Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS SPs UIN JAKARTA TAHUN...
date post
07-Jan-2017Category
Education
view
79download
21
Embed Size (px)
Transcript of Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS SPs UIN JAKARTA TAHUN...
CORAK PEMIKIR AN KALM TAFSR FATH AL-QADR: TELAAH ATAS PEMIKIRAN
AL-SYAUKN DALAM TEOLOGI ISLAM
Tesis Diajukan kepada Sekolah Pasca Sarjana
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah Gelar M.A.
Oleh Hasani
NIM: O5.2.00.1.05.01.0011
KONSENTRASI TAFSIR HADITS SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1428 H./2007 M.
Abstraksi Tesis
CORAK PEMIKIRAN KALM TAFSR FATH AL-QADR: TELAAH PEMIKIRAN AL-
SYAUKN DALAM TEOLOGI ISLAM
Tesis Diajukan kepada Sekolah Pasca Sarjana
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah Gelar M.A.
Oleh Hasani
NIM: O5.2.00.1.05.01.0011
Dosen Pembimbing: Prof. Dr. H. Salman Harun
KONSENTRASI TAFSIR HADITS SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1428 H./2007 M.
CORAK PEMIKIRAN KALM TAFSR FATH AL-QADR: TELAAH ATAS PEMIKIRAN
AL-SYAUKN DALAM TEOLOGI ISLAM
Tesis Diajukan kepada Sekolah Pasca Sarjana
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah Gelar M.A.
Oleh Hasani
NIM: O5.2.00.1.05.01.0011
Pembimbing,
Prof. Dr. H. Salman Harun
KONSENTRASI TAFSIR HADITS SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1428 H./2007 M.
1
CORAK PEMIKIRAN KALAM TAFSIR FATH AL-QADR:
TELAAH PEMIKIRAN AL-SYAUKN DALAM TEOLOGI ISLAM
A. Latar Belakang Masalah
Islam sumber ajaran dasarnya adalah al-Quran dan Hadits1. Al-
Quran adalah cahaya (Q.S. 6: 174), petunjuk (Q.S. 1: 2), penyembuh
penyakit yang ada dalam dada (Q.S. 10: 57), pembela terhadap kitab dan
syariat terdahulu (Q.S. 5: 48), yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. sebagai undang-undang yang adil dan syariat yang kekal, sebagai pelita
yang bersinar terang dan petunjuk yang nyata. Orang yang berkata
berdasarkan al-Quran adalah benar; orang yang mengamalkannya akan
mendapat pahala; orang yang menghakimi dengannya adalah adil; dan siapa
yang mengajak orang lain untuk mengimaninya akan diberi petunjuk kejalan
yang lurus.2
Setiap muslim, wajib memahami ajaran-ajaran dasar itu. Oleh karena
itu, al-Quran dan Hadis perlu ditafsirkan.
Menelusuri sejarah penafsiran al-Quran, Muhammad Husain al-
Dzahabi membagi sejarah tafsir kedalam tiga fase/periode (marhalah), yaitu:
1 Penjelasan hal itu termaktub pada hadits Nabi yang artinya: Aku tinggalkan dua
perkara, jika kalian berpegang kepada keduanya, maka kamu tidak akan sesat, hal tersebut adalah Kitabullah (al-Qurn) dan Sunnah Rasul (Hadts). Lihat Imm Mlik, al-Muwatta, (Mesir: Kitb al-Syabab, t.th.), h. 560, lihat pula Imm Ahmad Ibn Hanbal, Musnd Ahmad ibn Hanbal, (Beirt: Dr al-Sadr, t.th.), jilid III, h. 26, dalam persepsi hadits lain ada juga yang menjelaskan bahwa ajaran pokok Islam hanya al-Qurn saja. Hal tersebut bisa di lihat antara lain pada Ab Dwd, Sunan Ab Dwd, (Mesir, Mustafa al-Bb al-Halab, 1952), jilid I, h. 442
2 Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir MawduI, terj. Suryan A. Jamrah, (Jakarta: Rajawali Press, 1994), h.1-2
2
Pertama adalah fase perkembangan tafsir pada masa Nabi dan para sahabat,
kedua yaitu fase perkembangan tafsir pada masa tabiin, dan ketiga yaitu fase
perkembangan tafsir pada masa penyususnan dan pembukuan (kodifikasi),
yang dimulai dari zaman Abbasiyah sampai zaman kontemporer (masa
hidup al-Dzahabi).3
Penafsir pertama adalah Rasulullah Saw. Nabi Muhammad senantiasa
menerangkan ayat-ayat yang bersifat global, menjelaskan arti yang samar-
samar, dan menafsirkan segala masalah yang dirasa sangat sulit dipahami,
sehingga tidak ada lagi kerancuan dan keraguan di benak sahabat.4 Sikap
Nabi tersebut adalah sesuai dengan firman Allah Dan Kami turunkan
kepadamu (Muhammad) al-Quran, agar kamu menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka (Q.S. al-Nahl (16): 44).
Dengan tindakan dan kedudukan ini, maka Nabi adalah mufassir pertama
dan utama.
Menurut Mustafa al-Maraghi, Nabi Muhammad dalam menafsirkan al-
Quran meggunakan sunnah qauliyah (perkataan), atau sunnah filiyyah
(perbuatan).5 Menurut Ibn Taimiyah, Nabi Muhammad Saw telah
menafsirkan seluruh ayat al-Quran. Sekalipun seluruh penafsiran itu tidak
3 Muhammad Husain al-Dzahabi, Tafsr wa al-Mufassirn, (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2000), cet. Ke 7, h. 13-14. 4 Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir MawduI, terj. Suryan A. Jamrah, (Jakarta:
Rajawali Press, 1994), h. 2. 5 Ahmad Mustofa al-Maraghi, Tafsr al-Margh, (Bairut: Dr Ihya al-Turs al-Arabi,
t.th.), juz 1, h. 5.
3
sampai kepada kita. 6 Dengan demikian, maka bisa dikatakan bahwa tafsir
sudah muncul pada masa Rasulullah Saw.
Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, para sahabat dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Quran menempuh beberapa langkah yaitu:
1. Meneliti kandungan ayat-ayat al-Quran sendiri;7
2. Merujuk kepada penafsiran Nabi Saw;8
3. Menggunakan rayu atau melakukan ijtihad berdasarkan
pengetahuan yang mereka miliki;9
4. Menanyakan kepada tokoh-tokoh ahl al-kitab yang telah masuk
Islam tentang masalah tertentu;10 dan
5. Bertumpu pada syair-syair.11
Kedua adalah fase perkembangan tafsir pada masa tabiin. Mereka adalah
murid-murid para sahabat yang tersebar di Makkah, Madinah dan Irak.12
Dan ketiga adalah fase perkembangan tafsir pada masa penyususnan
dan pembukuan (kodifikasi). Fase ini merupakan fase perkembangan tafsir
pasca sahabat dan tabiin, yang ketika itu juga telah mulai pentadwnan
(kodifikasi) hadis Rasulullah Saw.
6 Lihat Taqiyuddn Ibn Taimiyah, Muqaddimah f Usl al-Tafsr, (Kuwait: Dr al-
Qurn al-Karm, 1971), h. 35. 7 Al-Dzahabi, al-Tafsr wa al-Mufassirn, juz. 1, h. 37-44 8 Al-Dzahabi, al-Tafsr wa al-Mufassirn, juz. 1, h. 35-46 9 Al-Dzahabi, al-Tafsr wa al-Mufassirn, juz. 1, h. 57-58 10 Al-Dzahabi, al-Tafsr wa al-Mufassirn, juz. 1, h. 61-62. 11 Al-Dzahabi, al-Tafsr wa al-Mufassirn, juz. 1, h. 74-76. 12 Al-Dzahabi, al-Tafsr wa al-Mufassirn, juz. 1, h. 92.
4
Generasi selanjutnya adalah mufassir yang muncul sesudah
berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan dan kematangan mereka dalam
Islam, sesuai dengan spesialisasi dan ilmu yang dikuasainya.13
Di sini, ijtihad menyangkut ayat-ayat al-Quran benar-benar sudah
tidak dapat dielakkan lagi. Sejalan dengan lajunya perkembangan
masyarakat, berkembang pesat pula porsi peranan akal (ijtihad) dalam
penafisran ayat-ayat al-Quran. Dengan demikian, berkembanglah manhj
(pendekatan) tafsir dari manhaj atsari ke manhaj rayi, dan berkembang pula
tarqah (metode) tafsir. Itu semua kemudian melahirkan corak-corak tafsir.
Corak-corak penafsiran yang dikenal selama ini yaitu: corak sastra
kebahasaan, corak penafsiran ilmiah, corak fiqih/hukum, corak tasawuf, corak
sastra budaya kemasyarakatan, dan corak filsafat dan teologi (kalam).14
Muhammad Husein al-Dzahab dalam pendahuluan al-Tafsr wa al-
Mufassirn menyebutkan bahwa ada empat corak tafsr yang berkembang,
secara ringkas diklasifikasikan menjadi: pertama, tafsir corak ilmi (al-laun al-
ilm) yaitu tafsir berdasarkan pada pendekatan ilmiah; kedua, tafsir corak
madzhab (al-laun al-madzhab), yaitu tafsir berdasarkan madzhab teologi
atau fikih yang dianut oleh para mufassir; ketiga, adalah tafsir bercorak
ilhd (al-laun al-ilhd), yaitu tafsir yang mengunakan pendekatan
menyimpang dari kelaziman; dan keempat, tafsir corak sastra-sosial (al-laun
13 M. H. Tabtab, Mengungkap Rahasia al-Quran, terj. A. Malik Madany dan
Hamim Ilyas, (Bandung: Mizan, 1993), h. 63. 14 Lihat lebih lanjut, M. Quraish Shihab dalam pengantar bukunya M. Yunan Yusuf,
Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar Sebuah Telaah Atas Pemikiran Hamka Dalam Teologi Islam, (Jakarta: Penamadani, 2003), h. xxxiii-xxxiv
5
al-adab al-ijtim), yaitu tafsir yang menggunakan pendekatan sastra dan
berpijak pada realitas sosial.15
Untuk mengetahui lebih jauh tentang tafsir Fath al-Qadr karya Imam
al-Syaukn, diperlukan suatu penelitian yang mendalam dengan fokus kajian
masalah pemikiran kalam. Ilmu kalam, sebagaimana didefinisikan oleh al-Ijli,
adalah ilmu yang memberi kemampuan untuk membuktikan kebenaran
akidah (Islam) dengan mengajukan hujjah guna melenyapkan keragu-
raguan.16 Dalam kaitan ini, ilmu kalam disamping membahas soal-soal
kerasulan, wahyu, kitab suci al-Quran, soal orang yang percaya kepada
ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad, yaitu soal mukmin dan muslim,
soal orang yang tidak percaya kepada ajaran itu, yakni orang kafir dan
musyrik, soal hubungan makhluk dan khalik, terutama manusia dan
penciptanya, soal akhir hidup manusia, yaitu soal surga dan neraka. 17
Ibnu Khaldun mendefinisikan bahwa ilmu kalam adalah sebagai ilmu
yang mengandung argumentasi rasional yang membela akidah-akidah
imaniah dan mengandung penolakan terhadap golongan bidah yang dalam
akidah-akidahnya menyimpang dari madzhab Salaf dan ahl al-Sunnah.18
Lain lagi dengan al-Ghazl yang dikutip oleh Mustafa Abd al-Razik,
menurut al-Ghazali ilmu kalam bertujuan menjaga akidah ahl al-Sunnah dari
bisikan ahl al-bidah yang menyes
Recommended