Fraktur Kruris New

38
Bagian Radiologi Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Mei 2014 Universitas Muslim Indonesia FRAKTUR KRURIS Oleh: Samsidar 110 208 0143 Achmad Muflih 110 209 0094 Arwini Avissa 110 210 0065 Novi Riyadhah M. 110 210 0078 Nofianty S. 110 210 0091 Nurfadlianty M. 110 210 0134 Pembimbing Residen dr. Evi S. Gusrah Dosen Pembimbing:

description

radiologi

Transcript of Fraktur Kruris New

Bagian RadiologiLaporan KasusFakultas KedokteranMei 2014Universitas Muslim Indonesia

FRAKTUR KRURIS

Oleh:Samsidar110 208 0143Achmad Muflih110 209 0094Arwini Avissa110 210 0065Novi Riyadhah M.110 210 0078Nofianty S.110 210 0091Nurfadlianty M.110 210 0134

Pembimbing Residendr. Evi S. Gusrah

Dosen Pembimbing:dr. Erlin Sjahril, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIAMAKASSAR2014FRAKTUR KRURISI. KASUSNama pasien/umur:An. FM / 8 tahunNo. Rekam Medik:663789Alamat:JL. KAJENJENG DALAM V BLOK VIRuang perawatan: Lontara 2 ortoTanggal MRS:19- 05- 2014A. Anamnesis Keluhan utama :Patah tulang betis kiri. Anamnesis terpimpin :Dialami sejak 2 minggu yang lalu sejak masuk rumah sakit setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pasien sedang berlari tiba tiba ditabrak oleh sepeda motor. Sebelum dibawa ke rumah sakit Wahidin pasien mengaku pernah dibawa ke tukang urut. Riwayat penyakit sebelumnya :Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.Riwayat Hipertensi (-)Riwayat DM (-)Riwayat PJK (-) Riwayat pengobatan (termasuk obat yang sedang dikonsumsi) :Selama sakit pasien tidak pernah mengkonsumsi obat obatanPasien pernah pergi ke tukang urutB. Pemeriksaan FisisKeadaan umum: Sakit sedang.Kesadaran: Compos mentis (GCS 15, E4V5M6).Status Gizi: Baik. Tanda vitalTekanan darah:110/70 mmHg.Pernapasan:16 x/menit.Nadi:82 x/menitx. Suhu : 36.7 0C. MataKelopak mata:Edema (-)Konjungtiva:Anemia (-)Sklera:Ikterus (-)Kornea:JernihPupil:Bulat, isokor THT:odinofagi (-)Disfagi (-)Disfoni (-)Odinofoni (-)Otore (-)Otalgia (-)Tinnitus (-)Gangguan pendengaran (-)

MulutBibir:Pucat (-), kering (-)Lidah:Kotor (-), hiperemis (-), kandidiasis oral (-)Tonsil:T1 - T1, hiperemis (+)Faring:Hiperemis (-) LeherKGB:Tidak ada pembesaran Dada Inspeksi.Bentuk:SimetrisSela Iga:Dalam batas normal Paru-paru PalpasiNyeri tekan:(-)Massa tumor:(-) PerkusiParu kiri:SonorParu kanan: Sonor AuskultasiBunyi pernapasan:VesikulerBunyi tambahan:Rh -/-, Wh -/-

Jantung Inspeksi:Iktus kordis tidak tampak pembesaran Palpasi:Iktus kordis tidak teraba Perkusi:Pekak AuskultasiBunyi jantung:Bunyi jantung I/II murni regulerBunyi tambahan:Bising (-) Abdomen Inspeksi:Datar, ikut gerak napas Auskultasi:Peristaltik (+), kesan normal PalpasiNyeri tekan: (-)Massa tumor:(-)Hepar-lien:Tidak teraba Perkusi:Timpani EkstremitasAkral hangat:-/-Edema:-/+Deformitas:-/+Tanda perdarahan:-/+Disabilitas:-/+Nyeri lutut:-/+

C. Radiologi

Gambar 1: Fraktur pada 1/3 medial tibia et fibula sinistraFoto Cruris Sinistra AP/ Lateral (19/05/2014) : Alignment cruris berubah, tampak dislokasi os talus ke arah inferolateral. Fraktur obliq incomplete 1/3 medial os tibia sinistra. Fraktur obliq 1/3 medial os fibula dengan fragmen distal yang displace.ke craniolateral Tampak garis lusen pada growth plate dan epifisis distal os tibia. Mineralisasi tulang baik. Celah sendi genu baik. Jaringan lunak sekitarnya kesan swelling.

Kesan : Fraktur pada 1/3 medial os tibia et fibula sinistra.: Suspek fraktur salter harris tipe III pada distal os tibia sinistra: Dislokasi talotibialis joint ke inferolateralD. Resume KlinisSeorang anak laki - laki usia 8 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan patah tulang betis kiri sejak 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Pasien berlari lalu ditabrak oleh sepeda motor. Pasien awalnya dibawa ke tukang urut sebelum akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo.E. Diagnosis Closed fracture 1/3 middle left tibia et fibulaF. Terapi Medikamentosa IVFD RL 14 tpm Non- medikamentosa Penatalaksanaan long leg back slab left lower extremity.II. DISKUSI KASUSA. PendahuluanFraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit di atasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana); kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound), yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.(1) Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: (1) peristiwa trauma tunggal; (2) tekanan yang berulang-ulang; atau (3) kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).(1)Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.(2)Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen fraktur. Foto Roentgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus diletakkan di pertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus. Bila sinar menembus secara miring, gambar menjadi samar, kurang jelas, dan berbeda dari kenyataan. Harus selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus. Persendian proksimal maupun distal harus tercakup dalam foto. Bila ada kesangsian atas adanya patah tulang sebaiknya dibuat foto yang sama dari ekstremitas kontralateral yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian tentang adanya kelainan, seperti fissura, sebaiknya foto diulang setelah satu minggu; retak akan menjadi nyata karena hiperemia setempat di sekitar tulang yang retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi. Osteoporosis pascatrauma merupakan tanda Roentgenologik normal pascatrauma yang disebabkan oleh hiperemia lokal proses penyembuhan. Pemeriksaan khusus seperti CT-Scan atau MRI kadang diperlukan, misalnya pada kasus fraktur vertebra yang disertai gejalan neurologis.(2)B. EpidemiologiFraktur tibia dan fibula merupakan fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi. Rata-rata insiden dari kasus ini diperkirakan terjadi sekitar 26 fraktur diaphyseal tibia dalam 100.000 penduduk per tahun. Laki-laki lebih sering mengalami fraktur ini dibandingkan perempuan, dengan insiden laki-laki yang sekitar 41 dalam 100.000 penduduk per tahundaninsidenperempuan sekitar 12 dalam 100.000 penduduk per tahun. Usia rata-rata pasien yang mengalami fraktur shaft tibia adalah 37 tahun, dengan laki-laki yang memiliki usia rata-rata 31 tahun dan wanita 54 tahun.(3)

C. Anatomi dan Fisiologi Tulang Gambar 2 : A. Struktur tulang panjang, B. Tahap perkembangan tulang panjang(4).Pertengahan dari tulang panjang disebut diafisis. Bagian sebelum ujung tulang adalah metafisis, yang meluas sampai ke lempeng epifisis. Epifisis melibatkan ruang-ruang sendi. Pusat-pusat pertumbuhan kadang ditemukan pada bagian tulang panjang yang tidak melibatkan ruang sendi (misalnya, sepanjang trokanter mayor femur). Pusat-pusat ini disebut sebagai apofisis.(5)Pertumbuhan tulang panjang terjadi terutama pada lempeng epifisis, ketika tulang baru memperpanjang metafisis dan menjauhkan jarak ke lempeng epifisis. Beberapa pertumbuhan terjadi sepanjang periosteum lateral sehingga memungkinkan tulang menjadi lebih tebal seiring dengan bertambahnya usia. Beberapa epifisis yang muncul pada saat lahir dan sebagian besar tertutup pada usia duapuluh tahun. Ada bagian yang berbeda dari tulang panjang yang penting, karena beberapa lesi yang khas hanya akan mempengaruhi bagian-bagian tertentu dari tulang tersebut. Sebagai contoh, sarkoma ewing yang mempengaruhi diapisis tulang panjang, tapi jarang mempengaruhi epifisis.(5) Korteks tulang memiliki garis putih halus, yang disebut trabekula. Terletak terutama di sepanjang garis aksentuasi dalam tulang dan merupakan pilar-pilar penyokong. Kadang-kadang dapat terjadi cross-linking trabekula. Pada keadaan tidak digunakan, usia tua, atau peningkatan aliran darah, kalsium akan terbawa dari tulang dan menghilangkan cross-linking trabekula sehingga tulang menjadi lemah dan mudah terjadi fraktur.(5)Fungsi dari sistem rangka antar lain : (6)1. Mendukung dan menstabilkan jaringan sekitarnya seperti otot, pembuluh darah, saraf, lemak, dan kulit.2. Melindungi organ vital tubuh seperti otak , sumsum tulang belakang , jantung , dan paru-paru dan melindungi jaringan lunak lain pada tubuh .3. Membantu menggerakan tubuh dengan menyediakan tempat melekatnya otot-otot.4. Memproduksi sel-sel darah. Proses ini disebut hematopoiesis dan terjadi terutama di sumsum tulang merah.5. Tempat penyimpanan garam mineral , terutama fosfor dan kalsium , dan lemak.Beberapa yang terkait dengan tulang adalah tulang rawan, tendon dan ligamen. Tulang rawan, jaringan ikat, adalah lingkungan tempat tulang berkembang pada janin. Ini juga ditemukan di ujung tulang sejati dan dalam sendi pada orang dewasa. Tulang rawan memberikan permukaan halus sebagai tempat tulang bergerak terhadap satu sama lain. Ligamen adalah struktur jaringan ikat yang keras yang melekatkan antar tulang. Seperti ligamen yang melekatkan kepala femur dan acetabulum pada panggul. Tendon adalah struktur serupa yang melekatkan otot ke tulang. (6)D. Mekanisme FrakturTulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: (1) peristiwa trauma tunggal; (2) tekanan yang berulang ulang ; atau (3) kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).(1)

a. Fraktur akibat peristiwa traumaSebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila terkena kekuatan yang tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak ditempat frakur mungkin tidak ada.(1)Kekuatan dapat berupa: (1) pemuntiran, yang menyebabkan fraktur spiral; (2) penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang; (3) penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang yang disertai fragmen kupu kupu berbentuk segitiga yang terpisah ; (4) kombinasi dari pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur oblik pendek; atau (5) penarikan, dimana tendon atau ligamen benar benar menarik tulang sampai terpisah.(1)b. Fraktur kelelahan atau tekananRetak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari , dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.(1)c. Fraktur patologikFraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit pager).(1)E. POLA FRAKTUR PADA ANAKMekanisme dari fraktur ada anak-anak berbeda menurut usianya. Anak yang lebih muda lebih sering terjadi fraktur oleh karena bermain dan jatuh dengan lengan yang terulur. Sedangkan pada anak yang lebih dewasa cidera fraktur dapat terjadi karena berolahraga, bersepeda, dan kecelakaan. Ligamentum pada anak-anak lebih kuat dibandingkan ligamenum pada orang dewasa, sehingga bila terjadi cidera, gaya yang timbul akibat benturan tersebut akan menyebabkan dislokasi pada orang dewasa dan menyebabkan fraktur pada anak oleh karena gaya yang timbul di transmisikan pada tulang. Sehingga perlu dilakukan penilaian yang tepat ketika terjadi dislokasi pada anak-anak yang bisa saja melibatkan terjadinnya fraktur pada tulang. Pembagian fraktur pada anak sebagai berikut :(7)1. Plastic deformation(7) Tulang menekuk oleh karena melewati batas elatisnya, tetapi gaya yang ditimbulkan oleh cidera tidak sampai menyebabkan fraktur. Tidak ada garis fraktur yang terlihat di radiography. Khas untuk anak-anak. Sering pada os ulna dan kadang-kadang pada os fibula.2. Buckle fraktur(7) Kompresi pada tulang yang terjadi pada perhubungan methapisis dan diaphisis. Sering terjadi pada distal radius. Sifatnya stabil. Sembuh dalam 3-4 minggu dengan pergerakan yang minimal.3. Greenstick fraktur(7) Tulang menjadi bengkok dan cembung. Garis fraktur tidak mengenai sampai sisi yang konkaf pada tulang. Dapat menyebabkan patahnya sisi konkraf pada tulang jika melewati batas elastisnya dan memberikan deformitas pada tubuh.

4. Komplit fraktur(7) Bila seluruh lingkaran tulang atau kedua permukaan korteks terputus. Diklasifikasikan menjadi : Spiral fraktur disebabkan karena benturan tidak langsung berupa rotasi, benturan dengan kecepatan rendah. Obliq fraktur melewati garis diagonal diaphisis tulang dengan sudut 30 dari aksis tulang, tidak stabil. Fraktur transversa disebabkan karena benturan langsung yang keras.5. Physial fraktur(7) Fraktur ephypisis dapat melibatkan tekanan pada tulang, pembuluh darah ephypisis dan perhubungan antara diaphisis sampai methapisis. Sering terjadi pada os radial ephipisis. Dapat Sembuh dalam 3 minggu. Di klasifikasikan oleh salter harris (SH) seperti berikut :

Gambar 3 : Klasifikasi trauma fiseal shalter-harris(7).

F. Penanganan FrakturLokalisasi dari keluhan adalah gejala klinis yang sangat membantu, dan tiga jenis gambaran radiografi biasanya diperlukan untuk memvisualisasikan fraktur. Hiperekstensi dari lutut dicurigai sebagai penyebab fraktur tibia pada anak.(8)Fraktur tungkai secara umum dapat ditangani dengan plate dan screw. Angulasi kurang dari 10 derajat ditujukan kepada anak yang lebih besar, walaupun pada penelitian pada orang dewas menyimpulkan angulasi kurang dari lima derajat menghasilkan perubahan degeneratif yang lebih sedikit.(8)Remodeling angulasi Varus lebih baik daripada valgus atau angulasi posterior. Literatur terbaru cenderung kepada intervensi yang lebih agresif, tapi hasil dari penanganan plate dan screw oleh Shannak dijadikan penanganan high standart. Plate dan screw biasanya digunakan di awal, namun Brown dan Sarmiento melaporkan peningkatan hasil dengan pemakaian lebih awal, walaupun pada fraktur yang tidak stabil. Literatur di Eropa lebih cenderung kepada tindakan operative daripada literatur Amerika.(8)PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya, yaitu jangan mencederai pasien, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat, pemilihan pengobatan dengan tujuan tertentu, mengikuti law of nature, pengobatan yang realistis dan praktis, dan memperhatikan setiap pasien secara individu.(9)Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling.(9)Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri, Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi penyatuan tulang kembali, Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.(10) Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak menggerakkan daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri. Teknik imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips.(1) (8) (9) Bidai dan gips tidak dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau fiksasi internal.(9)Sebuah fraktur spiral pada ekstremitas atas memakan waktu 6-8 minggu untuk terjadinya konsolidasi. Ekstremitas bawah membutuhkan dua kali lebih lama. Patah tulang anak-anak, tentu saja menyatu lebih cepat. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin. Beberapa penatalaksanaan fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi, Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif. Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis.(9)Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal. Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.(9)Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.(9) Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, pasien dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala fraktur dengan infeksi.(9)Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum femur.(9)Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri).(9)Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada fraktur kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan prosthesis. Tindakan ini diakukan pada orang tua yang patahan pada kolum femur tidak dapat menyambung kembali.(9)Penanganan Fraktur Tebuka Khusus pada fraktur terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik infeki umum maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan. Empat hal penting yang perlu adalah antibiotik profilaksis, debridement urgent pada luka dan fraktur, stabillisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif.(1)(10)Penanganan Fraktur TertutupPertimbangkan pertama dalam terapi umum ialah : mengobati pasien, tidak hanya sebagian tubuhnya. Pertolongan pertama, pengangkutan, danterapi syok, perdarahan dan cedera yang berkaitan.(1)Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi untuk memperbaiki posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankanya bersama-sama sebelum fragmen-fragmen itu menyatu, sementara itu pergerakan sendi dan fungsi harus dipertahankan. Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebatan fisiologis pada tulang, sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan beban secara lebih awal.(1)

G. Proses Penyembuhan Tulang Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :(1)(4)1. Pembentukan hematomPembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.2. Radang dan proliferasi sellulerDalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut distertai poliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan di absorbs dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu.3. Pembentukan kalusSel yang berkembangbiak memilki potensi krondrogenik dan osteogenik: bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago. Populaso sel sekarang juga mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan dari pembuluh darah baru) yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur (atau anyaman tulang) menjadi lebih paday, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu setelah cedera fraktur menyatu.4. KonsolidasiBila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinakan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblast mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adakah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa bebang yang normal.5. RemodelingFraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan anak, tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya. Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui proses remodeling akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula dari tulang tersusun kembali.

Gambar 4 : Proses penyembuhan tulang(4).

H. KOMPLIKASI FRAKTUR1. Infeksi (osteomyelitis)Pada osteomyelitis, mikroba masuk melalui kulit yang rusak, meskipun dapat pula ditularkan melalui pembuluh darah. Penyembuhan tidak akan terjadi jika masih ada infeksi yang masih berlangsung(10).

Gambar 5: A. Infeksi awal pada metaphyseal, terdapat destruksi fokal yang minimal padadistal medial metaphysic. B. destruksi tulang lanjut jelas kelihatan pada metaphyseal (10).2. Non unionPenyembuhan secara non union pada tulang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Pada radiologis kelihatan jalur fraktur yang persisten (10).

Gambar 6: Non-union pada tibia. Terdapat Interosseous bone grafting dan surgical wiring. Terdapat sklerosis sekitar garis fraktur tanpa adanya bridging tulang, 1 tahun setelah fraktur(10).

3. MalunionTerjadi proses penyembuhan fraktur yang tidak sesuai dengan posisi anatomi(11).

Gambar 7 : Malunion pada fraktur tibia dimana telah terjadi penyembuhan tapi terdapat angulasi pada lateral dari fragmen distal(10).

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley Ag, Solomon L. Prinsip Fraktur. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem. 7 ed. Jakarta: Widya Medika; 1995. p. 238 - 9.2. Hidayat S, Dejong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed. Jakarta: EGC; 2010.3. KJZ K, D J. Handbook Of Fractures. 3 ed: Lipinccot Williams & Wilkins; 2006.4. Rose W. Healing Of Bones. In: W A, G A, editors. Anatomy and Physiology In Health and Illness. 9 ed; 2001. p. 388 - 90.5. Matter FA. Skeletal System Introduction. Essential of Radiology. 2 ed. New Mexico: Department of Radiology, New Mexico Federal Regional Medical Center; 2005.6. Rizzo DC. The Skeletal System. Delmar's Fundamental Anatomy of Physiology. USA: Delmar. p. 134.7. Budd L. Pediatric Fracture. Learn Pediatrics, University of Columbia British. 2012 22 April 2012.8. Gde Rastu Adi Mahartha, Sri Maliawan, Ketut Siki Kawiyana, Manajemen Fraktur Pada trauma Muskuloskeletal. 2011.9. Parahita PS, Kurniyanta P. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera Fraktur Ekstremitas. Bagian SMF Ilmu Anastesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2012.10. S D, RP JA, JJ PR, AP WW, W P. Periosteal Reaction; Bone and Joint Infection & Skeletal Trauma. In: YJ WR, editor. Textbook of radiology and Imaging. 7 ed: Churchill Livingstone; 2003. p. 1155 & 371 - 3377.