Tinea Kruris Refleksi Kasus

14
Lab./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Refleksi Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman / RSUD AW. Syahranie TINEA KRURIS Oleh : Arina 05.48837.00238.09 Pembimbing dr. M. Darwis Toena, Sp.KK Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Laboratorium/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 0

Transcript of Tinea Kruris Refleksi Kasus

Page 1: Tinea Kruris Refleksi Kasus

Lab./SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman / RSUD AW. Syahranie

TINEA KRURIS

Oleh :

Arina

05.48837.00238.09

Pembimbing

dr. M. Darwis Toena, Sp.KK

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Laboratorium/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman/RSUD A. Wahab

Sjahranie Samarinda

2012

0

Page 2: Tinea Kruris Refleksi Kasus

TINEA KRURIS

ABSTRAK

Dilaporkan sebuah kasus tinea kruris pada seorang wanita berusia 45

tahun. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran

klinis yang khas. Ganbaran klinis didapatkan kelainan kulit berupa tampak plakat

hiperpigmentasi dengan tepi eritema dan skuama putih diatasnya pada region

inguinal dekstra et sinistra. Lesi timbul sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya berupa

bercak kemerahan pada lipatan paha, karena garukan bercak menjadi kehitaman

dan bersisik. Pemeriksaan penunjang mikologik kerokan kulit dengan KOH 10%

didapat adanya hifa dan spora. Penatalaksanaan yang diberikan yaitu ketokonazol

tablet 1x200 mg dan loratadine tablet 1x10 mg. Selain itu juga diberikan topikal

yaitu ketokonazol krim 2% 1x/hari. Prognosis kelainan kulit pada pasien ini

adalah baik.

Kata kunci : tinea kruris.

ABSTRACT

A case of tinea cruris in women 45 years old has reported. Diagnose was

based patient history and clinical feature. The clinical feature are

hyperpigmentation plaques with erythematous perifer and white scaly in the right

and left region of the inguinal. Lesions occurs since three months ago and at first

appear it is only erythematous spots on the groin, because of scratch it become

darker and scaly. The result of mycologic examination skin scraping with KOH

10% found hyphae and spores. The treatment are ketoconazole tablets 1x200 mg

and loratadine tablets 1x10 mg. In addition ketoconazole 2% cream 1x/day given

to this patient. The prognosis is good.

Key words: tinea cruris.

1

Page 3: Tinea Kruris Refleksi Kasus

PENDAHULUAN

Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat

paha, genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian

bawah. Tinea kruris disebut juga eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of

groin. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan

penyakit yang berlangsung seumur hidup. Tinea kruris merupakan salah satu

bentuk klinis yang sering di lihat di Indonesia.1

Infeksi dermatofita tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi

mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea kruris

prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea kruris dan korporis mengenai

semua orang dari semua tingkatan usia. Secara geografi lebih sering pada daerah

tropis daripada subtropis. Biasanya mudah terjadi pada lingkungan dan daerah

yang kotor dan lembab.2

Jamur dermatofita yang sering ditemukan pada kasus tinea kruris adalah

E.floccosum, T.rubrum, dan T. Mentagrophytes. Tinea kruris perlu dibedakan

antara lain dengan kandidosis intertriginosa. Pada tinea kruris pemeriksaan

mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa yang bercabang atau artrospora

yang khas pada infeksi dermatofita.1,2

Penatalaksanaan umum pada pasien adalah menghilangkan faktor

predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan

memakai baju yang menyerap keringat serta pengobatan yang teratur sampai lesi

benar-benar sembuh. Terapi khusus yang diberikan berupa anti jamur sistemik

dan topikal. Secara khusus terapi yang diberikan berupa sistemik dan topikal.

Sistemik yang diberikan yaitu griseofulvin microsized 500-1000 mg/hari selama

2-6 minggu meskipun beberapa laporan menunjukkan kemungkinan kasus

resisten, ketokonazol 200 mg/hari selama kurang lebih 4 minggu, itrakonazol 100

mg/hari selama 2 minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu, terbinafin 250

mg/hari selama 1-2 minggu.1,2

Mengobati atau menghilangkan sumber penularan merupakan hal penting

untuk mencegah reinfeksi dan penyebaran lebih lanjut kepada manusia.2

2

Page 4: Tinea Kruris Refleksi Kasus

KASUS

Seorang pasien Ny.N, usia 45 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat

jalan Gerbang Dayaku RT.17, pekerjaan sebagai guru, status menikah, suku Jawa,

datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD AW Syahranie Samarinda tanggal

18 Juli 2012 dengan keluhan utama gatal pada lipatan paha. Gatal pada daerah

lipatan paha dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya berupa bercak

kemerahan pada lipatan paha, karena garukan bercak menjadi kehitaman dan

bersisik. Pasien mengatakan gatal terasa terutama saat berkeringat. Pasien

mengaku telah berobat ke dokter umum 3 bulan yang lalu dan diberi obat inerson

salep namun keluhan tidak berkurang.

Pasien mengaku mudah berkeringat saat aktifitas dan tidak langsung

mengganti bajunya. Pasien mandi dan berganti pakaian dan pakaian dalam 1 kali

dalam sehari. Pasien mandi menggunakan air PDAM dan sabun mandi yang

dipakai bersama dengan anggota keluarga lainnya. Handuk dipakai sendiri-sendiri

dan dicuci 3 minggu sekali. Suami serta anak pasien tidak ada yang mengalami

keluhan serupa. Pasien menyangkal adanya riwayat konsumsi obat tertentu dalam

jangka waktu lama, riwayat asma,tekanan darah tinggi,kencing manis.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sehat, kesadaran

composmentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 78x/menit, pernapasan

20x/menit. Konjungtiva anemis dan sclera ikterik tidak ada. pembesaran kelenjar

getah bening tidak ada, pemeriksaan pulmo, cor, abdomen dan ekstremitas dalam

batas normal. Status dermatologis pada regio inguinale dekstra et sinistra tampak

plakat hiperpigmentasi dengan tepi eritema dan skuama putih diatasnya.

Diagnosis kerja pasien adalah tinea kruris, dan didiagnosis banding dengan

candidiasis intertriginosa.

Dilakukan pemeriksaan penunjang mikologik kerokan kulit dengan KOH

10% didapat adanya hifa dan spora.

Penatalaksanaan umum pada pasien adalah menghilangkan faktor

predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan

memakai baju yang menyerap keringat serta pengobatan yang teratur sampai lesi

benar-benar sembuh. Terapi khusus yang diberikan berupa anti jamur sistemik

dan topikal. Penatalaksanaan pada pasien ini berupa edukasi serta obat-obatan.

3

Page 5: Tinea Kruris Refleksi Kasus

Edukasi penting untuk menghilangkan faktor predisposisi, misalnya

mengusahakan daerah lesi selalu kering. Secara khusus terapi yang diberikan

berupa sistemik dan topikal. Sistemik yang diberikan yaitu ketokonazol tablet

1x200 mg dan loratadine tablet 1x10 mg. Selain itu juga diberikan topical yaitu

ketokonazol krim 2% 1x/hari. Prognosis kelainan kulit pada pasien ini adalah

baik.

4

Page 6: Tinea Kruris Refleksi Kasus

5

Page 7: Tinea Kruris Refleksi Kasus

DISKUSI

Pasien seorang wanita, usia 45 tahun didiagnosis tinea kruris berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis

didapatkan gatal pada daerah lipatan paha dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu.

Awalnya berupa bercak kemerahan pada lipatan paha, karena garukan bersak

menjadi kehitaman dan bersisik. Pasien mengatakan gatal terasa terutama saat

berkeringat. Pasien mengaku telah berobat ke dokter umum 3 bulan yang lalu dan

diberi obat inerson salep namun keluhan tidak berkurang. Berdasarkan teori, tinea

kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.

Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitor-krural saja, atau meluas ke daerah

sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang

lain.1,2

Efloresensi kulit pada pasien ini berupa tampak plakat hiperpigmentasi

dengan tepi eritema dan skuama putih diatasnya. Menurut kepustakaan, Kelainan

kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada

tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri dari macam-macam

bentuk primer dan sekunder. Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa

bercak kehitaman disertai sedikit sisik. Erosi biasanya akibat garukan.1 Teori ini

sesuai dengan hasil yang ditemukan pada pasien ini.

Pada pemeriksaan laboratoriumnya ditemukan adanya hifa, yang

memastikan diagnosis penyakit adalah dermatofitosis yaitu tinea kruris et

korporis. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding

berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa.

Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh

dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk

dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke

sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik. Struktur hifa

senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti

dengan pembelahan sitoplasma.3 Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan hifa

bersepta / bersekat, hifa spiral, ditemukan makrokonidia berbentuk ganda

berdinding tipis terdiri dari 6 – 12 sel, juga ditemukan  mikrokonidia

yang bentuknya seperti tetes air.4

6

Page 8: Tinea Kruris Refleksi Kasus

Pada pasien ini didiagnosis banding dengan kandidosis intertriginosa.

Berdasarkan teori, kandidosis intertriginosa memiliki predileksi yang sama

dengan tinea kruris yaitu terjadi didaerah lipatan paha dan memiliki bentuk klinis

yang mirip yaitu bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosus.

Yang menyebabkan pada penderita tidak dapat didiagnosis kandidosis

intertriginosa, karena dari status dermatologinya kita tidak mendapatkan adanya

lesi satelit, sedangkan untuk dapat mendiagnosis kandidosis intertriginosa paling

tidak kita menemukan adanya lesi satelit, karena hal tersebut yang membedakan

tinea kruris dengan kandidosis intertriginosa. Dimana lesi utama tersebut

dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula

yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan

berkembang seperti lesi primer.1

Penatalaksanaan umum pada pasien adalah menghilangkan faktor

predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan

memakai baju yang menyerap keringat serta pengobatan yang teratur sampai lesi

benar-benar sembuh. Terapi khusus yang diberikan berupa anti jamur sistemik

dan topikal. Anti jamur sistemik yang diberikan yaitu anti jamur golongan

imidazol (ketokonazol 200 mg/hari) selama 3-4 minggu. Selain itu juga diberikan

anti jamur topikal yaitu anti jamur golongan imidazol (ketokonazol krim 2%

1x/hari) selama minggu. Diberikan golongan imidazol untuk terapi sistemik

maupun topikal karena umumnya berkhasiat fungistatik. Imidazol memiliki

efektivitas klinis yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70-100%. Selain

itu, golongan imidazol efektif untuk yang resisten terhadap griseofulvin terutama

dengan penyakit yang menahun.5 Pemberian antihistamin non sedatif loratadine

tablet 1x10 mg disini bertujuan untuk efek anti gatalnya yang tidak menyebabkan

kantuk.6

Prognosis dari tinea kruris akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-100%

setelah pengobatan dengan obat jamur golongan imidazol sistemik dan topikal

secara teratur dan juga dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.6

7

Page 9: Tinea Kruris Refleksi Kasus

KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus tinea kruris pada seorang wanita berusia 45

tahun. Diagnosis tinea kruris ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis,

serta pemeriksaan penunjang. Gambaran klinis didapatkan kelainan kulit berupa

plakat hiperpigmentasi dengan tepi eritema dan skuama putih diatasnnya.

Pemeriksaan mikologik menunjukkan adanya hifa dan spora. Penatalaksanaan

yang diberikan berupa ketokonazol tablet 1x200 mg, loratadin tablet 1x10 mg,

ketokonazole 2% cream 1 kali/hari. Prognosis pasien ini adalah bonam.

8

Page 10: Tinea Kruris Refleksi Kasus

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. Mikosis. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi kelima, cetakan kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2010.p: 89-100

2. Gerd P, Thomas J. Dermatophyte. Terdapat Dalam : Firtzpatirchk’s

Dermatology In General Medicine 6th ed [ebook]. New York : McGraw-

Hill; 2003. p 205.

3. Siregar RS. Atlas berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta

EGC. 2002 ; 17 – 20, 29 – 31.

4. Sodikin. Dermatomikosis (Mikosis Superficial). Available at

http://www.sodiycxacun.web.id/2010/05/dermatomikosis-mikosis -

superfisial.html#axzz1aydb8MPK. (diakses tanggal18 Juli 2012).

5. Jack L Lesher Jr, MD Chief, Professor. Tinea Kruris. Medical College of

Georgia. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1106906-

overview . (diakses tanggal18 Juli 2012).

6. Cholis, M. Perkembangan Obat Anti Jamur Baru. Available at

www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_130_kulit_dan_kelamin.pdf. (diakses

tanggal18 Juli 2012).

9