HDK edit-1

download HDK edit-1

of 49

Transcript of HDK edit-1

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    1/49

    1

    HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

    Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 15% penyulit

    kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi

    mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia, mortalitas dan

    morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini

    disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam

    persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan

    yang belum sempurna.

    Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu

    hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam

    kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di

    pusat maupun di daerah.

    1. TERMINOLOGI DAN KLASIFIKASI

    Terminologi yang dipakai adalah

    1. Hipertensi dalam kehamilan, atau

    2. Preeklampsiaeklampsia

    Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the

    National High Blood Pressure Education Program Working Group on High

    Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah

    1. Hipertensi kronik

    Adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 mingguatau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur

    kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu

    pasca persalinan.

    2. a. Preeklampsia

    Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai

    dengan proteinuria

    b. Eklampsia

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    2/49

    2

    Preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma

    3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

    Adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau

    hipertensi kronik disertai proteinuria

    4. Hipertensi Gestasional (disebut juga t ransient hypertension)

    Adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai

    proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca

    persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi

    tanpa proteinuria.

    Penjelasan tambahan :

    Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik

    140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-

    kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan

    darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah

    diastolik 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah

    tidak dipakai lagi.

    Proteinruria adalah adanya 300mg protein dalam urin

    selama 24 jam atau sama dengan +1 dipstick

    Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda

    preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai

    lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu

    dipertimbangkan faktor resiko timbulnya hipertensi dalam

    kehamilan, bila didapatkan edema generalisata, atau

    kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. Primigravida yangmempunyai kenaikan berat badan rendah, yakni < 0,34

    kg/minggu, menurunkan resiko hipertensi, tetapi menaikkan

    resiko berat badan bayi rendah.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    3/49

    3

    2. INSIDENSI

    Preeklampsia sering menyerang wanita muda dan nulipara,

    sedangkan wanita yang berusia tua memiliki resiko lebih besar terhadap

    hipertensi kronik yang superimposed dengan preeklampsia. Tingkat

    insiden juga dipengaruhi oleh ras dan etnis serta faktor genetik. Faktor lain

    termasuk lingkungan, sosialekonomik, bahkan pengaruh musim.

    Insiden preeklampsia pada populasi nulipara bervariasi dari 3

    hingga 10 persen. Insiden preeklampsia pada multipara juga bervariasi

    namun lebih sedikit dibandingkan pada nulipara.

    3. FAKTOR RESIKO

    Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam

    kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut

    :

    1. Primigravida, primipaternitas

    2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel,

    diabetes melitus, hydrops fetalis

    3. Umur yang ekstrim4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/ eklampsia

    5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum

    hamil

    6. Obesitas

    7. Kehamilan ganda

    8. Usia maternal lebih dari 35 tahun

    9. Ras African-American

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    4/49

    4

    4. PATOFISIOLOGI

    Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui

    dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya

    hipertensi dalam kehamilan, terapi tidak ada satu pun teori tersebut yang

    dianggap murlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah

    1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

    2.Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

    3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

    4. Teori adaptasi kardiovaskuiarori genetik

    5. Teori defisiensi gizi

    6. Teori inflamasi

    4.1 Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

    Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah

    dari cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh

    darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri

    arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus

    endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabangarteria spiralis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas,

    terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang

    menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebur sehingga terjadi dilatasi

    arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri

    spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan

    lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan

    vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penunrnan tekanandarah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada

    daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan

    perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan

    janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling arteri spiralis". Pada

    hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada

    lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot

    arreri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    5/49

    5

    tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya,

    arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan

    "remodeling arteri spiralis", sehingga aliran darah uteroplasenta menunrn,

    dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta

    akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapar. menjelaskan

    patogenesis HDK selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil

    normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 2OO

    mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat

    meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.

    4.2 Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi

    Endotel

    a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan / radikal bebas.

    Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, padahipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri

    spiralis", dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta

    yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan

    oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal

    bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom / molekul

    yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu

    oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    6/49

    6

    hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel

    endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada

    manusia adalah suatu proses norrnal, karena oksidan memang

    dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil

    dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin

    yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam

    kehamilan disebut "toxaemia". Radikal hidroksil akan merusak

    membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak

    jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan

    merusak membrane sel, juga akan merusak nukleus, dan

    protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam

    tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi

    antioksidan.

    b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam

    kehamilan.

    Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar

    oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkanantioksidan, misal vitamin E pada hipenensi dalam kehamilan

    menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida

    lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai

    oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di

    seluruh rubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran

    sel endotel. Membran sei endotel lebih mudah mengalami

    kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsungberhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak

    asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangar rentan

    terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi

    peroksida lemak.

    c. Disfungsi sel endotel.

    Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka

    terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai daii

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    7/49

    7

    membran sel endotel. Kerusakan membrane sel endotel

    mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya

    seluruh strukrur sel endotel. Keadaan ini disebut "disfungsi

    endotel" (endothelial dysfunaion). Pada wakru terjadi kerusakan

    sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka

    akan terjadi:

    i. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu

    fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu

    menumnnya produksi prostasiklin (PGE2) suatu

    vasodilatator kuat.

    ii. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang

    mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah

    untuk menutup tempar-tempat di lapisan endotel yang

    mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi

    tromboksan TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam

    keadaan normal perbandingan kadar

    prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih

    tinggi vasodilatator). Pada preeklampsia kadar tromboksaniebih tinggi dari kadar prosmsiklin sehingga terjadi

    vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

    iii. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus

    (glomerwlar endotbeliosis).

    iv. Peningkatan permeabilitas kapilar.

    v. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu

    endotelin. Kadar NO (vaso-dilatator) menurun, sedangkanendotelin (vasokonstriktor) meningkat.

    vi. Peningkatan faktor koagulasi.

    4.3 Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin.

    Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap

    terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta

    sebagai berikut.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    8/49

    8

    a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipenensi

    dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.

    b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko

    lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika

    dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.

    c. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi

    dalam kehamilan. Larnanya periode hubungan seks sampai

    saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil

    terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

    Pada wanita hamil normal, respons imun tidak menolak

    adanya "hasil konsepsi" yang bersifat asing. Hal ini disebabkan

    adanya bwman leukoqtte antigen protein G (HLA-G), yang

    berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu

    tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada

    plasenta dapat meiindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel

    Natural Kll/er (NK) ibu.

    Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel

    trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakanprakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan

    desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natwral Killer.

    Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan

    ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah

    plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi

    trofoblas sangat penting agar ;'aringan desidua menjadi lunak,

    dan gembur sehingga memudahkan rcrjadrnya dilatasi arterispiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga

    memudahkan terjadinya reaksi inflamasila. Kemungkinan terjadi

    Immune - Maladapation pada preeklampsia.

    Pada awal trimester kedua kehamilan wanita yarrg

    mempunyai kecenderungan terjadi preekiampsia, ternyata

    mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding

    pada normotensif.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    9/49

    9

    4.4 Teori adaptasi kardiovaskular.

    Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap

    bahan-bahan vasopresor. Refrakter, berani pembuluh darah tidak

    peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan

    kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menirnbulkan respons

    vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter

    pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat

    dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel

    pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap

    bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa

    inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).

    Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.

    Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter

    terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan

    kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya

    refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang

    sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan

    vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatankepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi

    dalam kehamilan sudah terjadi pada rrimester I (penama).

    Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi

    hipenensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada

    kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai

    prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

    4.5 Teori Genetik

    Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.

    Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam

    kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin.

    Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26

    % anak wanitanya akan mengalami preeklampsia pula, sedangkan

    hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    10/49

    10

    4.6 Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

    Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan

    defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam

    kehamilan. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di

    Inggris ialah penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia

    beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana

    serba suiit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang

    menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.

    Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak

    ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko

    preeklampsia.

    Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh

    yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat

    aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

    Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk

    memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung

    asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil

    sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik danmungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.

    Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi

    kalsium pada diet wanita hamil mengakibatkan risiko terjadinya

    preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes

    dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan

    pemberian kalsium dan plasebo.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberisuplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia

    adalah 14 % sedang yang diberi glukosa 17 %.

    4.7Teori Stimulus Inflamasi

    Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas

    di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya

    proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    11/49

    11

    melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis

    dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.

    Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian

    merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,

    jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi

    inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses

    apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi

    peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan

    nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas

    plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka

    reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa

    debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan

    beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,

    dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons

    inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel

    makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi

    sistemik inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala preeklampsia

    pada ibu.Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada

    preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan

    tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leukosit yang sangat

    tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut

    sebagai "kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular

    pada kehamilan" yang biasanya berlangsung normal dan

    menyeluruh.

    5. PERUBAHAN PADA SISTEM ORGAN

    5.1. SISTEM KARDIOVASKULAR

    Gangguan fungsi kardiovaskular yang normal pada PE dan E Peningkatan

    after-loadjantung akibat HT.

    1. Gangguan pre-loadjantung akibat akibat terganggunya proses

    hipervolemia dalam kehamilan.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    12/49

    12

    2. Aktivasi endotelial dengan akibat ekstravasasi kedalam ruang

    ekstraseluler terutama kedalam paru.

    Perubahan hemodinamika

    Perubahan kardiovaskular pada HDK tergantung sejumlah faktor :

    Derajat HT

    Latar belakang penyakit kronis.

    Apakah telah terjadi PE.

    Saat kapan pemeriksaan dikerjakan.

    Pada PE terjadi penurunan curah jantung dan kenaikan tahanan perifer.

    Pada Hipertensi Gestasional, curah jantung tetap tinggi.

    Pemberian cairan yang berlebihan pada penderita PE Berat akan

    menyebabkan tekanan pengisian jantung kiri (ventricular filling pressure)

    akan sangat meningkat dan meningkatkan curah jantung yang normal ke

    tingkatan diatas normal.

    Volume Darah

    Pada Eklampsia terjadi peristiwa hemokonsentrasi ; hipervolemia yang

    lazim dalam kehamilan normal tidak terjadi atau sangat minimal sehingga

    penderita eklampsia disebut sebagai pasien yang berada dalam keadaannormotensive shock.

    Hemokonsentrasi pada PE dan E terjadi akibat adanya :

    Vaskonstriksi generalisata.

    Disfungsi endotel dengan meningkatnya permeabilitas vaskular.

    Pada PE tergantung pada beratnya penyakit tidak selalu terjadi

    hemokonsentrasi.

    Pada penderita HG umumnya memiliki volume darah yang normal.Penurunan kadar hematokrit pada penderita dengan hemokosentrasi

    hebat merupakan pertanda perbaikan keadaan. Bila tidak terjadi

    perdarahan, ruang intravaskular penderita PE dan E biasanya tidak terlalu

    kosong. Terjadinya vasospasme dan kebocoran plasma endothel

    menyebabkan ruang vaskular tetap terisi. Perubahan ini menetap sampai

    beberapa saat pasca persalinan bersamaan dengan perbaikan endotel.

    Vasodilatasi dan peningkatan volume darah menyebabkan penurunan

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    13/49

    13

    hematokrit.

    Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penderita PE dan E sangat

    peka terhadap:

    1. Pemberian cairan dalam upaya untuk mengembalikan volume

    darah ke tingkatan sebelum kehamilan.

    2. Perdarahan selama persalinan.

    5.2. DARAH dan PEMBEKUAN DARAH

    Trombositopenia yang terjadi dapat mengancam jiwa penderita.

    Trombositopenia terjadi oleh karena :

    o Aktivasi platelet

    o Agregasi platelet

    o Konsumsi meningkat

    Trombitopenia hebat

    SINDROMA HELLP

    Arti klinik trombositopenia selain gangguan koagulasi adalah juga

    menggambarkan derajat proses patologi yang terjadi. Pada umumnya

    semakin rendah trombosit semakin tinggi morbiditas dan mortalitas ibudan anak. Pritchard dkk (1976) : mengharapkan adanya perhatian

    terhadap kejadian trombositopenia pada penderita PE yang disertai

    dengan sejumlah gejala (sindroma HELLP).

    Sindroma HELLP:

    1. Hemolysis

    2. Elevated liver enzyme (kenaikan enzym hepar = transaminase )

    3. Low PlateletsPE Berat sering disertai dengan hemolisis yang terlihat dari kenaikan

    kadar serum LDH - lactate-dehydrogenasedan perubahan gambaran dari

    darah perifer (schizocytosis, spherocytosisdan reticulocytosis). Hemolisis

    terjadi akibat hemolisis mikrosangiopatik yang diakibatkan oleh kerusakan

    endotel yang disertai dengan deposisi trombosit dan fibrin.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    14/49

    14

    5.3. VOLUME HOMEOSTASIS

    Perubahan endokrin

    Kadar renin , angiostensin II dan aldosteron dalam kehamilan normal

    meningkat. Pada PE kadar bahan tersebut sama dengan kadar wanita

    yang tidak hamil. Alibat retensi natrium dan atau HT, sekresi renin oleh

    ginjal menurun. Renin berperan sebagai katalisator dalam proses konversi

    angiostensin menjadi angiostensin I dan perubahan angiostensin I

    menjadi angiostensi II dengan katalisator ACEangiostensin converting

    enzyme.

    Perubahan cairan dan elektrolit

    Manifestasi peningkatan volume cairan ekstraseluler adalah edema. Pada

    penderita PEBerat biasanya lebih menonjol dibandingkan kehamilan

    normal. Retensi cairan terjadi akibat adanya cedera pada endotel.

    Selain edema generalisata dan proteinuria, penderita juga mengalami

    penurunan tekanan onkotik yang menyebabkan gangguan keseimbangan

    proses filtrasi.

    5.4. GINJAL

    Selama kehamilan normal, terjadi peningkatan GFRglomerular filtrationrate dan RBFrenal blood flow. Pada PE terjadi perubahan anatomi dan

    patofisiologi, sehingga terjadi penurunan perfusi renal dan filtrasi

    glomerulos.. PE berkaitan dengan penurunan produksi urine dan eksresi

    kalsium akibat peningkatan resorbsi tubuler. Pemberian Dopamine i.v

    pada penderita PE dapat meningkatkan produksi urine. Pemberian cairan

    i.v pada penderita PE dengan oliguria tidak perlu dikerjakan.

    ProteinuriaTerjadinya proteinuria bersifat lambat.

    Pemeriksaan kuantitatif dengan dipstick tidak akurat dan memerlukan

    pemeriksaan selama 24 jam.

    Albuminuriaadalah istilah untuk menggambarkan proteinuria pada PE

    yang salah oleh karena sebagaimana pada keadaan glomerulopati lain

    terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein ber-BM

    tinggi sehingga albuminuria sering disertai dengan keluarnya hemoglobin,

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    15/49

    15

    globulin dan transferin.

    Perubahan anatomi pada ginjal

    -Ukuran glomerulos membesar 20%.

    -Terjadi glomerular capillary endotheliosis.

    -Gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut sering terjadi dengan gejala

    oliguria sampai anuria ( peningkatan kadar serum creatinine 1 mg/dL ).

    Haddad dkk (2000) melaporkan bahwa 5% dari 183 penderita sindroma

    HELLP mengalami ARF dan setengah diantaranya adalah penderita

    solusio plasenta dan perdarahan pasca persalinan.

    Meskipun jarang, dapat terjadi nekrosis cortex ginjal yang ireversibel.

    5.5. HEPAR

    Perdarahan periportal pada tepi hepar

    Ruptura hepar

    Perdarahan subkapsular

    5.6. OTAK

    Nyeri kepala dan

    Gangguan visusSering terjadi pada PE dan eklampsia.

    Terdapat dua perubahan PA pada cerebri:

    1. Perdarahan akibat pecahnya pembuluh arteri karena HT

    2. Edema, hiperemia , iskemia, trombosis dan hemoragia yang kecil

    dan kadang-kadang meliputi daerah yang luas

    Aliran darah otak :

    Pada eklampsia, mungkin akibat hilangnya autoregulasi dari CBF-cerebralblood flow terjadi hipoperfusi sebagaimana yang terjadi pada hipertensif

    encephalopathi yang tak berkaitan dengan kehamilan. Pasien nyeri kepala

    biasanya disertai dengan peningkatan perfusi cerebral.

    Kebutaan : Gangguan visus sering terjadi pada PEBerat, namun

    kebutaan permanen jarang terjadi pada PE dan terjadi pada 10%

    penderita E. Kebutaan atau amaurosis ( bahasa Greek = dimming) dapat

    mengenai wanita yang menderita edema vasogenik pada lobus occipitalis

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    16/49

    16

    yang luas. Umumnya kebutaan berlangsung antara 4 jam sampai satu

    minggu. Lara-Torre dkk (2002) : gangguan visual permanen akibat

    PEBerat atau E adalah akibat gangguan pada cerebri atau iskemia arteri

    retina. Ablasio retina dapat mengganggu visus dan umumnya mengenai

    salah satu sisi dan prognosis nya baik.

    5.7. PERFUSI UTERO PLASENTA

    Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme merupakan

    penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal pada PE

    dan E. Pada wanita normal diameter arteri spiralis 500 ; pada penderita

    PE 200

    Doppler velosimetri

    o Pengukuran velositi aliran darah dalam arteri uterina dapat

    digunakan untuk memperhitungkan besaran resistensi dalam

    aliran uteroplasenta.

    o Resistensi vaskular ditentukan berdasarkan perbandingan

    antara bentuk gelombang arterial sistolik dan diastolik.

    o Ganguan aliran darah uteroplasenta tidak selalu terjadi pada

    semua penderita PE dan E.o Matijevic dan Johnson ( 1999) dengan velosimetri Doppler

    mengukur besarnya tahanan dalam arteri spiralis. Hasil

    pengukuran tersebut menunjukkan bahwa Impedansi

    pembuluh perifer ternyata lebih besar dari pada pembuluh

    sentral.

    6. ASPEK KLINIS

    6.1 Preeklampsia RinganDiagnosis

    Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya

    hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah kehamilan 20

    minggu.

    Hipertensi: sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik 30

    mmHg dan kenaikan diastolik 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai

    kriteria preeklampsia.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    17/49

    17

    Proteinuria: 300 mg/24 jam atau 1 + dipstik.

    Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,

    kecuaii edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata

    6.2 Preeklampsia Berat

    Diagnosis

    Preeklampsia digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau

    lebih gejala

    sebagai berikut :

    Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110

    mmHg.

    Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di

    rumah

    sakit dan sudah menjalani tirah baring.

    Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.

    Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.

    Kenaikan kadar kreatinin plasma.

    Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,

    skotoma dan pandangan kabur.

    Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat

    teregangnya kapsula Glisson).

    Edema paru-paru dan sianosis.

    Hemolisis mikroangiopatik.

    Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3arau penurunan trombosit

    dengan cepat.

    Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar

    alanin dan Aspartate aminotransferase

    Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.

    Sindrom HELLP.

    6.3 Eklampsia

    Diagnosis

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    18/49

    18

    Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia, yang

    disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan

    preeklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan posrpartum.

    Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam

    pertama setelah persalinan. Pada penderita preeklampsia yang akan

    kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas,

    yang dapat dianggap sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang.

    Preeklampsia yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut

    sebagai impending eclampsia atau imminent eclampsia.

    6.4 Sindroma HELLP

    Definisi

    Sindroma HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya

    hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan

    trombositopenia.

    H: Hemolysis

    EL: Elevated Liver Enzyme

    LP : Low Platelets Count

    Diagnosis

    Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri

    kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi

    virus)

    Adanya tanda dan gejala preeklampsia

    Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST,

    dan bilirubin indirek

    Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST,LDH

    Trombositopenia

    Trombosit < 150.000/ml

    Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas

    abdomen, tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala

    preekiampsia, harus dipertimbangkan sindroma HELLP.

    6.5 Hipertensi Kronik

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    19/49

    19

    Diagnosis

    Diagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah

    timbul sebelum kehamilan, atau timbul hipertensi < 20 minggu umur

    kehamilan.

    Ciri-ciri hipertensi kronik :

    Umur ibu relatif tua di atas 35 tahun

    Tekanan darah sangat tinggi

    Umumnya multipara

    Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus

    Obesitas

    Penggunaan obat-obat antihipertensi sebelum kehamilan

    Hipertensi yang menetap pascapersalinan

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    20/49

    20

    Tabel 1

    1. PENATALAKSANAAN

    7.1 Penatalaksanaan Rawat Inap dan Rawat Jalan

    Bagi wanita dengan hipertensi stabil yang ringan hingga sedang baik

    preeklampsia yang sudah pasti maupun yang belum dipastikan- dilakukan

    pemantauan yang berkelanjutan di rumah sakit, bisa di rumah untuk

    pasien yang dapat dipercaya, maupun di unit perawatan harian. Paling

    tidak, pengurangan aktifitas hampir sepanjang hari akan sangat

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    21/49

    21

    bermanfaat. Sejumlah penilaian observasional dan penelitian teracak telah

    melaporkan manfaat tatalaksana masing-masing dari rawat inap dan

    rawat jalan.

    Berkaitan dengan hal ini, Abenhaim dkk (2008) melaporkan hasil

    suatu penelitian kohort yang dilakukan pada 677 wanita yang dirawat ini

    untuk tirah baring karena kelahiran prematur. Saat hasil akhir dari wanita-

    wanita ini dibandingkan dengan populasi obstetris umum, tirah baring

    ternyata berkaitan dengan penurunan bermakna resiko timbulnya

    preeklampsia. Dalam suatu ulasan mengenai 2 penelitian terlacak

    berskala kecil yang melibatkan 106 wanita yang beresiko tinggi

    mengalami preeklampsia, tirah birang yang bersifat profilaktik selama 4-6

    jam sehari dirumah berhasil menurunkan inisiden preeklampsia secara

    bermakna, tetapi tidak hipertensi gestasional.

    Temuan ini dan juga adanya hasil pengamatan lain mendukung

    klaim bahwa pembatasan aktifitas mengubah patofisiologi yang

    mendasari terjadinya sindrom preeklampsia. Sedangkan tirah baring

    total sangat sulit dilakukan karena berarti melakukan restriksi berat pada

    wanita yang sebenarnya sehat, dan juga meningkatkan resikotromboembolisme.

    7.2. Unit Kehamilan Beresiko Tinggi

    Sebagian besar wanita yang dirawat inap memiliki respon yang

    menguntungkan, yang ditandai oleh hipertensi yang menghilang atau

    membaik. Wanita-wanita tersebut tidak disembuhkan dan hampir 90%

    diantaranya mengalami hipertensi berulang baik sebelum atau selama

    persalinan. Biaya untuk pemberi asuhan-bukan honorer-untuk fasilitas fisikyang relatif sederhana ini, asuhan keperawatan dasar, tidak digunakannya

    obat-obatan selain suplemen besi dan folat, dan beberapa pemeriksaan

    laboratorium utama besarnya minimal dibandingkan dengan biaya unit

    intensif neonatal untuk bayi yang prematur.

    7.3. Asuhan Kesehatan di Rumah

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    22/49

    22

    Banyak klinisi percaya bahwa rawat inap lebih lanjut tidak diperlukan jika

    hipertensi membaik dalam beberapa hari, dan ini telah memberikan dasar

    legal bagi pihak asuransi untuk menolak mengganti biaya rumah sakit.

    Akibatnya, sebagian besar wanita dengan hipertensi ringan sampai

    sedang dirawat di rumah. Tata laksana rawat jalan dapat berlanjut selama

    penyakit tidak memburuk dan tidak terdapat dugaan bahaya pada janin.

    Aktivitas ringan fisik ringan hampir sepanjang hari dianjurkan bagi wanita

    yang menjalani perawatan di rumah. Wanita-wanita ini diberi instruksi

    untuk melaporkan gejala yang muncul pada mereka secara rinci.

    Pemantauan tekanan darah di rumah dan kadar protein dalam urin atau

    pemeriksaan secara berkala oleh perawat yang berkunjung di rumah

    dapat bermanfaat. Lo, dkk. (2002) memberi peringatan mengenai

    penggunaan beberapa alat pengukur tekanan darah otomatis yang

    digunakan di rumah yang mungkin gagal mendeteksi hipertensi berat.

    Pada suatu peneltian observasional oleh Barton, dkk. (2002), 1182

    wanita nulipara dengan hipertensi gestasional ringan -20 persen

    diantaranya mengalami proteinuria- ditata laksana dengan asuhan

    kesehatan di rumah. Usia gestasi rata-rata mereka adalah 32/33 minggusaat pertama kali ikut dalam penelitian, dan 36 hingga 37 minggu awal

    persalinan. Preeklampsia berat timbul pada sekitar 20 persen, kurang

    lebih 3 persen mengalami sindrom HELLP, dan dua pasien wanita

    mengalami eklampsia. Dampak akhir perinatal baik secara umum. Pada

    sekitar 20 persen mengalami restriksi pertumbuhan janin, dan angka

    mortalitas perinatal sekitar 4,2 per 1000.

    Beberapa penelitian prospektif telah dirancang untukmembandingkan rawat inap berkelanjutan dengan asuhan kesehatan di

    rumah atau unit perawatan harian. Pada studi pendahuluan dari Rumah

    Sakit Parksland, Horsager, dkk. (1995) secara acak membagi 72 wanita

    nulipara dengan hipertensi onset baru dari 27 sampai 37 minggu ke dalam

    dua kelompok, rawat inap berkelanjutan atau asuhan rawat jalan. Pada

    semua wanita ini, proteinuria telah menurun hingga kurang dari 500 mg

    per hari saat dilakukan pemeriksaan secara acak. Tata laksana rawat

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    23/49

    23

    jalan mencakup pengukuran tekanan darah harian yang dipantau oleh

    pasien dan keluarga mereka. Berat badan dan pemeriksaan protein urin

    dilakukan tiga kali seminggu. Perawat asuhan rumah berkunjung dua kali

    seminggu, dan wanita-wanita ini datang ke klinik setiap minggu. Hasil

    akhir pada masa perinatal hampir sama kedua kelompok. Satu-satunya

    perbedaan bermakna adalah wanita dalam kelompok asuhan rumah

    memiliki frekuensi preeklampsia berat yang secara signifikan lebih besar

    dibandingkan kelompok yang dirawat inap- 42 persen berbanding 25

    persen.

    Penelitian teracak yang lebih besar dilaporkan oleh Crowther, dkk.

    (1992) dan melibatkan 218 wanita hipertensi gestasional ringan tanpa

    proteinuria. Setelah evaluasi, separuh diantaranya tetap dirawat inap dan

    separuh lainnya ditata laksana secara rawat jalan. Seperti yang

    diperlihatkan pada tabel 1, durasi rerata rawat inap adalah 22,,2 hari

    untuk wanita yang dirawat inap dibandungkan dengan hanya 6,5 hari pada

    wanita kelompok asuhan rumah. Frekuensi kelahiran kurang bulan

    sebelum 34 minggu dan 37 minggu meningkat dua kali lipat pada

    kelompok yang ditata laksana secara rawat jalan, tetapi selain itu, hasilakhir pada ibu dan bayi hampir sama.

    7.4. Unit Perawatan Harian

    Pendekatan lain, yang sekarang umum dilakukan di negara-negara

    Eropa, adalah perawatan harian. Pendekatan ini telah dinilai oleh

    beberapa peneliti. Dalam suatu penelitian oleh Tuffnell, dkk. (1992), 54

    wanita dengan hipertensi setelah kehamilan 26 minggu dikelompokkanuntuk mendapatkan tata laksana harian atau tatawat inap, bertambah

    buruknya keadaan menjadi preeklampsia nyata, dan induksi persalinan

    meningkat secara bermakna pada kelompok yang mengalami

    penatalaksanaan rutin. Turnbull, dkk. (2004) melakukan penelitian yang

    melibatkan 395 wanita yang secara acak dikelompokkan dalam tata

    laksana perawatan harian atau rawat inap. Hampir 95 persen diantaranya

    memiliki hipertensi ringan hingga sedang-288 wanita tanpa proteinuria dan

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    24/49

    24

    86 wanita dengan proteinuria +1. Hasil akhir pada janin secara umum

    baik, tidak terdapat kematian neonatus, dan tidak ada satu wanita pun

    yang mengalami eklampsia atau sindrom HELLP. Yang mengejutkan,

    biaya untuk kedua macam penatalaksanaan ini tidak menunjukkan

    perbedaan bermakna. Dan tidak mengherankan, kepuasan lebih tinggi

    pada unit perawatan harian secara umum.

    Tabel 2

    7.5. Perbandingan Rawat Inap dan Rawat Jalan Antepartum

    Dari penjelasan sebelumnya, dapat dilihat bahwa salah satu

    diantara tata laksana rawat inap atau rawat jalan dengan pemantauan

    ketat merupakan tindakan yang tepat bagi wanita hipertensi ringan onset

    baru, dengan atau tanpa preeklampsia yang tidak berat. Sebagian besar

    penelitian tadi dilakukan di pusat akademis dengan tim tata laksana yang

    berdedikasi. Meskipun demikian, kunci keberhasilannya adalah

    pemantauan ketat dan dukungan dari pasien.

    7.6. Terapi Antihipertensi untuk Hipertensi Ringan Hingga Sedang

    Penggunaan obat-obat antihipertensi dalam upaya memperpanjang

    masa kehamilan atau memperbaiki dampak perinatal pada kehamilan

    yang dipersulit oleh penyakit hipertensi dengan tipe dan keparahan yang

    berbeda-beda telah menarik banyak perhatian.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    25/49

    25

    Tata laksana medikamentosa pada preeklampsia ringan dini telah

    menunjukkan hasil yang mengecewakan, seperti yang diperlihatkan pada

    tabel 3. Sibai, dkk. (1987a) menilai efektivitas labetalol dan perawatan

    rawat inap dibandingkan perawatan inap saja pada 200 wanita nulipara

    dengan hipertensi gestasional pada kehamilan 26 hingga 35 minggu.

    Meskipun beberapa wanita yang mendapatkan labetalol memiliki tekanan

    darah yang secara signifikan lebih rendah, tidak terrdapat perbedaan

    antara kedua kelompok dalam hal rata-rata perpanjangan masa

    kehamilan, usia gestasi saat pelahiran, atau berat lahir. Angka pelahiran

    caesar serupa, seperti halnya jumlah bayi yang dirawat di kamar

    perawatan khusus. Bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan secara

    signifikan lebih banyak dua kali lipat pada wanita yang mendapat labetalol.

    Ketiga penelitian lainnya yang dicantumkan dalam tabel 3 dilakukan

    untuk membandingkan labetalol atau Ca channel blocker, nifedipin atau

    isradipin. Tidak satu pun penelitian tersebut menunjukkan adanya manfaat

    dari terapi antihipertensi. Von Dadelszen dan Magee (2002)

    memperbaharui meta-analisis mereka sebelumnya dan sekali lagi

    menyimpulkan bahwa penurunan tekanan darah ibu melalui pemberianobat-obatan dapat mengganggu pertumbuhan janin.

    Abalos, dkk., (2007) mengulas penelitian acak yang

    membandingkan terapi antihipertensi aktif dengan plasebo atau tanpa

    terapi pada wanita dengan hipertensi gestasional ringan hingga sedang.

    Para pengulas tersebut mengikutkan 46 penelitian yang melibutkan 4282

    wanita dan melaporkan bahwa, meskipun menurunkan resiko mengalami

    hipertensi berat hingga sepenuhnya, terapi antihipertensi aktif tidakmemiliki efek yang bermanfaat. Berlawanan dengan dengan temuan Von

    Dadelszen dan Magee (2002) yang dikutip sebelumnya, mereka

    melaporkan bahwa hambatan pertumbuhan janin tidak meningkat pada

    wanita yang mendapatkan terapi antihipertensi. Serupa dengan temuan-

    temuan yang berlawanan ini, masih menjadi perdebatan apakah obat Beta

    blocker menyebabkan hambatan pertumbuhan janin jika diberikan selama

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    26/49

    26

    kehamilan dengan hipertensi kronis. Jadi, efek terapi antihipertensi, baik

    efek yang menguntungkan maupun merugikan, tampaknya minimal.

    Tabel 3

    7.7. Penundaan Kelahiran

    7.7.1 Penundaan Kelahiran dengan Preeklampsia Berat Onset Awal

    Selama bertahun-tahun sebagian besar kalangan menganut prinsip

    pelahiran segera pada semua wanita yang mengalami preeklampsia

    berat. Namun dalam 20 tahun terakhir, pendekatan lain untuk wanita yang

    mengalami preeklampsia berat tetapi masih jauh dari aterm telah

    dianjurkan oleh beberapa peneliti di dunia. Anjuran tersebut merupakan

    suatu penatalaksanaan secara konservatif yang bertujuan untuk

    memperbaiki prognosis neonatus tanpa membahayakan keselamatan ibu.

    Aspek-aspek penatalaksanaan ini selalu mencakup pemantauan ibu dan

    bayi dengan cermat, dengan atau tanpa obat antihipertensi.

    Secara teoritis obat antihipertensi memiliki kegunaan potensial

    pada preeklampsia berat yang timbul sebelum usia janin yang

    diperkirakan dapat bertahan hidup sebagai neonatus yang hidup. Tata

    laksana seperti ini banyak diperdebatkan dan mungkin juga berbahaya.

    Pada suatu penelitian pertam, Sibai dan Memphis Group (1985) berupaya

    memperpanjang masa kehamilan karena imaturitas janin pada wanita

    dengan preeklampsia berat dengan usia kehamilan antara 18 hingga 27

    minggu, dapat berbahaya. Hasilnya, angka kematian perinatal adalah

    sekitar 87 persen. Meskipun tidak satu pun dari wanita yang ikut dalam

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    27/49

    27

    penelitian ini meninggal, namun 13 wanita diantaranya mengalami solutio

    plasenta, 10 mengalami eklampsia, 3 mengalami gagal ginjal, 2

    mengalami ensefalopati hipertensif, dan 1 mengalami perdarahan

    intraserebral, dan 1 mengalami ruptur hematoma hepatis.

    Karena hasil yang buruk ini, Memphis kemudian merancang ulang

    penelitian mereka dan melakukan penelitian acak yang membandingkan

    tata lakasana konservatif dan dan agresif pada 95 wanita yang mengalami

    preeklampsia berat, tetapi dengan usia kehamilan yang lebih tua yaitu 28

    hingga 32 minggu. Wanita yang mengalami sindrom HELLP tidak

    termasuk dalam penelitian ini. Tata laksana agresif mencakup pemberian

    glukokortikoid untuk pematangan paru-paru janin, diikuti dengan kelahiran

    dalam waktu 48 jam. Wanita yang dilakukan penatalaksanaan ini dipantau

    dalam kondisi tirah baring dan diberikan labetalol atau nifedipin per oral

    unuk mengendalikan hipertensi berat. Pada penelitian ini, kehamilan

    diperpanjang ira-kira 15,4 hari pada kelompok yang mendapat tatalaksana

    konservatif. Dilaporkan pula adanya perbaikan prognosis neonatus secara

    keseluruhan.

    Dari pengalaman tersebut, tata laksana konservatif menjadi lebihsering digunakan dengan catatan wanita yang mengalami sindrom HELLP

    atau yang mengandung janin yang mengalami hambatan pertumbuhan

    tidak diikutkan ditatalaksana dengan cara ini. Namun pada penelitian

    observasional lanjutan, kelompok Memphis membandingkan hasil pada

    133 wanita dengan preeklampsi disertai sindrom HELLP dengan 136

    wanita preeklampsi tanpa sindrom HELLP yang terdiagnosis pertama kali

    pada 24 hingga 36 minggu. Wanita-wanita tersebut dibagi dalam tigakelompok penelitian. Kelompok pertama adalah wanita dengan hemolisis,

    peningkatan enzim hati, dan trombosit rendah (sindrom HELLP lengkap).

    Kelompok kedua adalah wanita dengan sindrom HELLP parsial-

    didefinisikan sebagai terdapatnya salah 1 atau lebih gejala sindrom

    HELLP tapi tidak ketiganya sekaligus. Sedangkan pada kelompok ketiga

    yaitu pada wanita yang mengalami preeklampsi berat namun tidak

    didapatkan temuan laboratoris sindrom HELLP. Hasil akhir perinatal

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    28/49

    28

    serupa pada ketiga kelompok tersebut dan penting diketahui bahwa hasil

    akhir akhirnya tidak membaik dengan penundaan pelahiran. Meskipun

    demikian, peneliti menyimpulkan bahwa wanita dengan sindrom HELLP,

    serta mereka dengan preeklampsia berat saja, dapat ditatalaksana secara

    konservartif.

    Sibai dan Barton (2007) baru-baru ini mengulas sebagian besar

    laporan sejak awal tahun 1990-an mengenai tata laksana koservatif pada

    preeklampsi berat. Hasil akhir yang dilaporkan dari tujuh penelitian yang

    dipublikasikan sejak tahun 2000 diperlihatkan pada tabel 34.10. Jumlah

    total wanita yang dilibatkan adalah lebih dari 1.200 orang, dan meskipun

    rerata waktu tambahan yang diperoleh berkisar dari 5 hingga 10 hari,

    angka morbiditasnya sangat tinggi. Seperti yang ditunjukkan, komplikasi

    berat mencakup solusio placenta, sindrom HELLP, edema paru, gagal

    ginjal, dan eklampsia. Ditambah lagi, angka perinatal rata-rata berkisar

    dari 39 hingga 133 per 1000. Hambatan pertumbuhan janin sering terjadi,

    dan dalam penelitian dari Belanda oleh Genzevoort dkk., (2005), angka

    hambatan pertumbuhan perinatal ini mencapai nilai yang sangat tinggi,

    yaitu 94%. Telah diperlihatkan bahwa angka kematian perinatal jauh lebihtinggi daripada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan ini, tetapi

    hasil akhir pada ibu tidak berbeda bermakna dibandingkankehamilan pada

    wanita yang janinnya tidak mengalami pertumbuhan.

    Barber dkk., (2009) melakukan penilaian 10 tahun terhadap 3408

    wanita dengan preeklampsia berat dari 24 hingga 32 minggu yang telah

    dimasukkan ke dalam basis data statistik vital Caifornia. Mereka

    menemukan bahwa pemanjangan periode perawatan inap antepartum dirumah sakit berkaitan dengan peningkatan angka kematian ibu dan

    neonatus yang sedikit tapi signifikan.

    Tata Laksana Konservatif pada Preeklampsia Berat di Trimester

    Kedua

    Sejumlah penelitian kecil telah berfokus pada tata laksana konservatif

    pada sindrom preeklampsia berat sebelum 28 minggu. Pada ulasan

    terbaru mereka, Bombrys dkk., (2008) menemukan delapan penelitian

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    29/49

    29

    tersebut, yang melibatkan hampir 200 wanitayang mengalami

    preeklampsia berat dengan onset sejak usia kehamilan kurang dari 24

    hingga genap 26 minggu. Komplikasi pada ibu sering ditemukan, dan tidak

    ada 1 janin pun yang dapat bertahan hidup pada ibu yang mengalami

    preeklampsia pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu. Karena itu,

    dianjurkan untuk terminasi kehamilan bagi wanita-wanita seperti ini. Untuk

    mereka yang hamil 23 minggu, angka harapan hidup perinatal adalah 18

    persen, tetapi morbiditas perinatal belum diketahui. Untuk wanita yang

    hamil 24 hingga 26 minggu, harapan hidup perinatal mendekati 60 persen,

    dan angka ini mencapai rata-rata 90 persen pada usia kehamilan 26

    minggu.

    Hasil dari lima penelitian yang dipublikasikan sejak tahun 2000

    mengenai wanita dengan preeklampsia berat pada trimester kedua, yang

    ditatalaksana secara konservatif diperlihatkan pada tabel 34.11. seperti

    yang dapat dilihat, terdapat angka kesakitan dan kematian yang sangat

    tinggi pada kehamilan yang sangat kurang bulan ini. Karena hasil

    penelitian tersebut, saat ini, tidak terdapat penelitiankomparatif yang

    dilakukan pada saat yang bersamaan untuk menguji manfaat perinataltata laksana konservatif dibandingkan terminasi dini karena adanya

    ancaman komplikasi berat pada ibu yang mendekati 50 persen.

    Glukokortikoid untuk Pematangan Paru-Paru

    Dalam usaha mempercepat pematangan paru-paru, glukokortikoid telah

    diberikan pada wanita yang mengalamai hipertensi berat, tetapi masih

    jauh dari aterm. Terapi ini tampaknya tidak memperburuk hipertensi padaibu, dan telah dilaporkan terjadinya penurunan insiden distress

    pernapasan dan perbaikan keadaan janin. Meskipun dmeikian, hanya

    terdapat satu penelitian teracak mengenai pemberian kortikosteroid pada

    wanita yang mengalami hipertensi untuk mematangkan paru-paru janin

    (Amorim, dkk. 1999). Penelitian ini melibatkan 218 wanita dengan

    preeklampsia berat dalam usia kehamilan antara 26 dan 34 minggu yang

    secara acak diberikan betamethason atau plasebo. Komplikasi pada

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    30/49

    30

    neonatus, termasuk distres pernapasan, perdarahan intraventrikular, dan

    kematian, menurun secara bermakna pada pemberian betamethason

    dibandingkan plasebo. Namun, terdapat dua kematian ibu dan delapan

    belas bayi lahir mati.

    Kortikosteroid untuk Meringankan Sindrom HELLP

    Lebih dari 25 tahun lalu, Thiagarajah dkk., (1984) mengajukan gagasan

    bahwa glukokortikoid mungkin juga bermanfaat dalam tata laksana

    kelainan nilai laboratorium yang terjadi pada sindrom HELLP. Pada masa

    selanjutnya, Tompkins (1999) dan OBrien (2002) beserta rekan mereka

    melaporkan efek yang kurang memuaskan. Martin dkk., (2003) membahas

    hasil akhir hampir 500 wanita. Sejak tahun 1994 hingga 2000, 90 persen

    wanita yang mengalami sindrom HELLP diterapi dengan glukokortikoid.

    Hasil akhir mereka lebih baik dibandingkan hasil dari dibandingkan hasil

    dari penelitian kohort retrospektif dari tahun 1985 hingga 1991, saat hanya

    16 persen wanitadengan sindrom HELLP diterapi dengan kortikosteroid.

    Penelitian acak mereka, meskipun membandingkan dua kortikosteroid,

    tidak menggunakan kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi.

    Sejak dilakukannya penelitian observasional tersebut, telahdirancang dua penelitian prospektif teracak untuk menjawab pertanyaan

    ini. Fonseca dkk., (2005) melakuakn penelitian teracak pada 132 wanita

    yang mengalami sindrom HELLP, mereka dibagi dalam dua kelompok,

    yaitu yang mendapatkan dexamethasone dan yang mendapatkan

    plasebo. Hasil akhir yang dinilai mencakup durasi rawat inap, waktu

    pemulihan nilai-nilai laboratorium yang abnormal, pemulihan parameter

    klinis, dan komplikasi yang mencakup gagal ginjal akut, edema paru,eklamsia dan kematian. Tidak ada satu pun yang berbeda bermakna di

    antara dua kelompok. Pada studi blinded serupa, Katz dkk., (2008)

    melakukan penelitian secara acak pada 105 wanita pascapartum yang

    mengalami sindrom HELLP kedalam kelompok yang mendapat

    dexamethasone dan yang mendapat plasebo. Mereka menganalisis hasil

    akhir yang serupa dengan penelitian Fonseca, dan menemukan bahwa

    dexamethasone tidak memiliki manfaat. Pada Gambar 34-16,

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    31/49

    31

    diperlihatkan waktu pemulihan hitung trombosit dan kadar aspartat

    transeferase (AST) dalam serum. Pemulihan ini hampir identik dalam

    kedua kelompok. Maka pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan untuk

    terapi trombositopenia.

    7.7.2 Resiko dan Manfaat Penundaan Pelahiran

    Bila dipertimbangkan secara keseluruhan, penelitian-penelitian ini perlu

    memberikan penjelasan mengenai klaim-klaim yang terus bermunculan

    bahwa tata laksana konservatif pada preeklampsia berat merupakan hal

    yang bermanfaat. Tidak diragukan lagi, alasan utama terminasi kehamilan

    padd preeklampsia berat adalah demi keselamatan ibu. Tidak terdapat

    data yang mendukung bahwa tata laksana konservatif menguntungkan

    bagi ibu. Bahkan, tampak sudah jelas bahwa penundaan terminasi untuk

    memperpanjang masa kehamilan pada wanita yang mengalami

    preeklampsia berat dapat menimbulkan konsekuensi berat pada ibu,

    seperti yang diperlihatkan pada Tabel 34-10. Perhatikan solusio plasenta

    timbul pada hampir 20 persen dan edema paru pada sekitar 4 persen.

    Lebih lanjut, terdapat resiko besar untuk terjadinya eklampsia, perdarahan

    serebrovaskular, dan kematian ibu. Temuan-temuan ini bahkan lebihrevelan jika digabungkan dengan kenyataan tidak adanya bukti yang

    meyakinkan bahwa hasil akhir perinatal mengalami perbaikan signifikan

    dengan pemanjangan periode kehamilan rata-rata sekitar 1 minggu. Jika

    tata laksanan ini dilakukan, terdapat beberapa kriteria pada tabel 34-12,

    sesuai anjuran Sibai dan Barton (2007), yang seharusnya mendorong

    pertimbangan untuk pelahiran.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    32/49

    32

    Tabel 4

    EKLAMPSIA

    Preeklampsi yang disertai dengan komplikasi kejang umum tonik-klonik

    sangat meningkatkan resiko bagi ibu maupun janin. Pada salah satu studi

    awal, Mattar dan Sibai (2000) menggambarkan hasil akhir pada 399wanita berturut-turut yang mengalami eklampsia dari tahun 1977 hingga

    1998. Komplikasi utama pada ibu mencakup solusio placenta (10%),

    defisit neurologis (7%), pneumonia aspirasi (7%), edema paru (5%), henti

    jantung-paru (4%), dan gagal ginjal akut (4%). Bahkan, 1% diantaranya

    meninggal.

    Unit bersalin di Eropa juga melaporkan angka kesakitan dan

    kematian ibu serta perinatal yang sangat tinggi pada eklampsia. Beberapa

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    33/49

    33

    penelitian di negara maju menunjukkan angka kematian ibu adalah sekitar

    1% pada wanita yang mengalami eklamsia, bila dilihat angka ini 100 kali

    lebih tinggi daripada angka kematian ibu secara nasional di tiap-tiap

    negara.

    Kejang eklamptik hampir selalu didahului dengan prreklamsia.

    Bergantung pada saat terjadinya kejang, apakah sebelum, saat, atau

    setelah persalinan, eklampsia disebut sebagai antepartum, intrapartum

    dan pascapartum. Eklampsia paling sering terjadi pada trimester ketiga

    dan semakin sering terjadi saat kehamilan mendekati aterm. Pada

    beberapa tahun terakhir telah terjadi pergeseran yang semakin besar

    kearah periode pascapartum. Pergeseran ini diduga berkaitan dengan

    perbaikan asuhan akses pranatal, deteksi preeklampsia lebih dini, dan

    penggunaan magnesium sulfat profilaktik. Penting diingat, diagnosis lain

    harus dipertimbangkan pada wanita dengan onset kejang lebih dari 48 jam

    pascapartum atau pada wanita dengan defisit neurologis fokal, koma yang

    berkepanjangan atau eklampsia atipikal.

    Tata Laksana Segera pada KejangBangkitan eklamtik dapat berupa kejang hebat. Selama kejang, wanita

    tersebut harus diawasi, terutama jalan napasnya. Pergerakan oto dapat

    sedemikin kuat sehingga wanita tadi melemparkan dirinya keluar dari

    tempat tidur, dan bila tidak dilindungi lidahnya dapat terrgigit akibat

    gerakan hebat rahangnya. Fase ini saat otot-otot berkontraksi dan

    berelaksasi secara bergantian, dapat berlangsung sekitar 1 menit. Secara

    bertahap pergerakan otot dapat menjadi lebih sering dan jarang, dan padaakhirnya wanita tersebut terbaring tidak bergerak. Jika kejang terjadi

    dalam kondisi jarang, wanita tersebut biasanya sempat pulih sebagian

    kesadarannya setelah tiap serangan. Saat sedang terrbangun ini, dapat

    timbul kondisi agresif dalam keadaan setengah sadar. Pada kasus-kasus

    berat koma menetap dari suatu kejang ke kejang berikutnya, dan dapat

    menyebabkan kematian. Pada kondisi jarang, suatu kejang tunggal dapat

    diikuti koma dan wanita tersebut mungkin tidak akan pernah sadar lagi.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    34/49

    34

    Namun pada prinsipnya kematian tidak terjadi hingga timbul kejang yang

    sering. Akhirnya dan jarrang juga terrjadi, kejang dapat berlanjjut tanpa

    diselingi interval tanpa kejang status epileptikus-dan memerlukan sedasi

    dalam bahkan anesetesia umum.

    Pernapasan setelah kejang eklamptik umumnya mengalami

    peningkatan laju, dan dapat mencapai 50 kali atau lebih per menit sebagai

    respons terhadap hiperkarbia, asidemia laktat, dan hipoksemia transien.

    Sianosis dapat ditemukan pada kasus-kasus berat. Demam tinggi

    merupakan tanda bahaya karena kemungkinan terjadi akibat perdarahan

    serebrovaskular.

    Proteinuria biasanya ditemukan dan sering berat. Keluarnya urin

    dapat berkurang secara nyata, dan terkadang timbul anuria.

    Hemoglobinuria dapat terjadi, tetapi hemoglobinemia jarang ditemukan.

    Sering juga timbul edema perifer dan wajah yang nyata.

    Seperti halnya pada preeklampsia berat, setelah pelahriian

    bertambahnya keluarnya urin biasanya merupakan tanda pemulihan dini.

    Jika terdapat gangguan fungsi ginjal, kadar kreatinin serum harus

    dipantau. Proteinuria dan edema biasanya menghilang dalam satu minggupascapartum. Pada sebagian besar kasus tekanan darah pulih ke kondisi

    normal dalam beberapa hari hingga 2 minggu pascapelahiran. Semakin

    lama menetapnya hipertensi pascapersalinan dan semakin beratn ya

    hipertensi tersebut, maka semakin besar pula kemungkinan pasien

    memiliki penyakit vaskular kronis.

    Pada eklampsia antepartum, persalinan dapat dimulai secara

    spontan sesaat setelah timbul kejang dan persalinan tersebut dapat terjadilebih awal. Jika kejang timbul saat persalinan, kontraksi dapat meningkat

    dalam hal frekuensi maupun intensitasnya, dan durasi persalinan dapat

    diperpendek. Karena terjadinya hipoksemia dan asidemia laktat pada ibu

    akibat kejang, tidak jarang terjadi bradikardia janin pasca kejang.

    Bradikardia janian biasanya pulih setelah 3 sampai 5 menit. Namun, jika

    menetap lebih dari 10 menit harus dipertimbangkan penyebab lain, seperti

    solusio plasenta, dan harus segera dipertimbangkan pelahiran segera.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    35/49

    35

    Edema paru dapat terjadi pada kejang eklamptik. Edema biasanya

    disebabkan oleh pnemumonitis aspirasi akibat terinhalasinya isi lambung

    saat muntah, hal yang sering terjadi saat kejang. Pada beberapa wanita,

    edema paru dapat disebabkan oleh kegagalan ventrikel akibat

    bertambahnya afterload, yang mungkin terjadi akibat hipertensi berat dan

    pemberian terapi intravena yang agresif. Edema paru yang disebabkan

    kegagalan ventrikel semacam ini lebih sering terjadi pada wanita dengan

    obesitas morbid dan pada wanita yang sebelumnya telah mengalami

    hipertensi kronis, tetapi belum terdiagnosis.

    Kadang-kadang, terjadi kematian mendadak bersamaan dengan

    kejang eklamptik, atau segera sesudahnya. Pada kasus-kasus semacam

    ini, kematian paling sering disebabkan oleh perdarahan otak masif.

    Hemiplegia dapat terjadi akibat perdarah subletal. Perdarahan otak lebih

    mungkin terjadi pada wanita tua yang memiliki penyakit dasar hipertensi

    kronis. Kadang perdarahan dapat terjadi akibat rupturnya aneurisma berry

    atau malformasi arteriovenosa.

    Pada kira-kira 10% wanita terjaid kebutaan dalam derajat yang

    beragam setelah kejang eklamptik. Kebutaan spontan jarang timbul padapreeklampsia. Dua penyebab kebutaan atau gangguan penglihatan

    adalah ablasio retina atau iskemia lobus oksipitalis dan edema dalam

    derajat yang bervariasi. Pada kedua penyebab ini, prognosis untuk pulih

    ke kondisi normal cukup baik dan biasanya pemulihan terjadi sempurna

    dalam 1 minggu pascapartum. Sekitar 5 persen wanita mengalami

    gangguan kesadaran yang nyata termasuk koma persisten, setelah

    kejang. Gangguan kesadaran ini terjadi karena edema serebri ekstensif,dan herniasi transtentorial dapat menyebabkan kematian.

    Kadang-kadang, eklampsia diikuti oleh psikosis dan wanita

    tersebut menjadi agresif. Psikosis biasanya menetap selama beberapa

    hari hingga 2 minggu, tetapi prognosis untuk kembali ke fungsi normal

    baik bila tidak terdapat penyakit kejiwaan lain. Pengobatan antipsikotik

    dalam yang dititrasi secara cermat telah terbukti efektif pada beberapa

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    36/49

    36

    kasus psikosis pascaeklampsia yang ditatalaksana di Rumah Sakit

    Parkland.

    Diagnosis banding

    Umumnya eklampsia lebih mungkin didiagnosis dan jarang terlewatkan.

    Epilepsi, ensefalitis, meningitis, tumor otak, sistiserkosis, dan rupturnya

    aneurisma otak saat kehamilan lanjut dan masa nifas dapat menyerupai

    eklampsia. Namun, hingga penyebab lain disingkirkan, semua wanita

    hamil yang mengalami kejang harus didiagnosis awal dengan eklampsia.

    Tata Laksana Eklampsia

    Seperti hasil dari penelitian yang ada, magnesium sulfat sangatlah efektif

    untuk mencegah kejang pada wanita dengan preeklampsia dan mengatasi

    kejang pada wanita dengan eklampsia. Regimen untuk eklampsia yang

    digunakan di Amerika Serikat mengikuti filosofi yang masih digunakan

    hingga saat ini, dan prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut :

    1. Pengendalian kejang menggunakan magnesium sulfat dalam dosis

    awal yang diberikan secara intravena. Dosis awal ini dilanjutkan

    dengan infus magnesium sulfat berkesinambungan.

    2. Pemberian obat antihipertensi intermiten untuk menurunkantekanan darah saat dianggap terlalu tinggi hingga berbahaya.

    3. Penghindaran penggunaan diuretik kecuali terdapat edema paru

    yang nyata, pembatasan pemberian cairan intravena kecuali terjadi

    kehilangan cairan yang sangat banyak, dan tidak menggunakan

    agen hiperosmotik

    4. Pelahiran janin untuk menyembuhkan.

    Pada kasus preeklampsia yang lebiih berat, juga kasus eklamsia,magnesiumsulfat yang diberikan secara parenteral merupakan

    antikonvulsan yang efektif dan tidak menimbulkan penekanan sistem saraf

    pusat pada ibu maupun janin. Magnesium sulfat dapat diberikan secara

    intravena melalui infus kontinu atau secara intramuskular melalui injeksi

    berkala. Dosis untuk preeklampsia berat adalah sama dengan dosis untuk

    eklampsia. Karena persalinan dan pelahiran merupakan saat yang paling

    mungkin untuk terjadinya kejang, wanita dengan preeklampsia-eklampsia

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    37/49

    37

    biasanya diberikan magnesium sulfat selama persalinan dan 24 jam

    pascapartum.

    Magnesium sulfat hampir selalu diberikan secara intravena dan di

    sebagian besar wilayah, intramuskular tidak diberikan lagi. Perlu

    diperhatikan, meskipun persiapannya tidak mahal, larutan magnesium

    sulfat tidak mudah didapatkan. Dan bila tidak tersedia maka teknologi

    untuk menginfuskannya mungkin juga tidak tersedia. Jadi tidak boleh

    dilupakan bahwa obat ini dapat diberikan secara intramuskular dan bahwa

    jalur pemberian ini sama efektifnya dengan jalur intravena.

    Magnesium sulfat tidak diberikan untuk terapi antihipertensi.

    Bersadarkan sejumlah penelitian serta pengamatan klinis berkelanjutan,

    magnesium mungkin memiliki efek antikonvulsan spesifik pada korteks

    serebri. Biasanya ibu berhenti mengalami kejang setelah dosis awal 4

    gram. Dalam satu atau dua jam, ibu dapat cukup sadar untuk mengetahui

    orientasi waktu dan tempat.

    Saat magnesium sulfat diberikan untuk menghentikan kejam

    eklamptik, 10-15% wanitakembali mengalami kejang. Jika ini terjadi, dosis

    tambahan magnesium sulfat sebanyak 2 gram dalam larutan 20%diberikan secara perlahan secara intravena. Pada wanita bertubuh kecil,

    dosis tambahan 2 gram ini dapat diberikan sekali, dan pada wanita

    bertubuh besar dapat diberikan dua kali. Bila diperlukan dapat diberikan

    obat tambhan untuk mengendalikan kejang, seperti barbiturat intravena,

    seperti amobarbital atau thiopental, diberikan secara lambat. Midazolam

    atau lorazepam dapat diberikan dalam dosis kecil tunggal karena

    penggunaan berkepanjangan dikaitkan dengan angka mortalitas yanglebih tinggi.

    Terapi maintenance magnesium sulfat dilanjutkan hingga 24 jam

    postpartum. Untuk eklampsia yang timbul pasca partum, magnesium sulfat

    diberikan selama 24 jam setelah onset kejang. Penelitian mengenai

    pemberian magnesium pascapartum yang dipersingkat pada 200 wanita

    dengan preeklampsia ringan, 7 wanita mengalami perburukan pada terapi

    12 jam, sehingga terapi diperpanjang hingga 24 jam, dan hasilnya tidak

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    38/49

    38

    ada satupun wanita yang mendapatkan infus magnesium sulfat dalam 24

    jam mengalami eklampsia.

    Tabel 5

    Farmakologi dan Toksikologi

    Magnesium sulfat USP adalah MgSO4.7H2O dan bukan hanya

    MgSO4 sederhana. Magnesium yang diberikan secara parenteral hamper

    seluruhnya diberikan oleh ekskresi ginjal, dan intoksikasi magnesium

    jarang terjadi jika laju filtrasi glomerulus tetap normal atau hanya sedikit

    menurun. Keluaran urin yang adekuat biasanya berkaitan dengan laju

    filtrasi glomerulus dalam batas normal. Meskipun demikian, ekskresi

    magnesium tidak bergantung pada aliran urin, dan volume urin/unit waktu

    saja tidak mewakili fungsi ginjal. Jadi, kadar kreatinin serum harus

    diperiksa untuk mendeteksi tanda penurunan laju filtrasi glomerulus.

    Kejang eklampsia hampir selalu dicegah atau dihentikan oleh kadar

    magnesium dalam dalam plasma yang dipertahankan pada kisaran 4-7

    meq/L, 4,8-8,4 mg/dL, atau 2,0-3,5 mmol/L. Meskipun laboratorium

    umumnya melaporkan kadar magnesium total, magnesium bebas atau

    terionisasi merupakan senyawa yang aktif untuk menekan eksitabilitas

    neuron. Taber, dkk (2002) menemukan bahwa terdapat korelasi yang

    buruk antara kadar total dan kadar terionisasi. Penelitian lanjutan

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    39/49

    39

    diperlukan untuk menentuakn apakah pengukuran salah satunya

    merupakan metode yang lebih baik untuk pemantauan. Seperti

    diperlihatkan pada Gambar 34-20, setelah dosis awal 4 g intravena, kadar

    magnesium yang dicapai oleh regimen intramuscular dan regimen infus

    rumatan 2 g/jam adalah serupa. Berdasarkan pengalaman kami dengan

    infus, sejumlah perempuan memerlukan 3 g/jam untuk mempertahankan

    kadar magnesium dalam plasma yang efektif. Meskipun begitu, sebagian

    besar ahli tidak menganjurkan pengukuran kadar magnesium rutin.

    Refleks patella menghilang jika kadar plasma mencapai 10 meq/L-

    sekitar 12 mg/dL- mungkin karena efek kuratiformis. Tanda ini merupakan

    peringatan akan terjadinya keracunan magnesium. Jika kadar plasma

    meningkat melebihi 10 meq/L, pernapasan melemah, dan pada kadar 12

    meq/L, terjadi paralisi pernapasan yang diikuti dengan henti napas.

    Somjen dkk (1966) menginduksi hipermagnesemia berat pada diri mereka

    sendiri dengan menggunakan infus intravena dan mencapai kadar plasma

    15 meq/L. Seperti yang telah diperkirakan, pada kadar plasma setinggi itu,

    timbul depresi napas yang memerlukan ventilasi mekanis, tetapi

    penekanan sensorium tidak sedemikian hebat bila hipoksia masih dapatdicegah.

    Terapi dengan kalsium glukonat atau kalsium klorida 1 g intravena,

    disertai dengan penghentian magnesium sulfat, biasanya memulihkan

    depresi napas ringan hingga sedang. Salah satu diantara kedua obat ini

    harus tersedia. Sayangnya, efek kalsium yang diberikan secara intravena

    hanya dapat bertahan sesaat bila terdapat kadar toksik yang stabil, Untuk

    depresi napas yang berat dan henti napas, intubasi trakea segera danventilasi mekanis dapat menyelamatkan jiwa. Efek toksik langsung pada

    miokardium akibat magnesium dalam kadar tinggi jarang terjadi.

    Tampaknya disfungsi jantung yang terjadi akibat magnesium disebabkan

    oleh henti napas dan hipoksia. Dengan ventilasi yang adekuat, kerja

    jantung cukup baik meskipun kadar plasma sangat tinggi.

    Karena magnesium dibersihkan hampir seluruhnya oleh ekskresi

    ginjal, dosis yang disebutkan tadi dapat terlalu besar jika filtrasi

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    40/49

    40

    glomerulus menurun nyata. Dosis awal magnesium sulfat sebesar 4 g

    aman diberikan bagaimanapun kondisi ginjal pasien. Dosis awal ini tidak

    dikurangi karena setelah distribusi, dosis awal akan mencapai kadar

    terapeutik yang diharapkan, dan infus akan mempertahankan kadar

    setimbang magnesium. Jadi, hanya laju infus rumatan yang boleh diubah

    bila terdapat penurunan laju filtrasi glomerulus. Fungsi ginjal diperkirakan

    dengan mengukur kadar kreatinin dalam plasma. Bila kadar kreatinin

    dalam plasma > 1,0 mg/mL, kadar magnesium dalam serum digunakan

    untuk menyesuaikan laju infus.

    Efek akut magnesium parenteral terhadap sistem kardiovascular

    pada perempuan dengan preeklampsia berat telah diteliti menggunakan

    data yang diperoleh melalui kateterisasi arteri radialis dan pulmonalis.

    Setelah dosis 4 g intravena diberikan dalam 15 menit, tekanan darah arteri

    rerata sedikit menurun, disertai peningkatan indeks jantung sebesar 13

    persen. Jadi, magnesium menurunkan tahanan vaskular sistemik dan

    tekanan arteri rerata, dan pada daat sama, meningkatkan curah jantung

    tanpa tanda-tanda depresi miokardium. Temuan-temuan ini terjadi

    bersamaan nausea dan flushung. Efek kardiovasculer hanya menetapselama 15 menit meskipun infus magnesium dilanjutkan. Akibat terapi

    magnesium, kadar magnesium total dalam likuor serebrospinalis akan

    sedikit meningkat setara dengan kadar magnesium dalam serum.

    Magnesium bersifat antikonvulsan dan neuroprotektif. Beberapa

    mekanisme kerja magnesium yang telah diajukan meliputi:

    1. Penurunan pelepasan presinaptik neurotransmitter glutamate

    2. Penyekatan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) glutamatergik3. Potensiasi kerja adenosine

    4. Perbaikan system pendaparan kalsium dalam mitokondria

    5. Penyekatan masuknya kalsium memalui voltage gated channel

    Efek pada uterus

    Kadar magnesium yang relative tinggi menekan kontraktilitas

    myometrium baik in vivo maupun in vitro. Mekanisme penghambatan

    kontraktilitas uterus oleh magnesium belum diketahui. Namun,

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    41/49

    41

    mekanisme-mekanisme ini umumnya dianggap bergantung pada efek

    magnesium terhadap kalsium intrasel. Penghambatan kontraktilitas uterus

    pada dosis magnesium setidaknya dibutuhkan 8-10 meq/L untuk

    menghambat kontraksi uterus. Hal ini mungkin dapat menjelaskan

    mengapa hanya sedikit, bahkan tidak ada, efek uterus yang terlihat pada

    pemberian magnesium sulfat untuk preeclampsia. Selain itu, magnesium

    juga tidak dianggap oleh banyak ahli sebagai agen tokolitik yang efektif.

    Efek pada janin

    Magnesium dalam darah ibu yang diberikan secara parenteral

    dapat menembus plasenta untuk mencapai keseimbangan dalam serum

    janin dan sebagian kecil memasuki cairan amnion. Dalam penelitian

    teracak, melaporkan bahwa magnesium berkaitan dengan penurunan

    ringan variabilitas laju denyut jantung yang tidak signifikan secara klinis.

    Magnesium memiliki efek protektif terhadap timbulnya cerebral palsy pada

    bayu dengan berat lahir sangat rendah.

    Manfaat klinis Terapi Magnesium Sulfat

    Terapi magnesium sulfat dikaitkan dengan penurunan bermakna

    insiden kejang berulang dibandingkan dengan pemberian antikonvulsanalternative. Angka kematian ibu yang diberikan magnesium sulfat lebih

    rendah dibandingkan angka kematian yang mendapatkan regimen-

    regimen lain.

    Tata Laksana Hipertensi Berat

    Hipertensi yang berbahaya dapat menyebabkan perdarahan

    serebrovaskular, ensefalopati hipertensif, dan dapat memicu eklampsia

    pada perempuan dengan preeclampsia. Komplikasi lainnya meliputi gagaljantung kongestif afterload dan solusio plasenta.

    Karena itu, National High Blood Pressure Education Program

    Working Group secara khusus merekomendasikan bahwa tata laksana

    mencakup penurunan tekanan darah sistolik hinga 160 mmHg. Selain

    itu, Martin dkk, melaporkan hasil pengamatan yang provokatif dan

    menekankan pentingnya menata laksana hipertensi sistolik. Mereka

    melaporkan temuan pada 28 perempuan terpilih dengan preeclampsia

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    42/49

    42

    berat yang mengalami stroke terkait preeclampsia. Sebagian besar stroke

    yang dialami perempuan-perempuan ini adalh stroke hemorrhage-93

    persen-dan semua perempuan memiliki tekanan sistolik > 160 mmHg

    sebelum mengalami stroke. Sebaliknya, hanya 20 persen diantara

    perempuan-perempuan tadi yang memiliki tekanan diastolic >110 mmHg.

    Tampaknya, paling tidak separuh kasus stroke hemorrhage yang

    berkaitan dengan preeclampsia terjadi pada perempuan yang memang

    memiliki hipertensi kronis. Hipertensi kronis menyebabkan timbulnya

    aneurisma Charcot-Bouchard pada arteri-arteri penetrans profunda yang

    merupakan cabang lentikulostriata arteri cerebri media. Arteri tersebut

    mendarahi ganglia basalis, putamen, thalamus, dan substantia alba

    profunda yang berdekatan, serta pons dan bagian profunda cerebellum.

    Pelemahan aneurismal ini menyebabkan arteri-arteri kecil rentan

    mengalami rupture pada kondisi hipertensi yang terjadi mendadak.

    Karena hasil pengamatan tersebut, kebijakan kami adalah memberikan

    terapi antihipertensi pada perempuan yang memiliki tekanan darah sistolik

    160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110 mmHg.

    Obat AntihipertensiTerdapat beberapa obat yang yang tersedia untuk menurunkan

    tekanan darah yang sangat tinggi secara cepat pada perempuan dengan

    penyakit hipertensi gestasional. Tiga obat yang paling sering digunakan di

    Amerika Utara dan Eropa adalah hydralazine, labetalol dan nifedipine.

    Selama bertahun-tahun, hydralazine parenteral merupakan satu-satunya,

    diantara ketiga obat ini, yang tersedia. Namun, saat ditemukannya

    labetalol parenteral, banyak yang beranggapan bahwa obat ini samaefektifnya dengan hydralazine untuk penggunaan obstetric. Kemudian,

    ditemukan nifedipine yang diberikan per oral, dan obat ini menjadi sangat

    popular sebagai terapi lini pertama untuk hipertensi gestasional berat.

    Hydralazine

    Hydralazine banyak digunakan untuk terapi hipertensi gestasional

    berat. Hydralazine diberikan secara intravena dalam dosis inisial 5 mg,

    diikuti dengan dosis 5-10 mg dalam interval 15-20 menit hingga

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    43/49

    43

    tercapainya respons yang diharapkan. Beberapa ahli membatasi dosis

    total sebesar 30 mg per siklus terapi. Respons sasaran antepartum atau

    intrapartum adalah penurunan tekana darah diastolic hingga 90-100

    mmHg, tetapi tidak lebih rendah dari ini, agar tidak terjadi perburukan

    perfusi plasenta. Secara teoritis, pemberian berulang tiap 15-20 menit

    dapat menyebabkan hipotensi.

    Seperti halnya obat antihipertensi lain, kecenderungan memberikan

    dosis inisal hydralazine yang lebih besar bila tekanan darah lebih tinggi

    harus dihindari. Respons terhadap dosis sekecil 5-10 mg sekalipun tidak

    dapat diperkirakan berdasarkan derajat hipertensi. Jadi, protocol kami

    adalah selalu memberikan 5 mg sebagai dosis inisial. Tekanan darahnya

    menurun dalam periode kurang dari 1 jam dari 240-270/130-250 hingga

    110/80 mmHg. Deselerasi laju denyut jantung janin yang khas untuk

    insufisiensi uteroplasenta tampak saat tekanan darah turun hingga 110/80

    mmHg. Deselerasi ini menetap hingga tekanan darah dinaikkan

    menggunakan infus cepat kristaloid. Pada beberapa kasus, respons janin

    terhadap menurunnya perfusi uterus dapat salah diduga sebagai solusio

    plasenta sehingga dilakukan pelahiran caesar darurat yang sebenarnyatidak diindikasikan.

    Labetalol

    Merupakan obat antihipertensi yang efektif. Labetalol intravena

    1 bloker dan bloker nonselektif. Labetalol dibandingkan hydralazine

    memiliki efek samping yang lebih sedikit. Di Parkland Hospital, labetalol

    diberikan dengan dosis awal 10 mg secara intravena. Jika tekanan darah

    tidak menurun hingga mencapai tingkat yang diharapkan dalam 10 menit,kemudian diberikan lagi 20 mg. Dosis tambahan selanjutnya adalah 40 mg

    yang diberikan setelah 10 menit kedua, dan dilanjutkan dengan dosis 40

    mg lagi jika diperlukan. Jika tidak tercapai respon yang bermanfaat,

    kemudiaan diberikan dosis 80 mg. SIbai (2003) menganjurkan dosis

    labetalol 20-40 mg tiap 10-15 menit sebanyak yang diperlukan, dengan

    dosis maksimum 220 mg per siklus terapi. Kelompok kerja NHBPEP dan

    American College of Obstetricians and Gynecologists merekomendasikan

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    44/49

    44

    untuk memulai terapi dengan bolus intravena 20 mg, kemudian 80 mg tiap

    10 menit, tetapi tidak boleh melebihi dosis total 220 mg per episode yang

    diterapi.

    Hydralazine vs Labetalol

    Labetalol menurunkan tekanan darah secara cepat dan lebih sedikit

    menimbulkan takikardi, tetapi hydralazine menurunkan tekanan arteri

    rerata ke tingkat yang aman secara lebih efektif. Hydralazine

    menyebabkan takikardi dan palpitasi sedangkan labetalol lebih sering

    menyebabkan hipotensi dan bradikardi. Efek samping lain yang terjadi

    pada penggunaan kedua obat tersebut adalah aritmia.

    Nifedipine

    Obat calcium channel bloker ini efektif dalam mengendalikan

    hipertensi akut terkait kehamilan. Dosi yang dianjurkan dengan dosis insial

    10 mg oral yang dapat diulang dalam 30 menit jika diperlukan. Nifedipone

    yang diberikan sublingual tidak lagi dianjurkan. Berdasarkan penelitian,

    nifedipin sama efektifnya dengan labetalol.

    Obat Antihipertensi Lain

    Verapamil-antagonis kalsium- yang diberikan melalui infusintravena dengan kecepatan 5-10 mg per jam. Tekanan arteri rerata

    diturunkan sebanyak 20%. Nimodipine yang diberikan melalui infus

    kontinu atau per oral efektif untuk menurunkan tekanan darah pada

    perempuan dengan preeklampsia berat. Ketanserin intravena, suatu

    penyekat reseptor serotonergic (5HT2A) selektif. Nitroprusside atau

    rutroglycerine dianjurkan oleh sebagian ahli jika tidak didapatkan respon

    optimal terhadap obat lini pertama. Dengan kedua obat terakhir ini,toksisitas sianida pada janin dapat timbul setelah 4 jam. Keberhasilan

    peneliti yang konsisten cukup dengan terapi lini pertama menggunakan

    hydralazine, labetalol, atau kombinasi kedua obat ini dalam pemberian

    berurutan, tetapi tidak pernah bersamaan.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    45/49

    45

    Diuretik

    Diuresis poten dapat semakin memperburuk perfusi plasenta. Efek

    yang segera tampak mencakup penurunan volume intravascular yang

    umumnya sudah berkurang sebelumnya dibandingkan dengan volume

    pada kehamilan normal. Karena itu, sebelum pelahiran diuretik tidak

    digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Peneliti membatasi

    penggunaan furosemide atau obat sejenisnya saat antepartum hanya

    untuk terapi edema paru.

    Terapi Cairan

    Larutan ringer laktat diberiakn secara rutin dalam laju 60 ml hingga

    tidak melebihi 125 mL per jam kecuali terdapat kehilangan cairan

    berlebihan akibat muntah, diare, atau diaphoresis atau yang lebih mungkin

    kehilangan darah dalam jumlah berlebihan akibat pelahiran. Oliguria

    umum dijumpai pada preeclampsia berat. Jadi volume darah ibu

    kemungkinan berkurang bila dibandingkan pada kehamilan normal, timbul

    keinginan untuk memperbanyak pemberian cairan intravena. Pemberian

    cairan yang terkendali dan konservatif lebih dipilih untuk perempuan

    dengan eklampsia tipikal yang sudah memiliki cairan ekstrasel dalamjumlah berlebihan, yang didistribusikan secara tidak seimbang antara

    ruang intravascular dan ekstravaskular. Pemberian infus cairan dalam

    jumlah besar akan meningkatkan resiko edema paru dan otak secara

    nyata.

    Edema paru

    Perempuan sengan preeclampsia berat-eklampsia yang mengalami

    edema paru umumnya mengalami edema tersebut pascapartum.Pertama, aspirasi ini lambung, yang dapat terjadi akibat kejang anesthesia

    atau sedasi berlebihan, harus disingkirkan. Terdapat 3 penyebab lazim

    edema paru pada sindrom preeclampsia berat-edema permeabilitas

    kapiler paru, edema kardiogenik, atau kombinasi keduanya.

    Sebagian besar perempuan dengan preeclampsia berat akan

    mengalami kongestif paru ringan akibat edema permeabilitas. Hal ini

    disebabkan oleh perubahan normal pada kehamilan yang diperburuk oleh

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    46/49

    46

    sindrom preeclampsia. Tekanan onkotik plasma menurun secara

    bermakna pada kehamilan normal aterm karena terjadinya penurunan

    kadar albumin dalam serum, dan tekanan onkotik pada eklampsia turun

    lebih hebat. Selain itu, baik peningkatan tekanan onkotik cairan

    ekstravaskular maupun peningkatan permeabilitas kapiler telah ditemukan

    pada perempuan dengan preeclampsia.

    Pemantauan Hemodinamik Invasif

    Pengetahuan mengenai perubahan patofisiologi kardiovaskular dan

    hemodinamik yang berkaitan dengan preeclampsia berat-eklampsia

    dikumpulkan dari penelitian-penelitian yang menggunakan pemantauan

    invasive dan kateter arteri pulmonalis flow directed. Dua kondisi yang

    sering disebut sebgai indikasi pemantauan invasive adalah preeclampsia

    yang disertai oliguria atau edema paru. Yang ironis, biasanya justru terapi

    oliguria berlebihan yang menyebabkan sebagian besar kasus edema

    paru. American College of Obstetricians and Gynecologists

    merekomendasikan pemantauan semacam ini hanya dilakuakn untuk

    perempuan preeclampsia berat yang memiliki penyakit penyerta berupapenyakit jantung berat, penyakit ginjal berat, atau keduanya, atau pada

    kasus hipertensi refrakter, oliguria, edema paru.

    Penambahan Volume Plasma

    Karena sindrom preeclampsia berkaitan dengan hemokonsentrasi

    yang secara langsung sebanding dengan keparahan sindrom, upaya-

    upaya untuk menambah volume darah tampaknya logis, setidaknyasecara intuitif. Pemikiran semacam ini telah menyebabkan timbulnya

    kebijakan sebagian kalangan untuk menginfuskan bermacam cairan,

    polimer polisakarida, konsentrat albumin, atau kombinasi cairan-cairan ini

    dalam usaha menambah volume.

    Namun, terdapat penelitian observasional yang menggambarkan

    komplikasi yang membahayakan khususnya edema paru pada usaha

    penambahan volume.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    47/49

    47

    8. KOMPLIKASI & PROGNOSIS

    Wanita dengan hipertensi dalam kehamilan harus dievaluasi

    selama beberapa bulan pertama post partum.Semakin lama hipertensi

    dalam kehamilan menetap setelah melahirkan, semakin besar

    kemungkinan wanita tersebut menderita hipertensi kronis. The Woking

    Group menyimpulkan bahwa hipertensi dalam kehamilan harus membaik

    dalam waktu 12 minggu post partum (National High Blood Pressure

    Education Program,2000). Lebih dari waktu tersebut dianggap hipertensi

    kronis.

    - Resiko pada Kehamilan Berikutnya

    Wanita baik dengan hipertensi gestasional atau preeklampsia

    beresiko tinggi terkena komplikasi hipertensi dan metabolik pada

    kehamilan berikutnya. Semakin awal preeklampsia didiagnosis selama

    kehamilan, semakin besar kemungkinan kekambuhan.

    Hjartardottir dkk (2006) wanita dengan hipertensi gesatsional

    memiliki70 persen risiko kekambuhan untuk hipertensi pada

    kehamilan kedua.

    Sibai dkk (1986, 1991)

    wanita nulipara yang didiagnosis preeklamsia sebelum 30

    minggu memiliki risiko kekambuhan setinggi 40 persen pada

    kehamilan berikutnya.

    Wanita dengan HELLP syndrome beresiko kamubuh sekitar 5%.

    Menurut Habli dkk (2009) sekitar 26%, dan juga beresikoterhadap persalinan preterm, IUGR, solutio placenta, dan

    persalinan SC.

    Lykke dkk (2009b)

    Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama (32-36

    minggu) 2 kali lebih beresiko mengalami preeklampsia pada

    kehamilan kedua dibanding wanita yang normotensi.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    48/49

    48

    Persalinan prematur dan IUGR meningkatkan resiko

    preeklampsia pada kehamian kedua.

    Facchinetti dkk (2009)

    Wanita dengan preeklampsia berat yg early onset, cenderung

    menderita trombophilia.

    Wanitta dengan preeklampsia dan trombophilia memiliki resiko

    kambuh 2x lebih besar dari yang tanpa trombophilia.

    - Komplikasi Jangka Panjang

    Morbiditas Kardiovaskular dan Neurovaskular

    Renal Sequelae

    Vikse dkk (2008) preeklampsia meningkatkan resiko gagalginjal sebesar 4 kali lipat, dengan resistensi vakular renal dan

    perifer yang tinnggi dan penurunan aliran darah ke ginjal

    Neurological Sequelae

    Aukes dkk (2007) wanita dengan eklampsia umumnya

    mengalami gangguan fungsi kognitif.

  • 8/10/2019 HDK edit-1

    49/49

    9. PREVENTIF

    1. Non-Medikamentosa (Modifikasi Gaya Hidup)

    a. Manipulasi Diet

    - Diet rendah garam (tidak lebih dari 100 mmol/hari (6 gram

    NaCl))

    - Mengonsumsi makanan kaya buah, sayur, rendah lemak

    hewani.

    - Menghindari konnsumsi alkohol, rokok, maupun kafein.

    - Mongonsumsi suplemen kalsium dan minyak ikan sesuai

    anjuran.

    b. Olahraga yang cukup sesuai kapasitas

    c. Istirahat yang cukup

    2. Medikamentosa

    a. Obat Kardiovaskular

    - Diuretik

    - Obat antihipertensi

    b. Antioksidan

    - Asam askorbat (vit C)

    - Alfa tokoferol (vit E)

    c. Obat antithrombotik

    - Aspirin dosis rendah

    - Aspirin/dipiridamol

    - Aspirin + heparin

    - Ketanserin