tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

19
TINEA KRURIS I. PENDAHULUAN Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofit yang memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang mengandung keratin,seperti stratum korneum epidermis, rambut dan kuku.. (1) Tinea kruris biasanya disebut “jock itch” ,adalah infeksi dermatofit superficial yang menginfeksi daerah genitalia, pubis, kulit, perineum dan anal yang lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Istilah ini tidak tepat karena dalam bahasa latin “cruris” artinya kaki. Penyakit ini teramsuk kedua terbanyak pada infeksi dermatofit di dunia. (2) II. EPIDEMIOLOGI Tinea kruris lebih sering ditemukan pada daerah yang beriklim lembab dan panas hal ini menyebabkan peningkatan wabah infeksi Tinea kruris, dapat menyebar melalui kontak langsung maupun tidak langsung (handuk, pakaian, seprei, dan tempat tidur). Tinea Kruris lebih sering juga terjadi pada pria dibandingkan pada wanita karena laki-laki berkeringat lebih dari wanita.. Usia 1

Transcript of tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

Page 1: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

TINEA KRURIS

I. PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofit yang memiliki kemampuan

untuk melekat pada keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi yang

memungkinkan jamur tersebut untuk berkoloni pada jaringan yang mengandung

keratin,seperti stratum korneum epidermis, rambut dan kuku..(1)

Tinea kruris biasanya disebut “jock itch” ,adalah infeksi dermatofit

superficial yang menginfeksi daerah genitalia, pubis, kulit, perineum dan anal

yang lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Istilah ini tidak

tepat karena dalam bahasa latin “cruris” artinya kaki. Penyakit ini teramsuk kedua

terbanyak pada infeksi dermatofit di dunia.(2)

II. EPIDEMIOLOGI

Tinea kruris lebih sering ditemukan pada daerah yang beriklim lembab dan

panas hal ini menyebabkan peningkatan wabah infeksi Tinea kruris, dapat

menyebar melalui kontak langsung maupun tidak langsung (handuk, pakaian,

seprei, dan tempat tidur). Tinea Kruris lebih sering juga terjadi pada pria

dibandingkan pada wanita karena laki-laki berkeringat lebih dari wanita.. Usia

Dewasa lebih sering terjadi dari pada anak-anak. Faktor predisposisi lain yaitu

obesitas ,socioekonomi dan lingkungan .(2-5)

III. ETIOLOGI

Penyebab  u t ama  da r i   t i nea  k ru r i s ada l ah Trichopyhton rubrum

(90%)  dan Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%),

Trichopyhton tonsurans (6%) di negara-negara Barat, Epidermophyton floccosum

adalah dermatofit yang paling sering terjadi.(2)

1

Page 2: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

Tabel 1

Dermatophyte(3) Gambaran klinis

Trychopiton rubrum Penyebab paling utama di USA

Biasanya penyakit akan berkembang menjadi

kronis

Jamur tidak dapat bertahan pada ( furniture,

karpet dan linen) dalam jangka waktu yang lama

Sering melebar ke gluteus, pinggang dan paha

Epidhermophyton

floccosum

Umumnya berhubungan dengan “epidemics”

seperti menyebar pad kamar ganti dan asrama

Infeksi akut( jarang kronis)

Jamur dapat bertahan pada ( furniture, karpet dan

linen) dalam jangka waktu yang lama

Penyebaran jamur tidak melewati daerah inguinal

T.mentagrophytes Infeksi lebih parah dan akut, akan menyebabkan

peradangan dan pustule

Jamur cepat menyebar ke tubuh dan extremitas

inferior, menyebabkan severe inflammation

Biasanya didapatkan pada bulu binatang

IV. PATOGENESIS

Jalur infeksi yang diduga sebagai tempat dermatofit untuk menginfeksi

pejamu, ialah melalui kulit yang terluka misalnya : luka gores atau luka bakar.

Bagian dari dermatofit yang menginfeksi ialah atrokonidia atau konidia daerah

invasi pathogen yang tersering ialah lapisan keratin yang terletak pada stratum

korneum. Setelah mengivasi, patogen mengeluarkan exo-enzim keratinase dan

memicu reaksi tubuh untuk mengeluarkan reaksi inflamasi pada daerah invasi

tersebut. Tanda-tanda inflamasi ialah kemerahan , pembengkakan, panas dan

alopecia, dapat ditemukan didaerah yang terinfeksi. Karena reaksi kompensasi

2

Page 3: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

tubuh yaitu dengan mengeluarkan reaksi inflamasi, karena reaksi inflamasi

tersebut maka patogen akan berpindah ke daereh lain yang belum terifenksi. Tinea

kruris dapat menular melalui kontak langsung dengan penderita, penularan dapat

menajadi lebih cepat apabila daya tahan tubuh seseorang menurun, atau sedang

menderita penyakit lain (misalnya diabetes mellitus). Penularan juga dapat

melalui handuk yang telah digunakan oleh penderita tinea kruris.(1,6-8)

3

Page 4: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

Gambar 4.1 Patogenesis infeksi dermatofit

V. GEJALA KLINIS

Gejala dari Tinea kruris yaitu tampak sebagai eritem multipel dengan

papulovesikel yang berbatas teagas dan terjadi peninggian tepi. Pasien sering

mengeluhkan gatal, nyeri, dan biasa didapatkan maserasi dan komplikasinya dapat

berupa infeksi sekunder. Lesi klasik melibatkan daerah genitokrural dan paha atas

medial secara simetris, tetapi keterlibatan asimetris dapat terjadi. Invasi skrotum

biasanya minimal dan perluasan ke daerah genitalia, abdomen bawah, gluteus, dan

daerah perianal. Keluhan utama pasien adalah gatal (pruritus), dan akan mejadi

lebih parah apabila terjadi maserasi atau terjadi infeksi mikroorganisme lain.(2,7-8)

Gambar 5.1. Tinea kruris pada daerah bokong(2)

4

Page 5: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

Gambar 5.2, terdapat plak eritematosa berbatas tegas di daerah inguinal dan pubis.(2)

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan dengan :

1. Anamnesis : keluhan utama, mengenai lama penyakit, lokasi (regio),

riwayat keluarga, riwayat kontak dengan penderita serupa, riwayat

pengobatan, tingkat kebersihan penderita, keadaan/lingkungan tempat

tinggal penderita.(9)

2. Pemeriksaan fisis: pustul dan vesikel sering ditemukan di lesi aktif,

maserasi, eritema di daerah yang terinfeksi, skuama, dan peninggian

tepi lesi(9)

3. Pemeriksaan penunjang(7)

A. KOH (potassium hidroksida), prosedur pemeriksaan KOH yaitu

Bersihkan daerah yang akan dilakukan pemeriksaan dengan

alkohol 70%

Kumpulkan skuama yang akan digunakan untuk proses

diagnostik dengan menggunakan pisau bedah atau tepi kaca

objek. Letak kan pada kaca penutup, kemudian teteskan KOH

(10-15%) dan tutup.

Keratin dan debris yang tertinggal akan segera hancur dalam

beberapa menit. Proses ini dapat dipercepat dengan

memanaskan kaca objek atau dengan menambahkan keratolitik

atau dimetil sulfudia kedalam larutan KOH.

Tambahkan satu tetes larutan katun laktofenol biru untuk

persiapan preparat, tujuannya untuk sebagai pemberi kontras

kontras pada dermatofit yang ada pada objek glass.

5

Page 6: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

gambar 6.1 hifa atau misela yang multipel, bersekat, berstruktur seperti pipa, dan pengelompokkan spora (9)

B. Gambaran histopatologi

Dermatofit adalah

jamur berfilamen pada

jaringan yang

hanya

memproduksi

hifa bersepta dan

artrospora.

Dermatofit

terdapat pada

stratum

korneum,kuku,

folikel rambut.

Hifa merupaakan

struktur nyata yang dapat dideteksi dengan menggunakan pewarnaan.(11)

6

Page 7: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

Gambar 6.2 . atas: Terdapat hifa tunggal pada lapisan epidermis. Lapisan epidermis mulai menjadi spongiasis dan terdapat infilrat limfosit pada papilla dermis . Bawah: terdapat hifa yang memiliki dua septa(11)

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Kandidosis intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit yang disebabkan oleh spesies Candida

biasanya oleh Candida albican. Kandidosis intertriginosa mempunyai bercak

berbatas tegas, bersisik, basah, eritematosa. Pustul berwarna putih sering

ditemukan, lesi di kelilingi satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul

kecilatau bula yang pecah meninggalkan daerah yng erosif, dengan pinggir

yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. Biasanya lokasi untuk

intertrigo termasuk daerah genitocrural, axilla, daerah gluteal, antar jari

tangan atau kaki, glans penis, umbilikus dan lipat payudara.(10,12-13)

7

Page 8: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

Gambar 7.1, kandidosis intertriginosa. A. eritem , erosi, pustule menjadi plak di skrotum dan

inguinal. B. eritem, erosi dan lesi satelit. C.merah, erosi di area vulva. D.eritem dan erosi di sela

jari

2. Psoriasis vulgaris (plak)

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif. Awalnya lesi berwarna merah, papul bersisik yang pada akhirnya

berubah menjadi plak berbentuk bundar-oval, yang bisa dengan mudah

dibedakan dari sekitar kulit normal. Plaknya bermacam-macam dari merah

muda sampai warna merah dan biasanya ditutupi oleh sisik tebal berwarna

keperakan. Terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz, dan kobner. Tempat

predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas

bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.(14,15)

8

Page 9: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

(Gambar 7.2 Psoriasis plak intergluteal)

3. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit yang didasari oleh faktor

konstitusi dan bertempat predileksi di tempat seboroik. Lesi kulit oranye-

merah atau abu-putih pada kulit, sering dengan “berminyak” atau makula

kering putih bersisik, papul dengan bermacam ukuran (5-20mm), atau

berpetak-petak, agak berbatas tegas. Distribusi dan tipe utama dai lesi

(berdasarkan lokasi dan umur). Lipatan tubuh, axilla, pangkal paha, daerah

anogenital, daerah submamma, umbilikus, dan daerah popok pada ditemukan

tersebar, eksudatif, berbatas tegas, dengan eritematose yang cerah, disertai

bersama munculnya terkikis dan bercelah.(16)

(Gambar 7.3,Dermatitis seboroik: tipe infantilEritem and lesi)

4. Eritrasma

Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang di

sebabkan oleh Coryne bacterium minitussismum. Tempat yang paling sering

yang terkena adalah daerah inguinal, axilla, dan daerah submamma. Jarang

didapat menyebar ke daerahlain. Lesinya berukuran 10cm, plak berwarna

coklat terang, batas bermacam-macam, polycyclic, dan ditutupi oleh sisik

halus. Terdapat pruritus ringan ataupun tanpa pruritus, dan berjalan kronis

tanpa kecenderungan untuk remisi. Pada daerah antara jari dan telapak kaki,

plak berbentuk eritematosa dengan sisik tidak terlalu tebal atau vesikel.(1,17)

9

Page 10: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

(Gambar7.4 ,Eritrasma)

Tabel 2

Tinea krurisKandidosis intertriginosa

Psoriasis vulgaris(plak)

Dermatitis seboroik

Eritrasma

Etiologi

Trichopyhton rubrum  d anEpidermophython fluccosumTrichophyton mentagrophytes,Trichopyhton tonsurans

Candica albicans

AutoimunBelum diketahui

Coryne bacterium minitussismum

Predileksi Genitokrural, gluteal, perianal,

genitokrural, axilla, daerah gluteal, antar jari tangan atau kaki, glans penis, umbilikus dan lipat payudara

pada scalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral

Lipatan tubuh, axilla, pangkal paha, daerah anogenital, daerah submamma, umbilikus

inguinal, axilla, dan daerah submamma

10

Page 11: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

Gambaran klinis

lesi berbats tegas,makula hiperpigmentasi, bersifat polimorf, skuama, dan erosi

Makula eritematous iktiosiformis (bersisik), pustul

Lesi eritema, papul, plak, fenomena titis lilin, auspitz, kobner

Lesi eritema, skuama berminyak, krusta

Plak berwarna terang, eritema

Pemeriksaan penunjang

KOH ( spora dan hifa), histopatologi (epidermis spongiosis dan pola psoriasisformis hyperplasia )

pewarnaan gram (sel ragi, blastospora, atau hifa semu)

Histopatologi (parakeratosis dan akantosis)

Histopatologi (parakeratosis dan akantosis), biopsi kulit (nutrofil)

Lampu wood ( coral red), kerokan kulit (batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u ataukurang, yang muda putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid)

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Obat topical(18)

a. Alilamin dan benzylamin

Alilamin adalah obat jamur yang bersifat fungistatik yang bekerja

menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biosintesis

sterol jamur yang menghambat biosentesis ergosterol dan menghancurkan

sintesis mebran sel jamur. Contoh alilamin : naftifine tersedia dalam bentuk

1% krim dan lotion. Contoh benzylamin: butenafin tersedia dalam bentuk 1%

krim

b. Imidazole

Imidadazol merupakan Obat jamur yang menghambat pertumbuhan sel jamur

dengan menghambat sitokrom P-450 dependent sintesis dari ergosterol yang

merupakan komponen penting pada selaput sel jamur. Contoh : ketokonazol

tersedia dalam bentuk 1 % dan 2 % krim , sampo.

11

Page 12: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

c. Tolnaftate

menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biosintesis

sterol jamur yang menghambat biosentesis ergosterol dan menghancurkan

sintesis mebran sel jamur. Tersedia dalam 1 % krim, bedak dan gel.

2. Obat sistemik(19)

a. Griseovulfin

Obat ini bersifat fungistatik. Secara umum griseovulfin dalam bentuk fine

particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 untuk orang dewasa dan 0,25 –

0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 – 25 mg per kg berat badan. Lama

pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan keadaan

imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2 minggu agar tidak

residif

b. Ketokonzol

Obat ini bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap griseovulfin dapat

diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari – 2 minggu

pada pagi hari setelah makan.

3. Pencegahan

a. Menggunakan baju yang tidak ketat.

b. Keringkan seluruh badan setelah mandi.

c. Menurunkan berat badan jika obesitas.

d. Mencuci pakaian dan handuk yang telah digunakan oleh penderita.(3)

IX. PROGNOSIS

Prognosis bagus jika diagnosis tepat dan pengobatan yang teratur. Rekurensi

dapat terjadi apabila di daerah predileksi kelembapannya tidak terjaga.(6)

12

Page 13: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

X. KESIMPULAN

Tinea kruris adalah infeksi dermatofit superficial yang menginfeksi daerah

genitalia, pubis, kulit, perineum dan anal lebih sering terjadi pada pria

dibandingkan pada wanita. Penularan melaui melalui kontak fisik yang menderita

tinea kruris. Penyebab  u t ama  da r i   t i nea  k ru r i s Trichopyhton rubrum

(90%) . Gejala dari Tinea kruris yaitu lesi tajam ditandai dan peninggian lesi

eritem yang menonjol dengan lapisan epidermis yang tipis. Pemeriksaan dapat

dilakukan dengan pemeriksaan KOH. Prognosis bagus jika tepat dan

pengobatannya yang teratur.

13

Page 14: tinea kruris REFARAT BESAR fix.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas, A.K., et al., superficial fungal infection. Mustansiriya Medical Journal 2012. 11.

2. Zanglein, A., et al., tinea cruris, in fitzpatrick`s dermatology in general medicine, k. wolff, et al., Editors. 2007, mc graw hill medical: new york. p. 1815-1819.

3. Kerkhof, p. and j. schwalwijk, papulo squamosa and dermatoses, in bolognia: dermatology, j.p. callen, et al., Editors. 2008: USA.

4. Das, s., et al., Studies on comparison of the efficacy of terbinafine 1% cream and butenafine1% cream for the treatment of Tinea cruris. indian dermatol online j, 2010. 1(8-9).

5. Gupta, a.k. and m. chaudry, tinea coropris,tinea cruris,tinea nigra and tinea piedra. dermatol clin 21, 2010. 395(400).

6. Beepika l. pathogenesis and treatment. natural science. 2010;2:725-317. Andrews, D. and m. burns, common tinea infections in children. am fam

physician, 2008. 10(77): p. 1415-1420.8. Taniwala, R. and Y. sharma, pathogenesis dermathophytoses. indian j dermatol,

2011. 3(56): p. 259–261.9. Wolff, k. and r.a. johnson, tinea cruris, in FITZPATRICK’S COLOR ATLAS AND

SYNOPSIS OF CLINICAL DERMATOLOGY2009, mac graw hill: new york.p. 69510. Ashbee, H. and R. hay, mycology, in rooks text book of dermatology, t. burns, et

al., Editors. 2010, wiley-blackwell: londoon. p. 33-3611. Brehmer e, Anderson, et al, common fungal infection. In

dermatopathology.2006, springer; Germany.p. 87-812. Kuswadji, kandidosis, in ilmu penyakit kulit dan kelamin, d. adi, m. hamzah, and

s. aisyah, Editors. 2009, FKUI: jakarta. p. 189-190.13. Janik, m. and m. haffernan, yeast infection: candidiasis and tinea versicolor, in

fitzpatrick dermatology in general medicine, k. wolff, et al., Editors. 2008, mc graw-hill: new york. p. 1824-1825.

14. Kerkhof p, schwalwijk j. papulo squamosa and dermatoses. In: callen jp, horn td, mancini aj, salasche sj, schaffer jv, editors. bolognia: dermatology. 2 ed. USA2008.chapt 9

15. Adi, d., m. hamzah, and s. aisyah, dermatosis aritroskuamosa, in ilmu penyakit kulit dan kelamin2009, FKUI: jakarta. p. 107-108.

16. fritch P, reider N. Other Eczematous Eruption. In: bolognia j, lorizzo jl, rappini r, editors. bolognia dermatology. 2 ed. USA: mosby; 2008.chapt 14

17. harry R, adrianss B. bacterial infection. In: burns T, breathnach s, cox n, griffi c, editors. rook`s textbook dermatology. 8 ed. london: wiley-blackwell; 2010. p. 30.7-.8.

18. fritch P, reider N. antifungal agents. In: bolognia j, lorizzo jl, rappini r, editors. bolognia dermatology. 2 ed. USA: mosby; 2008.chapt 127

19. Kuswadji, kandidosis, in ilmu penyakit kulit dan kelamin, d. adi, m. hamzah, and s. aisyah, Editors. 2009, FKUI: jakarta. p. 98-9.

14