tingkatan peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai oleh sejumlah kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dan vasospasme yang terjadi berikutnya, transudasi plasma, dan iskemik dan gejala sisa trombotik.

Preeklampsia sebagai Penyakit Dua-Tahap

Page 29: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Pengamatan bahwa jaringan antarmuka abnormal antara ibu, ayah, dan janin dapat menyebabkan preeklampsia telah menyebabkan hipotesis bahwa sindrom ini adalah gangguan dua-tahap. Dalam skenario ini, ada spektrum untuk memasukkan "preeklampsia, ibu dan plasenta" (Ness dan Roberts, 1996). Menurut Redman dan rekan (2009), tahap 1 adalah disebabkan oleh kesalahan perbaikan trofoblastik endovascular yang menyebabkan sindrom klinis tahap 2.

Tentu saja ada bukti bahwa beberapa kasus preeklampsia sesuai teori ini. Hal yang penting, tahap 2 memang rentan terhadap modifikasi dengan kondisi ibu yang sudah ada sebelumnya termasuk penyakit jantung atau ginjal, diabetes, obesitas, atau mempengaruhi turun-temurun. kompartementalisasi tersebut tampaknya buatan, dan tampaknya logis bahwa ada kemungkinan besar merupakan proses yang berkesinambungan. Jadi, meskipun mungkin membantu untuk mengklasifikasikan sindrom untuk tujuan penelitian, preeklampsia secara klinis lebih realistis sebagai sebuah penyakit kontinu yang memburuk.

Skematis yang menguraikan teori bahwa sindrom preeklampsia adalah gangguan "dua-tahap." Tahap 1 adalah praklinis dan ditandai dengan terjadinya plasentasi trofobalstik dengan arteri spiralis yang menyebabkan hipoksia plasenta. Tahap 2 ini disebabkan oleh pelepasan faktor plasenta ke sirkulasi ibu menyebabkan respon inflamasi sistemik dan aktivasi endotel. (Diadaptasi dari Borzychowski, 2006, dan Redman, 2009.)

Etiologi

Tulisan-tulisan yang menjelaskan eklampsia telah ditemukan pada 2200 SM (Lindheimer dan rekan, 2009), dan jumlah mekanisme-mekanisme yang mengagumkan telah diusulkan untuk menjelaskan penyebabnya. Alih-alih hanya "satu penyakit," preeklampsia tampaknya merupakan puncak dari faktor-faktor yang mungkin melibatkan sejumlah faktor ibu, plasenta, dan janin. Yang sedang dipertimbangkan termasuk penting:

Page 30: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal pembuluh rahim. Imunologi maladaptive toleransi antara ibu, ayah (plasenta), dan jaringan janin Ibu maladaptative pada perubahan kardiovaskular atau peradangan dari kehamilan normal Faktor genetik termasuk warisan predisposisi gen serta pengaruh epigenetik

Invasi trofoblas abnormal

Dalam implantasi normal, diperlihatkan pada gambar di bawah, arteriola spiral rahim mengalami renovasi luas karena diinvasi oleh trophoblasts endovascular. Sel-sel ini menggantikan sel-sel lapisan endotel dan otot pembuluh darah untuk memperbesar diameter pembuluh darah.Vena hanya diinvasi pada superfisial. Pada preeklampsia, mungkin ada invasi trofoblas yang tidak lengkap. Dengan invasi dangkal seperti itu, pembuluh desidua, tetapi tidak pembuluh miometrium, menjadi berjajar dengan trophoblasts endovascular. Arteriola miometrium tidak kehilangan lapisan endotel dan jaringan musculoelastic, dan diameter eksternal nya hanya setengah dari pembuluh darah di plasenta normal (Fisher dan rekan, 2009). Madazli dan rekan (2000) menunjukkan bahwa besarnya invasi trofoblas rusak dari arteri spiralis berkorelasi dengan keparahan gangguan hipertensi.

A. Implantasi normal plasenta menunjukkan proliferasi trophoblasts ekstravili dari vilus-vilus yang menahannya. Trophoblasts ini menyerang desidua dan memperpanjang ke dinding arteriola spiral untuk menggantikan endotelium dan dinding otot. Renovasi ini akan menciptakan sebuah pembuluh dengan resistensi rendah yang melebar. B. Pembatasan plasenta pada kehamilan preeklampsia atau janin-pertumbuhan menunjukkan implantasi yang cacat. Hal ini ditandai dengan invasi lengkap spiral dinding arteriolar oleh trophoblasts ekstravili dan hasil dalam sebuah pembuluh kaliber kecil dengan tahanan tinggi.

Faktor imunologi

Beberapa teori mengatakan adanya toleransi Ibu yang kebal terhadap antigen plasenta yang berasal dari ayah dan janin. Hilangnya toleransi ini, atau mungkin disregulasi, adalah teori lain untuk sindroma preeklampsia. Beberapa faktor-faktor ini ditunjukkan pada Tabel di bawah ini

Beberapa Contoh Faktor Immunogenetic Warisan 

Page 31: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

---------------------------------------------------------------------------------------------------- Yang Dapat Mengubah Genotipe Dan Ekspresi Fenotip Di Preeklampsia "Imunisasi" dari kehamilan sebelumnya Mewarisi haplotype untuk HLA-A,-B,-D,-IA, II Mewarisi haplotype untuk NK-sel reseptor-pembunuh-juga disebut imunoglobulin-seperti reseptor-KIR ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Mungkin berbagi gen kerentanan dengan diabetes dan hipertensi kronisHLA = human leukocyte antigen; NK = natural killer.

Dengan data tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya proses yang menunjukkan gangguan sistem imun. Sebagai contoh, risiko preeklampsia adalah dapat meningkat dalam keadaan di mana pembentukan antibodi untuk memblokir situs antigenik plasenta yang terganggu. Dalam skenario ini, kehamilan pertama akan membawa risiko yang lebih tinggi.

Disregulasi toleransi mungkin juga menjelaskan peningkatan risiko ketika beban antigenik ayah meningkat, yaitu, dengan dua set kromosom ayah-dosis suatu "ganda." Sebagai contoh, wanita dengan kehamilan mola memiliki insiden tinggi preeklampsia onset dini. Juga, wanita dengan janin memiliki trisomi 13 30 - untuk insiden 40 persen dari preeklampsia.

Bdolah dan rekan (2006) menunjukkan bahwa wanita juga memiliki tingkat serum faktor antiangiogenic. Gen untuk satu faktor ini, sflt-1, adalah pada kromosom 13. Sebaliknya, wanita yang sebelumnya terkena antigen paternal, seperti sebelum kehamilan- dengan yang sama, tetapi tidak berbeda mitra-adalah "imunisasi" terhadap preeklampsia. Fenomena ini tidak seperti yang terlihat pada wanita dengan aborsi sebelumnya. Strickland dan rekan (1986) meneliti lebih dari 29.000 kehamilan di Parkland Hospital dan melaporkan bahwa gangguan hipertensi menurun secara bermakna, tetapi tidak banyak -22 versus 25 persen- pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran dibandingkan dengan nulligravidas. 

Redman dan rekan (2009) baru-baru ini mengkaji kemungkinan peran maladopsi kekebalan dalam patofisiologi preeklampsia. Pada awal kehamilan yang cenderung untuk menjadi preeklampsia, trofoblas ekstravili mengekspresikan immunosuppressive human leukocyte antigen G (HLA-G). Hal ini dapat berkontribusi untuk vaskularisasi plasenta yang rusak di tahap 1. Ingatlah bahwa imunogenisitas dari Trophoblasts, selama kehamilan normal, T-helper (Th) limfosit yang diproduksi sehingga kegiatan tipe 2 meningkat dalam kaitannya dengan tipe 1-disebut tipe 2 bias (Redman dan Sargent, 2008) . 

Sel Th2 meningkatkan imunitas humoral, sedangkan sel Th1 merangsang sekresi sitokin inflamasi. Dimulai pada awal trimester kedua pada wanita yang mengembangkan preeklampsia, tindakan Th1 meningkat dan perubahan rasio Th1/Th2. Kontributor untuk peningkatan reaksi inflamasi kekebalannya dimediasi dirangsang oleh mikropartikel plasenta, serta oleh adiposit (Redman dan Sargent, 2008).

Aktivasi sel endotel

Dalam banyak hal, perubahan inflamasi dianggap merupakan kelanjutan dari tahap 1. Perubahan yang disebabkan oleh cacat plasenta telah dibahas di atas. Sebagai respon faktor plasenta dirilis oleh perubahan iskemik atau oleh penyebab lain, serangkaian peristiwa digerakkan (Taylor dan rekan, 2009).

Page 32: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Jadi, faktor antiangiogenic dan metabolik dan mediator inflamasi lainnya diperkirakan memprovokasi cedera sel endotel.

Telah diusulkan bahwa disfungsi sel endotel ini disebabkan oleh keadaan aktif leukosit yang ekstrem dalam sirkulasi ibu (Faas, 2000; Gervasi, 2001; Redman, 1999). Secara singkat, sitokin seperti tumor nekrosis faktor-(TNF-) dan interleukin (IL) dapat memberikan kontribusi pada stres oksidatif yang terkait dengan preeklampsia. Hal ini ditandai oleh spesies oksigen reaktif dan radikal bebas yang mengarah pada pembentukan peroksida lipid yang menyebar (Manten dan rekan, 2005). Ini pada gilirannya menghasilkan radikal beracun yang sangat melukai sel-sel endotel, memodifikasi produksi nitrit oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Konsekuensi lainnya stress, oksidatif termasuk produksi sel makrofag lipid-sarat busa- terlihat di atherosis; aktivasi koagulasi mikrovaskuler nyata oleh trombositopenia, dan peningkatan permeabilitas kapiler nyata oleh edema dan proteinuria.

Pengamatan ini pada efek dari stres oksidatif pada preeklampsia telah menimbulkan meningkatnya minat dalam potensi manfaat antioksidan untuk mencegah preeklampsia. Antioksidan adalah keluarga beragam senyawa yang berfungsi untuk mencegah berlebihan dan kerusakan akibat radikal bebas berbahaya. Contoh antioksidan termasuk vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat), dan-karoten. Suplementasi diet dengan antioksidan untuk mencegah preeklampsia sejauh ini terbukti gagal.

Faktor genetik

Preeklampsia adalah gangguan multifaktorial poligenik. Dalam review komprehensif mereka, Ward dan Lindheimer (2009) menyebutkan insiden risiko preeklampsia adalah 20 sampai 40 persen untuk anak wanita ibu preeklampsia; 11 sampai 37 persen untuk saudara wanita preeklampsia dan 22-47 persen dalam studi kembar.Dalam sebuah studi oleh Nilsson dan rekan kerja (2004) yang mencakup hampir 1.200.000 Kelahiran di Swedia, mereka melaporkan komponen genetik untuk hipertensi kehamilan serta preeklampsia. Mereka juga melaporkan konkordansi 60 persen di monozigotik pasangan kembar wanita.Kecenderungan ini kemungkinan besar turun temurun adalah hasil interaksi dari ratusan gen pewaris-baik ibu dan ayah-yang mengontrol fungsi metabolik enzimatik dan banyak sekali setiap seluruh sistem organ. Dengan demikian, manifestasi klinis pada wanita diberikan dengan sindrom preeklampsia akan menempati spektrum sebagaimana dijelaskan sebelumnya (konsep dua tahap dalam Preeklampsia sebagai Penyakit Dua-Tahap). Dalam hal ini ekspresi, fenotipik akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan faktor lingkungan.

PATOGENESIS PREEKLAMPSIA

Vasospasme

Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan pengamatan langsung tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari perubahan histologis terlihat dalam berbagai organ yang terkena (Hinselmann, 1924; Landesman dan rekan kerja, 1954).

Page 33: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran yang interstisial melalui darah konstituen, termasuk platelet dan fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial. 

Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel junctional. Suzuki dan rekan kerja (2003) menjelaskan perubahan resistensi ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia. Dengan aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir gangguan karakteristik sindrom tersebut.

Aktivasi sel endotel

Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi bintang dalam pemahaman kontemporer dari patogenesis preeklampsia. Dalam skema ini, faktor yang tidak diketahui - kemungkinan berasal dalam plasenta - juga dikeluarkan ke sirkulasi ibu dan memprovokasi aktivasi dan disfungsi vaskular endotelium. Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan merupakan hasil dari perubahan sel endotel yang luas.Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan bahwa sirkulasi sel endotel , secara signifikan meningkat empat kali lipat dalam darah perifer wanita preeklampsia.

Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan oksida nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat memproduksi oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi dan meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors (Gant dan rekan kerja, 1974). 

Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler meningkat, dan konsentrasi darah tinggi zat yang terkait dengan aktivasi endotel. Kedua zat ini dapat dialihkan, dan serum dari wanita dengan preeklampsia merangsang beberapa zat dalam jumlah yang lebih besar (Myers dan rekan, 2007; Walsh, 2009).

Patofisiologi

Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti untuk manifestasinya dimulai awal kehamilan dengan perubahan patofisiologi terselubung yang mendapatkan momentum di seluruh kehamilan dan akhirnya menjadi jelas secara klinis. Hasil perubahan ini akhirnya dalam keterlibatan multi-organ dengan spektrum klinis mulai dari yang hampir tak terlihat, sampai ke salah satu kerusakan patofisiologi yang dapat mengancam kehidupan bagi ibu dan janin. 

Seperti telah dibahas, ini dianggap sebagai konsekuensi dari vasospasme, disfungsi endotel, dan iskemia. Meskipun berbagai konsekuensi ibu dari sindrom preeklampsia biasanya digambarkan menurut sistem organ individu, mereka seringkali tidak banyak dan secara klinis tumpang tindih.

Sistem kardiovaskular

Gangguan berat fungsi jantung adalah hal yang sering terjadi pada preeklampsia atau eklampsia. Ini adalah mengenai: (1) afterload jantung meningkat disebabkan oleh hipertensi; (2) preload jantung, yang

Page 34: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

secara substansial dipengaruhi oleh hypervolemia patologis berkurang kehamilan atau iatrogenic meningkat karena cairan intravena atau kristaloid oncotic; dan (3) aktivasi endotel dengan pengeluaran darah cairan intravaskuler ke ruang ekstraselular, dan ke paru-paru . 

Sistem kardiovaskular, selama kehamilan normal, massa ventrikel kiri bertambah, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa perubahan struktural tambahan yang disebabkan oleh preeklampsia (Hibbard dan rekan, 2009).

Perubahan hemodinamik

Penyimpangan kardiovaskular pada kehamilan dengan gangguan hipertensi sifatnya bervariasi tergantung pada sejumlah faktor. Penyimpangan ini meningkat di sekitar pusat afterload dan mencakup keparahan hipertensi, adanya penyakit kronis yang mendasarinya, kehadiran preeklampsia, dan tahap dari perjalanan klinis.Ada penelitian yang mengatakan bahwa dalam beberapa wanita perubahan bahkan mungkin mendahului onset hipertensi (Bosio, 1999; De Paco, 2008; Easterling, 1990; Hibbard, 2009). Namun demikian, dengan onset klinis preeklampsia, ada pengurangan dalam output jantung mungkin disebabkan oleh resistensi perifer yang meningkat.

Ada beberapa studi dimana data diperoleh dengan menggunakan metode hemodinamik invasif. Kedua wanita hamil yang nonhypertensive dan wanita dengan preeklampsia berat yang telah normal atau dengan fungsi ventrikel hiperdinamik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar di bawah. Data dari wanita preeklampsia yang diperoleh dari studi hemodinamik invasif sedikit terhambat karena heterogenitas populasi dan intervensi yang signifikan yang juga dapat mengubah ukuran ini, seperti infus kristaloid substantif, agen antihipertensi, dan magnesium sulfat.

Studi fungsi ventrikel pada wanita preeklampsia dari sejumlah investigasi diperlihatkan pada Gambar 34-6. Meskipun fungsi jantung adalah hiperdinamik pada semua wanita, pengisian tekanan sangat bergantung pada infus cairan intravena. Secara khusus, hidrasi agresif mengakibatkan fungsi ventrikel menjadi hiperdinamik di sebagian besar wanita. 

Penting, ini juga disertai dengan peningkatan tekanan kapiler paru. Dalam beberapa wanita, edema paru dapat mengembangkan fungsi ventrikel normal meskipun karena adanya kebocoran endotel-epitel alveolar yang diperparah dengan penurunan tekanan oncotic dari konsentrasi albumin serum rendah (American College of Obstetricians and Gynecologists, 2002a). Nilai-nilai fungsi jantung serupa juga telah dilaporkan sebelumnya oleh Lang dan rekan (1991) dan lebih baru-baru ini oleh Tihtonen dan rekan (2006), yang menggunakan kardiografi impedansi noninvasif

Page 35: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Fungsi ventrikel pada wanita hamil normal (daerah bergaris) dan pada wanita dengan eklampsia (daerah kotak) diplot pada kurva fungsi ventrikel Braunwald. nilai normal adalah dari Clark dan rekan (1989) dan orang-orang untuk eklampsia berasal dari Hankins dan rekan (1984).

Fungsi ventrikel pada wanita dengan preeklampsia-eklampsia berat diplot pada kurva fungsi ventrikel Braunwald. Tekanan wedge kapiler paru (PCWP) lebih rendah pada yang dikelola dengan restriksi cairan (daerah bergaris dalam A) dibandingkan dengan yang dikelola dengan terapi cairan agresif (daerah bergaris di B). Pada kelompok yang dikelola dengan infus cairan agresif, delapan edema paru didapatkan meskipun semua memiliki fungsi ventrikel hiperdinamik normal kecuali satu. Data untuk A adalah dari Benedetti (1980) dan Hankins (1984) dan rekan-rekan dan untuk B dari Rafferty dan Berkowitz (1980) dan Phelan dan Yurth (1982).

Page 36: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Dengan demikian, fungsi ventrikel hiperdinamik ini disebabkan tekanan wedge yang rendah dan bukan hasil pertambahan kontraktilitas miokard yang diukur sebagai indeks kerja ventrikel kiri stroke. Sebagai perbandingan, wanita yang diberikan volume cairan yang lebih besar dari umumnya telah mengisi tekanan yang melebihi normal, tetapi fungsi ventrikel mereka tetap hiperdinamik karena curah jantung meningkat.Dari studi ini, adalah wajar untuk menyimpulkan bahwa pemberian cairan agresif untuk wanita dengan preeklampsia berat menyebabkan peningkatan tekanan normal yang mengisi sisi kiri dan output jantung meningkat secara substansial ke tingkat supranormal.

Volume Darah

Telah diketahui selama hampir 100 tahun bahwa hemokonsentrasi adalah ciri khas dari eklampsia. Zeeman dan rekan (2009a) memperluas pengamatan sebelumnya dari Pritchard dan rekan kerja (1984). Mereka menemukan bahwa pada wanita eklampsia, hypervolemia yang ditemukan di kehamilan normal hampir tidak ada, dan dalam beberapa wanita, bahkan tidak ada

Wanita dengan ukuran rata-rata memiliki volume darah sekitar 5.000 mL selama beberapa minggu terakhir dari kehamilan normal, dibandingkan dengan sekitar 3.500 mL saat tidak hamil.Pada eklampsia, semua kelebihan 1500 mL ini hilang. Hemokonsentrasi yang merupakan hasil vasokonstriksi diikuti dengan aktivasi endothel dan kebocoran plasma ke dalam ruang interstisial disebabkan karena permeabilitas meningkat. Pada wanita dengan preeklampsia, dan tergantung pada beratnya, hemokonsentrasi biasanya tidak ditandai. Wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi tanpa preeklampsia, biasanya memiliki volume darah normal (Silver dan rekan, 1998).

Grafik bar yang membandingkan volume darah berarti tidak hamil dengan yang diperoleh pada saat persalinan dalam kelompok wanita dengan kehamilan normal, eklampsia pada kehamilan pertama mereka, dan kehamilan normal berikutnya dalam beberapa wanita yang mengalami eklampsia sebelumnya. Ekstensi di atas bar merupakan salah satu standar deviasi. Perbandingan antara nilai-nilai yang identik dengan huruf kecil, yaitu, aa, bb, cc, dd, adalah signifikan p <0,001. (Data dari Zeeman dan Cunningham, 2009) 

Page 37: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Pada wanita dengan hemokonsentrasi yang parah, dikatakan bahwa penurunan akut hematokrit merupakan tanda dari resolusi preeklampsia. Pada konsep ini, hemodilusi diikuti penyembuhan endotel dengan kembalinya cairan interstisial ke dalam ruang intravaskuler. Penting untuk mengakui bahwa penyebab substantif hematokrit ini jatuh biasanya diakibatkan kehilangan darah saat melahirkan. Ini juga mungkin sebagian hasil dari perusakan eritrosit yang meningkat. Vasospasme dan kebocoran dapat setelah melahirkan, dan saat itu endotelium mengalami perbaikan. 

Ketika hal ini terjadi, vasokonstriksi membalik, dan dengan meningkatnya volume darah, hematokrit biasanya jatuh. Darah dan Koagulasi Kelainan hematologi berkembang pada beberapa wanita dengan preeklampsia. Di antara mereka biasanya yang teridentifikasi adalah trombositopenia, yang setiap saat dapat menjadi begitu parah sehingga mengancam nyawa. Selain itu, tingkat beberapa faktor pembekuan plasma mungkin akan menurun, dan eritrosit mungkin menampilkan bentuk aneh dan mengalami hemolisis dalam waktu yang singkat. Trombositopenia pada eklampsia telah dijelaskan setidaknya sejak tahun 1922 oleh Stancke. 

Prosedur secara umum, jumlah platelet secara rutin diukur pada wanita dengan segala bentuk hipertensi dalam kehamilan. Frekuensi dan intensitas trombositopenia bervariasi dan tergantung pada tingkat keparahan dan durasi dari sindrom preeklampsia serta frekuensi dimana pengitungan trombosit yang dilakukan (Heilmann dan rekan, 2007; Hupuczi dan rekan kerja, 2007). Trombositopenia - didefinisikan dengan jumlah trombosit < 100.000 / L - menunjukkan penyakit yang berat. Secara umum, semakin rendah jumlah trombosit, semakin tinggi tingkat morbiditas ibu dan janin dan kematian (leduc dan rekan kerja, 1992). 

Dalam kebanyakan kasus, persalinan sangat dianjurkan karena trombositopenia biasanya terus memburuk. Setelah melahirkan, jumlah platelet dapat terus menurun untuk hari pertama atau lebih. Kemudian biasanya meningkat secara progresif untuk mencapai tingkat normal biasanya dalam waktu 3 sampai 5 hari. 

Dalam beberapa kasus, misalnya, dengan sindrom HELLP, jumlah platelet terus turun setelah melahirkan. Pada beberapa wanita dengan jumlah trombosit tidak nadir hingga 48 sampai 72 jam, sindrom preeklampsia mungkin tidak tepat dihubungkan dengan salah satu trombotik mikroangiopatik. Kelainan trombosit lainnya Selain trombositopenia, ada perubahan trombosit segudang lain yang dijelaskan dengan sindrom preeklampsia. 

Baru-baru ini ditinjau oleh Kenny dan asosiasi (2009) dan meliputi aktivasi platelet dengan degranulasi yang meningkat, pelepasan tromboksan A2, dan penurunan umur. Paradoksnya, dalam kebanyakan studi, agregasi platelet in vitro menurun dibandingkan dengan karakteristik peningkatan kehamilan normal (Kenny dan rekan, 2009). Ini kemungkinan disebabkan platelet yang "kelelahan" setelah di aktivasi vivo. Meskipun penyebabnya tidak diketahui, proses imunologi atau hanya deposisi trombosit pada tempat kerusakan endotel mungkin terlibat. Platelet-terikat dan peningkatan peredaran imunoglobulin platelet-yang terikat, yang menunjukkan perubahan permukaan trombosit (Samuels dan rekan, 1987). Hemolisis preeklampsia berat sering disertai dengan bukti hemolisis, yang diukur secara semiquantitatif dengan peningkatan serum laktat dehidrogenase . 

Page 38: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Bukti lain berasal dari schizocytosis, spherocytosis, dan retikulositosis dalam darah perifer (Cunningham dan asosiasi, 1985; Pritchard dan rekan, 1954, 1976). Ini merupakan hasil dari perubahan sebagian dari mikroangiopati hemolisis yang disebabkan oleh gangguan endotel dengan penghancuran trombosit dan deposisi fibrin. Cunningham dan rekan-rekan kerja (1995) menyatakan bahwa perubahan ini adalah akibat perubahan lipid serum, perubahan membran Erythrocytic, penigkatan adhesivitas, dan agregasi juga dapat memfasilitasi keadaan hiperkoagulasi (Gamzu dan rekan kerja, 2001; Grisaru dan rekan, 1997). 

Sindrom HELLP Selain hemolisis dan trombositopenia, juga diperkirakan bahwa tingkat serum transaminase hati meningkat yang umumnya ditemukan pada preeklampsia berat dan menunjukkan nekrosis hepatoseluler (Chesley, 1978). Weinstein (1982) menyebut kombinasi peristiwa ini sebagai sindrom HELLP, dan istilah ini sekarang dipakai di seluruh dunia. Faktor Koagulasi Perubahan kecil pada koagulasi intravaskular, dan kerusakan eritrosit, umumnya ditemukan pada preeklampsia dan khususnya eklampsia (Kenny dan rekan, 2009). 

Beberapa perubahan ini meliputi peningkatan faktor konsumsi VIII, peningkatan kadar fibrinopeptides A dan B dan produk degradasi fibrin, dan penurunan tingkat III protein-antithrombin dan protein C dan S. Yang mengatakan, ada sedikit bukti bahwa kelainan secara klinis signifikan (Chesley, 1978; Pritchard dan rekan, 1984). Kadar fibrinogen plasma tidak berbeda sangat dari tingkat yang ditemukan pada kehamilan normal, dan produk-produk degradasi fibrin meningkat hanya kadang-kadang. 

Barron dan rekan (1999) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa penilaian laboratorium rutin terhadap faktor koagulasi, termasuk prothrombin time, tromboplastin time dan tingkat plasma fibrinogen, tidak perlu dilakukan dalam pengelolaan gangguan hipertensi dalam kehamilan. Faktor Pembekuan lain Trombofili adalah kekurangan faktor pembekuan darah yang mengarah ke hiperkoagulabilitas. mungkin berhubungan dengan pada awal preeklampsia. Fibronektin, sebuah glikoprotein yang berhubungan dengan sel basal membran endotel vaskular, meningkat pada wanita dengan preeklampsia (Brubaker dan rekan, 1992). Pengamatan ini sesuai dengan pandangan bahwa preeklampsia menyebabkan cedera endotel pembuluh darah dengan kelainan hematologi selanjutnya. 

Perubahan cairan dan elektrolit Pada wanita dengan preeklampsia berat, volume cairan ekstraseluler, bermanifestasi sebagai edema, biasanya jauh lebih besar daripada wanita-wanita hamil normal. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk retensi cairan patologis adalah kerusakan endotel. Selain edema dan proteinuria, para wanita ini telah mengalami penurunan tekanan plasma onkotik. 

Penurunan ini menciptakan ketidakseimbangan penyaringan dan selanjutnya menggantikan cairan intravaskuler ke interstitium sekitarnya. Konsentrasi elektrolit tidak berbeda jauh pada wanita dengan preeklampsia dibandingkan dengan wanita hamil normal. Ini tidak mungkin terjadi jika telah ada terapi diuretik kuat, pembatasan natrium, atau administrasi air dengan oksitosin yang cukup untuk menghasilkan antidiuresis. 

Pada kejang eklampsia, ph dan konsentrasi bikarbonat serum menurun karena asidosis laktat dan kompensasi pengeluaran karbondioksida. Intensitas asidosis berkaitan dengan jumlah asam laktat yang dihasilkan dan tingkat di mana karbondioksida dihembuskan. Ginjal Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat . 

Dengan preeklampsia, diduga ada sejumlah perubahan anatomi dan patofisiologi yang reversibel. Secara klinis, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus berkurang. Berkurangnya filtrasi glomerular diduga akibat dari

Page 39: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

volume plasma berkurang. Sebagian besar pengurangan tersebut mungkin diakibatkan dari meningkatnya resistensi arteriol aferen ginjal yang mungkin meningkat sampai lima kali lipat (Conrad dan rekan kerja, 2009). Ada juga perubahan morfologi dicirikan oleh endotheliosis glomerulus yang menghalangi filtrasi. Hilangnya filtrasi menyebabkan nilai serum kreatinin meningkat, yaitu, 1 mg / mL, tapi kadang-kadang bahkan lebih tinggi (Lindheimer dan rekan, 2008a). 

Pada kebanyakan wanita preeklampsia, konsentrasi natrium urin terangkat. osmolalitas urin, rasio plasma kreatinin, dan ekskresi fraksional natrium juga merupakan indikasi bahwa mekanisme prerenal juga terlibat. Kirshon dan rekan kerja (1988) menggabungkan dopamin secara intravena pada wanita oliguri dengan preeklampsia, dan vasodilator ginjal ini merangsang peningkatan output urin, ekskresi fraksional natrium, dan clearance air bebas. Infus kristaloid meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meskipun oliguria sementara membaik, infus yang cepat dapat menyebabkan edema paru. Terapi cairan intravena intensif tidak diindikasikan untuk wanita-wanita ini dengan oliguria, kecuali disebabkan oleh perdarahan. 

Plasma konsentrasi asam urat biasanya meningkat pada preeklampsia. elevasi ini melebihi penurunan tingkat filtrasi glomerular dan kemungkinan juga disebabkan reabsorpsi tubular yang meningkat (Chesley dan Williams, 1945). Pada saat yang sama, preeklampsia dikaitkan dengan ekskresi kalsium urin yang berkurang yang diduga mungkin karena reabsorpsi tubular meningkat (Taufield dan rekan, 1987). 

Kemungkinan lain adalah karena peningkatan produksi asam urat dari plasenta yang merupakan kompensasi terhadap stres oksidatif yang meningkat. Proteinuria Setidaknya beberapa derajat proteinuria akan menetapkan diagnosis preeklampsia-eklampsia. Proteinuria dapat terjadi belakangan, dan beberapa wanita eklampsia dilaporkan tidak memiliki proteinuria positif saat kejang berlangsung. Sebagai contoh, Sibai (2004) melaporkan bahwa 10 sampai 15 persen wanita dengan sindrom HELLP tidak memiliki proteinuria . Zwart dan rekan (2008) melaporkan bahwa 17 persen wanita eklampsia tidak memiliki proteinuria pada saat kejang. 

Masalah lainnya adalah bahwa metode yang optimal dalam mengukur kadar protein urin abnormal atau albumin masih harus diteliti. Chen dan rekan kerja (2008) menunjukkan bahwa penggunaan sediaan urin tengah yang dikumpulkan dengan baik menunjukkan korelasi yang positif. Tapi penentuan kualitatif dipstick tergantung pada konsentrasi urin dan dikenal dengan hasilnya yang menunjukkan positif palsu, atau negatif palsu. Untuk spesimen kuantitatif 24 jam, standar "konsensus" nilai ambang yang digunakan adalah > 300 mg/24 jam.

Penentuan protein urin: atau rasio albumin: kreatinin dapat menggantikan pengukuran urin kuantitatif 24 jam yang rumit. (Kyle dan rekan, 2008). Dalam review sistematis baru-baru ini, Papanna dan rekan (2008) menyimpulkan bahwa protein urin acak: rasio kreatinin yang di bawah 130-150 mg/g-0.13 dengan 0,15-menunjukkan bahwa kemungkinan proteinuria melebihi 300 mg / hari adalah rendah. 

Penelitian ini menyarankan bahwa dengan nilai-nilai tengah, spesimen 24 jam dapat diukur untuk akurasi. Ada beberapa metode digunakan untuk mengukur proteinuria, dan tidak mendeteksi semua berbagai protein yang biasanya dikeluarkan. Metode yang lebih akurat meliputi pengukuran ekskresi albumin. Sekarang telah tersedia alat tes cepat yang memungkinkan pengukuran albumin urin: rasio kreatinin dalam pengaturan rawat jalan (Kyle dan rekan kerja, 2008). 

Page 40: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Akhirnya, meskipun proteinuria nefrotik telah dipertimbangkan oleh sebagian besar untuk menjadi tanda dari preeklampsia berat, ini mungkin tidak berhubungan (Airoldi dan Weinstein, 2007). Dengan demikian, jumlah ekskresi protein sendiri sebagai indikator tingkat keparahan preeklampsia saat ini sedang diteliti.

Skematis yang menunjukkan endotheliosis kapiler glomerulus. Kapiler-kapiler dari glomerulus normal ditunjukkan di sebelah kiri telah kerusakan endotel yang luas, dan tangkai yang berasal dari podocytes secara luas (tanda panah) Ilustrasi di sebelah kanan adalah sebuah glomerulus dengan perubahan yang disebabkan oleh sindrom preeklampsia. Sel-sel endotel membengkak dan kerusakan mereka menyempit, begitu juga tangkai yang sekarang berbatasan satu sama lain.

Gagal Ginjal Akut 

Sangat jarang kejadian dimana nekrosis tubular akut yang disebabkan oleh preeklamsia saja. Meskipun derajat ringan ditemui dalam beberapa kasus, gagal ginjal klinis jelas hampir selalu disebabkan oleh hipotensi hemorrhagic yang sebelumnya sudah ada. 

Hal ini biasanya disebabkan oleh perdarahan obstetri berat yang tidak mendapat penggantian darah yang memadai. Drakeley dan rekan kerja (2002) mendapatkan 72 wanita preeklampsia dengan gagal ginjal. Setengah diantaranya adalah sindrom HELLP dan sepertiga adalah solusio plasenta. Haddad dan rekan (2000) melaporkan bahwa 5 persen dari 183 wanita dengan sindrom HELLP menderita gagal ginjal akut. Setengah dari ini juga memiliki solusio, dan sebagian besar menngalami perdarahan postpartum.

Hepar

Perubahan hepar pada wanita dengan eklampsia yang parah telah digambarkan pada tahun 1856 oleh Virchow. Lesi yang khas banyak ditemukan adalah perdarahan periportal di daerah pinggiran hepar. Dalam studi otopsi mereka, Sheehan dan Lynch (1973) menjelaskan bahwa didapatkan infark hepar disertai perdarahan di hampir separuh dari wanita yang meninggal dengan eklampsia. Hal ini sejalan dengan laporan yang muncul selama tahun 1960-an menggambarkan peningkatan kadar serum transaminase hati. 

Seiring dengan pengamatan sebelumnya oleh Pritchard dan rekan (1954), yang menggambarkan hemolisis dan trombositopenia dengan eklampsia, Konstelasi ini yang menggambarkan kumpulan gejala

Page 41: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

hemolisis, nekrosis hepatoseluler, dan trombositopenia kemudian disebut sindrom HELLP oleh Weinstein (1985).

Luas lesi anatomis seperti ditunjukkan pada gambar di bawah jarang diidentifikasi dengan biopsi hati dalam kasus-kasus fatal (Barton dan rekan, 1992). 

Dari sudut pandang pragmatis, keterlibatan hepar pada preeklamsia mungkin secara klinis signifikan dalam beberapa situasi sebagai berikut:

1. Gejala yang menunjukkan keterlibatan hepar, yang biasanya ditunjukkan dengan adanya nyeri epigastrik. Pada beberapa kasus, beberapa wanita juga akan mengalami peningkatan level aminotransferase (aspartat transferase atau alanin transferase),2. Peningkatan level transaminase hepatik (AST dan ALT) dipertimbangkan sebagai marker untuk preeklampsia. Nilainya kadang melewati 500U/L, namun pernah dilaporkan mencapai lebih dari 2000U/L pada beberapa wanita. Secara umum, peningkatan serum ini biasanya disertai dengan penurunan platelet, dan biasanya akan kembali normal dalam 3 hari setelah melahirkan.3. Perdarahan pada hepar dari area yang terkena infark dapat melebar dan membentuk hematoma hepatik. Perubahan ini dapat berlanjut mnjadi hematoma subskapular yang mudah pecah. Keadaan ini dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan. Hematoma yang tidak ruptur lebih sering terjadi, terutama pada HELLP syndrome.4. Accute fatty liver pada kehamilan kadang-kadang mengaburkan diagnosis pada kasus preeklampsi. Keadaan ini juga memiliki onset yang lambat pada akhir kehamilan, dan sering disertai hipertensi, pningkatan serum transaminase dan kreatinin dan trombositopenia.

Kerusakan Jaringan Otak dan SekitarnyaAda beberapa gejala klinis pada sindrom preeklampsia yang menggambarkan adanya kerusakan pada jaringan otak dan sekitarnya, diantaranya adalah:

1.  Sakit kepala dan scotomata yang diduga diakibatkan karena hiperperfusi serebrovaskular, dimana terjadi karena adanya predileksi pada lobus oksipital. Menurut Sibai (2005) dan Zwart (2008), 50 sampai 75 persen wanita mengalami sakit kepala dan 20-30 persen mengalami perubahan visus yang merupakan gejala awal untuk terjadinya kejang eklampsia

Page 42: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

2.  Kejang adalah syarat diagnostik untuk eklampsia3.  Kebutaan sangat jarang menyertai preeklampsia sendiri, namun ini sering menyertai kejang pada eklampsia pada 15% wanita.4. Edema serebral mungkin didapatkan yang disertai dengan perubahan kesadaran menuju koma. Keadaan ini merupakan gejala yang serius yang cenderung untuk mngerah ke kematian.

Penurunan Visus dan Kebutaan

Skotomata , pandangan kabur atau diplopia sering menyertai preeklampsia berat dan eklampsia. Gejala ini biasanya berkurang dengan pemberian magnesium sulfat dan penurunan tekanan darah. Kebutaan jarang terjadi, dan biasanya reversibel. Kebutaan dapat disebabkan karena lesi dari tiga area, yaitu lobus oksipital, nukleus geniculate lateral, dan retina. Pada retina, lesi nya dapat termasuk iskemik, infark dan ablasio (detachment)

Oftalmoskopi yang menunjukkan lesi opague pada retina (panah).

Kebutaan oksipital , juga sering disebut amaurosis. Mengenai kebanyakan wanita dengan edema vasogenik pada lobus oksipital yang dapat dilihat dengan pemeriksaan CT scan. Dari 15 wanita yang dirawat di Parkland Hospital, kebutaan dapat berlangsung 4 sampai 8 jam, namun dapat pulih total pada semua kasus.

Ablasio retina juga dapat menyebabkan penurunan visus, meskipun biasanya unilateral dan jarang menyebabkan kebutaan total. Kadang-kadang, berdampingan dengan edema kortikal dan cacat visual yang menyertainya. Ablasio yang asimtomatik relatif umum dan ditemukan jelas dengan pemeriksaan (Saito dan Tano, 1998). Pengobatan bedah jarang diindikasikan, prognosis umumnya baik, dan visus biasanya kembali normal dalam waktu seminggu.

Perfusi uteroplasental

Page 43: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Defek pada invasi trofoblas dan palsentasi yang terlalu erat yang menyebabkan sindrom preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat telah dibaas sebelumnya. Hal ini merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas yang meningkat pada penderita preeklampsia. 

Pemeriksaan velositas aliran darah arteri uterina telah digunakan dalam memperkirakan aliran uteroplasenta. Adanya resisten vaskular ihitung dengan membandingkan gambaran velositas sistole dan diastol arteri. Pada plasentasi yang berlangsung sempurna, tahanan pada aliran darah arteri uterina jelas berkurang, Namun dengan plasentasi yang tidak sempurna (kegagalan invasi trofoblas) dapat ditemukan tahanan yang persisten pada aliran darah arteri uterina. Penelitian sebelumnya dilakukan dengan cara mengukur rasio velositas diastole dan sistole pada arteri uterina dan umbilikus pada preeklampsia.

Matjevic danb Johnson (1999) mengukur resistensi pada arteri spiralis, dan didapatkan tahanan yang lebih tinggi pada bagian perifer dari pada central. Rata-rata tahanan pada semua wanita preeklampsia lebih tinggi dibandingkan dengan wanita normotensi. Ong dan teman-teman (2003) menggunakan magnetic resonance imaging dan tehnik lain untuk mengetahui perfusi plasenta pada arteri-arteri myometrium pada wanita dengan preeklampsia yang disertai pertumbuhan janin terhambat, mereka mendapatkan pada kedua kondisi tersebut respon arteri miometrium sangat tergantung dengan vasodilatasi endotelium.

PENCEGAHAN PREEKLAMPSIAYang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Pencegahan dapat dilakukan dengan                  A. Nonmedikal         B.  Medikal

A. Pencegahan dengan nonmedikal

     1. Restriksi garam : tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklampsia.

     2. Suplementasi diet yang mengandung :  minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA -carotene, CoQ10, N-Acetylcysteine, asam lipoik. antioksidan : vitamin C, vitamin E,  elemen logam berat : seng, magnesium, kalsium.    3. Tirah baring tidak terbukti : mencegah terjadinya preeklampsia mencegah persalinan pretermDi Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklampsia

B. Pencegahan dengan medikal1. Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia2. Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklampsia3.  Kalsium : 1500-2000 mg/hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia, meskipun belum terbukti bermanfaat untuk mencegah preeklampsia.

Page 44: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

4. Seng : 200 mg/hari5. Magnesium 365 mg/hari6. Obat anti trombotik : aspirin dosis rendah , rata-rata dibawah 100 mg/hari, tidak terbukti mencegah preeklampsia.7. -carotene, CoQ10,N-Acetylcysteine asam lipoik.Obat-obat antioksidan: vitamin C, vitamin E,

PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA RINGAN

1. Definisi klinikPreeklampsia ringan adalah sindroma spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.

2. Kriteria diagnostik Desakan darah : ≥ 140/90 mmHg < 160/110 mmHg. Kenaikan desakan sistolik > 30 mmHg dan kenaikan desakan diastolik ≥ 15 mmHg, tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik preeklampsia, tetapi perlu observasi yang cermat. Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam jumlah urine atau dipstick : ≥ 1+ Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali anasarka.

3. Pengelolaan    Pengelolaan preeklampsia ringan dapat secara :    a. Rawat jalan (ambulatoir)    b. Rawat inap (hospitalisasi)

a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan2. Diet regular : tidak perlu diet khusus3. Vitamin prenatal4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativum6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)       1. Indikasi preeklampsia ringan dirawat inap (hospitalisasi)          a. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu          b. Proteinuria menetap selama > 2 minggu           c. Hasil tes laboratorium yang abnormal           d. Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklampsia berat

2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur  Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen  Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan setiap hari

Page 45: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Pengamatan dengan cermat gejala preeklampsia dengan impending eclampsia : nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri kuadran kanan atas ,nyeri epigastrium3. Pemeriksaan laboratorium Proteinuria dengan dipstick pada waktu masuk dan sekurangnya diikuti 2 hari setelahnya Hematokrit dan trombosit : 2 x seminggu Tes fungsi hepar 2 x seminggu Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)4. Pemeriksaan kesejahteraan janin  Pengamatan gerakan janin setiap hari NST 2 x seminggu Profil biofisik janin, bila NST nonreaktif Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu Ultrasound Doppler arteria umbilikalis, arteria uterina

4. Terapi medikamentosa Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklampsia dan umur kehamilan > 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.

5. Pengelolaan obstetrik

Pengelolaan obstetrik tergantung umur kehamilan

a. Bila penderita tidak inpartu :

1) Umur kehamilan > 37 minggu Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.

2) Umur kehamilan > 37 minggu Kehamilan dipertahankan sampai timbul permulaan partus Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat dipertimbangkan dilakukan induksi persalinanb. Bila penderita sudah inpartu :    Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Partograf Friedman atau Partograf WHO.

c. Konsultasi    Selama dirawat di rumah sakit dilakukan konsultasi pada : Bagian penyakit mata, Bagian penyakit jantung, dan  Bagian lain atas indikasi

PENGELOLAAN PREEKLAMPSIA BERAT

Page 46: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Definisi klinikPreeklampsia berat ialah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di bawah ini :a. Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥160 mmHg dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg

b. Proteinuria : ≥ 5 g/jumlah urine selama 24 jam atau dipstick : 4+c. Oliguria : produksi urine < 400-500 ml/24 jamd. Kenaikan kreatinin serume. Edema paru dan sianosisf. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran alas kanan abdomen : disebabkan teregangnya kapsula Glisone.

Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptura hepar.g. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan pandangan kabur.h. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanine atau aspartate amino transferasei. Hemolisis mikroangiopatikj. Trombositopenia : < 100.000 / mlk. Sindroma HELLP

2. Pembagian preeklampsia beratPreeklampsia berat dapat dibagi dalam beberapa kategori :

a. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsiab. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia, dengan gejala-gejala impending :

- nyeri kepala- mata kabur- mual dan muntah- nyeri epigastrium- nyeri kuadran kanan atas abdomen

3. Pemeriksaan laboratoriumdarah rutin, urin rutin, kimia darah

4. Dasar pengelolaan preeklampsia beratPada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut : Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya : yang tergantung pada umur kehamilan.Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu;

1) Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu,artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa

2) Aktif, agresif ; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu,artinya : kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

5. Pemberian terapi medikamentosaa. Segera masuk rumah sakit

Page 47: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitenc. Infus Ringer Laktat atau Ringer Destrose 5 %d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.e. Pemberian MgSO4 dibagi :

- Loading dose (initial dose) : dosis awal- Maintainance dose : dosis lanjutan

f. Anti hipertensiDiberikan : bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.Nifedipine tidak dibenarkan diberikan di bawah mukusa lidah(sublingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makan.Desakan darah diturunkan secara bertahap :

1) Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik2) Desakan darah diturunkan mencapai : - < 160/105

- MAP < 125g. Diuretikum

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :1) Memperberat penurunan perfusi plasenta2) Memperberat hipovolemia3) Meningkatkan hemokonsentrasi.

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :1) Edema paru2) Payah jantung konggestif3) Edema anasarkah. Diet

Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih

PENGELOLAAN EKLAMPSIA

1. Definisi klinikEklampsia ialah preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma.

1. Pengelolaan eklampsiaDasar-dasar pengelolaan eklampsia

a. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibub. Selalu di ingat ABC (Airway, Breathing, Circulation)c. Pastikan jalan nafas tetap terbukad. Mengatasi dan mencegah kejange. Koreksi hipoksemia dan acidemiaf. Mengatasi dan mencegah penyulit khususnya hipertensi krisisg. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

2. Terapi medikamentosaLihat terapi medikamentosa pada preeklampsia berat : nomor IV.5.a

4. Perawatan kejang

Page 48: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

a. Tempatkan penderita diruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang (tidak diperkenankan ditempatkan diruang gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat diketahui)b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi Trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggic. Rendahkan kepala kebawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumoniad. Sisipkan penyekat-lidah antara lidah dan gigi rahang atase. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fakturf. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

5. Perawatan komaa. Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”b. Usahakan jalan nafas atas tetap terbukac. Hindari dekubitusd. Perhatikan nutrisi

6. Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lainKonsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :

a. Edema parub. Oliguria renalc. Diperlukannya katerisasi arteria pulmonalis

7. Pengelolaan eklampsiaa. Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.b. Saat pengakhiran kehamilan ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan, yaitu setelah :

1) Pemberian obat anti kejang terakhir2) Kejang terakhir3) Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir4) Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)

8. Cara persalinanBila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

9. Perawatan pascapersalinana. Tetap dimonitor tanda vitalb. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pascapersalinan

PENGELOLAAN HIPERTENSI KRONIK DALAM KEHAMILAN1. Definisi klinik

Page 49: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah 12 minggu pascapersalinan

2. Etiologi hipertensi kronik dalam kehamilanEtiologi hipertensi kronik dapat dibagi menjadi :

a. Primer (idiopatik) : 90 %b. Sekunder : 10%, yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit endokrin (diabetes melitus), penyakit hipertensi dan vaskular

3. Diagnosisa. Berdasarkan risiko yang mungkin timbul, maka hipertensi kronik dibagi :

1) Risiko rendah : hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan organ2) Risiko tinggi : hipertensi berat atau hipertensi ringan disertai dengan perubahan patologis, klinik maupun biologis,

sebagai tanda kerusakan organb. Kriteria risiko tinggi pada hipertensi kronik dalam kehamilan :

1) Hipertensi berat :- Desakan sistolik 160 mm Hg dan / atau- Desakan diastolik 110 mm Hg, sebelum 20 minggu kehamilan

2) Hipertensi ringan < 20 minggu kehamilan dengan- Pernah preeklampsia- Umur ibu > 40 tahun- Hipertensi 4 tahun- Adanya kelainan ginjal- Adanya diabetes melitus (kelas B-kelas F)- Kardiomiopati- Minum obat anti hipertensi sebelum hamil

4. Klasifikasi hipertensi kronik

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)NormalPrehipertensiHipertensi derajat I Hipertensi derajat II

< 120120 – 139140 – 159160

< 8080 – 8990 – 99 110

(The 7 th Report of the National Committee (JNC7) MIMs Cardiovascular Guide th. 2003-2004)

5. Pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilanTujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialah

a. Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darahb. Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin

6. Pemeriksaan laboratoriuma. Pemeriksaan (tes) klinik spesialistik :- ECG- Echocardiography- Ophtalmology- USG ginjal

Page 50: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

b. Pemeriksaan (tes) laboratorium- Fungsi ginjal : kreatinin serum, BUN serum, asam urat, proteinuria 24 jam- Fungsi hepar- Hematologik : Hb, hematokrit, trombosit

7. Pemeriksaan kesejahteraan janina. Ultrasonografi- USG untuk data dasar diambil dalam 18-20 minggu kehamilan- Diulangi pada umur kehamilan 28 – 32 minggu dan diikuti setiap bulan- Bila dicurigai IUGR di monitor dengan NST dan profil biofisik

b. Hipertensi kronik dalam kehamilan dengan penyulit kardiovaskular atau penyakit ginjal perlu mendapat perhatian khusus

8. Pengobatan medikamentosaIndikasi pemberian antihipertensi adalah :

a. Risiko rendah hipertensi1) Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap 100 mmHg2) Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik 90 mmHgb. Obat antihipertensi1) Pilihan pertama : Methyldopa : 0.5 – 3.0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis2) Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipine harus diberikan peroral)

9. Pengelolaan terhadap kehamilannyaa. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu dilahirkan sedapat mungkin

pervaginam pada kehamilan atermb. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik berat : aktif, yaitu segera kehamilan diakhiri (diterminasi)c. Anestesi : regional anestesi

10. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsiaPengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsiasama dengan pengelolaan preeklampsia berat

PENGELOLAAN SINDROMA HELLPA.  Definisi klinik

Sindroma HELLP (H : Hemolysis, EL : Elevated lever enzym, LP : Low platelets count) ialah preeklampsia-eklampsia dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia

B.  Diagnosis1. Tanda dan gejala yang tidak khas :a. Mualb. Muntahc. Nyeri kepalad. Malaisee. Kelemahan

(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)2. Tanda dan gejala preeklampsia

Page 51: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

a. Hipertensib. Proteinuriac. Nyeri epigastriumd. Edemae. Kenaikan asam urat3. Tanda- tanda hemolisis intravaskulara. Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirekb. Penurunan haptoglobinec. Apusan tepi : fragmentasi eritrositd. Kenaikan urobilinogen dalam urine4.  Tanda kerusakan / disfungsi sel hepatosit hepar, 

Kenaikan ALT, AST, LDH5. Trombositopenia

Trombosit ≤ 150.000 / mlSemua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia harus dipertimbangkan sindroma HELLP

C.  Klasifikasi1. Klasifikasi Missisippi

Kelas I : Trombosit ≤ 50.000 /ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/ l ASI' dan / atau ALT > 40 IU / 1

Kelas II : Trombosit ≤50.000 / ml sampai ≤100.000 / mlSerum LDH ≥ 600.000 IU/ 1AST dan /atau ALT ≥ 40 TU / 1

Kelas III: Trombosit > 100.000 / ml sampai ≤150.000 / mlSerum LDH ≥600.000 IU / 1AST dan / atau ALT ≥40 IU / l

2. Klasifikasi TennesseKelas lengkap: Trombosit < 100.000 /ml

LDH ≥ 600.000 IU/1 AST ≥ 70 IU / 1

Kelas tidak lengkap: Bila ditemukan hanya satu atau dua tanda-tanda diatasD.  Diagnosis banding preeklampsia - sindroma HELLP1. Trombotik angiopati2. Kelainan konsumtif fibrinogen

Misalnya : - acute fatty liver of pregnancy - hipovolemia berat / perdarahan berat - sepsis

3. Kelainan jaringan ikat : SLE4. Penyakit ginjal primerE.  Terapi medikamentosa1. Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam3. Bila trombosit < 50.000 /ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa :a. Waktu protrombinb. Waktu tromboplastin parsialc. Fibrinogen

Page 52: HIPERTENSI dalam KEHAMILAN

4. Pemberian Dexamethasone rescuea. Antepartum

Diberikan double strength dexamethasone (double dose) jika didapatkan :1) Trombosit < 100.000/ml atau2) Trombosit 100.000 - 150.000/ml pada kasus :

a) Eklampsia b) Hipertensi beratc) Nyeri epigastrium d) Gejala fulminan

maka diberikan deksametasone 10 mg IV tiap 12 jamb. Postpartum

Deksametason diberikan 10 mg 1V tiap 12 jam 2 kali, kemudian diikuti 5 mg IV tiap 12 jam, 2 kali

c. Terapi deksametasone dihentikan, bila telah terjadi :1) Perbaikan laboratorium, yaitu :

- Trombosit >100.000 / ml - Penurunan LDH

2) Perbaikan tanda dan gejala-gejala klinik preeklampsia-eklampsia5. Dapat dipertimbangkan pemberian :a. Tranfusi trombosit : bila trombosit < 50.000/ mlb. Antioksidan

F.   Sikap : pengelolaan obstetrikSikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri (terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdomen.