Hak Para Stakeholder Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja Dalam Organisasi Bisnis
-
Upload
andreas-brown -
Category
Documents
-
view
230 -
download
1
description
Transcript of Hak Para Stakeholder Dan Mengelola Keanekaragaman Tenaga Kerja Dalam Organisasi Bisnis
HAK PARA STAKEHOLDER DAN MENGELOLA KEANEKARAGAMAN TENAGA
KERJA DALAM ORGANISASI BISNIS
Keanekaragaman tenaga kerja (workforce diversity) merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perbedaan tenaga kerja secara demografis terutama yang
berkaitan dengan umur, jenis kelamin, ras, asal negara, dan karakteristik fisik. Semakin
meningkatnya keanekaragaman tenaga kerja membuat semua organisasi harus menyadari arti
penting praktik pemberian kerja yang adil.
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman tenaga kerja akan
meningkatkan kemampuan karyawan terkait dengan inovasi, problem solving maupun
menciptakan peluang bisnis baru. Selain itu, perspektif dan pengalaman yang beraneka ragam
juga dapat dijadikan sumber untuk membangun keunggulan bersaing.
Tetapi di sisi lain, kondisi tenaga kerja yang beraneka ragam juga seringkali memunculkan
prasangka secara budaya (cultural bias) dalam bentuk: (1) prejudice (anggapan negatif serta
sikap tidak rasional terhadap orang-orang tertentu karena identitas kelompok mereka yang
minoritas), (2) discrimination (prasangka yang merugikan kaum minoritas karena menolak
mereka untuk mendapatkan kesempatan secara penuh sebagai anggota organisasi), contoh: glass
ceiling effect (adanya suatu hambatan yang tidak terlihat jelas, menghalangi wanita dan pekerja
minoritas dalam mencapai tingkatan tertentu dalam tanggung jawab organisasional).
Kedua kondisi tersebut akan mengakibatkan kesulitan organisasi dalam mendapat tenaga kerja
yang memiliki talenta tinggi dan pada akhirnya muncul kesulitan dalam mewujudkan
penempatan sesuai konsep the right man on the rigt place.
Tantangan utama pengelolaan tenaga kerja yang beraneka ragam ini adalah bagaimana
mencapai tujuan organisasi dengan menciptakan kinerja yang tinggi dari semua karyawan
melalui pemanfaatan keterampilan dan talenta karyawan yang beragam tersebut. Di satu sisi,
karyawan dituntut untuk kompeten dan terlatih, tetapi di sisi lain lingkungan kerja juga harus
inklusif dan suportif untuk menciptakan praktik kerja yang adil.
Keanekaragaman tenaga kerja yang tinggi juga membutuhkan pemimpin yang mampu
menginspirasi karyawan, bahwa siapa pun mereka harus memaksimalkan kontribusinya untuk
mencapai tujuan organisasi. Praktik kepemimpinan ini seringkali ditunjukkan dalam bentuk
pemberdayaan karyawan sehingga memunculkan percaya diri tinggi bahwa mereka pasti mampu
mencapai kinerja terbaiknya. Dalam tahap ini, bukan hanya perubahan kebijakan dan praktik
seorang pemimpin, tetapi juga bagaimana kemampuan pemimpin melaksanakan proses
mengubah mind-set semua stakeholders untuk melaksanakan praktik kerja yang adil.
Beberapa program strategik yang dapat dilakukan organisasi bisnis untuk menghadapi semakin
meningkatnya keanekaragaman tenaga kerja, antara lain: (1) mengembangkan budaya kinerja
dengan memperhatikan kondisi keanekaragaman, (2) mendukung implementasi program seperti
worklife balance dan komunikasi lintas budaya, dan (3) merekrut tenaga kerja dengan
memperhatikan nilai keanekaragaman untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja.
PERAN PEMERINTAH
Peran Pemerintah Dalam Mengamankan Kesempatan Kerja Sama
Menghilangkan diskriminasi di tempat kerja dan menjamin kesempatan kerja yang sama telah
menjadi tujuan utama dari kebijakan publik di Amerika Serikat selama empat dekade. Bagian ini
meninjau undang-undang utama yang mengatur praktek bisnis yang berkaitan dengan
kesempatan yang sama, tindakan afirmatif, dan pelecehan seksual dan rasial.
Peran Pemerintah Dalam Permasalahan Tenaga Kerja
Sesuai GBHN (Garis Besar Haluan Negara), disebutkan bahwa kebijakan pokok pemerintah
dibidang ketenagakerjaan yang utama adalah perluasan dan pemerataan kesempatan kerja serta
peningkatan mutu dan perlindungan tenaga kerja. Artinya para tenaga kerja tidak hanya sebagai
pekerja yang bekerja pada pemilik perusahaan.
Equal Employment Opportunity
Perintah eksekutif dimaksudkan untuk mempromosikan perlakuan yang sama dari karyawan,
yaitu, kesempatan kerja yang sama. Aturan-aturan pemerintah berlaku untuk kebanyakan bisnis
dengan cara berikut:
- Diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, asal negara, cacat
fisik atau mental, atau usia dilarang dalam semua kegiatan. Ini termasuk perekrutan,
promosi, klasifikasi pekerjaan, dan penugasan, kompensasi, dan kondisi kerja lainnya.
- Kontraktor pemerintah harus membuat rencana aksiafirmatif, merinci bagaimana mereka
bekerja secara positif untuk mengatasi efek diskriminasi dalam tenaga kerja mereka.
Namun, rencana dan tindakan afirmatif hanya bersifat sementara dan fleksibel yang
dirancang untuk memperbaiki diskriminasi masa lalu, dan tidak dapat mengakibatkan
diskriminasi terbalik terhadap kulit putih atau laki-laki.
- Wanita dan pria harus menerima upah yang sama untuk melakukan pekerjaan yang sama,
dan pengusahatidak boleh melakukan diskriminasi atas dasar kehamilan.
Aksiafirmatif
Salah satu cara untuk mempromosikan kesempatan yang sama dan menghilangkan diskriminasi
di masa lalu adalah melalui tindakan afirmatif. Sejak pertengahan I960, kontraktor
pemerintah dituntut oleh perintah eksekutif presiden untuk mengadopsi tindakan afirmatif
melalui penetapan tujuan, tindakan, dan jadwal untuk mempromosikan lebih besar di tempat
kerja. Tujuan mereka adalah untuk mengurangi diskriminasi pekerjaan dengan mendorong
perusahaan untuk berpikir positif (yaitu, afirmatif) langkah-langkah untuk mengatasi praktek
kerja masa lalu dan tradisi yang mungkin telah diskriminatif.
Pelecehan Seksual dan Rasial
Peraturan pemerintah melarang pelecehan seksual dan rasial. Dari dua jenis, kasus pelecehan
seksual lebih banyak terjadi, dan peraturan hukum untuk pelecehan itu telah dibuat. Tapi kasus
pelecehan ras telah berkembang sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi majikan. Pelecehan
seksual di tempat kerja terjadi ketika setiap karyawan, wanita atau pria, mengalami perhatian
seksual yang tidak diinginkan atau ketika di tempat kerjaan dan kondisi bermusuhan atau
mengancam dengan cara seksual.