Hemofilia C, Edukasi, Gangguan Koagulasi

download Hemofilia C, Edukasi, Gangguan Koagulasi

of 8

Transcript of Hemofilia C, Edukasi, Gangguan Koagulasi

Hemofilia C Defisiensi factor XI merupakan kelainan defisiensi autosomal yang berhubungan dengan gejala pendarahan ringan hingga sedang. Hemofilia ini banyak terjadi pada bangsa Yahudi Ashkenazi, namun ditemukan pula di berbagai suku bangsa. Pendarahan yang terjadi cenderung tidak seberat defisiensi factor VIII dan factor IX. pendarahan yang disebabkan defisiensi factor XI tidak berhubungan dengan jumlah dari factor XI tersebut. Beberapa pasien dengan defisiensi berat dapat memiliki gejala minimal atau bahkan tanpa gejala pada saat operasi besar. Pendarahan pada operasi kecil dapat dikontrol dengan penekanan lokal; pasien yang menjalani pencabutan gigi lebih dipantau dan diterapi jika pendarahan terjadi. Pasien dengan defisiensi factor XI homozigot , PTT sering lebih panjang dari pada pasien dengan defisiensi factor VIII dan IX. Pendarahan sendi kronik jarang terjadi. (Kliegman.2007.Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.Elsevier) Edukasi: Walaupun mudah untuk menyarankan orang tua agar menghindarkan anak mereka dari trauma, pada praktiknya saran ini tidak berguna. Balita begitu aktif , ingin tahu banyak hal, dan melukai dirinya dengan mudah. Tindakan yang efektif adalah dengan menggunakan pengaman seperti penggunaan sabuk pengaman ketika menggunakan mobil, helm ketika bersepeda, dan pentingnya menghindari aktivitas resiko tinggi. Anak laki-laki ketika lebih besar harus dinasehati untuk menghindari olahraga yang mengunakan kekerasan., namun inilah tantangannya. Anak laki-laki dengan hemophilia berat sering mengalami pendarahan yang terus menerus tanpa trauma yang diketahui. Intervensi psikologis dapat membantu keluarga untuk mencapai keseimbangan antara overproteksi dan hal-hal yang diperbolehkan. Pasien dengan hemophilia harus menghindari aspirin dan NSAID lain yang mempengaruhi fungsi platelet. Anak-anak dengan gangguan pendarahan harus mendapat vaksinasi hepatitis B melalui produk rekombinan yang dapat menghindari penularan penyakit yang ditransmisikan melalui transfuse. Pasien yang mendapat transfuse produk derivate plasma harus diskrining secara periodic untuk hepatitis B, C, HIV, dan abnormalitas fungsi hepar. (Kliegman.2007.Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.Elsevier)

1.

Kelainan Hemostasis Dan Koagulasi

Kelainan Vaskular Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostatik. Pasien pada kelainan vaskular biasanya datang dengan pendarahan kulit, dan sering mengenai membran mukosa.

Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergik dan purpura nonalergik. Pada kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan koagulasi adalah normal. Terdapat banyak bentuk purpura nonalergik, yaitu pada penyakit-penyakit ini tidak terdapat alergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Yang paling sering ditemukan adalah lupus eritematosus sistemik. Kelainan ini merupakan penyakit vaskular-kolagen, yaitu, pasien membentuk autoantibody vaskulitis, atau peradangan pembuluh darah, mengakibatkan purpura. Purpura alergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh kerusakan imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh yang tergantung dan juga mengenai bokong. Purpura Henoch-Schonlein, suatu trias purpura dan perdarahan mukosa, gejala-gajala saluran cerna, dan artritis, merupakan bentuk purpura alergik yang terutama mengenia anak-anak Trombositosis dan Trombositopenia Trombosit yang melakat pada kolagen yang terpajang pada pembuluh yang cedera, mengerut dan melespaskan ADP serta faktor 3 trombosit, penting untuk mengawali sistem pembekuan. Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat mengganggu koagulasi darah. Trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu koagulasi darah. Keadaan yang di tandai dengan trombosit berlebihan dinamakan trombositosis atau trombositemia. Istila-astilah ini salaing bertukar (Barui, Finazzi, 1998). Trombositosis umumnya didefinisikan sebagai peningkatan jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primer atau skunder. Trombositosis primer timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang terjadi proliferasi abnormal megakariosit, dengan jumlah trombosit melibihi 1 juta. Trombositosis primer timbul juga ditemukan dengan gangguan mieloproliferatif lain, seperti polistemia vera atau leukimia granulositik kronis, yang terjadi poliferasi abnormal megakariosit, bersama dengan jenis sel-sel lain, didalam sum-sum tulang. Untuk menyingkirkan gangguan-gangguan ini diperlukan pemeriksaan sitogenik. Dapat terjadi perdarahan dan trombosis. Patofisiologinya masih belum jelas tetapi diyakini berkaitan dengan kelainan kualitatif intrinsik fungsi trombosit, serta akibat peningkatan massa trombosit. .

Trombositosis sekunder terjadi sebagai akibat adanya penyebab-penyebab lain, baik secara sementara setelah stres atau olah raga dengan pelepasan trombosit dari sumber cadangan (dari lien), atau dapat menyertai keadaan meningkatnya permintaan sumsum tulang seperti pada perdarahan, anemia hemolitik, atau anemia defisiensi besi Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3 . jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 dan lebih lanjut di pengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti leukimia atau penyakit hati. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan manifestasi utama, dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. Terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000, dan memerlukan tindakan segerauntuk mencegah perdarahan dan kematian.

2. 2.1

Gangguan Faktor Plasma Herediter Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering di jumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), di kelompokan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom x, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2000). Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier kemungkinan 50% untuk menserita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan Dua jenis utama hemofilia yang secara klinis identik adalah: (1) hemofilia klasik atau hemofilia A, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII, dan

(2) penyakit Christmas, atau hemofilia B, yang di temukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. Hemofilia diklasifikasikan sebagai (1) berat, dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1% (2) sedang, dengan kadar aktivitas di anatara 1% dan 5% serta (3) ringan, jika 5% atau lebih. Perdarahan spontan dapat terjadi jika kadar aktivitas faktor kurang dari 1%. Akan tetapi, pada kadar 5% atau lebih, perdarahan umumnya terjadi berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan. Manifestasi klinis meliputi perdarahan jariangan lunak, otot, dan sendi, terutama sendi-sendi yang menopang berat badan, disebut hemartrosis (perdarahan sendi). Perdarahan berulang ke dalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago artikularis disertai gejalgejala artritis. Diagnosis laboratorium meliputi pengukuran kadar faktor yang sesui: faktor VIII untuk hemofilia A atau faktor IX untuk hemofilia B. Karena faktor-faktor VIII dan IX merupakan bagian jalur intrinsik koagulasi, maka PPT memanjang, sedangkan PT, yang tidak melalui jalur intrinsik tetap normal. Waktu perdarahan, pemeriksaan fungsi trombosit biasanya normal, tetapi dapat terjadi perdarahan yang terlambat karena stabilisasi fibrin yang tidak adekuat. Jumlah trombosit normal. Pengobatan hemofila menganjurkan pemberian infus profilaktik yang di mulai pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis (Lusher, 2000). Intervensi dini pada saat timbul gejala-gejala atau tanda-tanda perdarahan paling awal, serta penggantian faktor praoperatif pada persiapan untuk prosedur pembedahan, penting dilakukan pasien-pasien ini. Pengobatan ditujukan untuk meningkatkan faktor dan aktivitas yang berkurang ketingkat normal dan dengan demikian mencegah komplikasi. Beratnya perdarahan, kompleksitas pembedahan yang sudah diantisipasi, berat badan pasien, kadar faktor spesifik pasien akan menentukan dosis untuk penggantian. Pada perdarahan ringan, seperti pada awal perdarahan otot atau sendi, tingkat aktivitas dapat cukup dipertahankan sebanyak 20% sampai 50% untuk beberapa hari, sedangkan untuk perdahan berat seperti perdarahan intrakranial atau pembedahan, sebaiknya dicapai tingkat aktivitas 100% dan dipertahankan selama minimal 2 minggu. Yang saat ini tersedia, produksi-produksi rekombinan faktor VIII yang sangat dimurnikan adalah Recombinate dan Kogenate. Monoclate-P adalah produk monoklonal faktor VIII yang dipasteurisasi, dan mononine adalh sediaan faktor IX yang sangat dimurnikan. Dosisdosis untuk semua faktor dihitung dalam unit per kilogram berat badan dan diinfuskan per hari. Diberikan dosis pembebanan faktor yang diikuti dengan pemberian dosis dua kali sehari. Infus yang kontinu dapat diberikan pada pasien-pasien dengan hemofilia yang menjalani prosedur

pembedahan. Pada pasien tersebut dilakukan pemantauan dengan menentukan kadar faktor serum dan respons terhadap terapi yang diberikan. Penghambat antibodi yang ditujukan untuk faktor koagulasi spesifik terjadi pada 5% sampai 10% pasien dengan defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX. Infus faktor selanjutnya merangsang pembentukan antibodi yang lebih banyak. Agen-agen imunosupresif, plasmaferesis untuk membuang inhibitor dan kompleks protrombin yang memintas inhibitor faktor VIII dan faktor IX yang ditemukan didalam plasma beku segar (FFP, fresh frozen plasma) yang digunakan untuk mengobati pasien-pasien ini. Dengan penggunaan produk-produk rekombinan, masih ditemukan adanya inhibitor, tetapi sebagian besarnya pasien sembuh dengan spontan. Timbulnya inhibitor-inhibitor dapat dipengaruhi oleh genetik karena adanya insidensi yang lebih tinggi pada Afro-Amerika dan keturunan Spanyol (Lusher, 2000). Suatu produk sintetik, yaitu DDAVP (1-deamino 8-D-arginin vasopresin) sudah tersedia untuk mengobati pasien-pasien hemofilia ringan sampai sedang. Pemberian DDAVP secara intravena (IV), dapat menginduksi peningkatan tingkat aktivitas faktor VIII tiga sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupaka produk sintetik, maka risiko transmisi virus yang membahayakan seperti AIDS atau hepatitis berkurang. 2.2 Penyakit von Willebrand

Penyakit von Willbrand adalah gangguan koagulasi herediter yang paling sering terjadi. Dikenal berbagai subtipe, tetapi yang paling sering adalah tipe I, sama-sama terjadi pada laki-laki dan perempuan. Seperti pada hemofilia, kasus-kasus terjadi tanpa riwayat keluarga, dan gangguan tersebut diyakini terjadi akibat mutasi genetik. Bergantung pada subtipe dan beratnya penyakit, spektrum perdarahan dapat jarang terjadi, perdarahan mukokutaneus (kulit dan membran mukosa) ringan sampai sedang; perdarahan akibat trauma atau pembedahan; atau perdarahan yang mengancam jiwa. Sering terjadi perdarahan saluran cerna, epistaksis, dan menoragia. Sebagian besar pasien asimtomatik. Pada penyakit von Willebrand, terdapat penurunan aktivitas faktor VIIIVWF dan faktor VIIIAHG (Handin, 2001). Faktor von Willebrand disintesis di dalam selsel endotel dan megakariosit serta disimpan di dalam organel penyimpanan. Faktor von Willebrand mempermudah adhesi trombosit pada komponen-komponen di dalam subendotel vaskular di bawah keadaan aliran yang tinggi dan bertekanan, serta faktor ini merupakan karier intravaskular untuk faktor VIII di tempat perdarahan aktif (Bauer et al, 1994; Handin, 2001).

Pada penyakit von Willebrand, trombosit tidak melekat pada kolagen karena adanya defisiensi faktor VIII dan kelainan agregasi trombosit jika diberikan ristosetin (suatu antibiotik yang menyebabkan agregasi trombosit) bersifat diagnostik untuk penyakit von Willebrand. Pengobatan penyakit von Willebrand bervariasi bergantung pada tipe dan derajat

perdarahan.pilihan pengobatan meliputi kriopresipitat, konsentrat faktor VIII, desmopresin (DDAVP), plasma beku segar, dan estrogen. Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan ketersediaan faktor von Willebrand (Bauer et al, 1994). Jika digunakan kriopresipitat, sebaiknya diperoleh dari donor yang telah diseleksi secara seksama dan diperiksa secara berulang menurut Medical And Scientific Council Of America. 3. Defisiensi Faktor Plasma Didapat

Defisiensi faktor plasma didapat berkaitan dengan penurunan produksi faktor-faktor koagulasi, seperti yang ditemukan pada penyakit hati atau defisiensi vitamin K, atau peningkatan konsumsi yang menyertai koagulasi intravaskular diseminata (DIC) atau fibrinilisis. Karena hati merupakan tempat utama sintesis faktor-faktor II.V, IX, dan X, gangguan hati berat (yaitu, sirosis) akan mengubah respons hemostatik. Selain itu, terjadi juga penurunan pembersihan hati dari faktor-faktor koagulasi yang sudah diaktivasi. Penyerapan vitamin K juga terganggu, yang lebuh lanjut akan mengganggu sintesis faktor-faktor koagulasi bergantung-K. Hipertensi porta pada penyakit hati mengakibatkan spenomegali kongestif disertai

trombositopenia, serta varises esofagus. Keadaan-keadaan ini, dapat menyebabkan perdarahan masif. PT, PPT, dan masa perdarahan memanjang. Vitamin K, yang diperoleh dari diet dan sintesis bakteri,diperlukan untuk sintesis faktor-faktor II, VII, IX dan X. Pada kasus-kasus malnutrisi, malabsorpsi, atau sterilisasi saluran cerna oleh antibiotik, vitamin K berkurang secara nyata dengan akibat penurunan aktivitas biologi faktorfaktor koagulasi (Beck, 1991). Terapi perdarahan berat memerlukan penggantian faktor-faktor pembekuan dengan plasma beku segar (yang memasok faktor-faktor II, VII, IX, dan X), vitamin K parentral, dan penyembuhan proses penyakit penyebab. 3.1 Koagulasi Intravaskular Diseminata

Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) adalah suatu sindrom kompleks yang terdiri atas banyak segi, yang sistem hemeostatik dan fisiologik normalnya mempertahankan darah tetap cair berubah menjadi suatu sistem patologik yang menyebabkan terbantuknya trombi fibrin difus, yang menyumbat mikrovaskular tubuh. Sistem fibrinolitik diaktivasi oleh trombin didalam sirkulasi, yang memecah fibrinogen menjadi monomer fibrin. Trombin juga merangsang agregasi trombosit, mengaktivasi faktor V dan VIII, serta melepas aktivator plasminogen, yang membentuk plasmin. Plasmin memecah fibrin, membentuk produk-produk degradasi fibrin, dan selanjutnya mengaktivasi faktor V dan VIII. Aktivitas trombin yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya fibrinogen, trombositopenia, faktor-faktor koagulasi, dan fibrinolisis (Linker, 2001), yang mengakibatkan perdarahan difus. DIC bukan merupakan penyakit, tetapi akibat proses penyakit yang mendasarinya. Perubahan pada segala komponen sistem vaskular, yaitu, dinding pembuluh darah, protein plasma, dan trombosit, dapat menyebabkan suatu gangguan konsumtif (Coleman et, al, 1993). Masukan zat atau aktivitas prokoagulan kedalam sirkulasi darah mengawali sindron tersebut dan dapat terjadi dalam segala kondisi yang tromboplastin jaringannya dibebaskan diakibatkan destruksi jaringan, dengan inisiasi jalur pembekuan ekstrinsik. Karena plasenta merupakan sumber yang kaya kan tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab tersering DIC adalh solusio plasenta (solusio plasenta, plasenta lepas secara dini). Keadaan ini menyebabkan retensi produk-produk kosepsi (plasenta, janin)yang menyebabkan nekrosis dan kerusakan jaringan lebih lanjut. Produk-produk tumor, luka bakar, cedra remuk menyebabkan pelepasan tromboplastin. Pada leukimia promielositik,promielosit granular mengeluarkan aktivita seperti tromboplastin yang sering pada saat dimulainya kemotrapi dan dilepasnya granula. Selam proses koagulasi, trombosit beragregasi dan, bersam dengan faktor-faktor koagulasi, akan digunakan dan jumlahnya berkurang. Hasil trombus fibrin dapat atau menyumbat mikrovaskular. Bersama dengan hal ini, sistem fibrinolitik diaktivasi untuk pemecahan trombi fibrin, menghasilkan banyak fibri dan produk degradasi fibrinogen yang mengganggu polimerisasi fibrin atau fungsi trombosit (Guyton, 2001). Aksi ini menyebabkan perdarahan difus yang khas pada DIC. Menisfestasi klinis tergantung pada luas dan lamanya pembentukan trombin fibrin, organ-organ yang terlibat, dan nekrosis serta perdarahan yang ditimbulkan, organ-organ yang paling sering terlibat adalah ginjal, kulit, otak, hipofisis, paru, dan adrenal, serta mukosa saluran cerna. Terdapat perdarahan membran mukosa dan jaringan dalam, serta perdarahan disekitar tempat

cedera, pungsi vena, penyuntikan, dan pada setiap orifisium. Sering dijumpai petekie dan ekimosis. Manifestasi lain berupa hipotensi (syok), oliguria atau anuria, kejang dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispnea, dan sianosis (Guyton, 2001). Tes diagnostik menunjukan PT, PTT, TT, yang memanjang dan peningkatan produk-produk pemecahan fibrin. Kadar fibrinogen dan jumlah trombosit menurun. Sediaan apus darah perifer dapat menunjukan fragmentasi eritosit sekunder dengan bentuk yang beraneka ragam akibat kerusakan oleh serabut fibrin. Penanganan ditujukan pada perbaikan mekanisme yang mendasarinya, yang mungkin memerlukan penggunaan antibiotik, agen-agen kemoterapeutik, dukungan kardiovaskular, serta pada keadaan retensio plasenta, is uterus dikeluarkan. Penggantian faktor-faktor plasma dengan plasma dan kriopresipitat, serta transfusi trombosit dan sel darah merah, mungkin diperlukan. Bila terjadi perdarahan yang hebat, yang merupakan suatu antikoagulan antitrombin yang kuat, masih sangat kontroversial. Heparin menetralkan aktivitas trombin, dan dengan demikian menghambat penggunaan faktor-faktor pembekuan dan pengendapan fibrin. Meningkatkan konsentrasi faktor-faktor pembekuan dan trombosit dengan memberi infus plasma dan trombosit seharusnya menghambat diatesis perdarahan. Heparin diindikasikan kapanpun terjadi kegagalan terapi penggantian untuk meningkatkan faktor-faktor koagulasi dan perdarahan tetap ada. Heparin juga diindikasikan pada keadaan adanya pengendapan fibrin yang menyebabkan nekrosis dermal (Logan, 1994). Heparin dosis rendah telah berhasil digunakan bersama agen kemoterapeutik pada pengobatan leukimia promielositik, untuk mencgah DIC akibat pelepasan tromboplastin oleh granula leukosit. Dapat terjadi juga hiperkoagulasi yang disertai dengan peningkatan insiden trobosis.

Price, Sylvia.2005Patofisiologi ed.6.Jakarta: EGC