PBL 15 Tinea Kruris New (Repaired)
-
Upload
neng-nurmalasari -
Category
Documents
-
view
119 -
download
2
Transcript of PBL 15 Tinea Kruris New (Repaired)
Tinea Kruris
Neng Nurmalasari
10-2010-326
D2
16 april 2012
Pendahuluan
Dermatofitosis merupakan mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita, antara lain Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. Dermatofitosis dibagi
oleh beberapa penulis, misalnya Simons dangahar (1945) menjadi dermatomikosis, trikomikosis,
dan onimikosis. Berdasarkan bagian tubuh manusia yang diserang yaitu tinea kapitits (kulit dan
rambut kepala), tinea barbae (pada dagu dan jenggot), tinea kruris (daerah genitokrural, sekitar
anus, bokong, dan kadang-kadang perut bagian bawah), tinea pedis et manum (kaki dan tangan),
tinea ungulatum (kuku jari tangan dan kaki), tinea korporis (bagian yang lain yang tidak
termasuk bentuk 5 tinea).
Pada tinea kruris kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi terbatas
tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas
macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi
menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya
akibat garukan. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat diindonesia. 1
Alamat korespodensi :
Jln. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Email : [email protected]
1
Tinjauan pustaka
Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada
kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering di antaranya adalah ruam, gatal,
bengkak, ulkus, perubahan warna kulit, dan pengamatan tak sengaja saat pasien datang dengan
keluhan utama kondisi medis lain.
Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Dimana letaknya? Apakah
terasa gatal? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari, dan alergen
potensial)?. Diama letak benjolan? Apakah terasa gatal? Apakah berdarah? Apakah
bentuk/ukuran/warnanya berubah? Adakah benjolan ditempat lain?. Bagaimana perubahan warna
yang terjadi (misalnya pigmentasi meningkat, ikterus, pucat)? Siapa yang memperhatikan
adalanya perubahan warna? Sudah berapa lama? Bandingkan dengan foto terdahulu.
Adakah gejala penyerta yang menunjukan adanya kondisi medis sistemik (misalnya
penurunan berat bada, atralgia, dan lain-lain)?
Pertimbangan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang serius, seperti
kehilangan cairan, infeksi sekunder, penyebaran metastatik ke kelenjar getah bening atau organ
lain.
Riwayat penyakit dahulu
Pernahkan pasien mengalami gangguan kulit, ruam, dan lain-lain? Adakah riwayat
kecenderungan atopi (asma, rinitis)? Apakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa
kecil? Adanya riwayat kondisi medis lain yang signifikan? (khususnya yang mungkin memiliki
manifestasi pada kulit, misalnya SLE, penyakit seliaka, miositis, atau transplantasi ginjal).
Obat-obat
Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat
resep atau alternatif yang dimakan atau topikal. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk
penyakit kulit? Pernahkan/apakah pasien menggunakan imunosupresan?
2
Alergi
Apakah pasien memiliki alergi obat? Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul?
Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergen yang lain? Pernahkan pasien mengalami patch
test atau pemeriksaan respon igE?
Riwayat keluarga
Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga? Adakah orang lain di keluarga
yang mengalami kelainan serupa?.
Riwayat sosial
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari, alergen potensial,
atau parasit kulit? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan peliharaan baru, dan
lain-lain? Apakah pasien baru-baru ini berpergian ke luar negeri? Adakah pajanan pada penyakit
infeksi (misalnya cacar air).
Penyelidikan fungsional
Fakta utama bagian ini adalah kemungkinan adalanya penyakit sistemik yang berkaitan,
seperti penyakit seliaka, infeksi parasit, atropi psoriatik, SLE, dan lain-lain. 2
Pemeriksaan fisik
Hasil temuan objektif adalah bersifat klinis (berarti kebanyakan melalui inspeksi,palpasi
dan dengan alat bantu sederhana seperti kaca pembesar,gelas obyek dan sonde).Ini berguna
untuk mengindentifikasi perubahan pada kulit dan mukosa.perubahan dapat mengenai seluruh
tubuh (gambaran umum,misalnya warna kulit,tebal,turgor dan suhu) atau sirkumskripta pada
daerah kulit setempat.
Sebaliknya perluasan dari lesi majemuk sering hanya dapat dipahami dengan cara orientasi
(sirkumskripta, regional, generalisata, universal) atau dengan perkiraan (dengan bantuan “Rule
of nine”).meskipun efloresensi sebagai elemen tunggal dari tanda kelainan khas pada kulit itu
jelas,dalam gambar keseluruhannya sering kompleks dan beraneka ragam.Ini disebabkan karena:
3
1. Melalui bentuk kombinasi, jumlah efloresensi meningkat. Misalnya : papula + pustule =
papulopustula, papula+ vesikula= papulovesikula.
2. Efloresensi dapat berubah,dari efloresensi primer menjadi efloresensi sekunder.Misalnya :
Bula Erosi.Pada perjalanan penyakit yang berfluktuasi dapat terjadi efloresensi campuran
antara yang baru,lama,dan bekas penyembuhan.Seperti misalnya jaringan parut, pigmentasi.
3. Efloresensi dapat melalui pertumbuhan atau lesi majemuk membentuk lesi yang besar, yang
mengandung berbagai jenis efloresensi atau bentuk kombinasi dan kemudian membuat gambaran
yang heterogen.
a. Sembilan Ciri fisik lesi kulit
Setelah memeriksa pasien,anda harus dapat melukiskan sembilan ciri masing-masing
lesi.Selama pemeriksaan,pusatkanlah perhatian anda pada ciri-ciri fisik tersebut.Perubahan-
perubahan yang bersifat menyeluruh dapat tersebar luas.Ini mencakup turgor,tekstur dan warna.
perubahan-perubahan setempat meliputi distribusi, pola atau pengelompokan lesi perubahan suhu
kulit,tingkat kedalaman lesi kulit,ciri-ciri pembuluh darah,dan ciri berbagai fase lesi kulit.
b. Perubahan menyeluruh
Sebelum memeriksa setiap lesi,nilailah ciri kulit secara keseluruhan.Banyak informasi
tentang kesehatan umum pasien dapat diperoleh dengan memeriksa turgor,tekstur,dan warna
kulit meskipun tidak ada kelainan kulit setempat.
Turgor kulit umumnya mencerminkan keadaan hidrasi. Pada dehidrasi dan usia
lanjut,kulit terlihat kering,seperti kertas perkamen.Pada pasien lanjut usia,hal ini mencerminkan
hilangnya elastitas kulit dan juga keadaan kekurangan air ekstrasel.Turgor paling baik dinilai
dengan menjepit kulit (“tenting the skin”) dahi dengan ibu jari dan jari telunjuk,lepaskan dengan
cepat dan perhatikanlah kecepatan kembalinya sampai datar kembali. Hidrasi juga dapat
diperiksa dengan merasakan kelembaban aksila. Kombinasi penurunan turgor kulit,mata yang
lunak,dan cekung,dan tidak adanya keringat aksila merupakan tanda diagnostic untuk dehidrasi
berat.
Tekstur kulit berubah-ubah di bawah pengaruh banyak variable.Tekstur kulit dapat
kasar,kering,atau halus atau mungkin di lukiskan dengan istilah lain yang serupa.
4
Warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variable.Gangguan pada melanin dapat
menyeluruh atau setempat dan menyebabkan kulit menjadi gelap.Tidak adanya pigmentasi sama
sekali terjadi pada albino.Peningkatan pigmentasi melanin terjadi pada beberapa penyakit
sistemik.
Pigmen kulit abnormal terlihat pada hemokromatosis.Penyakit ini,suatu ganguan
metabolisme besi,ditandai oleh pigmentasi berwarna merah tua pada kulit,diabetes mellitus,dan
sirosis.Ketiga keadaan tersebut merupakan akibat dari penumpukan zat besi di dalam jaringan
dan reaksi selanjutnya terhadap zat besi tersebut.Argiria adalah istilah yang dipakai untuk
keracunan perak.Pada argiria,kulit berwarna abu-abu kebiruan karena penumpukan perak di
dalam kulit.Penyebab umum adalah penyalah-gunaan obat tetes hidung yang mengandung perak
nitrat secara kronis.Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi kebiruan yang paling jelas
terlihat pada ujung jari dan bibir.Sianosis ini disebabkan oleh desaturasi hemoglobin.Ikterus
adalah warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh desaturasi hemoglobin.Ikterus adalah
warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh endapan pigmen empedu di dalam kulit
sekunder terhadap penyaklit hati atau hemolisis sel darah merah.
c. Perubahan setempat
Mula-mula lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh,kemudian lakukanlah
pemeriksaan yang lebih teliti dan evaluasilah distribusi,susunan,dan jenis lesi kulit.
d. Susunan Lesi
Tanyakanlah juga “Bagaimana pola lesinya?”.Lesi kulit dengan distribusi sepanjang
suatu dermatom menunjukan adanya penyakit neurogenik.Contohnya adalah penyakit Herpes
zoster.Di sini,lesi vesikuler timbul tepat pada daerah distribusi saraf yang terinfeksi.Kalau proses
penyakitnya hanya menyerang lapisan epidermis saja,lesi tersebut sering kali berderet sepanjang
aksis lipatan kulit yang halus.Misalnya,ciri ini mungkin menonjol pada pitiriasis rosea.
Linearitas merupakan observasi yang penting.Lesi yang berbentuk garis sepanjang sumbu
panjang suatu anggota tubuh dapat mempunyai arti :1.Garukan pasien :merupakan penyebab
tersering untuk lesi linear.2.Erupsi karena poison ivy,suatu dermatitis kontak,berbentuk
linear,karena iritannya disebarkan oleh garukan yang bergerak naik turun 3.pembuluh darah dan
5
pembuluh limfe biasanya tersusun sepanjang sumbu panjang anggota tubuh.Peradangan
pembuluh darah atau pembuluh limfe dapat menyebabkan lesi linear merah.4.Akhirnya,parasit
scabies dapat membuat liang-liang pendek (1 cm) terutama pada kulit di antara jari-jari tangan.
Lesi satelit yaitu suatu lesi sentral yang besar yang dikelilingi oleh dua atau lebih lesi
serupa tetapi lebih kecil,menunjukan asal lesi dan penyebaran darinya,seperti yang dijumpai
pada melanoma malignum atau infeksi jamur.Lesi yang berkelompok mempunyai arti yang
sama,kecuali bahwa tidak ada lesi utama di bagian sentral.
Tepi lesi merupakan ciri lesi kulit yang berguna dalam menegakkan diagnosis.Lesi
berbatas tegas adalah lesi yang mempunyai batas yang jelas,sedangkan lesi berbatas tidak tegas
adalah lesi dimana kulit normal dan abnormal menyatu tanpa batas tegas di antara keduanya.
e. Jenis Lesi Kulit
Pemeriksaan kulit yang diteliti mencakup palpasi setiap lesi.Mula-mula,tentukanlah
apakah lesi tersebut di atas,sama tinggi,atau di bawah kulit normal.
Lesi di atas bidang kulit normal. Papula adalah lesi yang padat dan menonjol.Biasanya
berdiameter kurang dari satu sentimeter dan dapat disebabkan oleh hyperplasia salah satu unsur
kulit normal,atau infiltrasi unsur asing.Kalau suatu lesi papuler terdiri dari banyak tonjolan
kecil,ia disebut vegetasi.Kutil filiformis yang khas adalah suatu vegetasi.
Plak adalah tonjolan yang lebih besar daripada papula dan meluas lebih dalam ke dalam
dermis,dan dapat mempunyai tepi yang landai.Plak dapat disebabkan oleh persatuan banyak
papula.Gambaran seperti kulit babi timbul bila garis-garis kulit menjadi
menonjol.Seringkali,karena ukuran dan penonjolan plak,terjadi ploriferasi lapisan keratin yang
disebut likenifikasi.Istilah ini menunjukan penebalan kulit dengan aksentuasi garis-garis kulit
yang normal dan tekstur kulit pada umumnya kasar.
Nodulus berbeda dari papula karena mereka masuk lebih dalam ke dermis.Bentuknya
dapat bulat,oval atau elips.Suatu nodulus dapat berasal dari dalam jaringan subkutis dan hanya
secara sekunder mengangkat kulit normal di atasnya.Nodulus harus ditangani secara
serius,karena dapat menunjukan penyakit sistemik.
6
Bidur adalah penonjolan kulit khusus yang disebabkan oleh cairan odema di dalam
lapisan dermis atas.Warnanya merah pucat dan cepat menghilang.Ukurannya dapat kecil atau
besar dan seringkali gatal,seperti pada gigitan serangga.
Vesikel dan bula adalah tonjolan berisi cairan dan berbatas tegas.Cairan di dalam nya
dapat berupa limfe,darah,atau serum.Bula adalah vesikel besar dan secara arbitrer ditentukan
diameternya diatas 0,5 cm.Kalau memeriksa vesikel atau bula,berusahalah untuk menentukan
dalamnya cairan.Untuk membentuk lesi seperti itu,lapisan kulit harus terpisah untuk menampung
cairannya.Kalau pemisahan lapisan kulit terjadi pada bagian atas epidermis,atap lesinya sangat
tipis dan mungkin tembus sinar atau jernih.Lesi yang lebih dalam mempunyai atap yang lebih
tebal.Bidang pemisahan lapisan kulit ini mungkin harus ditentukan secara histologist.Perbedaan
kecil pada bidang pemisahan ini dapat membedakan pemfigoid,suatu keadaan yang relative
jinak,dari penyakit yang sering kali fatal dan kelihatannya serupa pemfigus.
Vesikel dengan cekungan sentral kecil,umbilicated vesicles,merupakan ciri khas penyakit
virus seperti herpes,variola,dan varisela.Vesikel dan bula mudah pecah.Gambaran lesi yang tidak
beratap atau menyembuh harus diperhatikan.Kalau dasarnya terdiri dari lapisan basal
epidermis,ia disebut erosi.Erosi mengeluarkan cairan jernih dan tidak membentuk parut.Lesi
yang lebih dalam ke dalam papilla dermis dan di bawahnya disebut ulkus.Ulkus dapat beredar
dan membentuk parut.
Pustula adalah suatu vesikel yang berisi debris purulen.Warna pustula biasanya krem
tetapi dapat hijau atau kuning.Setiap lesi vesikuler dapat mengalami infeksi sekunder sehingga
membentuk pustula.3
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis laboratorium dibuat berdasarkan pemeriksaan langsung kerokan kulit, dan
kuku dengan KOH 10-20% yang ditambah dengan 5% gliserol kemudian dipanaskan pada suhu
51-54oC. KOH disini berfungsi sebagai zat yang melisiskan sel kulit, kuku, dan rambut sehingga
elemen jamur yang diinginkan terlihat jelas. Penambahan zat warna seperti chlorazole black E
atau tinta parker biru-hitam pada KOH semakin mempermudah terlihatnya elemen jamur. Pada
sediaan KOH dari kulit, kuku, dan rambut, jamur tampak sebagai hifa berseptum dan bercabang.
7
Hifa tersebut dapat membentuk artrospora yang pada kuku dan rambut terlihat sebagai spora
yang tersusun padat. 4,5
Pembiakan jamur dilakukan pada medium agar Sabouraud yang dibubuhi antibiotic dan
disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang
dibentuk. 5
Diagnosis kerja
Diagnosis dapat ditegakkan sesuai dengan gejala klinis dan juga didapat dari anamnesa.
Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan
ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung
seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah
sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi terbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk
yang primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak
hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Tinea kruris
merupakan salah satu bentuk klinis yang sering dilihat diindonesia. 1
Pada tinea kruris organisme dapat terlihat pada preparat kalium hidroksida (KOH) dari
kerokan sisik bagian tepi yang meluas. Kultur jamur juga dapat membantu mengkonfirmasi
diagnosis. Tinea kruris tidak berfluoresensi di bawah sinar lampu wood. 6
Diagnosis banding
1. Tinea korporis
Sinonim
Dermatofitosis of the globrous skin, ringworm, tinea sirsinata, tinea glabrosa.
Definis
Dermatofitosis pada kulit wajah yang berminyak (kecuali jenggot), tubuh dan tungkai
(termasuk punggung tangan dan kaki).
8
Penyebab
Penyebabnya ialah spesies dati trichophyton, microsporum, dan E.floccosum.
Distribusi geografik
Penyakit terutama terdapat di daerah tropik, banyak terdapat di indonesia.
Patologi dan gejala klinis
Kelainan pada tinea korporis bervariasi mulai dari lesi tanpa peradangan, bentuk plakat
yang bersisik sampai peradangan yang disertai pustul. Variasi tersebut tergantung pada spesies
penyebab. Infeksi yang disebabkan spesies dematofita antropilik memberikan gambaran klinik
yang khas. Pada stadium akut lesi berbentuk plakat anular dengan sisik pada bagian tepi dan
bagian tengah tampak lebih bersih. Bila menahun batas sering tidak jelas dan dapat terlihat
infeksi sekunder oleh kuman karena garukan. Lesi yang disebabkan oleh spesies dermatofita dan
zoofilik seringkali disertai peradangan mulai dari vesikel dan pustul sampai bula. Semua lesi
pada tinea korporis biasanya disertai rasa gatal. 5
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan lokalisasinya, serta pemeriksaan
kerokan kulit dengan mikroskop langsung dengan larutan KOH 10-20% untuk melihat hifa atau
spora jamur.
Tata laksana
Pengobatan sistemik berupa griseofluvin dosis 500 mg sehari selama 3-4 minggu; dapat
juga ketokonazol 200 sehari selama 3-4 minggu; itrakonazol 100 mg sehari selama 2 minggu;
atau terbinafin 250 mg sehari selama 2 minggu. Pengobatan topikal dengan salep whitfield masih
cukup baik hasilnya. Dapat juga diberikan tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, siklopiroksolamin,
derivat azol dan naftifin HCl. 7
2. Dermatitis intertriginosa
9
Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya. Kadang-kadang terjadi tumpang tindih penggunaan istilah eksim dengan dermatitis .
Sebagian ahli menyamakan arti keduanya, sebagian lain mengartikan eksim sebagai salah satu bentuk dermatitis, yakni dermatitis atopik tipe infantil. Untuk itu, istilah dermatitis tampak lebih tepat.
Istilah eksematosa digunakan untuk kelainan yang ‘membasah’ (kata eksim berasal dari bahasa Yunani ‘ekzein’ yang berarti ‘mendidih’), yang ditandai adanya eritema, vesikel, skuama dan krusta, yang menunjukkan tanda akut. Sedangkan adanya hiperpigmentasi dan likenifikasi menunjukkan tanda kronik.
Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien dan sebagainya, contohnya:
berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis manus, dermatitis seboroik, dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal, akrodermatitis, dermatitis generalisata, dsb.
berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis atau dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering).
berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis venenata, dermatitis stasis, dan sebagainya.
berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dsb. berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dsb.
Intertrigo (Dermatitis Intertriginosa / DI)
Intertrigo merupakan istilah umum untuk kelainan kulit di daerah lipatan/intertriginosa, yang dapat berupa inflamasi maupun infeksi bakteri atau jamur. Sebagai faktor predisposisi ialah keringat/kelembaban, kegemukan, gesekan antar 2 permukaan kulit dan oklusi. Dalam kondisi seperti ini, mudah sekali terjadi superinfeksi oleh Candida albicans, yang ditandai oleh eritema berwarna merah-gelap, dapat disertai papulpapul eritematosa di sekitarnya (lesi satelit).
3. Kanidiasis intertriginosa
10
Gejala klinis
Kanidiasis intertriginosa dapat menjadi suatu temuan yang tidak disengaja, atau pasien
dapat mengeluhkan nyeri, gatal, dan maserasi di regio yang terkena. Area tersebut biasanya
merah “menyerupi daging sapi” dan berbecak, dengan lesi satelit. Lesi tersebut sering ditemukan
pada aksila, lipat paha, dan lipatan inframamari atau panus. Ujung mulut (keilitis angularis atau
perleche) dan sela jari tangan dan jari kaki juga terinfeksi secara periodik. Dermatitis popok
dapat terjadi pada bayi dan pada orang berusia lanjut yang mengalami inkontenesia.
Patofisiologis
Seperti candida adalah flora komensal normal, tetapi patogenesis dapat dipermudah oleh
lingkungan mikro yang hangat dan lembap pada lipatan kulit. Regio intertriginosa mengalami
gesekan friksi kronik yang merusak epidermis dan memungkinkan terjadinya invasi kandida ke
jaringan. Penurunan resisten pejamu pada berusia lanjut, penyandang diabetes, atau pasien
dengan gangguan imun dapat meningkatkan kemungkinan infeksi. Faktor predisposisi lainnya
meliputi obesitas. Lingkungan hidup yang lembap, higigene yang buruk, penggunaan antibiotik,
kehamilan, trauma kulit, penggunaan steroid topikal, dan gangguan peradangan kulit seperti
psoriasis. Pustul dapat ditemukan intak seperti satelit-satelit. Maserasi kronik dapat
menyebabkan pembentukan fisura.
Diagnosis
Diagnosis klinis infeksi jamur dapat dikonfirmasi dengan preparat kalium hidroksida
(KOH) dari kerokan kulit memperlihatkan budding spora dan pseudohifa atau hifa sejati.
Penyakit kulit kandida mungkin tidak dapat dibedakan dari infeksi dermofita.
Komplikasi klinis
Komplikasi kandidiasis intertiginosa meliputi infeksi kandida persisten atau rekuren dan
superinfeksi bakteri, yang dapat disertai peningkatan resisten terhadap obat antimikroba azol.
Pada pasien dengan gangguan imun yang berat, kandidemia, kandidiosis sistemik dapat terjadi.
Tatalaksana
11
Penyakit sistemik yang terjadi bersamaan seperti gangguan imunitas selular, malnutrisi,
endokrinopati, dan neoplasia harus dicari. Pasien harus dianjurkan untuk menjaga kulit agar tetap
kering dengan bedak antijamur dan menggunakan secara teratur pengering rambut, lampu, atau
handuk. Pakaian yang ketat harus dihindari. Pengobatan lokal meliputi penggunaan topikal salah
satu krim azol atau ciclopiroz olamin. Diflucan oral (flukonazol) dapat digunakan pada kasus
yang berat atau jika obat topikal tidak dapat digunakan dengan mudah pasien tertentu. 6
4. Psoriasis
Gejala klinis
Psoriasis menyerang 1-2 % penduduk amerika serikat. Banyak pasien menyadari bahwa
mereka membawa diagnosis psoriasis. Pasien dapat datang dengan lesi kulit yang biasanya
tersebar yang dapat gatal, bersisik atau nyeri. 6
Penyebab psoriasis
Walaupun digambarkan sebagai penyakit proliferasi epitel jinak, pada kenyataanya
psoriasis disebabkan oleh gangguan autoimun. Limfosit T diaktifkan dalam berespon terhadap
rangsangan tak dikenal terkait dengan sel langerhans kulit. Pengaktifan sel T menyebabkan
pembentukan sitokin pro-inflamatori termasuk faktor nekrosis tumor alfa, dan faktor
pertumbuhan yang merangsang proliferasi sel abnormal dan pergantiannya. Waktu pertukaran
normal sel epidermis adalah sekitar 28-30 hari. Pada psoriasis, epidermis di bagian yang terkena
diganti setiap 3-4 hari. Pertukaran sel yang cepat ini menyebabkan peningkatkan derajat
metabolisme tersebut. Peningkatan aliran darah menimbulkan eritema. Pertukaran dan proliferasi
yang cepat tersebut menyebabkan terbentuknya sel-sel yang kurang matang. Trauma ringan pada
kulit dapat menimbulkan peradangan berlebihan sehingga epidermis menebal terbentuklah plak.
Faktor risiko psoriasis
Tampaknya terdapat kecenderungan genetik untuk pembentukan psoriasis disertai
peningkatan insiden pada anggota keluarga. Lebih dari ribuan gen, terutama gen respon imun
dan proliferasi diketahui berperan dalam patogenesis dan terbentuknya psoriasis. Faktor
lingkungan termasuk trauma pada kulit, infeksi virus atau bakteri, rokok dan stres dapat
12
memperparah penyakit. Obat tertentu seperti penghambat ACE (angiotensin-converting enzym)
dan litium dapat menjadi faktor presipitasi atau memperburuk perjangkitan.
Gambaran klinis
Plak eritomatosa berbatas tegas ditutupi oleh skuama putih keperakan, terutama di lutut,
suku, kulit kepala, dan lipatan kulit.
Lesi dapat timbul secara perlahan tanpa diketahui, awalnya satu atau dua lesi, lalu
bergabung menjadi banyak lesi
Sering dijumpai, pemisahan kuku dan nail pit
Gejala meningkat pada musim panas dan memburuk pada musim dingin. 8
Patofisiologi
Penyebab pasti psoriasis tidak diketahui. Namun, predisposisi genetik mungkin terlibat,
karena terdapat peningkatan prevalensi penyakit ini pada angota keluarga. Psoriasis berhubungan
dengan antigen leukosit manusia spesifik. Psoriasis secara jelas melibatkan proliferasi berlebihan
dari keratinosit, serta pada dasarnya mengurangi waktu yang diperlukan untuk pembelahan sel-
sel epidermal yang terjadi dalam plak psoriatik. Psoriasis mungkin juga melibatkan perubahan
mekanisme imun, karena sel T teraktivasi, dan upregulation molekul adhesi yang dimediasi imun
pada keratinosit telah diobservasi. Selain itu, psoriasis dapat membaik dengan pengobatan yang
memodifikasi infiltrat sel T kutaneus.
Diagnosis
Psoriasis adalah suatu penyakit kulit kronik dengan lesi kutaneus yang jelas. Biasanya,
diagnosis mudah ditegakkan secara klinis pada pemeriksaan fisik dengan temuaan plak kutaneus
yang eritematosa dan berbatas jelas, sering terletak pada permukaan ekstensor siku dan lutut,
pada kulit kepala dan regio lumbosakralis. Bentuk psoriasis yang paling sering adalah bentuk
plak kronik yang dikenal sebagai psoriasis vulgaris yang menyebabkan sekitar 90% kasus.
Temuan yang khas pada kuku meliputi lubang-lubang dan area dengan perubahan warna menjadi
kekuningan yang dikenal sebagai “bercak minyak (oil spot)”. Lempeng kuku yang menebal dan
berwarna kuning terjadi pada 50% pasien.
Komplikasi klinis
13
Komplikasi psoriasis meliputi infeksi kulit lokal, dan artritis psoriatik yang terjadi sampai
pada 20% kasus. Artritis psoriatik tampaknya lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami
psoriasis kuku dan kulit kepala. Cedera mekanis, kimiawi, dan ultraviolet (UV) pada kulit dapat
menyebabkan fenomena koebner (kerusakan kulit lokal yang diikuti dengan berkembangnya
keadaan penyakit pada area kulit yang sebelumnya normal). Berbagai infeksi, termasuk infeksi
streptokokus dan infeksi akibat virus, dapat mencetuskan timbul lesi psoriotik.
Tata laksana
Pengobatan topikal
Asam salisilat (salep atau losion 2-6%) mengurangi lesi yang hiperkeratosis dan bersisik.
Penggunaanya seringkali digabungkan dengan tar batubara atau ditranol.
Pasta tar batubata efektif namun penggunaanya tidak menyenangkan. Sampo tar batubara bisa
digunakan bagi lesi di kulit kepala, dan mandi tar batubara jika lesi sangat luas.
Ditranol diolesin pada lesi, dilapisi penutupan, dan dibiarkan selama satu jam atau lebih. Bisa
terjadi iritasi kulit (mulailah dengan 0,1% dan tingkatkan bertahap sampai 5%). Obat ini
memberi warna cokelat pada kulit, rambut, dan pakaian
Kalsipotriol dan takalsitol adalah derivat vitamin D yang bisa digunakan secara topikal untuk
psoriasis ringan sampai sedang.
Pengobatan sistemik
Psoralens dan fisioterapi ultraviolet A (PUVA) berhasil membersihkan dan menunda rekurensi
pada psoriasis kronis. Terdapat sedikit sekali peningkatan risiko kanker kulit.
Retinoid (derivat vitamin A) digunakan bagi psoriasis yang berat dan resisten. Efek sampingnya
diantaranya adalah kulit dan bibir kering dan pecah-pecah. Kerontokan rambut sementara,
mialgia, herpatotoksitas, dan peningkatan lipid plasma. Obat ini teratogenik dan harus dihindari.9
Patologi dan gejala klinis
14
Jamur golongan dermatofita selain mengeluarkan enzim keratinase yang mencerna
keratin, patogenitasnya juga meningkat karena produksi mannan yaitu suatu komponen dinding
sel yang bersifat immunoinhibitor. Mannan juga mempunyai kemampuan menghambat eliminasi
jamur oleh hospes dengan menekan kerja sel mediated immunity.
Beberapa faktor didalam tubuh hospes juga memiliki peran dalam menghambat patogenitas dari
jamur dermatofita ini. Progesterone contohnya. Hormone ini dapat menghambat pertumbuhan
jamur golongan dermatofita, karena itulah insiden dermatofitosis lebih banyak pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.4
Genus Tricophyton dan Microsporum menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku.
Sedangkan Genus yang Epidermophyton hanya memiliki satu spesies yaitu Epidermophyton
floccosum. Masing-masing spesies jamur memiliki pilihan (afinitas) terhadap hospes tertentu.
Jamur zoofilik terutama menghinggapi binatang dan kadang-kadang juga menginfeksi
manusia, misalnya Microsporum canis pada anjing, kucing, dan Tricophyton verrucosum pada
sapi. Tertapi jamur zoofilik ini apabila menginfeksi manusia biasanya dapat sembuh sendiri
tanpa perlu pengobatan karena jamur zoofilik ini umumnya hanya menginfeksi binatang.
Jamur antropofilik terutama menghinggapi manusia. Misalnya Microsporum audouini dan
Tricophyton rubrum. Sedangkan untuk jamur geofilik adalah jamur yang habitatnya di tanah,
misalnya Microsporum gypsum.
Gejala dermatofitosis terjadi karena jamur mengadakan kolonisasi pada kulit, kuku, dan
rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lokalisasi kelainan, respon imun selular
penderita terhadap penyebab, serta jenis spesies. Spesies jamur antropofilik umumnya
menyebabkan kelainan yang tenang tanpa peradangan, dengan sifat infeksi menahun. Sedangkan
infeksi spesies zoofilik dan geofilik pada manusia memberikan gambaran lebih akut dengan
peradangan.
Conant et al, membagi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan, yaitu;
tinea kapitis, tinea korporis, tinea favosa, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea pedis, tinea unguiun,
dan tinea barbae. Alasannya adalah dermatofitosis yang ditimbulkan oleh oleh ketiga genus
tersebut menimbulkan gambaran klinis yang sama.
Pada umumnya dermatofitosis pada kulit memiliki morfologi yang khas, yaitu kelainan
berbentuk lingkaran yang berbatas tegas oleh karena adanya vesikel-vesikel kecil pada
pinggirnya, dengan dasar kelainan berwarna kemerahan dan tertutup sisik. Jamurnya terdapat
15
pada sisik-sisik tersebut dan terdapat pula pada dinding vesikel. Keluhan utama penderita adalah
gatal terutama pada saat berkeringat.5
Pada vesikel tidak mengandung jamur tetapi terasa gatal. Bila kemudian terjadi infeksi
oleh kuman, maka vesikel berubah menjadi pustule yang disertai rasa sakit.6
Tinea kruris penyebabnya adalah spesies dari Epidermophyton floccosum, kadang juga
dapat disebabkan oleh jamur dari genus Tricophyton, dan Microsporum. Predileksinya mengenai
kulit pada daerah inguinal, pada bagian dalam dan perineum. Gambaran klinik biasanya adalah
lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mula-mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal,
yang dapat menyebar karna tepi lesi yang aktif dari lipat inguinal dan berkembang mengenai
aspek anterior paha. Ruam juga dapat menyebar ke celah anus. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi
skuama dan kadang-kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-kecil. Tinea kruris berbatas
tegas dan jarang mengenai skrotum. Kedua gambaran ini yang membedakan penyakit ini dari
kandidiasis.5,6,8
Gambar 1. a. Mikroskopis Tinea Kruris, b. Lesi pada Tinea Kruris
Gejala nyeri dapat pula terjadi apabila area yang terkena mengalami maserasi atau infeksi
sekunder. Kelainan yang disebabkan oleh Tricophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum
bersifat kronik dan relative tanpa peradangan. Lesi hanya tampak sebagai eritema ringan dengan
daerah tepi yang tampak tidak begitu aktif. Sedangkan kelainan oleh Tricophyton
mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan. Bagian tepi lesi tampak aktif disertai vesikel
dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat.5,6,9
Etiologi
16
Sinonim dari tinea cruris yaitu eczema marginatum, gym itch, hobie itch, jock itch,
ringworm of the groin, tinea inguinalis. 1,5,11
kruris adalah dermatofitosis yang mengenai paha atas bagian tengah, daerah inguinal,
pubis, perineum, dan daerah perianal.
Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita. Jamur ini mengeluarkan enzim keratinase sehingga mampu mencerna keratin pada
kuku, rambut, dan stratum korneum kulit. Berdasarkan sifat morfologi, jamur golongan
dermatofita dikelompokkan dalam 3 genus: Tricophyton, Epidermophyton, dan Microsporum. 5
Pada tinea cruris, penyebabnya ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes,
atau Epidermophyton floccosum. Penyakit ini lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada
perempuan. Faktor predisposisinya antara lain keadaan yang hangat, lembap, pakaian ketat yang
dikenakan oleh laki-laki, obesitas, dan pemakaian kronis glukokortikoid topikal.11
Epidemiologi
Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropis, banyak terdapat di
Indonesia. Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki postpubertal, namun perempuan juga dapat
terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang padat atau pada tempat dengan
pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan di rumah tahanan. Pemakaian baju ketat,
keringat, dan baju mandi yang lembap dalam waktu yang lama merupakan faktor predisposisi
tinea kruris. Faktor risiko yang lain adalah obesitas dan diabetes mellitus.5
Komplikasi klinis
Komplikasi klinis jarang terjadi, tetapi superinfeksi area oleh bakteri penyebab selulitis
dapat terjadi. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada orang dengan gangguan imun. 6
Prognosis
Baik, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.12
Penatalaksanaan
17
Infeksi dermofita dapat dibatasi dengan dua cara :
1. Non medika mentosa
mengubah lingkungannya sehingga tidak menguntungkan bagi jamur tersebut
untuk melakukan propagasi, dan penggunaan obat antijamur topikal. Untuk mengurangi
kelembapan dari lingkungan sekitar, maka pasien disarankan untuk menggunakan
pakaian yang menyerap keringat atau longgar.
2. Medika mentosa
Antijamur topikal meliputi obat golongan azol, seperti klortimazol, ketokonazol,
atau mikonazol. Obat-obat tersebut memiliki spektrum aktivasi yang luas dengan
cakupan beberapa jamur gram-positif juga. Alilamin adalah golonga antijamur utama lain
yang meliputi terbinafin dan naftifin. Obat tersebut memerlukan pemakaian tiap hari dan
tetap aktif di kulit selama 1 minggu setelah pemakaian. Obat yang lebih baru seperti
ciclopirox, butenaftin dan haloprogin telah dicoba dengan hasil beragam. Mikostatin
(nistatin) tidak ditemukan efektif pada pengobatan tinea kruris. Pengobatan topikal
tersebut harus mencangkup 2 cm melewati tepi lesi yang terkena. Steroid topikal dapat
digunakan sebagai tambahan pada kasus inflamasi berat. Untuk pasien dengan penekanan
sistem imun, pasien dengan penyakit yang luas, dan pasien yang gagal diobati dengan
pengobatan topikal, maka flukonazol, itrakonazol, atau terbinafin dapat diberikan per
oral. Pengobatan tinea pedis pada orang yang terkena tinea kruris diperlukan untuk
mencegah rekurens. 6
Kesimpulan
Tinea kruris merupakan penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita, yaitu
Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, atau Epidermophyton floccosum. Penyakit ini
mengenai paha atas bagian tengah, daerah inguinal, pubis, perineum, dan daerah perianal.
Daftar pustaka
18
1. Djuanda A (ed). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI;2011.h.92-94
2. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga;2007.h. 42-43
3. Burnside John W,McGlynn Thomas J. Diagnosis fisik=Physical diagnosis.Edisi
17.Jakarta : EGC;2000.h.90-95.
4. William ED, Pappas PG, Sobel JD. Clinical mycology. Oxford Univ Press. 2003.p.367-
84.
5. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi 4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2008.h.319-26.
6. Williams L, Wilkins. Teks-atlas kedokteran kedaruratan Greenberg . Jilid.2. Jakarta:
Erlangga; 2012.h.404-25.
7. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta : Hipokrates, 2000.
8. Corwin EJ. Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC;2009.h.111-112
9. Rubenstein D, Wayne D, and Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi 6.
Jakarta: Erlangga; 2007.h. 342
10. Price SA. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2006.h. 1448-51(2)
11. Wolff, K., Johnson, R.A., Suurmond, D. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical
dermatology. Edisi kelima. USA: The McGraw-Hill Companies; 2005.h.699-700.
12. Siregar, R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi kedua. Cetakan pertama.
Jakarta: EGC; 2005.h.29-34.
19