Hasil Praktikum Anastetik
-
Upload
tharlisdiansyahlubis -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
Transcript of Hasil Praktikum Anastetik
![Page 1: Hasil Praktikum Anastetik](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022071709/55cf9162550346f57b8d2099/html5/thumbnails/1.jpg)
Hasil Pengamatan
Kelakuan Umum Tikus
Sebelum Diberi Eter
t Pemberian Efek Setelah Pemberian Eter
Tahap-Tahap Pemulihan
t Hilang Respon
- Nafas normal- Gelisah- Tidak salivasi- Ritme jantung
agak cepat, 44/56 detik (takikardia)
- Pupil mengecil saat diberikan rangsangan sinar
- Nyeri saat diberikan rangsangan nyeri
- Berjalan lurus
30 detik dimasukkan ke dalam toples berisi eter
- Nafas melambat
- Lemas- Tidak bersuara- Tidak sailvasi- Ritme jantung
melambat- Pupil mengecil
tanpa diberikan rangsangan cahaya
- Tidak merespon saat diberikan rangsangan nyeri
- Berjalan sempoyongan
- Nafas mulai normal
- Jalan mulai lurus normal
- Detak jantung mulai stabil seperti awal
- Pupil mata membersar kembali tanpa diberikan rangsangan cahaya
Respon hilang setelah 4 menit dikeluarkan dari toples yang berisi eter
Pembahasan
Praktikum farmakologi kali ini bertujuan untuk memahami tahap-tahap manifestasi
anastesi umum dan tahap-tahap pemulihan dari anastesi umum serta mampu mengetahui
perbedaan anastesi oleh berbagai bahan. Digunakan 1 ekor tikus sebagai hewan uji, berbagai
bahan obat anastesi umum yaitu eter dan kloroform, kapas, serta toples sebagai wadah tikus
saat proses anastesi berlangsung. Rute pemberian obat kepada hewan uji dilakukan secara
inhalasi.
Bahan obat yang digunakan pada praktikum ini yaitu eter dan kloroform memiliki
efek sebagai anastetik umum dengan mekanisme kerjanya masing-masing. Eter dapat
meningkatkan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya
aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh
darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin,
air susu, dan keringat. Sedangkan kloroform bekerja dengan mekanismenya yaitu merusak sel
![Page 2: Hasil Praktikum Anastetik](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022071709/55cf9162550346f57b8d2099/html5/thumbnails/2.jpg)
hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil. Radikal ini secara kovalen mengikat
protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid pada membrane sel yang akan
menyebabkan kerusakan yang dapat mengakibatkan pecahnya membrane sel peroksidasi lipid
yang menyebabkan penekanan pompa Ca2+ mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan
awal hemostatik Ca2+ sel hati yang dapat menyebabkan kematian sel.
Sebagai anastesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing – masing
sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun
menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat – cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya
sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran (ekshalasi).
Keuntungan anastetika-inhalasi dibandingkan dengan anastesi-intravena adalah kemungkinan
untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari
gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh,
karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan
perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat
dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan
di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.
Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa obat berefek 30 detik setelah tikus
dimasukkan ke dalam toples yang berisi kapas dan eter. Efeknya berupa nafas melambat,
lemas, tidak bersuara, tidak sailvasi, ritme jantung melambat, pupil mengecil tanpa diberikan
rangsangan cahaya, tidak merespon saat diberikan rangsangan nyeri, dan berjalan
sempoyongan. Ketika sudah mencapai efek tersebut, lalu tikus dikeluarkan dari toples untuk
selanjutnya mengamati fase pemulihannya. Saat memasuki fase pemulihan terlihat ciri-ciri
sebagai berikut ; nafas mulai normal, jalan mulai lurus normal, detak jantung mulai stabil
seperti awal, pupil mata membesar kembali tanpa diberikan rangsangan cahaya. Respon
hilang setelah 4 menit dikeluarkan dari toples yang berisi eter dan tikus kembali ke keadaan
normal seperti sebelum diberikan eter.
Pada Anastetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut-turut
menghentikan aktivitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa, yaitu :
1. Stadium analgesi
Pada stadium awal ini, penderita mengalami analgesi tanpa disertai kehilangan
kesadaran. Pada akhir stadium 1, baru didapatkan amnesia dan analgesi.
![Page 3: Hasil Praktikum Anastetik](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022071709/55cf9162550346f57b8d2099/html5/thumbnails/3.jpg)
2. Stadium terangsang
Pada stadium ini, penderita tampak delirium dan gelisah, tetapi kehilangan
kesadaran. Volume dan kecepatan pernafasan tidak teratur, dapat terjadi mual.
Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi. Karena itu, harus diusahakan untuk
membatasi lama dan berat stadium ini, yang ditandai dengan kembalinya
pernafasan secara teratur.
3. Stadium operasi
Stadium ini ditandai dengan pernafasan yang teratur. Dan berlanjut sampai
berhentinya pernafasan secara total. Ada empat tujuan pada stadium III
digambarkan dengan perubahan pergerakkan mata, dan ukuran pupil, yang dalam
keadaan tertentu dapat merupakan tanda peningktan dalamnya anestesi.
4. Stadium depresi medula oblongata
Bila pernafasan spontan berhenti, maka akan masuk kedalam stadium IV. Pada
stadium ini akan terjadi depresi berat pusat pernafasan dimedula oblongata dan
pusat vasomotor. Tampa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat
meninggal.
Referensi
Departemen farmakologi dan teraupetik. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta:FK UI.
Dirjen POM,. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta:DEPKES RI.