HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010)...

21
HASIL DAN PEMBAHASAN Prediksi Tingkat Erosi Hasil penilaian prediksi erosi yang diperoleh dari hasil pengalian nilai faktor- faktor nilai erosi (A) yaitu : erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang lereng (LS), pengelolaan lahan (C) dan faktor usaha konservasi (P) untuk penggunaan lahan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 11. Barus (2009) melakukan penelitian di Sub DAS Lau Biang pada tanaman agroforestry / kebun campuran dengan metode USLE menghasilkan prediksi tingkat erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010) di lokasi dan dengan metode yang sama memprediksi tingkat erosi di penggunaan lahan hutan sebesar 36,07 ton/ha/th. Hasil yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan prediksi tingkat erosi dalam penelitian ini. Nilai prediksi tingkat erosi yang besar untuk penggunaan lahan disebabkan karena dalam model USLE dalam skala DAS perhitungan jumlah erosi tidak mengakomodasi filter sedimen (Sinukaban et al, 2000). Tabel 11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan di DAS Citamiang Penggunaan lahan Prediksi erosi (A) (ton/ha/tahun) Luas (ha) Hutan 17,17 1036,90 Kebun Campuran 168,37 109,00 Ladang/Tegalan 1033,88 544,50 Pemukiman 19,39 13,30 Sawah 34,09 66,3 Jumlah 1770,00 Sumber : Analisis peta Prediksi tingkat erosi dalam berbagai penggunaan lahan disajikan dalam Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 tingkat erosi sangat tinggi terjadi pada penggunaan lahan Tegalan/ladang seluas 463,36 ha, sedangkan erosi tinggi terjadi pada penggunaan lahan kebun campuran seluas 61 ha. Untuk penggunaan lahan hutan erosi yang terjadi pada tingkat erosi rendah yaitu seluas 1028,30 ha dan sangat rendah seluas 8,60 ha. Sebaran tingkat erosi dan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 11. Faktor penentu dan yang menjadi penyebab dari terjadinya nilai erosi sangat tinggi dan tinggi yang terjadi diduga disamping faktor curah hujan yang tinggi yaitu 2451mm/tahun, juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan lahan dan kelas lereng.

Transcript of HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id V... · erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010)...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prediksi Tingkat Erosi

Hasil penilaian prediksi erosi yang diperoleh dari hasil pengalian nilai faktor-

faktor nilai erosi (A) yaitu : erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang

lereng (LS), pengelolaan lahan (C) dan faktor usaha konservasi (P) untuk penggunaan

lahan di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 11.

Barus (2009) melakukan penelitian di Sub DAS Lau Biang pada tanaman

agroforestry / kebun campuran dengan metode USLE menghasilkan prediksi tingkat

erosi sebesar 184,47 ton/ha/th. Syofyan (2010) di lokasi dan dengan metode yang

sama memprediksi tingkat erosi di penggunaan lahan hutan sebesar 36,07 ton/ha/th.

Hasil yang diperoleh dari kedua penelitian tersebut tidak berbeda jauh dengan prediksi

tingkat erosi dalam penelitian ini. Nilai prediksi tingkat erosi yang besar untuk

penggunaan lahan disebabkan karena dalam model USLE dalam skala DAS

perhitungan jumlah erosi tidak mengakomodasi filter sedimen (Sinukaban et al, 2000).

Tabel 11 Prediksi erosi pada penggunaan lahan di DAS Citamiang

Penggunaan lahan Prediksi erosi (A) (ton/ha/tahun)

Luas (ha)

Hutan 17,17 1036,90Kebun Campuran 168,37 109,00Ladang/Tegalan 1033,88 544,50Pemukiman 19,39 13,30Sawah 34,09 66,3Jumlah 1770,00

Sumber : Analisis peta

Prediksi tingkat erosi dalam berbagai penggunaan lahan disajikan dalam

Tabel 12. Berdasarkan Tabel 12 tingkat erosi sangat tinggi terjadi pada penggunaan

lahan Tegalan/ladang seluas 463,36 ha, sedangkan erosi tinggi terjadi pada

penggunaan lahan kebun campuran seluas 61 ha. Untuk penggunaan lahan hutan erosi

yang terjadi pada tingkat erosi rendah yaitu seluas 1028,30 ha dan sangat rendah

seluas 8,60 ha. Sebaran tingkat erosi dan penggunaan lahan disajikan pada

Gambar 11.

Faktor penentu dan yang menjadi penyebab dari terjadinya nilai erosi sangat

tinggi dan tinggi yang terjadi diduga disamping faktor curah hujan yang tinggi yaitu

2451mm/tahun, juga dipengaruhi oleh faktor penggunaan lahan dan kelas lereng.

36

Tabel 12 Tingkat erosi (A) pada setiap penggunaan lahan (ha) di DAS Citamiang

Penggunaan

lahan

Tingkat erosi (ha)

ST T S R SR Jumlah %

Hutan - - - 1.028,30 8,60 1036,90 59,00

Kebun

campuran

- 61,12 47,39 0,49 - 109,00 6,00

Tegal/ladang 463,36 - 47.66 33,48 - 544,50 30,00

Pemukiman - - - 7,16 6,14 13,30 1,00

Sawah - - - 18,55 47,75 66,30 4,00

Total 1770,00 100

Sumber : Analisa Peta Keterangan : ST = Sangat tinggi, T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah, SR = Sangat

rendah

1028.3, 58%

8.6, 0%61.12, 3%

47.39, 3%0.49, 0%

463.36, 26%

47.66, 3%33.48, 2%

7.16, 0%6.14, 0%

18.55, 1%

47.75, 3% Hutan R Hutan SR

Kebun campuran T Kebun campuran S

Kebun campuran R Tegal/Ladang ST

Tegal/Ladang S Tegal/Ladang R

Pemukiman R Pemukiman SR

Sawah R Sawah SR

Gambar 11 Tingkat erosi dan penggunaan lahan

38

Produktivitas Lahan

Produktivitas lahan adalah salah satu dari kriteria yang dipakai untuk

pendekatan dalam rangka meminimalkan erosi disamping sebagai ukuran keberhasilan

pengelolaan suatu daerah aliran sungai. Nilai produktivitas lahan dihitung berdasarkan

besarnya penerimaan setiap pemanfaatan ruang dikurangi biaya operasional dalam

satuan Rp/ha/th, konversi nilai produktivitas lahan dalam satuan Rp/ha/th

dimaksudkan untuk penyeragaman nilai produktivitas lahan dari berbagai penggunaan

lahan yang terdapat di DAS Citamiang yang memiliki nilai produktivitas lahan yang

berbeda-beda. Nilai produktivitas lahan per hektar diambil dari data sekunder dan

survey lapangan, sedangkan harga nilai masing-masing komoditas berdasarkan hasil

wawancara dengan penduduk dan dinas terkait. Dalam setiap kegiatan pemanfaatan

ruang akan menghasilkan output produksi yang memiliki nilai berbeda. Produktivitas

lahan dipengaruhi oleh kemampuan tanah dalam berproduksi, disamping itu juga

dipengaruhi oleh jenis kegiatan pemanfaatan tanah tersebut. Ini berarti bahwa jenis

penggunaan lahan yang berbeda akan memiliki nilai produktivitas lahan yang berbeda

pula.

Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap beberapa kegiatan penggunaan

lahan di wilayah penelitian, diperoleh nilai produktivitas lahan terbesar adalah kebun

campuran. Nilai produktivitas yang terkecil adalah penggunaan lahan tegalan / ladang.

Nilai produktivitas lahan selengkapnya disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Produktivitas lahan beberapa jenis penggunaan lahan di DAS Citamiang (Rp/ha/tahun)

No Jenis penggunaan lahan Produktivitas lahan (Rp/ha/th)

1 Hutan 1.065.000 2 Kebun campuran 1.822.900 3 Ladang/tegalan 925.000 4 Pemukiman 1.660.000 5 Sawah 1.440.000

Sumber : Hasil survey lapangan

Penelitian Selian (2003), mengukur produktivitas lahan di wilayah pesisir

Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian dengan menggunakan metode yang sama

diperoleh hasil beberapa kegiatan penggunaan lahan seperti perkebunan

Rp. 2.824.872,-/ha/th pertanian lahan kering Rp. 2.680.368,-/ha/th dan sawah

39

Rp. 1.770.00,-/ha/th. Perbedaan produktivitas lahan terjadi, karena perbedaan

kemampuan lahan dan kondisi biofisik yang diduga menjadi penyebabnya.

Berdasarkan Tabel 13, tingginya tingkat produktivitas lahan penggunaan

lahan kebun campuran di daerah penelitian, tidak berarti bahwa di daerah penelitian

akan diarahkan untuk penggunaan lahan kebun campuran seluruhnya. Pertimbangan

utama tentunya tetap berdasarkan kemampuan lahan di wilayah penelitian. Sehingga

nantinya akan diperoleh arahan penggunaan lahan yang optimal sesuai dengan

kemampuan lahan yang ada.

Keinginan Masyarakat

Untuk memperoleh penggunaan lahan yang optimal di daerah penelitian

disamping dilakukan pengukuran tingkat bahaya erosi dan produktivitas lahan juga

dilakukan wawancara terhadap masyarakat di daerah penelitian yang didasarkan pada

faktor sosial masyarakat yang berada di daerah DAS Citamiang yaitu dari status

kepemilikan lahan. Responden yang di wawancarai adalah beberapa warga

masyarakat dan tokoh masyarakat desa Pasir Buncir dan desa Wates Jaya, dinas

Kehutanan serta kantor desa setempat. Responden berjumlah 50 responden diambil

dari desa Pasir Buncir dan desa Wates Jaya, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Citarum-Ciliwung, dan dari kantor desa setempat. Hasil dari rincian wawancara

disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 13~17.

Berdasarkan hasil studi data sekunder dan wawancara DAS Citamiang terbagi

menjadi 3 area yaitu untuk penggunaan lahan hutan berada pada wilayah kawasan

hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang telah ditetapkan oleh Menteri

Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 meliputi luas 15.196 ha. Pada tahun 2003 melalui

SK Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-II/2003 dilakukan perluasan dari 15.196 ha

menjadi 21.975 ha. Kemudian untuk penggunaan lahan sawah dan pemukiman status

areanya merupakan milik masyarakat desa Pasir Buncir dan desa Wates Jaya,

selanjutnya penggunaan lahan tegalan/ladang dan kebun campuran dimiliki oleh

perusahaan swasta.

Hasil wawancara dari responden, sebanyak 84% mempunyai latar belakang

pendidikan SD, 10% berpendidikan SMP, dan sisanya sebanyak 6% berpendidikan

SMA. Responden bermata pencaharian petani sebanyak 70%, pegawai swasta 6%, dan

sisanya sebanyak 24% sebagai buruh atau tenaga serabutan. Penghasilan responden

40

berpenghasilan Rp 500.000,- s/d Rp 1.000.000,- sebanyak 92%, sisanya

berpenghasilan Rp 1.000.000,- s/d Rp 1.500.000,- sebanyak 8%.

Berdasarkan analisa pada Tabel 14 dan Gambar 13~17 dapat dijelaskan bahwa

untuk penggunaan lahan hutan dalam rangka optimasi penggunaan lahan hutan tidak

dimungkinkan mengalami pengurangan luas karena areal untuk penggunaan lahan

hutan sudah dilakukan penetapan oleh Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982.

Namun demikian, perluasan areal kawasan hutan masih dimungkinkan. Kemudian

untuk penggunaan lahan sawah, pemukiman dan sebagian kecil areal kebun campuran

dari 50 responden mayoritas untuk tetap mempertahankan penggunaan lahan sawah

dan pemukiman sesuai dengan kondisi saat ini. Penggunaan lahan kebun campuran

tetap diinginkan menjadi kebun campuran dan untuk penggunaan lahan ladang/tegalan

dan kebun campuran yang akan di arahkan untuk dirubah menjadi area penggunaan

lahan kebun campuran (agroforestry).

Tabel 14 Keinginan masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan

No

Perubahan penggunaan lahan Keinginan masyarakat

Sangat setuju

setuju Agak setuju

Tidak setuju

Sangat tidak setuju

1 Hutan – hutan 38 6 2 1 3 2 Hutan – kbn campuran 5 19 12 5 9 3 Hutan – ladang/egalan 1 11 10 19 9 4 Hutan - pemukiman 6 8 19 10 7 5 Hutan – sawah 13 17 10 5 5 6 Kbn campuran - kbn campuran 4 38 5 3 0 7 Kbn campuran - hutan 0 7 16 26 1 8 Kbn campuran-ladang/tegalan 0 4 10 26 10 9 Kbn campuran - pemukiman 2 17 16 12 3

10 Kbn campuran - sawah 1 17 19 3 10 11 Ladang/tegalan-ladang/tegalan 2 9 5 24 10 12 Ladang/tegalan - hutan 5 9 23 11 2 13 Ladang/tegalan – kbn campuran 6 36 6 2 14 Ladang/tegalan - pemukiman 10 8 18 14 0 15 Ladang/tegalan - sawah 23 2 10 14 1 16 Pemukiman – pemukiman 37 8 1 2 2 17 Pemukiman - hutan 0 0 3 42 5 18 Pemukiman – kbn campuran 0 5 3 39 3 19 Pemukiman - ladang/tegalan 0 0 3 31 16 20 Pemukiman - sawah 0 10 28 11 1 21 Sawah - sawah 40 0 0 3 7 22 Sawah - hutan 0 0 0 40 10 23 Sawah – kbn campuran 0 3 7 36 4 24 Sawah - ladang/legalan 0 1 4 31 14 25 Sawah - pemukiman 0 7 36 6 1

Sumber : Survey lapangan

41

31

2

6

38

H-H STS

H-H TS

H-H AG

H-H S

H-H SS

9

5

12

19

5

H-K STS

H-K TS

H-K AG

H-K S

H-K SS

9

1910

11

1

H-TL STS

H-TL TS

H-TL AG

H-TL S

H-TL SS

7

10

19

8

6

H-P STS

H-P TS

H-P AG

H-P S

H-P SS

5

5

10

17

13H-Swh STS

H-Swh TS

H-Swh AG

H-Swh S

H-Swh SS

Gambar 13 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan hutan

Keterangan : SS = Sangat setuju, S = Setuju, AG = Agak setuju, TS = Tidak setuju, STS = Sangat tidak setuju, H = Hutan, K = Kebun campuran, TL = Tegalan/ladang, P = Pemukiman dan Swh = Sawah.

42

0

35

38

4

K-K STS

K-K TS

K-K AG

K-K S

K-K SS

1

2616

7

0

K-H STS

K-H TS

K-H AG

K-H S

K-H SS

10

26

10

4

0

K-TL STS

K-TL TS

K-TL AG

K-TL S

K-TL SS

3

12

16

17

2

K-P STS

K-P TS

K-P AG

K-P S

K-P SS

10

3

19

17

1

K-Swh STS

K-Swh TS

K-Swh AG

K-Swh S

K-Swh SS

Gambar 14 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan kebun campuran

43

10

24

5

9

2

TL-TL STS

TL-TL TS

TL-TL AG

TL-TL S

TL-TL SS

2

11

23

9

5

TL-H STS

TL-H TS

TL-H AG

TL-H S

TL-H SS

20

6

36

6

TL-K STS

TL-K TS

TL-K AG

TL-K S

TL-K SS

0

14

18

8

10

TL-P STS

TL-P TS

TL-P AG

TL-P S

TL-P SS

0

14

10

2

23

TL-Swh STS

TL-Swh TS

TL-Swh AG

TL-Swh S

TL-Swh SS

Gambar 15 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan ladang/tegalan

44

2 21

8

37

P-P STS

P-P TS

P-P AG

P-P S

P-P SS

5

42

3

0 0

P-H STS

P-H TS

P-H AG

P-H S

P-H SS

3

39

3

5

0

P-K STS

P-K TS

P-K AG

P-K S

P-K SS

16

31

3

0 0

P-TL STS

P-TL TS

P-TL AG

P-TL S

P-TL SS

1

11

28

10

0

P-Swh STS

P-Swh TS

P-Swh AG

P-Swh S

P-Swh SS

Gambar 16 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan pemukiman

45

7

3 00

40

Swh-Swh STS

Swh-Swh TS

Swh-Swh AG

Swh-Swh S

Swh-Swh SS

10

40

0 0 0

Swh-H STS

Swh-H TS

Swh-H AG

Swh-H S

Swh-H SS

4

36

7

3

0

Swh-K STS

Swh-K TS

Swh-K AG

Swh-K S

Swh-K SS

14

31

4 1

0

Swh-TL STS

Swh-TL TS

Swh-TL AG

Swh-TL S

Swh-TL SS

1

6

36

7

0

Swh-P STS

Swh-P TS

Swh-P AG

Swh-P S

Swh-P SS

Gambar 17 Grafik jumlah responden terhadap preferensi perubahan penggunaan lahan sawah

46

Tabel 14 juga menunjukan bahwa responden sebanyak 88% sangat setuju dan

setuju mempunyai keinginan untuk tetap mempertahankan keberadaan penggunaan

lahan hutan dengan pertimbangan fungsi ekologis, ekonomi dan sosial. Namun, pada

sisi lain responden sebanyak 48% menginginkan hutan berubah menjadi kebun

campuran, 24% menginginkan hutan berubah menjadi ladang/tegalan, 28%

menginginkan hutan berubah menjadi pemukiman dan 60% menginginkan hutan

berubah menjadi sawah. Meskipun ditinjau dari karakteriktik faktor fisik untuk dapat

berubah menjadi ladang/tegalan, pemukiman atau sawah kurang sesuai dengan

kemampuan lahannya.

Hal yang menarik untuk penggunaan lahan yang ada seperti kebun campuran,

ladang/tegalan, pemukiman dan sawah, responden tidak menginginkan berubah

menjadi penggunaan lahan hutan, hanya sebanyak 14% menginginkan kebun

campuran berubah menjadi hutan, 28% menginginkan ladang/tegalan berubah menjadi

hutan dan samasekali tidak menginginkan (0%) pemukiman dan sawah berubah

menjadi hutan

88 84 84 90 80

12 16 1610

20

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

H ‐ H K ‐ K TL ‐ K P ‐ P S ‐ S

Pros

enta

se (%

)

Perubahan penggunaan lahan

Agak setuju/tdk setuju/sangat tdk seuju

Sangat setuju /setuju

Gambar 18 Grafik preferensi masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan

Gambar 18 menunjukan bahwa prosentase yang paling berpeluang muncul dari

preferensi masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan adalah hutan menjadi

hutan (H-H) sebesar 88%, kebun campuran menjadi kebun campuran (K-K) sebesar

84%, ladang/tegalan menjadi kebun campuran (TL-K) sebesar 84%, pemukiman

menjadi pumukiman (P-P) sebesar 90%, dan sawah menjadi sawah (S-S) sebesar 80%.

47

Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Linier Program

Tujuan utama dari penelitian ini adalah optimalisasi penggunaan lahan di

DAS Citamiang yaitu dengan meminimumkan erosi, untuk memperoleh alokasi

pemanfaatan penggunaan lahan optimal yang didasarkan pada tingkat erosi,

produktivitas lahan dan preferensi masyarakat (keinginan masyarakat) sehingga akan

diperoleh komposisi penggunaan lahan yang optimal.

Dalam usaha meminimkan erosi, dalam penelitian ini lebih ditekankan pada

modifikasi faktor pengelolaan tanaman (faktor C) karena faktor ini merupakan faktor

yang sepenuhnya dapat direkayasa. Analisis optimasi yang dilakukan didasari oleh

beberapa asumsi sebagai berikut :

- Luas penggunaan lahan untuk hutan yang masuk dalam DAS Citamiang

sebagai daerah penelitian telah ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai

kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango melalui SK

Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982 sebaiknya tetap dan bisa

bertambah karena fungsinya sebagai penahan laju erosi, sebagai fungsi

lindung dan mengatur tata air.

- Penggunaan lahan kebun campuran yang berfungsi sebagai kawasan

penyangga sebaiknya juga diperluas.

- Untuk penggunaan lahan tegalan/ladang sebagai kawasan budidaya dapat

mengalami pengurangan.

- Sawah dan pemukiman tetap

- Produktivitas lahan dapat bertambah

- Besarnya preferensi masyarakat sama dengan besar lahan yang dikonversi

dari penggunaan lahan semula

- Luas lahan harus positif

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut di atas, analisis arahan penggunaan lahan

optimal dilakukan dengan model optimasi dengan memanfaatkan program linier

LINGO dengan memasukkan kriteria tingkat erosi, produktivitas lahan dan preferensi

masyarakat. Hasil model linier progam linier dengan menggunakan software LINGGO

yaitu sebagai berikut :

48

! linear programming erosion minimizing; model: ! decision variable; sets: land /hutan, kebun_campur, ladang, pemukiman, sawah/: area, prod, erosi; land2 /hutan, kebun_campur, ladang, pemukiman, sawah/: area2, prod2; links(land,land2):proporsi; endsets ! data collection that we have; data: erosi = 17.17 168.37 1033.88 19.39 34.09; area = 1036.9 109.0 544.5 13.3 66.3; proporsi = 0.88 0.48 0.24 0.28 0.28 0.14 0.84 0.08 0.38 0.36 0.28 0.84 0.22 0.36 0.50 0.00 0.10 0.00 0.90 0.20 0.00 0.06 0.02 0.14 0.80; prod = 1065000 1822900 925000 16600000 1440000; prod2 = 1065000 1822900 925000 16600000 1440000; enddata ! objective function; min = @sum(land2(i): area2(i)*erosi(i))/@sum(land(j):area(j)); ! 1st constraint - kenadala luas lahan; @sum(land2(i):area2(i))=@sum(land(j):area(j)); ! 2nd constraint - asumsi luas pemukiman relatif tetap; area2(4)-area(4)>=0; ! 3rd constraint - asumsi luas hutan dapat bertambah; area2(1)-area(1)>=0; ! 4th constraint - asumsi luas sawah dapat berkurang; area2(5)-area(5)<=0; ! 5th constraint - permintaan masyarakat; area2(5)-area(5)>=0; area2(2)=area(2)+area(3)*proporsi(3,2); area2(2)>=area(2); area2(3)>=area(3)-area(3)*proporsi(3,2); ! 6th; @sum(land2(i):area2(i)*prod2(i))>=@sum(land(j):area(j)*prod(j)); ! 7th constraint - kendala nonnegatifitas; @for(land(i): area2(i)>=0 );

49

Hasil analisis yang diperoleh dengan model linier program tersebut diperoleh

kombinasi luasan penggunaan lahan optimal yang disajikan dalam Tabel 15. Hasil

analisis kombinasi luasan penggunaan lahan optimal tersbut menghasilkan prediksi

erosi sebesar 116,25 ton/ha/th atau pada kelas tingkat erosi sedang dari erosi semula

sebesar 339,90 ton/ha/th pada kelas tingkat erosi tinggi (Arsyad 2006). Penurunan

tingkat erosi ini akan dapat lebih kecil, bilamana disertai juga dengan usaha

konservasi lebih baik. Tingginya prediksi tingkat erosi area studi, yang mempunyai

kontribusi terbesar adalah penggunaan lahan ladang/tegalan yaitu sebesar 1033,88

ton/ha/th.

Perbandingan luas penggunaan lahan aktual dengan luas arahan penggunaan

lahan setelah dilakukan optimalisasi dengan linier program tersaji dalam Tabel 15.

Tabel 15 Arahan luasan perubahan penggunaan lahan berdasarkan linier program T2 T1

Penggunaan lahan

Hutan Kebun campuran

Ladang /tegalan

Pemukiman Sawah

Hutan 1036,90 - - - - 1036,90 Kebun campuran

- 109,00 - - - 109,00

Ladang/tegalan - 457,38 87,12 - - 544,50 Pemukiman - - - 13,30 - 13,30 Sawah - - - - 66,30 66,30 Jumlah 1036,90 566,38 87,12 13,30 66,30 1770,00

Sumber : Analisis peta Keterangan : T1 = Penggunaan lahan asal T2 = Penggunaan lahan arahan

Optimasi Penggunaan Lahan Optimal Dengan Sistem Informasi Geografis

Untuk penentuan lokasi arahan penggunaan lahan optimal berbasis sistem

informasi geografis ini digunakan pendekatan yang sama dengan mempertimbangkan

produktivitas lahan, tingkat erosi, dan preferensi masyarakat. Tahapan proses untuk

arahan perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Penentuan Bobot Arahan Perubahan Penggunaan Lahan

Tahapan dalam proses ini, hasil penentuan bobot kriteria produktivitas lahan,

tingkat erosi, dan preferensi masyarakat diperoleh dengan proses wawancara dengan

ahli (expert judgment) dari 6 (enam) orang peneliti Balai Penelitian Tanah Bogor.

Hasil yang diperoleh disajikan dalam Tabel 16.

50

Tabel 16 Penentuan bobot untuk kriteria arahan penggunaan lahan Kriteria dan indikator

Ahli 1 Ahli 2 Ahli 3 Ahli 4 Ahli 5 Ahli 6 Jumlah Bobot

Produktivitas lahan

5 9 9 9 5 7 44 0.38

Tingkat erosi 3 9 9 5 5 5 36 0.31 Preferensi Masyarakat

3 7 5 7 7 7 36 0.31

116 1 Keterangan :

1 = Kurang penting 3 = Cukup penting 5 = Penting 7 = Sangat penting 9 = Sangat penting sekali

Penentuan Skor Arahan Perubahan Penggunaan Lahan

Tahapan dalam proses ini, dimaksudkan untuk menentukan skor dari setiap

kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi, dan preferensi masyarakat. Perhitungan nilai

skor didasarkan pada aktual hasil pengukuran dari kriteria produktivitas lahan, tingkat

erosi, dan preferensi masyarakat dengan menggunakan matrik perubahan penggunaan

lahan. Hasil perhitungan nilai skor disajikan dalam Tabel 17 ~ 19.

Tabel 17 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan berdasarkan produktivitas lahan

Penggunaan Lahan Hutan Kebun

campuran Ladang/tegalan Pemukiman Sawah Hutan 1 1,71*) 0,87 1,56 1,35 Kebun campuran 0,58 1 0,51 0,91 0,79 Ladang/tegalan 1,15 1,97 1 1,80 1.56 Pemukiman 0,64 1,09 0,56 1 0.86 Sawah 0,74 1,27 0,64 1,16 1

Keterangan : *) nilai skor = ratio antara produktivitas lahan kebun campuran (arahan) terhadap produktivitas lahan hutan (asal)

Tabel 18 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/penutupan lahan optimal

berdasarkan tingkat erosi No Tingkat erosi

(ton/ha/th) Kelas tingkat erosi Skor

1 < 15 Sangat rendah 5 2 15 – 60 Rendah 4 3 60 - 180 Sedang 3 4 180 - 480 Tinggi 2 5 > 480 Sangat tinggi 1

Sumber : Hardjowigeno, Widiatmaka (2001)

51

Tabel 19 Penentuan skor arahan penggunaan lahan/peuntupan lahan berdasarkan preferensi masyarakat.

Penggunaan lahan

Hutan Kebun

campuran Ladang/tegalan Pemukiman Sawah 1 0 -1 1 0 -1 1 0 -1 1 0 -1 1 0 -1

Hutan 44*) 2 4 24 12 14 12 10 28 14 19 17 14 19 17 Kebun campuran 7 16 27 42 5 3 4 10 36 19 16 15 18 19 13 Ladang/tegalan 14 23 13 42 6 2 11 5 34 18 18 14 25 10 15 Pemukiman 0 3 47 5 3 42 0 3 47 45 1 4 10 28 12 Sawah 0 0 50 3 7 40 1 4 45 7 36 7 40 0 10

Keterangan : 1 = setuju, 0 = ragu-ragu, -1 = tidak setuju *) jumlah responden

Standarisasi Nilai Skor Arahan Penggunaan Lahan

Jaya et al. (2007) mengemukakan bahwa bilamana nilai skor dari setiap

kriteria/variabel berbeda maka harus dilakukan standarisasi. Hasil nilai skor dari

kriteria produktivitas lahan dan preferensi masyarakat dari arahan penggunaan lahan

pada penelitian ini memiliki nilai skor yang berbeda.

Hasil standarisasi dari kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi, dan preferensi

masyarakat arahan perubahan penggunaan lahan disajikan dalam Tabel. 20 ~ 22.

Tabel 20 Penentuan skor standar arahan penggunaan lahan berdasarkan produktivitas lahan

Penggunaan Lahan Hutan Kebun

campuran Ladang/tegalan Pemukiman Sawah Hutan 1,62*) 5 1 4,29 3,29 Kebun campuran 1,57 5 1 4,27 3,29 Ladang/tegalan 1.62 5 1 4,30 3,31 Pemukiman 1,60 5 1 4,32 3,26 Sawah 1.63 5 1 4,30 3,29

Keterangan : *) nilai skor produktivitas lahan setelah dilakukan standarisasi Tabel 21 Penentuan skor standar arahan penggunaan lahan berdasarkan preferensi

masyarakat.

Penggunaan lahan Hutan Kebun

campuran Ladang/tegalan Pemukiman Sawah Hutan 5*) 3.10 1.95 2,14 2,14 Kebun campuran 1.41 5 1.1 2,64 2,54 Ladang/tegalan 2.2 5 1.9 2,60 3,30 Pemukiman 1 1.43 1 4.83 1.85 Sawah 1 1.24 1.08 1.56 4.2

Keterangan : *) nilai skor preferensi masyarakat setelah dilakukan standarisasi

52

Penentuan Batas Ambang (threshold) Arahan Perubahan Penggunaan Lahan

Penentuan batas ambang (threshold) arahan penggunaan lahan/penutupan

lahan optimal ditentukan berdasarkan penjumlahan aritmatik bobot dan skor minimal

dari kriteria produktivitas lahan, tingkat erosi, dan preferensi masyarakat. Hasil nilai

total skor ambang (threshold) untuk perubahan penggunaan lahan/penutupan optimal

di daerah penelitian adalah sebesar 2,93. Penentuan skor minimal perubahan

penggunaan lahan/penutupan optimal disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Penentuan nilai skor minimal untuk nilai ambang (threshold) arahan perubahan penggunaan lahan optimal pada produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi masyarakat

Produktivitas lahan Skor Tingkat erosi Skor Preferensi masyarakat Skor Turun 1 Sangat banyak 1 Sangat sedikit 1 Tetap 2 *) Banyak 2 Sedikit 2 Meningkat sedikit 3 Agak banyak 3*) Agak sedikit 3 Meningkat banayak 4 Sedikit 4 Banyak 4*) Meningkat sangat banyak 5 Sangat sedikit 5 Sangat banyak 5

Keterangan : *) nilai skor minimal

Tahapan akhir dari proses arahan perubahan penggunaan lahan berbasis sistem

informasi geografis yaitu menentukan lokasi (spasial) dengan mengacu pada alokasi

luasan yang diperoleh dari linier program. Untuk menentukan arahan lokasi (spasial)

penggunaan lahan/tutupan lahan optimal dengan model spasial berbasis sistem

informasi geografi, ditentukan dengan memperhatikan nilai ambang (threshold)

minimal yang boleh berubah dari model komposit kriteria produktivitas lahan, tingkat

erosi dan preferensi masyarakat. Hasilnya diperoleh alokasi luasan penggunaan

lahan/tutupan lahan optimal sebagaimana yang disajikan pada Tabel 23. Hasil alokasi

luasan penggunaan lahan/tutupan lahan optimal disajikan dalam Gambar 19, yang

diperoleh dari hasil penelusuran data (query) dari tumpang susun (overlay) dari peta

penggunaan lahan, peta kelas lereng, dan peta jenis tanah (satuan lahan) yang

digunakan sebagai unit perubahan penggunaan lahan/tutupan lahan optimal.

Gambar 19 menunjukkan terjadi perubahan penggunaan lahan dari kondisi

penggunaan lahan aktualnya. Perubahan penggunaan lahan terjadi pada penggunaan

lahan kebun campuran yang semula seluas 109 ha berubah menjadi seluas 572,36 ha,

sedangkan tegalan yang semula seluas 544,5 ha berubah menjadi 81,14 ha. Namun

53

untuk penggunaan lahan hutan, pemukiman dan sawah tidak mengalami perubahan

dari kondisi aktualnya yaitu: hutan seluas 1036,9 ha, pemukiman seluas 13,3 ha dan

sawah seluas 66,3 ha.

Perbandingan penggunaan lahan aktual, penggunaan lahan model optimasi

program linier dan penggunaan lahan optimal berbasis sistem informasi geografis

yang disajikan pada Tabel 23.

Tabel 23 Penggunaan lahan aktual, hasil optimasi dengan linier program dan optimalisasi dengan spasial di DAS Citamiang

No Penggunaan lahan Luas penggunaan lahan (Ha)

Aktual Optimasi

linier program

Optimalisasi

spasial 1 Hutan 1036,9 1036,9 1036.90

2 Kebun campuran 109,0 566,38 572,36

3 Tegalan/ladang 544,5 87,12 81,14

4 Pemukiman 13,3 13,3 13.3

5 Sawah 66,3 66,3 66,30

Jumlah 1770,0 1770,0 1770,0

Sumber : Analisa peta

Berdasarkan Tabel 23., hasil yang diperoleh dari optimasi penggunaan lahan

dari model sistem informasi geografis dengan linier program dengan menggunakan

pendekatan kriteria yang sama yaitu : produktivitas lahan, tingkat erosi dan preferensi

masyarakat tidak berbeda jauh. Perbedaan pada penggunaan lahan kebun campuran

dan ladang/tegalan yaitu seluas 5,98 ha.

Dengan komposisi alokasi luasan yang diperoleh dengan optimasi penggunaan

lahan yang menggunakan pendekatan berbasis sistem informasi geografis ini, laju

erosi yang terjadi diprediksi sebesar 113,32 ton/ha/th yang semula erosi aktual

sebelum optimasi sebesar 339,90 ton/ha/th. Dengan menggunakan klasifikasi Arsyad

(2006) erosi sebesar 113,32 ton/ha/th termasuk dalam kategori tingkat erosi sedang.

Hasil prediksi erosi sebesar 113,32 ton/ha/th masih kurang kecil jika dibandingkan

dengan erosi yang boleh ditoleransi (T) dari pengukuran yang pernah dilakukan oleh

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum – Ciliwung tahun 2006 di DAS

Citamiang dengan kisaran sebesar sebesar 20 ton/ha/th. Hal ini disebabkan pada

penelitian ini tidak memasukkan simulasi faktor pola tanam (C) dan faktor

54

tehnik/usaha konservasi (P) dalam optimalisasi penggunaan lahan yang optimal.

Sebaliknya, jika setelah diperoleh alokasi kombinasi luasan penggunaan optimal,

dilakukan simulasi nilai CP (Tabel Lampiran 5) dari model prediksi erosi yang

dikembangkan oleh Wischmeier and Smith (1978). Prediksi erosi diprediksi akan

mengalami penurunan menjadi sebesar 37,42 ton/ha/th.

Untuk lebih mengoptimalkan penggunaan lahan dalam rangka meminimalkan

erosi, penelitian Salim dan Tabba (2006) menyarankan untuk penggunaan lahan

kebun campur pada lahan miring disarankan untuk menggunakan teknik pertanaman

lorong

(alley cropping) dengan gamal (Gliricidia sepium (Jacq)) sebagai tanaman

pagar. Sistem ini biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan pembuatan teras.

Sistem ini bila dipelihara dengan baik maka akan terbentuk teras dengan sendirinya.

Sistem ini juga cukup efektif menekan laju erosi. Hasil penelitian di Palu

menunjukkan bahwa jalur gamal dapat menekan erosi hingga 54,9%. Selain itu

tanaman gamal juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, kayu bakar, dan mampu

meningkatkan kesuburan tanah dengan memfiksasi nitrogen dari udara.

Untuk penggunaan lahan kebun campuran dapat dikembangkan wanatani

(agroforestry). Wanatani merupakan bentuk konservasi tanah yang menggabungkan

antara tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam bersama-sama atau

begantian. Dalam penerapan wanatani pada lahan dengan kemiringan curam atau agak

curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah dibandingkan

lahan dalam kondisi gundul atau hanya ditanamai tanaman semusim Subagyono et al.

(2003) dalam Sutrihadi (2006). Sebagai acuan umum semakin curam lerengnya proporsi

tanaman tahunan semakin banyak. Mengacu pada P3HTA (1987) dalam Subagyono et al.

(2003) adalah sebagai berikut:

1) Lahan dengan kemiringan lereg 15-25% dengan proporsi tanaman tahunan 50

% dan tanaman semusim 50%

2) Lahan dengan kemiringan lereng 30-40% dengan proporsi tanaman tahunan

30% dan tanaman semusim 25%, dan

3) Lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 40% dengan tanaman

tahunan 100%