Hdr

download Hdr

of 39

description

HDR

Transcript of Hdr

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIAI. Landasan Teori Medis

A. Pengertian

1. Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, diskripsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya dan autisme (Mansjoer, 2000).

2. Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Issacs, 2004).

3. Skizofrenia adalah diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau deteriorating yang luas serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya) (Rusdi Maslim, 1997).

B. Penyebab

1. KetentuanBerbagai penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9% 1,8%, bagi saudara kandung 7% 15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 40% 68%, kembar 2 telur 2% 15%, kembar 1 telur 61% 86% (Maramis, 1998).

2. EndokrinTeori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas kehamilan atau pueperium dan klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

3. MetabolismeTeori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung ekstremitas agar sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stuper katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

4. Susunan Saraf PusatPenyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu ditemukan kelainan pada area otak ganglia, misalnya pelebaran sulkus, fisura serta ventrikel lateral III dan IV, perubahan asimetri hemisfer serebri dan gangguan dervitas otak, namun tidak ada satupun yang patogromik atau selalu ditemukan pada pasien skizofrenia.Menurut pendapat lain, skizofrenia merupakan aktivitas dopamin otak yang berlebihan, dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxiindoleacetic acid (SHIAA) menurun pada skizofrenia kronik dan pada pasien skizofrenia dengan pelebaran ventrikel.

5. Teori Adolf MeyerSkizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu saat kontinuitas yang interior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer, skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladapsi sehingga timbulnya disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan kelainan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (autisme).

6. Teori Sigmund FreudSkizofrenia terdapat (1) kelamahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau somatik, (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan ia yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk memindahkan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7. Eugen BleulerPenggunaan istilah skizofrenia menonjolkan segala utama penyakit ini yaitu jiwa terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir perasaan dan perbuatan. Bleuer membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan autisme), gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

8. Teori lainSkizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, meladapsi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, anteriosklerasis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.Sampai sekarang belum diketahii dasar penyebab skizofrenia, faktor keturunan mempunyai pengaruh, faktor yang mempercepat yang menjadikan manifestasi atau faktor pencetus seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal (Maramis, 1998)

C. Klasifikasi Skizofrenia

Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

1. Skizofrenia Simplek Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya berlahan-lahan. Suatu kelainan yg tidak lazim dimana ada perkembangan yg bersifat perlahan tetapi progresif mengenai keanehan tingkah laku, ketidak mampuan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan penurunan kinerja secara menyeluruh. Waham, halusinasi tidak ada. Dapat berkembang menjadi gelandangan, pendiam, malas, tanpa tujuan. Penarikan diri secara sosial.

2. Skizofrenia Hebefrenia Permulaannya perlahan-lahan atau sub-akut dan sering timbul pada masa remaja atau antara usia 15 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personallity. Gangguan psikomotor seperti mannerium, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali. Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi. Perubahan afektif tampak jelas, dangkal dan tak wajar. Waham dan halusinasi mengambang dan terputus-putus (fragmentary). Sering disertai cekikikan (giggling), rasa puas diri, senyum sendiri, sikap angkuh, tertawa menyeringai, mannerisme, mengibul secara seloroh, sifat kekanak-kanakan. Hipokondrik Perilaku tak bertanggung jawab dan sulit diramalkan, menyendiri, tanpa tujuan. Proses pikir mengalami disorganisasi, pembicaraan tak menentu, inkohorensia.Pramorbid kepribadian pemalu, suka menyendiri. Prognosa buruk karena gejala negatif sangat cepat berkembangnya.

3. Skizofrenia Katatonik Timbulnya pertama kali umur15 30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi. Gangguan psikomotor sangat menonjol, berva-riasi antara kondisi ekstrem hiperkinesis dan stupor. Gangguan: stupor, gelisah, negativisme, katalepsi, fleksibilitas serea, otomatisme.

4. Skizofrenia Paranoid Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan. Tipe skizofrenia yg paling sering dijumpai. Kriteria umum diagnosis skizofrenia harus dipenuhi. Gambaran klinis didominasi oleh waham, sering bersifat paranoid dan halusinasi, terutama hal.pendengaran dan ganguan persepsi lainnya. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, dan Ganggua katatonik tidak menonjol. Selalu dijumpai ganguan suasana perasaan (afektif) berupa iritabilitas,kemarahan yg tiba-tiba, ketakutan, kecurigaan, tidak serasi. Perjalanan penyakit : dapat episodik dengan remisi sebahagian atau sempurna, atau menjadi kronis. Onset cenderung pada usia lebih tua dari pada bentuk hebefrenia dan katatonia.

5. Episode Skizofrenia AkutGejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.

6. Skizofrenia Residual Keadan skizofrenia dengan gejala primernya Bleuer, tetapi tidak jelas adanya gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa hari serangan skizofrenia. Suatu stadium kronis dari skizofrenia yg lebih lanjut ditandai dgn gejala negatif yg panjang, walaupun belum tentu irreversibel. Gangguan negatif : perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek tumpul, sikap pasif tak punya inisiatif, banyak diam, perawatan diri buruk, kinerja sosial buruk. Keadaan ini sudah berlangsung 1 thn.

7. Skizofrenia Skizo AfektifGejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga gejala-gekala depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi juga mungkin timbul serangan lagi.

D. Manifestasi Klinis

1. Gejala primera. Gangguan proses pikirb. Gangguan emosic. Gangguan kemauan : Negativisme Ambivalensi Otomatisme

2. Gejala psikomotora. Wahamb. Halusinasi

PPDGJ III1. Gejala amat jelas Suara-suara halusinasi yang berkomentas terus-menerus Waham-waham yang menetap2. Paling sedikit memiliki dua gejala yang terus ada dengan yang : Halusinasi secara menetap dalam setiap modelitas Arus pikir terputus-putus atau mengalami sisipan Perilaku katatonik seperti gaduh gelisah atau fleksi belitas serta negatisme seperti apatis dan sebagainya.

Penatalaksanaan FarmakoterapiObat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang.

Terapi Elektrokonvulsif (ECT)Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia. Intervensi PsikososialHal ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.Tujuannya adalah :1. Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia.2. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak.3. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps.4. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps.5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi individual menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.

II. Landasan Teori Keperawatan

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Pengertian

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).

2. JenisJenis Perawatan Diri

a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihanKurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.b. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.c. Kurang perawatan diri : MakanKurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.d. Kurang perawatan diri : ToiletingKurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).

3. EtiologiMenurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut: Kelelahan fisik Penurunan kesadaran

Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :

1. Faktor prediposisia. PerkembanganKeluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

b. BiologisPenyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

c. Kemampuan realitas turunKlien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

d. SosialKurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

2. Faktor presipitasiYang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

a. Body ImageGambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b. Praktik SosialPada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c. Status Sosial EkonomiPersonal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

d. PengetahuanPengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

e. BudayaDi sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

f. Kebiasaan seseorangAda kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain.

g. Kondisi fisik atau psikisPada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.

a. Dampak fisikBanyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

b. Dampak psikososialMasalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:

a) FisikBadan bau, pakaian kotor,rambut dan kulit kotor,kuku panjang dan kotor, gigi kotor disertai mulut bau, penampilan tidak rapi

b) PsikologisMalas, tidak ada inisiatif,menarik diri, isolasi diri, merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.c) SosialInteraksi kurang,kegiatan kurang,tidak mampu berperilaku sesuai normal, cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :1. Data subyektifa. Pasien merasa lemahb. Malas untuk beraktivitasc. Merasa tidak berdaya.2. Data obyektif

a. Rambut kotor, acak acakanb. Badan dan pakaian kotor dan bauc. Mulut dan gigi bau.d. Kulit kusam dan kotore. Kuku panjang dan tidak terawatt5. Mekanisme Kopinga. Regresib. Penyangkalanc. Isolasi diri, menarik dirid. Intelektualisasi

6. Rentang Respon Kognitif

Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :

1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diria) Bina hubungan saling percaya.b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.a) Bantu klien merawat dirib) Ajarkan ketrampilan secara bertahapc) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari

3. Ciptakan lingkungan yang mendukunga. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.

7. Pohon MasalahPenurunan kemampuan dan motivasi merawat diriIsolasi sosialDefisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.

8. Diagnosa KeperawatanMenurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri2. Defisit perawatan diri.3. Isolasi Sosial.

Asuhan keperawatan

Tujuan.1. Klien dapat meningatan minat dan motivasinya dalam perawatan diri.2. Mempertahanan kebersihan diri.

SP I PCara menjaga keberbersihan diri.

Intervensi.1. menjelasan pentingnya kebersihan diri.2. menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.3. membantu klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.4. menganjuran klien agar agar memasukkan kedalam jadwal egiatan harian.

SP II P. Cara makan yang baik.

Intervensi.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.2. Menjelasan cara makan yang baik.3. Membantu klien mempraktekkan cara makan yang baik.4. Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

SP III P. Cara eliminasi yang baik.

Intervensi.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik.3. Membantu klien mempraktekkan cara eliminasi yang baik.4. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP IV PCara berdandan

Intervensi1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.2. Menjelaskan cara berdandan3. Membantu klien mempraktekan cara berdandan4. Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

SP I K

Intervensi1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala deficit perawatan diri dan jenis perawatan diri yang dialami klien beserta proses terjadinya.3. Menjelaskan cara merawat klien deficit perawatan diri

SP II K

Intervensi1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan deficit perawatan diri2. Melatih keluarga mempratekkan cara merawat langsung kepada klien deficit perwatan diiSP III KIntervensi1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat discharge planning2. Menjelaskan follow up klien pulang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

1. PengertianIsolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998)

Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).

Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. (Rawlins, 1993, dikutip Budi Anna Keliat).Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).

Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif, dengan karakteristik :Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial. Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita. Tampak menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal. Ketidakmampuan menunda kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).

2. Faktor Predisposisi Dan PresipitasiFaktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan meresa tertekan.

Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).

3. Tanda Dan GejalaData Subjektif : Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata tidak , iya, tidak tahu.Data Objektif : Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan : Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan. Posisi janin pada saat tidur.

4. Karakteristik Perilaku Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis. Kemunduran secara fisik. Tidur berlebihan. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama. Banyak tidur siang. Kurang bergairah. Tidak memperdulikan lingkungan. Kegiatan menurun. Immobilisasai. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang). Keinginan seksual menurun.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN HALUSINASI

Halusinasi adalah ketidakmampuan klien dalam mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai yang diterima oleh panca indra yang ada (Fortinash, 1995). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Sheila L Videbeck, 2000).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola rangsang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang tertentu (Towsend, 1998). Dari keempat pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber dari luar yang meliputi semua system panca indra.Faktor predisposisi dari halusinasi menuruut Stuart & Laraia (1998) adalah aspek biologis, psikologis, genetik, sosial dan biokimia. Dari predisposisi tersebut pada klien Ny. Y yang dominan adalah faktor sosial karena klien menikah dalam usia muda (belum siap fisik dan psikis)dan orang tua klien bercerai pada saat klien berusia 11 tahun dan faktor psikologis dimana klien mempunyai kepribadian tertutup. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan. Beberapa faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen.

Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang yang sangat penting atau diasingkan oleh kelomppok/masyarakat; faktor biokimia dapat meyebabkan partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik; faktor psikologis yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai berkembangnya perubahan sensori persepsi klien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang menyenangkan.

Masalah keperawatan yang menjadi penyebab (sebagai Triger) munculnya halusinasi adalah harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart & Laraia, 1998). Akibat rendah diri dan kurangnya keterampilan mengakibatkan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan.selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus inernal akan menjadi lebih dominan daripada stimulus eksternal. Klien lama kelamaan akan kehilangan kemampuanmembedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu terjadinya halusinasi. Selain itu akibat lanjut dari kondisi rendah diri dan kuranngnya kemampuan klien berhubungan dengan orang lain yang membuat klien menarik diri dari lingkungan membuat klien mengalami penurunan motivasi karena ia merasa tidak mampu melakukan apapun sehingga akan memunculkan masalah kurangnya perawatan diri klien.Masalah keperawatan rendah diri yang terjadi pada klien dapat didukung oleh koping keluarga tidak efektif: kurang pengetahuan, ketidakmampuan merawat klien dan bahkan menolak klien berada di rumahnya. Hal ini dapat membuat klien kurang mendapat penguatan terhadap kemampuan yang ia miliki sehinggga klien menganggap dirinya makin tidak berharga dan mengakibatkan keluarga kurang tepat dalam menanganni klien di rumah atau regimen therapeutik tidak efektif.Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:1. Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.2. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang tidak nyata.3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.5. Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):1. Halusinasi PendengaranMendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.2. Halusinasi PenglihatanMelihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau seseorang yang telah mati.3. Halusinasi PenciumanMencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan cerebrovaskuler.4. Halusinasi SentuhanPerasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.5. Halusinasi PengecapanTermasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien.Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari:1. Fase PertamaKlien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.

2. Fase KeduaKecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.3. Fase KetigaHalusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.4. Fase KeempatKlien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH

1. Pengertian

Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189)

harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri. Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.

2. Tanda dan gejala

Menurut Carpenito, L.J (1998: 352); Keliat, B.A (1994:20); perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:

Data subjektif:

a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain

b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan

c. Perasaan tidak mampu

d. Rasa bersalah

e. Sikap negatif pada diri sendiri

f. Sikap pesimis pada kehidupan

g. Keluhan sakit fisik

h. Pandangan hidup yang terpolarisasi

i. Menolak kemampuan diri sendiri

j. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri

k. Perasaan cemas dan takut

l. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif

m. Mengungkapkan kegagalan pribadi

n. Ketidak mampuan menentukan tujuan

Data objektif:

a. Produktivitas menurun

b. Perilaku destruktif pada diri sendiri

c. Perilaku destruktif pada orang lain

d. Penyalahgunaan zat

e. Menarik diri dari hubungan social

f. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah

g. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)

h. Tampak mudah tersinggung/mudah marah

3. Penyebab

Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung, kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend, M.C, 1998: 366). Menurut Carpenito, L.J (1998: 82) koping individu tidak efektif adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan sumber-sumber (fisik, psikologis, perilaku atau kognitif). Sedangkan menurut Townsend, M.C (1998: 312) koping individu tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntunan kehidupan dan peran.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, individu yang mempunyai koping individu tidak efektif akan menunjukkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat memecahkan masalah terhadap tututan hidup serta peran yang dihadapi. Adanya koping individu tidak efektif sering ditunjukkan dengan perilaku (Carpenito, L.J, 1998:83; Townsend, M.C, 1998:313) sebagai berikut:

Data subjektif :

a. Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta bantuan

b. Mengungkapkan perasaan khawatir dan cemas yang berkepanjangan

c. Mengungkapkan ketidakmampuan menjalankan peran

Data Objektif :

a. Perubahan partisipasi dalam masyarakat

b. Peningkatan ketergantungan

c. Memanipulasi orang lain disekitarnya untuk tujuan-tujuan memenuhi keinginan sendiri

d. Menolak mengikuti aturan-aturan yang berlaku

e. Perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain:

f. Memanipulasi verbal/perubahan dalam pola komunikasi

g. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar

h. Penyalahgunaan obat terlarang

4. Akibat

Harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DepKes RI, 1998:336). Isolasi Sosial menarik diri sering ditunjukkan dengan perilaku antara lain:

Data subjektif

a. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan/pembicaraan

b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain

c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain

Data Objektif

a. Kurang spontan ketika diajak bicara

b. Apatis

c. Ekspresi wajah kosong

d. Menurun/tidak adanya komunikasi verbal

e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara

C. Data yang perlu dikaji pada diagnosa Isolasi sosial :menarik diri Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain Klien mengatakan malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain Merusak diri sendiri Merusak orang lain Ekspresi malu Menarik diri dari hubungan sosial Tampak mudah tersinggung Tidak mau makan dan tidak tidur Tampak ketergantungan pada orang lain Tampak sedih dan tida melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan Wajah tampak murung Ekspresi wajah kosong, Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara Suara pelan dan tidak jelas Hanya memberijawaban singkat (ya/tidak) Menghindar ketika didekati

Asuhan Keperawatan Tujuan :Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimalSP I PMenilai kemampuan klien yang masih dapat digunakanIntervensi1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang di miliki klien 2. Membantu klien menilai kemampuan klien yang masih dapat di gunakan 3. Membantu klijen memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien4. Melatih klien sesuai kemampuan yang di pilih5. Memberian pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien6. Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

SP II P

Melatih kemampuan kedua

Intervensi

1. Mengevaluasi kegiatan harian klien2. Melatih kemampuan kedua3. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian

SP I K

Intervensi

1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat klien2. Menjelaskan pengertian,tanda dan gejala HDR yang di alami klien beserta proses terjadinya3. Menjelaskan tentang cara cara merawat klien harga diri rendah

SP II K

Intervensi

1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan harga diri rendah2. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat langsung kepada klien harga diri rendah

SP III K

Intervensi

1. Membatu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang E. DIAGNOSA KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995).Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaftif.

Rentang respons marah

Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.

Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis.

Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.

Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.

Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.

2. Faktor Predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor pridisposisi,artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaatau saksi penganiayaan.2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).4. Bioneurolgis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

3. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

4. Tanda Dan Gejala

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah.Dapat dilakukan pengkajian dengan cara :- Observasi:Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang- WawancaraDiarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien.

5. Masalah Keperawatan

1. Perilaku kekerasan2. Resiko mencederai3. Gangguan harga diri : harga diri rendah

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN WAHAM

7. PengertianWaham adalah : Keyakinan yang salah, tidak sesuai dengan kondisi obyektif, dipertahankan terusmenerus. Tidak dapat digoyahkan dengan argumentasi rasional Keyakinan palsu yang tetap dipertahankan sekalipun dihadapkan cukup bukti kekeliruannya Tidak serasi dengan latar belakang pendidikan dan sosial budaya

2. Jenis-Jenis Waham Waham kebesaran Waham kejaran Waham depresif dan nihilistik Waham agama Waham somatik Siar pikir Sisip pikir Kontrol pikir

3. Kategori waham

Waham sistematis: konsisten, berdasarkan pemikiran mungkin terjadi walaupun hanya secara teoritis. Waham nonsistematis: tidak konsisten, yang secara logis dan teoritis tidak mungkin

4. Pengajian Faktor predisposisi Faktor Presipitasi Mekanisme Koping Perilaku

5. Faktor predisposisi Genetis; diturunkan Neurobiologis; adanya gangguan pada kosteks pre frontal dan kosteks limbik Neurotransmiter; abnormalitas pada dopamin, serotonin, dan glutamat Virus: paparan virus influenza pd trimester III Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tdk peduli

6. Fator Presipitasi Proses pengolahan informasi yang berlebihan Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal Adanya gejala pemicu

7. Mekanisme Koping Regresi Proyeksi Menarik diri Pada keluarga: mengingkari

8. Mekanisme Koping Regresi Proyeksi Menarik diri Pada keluarga: mengingkari

9. Perilaku Waham Waham agama: percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan supranatural atau alat supranatural Waham somatik: percaya adanya gangguan pada bagian tubuh Waham kebesaran: percaya memiliki kehebatan atau kekuatan luar biasa Waham curiga: kecurigaan yang berlebihan atau irasional dan tidak percaya dg orang lain

10. Pohon MasalahKerusakan komunikasi verbal

Perubahan proses pikir: waham .

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

ASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN SKIZOFRENIA AFEKTIFDENGAN HARGA DIRI RENDAH

I. Identitas Klien Inisial Klien: Tn. S Umur: 26 tahun Jenis Kelamin: laki - laki Tanggal Masuk RS : 24-11-2010 Tanggal Pengkajian: 30-11-2010 / pukul 11.10 WIT Diagnosa Medis: Skizofrenia akut No. RM: 072651 Ruangan: Ruang Akut Lelaki Penanggung Jawab: Keluarga klien

II. Alasan Masuk Rumah SakitMenurut keluarga, Pasien masuk di RSJ dengan keluhan sering ngamuk di rumah. Diam, tidak mau makan. III. Faktor PredisposisiPasien masuk dibawa oleh keluarga karena di temukan keluhan keluhan tersebut kemudian mendapatkan perawatan di ruang akut lelaki dengan mendapatkan terapy: Haloperidol 5mg 3x1 tab Haldols 9mg 3x1 tab Thp2 9mg 3x1 tab Cpz 001 (3) tab

Menurut keluarga, pasien mengalami kelainan secara tiba-tiba dengan keluhan banyak berdiam diri, tidak mau berbicara dengan orang, tidak mau makan, tidak semangat untuk bekerja dan seringkali mengamuk.

Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri Resiko perilaku kekerasan

IV. Faktor Presipitasi

Pasien sering terlihat berjalan keliling ruangan, duduk sendiri sendiri, dan diam. Hal-hal yang menyebaban terjadinya gangguan jiwa atau pencetus terjadinya masalah gangguan jiwa menurut keluarga paasien, tidak diketahui karena pasien tiba-tiba diam, ngamuk dan bicara sembarangan.

Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku kekerasanV. Keadaan FisikTanda-tanda vitalTanggal : 30-11-2010Tekanan Darah : 110/70 mmhgRespirasi: 16x/mNadi: 74x/mSuhu: 36 0CPada klien tidak terlihat adanya gangguan fisikMasalah Keperawatan : -VI. Psikososial

Genogram pasien tidak diketahui, saat dianamnese pasien hanya diam I. GENOGRAM3 generasi

X ?X?X?X ?

H&S?X ?H & SH&S H&SXX ?XXX ?

X?X ?26

H&SX ?H&S

: Laki laki: PerempuanX: meninggal ?: tidak diketahui: pasienH&S : hidup dan sehat.: tinggal serumahDidalam anggota keluarga tidak ada yang mengalami gangguan jiwaKeterangan :

a. Konsep diri1. Gambaran diriPasien merasa anggota tubunya tidak lagi berguna2. Identitas diriPasien mengatakan dia seorang laki- laki3. Peran diriPasien mengatakan dia tidak bisa melakukan apa-apa dalam keluarga karena keluarga sering mengikatnya dengan tali dan orang orang sering mengatakan kalau dia adalah orang gila.4. Ideal diriSaat dianamnese pasien hanya diam, dan tidak fokus pada pertanyaan 5. Harga diriSaat dianamnese pasien hanya diam,dan tidak fokus pada pertanyaan

Masalah Keperawatan : gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

b. Hubungan socialPasien jarang berinteraksi dengan teman-temannya , pasien kurang bicara dengan orang lain. Masalah keperawatan : isolasi social menarik diri

c. SpiritualPasien beragama islam dan pasien mengatakan tidak pernah menjalankan ibadah.

Masalah keperawatan : -

VII. Status Mentala. PenampilanPenampilan pasien terlihat cukup rapi, sering mandi pagi bila disuruh oleh petugas, berpakaian sesuaiMasalah keperawatan : -

b. PembicaraanPasien susah diajak bicara, kontak mata kurang, menunduk bila ditanyaMasalah keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah

c. Aktivitas motorikPasien sering mondar-mandir dan tampak diam,sering duduk sendiriMasalah Keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri

d. Alam perasaanEkpresi pasien tidak terlihat sedih, tidak terlihat putus asa, ketakutan ataupun khawatirMasalah keperawatan : -

e. AfekDatar : tidak ada perubahan roman mukaMasalah keperawatan : -

f. Interaksi selama wawancaraKontak mata kurang, terkadang mengalihkan perhatianMasalah keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah

g. PersepsiPasien tidak terlihat mengalami halusinasiMasalah keperawatan : -

h. Proses pikirSaat dianamnese pasien banyak diamMasalah keperawatan : -

i. Isi pikirPasien tidak terlihat mengalami obsesi, fobia, hipokondria, dllMasalah keperawatan : -

j. Tingkat kesadaranPasien dapat orientasi terhadap dirinya dan orang lain : saat diajak berkenalan pasien menyebutan namanya dan dapat menyebutkan nama yang dikenalkanMasalah keperawatan : -

k. MemoriJangka panjang : pasien mampu mengingat kejadian yang pernah terjadi di masa lalu Jangka pendek : pasien terkadang lupa.Masalah keperawatan : gangguan konsep diri Harga Diri Rendah

l. Tingkat konsentrasi dan berhitungMudah dialihkan : perhatian pasien mudah beralihTidak mampu berkonsentrasi : Saat dianamnese pasien hanya diamKemampuan berhitung : Saat dianamnese pasien hanya diamMasalah keperawatan : Harga Diri Rendah

m. Kemampuan penilaianPasien kadang tidak mau melakukan aktivitas yang diatur oleh perawatMasalah keperawatan : Harga diri Rendah

n. Daya tilik diriSaat dianamnese pasien hanya diamMasalah keperawatan : -

VIII. Mekanisme Koping AdaptifDapat berkenalan dengan orang lainPasien masih bisa menyesuaikan diri dan sedikit berbaur dengan teman-temannya saat makan dan merokok MaladaptifPasien menolak bicara dengan banyak orang, menghindar dari banyak orang, berdiam saat duduk,kurang berespon (hanya diam) saat dianamnese, kontak mata kurang, bingung, menolak bicara dengan banyak orang, menunduk dan sering mengalihkan perhatian bila ditanya, kurang adanya komunikasi verbal

Masalah keperawatan :Isolasi Sosial Menarik Diri dan gangguan konsep diri Harga Diri Rendah

IX. Kebutuhan Persiapan Pulanga. MakanPasien dapat mengambil sendiri makanannya di dapur dan sikap saat makan baikb. BAB/BAKPasien BAB/BAK di WC tanpa bantuan perawatc. MandiPasien biasa mandi sendiri dan menggunakan sabund. BerpakaianPasien dapat berpakaian sendiri dan rapie. Penggunaan obatPasien selalu minum obat tepat waktu dan teratur dengan bantuan dari perawatf. Istirahat dan tidurPasien tidur siang 20 menitg. Pemeliharaan kesehatanPasien mandi pagi jika di suruh oleh perawat

Masalah keperawatan : -

X. Aspek MedikDiagnosa medis pasien : Skizofrenia akutTerapi medis :

Haloperidol 5mg 3x1 tab Haldols 9mg 3x1 tab Thp2 9mg 3x1 tab Cpz 001 (3) tab

XI. Daftar Masalah Keperawatan Isolasi Sosial Menarik Diri Gangguan konsep diri Harga Diri Rendah

XII. Klasifikasi dataDs : keluarga pasien mengatakan sering ngamuk di rumah, Diam, tidak mau makan dan Bicara sembarangan pasien mengatakan Pasien merasa anggota tubunya tidak lagi berguna Pasien mengatakan dia tidak bisa melakukan apa-apa dalam keluarga karena keluarga sering mengikatnya dengan tali dan orang orang sering mengatakan kalau dia adalah orang gila.

Do : Pasien jarang berinteraksi dengan teman-temannya , pasien kurang bicara dengan orang lain. Pasien susah diajak bicara kontak mata kurang menunduk bila ditanya Pasien sering mondar-mandir dan tampak diam,sering duduk sendiri Pasien menolak bicara dengan banyak orang, berdiam saat duduk kurang berespon (hanya diam) saat dianamnese, bingung, sering mengalihkan perhatian bila ditanya kurang adanya komunikasi verbal kadang tidak mau melakukan aktivitas yang diatur oleh perawat

XIII. Analisa DataNoDataMasalah Keperawatan

1. DS : keluarga mengatakan sering ngamuk di rumah, Diam, tidak mau makan dan Bicara sembarangan

DO :-

Resiko perilaku kekerasan

2.DS : Pasien mengatakan Pasien merasa anggota tubunya tidak lagi berguna Pasien mengatakan dia tidak bisa melakukan apa-apa dalam keluarga karena keluarga sering mengikatnya dengan tali dan orang orang sering mengatakan kalau dia adalah orang gila.

DO : Pasien jarang berinteraksi dengan teman-temannya , pasien kurang bicara dengan orang lain. Pasien susah diajak bicara kontak mata kurang menunduk bila ditanya Pasien sering mondar-mandir dan tampak diam,sering duduk sendiri Pasien menolak bicara dengan banyak orang, berdiam saat duduk kurang berespon saat dianamnese, bingung, sering mengalihkan perhatian bila ditanya kurang adanya komunikasi verbal kadang tidak mau melakukan aktivitas yang diatur oleh perawat

Gangguan konsep diri Harga Diri Rendah

XIV. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan

Isolasi social menarik diri

gangguan konsep diri : harga diri rendah (CP)

koping individu tidak efektifXV. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan konsep diri Harga Diri Rendah Yang ditandai dengan :Ds : Pasien mengatakan Pasien merasa anggota tubunya tidak lagi berguna Pasien mengatakan dia tidak bisa melakukan apa-apa dalam keluarga karena keluarga sering mengikatnya dengan tali dan orang orang sering mengatakan kalau dia adalah orang gila.

DO : Pasien jarang berinteraksi dengan teman-temannya , pasien kurang bicara dengan orang lain. Pasien susah diajak bicara kontak mata kurang menunduk bila ditanya Pasien sering mondar-mandir dan tampak diam,sering duduk sendiri Pasien menolak bicara dengan banyak orang, berdiam saat duduk kurang berespon saat dianamnese, bingung, sering mengalihkan perhatian bila ditanya kurang adanya komunikasi verbal kadang tidak mau melakukan aktivitas yang diatur oleh perawat

2. resiko perilaku kekerasan di tanndai dengan DS : keluarga mengatakan sering ngamuk di rumah, Diam, tidak mau makan dan Bicara sembarangan

DO : -

XVI. Prioritas Masalah

1. Gangguan Konsep Diri Harga Diri Rendah2. Resiko perilaku kekerasan

XVII. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP I P)Hari Pertama : 01-12-2010Pukul 08.20 Wit Proses Keperawatan1. Kondisi Klien Pasien jarang berinteraksi dengan teman-temannya , pasien kurang bicara dengan orang lain. Pasien susah diajak bicara kontak mata kurang menunduk bila ditanya Pasien sering mondar-mandir dan tampak diam,sering duduk sendiri Pasien menolak bicara dengan banyak orang, berdiam saat duduk kurang berespon saat dianamnese bingung sering mengalihkan perhatian bila ditanya kurang adanya komunikasi verbal kadang tidak mau melakukan aktivitas yang diatur oleh perawat

1. Diagnosa KeperawatanHarga Diri Rendah

2. Tujuan KeperawatanKlien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal

3. Tindakan keperawatan Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP), salam teraupetik, jelaskan tujuan interaksi, buat kontrak dengan pasien tentang topic yang dibahas. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

Strategi Komunikasi1. Fase awal / Perkenalana. Salam teraupetikPerawat : selamat pagi kaka.Perkenalkan nama saya abdul kadir sebualamo, saya biasa dipanggil kadir, saya akan merawat kaka selama saya dinas diruangan iniKalau boleh tahu nama lengkap kaka siapa ? (suhardi) senang dipanggil siapa ? (ardi)

b. Validasi : bagaimana perasaan kaka hari ini ? (perasaan baik-baik saja)c. KontrakTopik : Bagaimana kalau sekarang ini kita bercerita sebentar mengenai masalah yang kaka hadapi ?Waktu : kaka mau berapa lama kita bercerita ? Bagaimana Kalau setengah jam (30menit) menit ??Tempat : Dimana tempat yang cocok menurut kaka untuk kita bercerita , bagaimana kalau di ruangan ini saja ? apa kaka setuju ?

2. Fase kerja

Kaka mampu melakukan kegiatan apa selama disini? (mandi pagi,sore,makan,minum obat dan merokok). Diantara kegiatan mandi,makan,minum obat dan merokok mana yang lebih baik kaka gunakan? (semua bisa di gunakan) Sekarang kakak pilih diantara kegiatan seperti mandi,makan,minum obat dan merokok ,supaya beta ajarkan kakak cara cara yang baik untuk melakukan kegiatan. (ajar beta mandi) Jadi sekarang kaka ambil handuk katong ke kamar mandi, terus lepas pakain, ambil air siram di badan, kemudian gosok sabun di semua badan, kemudian siram sampai bersih. Setelah itu pakai handuk dan keringkan badan. Terus ambil odol dan sikat gigi lalu kaka sikat gigi sekarang. Setelah selesai sikat gigi katong balik ketempat istirahat lalu kaka pake baju ya Bagus,. kaka sudah bisa mandi yang baik . Beta paleng bangga dan senang lihat kaka mandi yang benar. Kaka setiap pagi kaka harus mandi seperti ini ya..!

Terminasia. EvaluasiS : perasaan kaka bagaimana setelah selesai mandi? pasien mengatakan rasa segar dan bersih

O : coba kaka cerita dan praktekan tentang cara mandi yang baik seperti yang beta ajarkan.Ambil handuk pergi ke wc buka baju terus siram badan dengan air lalu pake sabun, kemudian gosok gigi setelah itu kasi kering badan dengan handuk baru pake baju.

b. Rencana TindakanBaiklah waktu kita sekarang sudah selesai, bagaimana kalau besok kita lanjut cerita lagi ? kaka bersedia?

c. Kontrak yang akan datangTopik : besok kita bisa bercerita tentang kegiatan yang lain yang nanti beta ajarkan buat kaka. Bagaimana setuju? (setuju)Waktu : bagaimana kalau besok kita mulai jam10 saja setuju? (oke )Tempat : Dimana kita akan bercerita ? bagaimana kalau di tempat ini saja ? (oke di tempat sini saja)

STRATEGI PELAKSANA TINDAKAN KEPERAWATA (SP II P)Hari kedua : 02-12-2010Pukul 08.30 Wit1. Fase awal a. Salam teraupetikPerawat : selamat pagi kaka. (pagi juga)

b. Validasi : bagaimana perasaan kaka hari ini ? (perasaan baik-baik saja)c. KontrakTopik : Bagaimana kalau sekarang ini kita bercerita tentang cara memulai makan yang benar. (Oke)Waktu : kaka mau berapa lama kita bercerita ? Bagaimana Kalau 10 menit? (Iya jangan terlalu lama)Tempat : Dimana tempat yang cocok menurut kaka untuk kita bercerita , bagaimana kalau di ruangan ini saja ? apa kaka setuju ?( iya disini saja)

2. Fase kerja

Mengevaluasi kegiatan harian pasienEvaluasi Subjektif : Pasien mengatakan sudah bisa mandi dengan cara seperti yang di ajarkan kemarinEvaluasi O : Pasien sudah sedikit mampu mempraktekan cara mandi yang benar.

Sekarang beta ajarkan kakak cara yang kedua yaitu cara memulai makan yang benarPertama : sebelum makan kaka harus pergi ke kamar mandi kemudian cuci tangan dengan sabun sampai bersihKedua : kakak harus berdoa sesuai kaka punya keyakinanKetiga : kakak mulai makanSetelah selesai makan kakak harus kembalikan piring dan gelas ke bapak mantri atau ibu suster kemudian kakak kembali ke kamar mandi dan cuci tangan. Jadi setiap hari kakak harus bikin seperti itu ya

Baiklah waktu kita sekarang sudah selesai, nanti kalau sudah waktunya makan kakak lakukan seperti yang beta ajarkan ya.Terimakasih kakak.

DAFTAR PUSTAKA

Issac Ann (2004). Keperawatan dan Kesehatan Jiwa Psikiatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Keliat, Budi Ana (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Mansjoer Arif (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I. Jakarta : FKUI.

Stuart & Loraia (1998). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th edition). St. Lois Mosby Year Book.

Stuart & Sunden (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Townsend (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC.

40