Hepatitis C New (Repaired)

60
Hepatitis C Kurniawati Hesli Pratiwi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510 [email protected] Pendahuluan Defenisi hepatitis secara umum adalah proses inflamasi pada hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh virus hepatitis. Pada saat ini, setidaknya sudah bisa diidentifikasi beberapa jenis virus hepatitis. Sesuai dengan urutan saat diidentifikasi, virus-virus tersebut diberi sebutan dengan virus hepatitis A, B, C, D, E. Semua virus hepatitis diidentifikasikan dengan menggunakan pemeriksaan serologi. Sejak berhasil ditemukan virus hepatitis C dengan teknik kloning molekuler di tahun 1989, sejumlah perkembangan yang bermakna telah terjadi dalam pemahaman mengenai perjalanan ilmiah, diagnosis dan terapi infeksi virus hepatitis C. Dahulu kita hanya dikenal infeksi ini sebagai virus hepatitis non-A, non-B, namun saat ini telah diketahui bahwa infeksi yang hanya memiliki tanda-tanda subklinis ringan ini ternyata memiliki tingkat kronisitas dan progresifitas ke arah sirosis yang tinggi. 1 Pembahasan A. Hepatitis virus

description

fsgfdgnmyen5hdd

Transcript of Hepatitis C New (Repaired)

Page 1: Hepatitis C New (Repaired)

Hepatitis C

Kurniawati Hesli Pratiwi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510

[email protected]

Pendahuluan

Defenisi hepatitis secara umum adalah proses inflamasi pada hati. Hepatitis dapat disebabkan

oleh virus hepatitis. Pada saat ini, setidaknya sudah bisa diidentifikasi beberapa jenis virus

hepatitis. Sesuai dengan urutan saat diidentifikasi, virus-virus tersebut diberi sebutan dengan

virus hepatitis A, B, C, D, E. Semua virus hepatitis diidentifikasikan dengan menggunakan

pemeriksaan serologi. Sejak berhasil ditemukan virus hepatitis C dengan teknik kloning

molekuler di tahun 1989, sejumlah perkembangan yang bermakna telah terjadi dalam

pemahaman mengenai perjalanan ilmiah, diagnosis dan terapi infeksi virus hepatitis C. Dahulu

kita hanya dikenal infeksi ini sebagai virus hepatitis non-A, non-B, namun saat ini telah

diketahui bahwa infeksi yang hanya memiliki tanda-tanda subklinis ringan ini ternyata memiliki

tingkat kronisitas dan progresifitas ke arah sirosis yang tinggi.1

Pembahasan

A. Hepatitis virus

1. Hepatitis A virus (HAV)

- Etiologi

Virus hepatitis A merupakan partikel dengan ukuran 27 nanometer tergolong virus

hepatitis terkecil, termasuk golongan pikornavirus. Dengan mikroskop elektron

terlihat virus yang tidak memiliki mantel, hanya memiliki suatu nukleokapsid yang

merupakan ciri khas dari antigen virus hepatitis A. Seuntai molekul RNA terdapat

dalam kapsid dan di salah satu ujungnya terdapat viral protein genomik (VPg) yang

berfungsi menyerang ribosom sitoplasma sel hati. Virus hepatitis A bisa dibiak dalam

Page 2: Hepatitis C New (Repaired)

kultur jaringan. Replikasi virus ini terjadi di sel epitel usus dan epitel hati. virus

hepatitis A sangat stabil dan tidak rusak dengan perebusan singkat. Stabil pada suhu

udara dan pH yang rendah. Tahan terhadap pH asam dan asam empedu

memungkinkan VHA melalui lambung dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran

empedu.1,2

- Masa inkubasi dan transmisi

Masa inkubasi hepatitis A akut bervariasi antara 14 hari sampai 49 hari, dengan rata-

rata 30 hari. Penularan yang paling dominan adalah fecal-oral yaitu melalui makanan

dan minuman yang tercemar oleh virus hepatitis A, sering ditemukan kerang sebagai

pembawa virus. Untuk kelompok homoseksual, cara penularannya adalah fecal-anal-

oral. Anak dan dewasa muda paling rentan terhadap infeksi hepatitis A, makin

bertambah usia makin tinggi kemungkinan sudah memiliki antibodi secara alamiah

terjadi baik secara terinfeksi dengan bergejala maupun asimptomatik.1,3

- Gejala klinis

Hepatitis A merupakan penyakit yang terutama menyerang anak dan dewasa muda.

Pada fase akut, hepatitis A umumnya 90 % asimptomatik atau bentuk yang ringan

dan hanya sekitar 1 % yang timbul ikterus. Pada anak manifestasinya sering kali

asimptomatik dan anikterik. Gejala dan perjalanan klinis hepatitis virus akut secara

umum dapat dibedakan dalam 4 stadium :1,3

Masa tunas

Lamanya viremia pada hepatitis A 2-4 minggu.

Fase pra-ikterik

Keluhan umunya tidak spesifik, dapat berlangsung 2-7 hari, gambaran sangat

bervariasi secara individual seperti pada tabel 1. Dengan keluhan yang beraneka

ragam ini sering menimbulkan kekeliruan.

Fase ikterik

Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya setelah demam turun

penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning pekat seperti air teh

ataupun tanpa sadari, orang lain yang melihat sklera mata dan kulitnya berwarna

Page 3: Hepatitis C New (Repaired)

kekuning-kuningan. Pada fase ini kuningnya akan meningkat, menetap, kemudian

menurun secara perlahan-lahan, hal ini bisa berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada

stadium ini gejala klinis sudah mulai berkurang dan pasien merasa lebih baik.

Pada usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata dan

berlangsung lama.

Fase penyembuhan

Fase penyembuhan dimulai dengan menghilangkan sisa gejala yang disebutkan diatas,

ikterus mulai menghilang, penderita merasa segar kembali meskipun mungkin masih

cepat capek. Umumnya masa penyembuhan sempurna secara klinis dan biokimia

memerlukan waktu sekitar 6 bulan.

Gejala %

Kuning 40-80

Urin berwarna gelap 68-94

Lelah/lemas 52-91

Hilang nafsu makan 42-90

Nyeri dan rasa tidak enak diperut 37-68

Tinja berwarna pucat 52-58

Mual dan muntah 32-73

Demam kadang menggigil 28-73

Sakit kepala 26-73

Nyeri pada sendi (arthralgia) 11-40

Pegal pada otot (myalgia) 15-52

Diare 16-25

Rasa tidak enak di tenggorokan 0-20

Tabel 1. Gejala hepatitis A

Page 4: Hepatitis C New (Repaired)

- Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, anamnesa

dan pemeriksaan fisik.1

Pada anamnesa pasien akan didapatkan gejala prodromal dan riwayat kontak

pasien.

Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan warna kuning yang terlihat pada sklera,

kulit, selaput lendir langit-langit mulut, pada kasus yang berat (fulminant)

didapatkan mulut yang berbau spesifik (foetor hepaticum). Pada perabaan hati

didapatkan perbesaran 2-3 jari dibawah arcus costae dengan konsistensi lunak,

tepi tajam, dan sedikit nyeri tekan. Perkusi pada abdomen kuadran kanan atas,

menimbulkan rasa nyeri dan limpa kadang-kadang membesar teraba lunak.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan tes fungsi hati, yaitu terdapat

peninggian bilirubin, SGOT, SGPT dan kadang-kadang dapat disertai dengan

peninggian GGT, fosfatase alkali, dan tes serologi anti-HAV, yaitu IgM anti-

HAV yang positif.

- Patogenesis

Antigen hepatitis A dapat ditemukan dalam sitoplasma sel hati segera sebelum

hepatitis akut timbul. Kemudian jumlah virus akan menurun setelah timbul

manifestasi klinis, baru kemudian akan muncul IgM anti-HAV spesifik. Kerusakan

sel-sel hati terutama terjadi karena viremia yang terjadi dalam waktu yang singkat dan

terjadi pada masa inkubasi. Sedangkan antigen virus hepatitis A dapat ditemukan

dalam tinja satu minggu setelah ikterus timbul. Kerusakan sel hati disebabkan oleh

aktivasi sel T limfosit sitolitik terhadap targetnya, yaitu antigen virus hepatitis A. pada

keadaan ini ditemukan HLA-restricted virus spesific cytotoxic CD8+T Cell di dalam

hati pada hepatitis virus A akut.

Gambaran histologis dari sel parenkim hati yaitu terdapatnya nekrosis sel hati

berkelompok, dimulai dari senter lobulus diikuti dengan infiltrasi sel limfosit,

makrofag, sel plasma, eosinofil dan neutrofil. Ikterus terjadi sebagai akibat hambatan

aliran empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin

direk dan indirek dalam serum. Ada tiga kelompok kerusakan yaitu di daerah portal,

dalam lobulus dan dalam sel hati sendiri. Daerah lobulus yang mengalami nekrosis

Page 5: Hepatitis C New (Repaired)

terutama yang terletak di bagian sentral. Kadang-kadang hambatan aliran empedu ini

mengakibatkan tinja berwarna pucat seperti dempul (faeces acholis) dan juga terjadi

peningkatan enzim fosfatase alkali, 5 nukleotidase dan gama glutamil transferase

(GGT). Kerusakan sel hati akan menyebabkan pelepasan enzim transaminase ke

dalam darah. Peningkatan SGPT memberi petunjuk adanya kerusakan sel parenkim

hati lebih spesifik dari peningkatan SGOT, karena SGOT juga akan meningkat bila

terjadi kerusakan pada miokardium dan sel otot rangka. Juga akan terjadi peningkatan

enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada kerusakan hati. kadang-kadang hambatan

aliran empedu (cholestasis) yang lama menetap setelah gejala klinis sembuh.1,3,4

- Laboratorium

Untuk menunjang diagnosis perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium yaitu

dengan timbulnya gejala, maka anti-HAV akan menjadi positif. IgM anti-HAV adalah

subkelas antibodi terhadap HAV. Respons inisial terhadap infeksi HAV hampir

seluruhnya adalah IgM. Antibodi ini akan hilang dalam waktu 3-6 bulan. IgM anti-

HAV adalah spesifik untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi hepatitis A akut. Infeksi

yang sudah lalu atau adanya imunitas ditandai dengan adanya anti-HAV total yang

terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM anti-HAV. Antibodi IgG akan naik dengan cepat

setelah virus dieradikasi lalu akan turun perlahan-lahan setelah beberapa bulan.

Petanda anti-HAV berguna bagi penelitian epidemiologi dan status imunitas.1,4

- Prognosis

Prognosis penyakit ini baik dan sembuh sempurna.1

2. Hepatitis B virus (HBV)

- Gejala

Gejala hepatitis amat bervariasi dari tanpa gejala sampai gejala yang berat seprti

muntah darah dan koma. Pada hepatitis akut gejala amat ringan dan apabila ada

gejala, maka gejalanya akan seperti influenza. Gejala itu berupa demam ringan, mual,

lemas, hilang nafsu makan, mata jadi kuning, kencing berwarna gelap, diare dan nyeri

otot. Pada sebagian kecilgejala dapat menjadi berat dan terjadi fulminan hepatitis

yang mengakibatkan kematian. Infeksi hepatitis B yang didapatkan pada masa

perinatal dan balita biasanya asimptomatik dan dapat menjadi kronik pada 90% kasus.

Sekitar 30% infeksi hepatitis B yang terjadi pada orang dewasa akan menimbulkan

Page 6: Hepatitis C New (Repaired)

ikterus dan pada 0,1-0,5% dapat berkembang menjadi fulminan. Pada orang dewasa

95% kasus akan sembuh dengan sempurna yang ditandai dengan menghilangnya

HBsAg dan timbul anti HBs.1

- Diagnosis

Diagnosis hepatitis B ditegakkan dengan pemeriksaan biokimia dan serologik, dan

apabila diperlukan dengan pemeriksaan histopatologik. Pada hepatitis B akut akan

ditemukan peningkatan ALT yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan AST

dengan kadar ALT nya 20-50 kali normal. Ditemukan pula IgM abti HBc didalam

darah selain HBsAg, HBeAg dan HBV DNA.

Pada hepatitis kronik peninggian ALT adalah sekitar 10-20 Batas Atas Nilai Normal

(BANN) dengan ratio de Ritis (ALT/AST) sekitar 1 atau lebih. Disamping itu IgM

anti-HBc juga negatif.

Diagnosis hepatitis B kronik dapat dipastikan dengan pemeriksaan patologi anatomik,

disamping mungkin pula dengan pemeriksaan fibrotest. Pencitraan dengan USG atau

CT scan dapat membantu bila proses sudah berlanjut.1

- Patogenesis

Infeksi VHB terjadi bila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam hepatosit,

kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan kode genetik itu

akan “memerintahkan” sel hati untuk membuat protein-protein yang merupakan

komponen VHB. Jadi, sebenarnya virus yang ada di dalam tubuh penderita itu dibuat

sendiri oleh hepatosit penderita yang bersangkutan dengan genom VHB yang pertama

masuk sebagai cetak biru.4

- Siklus replikasi

Untuk mudahnya siklus replikasi VHB dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut :1

penempelan (attachment) VHB pada sel hepatosit. Penempelan tersebut dapat terjadi

dengan perantara protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly HAS (Polymerized Human

Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs.

VHB masuk (penetrasi) ke dalam hepatosit dengan mekanisme endositosis.

Page 7: Hepatitis C New (Repaired)

Pelepasan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase dan DNA VHB

ke dalam sitoplasma. Partikel core tersebut selanjutnya ditransportasikan menuju

nukleus hepatosit.

Karena ukuran lubang pada dinding nukleus lebih kecil dari partikel core, sebelum

masuk nukleus akan terjadi genome uncoating ( lepasnya HBcAg), dan selanjutnya

genom VHB yang masih berbentuk partially double stranded masuk ke dalam

nukleus (penetrasi genom ke dalam nukleus)

Selanjutnya partially double stranded DNA tersebut akan mengalami proses DNA

repair menjadi double stranded covalently close circle DNA (ccc DNA)

Transkripsi cccDNA menjadi pregenom RNA dan beberapa messenger RNA

(mRNA LHBs, mRNA MHBs dan mRNA SHBs )

Pregenom RNA dan messenger RNA akan keluar dari nukleus melalui nukleus

pore. Translasi pregenom RNA dan messenger RNA akan menghasilkan protein

core (HBcAg), HBeAg dan enzim polimerase, sedangkan translasi mRNA LHBs,

mRNA MHBs dan mRNA SHBs akan menghasilkan komponen protein HBsAg,

yaitu large protein (LHBs), middle protein (MHBs) dan small protein (SHBs).

Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi partikel core.

Proses ini disebut juga proses assembly dan terjadi di dalam sitoplasma.

Proses maturasi genom di dalam partikel core dengan bantuan enzim polymerase

berupa proses transkripsi balik pregenom RNA. Proses ini dimulai dengan proses

priming sintesis untai DNA (-) yang terjadi bersamaan dengan degradasi pregenom

RNA, dan akhirnya sintesa untai DNA (+)

Karena masa paruh hidup cccDNA di dalam nukleus hanya 2-3 hari, untuk

mempertahankan persistensi perlu suplai genom terus menerus. Suplai DNA

tersebut bisa berasal dari infeksi baru hepatosit oleh VHB atau proses re-entry

partikel core yang dihasilkan di dalam sitoplasma

Selanjutnya terjadi proses coating partikel core yang telah mengalami proses

maturasi genom oleh protein HBsAg. Proses coating tersebut terjadi di dalam

retikulum endoplasmik. Di samping itu di dalam retikulum endoplasmik juga

Page 8: Hepatitis C New (Repaired)

terjadi sintesa partikel VHB lainny partikel tubuler dan partikel sferik yang hanya

mengandung LHBs, MHBs, SHBs (tidak mengandung partikel core

Selanjutnya melalui apparatus Golgi disekresi partikel-partikel VHB yaitu partikel

Dane, partikel tubuler, dan partikel sferik. Hepatosit juga akan mensekresikan

HBeAg langsung ke dalam sirkulasi darah karena HBeAg bukan merupakan

bagian struktural partikel VHB

Gambar 1. Siklus replikasi virus hepatitis B

- Petanda serologi

Berikut ini adalah berbagai macam petanda serologik serta maknanya :

HBsAg ( Hepatitis B Surface Antigen)

Suatu protein yang merupakan selubung luar partikel VHB. HBsAg yang positif

menunjukkan bahwa pada saat itu yang bersangkutan mengidap infeksi VHB

Anti- HBs

Antibodi terhadap HBsAg. Antibodi ini baru muncul setelah HbsAg hilang. Anti-HBs

yang positif menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan telah kebal terhadap infeksi

VHB baik yang terjadi setelah suatu infeksi VHB alami atau setelah dilakukan imunisasi

Hepatitis B

Page 9: Hepatitis C New (Repaired)

HbcAg

Antigen inti Hepatitis B. Tidak ada tes yang dapat dipakai secara rutin.

Anti-HBc

Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini muncul pada semua kasus dengan infeksi

VHB pada saat ini(current infection) atau infeksi pada masa yang lalu (past infection).

Anti-HBc dapat muncul dalam bentuk IgM anti-HBc yang sering muncul pada Hepatitis B

akut.

HBeAg

Suatu protein nonstruktural dari VHB (bukan merupakan bagian dari VHB) yang

disekresikan ke dalam darah dan merupakan produk gen precore dan gen core. Didapatkan

pada fase awal Hepatitis Akut dan Kronik. Positifnya HBeAg merupakan petunjuk adanya

aktivitas replikasi VHB yang tinggi dari seorang individu HBsAg positif.

Anti-Hbe

Antibodi yang timbul terhadap HBeAg pada infeksi VHB tipe liar. Positifnya anti-HBe

menunjukkan bahwa VHB ada dalam fase nonreplikasi. Berbeda dengan anti-HBc atau

anti-HBs yang bertahan lama, anti-HBe biasanya hilang setelah beberapa bulan atau tahun.

DNA VHB

Positifnya DNA VHB dalam serum menunjukkan adanya partikel VHB yang utuh

(partikel Dane) dalam tubuh penderita. DNA VHB adalah petanda jumlah virus (viral

load) yang paling peka. Belakangan ini pengukuran DNA VHB secara kuantitatif

memegang peran yang sangat penting untuk menentukan tingkat replikasi VHB,

menentukan indikasi terapi antiviral dan menilai hasil terapi.

- Prognosis

Prognosis tergantung pada lamanya infeksi, luasnya kerusakan hati/kegagalan

hepatoseluler, dan timbulnya komplikasi lain. Tetapi umum nya Hepatitis B memiliki

prognosis yang lebih baik daripada hepatitis B, karena cronic carrier VHC > VHB.1,2

3. Hepatitis C virus (HCV)

- Epidemiologi

Infeksi virus hepatitis C (HCV) adalah suatu masalah kesehatan global. Diperkirakan

sekitar 170 juta orang di dunia telah terinfeksi secara kronik oleh HCV. Di indonesia

prevalensi infeksi virus hepatitis C ditemukan sangat bervariasi, mengingat geografis

yang sangat luas.1

- Virus hepatitis C

Page 10: Hepatitis C New (Repaired)

Genom virus hepatitis C

HCV adalah virus hepatitis yang mengandung RNA rantai tunggal yang dapat

diproses secara langsung untuk memproduksi protein-protein virus dikarenakan

HCV merupakan virus dengan RNA rantai positif.

Siklus hidup virus hepatitis C

Jika masuk ke dalam darah maka HCV akan segera mencari hepatosit (sel hati)

dan kemungkinan sel limfosit B. Hanya dalam sel hati HCV bisa berkembang

biak. Kehidupan HCV digambarkan secara alur skematis.

a. HCV masuk kedalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor permukaan

sel yang spesifik. Reseptor ini belum teridentifikasi secara jelas, namun

protein permukaan sel CD81 adalah suatu HCV binding protein yang

memainkan peranan dalam masuknya virus. Salah satu protein khusus virus

yang dikenal sebagai protein E2 menempel pada reseptor site di bagian luar

hepatosit.

b. Kemudian protein inti dari virus menembus dinding sel dengan suatu proses

kimiawi, dimana selaput lemak bergabung dengan dinding sel dan

selanjutnya dinding sel akan melingkupi dan menelan virus serta

memebawanya kedalam hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput virus

(nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah RNA virus yang

selanjutnya mengambil alih peran dari ribosom hepatosit dalam membuat

bahan-bahan untuk proses reproduksi.

c. Virus dapat membuat sel hati memperlakukan RNA virus seperti miliknya

sendiri. Selama proses ini virus menutup fungsi normal hepatosit atau

membuat lebih banyak lagi hepatosit yang terinfeksi. Virus lalu membajak

mekanisme sintesis protein hepatosit dalam memproduksi protein yang

dibutuhkan untuk berfungsi dan berkembang biak.

d. RNA virus dipergunakan sebagai cetakan (template) untuk produksi masal

poliprotein dengan proses translasi.

Page 11: Hepatitis C New (Repaired)

e. Poliprotein dipecah dalam unit-unit protein yang lebih kecil. Protein ini ada

dua jenis yaitu protein struktural dan regulatori. Protein regulatori memulai

sintesis kopi virus RNA asli.

f. Sekarang RNA virus mengkopi dirinya sendiri dalam jumlah besar untuk

menghasilkan bahan dalam membentuk virus baru. Hasil kopi ini adalah

bayangan cermin RNA orisinil dan dinamai RNA negatif. RNA negatif

bertindak sebagai cetakan untuk memproduksi serta RNA positif yang sangat

banyak yang merupakan kopi dari identik materi genetik virus.

g. Proses ini berlangsung terus dan memberikan kesempatan untuk terjadinya

mutasi genetik yang menghasilkan RNA untuk strain baru virus dan subtipe

virus hepatitis C. Setiap kopi virus baru akan berinteraksi dengan protein

struktural, yang kemudian akan membentuk nukleokapsid dan kemudian inti

virus baru. Amplop protein kemudian akan melapisi inti virus baru.

h. Virus dewasa kemudian dikeluarkan dari dalam hepatosit menuju ke

pembuluh darah menembus membran sel. Diperkirakan bajwa seorang

penderita dapat menghasilkan hingga 10 triliun virion perhari.

Gambar 2. Siklus replikasi virus hepatitis C

- Faktor resiko

Page 12: Hepatitis C New (Repaired)

Faktor-faktor yang terkait erat (kuat) dengan terjadinya infeksi virus HCV adalah

penggunaan narkoba suntik dan menerima transfusi darah sebelum tahun 1990.

Tingkat ekonomi yang rendah, prilaku seksual resiko tinggi, tingkat eduksi yang

rendah (kurang dari 12 tahun), bercerai atau hidup terpisah dengan pasangan resmi

diduga juga merupakan faktor resiko. Transmisi dari ibu ke anak bisa saja terjadi

tetapi lebih sering terkait dengan adanya ko-infeksi bersama HIV-1 yang alasannya

belum jelas. Transmisi nosokomial berupa penularan dari pasien ke pasien telah

dilaporkan terjadi pada pasien yang menjalani kolonoskopi, hemodialisis dan selama

pembedahan. Faktor-faktor resiko untuk hepatitis C kronik dapat dilihat pada tabel 3.

Dengan diperkenalkannya metode skrinning darah yang didasarkan pada deteksi

antibodi anti-HCV pada tahun 1990 dan tahun 1992, maka penularan HCV lewat

transfusi telah berkurang secara dramatis.

Meski prevalensi infeksi HCV diantara para pekerja kesehatan tidaklah tinggi

dibandingkan keseluruhan populasi, luka akibat tertusuk jarum dirumah sakit tetap

menghasilkan transmisi nosokomial virus. Tingkat transmisi setelah luka tertusuk jarum yang

telah diketahui mengandung darah yang terinfeksi HCV berkisar antara 0-10 % dalam

berbagai studi.

Faktor resiko Keterangan

IDU (intravenous drug use) Jalur penularan paling lazim di negara berkembang.

Penggunaan narkoba suntik bisa saja telah berhenti bertahun-

tahun sebelum terdiagnosis.

Penggunaan narkoba lain (mis.

Kokain hirup)

Jarang ditemukan sebagai jalur penularan

Transfusi darah dan produk

darah

Sering ditemukan pada mereka yang menerima transfusi

sebelum tahun 1990, tapi sudah jarang saat ini di negara

berkembang.

Narapidana Infeksi biasa ditemukan pada mereka yang dipenjara,

kemungkinan akibat penyalahgunaan obat yang menyebabkan

seseorang dipenjara atau penggunaan narkoba suntik dipenjara.

Terapi di RS Cara penularan yang sudah jarang ditemukan di negara

Page 13: Hepatitis C New (Repaired)

berkembang. Namun masih umum terjadi di negara kurang

berkembang. Prosedur medis tertentu (mis. Hemodialisis)

masih memiliki risiko penularan yang tinggi dan pengawasan

yang ketat diperlukan untuk mencegah terjadi penularannya.

Infeksi pada ibu hamil Risiko penularan ke anak < 5 %, kecuali bila ada ko-infeksi

dengan HIV.

Infeksi pada anggota keluarga Risiko penularan sangat rendah. Namun anggota keluarga

tidak boleh berbagi peralatan yang bisa terpapar darah seperti

alat cukur dan sikat gigi.

Tindik badan Risiko penularan sangat kecil.

Hubungan seksual Risiko penularan sangat kecil.

Tabel 2. Faktor-faktor resiko untuk infeksi HCV

- Perjalanan ilmiah

Masa inkubasi hepatitis C umunya sekitar 6-8 minggu (berkisar antara 2-26 minggu)

pada beberapa pasien yang menunjukkan gejala malaise dan jaundice dialami oleh

sekitar 20-40 % pasien. Peningkatan kadar enzim hati (SGPT > 5-15 kali rentang

normal) terjadi pada hampir semua pasien. Selama masa inkubasi ini, HCV RNA

pasien bisa positif dan meningkat hingga munculnya jaundice. Selain itu, bisa juga

muncul gejala-gejala fatigue, tidak napsu makan, mual dan nyeri abdomen kuadran

kanan atas.

Manifestasi klinis bisa saja muncul dalam waktu 7-8 minggu (dengan kisaran 2-26

minggu) setelah terpapar dengan HCV, namun sebagian besar penderita umunya tidak

menunjukkan gejala atau kalaupun ada hanya menunjukkan gejala yang ringan. Pada

kasus-kasus infeksi akut HCV yang ditemukan gejala-gejala yang dialami biasanya

jaundice, malaise, dan nausea. Infeksi berkembang menjadi kronik pada sebagian

besar penderita dan biasanya tidak menunjukkan gejala. Hal ini menyebabkan sangat

sulitnya menilai perjalanan ilmiah infeksi HCV.

terjadi pada pasien dengan sirosis yang berkembang pada 15-20 % pasien yang

terinfeksi.

Page 14: Hepatitis C New (Repaired)

- Prognosis

Prognosis tergantung pada lamanya infeksi, luasnya kerusakan hati/kegagalan

hepatoseluler, dan timbulnya komplikasi lain. Tetapi umum nya Hepatitis C memiliki

prognosis yang buruk daripada hepatitis B, karena cronic carrier VHC > VHB.

4. Hepatitis D virus (HVD)

- Epidemiologi dan transmisi

Hepatitis delta terdapat diseluruh dunia. Prevalensinya berbeda-beda pada tipa daerah.

Pada saat ini HVD jauh berkurang daripada HVB atau HVC. Diseluruh dunia

diperkirakan kira-kira 5 % dari seluruh pasien pembawa HbsAg dalam darahnya

mengandung HVDAg. Daerah yang mempunyai prevalensi tinggi antara lain,

mediterania, timur tengah, asia tengah, afrika barat, lembah amazon, dan pulau-pulau

pasifik selatan. Sebaliknya asia timur, taiwan, cina dan india dilaporkan prevalensinya

lebih rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan prevalensi HVD adalah

penurunan HVB pada populasi umum diseluruh dunia, penggunaan jarum suntik

sekali pakai yang semakin luas dan perbaikan faktor sosioekonomi. Transmisi virus

ini mirip dengan VHB yakni melalui kontak erat antar manusia atau permukosal,

perkutan parenteral dan perinatal walaupun jarang. Pada saat ini terjadi superinfeksi,

titer VHD serum akan mencapai, puncak 2-5 minggu setelah inokulasi yang akan

menurun setelah 1-2 minggu kemudian.

- Patogenesis

Mekanisme kerusajan sel-sel hati akibat VHD belum jelas benar. Masih diragukan,

bahwa VHD mempunyai kemampuan sitopatik langsung terhadap hepatosit. Replikasi

genom VHD justru dapat menghalangi pertumbuhan sel, karena proses replikasi VHD

memerlukan enzim yang diambil dari sel inang. Replikasi juga dipengaruhi antara

HDAg-S dan HDAg-L yang akan mengatur kecepatan replikasi dan pembentukan

virion baru. Diduga kerusakan hepatosit pada hepatitis D akut terjadi akibat jumlah

HDAg-S yang berlebihan didalam hepatosit. Sedangkan kerusakan hepatosit pada

hepatitis D kronik lebih disebabkan oleh reaksi imunologik baik humoral maupun

selular terhadap VHD. VHB juga berperan amat penting sebagai kofaktor yang dapat

menimbulkan kerusakan hepatosit lebih lanjut.

- Gambaran klinis

Page 15: Hepatitis C New (Repaired)

Infeksi VHD hanya terjadi bila bersama-sama dengan infeksi VHB. Gambaran klinis

secara umum dapat dibagi menjadi koinfeksi, superinfeksi, dan laten.

Disebut koinfeksi bila infeksi VHD terjadi bersama-sama secara simultan dengan

VHB, sedangkan superinfeksi bila infeksi VHD terjadi pada pasien infeksi kronik

VHB. Koinfeksi akan menimbulkan baik hepatitis aku B maupun hepatitis akut D.

Sebagian besar koinfeksi VHB dan VHD akan sembuh spontan. Kemungkinan

menjadi hepatitis D kronik kurang dari 5 %. Masa inkubasi hepatitis akut D sekitar 3-

7 minggu. Keluhan pada masa preikterik biasanya menjadi lemah, tak suka makan,

mual, keluhan-keluhan seperti flu. Pada saat itu ALT dan AST meningkat. Fase

ikterus ditandai dengan fese pucat, urine berwarna gelap dan bilirubin serum

meningkat. Keluhan kelemahan umum dan mual dapat bertahan lama bahkan pada

fase penyembuhan pada pasien-pasien yang sembuh spontan. Keluhan-keluhan lain

menghilang pada fase penyembuhan. Superinfeksi VHD pada hepatitis B kronik

biasanya akan menimbulkan hepatitis akut berat, dengan masa inkubasi pendek, dan

kira-kira 80 % pasien akan berlanjut menjadi hepatitis D kronik. Hepatitis D kronik

akibat superinfeksi biasanya berat, progresif dan biasanya berlanjut menjadi sirosis

hati. selama fase akut VHD, sintesis HBsAg dan DNA VHB akan terhambat sampai

infeksi VHD mereda.

Bentuk yang ketiga yakni infeksi laten, bila dijumpai ekspresi infeksi VHD di sel-sel

hati tanpa infeksi VHB dan tidak dijumpai kerusakan parenkim hati atau dijumpai

kerusakan yang sangat ringat. Infeksi laten biasanya ditemukan pada saat transplantasi

hati. Infeksi laten sering dianggap infeksi VHD yang bersifat otonom, tetapi

sebenarnya tidak tepat benar. Dengan pemeriksaan PCR yang sangat sensitif dapat

ditunjukkan bahwa terdapat infeksi VHD dengan sintesis HVDAg yang titernya

rendah dan infeksi VHB yang memproduksi HBsAg dengan titer yang juga rendah.

Survai epidemiologi di daerah endemik HVD tinggi kadang-kadang dapat

menemukan pasien yang mempunyai anti HVD positif tetapi HBsAg negatif,

transaminase normal dan petanda pernah terinfeksi VHB yang lain positif.

Keadaan seperti itu merupakan tanda infeksi VHD yang sudah mengalami resolusi

sehingga HBsAg sudah negatif sedangkan dalam serumnya masih mengandung

antigen VHD residual. Konsep yang menyebutkan bahwa transisi dari HVD akut

Page 16: Hepatitis C New (Repaired)

menjadi kronik sangat tergantung pada perjalanan klinik HVB memang terbukti dari

berbagai penelitian.1,3

- Diagnosis

Diagnosis HVD didasarkan pada sejumlah pemeriksaan. Hanya pasien yang

mengandung HBsAg dalam darahnya atau mempunyai riwayat pernah terinfeksi oleh

VHB dapat dicurigai menderita HVD. Anti HDV dapat diperiksa dengan metode

radioimmunoassay (RIA) atau enzyme immunoassay (EIA), sedangkan RNA HVD

dengan polimerase chain raection (PCR). Sebaliknya dipilih reverse transciption (RT-

PCR) karena metode ini sangat sensitif. Ketelitiannya sampai 10-100 kopi/ml.

Penelitian-penelitian selanjutnya membuktikan bahwa ketelitian RT-PCR mencapai hampir

100% untuk mengenali HVD, sehingga sangat berguna untuk menegakkan diagnosis maupun

keberhasilan terapi. Pada tabel dapat dilihat pemeriksaan serologik untuk HVD.

Antibodi HDAg positif berarti pernah terinfeksi

titer tinggi 1 : 1000 infeksi sedang berlangsung

Titer rendah post infeksi

Anti-HVD IgM

HDAg baik serum maupun sel hati

RNA HVD dengan metode PCR atau RT-PCR

Tabel 3. Tes diagnosis serologik untuk HVD

Pada koinfeksi HVD dan HVB akut, akan didapatkan pemeriksaan serologis sebagai

berikut :1

Pada masa inkubasi, dapat dijumpai HBsAg, HBeAg dan DNA HVB, IgM ati

HVD, RNA HVD, HDAg.

Anti HBc akan terdeteksi bila penyakit berlanjut.

Anti HVD terdeteksi pada akhir masa akut dan kemudian akan menurun titernya

setelah penyakit membaik.

Page 17: Hepatitis C New (Repaired)

Semua petanda replikasi virus baik B maupun D akan menghilang pada saat

memasuki masa penyembuhan.

Sedangkan IgG maupun IgM anti HVD dapat bertahan sampai beberapa bulan

bahkan beberapa tahun setelah sembuh.

Superinfeksi VHD HBV, memberikan tanda sebagai berikut :

Didapatkan tanda viremia HVD yakni RNA VHD dan HVDAg selama fase

preakut.

Selama fase akut didapatkan IgM anti-HVD dan IgG anti-HVD dalam titer tinggi

dan keduanya dapat bertahan seterusnya pada infeksi persisten. Kejadian seperti ini

dapat diartikan progesivitas penyakit menjadi kronik dan sirosis hati.

Bila HVDAg terdeteksi di serum, titer HBsAg akan menurun.

Viremia dapat dihubungkan dengan aktivitas penyakit.

5. Hepatitis E virus (HEV)

- Etiologi

Virus hepatitis E (HEV) adalah suatu virus positive sense RNA berukuran 29-34 nm,

bentuk sferis yang kecil tanpa selubung, hampir menyerupai hepatitis virus A (HAV)

dengan 7600 nukleotida single strained. Virus hepatitis E ini termasuk dalam famili

hepeviridae genus hepevirus. Infeksi HEV utamanya disebabkan virus hepatitis E

genotip 1 pada negara-negara berkembang, sedangkan pada negara-negara maju,

disebabkan genotip 3 atau 4. Penyebaran virus ini masih belum jelas, tetapi di duga

disebarkan oleh unggas, babi, atau binatang buas/liar dan binatang peliharaan juga

dapat mengidap virus ini. Penyebaran klinis dapat karena mengkonsumsi hati babi

yang belum matang ataupun air yang terkontaminasi oleh virus.1-3

- Epidemiologi

Hepatitis E sering menyebabkan hepatitis akut epidemik dengan negara-negara

berkembang sanitasi yang kurang optimal atau buruk. Penyakit ini paling sering

terjadi di daerah tropis dan subtropis yaitu negara-negara di Asia, Afrika, dan

Amerika tengah. Jarang ditemukan di negara beriklim sedang seperti Amerika Serikat,

tetapi dapat dipertimbangkan pada seseorang yang habis melakukan perjalanan ke

Page 18: Hepatitis C New (Repaired)

daerah endemik hepatitis E. Penyakit ini merupakan penyakit yang sembuh tanpa

pengobatan. Tidak ada manifestasi karier atau kronik, dengan angka mortalitas yang

tinggi. Case fatality rate (CFR) adalah 1-3 % dan akan meningkat apabila diderita

pada saat kehamilan khususnya pada trimester ketiga, yaitu 15-25 %, dan adanya

penyakit yang mendasari seperti penyakit hati kronis. Anak dan dewasa muda lebih

peka sehingga angka kejadian pada dewasa muda paling tinggi.1

- Patogenesis

Pada keadaan biasa, tak satupun dari virus hepatitis bersifat sitopatik langsung

terhadap hepatosit, tetapi merupakan respon imunologik dari host. Lesi morfologik

dari semua yipe hepatitis sama, terdiri dari infiltrasi sel PMN pan lobuler, terjadi

neksrosis sel hati, hiperplasia dari sel-sel kupffer dan membentuk derajat kolestasis

yang berbeda-beda. Regenerasi sel hati terjadi, dibuktikan dengan adanya gambaran

mitotik, sel-sel multinuklear dan pembentukan rosette atau pseudoasinar. Infiltrasi

mononuklear terjadi terutama oleh limfosit kecil, walaupun sel plasma dan eosinofil

juga seringkali tampak. Kerusakan sel hati terdiri dari degenerasi dan nekrosis sel

hati, sel dropout, ballooning (pembentukan sel balon) dan degenerasi asidofilik dari

hepatosit (membentuk councilman bodies).3,4

- Gejala klinis

Virus hepatitis E mempunyai masa inkubasi 15-60 hari (rata-rata 40 hari) dan virus

hepatitis E dapat dideteksi dari kotoran, empedu dan hati yang diekskresikan dalam

kotoran selama periode akhir dari masa inkubasi. Anak-anak dan dewasa muda

mengalami ikterik dan hepatitis subklinis atau yang tidak tampak. Tanpa

memperhitungkan etiologi, keadaan hepatitis virus akut dibagi dalam stadium klinis,

yaitu fase prodromal, fase ikterik dan fase konvalesens.1

Fase prodromal

Fase ini disebut juga fase preikterik yang terjadi 1-10 hari. Selama fase ini,

kebanyakan penderita mengalami sejumlah keluhan konstitusional yang non

spesifik seperti malaise, kelelahan, demam, dan gejala gangguan gastrointestinal

seperti diare, nausea, dan muntah. Sindrom ini menyerupai serum sickness,

seperti kulit kemerahan, artralgia, sakit kepala bisa terjadi selama periode ini.

Fase ikterik

Page 19: Hepatitis C New (Repaired)

Fase ikterik umunya terjadi peningkatan kadar bilirubin dan enzim transaminase.

Urin berwarna gelap (bilirubinuria) biasanya terlihat dalam beberapa hari

sebelum awitan ikterik. Gejala konstitusional dan demam akan membaik setelah

muncul ikterik. Hepatitis tanpa ikterik/anikterik paling sering terjadi pada semua

hepatitis virus. Pada pemeriksaan fisis didapatkan hepar yang teraba dengan

konsistensi agak kenyal, sedangkan lien sering tidak teraba. Fase ikterik

berlangsung sekitar 12-15 hari dan akan kembali normal setelah 1 bulan.

Fase konvalesens

Selama fase konvalesens, penurunan berat badan segera terkoreksi, tetapi

kelelahan akan terus terjadi selama beberapa bulan. Hepatitis kolestasis dengan

kadar bilirubin serum yang tinggi dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien.

Defisiensi G6PD memiliki kaitan erat dengan ikterik berat pada hepatitis virus

akut akibat hemodialisis.

- Pemeriksaan laboratorium

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratoris, yaotu meliputi

pemeriksaan serum transaminase, bilirubin, serologis dengan metode ELISA seperti

antibodi HEV, IgG dan IgM anti HEV dan PCR serum dan kotoran untuk mendeteksi

hepatitis E RNA serta “immunofluorescent antibody blocking assays” untuk

mendeteksi antibodi terhadap antigen HEV diserum dan sel hati. serum transaminase

(AST dan ALT) menunjukkan peningkatan pada fase prodromal begitu juga bilirubin.

Namun demikian, kadar akut dari enzim ini tidak terkait dengan kerusakan sel hati.

kadar puncak bervariasi, mulai dari 400 sampai 4000 IU atau lebih, kadar ini biasanya

dicapai pada waktu terjadinya ikterus secara klinis dan akan berkurang secara

progresif selama fase pemulihan akut. Sekitar 80 % akan positif untuk IgM anti-HEV

dan kadarnya masih akan terdeteksi selama 6-7 minggu. Durasi IgG anti HEV yang

terdeteksi dapat berkisar kurang dari setahun sampai lebih dari 14 tahun. IgM anti-

HEV merupakan penanda yang sensitif dan dapat diandalkan sampai saat ini.1,4

- Diagnosis

Diagnosis hepatitis E berdasarkan gejala klinis, menunjukkan gejala hepatitis akut dan

adanya riwayat sehabis mengadakan perjalanan ke daerah endemis, terutama jika tes

Page 20: Hepatitis C New (Repaired)

untuk bentuk hepatitis lainnya tidak reaktif serta pemeriksaan laboratoris terhadap

serologis dengan metode ELISA seperti anti-HEV, IgG dan IgM anti-HEV dan PCR

serum dan kotoran untuk mendeteksi HEV RNA serta immunofluorescent antibody

blocking assays untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen HEV diserum dan sel

hati. Karena Indonesia merupakan salah satu tempat endemis, maka penting di

lakukan pemeriksaan serologis.1

6. Komplikasi

Tidak semua penderita hepatitis virus akan mengalami perjalan penyakit yang lengkap.

Sejumlah kecil pasien memperlihatkan kemunduran klinis yang cepat setelah awitan

ikterus akibat hepatitis fulminan dan nekrosis hati masif. Hepatitis fulminan ditandai

dengan gejala dan tanda gagal hati akut, penciutan hati, kadar bilirubin serum meningkat

cepat, pemanjangan waktu protrombin yang sangat nyata, dan koma hepatikum.

Prognosis adalah kematian pada 60-80% pasien ini. Kematian dapat terjadi dalam

beberapa hari pada sebagian kasus dan yang lain dapat bertahan selama beberapa minggu

bila kerusakan tidak begitu parah. HBV merupakan penyebab 50% kasus hepatitis

fulminan, dan sering disertai oleh infeksi HDV. Agen delta (HDV) dapat menyebabkan

hepatitis bila terdapat dalam tubuh dengan HBsAg. Hepatitis fulminan jarang menjadi

komplikasi HCV dan kadang disertai oleh HAV.

Komplikasi tersering hepatitis virus adalah perjalanan klinis yang lebih lama hingga

berkisar dari 2 sampai 8 bulan. Keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronis persisten dan

terjadi pada 5-10% pasien. Walaupun pemulihan terlambat, penderita hepatitis kronis

persisten hampir selalu sembuh.

Sekitar 5-10% pasien hepatitis virus mengalami kekambuhan setelah sembuh dari

serangan awal. Hal ini biasanya berkaitan dengan individu berada dalam resiko tinggi

(misal, penyalahgunaan zat dan penderita karier). Kekambuhan ikterus biasanya tidak

terlalu nyata dan uji fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalam derajat yang sama

seperti serangan awal. Tirah baring biasanya akan segera diikuti kesembuhan.

Setelah hepatitis virus akut, sejumlah kecil pasien akan mengalami hepatitis agresif atau

kronis aktif bila terjadi kerusakan hati seperti digerogoti (piece meal) dan terjadi sirosis.

Kondisi ini dibedakan dari hepatitis kronis persisten melalui pemeriksaan biopsi hati.

Terapi kortikosteroid dapat memperlambat perluasan cedera hati, namun prognosisnya

tetap buruk. Kematian terjadi biasanya dalam 5 tahun pada lebih dari separuh pasien-

Page 21: Hepatitis C New (Repaired)

pasien ini akibat gagal hati atau komplikasi sirosis. Hepatitis kronis aktif dapat

berkembang pada hampir 50% penderita HCV sedangkan proporsi pada penderita HBV

jauh lebih kecil yang mengalami komplikasi ini setelah pengobatan berhasil dilakukan.

Sebaliknya hepatitis kronis, tidak timbul sebagai komplikasi HAV atau HEV. Tidak

semua kasus hepatitis kronis aktif terjadi setelah hepatitis virus akut. Obat-obatan dapat

turut berperan dalam patogenesis kelainan ini termasuk alfa-metildopa (aldomet),

isoniazid, sulfonamid dan aspirin.

Yang terakhir komplikasi lanjut hepatitis yang cukup bermakna adalah berkembangnya

karsinoma hepatoseluler primer. Kendati jarang di Amerika Serikat, kanker hati primer

dapat sering terjadi di negara-negara berkembang. Dua faktor penyebab utama adalah

infeksi HBV kronis dan sirosis terkait.1,3

7. Pengobatan

Pada dasarnya penatalaksanaan infeksi virus hepatitis yaitu bersifat suportif, tidak ada

yang spesifik seperti tirah baring. Terutama pada fase awal dari penyakitnya dan dalam

keadaan penderita merasa lemah. Diet makanan tinggi protein dan karbohidrat, rendah

lemak untuk pasien yang dengan anoreksia dan nausea. Apabila simptomatik, pemberian

obat-obatan terutama untuk mengurangi keluhan, misalnya tablet antipiretik parasetamol

untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan food suplement. Dan perawatan

dirumah sakit. Terutama pada pasien dengan sakit berat, muntah yang terus menerus

sehingga memerlukan pemberian cairan parenteral dan pengawasan terhadap

kemungkinan timbul jenis hepatitis fulminant.5

- Interferon α (IFN-α)

Pengobatan interferon biasanya berhubungan dengan efek samping seperti flu-like

symptoms, neutropenia, trombositopenia, yang biasanya masih dapat ditoleransi,

namun kadang-kadang perlu dilakukan modifikasi dosis. Tetapi interferon yang

menginduksi hepatitis flare dapat menyebabkan dekompensasi pada pasien sirosis hati

dan dapat berbahaya bagi pasien dengan dekompensasi hati. lama interferon standar

adalah 4-6 bulan.1,5

- Lamivudine

Lamivudine efektif untuk supresi HBV DNA, normalisasi SGPT, dan perbaikan

secara histologi baik pada HBeAg positif dan HBeAg negatif/HBV DNA positif.

Page 22: Hepatitis C New (Repaired)

Lamivudine ditoleransi dengan baik dengan angka kejadian efek samping yang

diabaikan. Lamivudine aman digunakan bahkan pada sirosis dekompensasi.1,5

- Adefovir dipivoxil

Efektivitas adefovir dipivoxl dapat dipakai pada pasien baru hepatitis B dengan

replikasi virus yang aktif, pada pasien yang gagal dengan lamivudine, pasien pasca

transplantasi hati hingga pasien dengan dekompensasi hati maupun yang dengan

koinfeksi HIV. Adefovir difosfat bekerja menghambat HBV polymerase dengan

berkompentisi langsung dengan substrat endogen deoksiadenosin trifosfat dan setelah

berintegrasi dengan HBV DNA sehingga pembentukan rantai DNA virus hepatitis

terhenti.

Adefovir efektif dan aman, tidak adanya potensi adefovir menjadi resisten disebabkan

karena eratnya hubungan struktual dengan substrat alami sehingga membatasi potensi

untuk menjadi stric hindrance yang merupakan mekanisme terjadinya resistensi.

Penggunaan adefovir dapat dipertimbangkan sebagai pilihan pertama untuk

pengobatan hepatitis B baik yang baru maupun yang sudah resisten terhadap

lamivudine. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan adefovir adalah 10 mg per hari.

Efek samping adefovir jika digunakan dengan dosis tinggi dapat menyebabkan gagal

ginjal.1

- Entecavir

Entecavir adalah nukleosida analog yang mempunyai efek kuat untuk anti virus

hepatitis B. Entecavir dapat digunakan untuk terapi hepatitis B kronik peningkatan

pada orang dewasa yang dengan replikasi virus aktif.

Dosis yang dianjurkan adalah 0,5 mg/hari untuk pasien hepatitis B kronik. Untuk

pasien yang resisten lamivudine ditinggikan menjadi 1 mg/hari. Gejala samping

jarang ditemukan dan yang dapat terjadi adalah sakit kepala, mual, diare.1

- Pegylated interferon α-2a

Pegylated interferon α-2a adalah interferon α-2a yang dipegilasi. Implikasinya adalah:

Interferon alfa berada dalam sirkulasi darah lebih lama

Page 23: Hepatitis C New (Repaired)

Konsentrasi obat dalam plasma tetap bertahan sepanjang interval dosis (satu

minggu penuh)

Besarnya variasi dalam serum sangat kecil sehingga menghasilkan profil

tolerabilitas yang lebih baik dibandingkan interferon α konvensional.

Pegylated interferon α-2a memiliki mekanisme kerja ganda yang unik sebagai

imunomodulator dan antivirus. Sebagai imunomodulator, Pegylated interferon α-2a

akan mengaktivasi makrofag, sel natural killer, dan limfosit T sitotoksik serta

memodulasi pembentukan antibodi yang akan meningkatkan respon imun host untuk

melawan virus hepatitis B.1,5

- Telbivudine

Telbivudine adalah thymidine nukleoside analogue sintetik yang bekerja dengan

menghambat HBV DNA polymerase dengan cara berkompetisi dengan substrate

thymidine 5’-trifosfat. Ikatan telbivudine-5’-trifosfat terhadap virus menyebabkan

pemutusan rantai DNA sehingga menghambat replikasi HBV.1

- Ribavirin

Ribavirin adalah suatu analog nukleosida yang memiliki aktivitas antivirus

berspektrum luas dan dapat dipakai untuk melawan virus RNA maupun DNA,

termasuk virus kelompok flaviviridae.

Apabila dipakai secara tunggal untuk pasien hepatitis C kronis, mekipun dapat

memperbaiki hasil pemeriksaan fungsi hati, ribavirin tidak memberikan hasil terapi

yang memuaskan dan bahkan tidak memperlihatkan efek antivirus sama sekali. Akan

tetapi ribavirin dikombinasikan dengan interferon, kedua obat ini bekerja secara

sinergis dan secara nyata lebih efektif dibanding dosis tunggal.1,5

8. Pencegahan

Pengobatan lebih ditekankan pada pencegahan melalui imunisasi karena keterbatasan

pengobatan hepatitis virus. Kini tersedia imunisasi pasif dan aktif untuk HAV maupun

HBV. CDC (2000) telah menerbitkan rekomendasi unutk praktik pemberian imunisasi

sebelum dan sesudah pajanan virus.

Page 24: Hepatitis C New (Repaired)

Pada bulan Februari 1995, vaksin pertama untuk HAV disetujui untuk dilisensikan oleh

FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat. Vaksin diberi dengan

rekomendasi untuk jadwal pemberian dua dosis bagi orang dewasa berumur 18 tahun dan

yang lebih tua, dan dosis kedua diberikan 6-12 bulan setelah dosis pertama. anak berusia

lebih dari 2 tahun dan remaja diberi tiga dosis, dosis kedua diberikan satu bulan setelah

dosis pertama, dan dosis ketiga diberikan 6-12 bulan berikutnya. Anak berusia kurang

dari 2 tahun tidak divaksinasi. Cara pemberian adalah suntikan intramuskular (IM) dalam

otot deltoideus.

Imunoglobulin (IG), dahulu disebut globulin serum imun, diberikan sebagai

perlindungan sebelum atau sesudah terpajan HAV. Semua sediaan IG mengandung anti-

HAV. Profilaksis sebelum pajanan dianjurkan untuk wisatawan mancanegara yang akan

berkunjung ke negara-negara endemis HAV. Bila kunjungan berlangsung kurang dari 3

bulan, maka diberikan dosis tunggal IG (0,2 ml/kgBB) secara IM, bila kunjungan

diperkirakan lebih lama, berikan 0,06 ml/kgBB setiap 4-6 bulan.

Pemberian IG pasca pajanan bersifat efektif dalam mencegah dan mengurangi keparahan

infeksi HAV. Dosis 0,02 ml/kg diberikan sesegera mungkin atau dalam waktu 2 minggu

setelah pajanan. Inokulasi dengan IG diindikasikan bagi anggota keluarga yang tinggal

serumah, staf pusat penitipan anak, pekerja dipanti asuhan, dan wisatawan ke negara

berkembang dan tropis.

Kini tersedia imunoglobulin HBV titer tinggi (HBIG) dan vaksin untuk mencegah dan

mengobati HBV. Pemberian profilaksis sebelum pajanan dianjurkan bagi individu yang

berisiko menderita HBV, yang meliputi :

- Pekerja layanan kesehatan

- Klien dan staf lembaga cacat mental

- Pasien hemodialisis

- Pria homoseksual yang aktif secara seksual

- Pemakai obat intravena

- Penerima produk darah secara kronis

- Kontak serumah atau berhubungan seksual dengan penderita karier HBsAg

Page 25: Hepatitis C New (Repaired)

- Heteroseksual yang aktif secara seksual dengan banyak pasangan

- Wisatawan mancanegara ke derah endemis HBV

- Pengungsi dari daerah endemis HBV

Vaksin HBV asli ditahun 1982 yang berasal dari karier HBV, kini telah digantikan

dengan vaksin muktahir hasil rekayasa genetika dari DNA rekombinan. Vaksin ini

mengandung partikel-partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga suntikan secara serial

akan menghasilkan antibodi terhadap HBsAg pada 95% kasus yang telah vaksinasi,

namun tidak berefek pada individu karier.

HBIG merupakan obat terpilih untuk profilaksis pascapajanan jangka pendek. Pemberian

vaksin HBV dapat dilakukan bersamaan untuk mendapatkan imunitas jangka panjang,

bergantung pada situasi pajanan. CDC merekomendasikan pemberian HBIG dan HBV

dalam 12 jam setelah lahir pada bayi yang lahir ibu dengan HBsAg positif. Lebih jauh,

mereka menganjurkan uji rutin HBsAg pranatal pada semua wanita hamil di masa yang

akan datang, karena kehamilan akan menyebabkan penyakit berat pada ibu dan infeksi

kronik pada neonatus. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg-positif dan HBeAg-positif

berisiko sebesar 70-90% untuk terinfeksi HBV, 80-90% bayi yang terinfeksi akan

menjadi karier HBV kronis, dan lebih dari 25% dari penderita karier ini akan meinggal

akibat karsinoma hepatoseluler primer dan sirosis hati.

HBIG (0,06 ml/kg) adalah pengobatan terpilih untuk mencegah infeksi HBV setelah

suntikan perkutan (jarum suntik) atau mukosa terpajan darah HBsAg positif. Vaksin

HBV harus segera diberikan dalam waktu 7-14 hari bila individu yang terpajan belum

divaksinasi. Individu terpajan yang telah divaksinasi harus menjalani pengukuran kadar

antibodi anti-HBs, kemudian tidak membutuhkan pengobatan. Bila kadar antibodi anti-

HBs tidak mencukupi, maka perlu diberikan dosis booster vaksin.

Petugas yang terlibat dalam kontak resiko-tinggi (misal, pada hemodialisis, transfusi

tukar, dan terapi parenteral) perlu sangat berhati-hati dalam menangani peralatan dan

menghindari suntikan jarum.

Tindakan dalam masyarakat yang penting untuk mencegah hepatitis mencakup

penyediaan makanan dan air bersih yang aman, serta sistem pembuangan sampah yang

efektif. Penting untuk memperhatikan higiene umum, mencuci tangan, serta membuang

urine dan feses pasien terinfeksi secara aman. Pemakaian kateter, jarum suntik, dan spuit

Page 26: Hepatitis C New (Repaired)

sekali pakai, akan menghilangkan sumber infeksi yang penting. Semua donor darah perlu

disaring terhadap HAV, HBV, dan HCV sebelum diterima menjadi panel donor.4

9. Perbedaan antara hepatitis A hingga E *terlampir

B. Abses hati

1. Abses hati piogenik

Abses hati piogenik dulu lebih banyak terjadi melalui infeksi porta, terutama pada anak

muda dan sekunder terhadap peradangan apendisitis. Tetapi sekarang abses hati piogenik

sering terjadi sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran empedu.

Terutama pada kelompok usia lanjut, keadaan ini meningkat. Disamping itu peningkatan

ini disebabkan imunosupresi, pemakaian kemoterapi intensif sehingga mempermudah

infeksi oleh organisme oportunistik. Diagnosis dini dapat menggunakan ultrasonografi,

scanning atau kolangiografi.1

- Etiologi dan patogenesis

Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari vena porta yaitu

infeksi pelvis atau gastro intestinal, bisa menyebabkan pileflebitis porta atau emboli

septik saluran empedu yang merupakan sumber infeksi yang tersering.

Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga

batu empedu, kanker, striktur saluran empedu atau pun anomali saluran empedu

kongenital. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti

abses perinefrik, kecelakaan lalu lintas. Septikemia atau bakterimia akibat infeksi

ditempat lain dan kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada

orang lanjut usia.1

- Bakteriologi

Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak

adalah E. Coli. Disamping itu penyebabnya S. Faecalis, P. Vulgaris dan Salmonella

typhi. Dapat bula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria, aktinomises, dan

streptokokus anaerob. Untuk penetapan kuman penyebab perlu dilakukan biakan

darah, pus empedu dan swab secara aerob maupun anaerob.1,2

Page 27: Hepatitis C New (Repaired)

- Patologi

Abses hati piogenik dapat mengenai kedua lobus hati pada 53,2 % lobus kanan saja

41,8 %, dan sedang lobus kiri saja hanya 4,8 %. Abses hati umunya multiple. Selain

pembentukan abses dapat terjadi peradangan perihepatitis atau perlengketan. Jika

disertai pieflebitis, vena porta dan cabangnya dapat mengandung pus dan bekuan

darah. Bila penyebaran melalui duktus biliaris akam terdapat beberapa fokus yang

berhubungan dengan sistem bilier. Secara histologi didapatkan nekrosis sentral,

dikelilingi infiltrasi leukosit dan limfosit yang masif. Sebelah luarnya terdapat

proliferasi fibroplastik yang membentuk dinding jaringan ikat.3,4

- Gambaran klinis

Gambaran klinik abses hati piogenik menunjukkan menifestasi sistemik yang lebih berat dari

abses hati amuba. Terutama demam yang dapat intermiten, remiten atau kontinyu yang

disertai menggigil. Keluhan lain dapat berupa sakit perut, mual dan muntah, lesu dan berat

badan yang menurun. Dapat juga disertai batuk, sesak nafas serta nyeri pleura.

Keluhan %

Demam 79-98

Nyeri 51-90

Menggigil 30-77

Mual/muntah 15-70

Berat badan menurun 25-69

Anoreksia 26-65

Malaise 20-34

Hepatomegali 39-89

Nyeri tekan perut kanan 42-91

Ikterus 22-52

Kelainan paru 21-37

Page 28: Hepatitis C New (Repaired)

Tabel 4. Gejala klinis

- Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan pasien yang septik disertai nyeri

perut kanan atas dan hepatomegali yang nyeri tekan. Kadang-kadang disertai ikterus

karena adanya penyakit bilier seperti kolangitis.

Pada pemeriksaan laboratorium mungkin didapatkan leukositosis dengan

pergeseran ke kiri, anemia, gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin atau

fosfatase alkali. Pemeriksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak ditemukan

kuman. Kuman yang sering adalah kuman gram negatif seperti Proteus vulgaris,

Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman anaerob

Microaerofilic sp, Streptococcus sp, Bacteroides sp atau Fusobacterium sp. Pada

pemeriksan foto polos abdomen, kadang-kadang didapatkan gas atau cairan

subdiafragma kanan.

Pemeriksaan ultrasonografi, radionuclide scanning, CT scan dan MRI

mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. Sekarang dapat dikatakan bahwa pemeriksaan

CT dan MRI merupakan baku emas. Pemeriksaan ini sangat penting dalam

pengelolaan abses hati terutama diagnosis dini, dan dapat menetapkan lokasi abses

lebih akurat terutama untuk drainase perkuatan atau tindakan bedah. Ultrasonografi

merupakan alat diagnosis yang berharga karena cepat, non-invasif, biaya relatif

murah, dan tidak ada radiasi.1

- Pengobatan

Pencegahan merupakan cara yang efektif untuk mengurangi mortalitas abses

piogenik. Misalnya pemberian. Misalnya pemberian antibiotik pada sepsis intra-

abdominal, dekompresi pada obstruksi bilier yang disebabkan oleh batu atau tumor.

Pengobatan yang defenitif dapat mencegah mortalitas sampai nol persen. Pengobatan

tersebut antara lain berupa antibiotik, drainase abses yang adekuat dan secara

bersamaan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang berasal dari saluran

cerna. Antibiotik yang digunakan adalah penisilin atau sefalosporinuntuk kokus gram

positif dan untuk kuman gram negatif yang sensitif, metronidazol, klindamisin, atau

kloramfenikol untuk anaerob seperti B. Fragilis dan aminoglikosida untuk kuman

Page 29: Hepatitis C New (Repaired)

gram negatif yang resisten. Disamping itu masih banyak yang dapat digunakan seperti

ampicilin-sulbaktam, atau kombinasi klindamisin-metronidazol, aminoglikosida dan

siklosporin. Pemberian antibiotika secara intravena sampai 3 gr/hari selama tiga

minggu diikuti pemberian oral selama satu sampai dua bulan. Pengobatan pilihan

untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase terbuka terutama pada kasus yang

gagal dengan pengobatan konservatif.1,5

- Prognosis

Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang akurat dengan

ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur anaerob, pemberian

antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan tau drainase secara bedah. Faktir utama

yang menentukan mortilitas antara lain umur, jumlah abses, adanya komplikasi serta

bakterimia polimikrobial dan gangguan fungsi hati seperti ikterus atau

hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir dengan mortalitas pada keadaan sepsis

abses subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga peritonium, ke paru,

kegagalan hati, hemobilia, dan pendarahan ke dalam abses hati. penyakit penyerta

yang menyebabkan mortalitas tinggi adalah diabetes melitus, penyakit polikistik dan

sirosis hati.1

2. Amubiasis hati

Amubiasis hati masih merupakan masalah kesehatan dan sosial di daerah Asia tenggara,

Afrika dan Amerika latin. Terutama di daerah yang banyak di temukan strain virulen

Entamoeba histolytica dan dimana keadaan sanitasi buruk, status sosial-ekonomi yang

rendah serta status gizi yang kurang baik.

- Epidemiologi

Hampir 10 % penduduk dunia, terutama negara berkembang yang terinfeksi E.

histolytica, tetapi hanya sepersepuluhnya yang memperlihatkan gejala. Insidens

amubiasis hati di rumah sakit berkisar 0,17 % sedangkan di berbagai rumah sakit

Indonesia berkisar antara 5-15 % pasien per tahun.

Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik, wisatawan ke

daerah endemik atau para homoseksual. Penelitian epidemiologi di Indonesia

menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 3 : 1 sampai 22 : 1, tang

tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya melalui jalur oral-fecal dan

Page 30: Hepatitis C New (Repaired)

dapat juga oral-anal-fecal. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria

dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar

antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak.1-4

- Etiologi

Bakteri E. histolytica adalah bakteri yang patogen. Hanya sebagian kecil individu

yang terinfeksi E. histolytica yang memberi gejala amubiasis invasif, sehingga ada

dua jenis E. histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi

berbagai strain E. histolytica ini berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi hati.

siklus hidup E. histolytica dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu trofozoit dan kista.

Trofozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup komensal dalam usus, dapat

bermultipikasi dengan cara membelah diri menjadi dua atau menjadi kista. Tumbuh

dalam keadaan anaerob dan hanya perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat

gizinya. Trofozoit ini tidak penting dalam penularan dan mati karena terpajan

hidroklorida atau enzim pencernaan. Jika terjadi diare, trofozoit dengan ukuran 10-20

um yang berpseudopodia yang keluar, sampai yang ukuran 50 um. Bila tidak diare,

trofozoit akan membentuk kista sebelum keluar ke tinja.

Kista berinti empat setelah melakukan dua kali pembelahan dan berperan dalam

penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan, tahan asam lambung dan

enzim pencernaan. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding kaku.

Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan makanan atau

perubahan osmolaritas media.1

- Patogenesis

Pastogenesis amubiasis hati belum dapat diketahui dengan pasti. Secara singkat dapat

dikemukakan dua mekanisme, yaitu E. histolytica ada yang patogen dan non-patogen

dan secara genetik E. histolytica dapat menyebabkan invasi tetapi bergantung pada

interaksi yang kompleks antara parasit dan lingkungan saluran cerna terutama flora

bakteri.

Mekanisme amubiasis hati, dimulai dengan penempelan E. histolytica pada mukosa

usus, perusakan sawar intestinal, lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya

supresi respon imun seluler yang disebabkan enzim atau toksin parasit juga. Juga

Page 31: Hepatitis C New (Repaired)

karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dan penyebaran amuba ke hati.

Penyebaran amuba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Di hati, terjadi

fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi

granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti jaringan nekrotik.

Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Amubiasis hati ini

dapat terjadi berbulan-bulan atau tahunan setelah amubiasis intestinal dan sekitar 50%

amubiasis hati terjadi tanpa riwayat disentri amubiasis.1,3,4

- Patologi

Besarnya abses hati amuba bervariasi dari yang kecil sampai besar (lima liter) yang

isinya berupa bahan nekrotik seperti keju berwarna merah kecoklatan, kehijauan,

kekuningan atau keabuan. Jumlah abses dapat tunggal atau multiple, tetapi pada

umunya tunggal.

Secara mikroskopik dibagian tengah didapatkan bahan nekrotikdan fibrin, sedangkan

di perifer nampak bentuk amuboid dengan sitoplasma bergranul serta inti yang kecil.

Jaringan sekitarnya edematosa dengan infiltrasi limfosit dan proliferasi ringan sel

kupffer, serta tidak didapatkan sel polimorfo-nuklear. Lesi amubiasis hati tidak

disertai pembentukan jaringan parut karena tidak terbentukan jaringan fibrosis.

- Gambaran klinis

Gejala klinis yang klasik pada amubiasis hati dapat berupa demam, nyeri perut kanan

atas, hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai gejala

komplikasi. Kadang-kadang gejalanya tidak khas dan timbul pelan-pelan. Gejala

klinis yang digambarkan ada pada tabel.1

Gejala %

Demam 86,9-98,7

Nyeri perut kanan atas 86,9-100

Anoreksia 82,9-93,5

Nausea 60,5-91,6

Vomitus 8,3-22,5

Page 32: Hepatitis C New (Repaired)

Berat badan menurun 35,2-67,5

Batuk 8,3-45,1

Pembengkakan perut kanan atas 41,9-100

Ikterus 9,6-21,7

Buang air besar berdarah 4,3-8,3

Tabel 5. Gejala amubiasis hati

- Pemeriksaan

Laboratorium

Pemeriksaan hematologi pada amubiasis hati didapatkan hemoglobin 10,4-11,3g

% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan

albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%,

fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L.

Jadi kelainan laboratorium yang didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia

ringan sampai sedang, leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal

hati didapatkan ringan sampai sedang.1

Pemeriksaan penunjang

a. Foto dada : kelainan foto dada pada amubiasis hati dapat berupa peninggian

kubah diafragma kanan berkurangnya pergerakan diafragma efusi pleura

kolaps paru dan abses paru.

b. Foto polos abdomen : kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak.

Mungkin berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas

diatas hati. Jarang didapatkan air fluid level yang jelas, dan ultrasonografi

untuk mendeteksi amubiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT scan atau

MRI. Sensitivitasnya dalam diagnosis amubiasis hati 85-90 %. USG dapat

nendeteksi kelainan sebesar 2 cm disamping melihat kelainan traktus bilier dan

diafragma pada daerah tertentu, pada pasien gemuk dan kurang kooperatif.

Amubiasis stadium dini kelihatan seperti masa. Jika terlihat pencairan dibagian

tengah, terlihat sebagai kista. Gambaran ultrasonografi pada amubiasis hati

adalah bentuk oval atau bulat tidak ada gema dinding yang berarti

Page 33: Hepatitis C New (Repaired)

ekogenesitas lebih rendah daripada parenkin hati normal bersentuhan dengan

kapsul hati dan peninggian sonic distal.1

Tomografi dikomputerisasi (CT scan)

Sensitifitas tomografi komputer berkisar 95-100 % dan lebih baik untuk melihat

kelainan daerah superior dan posterior. Tetapi tidak melihat integritas diafragma,

sehingga tidak dapat menentukan efusi pleura sebagai efusi reaktif atau ruptur

diafragma.

Pemeriksaan serologi

Uji serologis bermanfaat pada kasus yang dicurigai amubiasis hati. Uji ini

umumnya negatif pada yang asimptomatik. Respon antibodi bergantung pada

lamanya sakit. Umumnya hasil masih negatif pada minggu pertama. Titer

antibodi dapat bertahan berbulan-bulan tahunan pada pasien daerah endemik. Jika

tidak begitu spesifik untuk daerah endemik. Tetapi sangat spesifik untuk daerah

bukan endemik. Ada beberapa uji yang sering digunakan yaitu, indirect

hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE) dan ELISA. Yang

banyak digunakan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitifitas yang tinggi.

Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amubiasis infasif.

Real time PCR

Cocok untuk mendeteksi E. Histolytica pada feses dan pus penderita abses hepar.

Pemeriksaan ini mempunyai nilai diagnosis yang sangat tinggi.

- Diagnosis

Diagnosis amubiasis hati di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika terdapat

demam, nyeri perut kanan atas atau hepatomegali yang nyeri tekan. Disamping itu

bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang

tinggi maka perlu pemeriksaan ultrasonografi dan tes serologi. Untuk diagnosis

amubiasis digunakan beberapa kriteria, yaitu :

Kriteria sherlock (1969) : hepatomegali yang nyeri tekan, respons baik terhadap

obat amebisid, leukositosis, peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang

Page 34: Hepatitis C New (Repaired)

kurang, aspirasi pus, pada USG didapatkan rongga dalam hati dan tes

hemaglutinasi positif.

Kriteria ramachandran (1973) : bila di dapatkan tiga atau lebih temua dari

hepatomegali yang nyeri, riwayat disentri, leukositosis, kelainan radiologis dan

respon baik terhadap terapi amebisid.

Kriteria lamond dan pooler : bila didapatkan tiga atau lebih temuan dari

hepatomegali yang nyeri, kelainan hematologis, kelainan radiologis, pus amuba,

tes serologi positif, kelainan sidikan hati dan respons baik terhadap amebisid.

- Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-15,6 %. Ruptur dapat

terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang

bisa terjadi super infeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.

- Pengobatan

Kemoterapi derivat nitroimidazol dapat memberantas tropozoit intestinal, ekstra

intestinal dan kista. Obat ini diberikan secara oral atau intravena. Dosis yang

dianjurkan 4 x 750 mg atau 4 x 500 mg selama lima sampai sepuluh hari. Emetin dan

dehidroemetin dapat digunakan pada amubiasis hati, tetapi karena emetin mempunyai

efek samping dan toksisitas yang besar maka jarang digunakan.

Pemberian emetin secara intramuskular. Emetin efektif terhadap tropozoit jaringan

atau dinding usus. Efek sampingnya muntah, diare, kejang perut, lemah, nyeri otot,

takikardia, hipotensi, nyeri perikordial dan kelainan elektrokardiogram. Derivat

sintetik emetin adalah dehidroemetin. Dehidroemetin relatif lebih aman karena

sekresinya lebih cepat dan kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak

digunakan pada penyakit ginjal, jantung, kehamilan dan anak-anak.

Secara singkat pengobatan amubiasis hati sebagai berikut, metronidazol 3 x 750 mg

selama lima sampai sepuluh hari ditambah kloroquin fosfat 1gr/hari selama dua hari

dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari, ditambah dengan dehidroemetin 1-1,5 mg/kg

BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari.

Jika pengobatan tidak berhasil dapat dilanjutkan dengan :

Page 35: Hepatitis C New (Repaired)

Aspirasi jarum

Pada abses kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi, kecuali untuk

diagnosis. Aspirasi hanya dilakukan pada ancaman ruptur atau gagal pengobatan

konservatif. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntutan USG.

Indikasi aspirasi jarum perkutan

Abses besar dengan ancaman ruptur atau diameter abses lebih dari 7 cm, respons

kemoterapi kurang, infeksi campuran, letak abses dekat permukaan kulit, tidak

ada tanda perforasi dan abses pada lobus kiri hati.

Drainase secara operasi

Tindakan ini sekarang jarang dilakukan kecuali pada abses dengan ancaman

ruptur atau secara teknis susah dicapai dengan aspirasi biasa. Jika terjadi piotorak

atau efusi pleura dengan fistel bronkopleura perlu dilakukan tindakan WSD

(water sealed drainage).

- Prognosis

Sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin, metronidazol, dan kloroquin,

mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan fasilitas memadai sekitar

2 % dan pada fasilitas yang kurang memadai mortalitas sekitar 10 %. Pada kasus yang

membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12 %. Jika ada peritonitis amuba,

mortalitas dapat mencapai 40-50 %. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan

umum yang jelek, malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis

atau sindrom hepatorenal.

C. Karsinoma hati

Karsinoma hepatoselular merupakan tumor ganas yang berasal dari sel hepatosit dan

merupakan tumor hati primer dengan angka kematian yang masih tinggi. Umumnya pasien

meninggal tidak lama setelah diagnosis ditegakkan, ini disebabkan karena penderita

biasanya datang berobat sudah dalam keadaan lanjut dan sampai saat ini belum ada satu

pengobatan pun yang memuaskan.

- Etiologi

Page 36: Hepatitis C New (Repaired)

Karsinoma hepatoselular disebabkan oleh beberapa faktor, faktor yang berperan penting

adalah infeksi virus hepatitis B (VHB), virus hepatitis C (VHC) kronis dan aflatoksin

sebagai zat karsinogenik. Faktor genetik, imunologi, makanan dan lingkungan turut

berperan dalam terjadinya KHS. Beberapa penyebab lain yang dihubungkan dengan

KHS antaralain : hemokromatosis, pemaparan oleh vinil klorida, infestasi Schistosoma

japonica, defisiensi alfa 1 antitripsin, tirosinosis dan metotreksat yang menginduksi sel

hati.

- Manifestasi klinis

Pada awalnya penyakit KHS berlangsung pelan, tanpa adanya keluhan atau gejala yang

jelas, sehingga pasien tidak mengetahui sampai tumor mencapai ukuran yang besar.

Pasien bisa merasa lemah, malaise atau kondisi lain yang menyerupai hepatitis.

Keluhan utama yang muncul biasanya nyeri perut atau terabanya masa di perut bagian

atas, tidak nafsu makan dan berat badan menurun. Nyeri dirasakan sebagai rasa sakit

tumpul atau rasa penuh di kuadran kanan atas, nyeri mendadak yang disebabkan

peregangan kapsul karena pembesaran hati atau adanya perdarahan. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan pembesaran hati dengan konsistensi padat, berbenjol-benjol dan tidak

rata, ditemukan pelebaran vena dan asites.

- Patogenesis

Infeksi virus hepatitis B kronis

Karsinoma hepatoselular merupakan komplikasi yang bisa berasal dari infeksi Virus

hepatitis B, namun mekanisma pasti timbulnya KHS karena infeksi VHB kronis

masih belum jelas. Diduga respon imun terhadap VHB berperan dalam timbulnya

KHS.3 Pasien dengan tanda infeksi VHB aktif beresiko 10,4 kali lebih besar

dibanding dengan pasien tanpa infeksi aktif. Pada bayi dan anak, terdapat 2 pola

penularan, secara vertikal dan horizontal. Penularan horizontal dari orang tua terjadi

melalui jalur parenteral seperti transfusi, suntikan dengan jarum suntik tercemar,

tindik kuping, khitan atau melalui luka. Penularan secara vertikal terjadi saat proses

persalinan, akibat darah ibu yang mengkontaminasi bayi. Infeksi perinatal ini

berperan sebagai penyebab kronisitas dan keganasan karena daya penghancur

hepatosist yang mengandng VHB pada bayi belum sempurna, sehingga DNA virus

lebih luas berintegrasi dengan DNA hepatosit .3

Antivirus sel T berperan penting dalam mengontrol infeksi VHB, respon sel T yang

Page 37: Hepatitis C New (Repaired)

kuat pada pasien VHB akan membunuh virus sehingga pasien menjadi sembuh,

namun hal ini tidak terjadi pada penderita infeksi VHB kronis, dimana respon sel T

tidak efektif. Respons sel T yang tidak efektif ini akan menyebabkan infeksi

persisten pada penderita infeksi VHB kronis. Infeksi VHB kronis ini merupakan

lingkungan mitogenik dan mutagenik yang akan merusak susunan genetik dan

kromosom sel, dimana DNA VHB akan masuk dalam susunan DNA sel, terjadi

microdeletions pada DNA sel sehingga kontrol pertumbuhan sel terganggu. Pada

kasus kronis terjadi siklus penghancuran dan regenerasi sel hati terinfeksi yang akan

berakhir pada KHS.

Mekanisme perubahan dari infeksi VHB kronis menjadi KHS belum jelas, suatu

teori menerangkan bahwa KHS timbul setelah beberapa tahun setelah infeksi VHB

kronis, yang mempermudah terjadinya kerusakan kromosom sehingga mencetuskan

KHS, namun teori lain menyatakan sebagian besar tumor mengandung DNA VHB

dan mikrodeletion pada susunan DNA, sehingga pembelahan sel tidak teratur.

Secara invitro, terdapat kerusakan pada gen X VHB, suatu bagian dari susunan

genom VHB yang akan menyebabkan pembelahan sel tidak terkontrol dan

menghambat fungsi gen p53 ( anti onkogen sel). 3,5 Salah satu produk dari gen X

adalah asam amino 154 yang diduga berperan penting dalam proses onkogenesis.

Kerusakan sel hati oleh reaksi terhadap protein VHB akan mencetuskan regenerasi

sel hati, kerusakan DNA karena teroksidasi dan berakhir dengan KHS.3 

Peningkatan VHB dalam sel akan meningkatkan kemungkinan terjadinya KHS

melalui beberapa cara, polipeptida envelope bersifat hepatotoksik dan memacu

timbulnya keganasan, produksi berlebihan envelope ini akan menumpuk dalam

Retikulum endoplasma (ER) sel dan menimbulkan stres yang akan mengganggu

proses reduksi-oksidasi sel dan menurunkan sintesis glutation, hal ini akan

menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif akan mempengaruhi metabolisme sel,

mempercepat proses mutasi, perubahan proliferasi sel dan pada stres oksidatif berat,

akan menimbulkan kematian sel, hati akan membelah untuk mengganti sel-sel yang

mati ini, namun pembelahan berlangsung tidak terkontrol sehingga timbul KHS. 3

Stres oksidatif juga akan mengaktifkan sel stelata yang berfungsi untuk mengatur

proses pertumbuhan dan diferesiasi sel. Sel stelata merupakan sel fibrogenik utama

dalam hati yang bereaksi terhadap sitokin, faktor pertumbuhan dan kemokin, sebagai

reaksi terhadap kerusakan sel hati. Fungsi sel ini adalah memproduksi suatu matriks

Page 38: Hepatitis C New (Repaired)

ekstrasel sebagai tempat untuk pertumbuhan dan diferensiasi sel. Aktivasi sel stelata

kronis akan menimbulkan fibrogenesis dan peningkatan proliferasi sel hepatosit

yang pada akhirnya akan menjadi KHS.2 Gambar 4. 

Respon imun yang tidak efektif selama infeksi VHB kronis merupakan faktor

onkogenik pada KHS, jika respon imun sel T mampu menghancurkan VHB maka

infeksi VHB akan berakhir, tapi jika respon imun tidak efektif untuk

menghancurkan VHB, maka timbul proses nekroimflamasi kronis yang diikuti

dengan penggantian sel baru yang tidak terkendali sehingga berakhir pada KHS.

Imunobiologi infeksi HCV dan HBV kronis

Telah banyak di kemukakan peran Sel T dalam perjalanan infeksi VHB dan VHC

kronis serta KHS. Sel T killer yang aktif akan menghancurkan virus pada saat

infeksi akut, jika respon ini tidak adekuat, maka penderita akan menjadi karier

kronis.

Sistem imun dalam patogenesis infeksi VHB meliputi sel B, T dan sel Natural Killer

(NK). Masing-masing sel tersebut akan mempengaruhi sel mieloid dan sel non

hepatosit sebagai akibat adanya infeksi pada sel hepatosit. Suatu zat menyerupai

glikolipid, alkil α-aza galactose, α-galactosal-ceramide , akan mengaktifkan gen

pertahanan sel dan mengurangi replikasi virus hanya pada sel yang terinfeksi virus.

Aflatoksin

Aflatoksin merupakan metabolit Aspergillus flavus, suatu substansi karsinogenik

hepatotosik. Aflatoksin bisa mencemari bahan makanan yang disimpan dalam

keadaan lembab seperti jagung, beras, kacang tanah, kedelai dan gandum. Aflatoksin

B1 (AFB1) merupakan metabolit utama yang diproduksi oleh jamur ini dan

diketahui merupakan zat karsinogenik hati yang paling poten. AFB1 yang masuk

dalam tubuh, oleh hati akan dimetabolisme melalui sistem MPO (microsomal

mixed-function-oxydase) yang dapat mendetoksifikasi sifat karsinogen zat kimia

menjadi lebih lemah. Hasil metabolit tersebut seperti AFM1, AFQ1 yang mampu

berikatan dengan DNA dan RNA.

Page 39: Hepatitis C New (Repaired)

PENUTUP

Dari kasus yang didapatkan, seorang pria berusia 50 tahun memeriksakan dirinya ke dokter

karena merasa badannya lesu dan lemah. Penderita mengaku tidak pernah menggunakan

narkoba suntikan, tetapi pernah mendapat transfusi 25 tahun yang lalu waktu menjalani suatu

pembedahan dan 10 tahun yang lalu pernah mendapat imunisasi hepatitis B. Pada pemeriksaan

tidak tampak adanya ikterus, suhu tubuh normal, nadi normal, tekanan darah normal, hati teraba

membesar 1 jari dibawah arcus costae, uji fungsi hati (SGOT, SGPT, gamma GT) meningkat.

Serologi HBsAg (-), anti HBs (+), anti HBc (-), anti HAV (-), anti HCV (+). Setelah dilakukan

beberapa pemeriksaan terhadap penyakit lain, didapatkan diagnosisnya adalah hepatitis C.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman Ali H, Akbar Nurul H, Lesmana A. Laurentius, Noer Sjaifoellah M.H. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Hati. 1th ed. Jakarta : Jayabadi, 2007; 193-258, 485-7.

2. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Simadibrata Marcellus, Setiati Siti.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing, 2009.

3. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC, 2007.

4. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofosiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

6th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.

5. Bagian farmakologi fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. 5 th

ed. Jakarta : Gaya Baru, 2008.

6. Greenberg I. Michael. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. 3 th vol. Jakarta : Penerbit

Erlangga, 2007.