HADIS HAMMÎ NABI SAW -...

227
hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis Abdul syukur [ i ] ABDUL SYUKUR, M.Ag HADIS HAMMÎ NABI SAW Dan Implikasinya Terhadap Pemahaman Hadis Dicetak oleh CV Pustaka Sedayu, Tangerang Selatan Isi diluar tanggung jawab Percetakan

Transcript of HADIS HAMMÎ NABI SAW -...

Page 1: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul syukur [ i ]

ABDUL SYUKUR, M.Ag

HADIS HAMMÎ NABI SAW

Dan Implikasinya Terhadap Pemahaman Hadis

Dicetak oleh CV Pustaka Sedayu, Tangerang Selatan

Isi diluar tanggung jawab Percetakan

Page 2: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ ii ]

Judul :

Hadis Hammî Nabi SAW dan Implikasinya Terhadap Pemahaman Hadis

Penulis :

Abdul Syukur, M.Ag

Cover dan Layout :

Toto Tohari

Cetakan Pertama, Januari 2019

Diterbitkan oleh :

CV Pustaka Sedayu

Jl. Aria Putra Gg. H. Betong Rt.007/018 Kel. Kedauang

Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan.

ISBN:

988-602-51281-8-2

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta:

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

memperbanyak atau memindahkan sebagian atau

seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun, secara

elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi,

merekam, atau dengan teknik perekam lainnya,

tanpa izin tertulis dari Penerbit. Undang-undang No

19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Bab XII

Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6)

Page 3: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ iii ]

KATA PENGANTAR

Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji hanya milik

Allâh SWT dan hanya tertuju kepada-Nya atas rahmat dan

karunia yang telah dianugerahkan sehingga penulisan tesis

dengan judul “Hadis Hammî Nabi Saw Dan Implikasinya

Terhadap Pemahaman Hadis” dapat terselesaikan dengan baik

dan lancar. Ṣalâwah serta salâm semoga senantiasa tercurah

kepada yang mulia Nabi besar Muhammad saw yang telah

menuntun manusia dari jalan kebodohan kepada jalan petunjuk

dan kemuliaan.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis berhutang budi

kepada banyak pihak yang telah membantu, baik langsung

maupun tidak langsung. Kepada mereka, penulis sampaikan

ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya,

semoga Allâh SWT memberikan balasan yang sebaik-baiknya

dan menghitungnya sebagai amal saleh di akhirat kelak.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya disampaikan kepada yang terhormat Bapak H. Arif

Rachman Arifin yang telah membantu dan membiayai

sepenuhnya untuk mewujudkan cita-cita penulis, sehingga dapat

melanjutkan studi S2 (magister) dengan baik dan lancar. Ucapan

terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada

yang terhormat Tuan Guru Dr. KH. Fuad Thohari, M.A, selaku

penasihat selama penulis menjadi santri dan kuliah, dan kepada

yang terhormat ustadz Dr. Ahmad Fudhaili, M.A, selaku

pemimbing tesis pertama dan ustadz Dr. Bustamin, M.Si, selaku

pembimbing yang kedua, di tangan beliau berdua, bimbingan dan

arahan serta luang waktu terus mengalir selama dalam proses

penulisan tesis ini. Juga kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, MA

selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih

yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr.

Masri Mansoer, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, dan

Page 4: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ iv ]

para Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin, yaitu Prof. Dr. M. Ikhsan

Tanggok, MA, Dr. Bustamin, M.Si, Dr. M. Suryadinata, MA.

Terima kasih yang setinggi-tinggi juga penulis sampaikan kepada

Dr. Atiyatul Ulya, M.A, selaku Ketua Program Magister Ilmu al-

Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin

Tidak lupa penulis sampaikan ungkapan terima kasih yang

sertinggi-tingginya kepada seluruh dosen Sekolah Pascasarjana

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

menyajikan berbagai mata kuliah dan pengetahuan selama

penulis menempuh studi dan juga telah banyak memberikan saran

serta kritik konstruktif. Tidak lupa pula penulis sampaikan terima

kasih kepada para penguji tesis yang telah memberikan berbagai

masukan atau pun kritikan-kritikan selama penulis menempuh

beberapa rangkaian ujian dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak

langsung dalam penyelesaian penulisan tesis ini, seperti petugas

perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas. Terima kasih

penulis sampaikan kepada teman-teman magister Ushuluddin

angkatan 2016, para kolega dan saudara-saudara penulis,

khususnya Muhammad Akbar.

Ucapan terima kasih yang teristimewa dan penghargaan

yang terbesar serta bakti yang setulus-tulusnya, penulis

sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Mohamad

Qodim (alm.) dan Ibunda tercinta Nyai Siti Masyrifah, isteri

penulis Nur Camaliyah dan tiga putra-putri penulis, Ahmad Labib

„Aidi, Kasya Rieva Tishoumi, dan Utia Minan‟umih al-„Ajeeba

atas pengertian, kesabaran dan dukungan serta do‟a mereka,

selalu menyertai selama penulisan tesis ini sehingga dapat

terselesaikan dengan baik. Kepada mereka inilah, tesis ini

dipersembahkan.

Jakarta, 13 Januari 2019

Penulis, Abdul Syuku

Page 5: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ v ]

Pedoman Transliterasi

Aksara Arab-Latin

1. Padanan Aksara

Huruf Huruf Keterangan

Arab Latin

tidak dilambangkan ا

b be ة

t te د

ts te dan es س

j je ط

h h dengan garis bawah ػ

kh ka dan ha ؿ

d de ك

dz de dan zet م

r er ه

z zet ى

s es

sy es dan ye

ṣ es dengan titik di bawah

ḍ de dengan titik di bawah

ṭ te dengan titik dibawah

ẓ zet dengan titik bawah ظ

Page 6: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ vi ]

koma terbalik di atas hadap kanan „ ع

gh ge dan ha ؽ

f ef ف

q qi م

k ka ى

l el

m em

n en

w we

h ha ـ

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau

diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah ـــ

I Kasrah ـــ

U _ Dammah ــ

Page 7: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ vii ]

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam

bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ــا

î i dengan topi di atas ــي

û u dengan topi di atas ــو

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab

dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf

/l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh:

al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ١ ـــ

au a dan u ـــ

Page 8: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ viii ]

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan sebuah tanda (ـــ) dalam alih aksara ini

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf

yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku

jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata

,tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah (اوهح)

demikian seterusnya.

6. Ta Marbû tah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah

terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal

yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata

sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah

tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

ṭarîqah و٣وخ 1

al-jâmî‟ah al-islâmiyyah اغبؼخ االال٤خ 2

wahdah al-wujûd ؽلح اعك 3

Page 9: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ ix ]

Abstrak

Pendapat yang berkembang luas pada umumnya

menyatakan bahwa dari segi sifat atau penyandaran kepada

Rasûlullâh saw, hadis terbagi menjadi tiga, yaitu : qaulî, fi’lî,

taqrîrî. Ketiga bentuk tersebut selama ini tidak mengalami

perdebatan serius di kalangan sarjana muslim. Lain halnya jika

mengamati dan memahami secara seksama semisal contoh bahwa

nabi Muhammad saw menyatakan sesuatu hal atau keinginan,

akan tetapi tidak terwujud ; tidak dibuktikan dalam sebuah

tindakan dari hal yang pernah dinyatakan atau diinginkan.

Bahkan, pernyataan atau tindakan yang akan diambil oleh

Rasûlullâh saw terkesan kontra-produktif atau bertentangan

dengan sifat kenabiannya yang ma’ṣûm dari kesalahan atau

keburukan, misalnya riwayat tentang Rasûlullâh saw hendak

menjatuhkan diri dari ketinggian (bunuh diri) ; beliau saw hendak

membakar rumah-rumah warga dan lain-lain. Bentuk riwayat

yang disebutkan terakhir ini oleh sebagian ahli disebut dengan

hadis hammî. Dari contoh-contoh tersebut, muncul pertanyaan

apakah mungkin Rasûlullâh saw melakukan hal-hal demikian.

Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hadis-

hadis hammî tersebut dalam kitab-kitab hadis.

Kesimpulan dalam penelitian ini menetapkan validitas

atau kesahihan hadis-hadis hammî. Pada prinsipnya, dalam

penelitian ini ingin membuktikan kesimpulan al-Syaukânî

(w.1250 H) atau Muhammad Sulaimân al-Asyqar yang

menyatakan bahwa tidak ada unsur ittibâ’ atau ta’assî (keharusan

mengikuti nabi Muhammad) dalam hadis-hadis hammî sebab

beliau saw sendiri urung atau tidak jadi melakukan. Dengan

ungkapan lain, menurut ulama ini, hadis atau riwayat hammî

tidak bermuatan apa pun, ditambah lagi bukti bahwa generasi

selanjutnya (sahabat dan tabi‟in) tidak mengikuti sunnah tersebut.

Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa hadis-hadis

hammî sangat terkait dengan kajian teologi, yakni tentang

kemaksuman nabi dan berimplikasi terhadap pemahaman-

pemahaman dalam menetapkan maksud atau makna suatu hadis.

Page 10: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ x ]

Dalam penelitian ini ditemukan adanya „dualisme‟ dalam

menyikapi hadis-hadis hammî, yakni antara sikap menolak dan

menerima, serta sikap menolak sekaligus menerima, dalam

pengertian menempuh upaya lain untuk memahami hadis-hadis

hammî.

Pada akhirnya, penelitian ini sejalan dengan cara berpikir

Ibn Hajar al-Haitamî (909-974 H) dan mendukung pendapat di

antaranya al-Syâfi‟î (w.204 H), al-Nawawî (w.676 H), Ibn

Taimiyah (w.728 H), al-Harawi (767-829 H), dan Târiq bin

Muhammad al-Tawarî yang lebih cenderung untuk tetap

menerima riwayat-riwayat tersebut dengan metode semisal ta’wîl

atau pun al-jam’u. Pembuktian dan penemuan dalam penelitian

ini menjawab pendapat al-Syaukânî (w.1250 H) atau pun

Muhammad Sulaimân al-„Asyqar tersebut di atas, di samping

keduanya yang menyatakan tidak mungkin dilakukan oleh

seorang nabi atau rasul.

Sumber utama dalam tesis ini adalah kitab-kitab hadis

dalam cakupan Kutub al-Sittah dan kitab-kitab syarah terkait.

Adapun metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif dalam bentuk library research (kajian pustaka)

dengan pendekatan sosiologis-teologis, pendekatan historis dan

pendekatan filosofis-yuridis. Penelitian ini juga menggunakan

metode analisa- interpretatif, yaitu metode yang mampu

memberikan keluasan bagi peneliti untuk mengeksplorasi dan

memahami teks-teks yang ada. Dan metode ini pula yang

dianggap cocok terkait keseluruhan kajian yang bersifat analitik.

Page 11: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ xi ]

خض

ػ٠ أ ؼ٠ اؾل٣ش ا٥هاء اؼب ازطهح ٣

ثبػزجبه ب ا٤ق ا٠ اج٢ ٠ هللا ػ٤ ٣و ا٠ صالصخ

، ٢: ه٠، كؼ٠، روو٣و. ن األب اضالصخ ر

بظوح عبكح ث٤ ػبء ا٤. فالكب اما الؽع ل نا

٠ هللا ػ٤ ث٢ء ب أ اضب ان١ هب اج٢ ؾل

اهاك ٤ئب، ٣زؾون، ٣ضجذ ك٢ ػ ٢ء ٣و ٣و٣ل

ك٢ ااهغ. غ أ ازو٣ؾبد أ األكؼب از٢ ٤غو٣ب اج٢

ر ٠ هللا ػ٤ رجل ماد زبئظ ػ٤خ أ قبلخ ثج

٢ أ اؼ اقطبء اؼ٤ة ا٤ب، اضب ها٣خ اج

٣ؾوم اج٢ ٠ هللا ;٣و٠ ل ان اغجب )االزؾبه(

ػ٤ بى اب ؿ٤و مي. نا ا آفو مو

٠ اج٢ ٠ هللا ػ٤ ػل ثؼ اؼبء ٠٣ اؾل٣ش

ث٢ء ٣لؼ. ن األضخ ٣طوػ ائا ٣ ػ٠

األ٤بء. ني ، رلف ن الهاخ ه هللا أ ٣لؼ ض ن

٠ اج٠ ٠ هللا ػ٤ ك٢ زت ا٠ اصجبد ها٣بد

اؾل٣ش.

اج٢ االززبط ك٢ ن الهاخ ٣ضجذ ؾخ ها٣بد

٠ هللا ػ٤ ا٢ء ٣لؼ. ؽ٤ش اجلأ ، و٣ل ك٢

ـ( أ 0521ن الهاخ أ ضجذ اززبعبد اب٢ )د.

ؾل ٤ب اؼوو از٢ ر ػ٠ أ ال ٣عل ػو

٠ )االزيا ثبرجبع اج٢ ؾل ٠ هللا ػبو االرجبع أ ازؤ

اج٢ ٠ هللا ػ٤ ث٢ء ػ٤ ( ك٢ ها٣بد

٣لؼ أل اج٢ ل ٣لهى أ ٣لؼ مي. ثؼجبهح أفو،

اج٢ ٠ هللا ػ٤ ػل ن٣ اجبؽض٤، كب ها٣بد

٤ ل٣ ٢ء ؾز، ثبإلبكخ ا٠ أكخ ػ٠ أ اغ٤ اوبك

)اؾبثخ ازبثؼ٤( ٣زجؼا ن اخ.

Page 12: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ xii ]

اج٢ ٠ هللا فالخ ن الهاخ ا٠ أ ها٣بد

ػ٤ ث٢ء ٣لؼ رورج ا٠ ؽل ل٣ل ثلهاخ االد

(teology) ػ ػخ اج٢ آصبه ػ٠ ازلببد ك٢ ،

اصجبد أؿوا ؼب٠ ا كو اؾل٣ش. ك٢ ن الهاخ ،

اج٢ ٠ هللا ػ٤ علد "صبئ٤خ" ك٢ االزغبثخ ها٣خ

ث٢ء ٣زؾوو ، ٢ ث٤ هق اوك اوج ،

فو ل هق اوك اوج ؼب، ثبؼ٠ ثن عك أ

اج٢ ٠ هللا ػ٤ ث٢ء ٣لؼ ا ها٣بد

٣زؾون.

ك٢ اب٣خ، نا اجؾش ك٠ االرغب ازل٤و ااؽل ثبث

ـ( ٣زلن ثب هب ابكؼ٢ 979 - 919ؽغو ا٤ز٢ )

ـ( ، 758ـ( ، اث ر٤٤خ )د. 676ـ( ، ا١ )د. 512)د.

بهم ث ؾل اطاه١ ان٣ با ـ( 859-767او١ )

أضو ٤ال ا٠ هج ن اوا٣خ ثبزقلا اظ ض ازؤ٣ أ

اغغ. رغ٤ت األكخ ازبئظ ك٢ ن الهاخ ػ هأ١ اب٢

ـ( أ ؾل ٤ب اؼوو انه أػال، 0521)د.

و٤ب ث ثبإلبكخ ا٠ االص٤ ان٣ مو أ ب ازؾ٤ ا

هج ج٢ أ ه.

ابكه اوئ٤٤خ ك٢ ن األوؽخ ٢ ك٢ طبم زت

ازخ ازت اوػ اورجطخ. اغ٤خ ازقلخ ك٢ ن

الهاخ ٢ و٣وخ ػ٤خ ك٢ ثؾش زجخ غ ظ

هبئ٤خ. -اعزبػ٢ الر٢ ، ظ ربه٣ق٢ وبهثخ كل٤خ

ب و٣وخ ازؾ٤ ازل٤و٣خ ، ٢ رزقل ن الهاخ أ٣ و٣وخ هبكهح ػ٠ رك٤و هله ج٤و اجبؽض٤ الزبف ك

ب ورجطخ ا اؾب٤خ. رؼزجو ن اطو٣وخ بجخ أ٣

ثبلهاخ ازؾ٤٤خ ابخ.

Page 13: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ xiii ]

Abstract

The general consensus state that the meaning of the

Hadith as it is added to the Prophet is divided into three: These

three forms were not a serious debate among Muslim scholars.

Another thing if we‟ll observe and understand such an example,

which the Prophet Muhammad (peace and blessings of Allâh be

upon him) said about something or wanted something, but it did

not realized ; and he did not proved in doing anything that he was

said and wanted. Although the statements or actions that the

Prophet (peace and blessings of Allâh be upon him) impress to be

counter-productive or contrary to his infallible prophecy

(ma'ṣûm) of mistakes and defects and forgetfulness, for example

riwaya from the Prophet Muhammad wanted to fallen him self

from the height or from the mountain shoals (suicide):

Muhammad wanted to burned people's houses and so on. This

form of the last mentioned by some scholars called the hadith

hammî, that is Prophet Muhammad wanted somethings but did

not to do. One of these examples raises the question of whether

the Messenger of Allah can do such things. Therefore, this study

aims to prove the hadiths of hammî in the books of traditions.

The conclusion in this study proves the validity of the

hadith of the Prophet (peace and blessings of Allaah be upon

him), which he did not do. In principle, we want to prove the

conclusions of al-Syaukânî (w.1250 H) or Muhammad Sulaiman

al-Asyqar, which states that there is no element of follow-up or

constituency (commitment to follow the Prophet Muhammad) in

the narrations of the Prophet (peace and blessings of Allâh be

upon him) And he did not do anything because the Prophet

himself did not realize or did not do. In other words, when these

two scholars, the narrations of the Prophet (peace and blessings

of Allâh be upon him) have nothing in common, plus, there is the

evidence that the next generation (ṣahâbah and tâbiîn) did not

follow this traditions (sunnah).

This study conclude is that the narrations of the Prophet

(peace and blessings of Allâh be upon him) with something that

he did not do (hadis hammî) are closely related to the study of

Page 14: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ xiv ]

theology, which is about the infallibility of the Prophet and has

implications for the understandings in proving the purposes of the

hadith. In this study, there is a "dualism" in the response to the

hadith, the Prophet (peace and blessings of Allâh be upon him)

with something that has not been achieved. It is between the

position of refusal and acceptance, and the position of rejection

and acceptance together. In the other words, efforts were made to

understand the narrations of the Prophet (peace and blessings of

Allâh be upon him).

In the end, this research in line with the thinking of Ibn

Hajar al-Haitami (909-974 H) and support to the opionion of al-

Syâfi‟î (w.205), al-Nawawî (676), Ibn Taimiyah (w.728), al-

Harawî (767) -829 H) and Ṭariq bin Muhammad al-Ṭawârî, who

were more inclined to accept this riwaya of hammî by using the

method, such as interpretation methode (ta’wîl) or compromise

method (al’jam’). The evidence and findings in this study answer

the opinion of al-Syaukânî (w.1250 H) or Muhammad Sulaiman

al-Asyqar mentioned above, in addition to the two mentioned that

it was impossible to do it by a prophet or messenger.

The main sources in this research are in the scope of six books

(Kutub al-Sittah) and the books of annotations (kutub syurûh).

The methodology used in this study is a qualitative method in the

form of library research with a sociological-theological approach,

a historical approach and a philosophical-judicial approach. This

study also uses the method of interpretive analysis, a method that

is able to provide a great deal of researchers to explore and

understand the current texts. This method is also suitable for

comprehensive analytical study.

Page 15: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ xv ]

Daftar Isi

Halaman Judul__i

Kata Pengantar__iii

Pedoman Transliterasi__v

Abstrak__ix

Daftar Isi__xv

Bab Satu PENDAHULUAN__1

A. Latar Belakang Masalah__1

B. Permasalahan__10

1. Identifikasi Masalah__10

2. Pembatasan Masalah__11

3. Perumusan Masalah__12

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian__12

D. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu__13

E. Metode Penelitian__17

F. Sistematika Penulisan__20

Bab Dua HADIS HAMMÎ : ANTARA PAHAM ‘IṢMAH

DAN KEHUJJAHANNYA__23

A. Penggunaan Terminologi Hadis Hammî__23

1. Kedudukan (manzilah) Hamm Dalam Diri

Manusia__29

2. Riwayat-riwayat Hadis Hammî Dalam Kutub

al-Sittah__31

B. Paham ‘Iṣmah Para Nabi Atau Rasul : Kajian

Teologis Dalam Potret Kesejarahan Umat

Islam__44

C. Pandangan Ulama Tentang Kehujjahan Hadis

Hammî__65

Bab Tiga TAKHRÎJ HADIS-HADIS HAMMÎ__71

A. Matan dan Sanad Hadis Tentang Hamm Nabi

saw Menjatuhkan Diri Dari Atas Ketinggian

Bukit (upaya intihâr, suicide)__77

B. Matan dan Sanad Hadis Tentang Hamm Nabi

saw Membakar Rumah-rumah Penduduk Yang

Tidak Mendatangi Salat Berjama‟ah__89

Page 16: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ xvi ]

C. Matan dan Sanad Hadis Tentang Hamm Nabi

saw Melakukan Puasa Pada Tanggal 9-nya

(Tâsû’â) Atau pun Pada Tanggal 11-nya__118

D. Matan dan Sanad Hadis Tentang Hamm Nabi

saw Membuat Dua Pintu Pada Kedua Sisi

Ka‟bah__131

Bab Empat ANALISA IMPLIKASI HADIS-HADIS HAMMÎ

TERHADAP PEMAHAMAN-PEMAHAMAN

HADIS__152

A. Hadis Hammî Pertama__154

1. Masa Fatrah (Kekosongan Wahyu)__154

2. Pemahaman Seputar Hadis Pertama__155

B. Hadis Hammî Kedua dan Pemahaman-

pemahaman di Dalamnya__165

C. Hadis Hammî Ketiga__175

1. Pemaknaan ‘Âsyûrâ’, Tâsû’â’ Dan

Kesejarahannya__175

2. Pemahaman-pemahaman Seputar ‘Âsyûrâ’

Dan Tâsû’â’__180

D. Hadis Hammî Keempat__187

1. Sejarah Singkat Renovasi Ka‟bah Masa Nabi

Ibrâhîm, Quraisy, dan Masa al-Zubair__187

2. Pemahaman-pemahaman Seputar Pembuatan

Dua Pintu Ka‟bah__192

Bab Lima PENUTUP__199

A. Kesimpulan__199

B. Saran__200

Daftar Pustaka__201

Boidata Penulis__211

Page 17: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 1 ]

Bab Satu

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah salah satu agama Semitik (dalam pengertian agama

samawi yang sama dalam hal memiliki kitab suci) yang diturunkan paling

akhir oleh Tuhan untuk menyampaikan firman-Nya (wahyu) kepada umat

manusia.1 Namun, untuk menangkap maksud Tuhan, tidak semua manusia

dianggap mampu dan pantas menerimanya, kecuali seorang nabi atau rasul

yang bisa dan mampu menjadi perantara sekaligus penjelasnya di antara

kehendak Tuhan dan manusia.2

Jadi, maksud dan isi risâlah tersebut dijelaskan oleh nabi Muhammad

saw3 untuk umatnya telah benar sesuai dan selaras dengan persetujuan atau

kehendak Allâh SWT. Dengan demikian, segala bentuk perintah sekaligus

larangan nabi Muhammad saw merupakan aturan-aturan yang dibangun di

1Toshihiko Izutsu, God And Man in The Koran : Semantics of The Koranic

Weltanschauung,(Malaysia : Islamic Book Trust, 2002), hal. 164 2Toshihiko Izutsu, God And Man in The Koran : Semantics of The Koranic

Weltanschauung, hal. 145 3Musthafa Azami memberikan sedikit gambaran terkait mandat yang diterima oleh

Nabi saw terhadap hak menjelaskan risalah Tuhan, wahyu ketuhanan (divine reception)

tersebut : “....naturally, Allah did not descend to earth to explain the meaning of this verse or

that ; by stating that „it is for Us to explain it‟ instead of „it is for you (Muhammad) to

explain it‟, Allah was conferring full legitimacy on the Prophet‟s elucidation of all verse –

not as guesswork on his part, but rather as divine inspiration from Allah Himself..”. (Tentu,

Allâh SWT tidak perlu turun ke bumi menjelaskan ayat ini atau itu. Dan hal itu sesuai

dengan penjelasan : ‘adalah tugas Kami untuk menjelaskannya’, bukannya, ‘..ini tugasmu

wahai Muhammad untuk memberi penjelasan, melainkan Allah memberi letigimasi

sepenuhnya akan kefasihan dari penjelasan (bahasa) nabi Muhammad pada seluruh ayat--

ayatnya, pada bagian ini bukan melalui perkiraan, melainkan melalui inspirasi, ilham

wahyu dari Tuhan sendiri....”). Muhammad Mustafa Azami, The History of The Qur'anic

Text From Revelation to Compilation, (Leicester, England : UK Islamic academy, tth.), hal.

52

Page 18: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 2 ]

atas dasar dan pijakan yang sama dengan perintah Allâh SWT.4 Hal tersebut

dipertegas oleh beberapa ayat al-Qur‟ân, salah satunya adalah firman Allâh

SWT5:

ؽل٤ظ بى ػ٤ بأه ٠ ك ر كول أبع هللا ٣طغ او .ب“Barangsiapa taat kepada Rasûlullâh berarti (sungguh) ia telah taat

pula kepada Allâh SWT. Dan barang siapa yang berpaling (dari

ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi

pemelihara bagi mereka.” (QS. Al-Nisâ‟/4 : 80).

هاح ك٢ از ل زثب ػ ٢ ان١ ٣غل اج٢ األ او ٣زجؼ ان٣

ػ ب ٣ ؼوف ثب و ٣ؤ غ٤ اإل ػ٤ ٣ؾو اط٤جبد ٣ؾ و ا

ه ػي اث آ كبن٣ بذ ػ٤ از٢ األؿال و ا غ ػ ٣ قجبئش ا

ؼ أئي يارجؼااهان١ أ و لؾ . ا

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, seorang nabi yang ummi,

(yang namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang

ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma‟ruf

dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan

menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi

mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban

dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang

yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan

mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al

Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al

A‟rof/7:157).

Oleh sebab itu, ditegaskan oleh Yahyâ bin Abî Katsîr, sebagaimana

dikutip al-Syaukânî (w.1250 H), bahwa maksud al-Qur‟ân hanya dapat

dipahami dengan bantuan dan melalui al-Sunnah (seperti tergambar dalam

salah satunya tentang asbâb al-nuzûl). Dengan demikian, sesuai salah satu

pendapat, muncul rumusan kaidah yang menyatakan: “al-sunnah qaḍiyyah

4Muhammad Mustafa Azami, On Schacht’s Origin of Muhammadan

Jurisprudence, (Lahore, Pakistan : Suhail Academy, Chowk Urdu Bazar, 2004), hal. 8 5Bandingkan dengan ayat-ayat lain dalam al-Qur‟ân, misal : QS. Al Hasyr/ : 7, QS.

Al Anfâl/ : 20, QS. Al-Taghâbun/ : 12 dan lain sebagainya.

Page 19: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 3 ]

‘alâ al-Qur’ân”, yakni al-Sunnah yang menentukan makna al-Qur‟ân,6

bahkan boleh dikata, menurut Makhûl dan al-Auzâ‟î, al-Qur‟ân lebih

membutuhkan kepada al-Sunnah ketimbang sebaliknya, meskipun ungkapan

tersebut tidak disepakati oleh Ibn Hanbal.7 Sehingga apa yang telah

disampaikan dan dicontohkan Nabi saw dijadikan sebagai hujjah syar’iyyah,

rujukan kedua (sumber hukum kedua, ا اضب٠) setelah al-Qur‟ân, sebab

demikian halnya dengan al-Qur‟ân, menurut al-Khaṭîb al-Baghdâdî (w. 463),

al-Sunnah pun diturunkan oleh pembawa wahyu, Jibrîl, as dari Tuhan; ia

(Jibrîl) mengajarkannya seperti halnya ia mengajarkan al-Qur‟ân.8

Dalam kondisi tertentu, sunnah dipandang sebagai sumber hukum

otoritatif, dalam arti harus diikuti, ditaati dan disandarkan pada waktu dan

tempat manapun, baik sunnah yang berkaitan dengan masalah akidah,

ibadah, mu‟âmalah maupun kehidupan pribadi Nabi saw9; menunjukkan pula

bahwa sumber syar‟iah, baik al-Qur‟ân maupun hadis adalah sama, yaitu

wahyu.10

Inilah yang menjadi acuan para ulama ahli hadis dalam

merumuskan makna hadis dengan cakupan yang lebih luas, yakni:

٠ هللا ػ اج٠ ب اصو ػ روو٣و ا ا كؼ ا ه ٤

ك٠ ؿبه ؽواء ا زؾض اجؼضخ مي هج ب اء أ ٤وح فو٤خ ا و٤خ ا لخ ف

ثؼلب.

6Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-

Haqq min ‘Ilm al-Uṣûl wa bi Hâmisyih Syarh al-Syeikh Ahmad bin Qâsim al-‘Ibâdî al-

Syâfi’î ‘alâ Syarh Jalâl al-Dîn Muhammad bin Ahmad al-Mahallî al-Syâfi’î ‘Alâ al-Waraqât

fi al-Uṣûl li al-Imâm al-Haramain ‘Abd al-Malik bin Abdillâh al-Juwainî al-Syâfi’î, (Beirut :

Dâr al-Fikr, tth), hal. 33 7 Mu‟taz al-Khaṭîb, Radd al-Hadîts Min Jihah al-Matn Dirâsah fî Manâhij al-

Muhadditsîn wa al-Uṣûliyyîn, (Beirut : al-Syubkah al-‟Arabiyyah li al-Abhâts wa al-Nasyr,

2011), cetakan ke-1, hal. 386 8Ahmad bin „Alî bin Tsâbit al-Baghdâdî Abû Bakr al-Khaṭîb (w. 463), al-Kifâyah fi

‘Ilm al-Riwâyah, (Heidar Abad : Dâirah al-Ma‟ârif al-„Utsmâniyyah, 1357), hal. 12. 9Muhammad al-Khuḍarî Bik, Târîkh al-Tasyrî’ al-Islâmî, (Mesir : Dâr al-Fikr,

1387 H/1967 M), cetakan ke-8, hal. 4-5 10

QS. Al-Najm/53 : 3-4. Bandingkan dengan QS. Al-A‟raf/7 : 157-158. Dalam

sebuah riwayat disebutkan bahwa seluruh perilaku dan perbuatan Nabi saw telah

mencerminkan nilai-nilai al-Qur‟an. Lihat, Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî

al-Naisâbûrî (206-261 H), Ṣahîh Muslim, tahqîq dan taṣhîh : Muhammad Fu‟âd „Abd al-

Bâqî, (Kairo : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-‟Arabiyyah, 1918 H), juz ke-1, hal. 512-513

Page 20: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 4 ]

“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw, baik berupa

perkataan, perbuatan, taqrîr (ketetapannya), perangai, budi pekerti,

perjalanan hidup (biografi), baik yang terjadi sebelum diangkatnya

beliau menjadi nabi (seperti ber-tahannuts, beribadah di gua Hirâ‟)

maupun setelah diangkat menjadi seorang rasul.11

Dengan pengertian ini, dari segi bentuk penyandarannya (al-

muḍâfah) kepada Nabi saw, mayoritas ulama hadis seperti halnya al-Sakhâwî

(w. 902 H) membagi hadis menjadi tiga: qauliyyah, fi’liyyah, taqrîriyyah.12

Hadis qauliyyah adalah hadis-hadis yang diucapkan oleh Rasûlullâh saw

dalam berbagai konteks dan objek serta tujuan yang berbeda-beda13

yang

menimbulkan hukum syara‟14

, seperti hadis : “Tidak boleh melakukan

sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau pun orang lain”, dan juga

ucapan beliau saw : “Bahwasanya amal perbuatan itu tergantung kepada

niatnya...”.15

Sedangkan hadis fi’liyyah menurut sebagian ahli bahasa seperti al-

Jurjânî memahaminya dengan pergerakan secara jasmani, termasuk di

dalamnya gerak jiwa (nafsiyyah) atau suatu keadaan yang berdampak atau

tidak bagi yang lain, seperti halnya memukul, berjalan, berbicara dan lain

sebagainya, bahkan „memaki‟ termasuk contoh gerakan anggota badan. „Ajâj

al-Khaṭîb memahaminya dengan semua perbuatan praktis Nabi saw yang

disampaikan (diilustrasikan) oleh para sahabat dalam bentuk ucapan (hadîts),

11

Muhammad Ṭâhir al-Jawâbi, Juhûd al-Muhadditsîn fî Naqd Matn al-Hadîts al-

Nabawî al-Syarîf, (Tunis : Mu‟assasah „Abd al-Karîm bin „Abdullâh, 1986), hal. 59. Lihat

juga Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, Uṣûl al-Hadîts ‘Ulûmuh wa Muṣṭalahuh, (Beirut : Dâr al-

Fikr, 1427 H/2006 M), hal. 19. 12

Syams al-Dîn Abî al-Khair Muhammad bin Abd al-Rahmân al-Sakhâwî al-

Syâfi‟î, Fath al-Mughîts bi Syarh Alfiyyah al-Hadîts, tahqîq : „Abd al-Karîm Abdullâh bin

Abd al-Rahmân al-Khuḍair dan Muhammad Abdullâh bin Fuhaid Âlu Fuhaid, (Riyâḍ :

Maktabah al-Minhâj, 1426 H), juz ke-2, cetakan ke-1, hal. 21 13

Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, Uṣûl al-Hadîts ‘Ulumuh wa Muṣṭalahuh, hal.14 14

Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, al-Sunnah Qabla al-Tadwîn, (Kairo : Maktabah

Wahbah, 1408 H/1988 M), cetakan ke-2, hal. 16 15

Lafaẓ hadis tersebut dikutip oleh „Ajâj al-Khaṭîb, sebagai berikut : ال ممعاالمنم"ام..."لمات يالن ب ار"رم لمومرمرم . Lihat Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, al-Sunnah Qabla al-Tadwîn, hal. 16

Page 21: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 5 ]

seperti cara berwuḍunya nabi, salat, manasik haji, dan sebagainya.16

Adapun

hadis taqrîriyyah adalah bentuk diamnya dan atau sikap menganggap

baiknya (pembenaran), dari Nabi Muhammad saw terhadap suatu ucapan

atau pun perbuatan yang muncul dari para sahabatnya, baik di hadapan

beliau maupun tidak17

disertai sikap nabi yang tidak mengingkarinya.18

Contoh yang cukup dikemukakan di sini adalah riwayat tentang keputusan

(ijtihad) yang dilakukan oleh Mu‟âdz bin Jabal sebagai delegasi yang dikirim

oleh Nabi saw ke wilayah Yaman19

, dan riwayat tentang beberapa sahabat

yang ṣalat ‘aṣar20

di Bani Quraiẓah, yakni perintah Nabi saw: “ jangan

sekali-kali salah satu di antara kalian ṣalat aṣar kecuali di Bani Quraiẓah”.

Sebagian sahabat memutuskan salat ‘aṣar setelah tiba di tempat (Banî

Quraiẓah). Sedangkan sebagian yang lain memutuskan untuk melaksanakan

salat ‘aṣar di tengah perjalanan sebelum tiba waktu malam. Melihat keadaan

yang berlainan dari dua kelompok sahabat tersebut, Nabi saw tidak mencela,

tidak menyalahkan (wa lam yu’annif) satu pun di antara mereka.21

Pembagian hadis selanjutnya adalah hadis hammî atau hammiyyah

sebagaimana disebutkan oleh di antaranya al-Syaukânî (w. 1255 H).

Menurutnya, yang dimaksud dengan hadis hammî tersebut adalah tentang

keinginan-keinginan Nabi saw yang sudah terucapkan, tercatat dalam kitab-

kitab kanonik hadis, namun realitasnya tidak pernah diwujudkan oleh

Rasûlullah saw dalam sebuah tindakan,22

yakni tindakan atau ucapan yang

16

„Alî bin Muhammad al-Sayyid al-Syarîf al-Jurjânî, Mu’jam al-Ta’rîfât Qâmûs li

Muṣṭalahât wa Ta’rîfât ‘Ilm al-Fiqh wa al-Lughah wa al-Falsafah wa al-Manṭiq wa al-

Taṣawwuf wa al-Nahw wa al-Ṣarf wa al-‘Arûḍ wa al-Balâghah, tahqîq : Muhammad Ṣiddîq

al-Mintsawî, (Kairo: Dâr al-Faḍîlah, tth.), hal. 141. Lihat juga, Muhammad „Ajâj al-Khathîb,

Uṣûl al-Hadîts ‘Ulumuh wa Muṣṭalahuh, hal.14 17

Muhammad Ṭâhir al-Jawâbî, Juhûd al-Muhadditsîn fi Naqd Matn al-Hadîts al

Nabawî al-Syarîf, hal. 90 18

Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, al-Sunnah Qabla al-Tadwîn, hal. 17 19

Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, al-Sunnah Qabla al-Tadwîn, hal. 17-18 20

Riwayat yang menyebutkan salat ẓuhur terdapat dalam Abu al-Husain Muslim bin

al-Hajjaj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz ke-5, hal. 162 21

Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh al-

Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, tahqîq : Muhîb al-Dîn al-

Khaṭîb, (Kairo : al-Salafiyyah, 1400 H), cetakan ke-1, juz ke-1, hal. 300 22

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-

Haqq min ‘Ilm al-Uṣûl wa bi Hâmisyih Syarh al-Syeikh Ahmad bin Qâsim al-‘Ibâdî al-

Page 22: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 6 ]

urung dilakukan atau tidak diwujudkan. Misalnya : pertama, riwayat tentang

rencana atau keinginan Nabi saw menjatuhkan diri dari ketinggian puncak

gunung23

yang terjadi pada masa awal turunnya wahyu yang pertama. Secara

tekstual, makna ẓâhir hadis menunjukkan suatu keinginan Nabi saw, yang

pada akhirnya tidak ada sejarah yang membuktikan bahwa keinginan

tersebut beliau wujudkan.

Kedua, riwayat tentang rencana Nabi saw akan membakar rumah-

rumah warga yang tidak mengikuti salat berjama‟ah, bukan karena

meninggalkan salat.24

Ketiga, riwayat tentang rencana Nabi saw akan

melaksanakan puasa tâsû’â’25

sebagai pembanding dalam pelaksanaan puasa

„âsyûrâ’, dengan pertimbangan supaya tidak menyamai (menyerupai,

tasyabbuh) dengan puasanya orang Yahudi.26

Namun hingga Nabi saw

wafat, puasa tersebut (tasû’â) tidak terlaksana sebab beliau saw sudah

berpulang di sisi Allâh SWT, tersirat dalam sabda beliau saw: „fa idzâ kâna

al-‘âm al-muqbil‟ (jika umur beliau saw sampai tahun yang akan datang).27

Keempat, disebutkan dalam sejarah, di mana untuk yang kedua

kalinya Ka‟bah harus mengalami perbaikan di berbagai sisinya oleh pihak

Quraisy, termasuk di dalamnya Nabi saw (berusia 35 tahun) yang ikut

berpartisipasi penting, setelah sebelumnya pembangunan Ka‟bah untuk

pertama kalinya dilakukan oleh nabi Ibrâhîm dan puteranya Ismâ‟îl, as atas

Syâfi’î ‘alâ Syarh Jalâl al-Dîn Muhammad bin Ahmad al-Mahallî al-Syâfi’î ‘alâ al-Waraqât

fi al-Ushûl li al-Imâm al-Haramain ‘Abd al-Malik bin Abdillâh al-Juwainî al-Syâfi’î, hal. 41 23

Abî Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-4, hal. 295 24

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 218 25

Abî Bakr Ahmad bin al-Husain bin „Alî al-Baihaqî, al-Sunan al-Kubrâ, (Beirut :

Dâr al-Ma‟rifah, tth.), juz ke-4, hal. 287 26

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ al-Tirmidzî, al-Jâmi’ al-Kabîr, tahqîq : DR.

Basysyâr „Awwâd Ma‟rûf, (Beirut : Dâr al-Gharb al-Islâmî, 1996), cetakan ke-1, jilid ke-2,

hal. 120 27

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 797-798

Page 23: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 7 ]

perintah Allâh SWT.28

Tatkala disinggung perihal tersebut, beliau saw

langsung mengatakan:

“Wahai „Â‟isyah, jikalau bukan karena kaummu baru lepas dari

kejahiliyyahan, sungguh aku ingin memerintahkan mereka

menghancurkan Ka‟bah lalu membangunnya, dan aku masukkan ke

dalamnya apa yang telah dikeluarkan darinya, dan aku buat pintunya

menempel dengan tanah, serta aku buatkan pintu timur dan barat

(riwayat lain : dua pintu, bâbain), dan aku sesuaikan dengan pondasi

Ibrâhîm”.29

Keempat bentuk riwayat ini oleh sebagian ahli disebut dengan hadis

hammî. Sedangkan maksud dari terminologi hammî di sini adalah suatu

bentuk keinginan atau rencana yang telah diucapkan atau dinyatakan oleh

Nabi Muhammad saw, namun keinginan tersebut tidak diwujudkan atau

tidak direalisasikan oleh beliau. Penyebutan riwayat-riwayat tersebut

berdasarkan tulisan di antaranya oleh al-Syaukânî (w.1255 H), Muhammad

Sulaimân al-Asyqar, Muhammad Ṣâlih al-Munjid, Nabîl Hâmid Khaḍr.

Mengenai keinginan-keinginan Nabi saw tersebut muncul beberapa

tanggapan dan pendapat para ulama yang menjurus kepada persoalan agama,

dan masing-masing secara tidak langsung masuk kepada ranah teologis.

Masing-masing pendapat mengkaitkan masalah tersebut dengan

kemaksuman beliau saw sebagai seorang nabi, baik pendapat yang

menyatakan kemaksuman sebagai bagian dari pengukuhannya kepada

seorang nabi maupun kemaksuman yang semestinya tidak muncul dari Nabi

saw30

atau tidak mungkin dilakukan oleh seorang nabi, apalagi mengesankan

„kesan miring‟ kepadanya. Dengan ungkapan lain, keempat riwayat tersebut

28

Muhammad Sa‟id Ramaḍân al-Bûṭî, Fiqh al-Sîrah al-Nabawiyyah Ma’a Mujîz li

Târikh al-Khilâfah al-Rasyîdah, (Beirut : Dâr al-Fikr al-Mu‟âṣir, 1411 H/1991 M), cetakan

ke-10, hal. 87-88 29

Abî Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî, Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-1, hal.

227 30

Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-Futûhî al-Hanbalî al-Ma‟rûf

bi Ibn al-Najjâr, Syarh al-Kaukab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtaṣar al-Tahrîr au al-

Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtaṣar fî Uṣûl al-Fiqh, tahqîq : Dr. Muhammad al-

Zuhaili dan Dr. Nazîh Hammâd, (al-Mamlakah al-„Arâbiyyah al-Sa‟ûdiyyah : Wazârah al-

Syu‟ûn al-Islâmiyyah wa al-Auqâf wa al-Da‟wah wa al-Irsyâd, 1413 H/1993 M), juz ke-2.,

hal. 166-167

Page 24: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 8 ]

mengisyaratkan suatu perbuatan atau statement Nabi Muhammad saw yang

dalam kenyataannya tidak terwujud atau tidak dibuktikan dalam sebuah

keputusan praktis (perbuatan). Di samping itu, secara literal, redaksi riwayat-

riwayat tersebut memberikan makna atau kesan negatif, yakni suatu hal yang

tidak mungkin dilakukan oleh seorang nabi atau rasul, sehingga muncul

pertanyaan apakah mungkin seorang nabi melakukan kesalahan atau

kekeliruan dalam mengambil keputusan? Sebagai umat akan mengikuti

sunnah tersebut atau meninggalkan? Hal ini erat kaitannya dengan kajian

tentang kemaksuman seorang nabi atau rasul dalam ranah teologi yang telah

menjadi pembahasan cukup panjang oleh berbagai pandangan ulama.

Al-Syaukânî sendiri dan ulama lain yang mendukungnya, tidak

mengakui hadis hammî sebagai bagian dari sunnah Nabi saw, jika dilihat dari

motif di balik pembentukan hukumnya (legal ratio). Selain itu, menurutnya,

hal itu hanya muncul sebagai „goresan hati‟, yang tidak ada unsur mengikat

dalam pelaksanaan hukumnya.31

Pendapat kedua muncul dari kalangan Syâfi‟iyyah, sebagaimana

diungkap oleh al-Zarkâsyî (745-794 H), mereka bersikukuh menjadikannya

sebagai bagian dari sunnah Nabi saw yang mesti dilaksanakan oleh umat,

meskipun dalam rotasi istinbâṭ-nya akan mendahulukan sunnah yang bersifat

qaulî, lalu fi’lî, lalu taqrîr Nabi Muhammad saw, kemudian jika di dalam

ketiganya tidak bisa didapati sumber hukum yang bisa dijadikan dalam

penetapan hukum, maka langkah selanjutnya adalah menjadikan sunnah

hammî sebagai dalilnya.32

Masalah ini bukan sekedar berimplikasi terhadap posisi basyariyyah

Nabi saw dalam tataran beliau sebagai manusia yang mampu untuk

berkomunikasi dengan Tuhan.33

Namun, terkait kenabian atau kerasulan, dan

31

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-

Haqq min ‘Ilm al-Uṣûl wa bi Hâmisyih Syarh al-Syeikh Ahmad bin Qâsim al-‘Ibâdî al-

Syâfi’î ‘alâ Syarh Jalâl al-Dîn Muhammad bin Ahmad al-Mahallî al-Syâfi’î ‘alâ al-Waraqât

fi al-Uṣûl li al-Imâm al-Haramain ‘Abd al-Malik bin Abdillâh al-Juwainî al-Syâfi’î, hal. 42 32

Badr al-Dîn Muhammad bin Bahâdur bin „Abdillâh al-Zarkasyî al-Syâfi‟î, al-

Bahr al-Muhîṭ fî Uṣûl al-Fiqh, (Kairo : Dâr al-Ṣafwah, 1409 H/1988 M), cetakan ke-1, juz

ke-4, hal. 211 33

Muṣṭafâ Ṣabrî, Mauqif al-‘Aql wa al-‘Ilm wa al-Âlim min Rabb al-‘Âlamîn wa

Ibâdihi al-Mursalîn, (Beirut : Dâr Ihyâ‟ al-Turâts, 1981), juz ke-4, hal. 152

Page 25: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 9 ]

kemukjizatan yang pada akhirnya berimplikasi erat terhadap keinginan-

keinginan (hamm) yang berada dalam diri Rasûlullâh saw dan secara khusus,

akan membawa konsekuensi bagi umat yang meyakini sepenuhnya bahwa

apa yang beliau ketahui (pengetahuan) dan semua yang beliau ucapkan tidak

beliau lakukan kecuali kebenaran34

yang murni bersumber dari ajaran

Tuhan.35

Selain itu, terkait otoritas sunnah atau hadis akan membawa

implikasi maupun dampak jika diterapkan dalam sistem hukum Islam yang

substantif, minimal akan berdampak pada alam pemikiran Islam itu sendiri.

Maka sunnah yang sebelumnya dianggap sebagai ajaran yang otoritatif untuk

dilaksanakan di tempat dan waktu di mana pun akan beralih menjadi tidak

lagi otoritatif.36

Dengan demikian, penelitian mengenai keinginan-keinginan ataupun

rencana Nabi Muhammad saw yang tidak terwujud (tidak terealisasi) dalam

bentuk hadis-hadis hammî, menjadi kajian yang krusial sebagai standar

penilaian atas otoritas hadis Nabi Muhammad saw. Di samping kajian ini

akan bersinggungan langsung dengan problem teologis terkait ‘iṣmah al-

nubuwwah’ (kemaksuman nabi) dari suatu tindakan yang salah atau keliru

bahkan memberikan kesan negatif, pembahasan tersebut tidak akan lepas

dari dua konteks yang berbeda. Pertama, hadis sebagai bagian penjelas al-

Qur‟ân (mubayyin) yang dijadikan sebagai pedoman umat Islam. Kedua,

hamm Nabi saw tersebut memiliki implikasi baik secara langsung atau tidak

terhadap sikap bahkan mungkin ideologi religiousitas umat secara

keseluruhan sebagai bentuk dari konsekuensi dinamika evolusi otoritas

Sunnah Nabawiyyah.

34

Faruk Terzic, The Problematic of Prophethood and Miracle : Mustafa Sabri’s

Response, (Islamabad : International Islamic University, Islamic Studies 48, 2009), no. 1,

hal. 11 35

Statement ini berdasarkan satu riwayat dari Ahmad bin Hanbal dan Abî Dâwûd

dari jalur Yûsuf bin Mâhik dari Abdillâh bin „Amr, sebagaimana dikutip oleh Ahmad bin

„Alî bin Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî ‘Abdillâh

Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, tahqîq : „Abd al-„Azîz bin „Abdillâh bin Bâz, (tt. : al-

Maktabah al-Salafiyyah, tth.), juz ke-10, hal. 207 36

Sherman Jackson, From Prophetic Action to Constitutional Theory, dalam

(International Journal of Middle East Studies, 25), I, 1993, hal. 71-90

Page 26: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 10 ]

Oleh sebab itu, dalam kaitannya dengan hadis-hadis hammî yang

masih mewariskan banyak perdebatan di antara para ahli, maka bersikap

menerima atau pun menolak salah satu pendapat mestilah didasarkan dengan

dalil-dalil dan kajian yang sangat mendalam. Dalam kerangka tersebut

ditambah semangat, ghîrah, mencari kebenaran universal, penulis mencoba

untuk membahas permasalahan dan problematika seputar hadis-hadis hammî

dan keterkaitannya terhadap berbagai implikasi yang ditimbulkan, dengan

melakukan suatu kajian secara mendalam melalui penulisan tesis dengan

judul “Hadis Hammî Nabi saw Dan Implikasinya Terhadap Pemahaman-

pemahaman Hadis”.

Implikasi yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dihasilkan atau

akibat serta dampak --baik langsung atau pun konsekuensi atas temuan hasil

suatu penelitian-- dari berbagai penafsiran dan pemikiran yang bersumber

dari naṣ-naṣ wahyu.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari paparan latar belakang masalah tersebut di atas, terdapat

persoalan besar terkait dengan posisi dan status rencana atau keinginan Nabi

saw yang tidak terealisasi dalam kajian pemikiran Islam. Di antara masalah

yang teridentifikasi dari judul tersebut adalah seperti:

a. Keterkaitan dan intervensi wahyu dalam mewujudkan dan

menginspirasi keinginan (hamm) Nabi Muhammad saw tersebut. Di

sisi lain, dalam studi teologi, paham kemaksuman menyatakan bahwa

seorang nabi dan rasul, bagaimana mungkin melakukan tindakan salah;

yang kontra produktif, tidak sesuai dengan suatu tindakan, baik terkait

dengan agama atau pun pribadi dan tidak terkecuali terkait langsung

dengan masalah dunia, bahkan umat pengikutnya, sehingga dirasa

bukan atau tidak mungkin berasal dari lisan dan sikap beliau yang

bertentangan dengan nilai-nilai universal al-Qur‟ân; bertentangan

dengan hukum-hukum bagi keumuman umat Islam.37

37

Musfir „Azmillâh al-Dumînî, Maqâyîs Naqd Mutûn al-Sunnah, (Riyâḍ: al-

Sa‟ûdiyyah, 1404 M/1984 M), cetakan pertama, hal. 112

Page 27: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 11 ]

b. Masalah yang erat kaitannya dengan masalah pertama, yaitu terkait

dengan kekuatan atau otoritas sunnah sebagai bagian dari sumber

ajaran Islam yang notabene muncul dari wahyu Allah SWT.38

c. Sejauhmana kebenaran periwayatan hadis hammî, apakah hal tersebut

akan bersifat mengikat atau tidak sebagai konsekuensi terhadap

pengingkaran terhadapnya.

d. Bagaimana pandangan para ulama, baik yang mendukung atau pun

yang tidak, dalam memahaminya. Hal ini memunculkan implikasi

terhadap pemahaman-pemahaman para ulama yang beragam.

e. Menetapkan kategorisasi hadis hammî dan status kebenaran atau

kesahihan terhadap kehujjahan hadis-hadis hammî tersebut.

f. Apakah ada keterkaitan teologis antara kemaksuman dengan hadis-

hadis hammî

g. Munculnya implikasi atau pengaruh serta dampak yang ditimbulkan

dari sikap menerima hadis tersebut sebagai hujjah atau menolaknya

sebagai bagian dari sunnah nabawiyyah.

2. Pembatasan Masalah

Dari berbagai masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, penulis

tidak bermaksud menjawab semua permasalahan yang ada, meskipun pada

gilirannya, dalam sebuah penelitian, tentu terdapat sedikit singgungan-

singgungan di dalamnya sebagai bagian komprehensif untuk mendapatkan

jawaban dan informasi yang argumentatif, lebih akurat, mendalam, dan

tajam.39

Dalam hal ini, penulis akan membatasinya pada hal-hal sebagai

berikut :

a. Pandangan-pandangan para ulama terhadap kebenaran atau tingkat

kehujjahan hadis-hadis hammî, apakah ia akan tetap dipertahankan

sebagai hujjah syar‟iyyah, atau sebaliknya hanya sekedar sebagai

bagian dari kisi-kisi historis dari sekelumit kehidupan Rasûlullâh saw.

38

QS. Al-Najm/53 : 3-4. Lihat juga Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqallânî, Fath

al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-10,

hal. 207 39

Muhammad Muṣṭafâ al-A‟ẓamî, Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhadditsîn

Nasy’atuh wa Târikhuh, (Mamlakah al-„Arâbiyyah al-Sa‟ûdiyyah : Maktabah al-Kautsar,

1410 H/1990 M), cetakan ke-3, hal. 6.

Page 28: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 12 ]

b. Pandangan ulama terhadap ada tidaknya relasi teologis antara paham

iṣmah dan hadis-hadis hammî. Konsekuensi logis dari kondisi tersebut,

akan memunculkan berbagai implikasi yang terkait di dalamnya, yaitu

keterkaitan implikatif dalam pemahaman-pemahaman para sarjana

muslim (ulama).

Dalam upaya menelusuri standarisasi kesahihan hadis-hadis terkait,

baik dari segi sanad maupun matannya, penelitian ini dibatasi hanya pada

penilaian yang dikemukakan oleh para ulama pensyarah kitab hadis, semisal

Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bârî atau Badr al-Dîn al-„Ainî dalam kitab

‘Umdah al-Qârî, atau al-Harawî (767 H-829 H) dalam Faḍl al-Mun’im, al-

Mizzî dalam Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, dan al-Dzahabî al-

Dimasyqî dalam al-Kâsyif fî Ma‟rifah Man Lahu Riwâyah fî Kutub al-Sittah

wa Hâsyiyatuh (kitab catatan yang menyertai al-Kâsyif karya Burhân al-Dîn

Abû al-Wafâ) dan lain-lain, tanpa menyebutkan penilaian lebih lanjut dan

lebih mendalam terkait standarisasi yang digunakan dalam kritik hadis. Hal

ini akan memudahkan penulis dalam melakukan penelitian tanpa harus

menggali lebih jauh terhadap analisa sanad dan matan hadis.

3. Perumusan Masalah

Sebagaimana diketahui bahwa perdebatan (ikhtilâf) di tengah-tengah

masyarakat tentang keinginan atau rencana (hamm) Nabi saw yang tidak

terealisasi sangat berpengaruh kuat dalam melihat kembali di dalamnya

sebagai bagian dari otoritas sunnah dan tentunya bagian dari ajaran agama.

Untuk itu, dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan tersebut di atas,

penelitian ini akan menjawab pertanyaan, sebagai berikut :

a. Bagaimana pandangan para ulama tentang kebenaran atau tingkat

kehujjahan hadis-hadis hammî?

b. Apakah ada keterkaitan antara relasi teologis kemaksuman nabi

dengan eksistensi hadis-hadis hammî dan bagaimana implikasi hadis-

hadis tersebut terhadap pemahaman-pemahaman para ulama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Dari perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

penelitian ini memiliki tujuan, sebagai berikut:

Page 29: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 13 ]

a. Menganalisa ada atau tidaknya keterkaitan teologis kemaksuman

seorang nabi dengan hadis-hadis hammî melalui pandangan para ulama.

b. Mengungkapkan berbagai jalur riwayat hadis-hadis hammî dalam kitab-

kitab hadis (cakupan Kutub al-Sittah).

c. Menganalisa implikasi-implikasi hadis hammî yang terungkap dalam

berbagai pandangan dan pemahaman para ulama.

Adapun manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini di antaranya

adalah sebagai berikut:

a. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan rujukan ilmiah terkait

persinggungan antara paham ‘iṣmah dengan hadis-hadis hammî.

b. Dengan penelitian ini dapat menemukan kebenaran terkait kehujjahan

hadis-hadis hammî sekaligus memahami implikasinya dalam berbagai

pemahaman para ulama.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi penyemangat

terhadap penelitian-penelitian yang selanjutnya terutama terkait dengan

berbagai tindakan, ucapan, sikap Nabi saw, baik yang bertendesi pada

murni wahyu atau pun posisinya sebagai manusia biasa dengan berbagai

dampak interpretatif atau implikasinya dalam tradisi keilmuan Islam.

D. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu

Penelitian dan kajian hadis-hadis Nabi Muhammad saw yang bersifat

hammiyyah, yakni hadis-hadis yang terkait dengan keinginan atau harapan

Nabi saw yang tidak terealisasi, telah banyak dilakukan oleh para sarjana

Muslim, baik dalam berbagai bentuk buku maupun blog atau mimbar tanya

jawab.

Adapun singgungan-singgungan terkait pembahasan atau kajian

tersebut dapat dilihat pada beberapa kitab misalnya :

Pertama, kitab Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm al-Uṣûl

karya al-Syaukânî (w.1255 H). Dalam karyanya tersebut, al-Syaukânî

(w.1255 H) memberikan tema pembagian hadis atau sunnah secara

berurutan, sebagaimana tersebut di atas dalam tiga bagian sunnah Nabi saw,

lalu menyebutkan bagian selanjutnya (yang keempat), yakni “mâ hamma bihi

ṣallâ Allâh ‘alaih wa sallam wa lam yaf’alhu (riwayat-riwayat tentang

keinginan Nabi saw yang tidak terealsasikan, urung dikerjakan”. Terkait hal

Page 30: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 14 ]

itu, ia menyatakan bahwa bagian tersebut bukan bagian dari sunnah Nabi

saw, dan tidak ada suatu tuntutan untuk melaksanakannya, berseberangan

dengan aṣhâb al-Syâfi’î yang mengakuinya sebagai bagian dari sunnah Nabi

saw yang mesti diikuti. Bagi al-Syaukânî, hal tersebut tidak sesuai dengan

perintah Allâh SWT untuk mengikutinya ; tidak ada unsur ittibâ’ atau ta’assî

terkait hal itu.40

Kedua, kitab Syarh al-Kaukab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtaṣar

al-Tahrîr au al-Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtaṣar fî Uṣûl al-Fiqh,

karya al-„Allâmah al-Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin

„Alî al-Futûhî al-Hanbalî al-Ma‟rûf bi Ibn al-Najjâr (w.972 H). Dalam

karyanya tersebut, Ibn al-Najjâr (w.972 H) menyebutkan bahwa “mâ hamma

al-nabî ṣallâ Allâh ‘alaih wa sallam bi fi’lihi wa lam yaf’alhu” merupakan

bagian dari sunnah yang dijadikan hujjah syar’iyyah. Baginya, sesuatu yang

menjadi keinginan beliau saw tetap menjadi bagian dari kebenaran yang

dituntut oleh syara’ dalam menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan

aspek hukum di dalamnya (bayân al-syar’iyyât). Dalam karyanya tersebut, ia

mengkorelasikan aspek-aspek yang berkaitan dengan paham kemaksuman

nabi („iṣmah) di samping menyuguhkan berbagai perdebatan teologis dari

para ahli kalam, yang pada gilirannya ia lebih mengunggulkan pendapat

yang menyokong keharusan menjadikan kehujjahan hadis hammî.41

Ketiga, kitab Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-Ahkâm al-

Syar’iyyah, karya Muhammad Sulaimân al-Asyqar. Ia menyuguhkan karya

yang memberikan elaborasi yang cukup panjang dan rinci, lalu

mendeskripsikan terhadap berbagai bentuk tindakan dan keseharian Nabi

saw yang menggambarkan beliau tidak hanya sebagai rasul atau utusan

40

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-

Haqq min ‘Ilm al-Uṣûl wa bi Hâmisyih Syarh al-Syeikh Ahmad bin Qâsim al-‘Ibâdî al-

Syâfi’î ‘alâ Syarh Jalâl al-Dîn Muhammad bin Ahmad al-Mahallî al-Syâfi’î ‘alâ al-Waraqât

fi al-Ushûl li al-Imâm al-Haramain ‘Abd al-Malik bin Abdillâh al-Juwainî al-Syâfi’î, hal.

41-42 41

Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-Futûhî al-Hanbalî al-Ma‟rûf

bi Ibn al-Najjâr, Syarh al-Kaukab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtaṣar al-Tahrîr au al-

Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtaṣar fî Uṣûl al-Fiqh, tahqîq : Muhammad al-Zuhaili

dan Nazîh Hammâd, (al-Mamlakah al-„Arabiyyah al-Sa‟ûdiyyah : Wazârah al-Syu‟ûn al-

Islâmiyyah wa al-Auqâf wa al-Da‟wah wa al-Irsyâd, 1413 H/1993 M), juz ke-2., hal. 166-

177

Page 31: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 15 ]

Tuhan, lebih dari itu, beliau juga sebagai sosok dan pribadi layaknya

manusia biasa pada umumnya.

Secara umum, dalam karyanya, Sulaimân al-Asyqar menilai bahwa

keseluruhan perbuatan dan tindakan Nabi saw bersumber dari wahyu yang

meniscayakan kepatuhan kepadanya, baik perbuatan beliau dalam cakupan

ibadah maupun dalam konteks layaknya manusia biasa pada umumnya,

sebab itu merupakan contoh ajaran dari kehidupan manusia. Namun

demikian, tidak semua hal yang muncul dari diri Nabi Muhammad saw

mengharuskan untuk diikuti. Bagi M. Sulaimân al-Asyqar, kewajiban

seorang muslim adalah mentaati perintah yang muncul dari beliau dengan

mengetahui konteks perintah beliau itu sendiri, bukan melaksanakan dengan

„taqlid buta‟ tanpa mengetahui bentuk perintah atau bukan.42

Dalam hal ini,

khususnya yang terkait dengan hamm Nabi saw, pendapatnya boleh dibilang

selaras dengan pendapat dan pendirian al-Syaukânî, sebagaimana pula ia

telah mengutipnya.

Keempat, kitab al-Bahr al-Muhîṭ fî Uṣûl al-Fiqh karya Badr al-Dîn

Muhammad bin Bahâdur bin Abdillâh al-Zarkasyî al-Syâfi‟î (745-794 H).

Dalam karyanya, al-Zarkasyî al-Syâfi‟î (745-794 H) sebagaimana terlihat

sama pendiriannya dengan Ibn al-Najjâr (w.972 H) tersebut di atas, bahkan

lebih bersifat me-genaralisasi dalam pembahasannya tanpa memisahkan

antara keinginan Nabi saw yang terealisasi dan yang tidak terealisasi.

Kelihatannya, al-Zarkâsyî lebih memfokuskan pada pembahasan pada aspek

lain ketimbang menyinggung tentang riwayat-riwayat hammî. Terbukti,

ketika ia memberikan suatu contoh hadis hammî yang menimbulkan

kontroversi (al-ta’âruḍ), ia kembalikan kepada kitab asal yang memunculkan

perdebatan tersebut.43

Keempat karya tersebut di atas memberikan contoh riwayat tentang

Nabi Muhammad saw yang berkeinginan membakar rumah-rumah orang

42

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, (Beirut : al-Risâlah, 1424 H/2003 M), cetakan ke-6, Juz ke-1, hal.

382-404 43

Badr al-Dîn Muhammad bin Bahâdur bin „Abdillâh al-Zarkasyî al-Syâfi‟î, al-

Bahr al-Muhîṭ fî Uṣûl al-Fiqh, (Kairo : Dâr al Shafwah, 1409 H/1988 M), cetakan pertama,

juz ke-4, hal, 211

Page 32: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 16 ]

yang tidak mengikuti salat berjama‟ah. Berbeda dengan al-Zarkasyî (745-

794 H), al-Syaukânî (w.1255 H) dan M. Sulaimân al-Asyqar menetapkan

untuk tidak menjadikan riwayat tersebut sebagai bagian sunnah yang harus

diikuti oleh umat.

Kelima, tulisan dalam bentuk blog atau mimbar tanya jawab dalam

rubrik : “al-Islâm Su’âl wa Jawâb”, di www. IslamQA.info., yang dipimpin

oleh Muhammad Ṣâlih al-Munjid, yang diupload pada hari Selasa, 29 Jumâdî

al-Âkhir, 1438 H / 28 Maret 2017 M, dan tulisan dengan judul yang sama

juga disajikan oleh Majelis Alûkah dalam www.alukah.net.

Muhammad Ṣâlih al-Munjid, menyebutkan dalam tulisannya dengan

tema: “Riwâyah Hamm al-Nabî Ṣallâ Allâh ‘Alaih wa Sallam bi al-Intihâr lâ

Taṣîhh lâ Sanadan wa Lâ Matnan”, yakni tentang riwayat hamm atau

keinginan Nabi saw melakukan tindakan bunuh diri (intihâr). Tema yang

sama tersebut juga diusung oleh Majelis Alûkah, yang menyajikan lebih luas

cakupan dalam perbandingan matan-matan hadis terkait. Menurutnya,

riwayat tersebut, sebagaimana terdapat dalam Ṣahîh al-Bukhârî bermasalah

dari sisi matan maupun sanadnya. Argumentasi yang ia ajukan berawal dari

ketidakmungkinannya seorang nabi yang melakukan tindakan bodoh, yakni

bunuh diri. Ia menyimpulkan bahwa sanad serta matan riwayat tersebut bâṭil

dan palsu (mauḍû’) dengan dukungan dari berbagai pendapat yang cukup

kuat menurutnya.44

Keenam, tulisan dalam blog.Nabîl Hâmid Khaḍr, 27 Juni 2009 M/4

Rajab 1430 H. Nabîl Hâmid Khaḍr mengawali tulisannya dengan tajuk:

“Dalâlah Mâ Hamma al-Rasûl saw bi Fi’lihi wa Lam Yaf’alhu” tentang

penggunaan term hamm dan beberapa contohnya. Menurutnya, untuk

memahami keinginan Nabi saw, sebagaimana tersebar dalam kitab-kitab

induk hadis, tidak mengharuskan dengan menggunakan lafaẓ hamm

(musytâq bi lafẓ hamm), namun bisa tanpa menggunakan lafaẓ hamm, yakni

dilihat dari makna redaksi yang memberikan pengertian bahwa keinginan

tersebut tidak atau belum terealisasi.

44

Muhammad Ṣâlih al-Munjid, (https://islamqa.info), Selasa, 29 Jumâdî al-Âkhir,

1438 H/28 Maret 2017 M, hal. 1-6. Liihat juga, Majelis Alûkah dalam www.alukah.net.

Page 33: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 17 ]

Ia mencontohkan salah satunya adalah hadis hamm Nabi saw tentang

puasa tâsû’â’. Hal ini sudah menunjukkan bahwa keinginan beliau saw

tersebut tidak terlaksana atau tidak terjadi (lam yumḍa wa lam yaqa’). Ia

mengakui bahwa dengan adanya naṣ yang seperti ini akan berimplikasi

terhadap istinbâṭ suatu hukum atau pun pemahaman-pemahaman dalam

tradisi pemikiran Islam. Ia tidak menafikan pro-kontra yang terjadi di antara

para ahli, meski ia sendiri lebih cenderung kepada pendapat yang moderat

dan ia menegaskan bahwa kenyataan itu mesti terjadi sebagai bagian dari

kemaksuman seorang nabi, sebagaimana ia mengutip tentang kisah yang

serupa, yang pernah dialami oleh nabi Yusuf, as ketika hendak atau

berkeinginan yang sama dengan Zulaikhâ‟ untuk melakukan tindak „asusila‟,

namun urung dilakukan oleh sebab Allâh SWT menegurnya.45

Dari berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa riwayat-

riwayat tersebut tidak memiliki keterikatan dan keharusan untuk diikuti oleh

umat, namun pada akhirnya justru memunculkan implikasi pemahaman-

pemahaman dari para ulama. Oleh karena itu, penelitian dalam tesis ini akan

menjadi penting untuk dikaji lebih mendalam agar ditemukan suatu

pemahaman yang komprehensif atas pemaknaan hadis-hadis tersebut.

Dalam penelitian ini, penulis menghendaki adanya integrasi terhadap

berbagai contoh riwayat yang telah disebutkan tersebut di atas tentang

keinginan-keinginan Nabi saw yang tidak terlaksana dan keterkaitannya

dengan kenabian (relasi teologis), sebagaimana telah diungkapkan di atas.

Dalam penelitian ini juga sekaligus mencari jalan tengah atas berbagai

pemahaman di antara para ahli hadis serta menjadi landasan berpikir ilmiah

dalam upaya mencari benang merah di antara perbedaan pemahaman

tersebut.

E. Metododologi Penelitian

1. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian pustaka (library research) yang

menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian dalam bentuk kata atau

kalimat yang menghasilkan data-deskriptif. Data-data tersebut dihasilkan dan

45

Blog.Nabîl Hâmid Khaḍr, 27 Juni 2009 M/4 Rajab 1430 H.

Page 34: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 18 ]

dihimpun dari dan atau melalui data-data kepustakaan, baik berupa buku,

dokumen, artikel, jurnal, blog dan lain sebagainya. Upaya ini berupa

pengumpulan data-data primer dan sekunder, yaitu mencari dan

mengumpulkan data yang proporsional dan representatif sesuai dengan

kajian yang diangkat.

Penelusuran data-data primer dan sekunder tersebut kemudian

dideskripsikan dan dianalisa secara kritis sehingga dalam penelitian ini

penulis menggunakan metode deskriptif-analitik. Sedangkan pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis-teologis,

terkait dengan kajian yang menyentuh ranah teologi sebagai konsekuensi

dalam kajian kenabian dan doktriner agama dengan aspek sosiologis

Muhammad saw dalam tataran kemanusiaan. Pendekatan filosofis-yuridis,

terkait ada atau tidaknya dampak atau implikasi yuridis dalam kajian hadis-

hadis hammî Nabi saw.

Penelitian ini juga menggunakan metode interpretatif, yaitu metode

yang mampu memberikan keluasan bagi peneliti untuk mengeksplorasi dan

memahami teks-teks yang ada. Dan metode ini pula yang dianggap cocok

terkait keseluruhan kajian yang bersifat analitik.

Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penelitian

iniadalah karya-karyayang terkait langsung pembahasan seputar hadis- hadis

hammî Nabi saw, seperti: terutama kitab-kitab syarah hadis dalam Kutub al-

Sittah, seperti kitab Fath al-Bârî karya Ibn Hajar al-„Asqallânî dan lain

sebagainya. Selain itu, kitab Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm al-

Uṣûl (Beirut: Dâr al-Fikr, tth), karya al-Syaukânî (w.1255 H) edisi tahqîq

dan ta‟lîq: Abî Hafṣ Sâmî al-„Arabî al-Atsarî. Kedua, Syarh al-Kaukab al-

Munîr al-Musammâ bi Mukhtaṣar al-Tahrîr au al-Mukhtabar al-Mubtakar

Syarh al-Mukhtaṣar fî Uṣûl al-Fiqh, tahqîq: Muhammad al-Zuhailî dan

Nazîh Hammâd, (al-Saûdîyyah al-Ârâbiyyah: Wazârah al-Syu‟ûn al-

Islâmiyyah wa al-Auqâf wa al-Da‟wah wa al-Irsyâd, 1413 H/1993 M), karya

al-„Allâmah al-Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-

Futûhî al-Hanbalî al-Ma‟rûf bi Ibn al-Najjâr (w.972 H). Ketiga, kitab Af’âl

al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-Ahkâm al-Syar’iyyah (Beirut: al-

Risâlah, 1424 H/2003 M), karya Muhammad Sulaimân al-Asyqâr.

Page 35: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 19 ]

Termasuk dalam sumber-sumber primer terkait riwayat-riwayat hadis

hammî, tentu dilakukan dengan cara mengidentifikasi periwayatan-

periwayatan yang tersebar dalam berbagai kitab induk hadis, baik dalam

kelompok Kutub al-Sittah, seperti kitab Ṣâhîh al-Bukhârî (194-256 H), Ṣâhîh

Muslim (204-261 H), Sunan Abî Dâwûd al-Sijistânî (202-275 H), Sunan al-

Tirmidzî (209-279 H), Sunan al-Nasâ’î (215-303 H), Sunan Ibn Mâjah (209-

273), maupun di luar kelompok kitab-kitab tersebut seperti al-Musnad

Ahmad bin Hanbal (164-241 H/780-855 M), Sunan al-Kubrâ li al-Baihaqî,

dan lain sebagainya.

Adapun literatur yang mendukung, sebagai data sekunder untuk dapat

salingmelengkapi akan digali dari sumber-sumber yang masih ada kaitannya

dalam objek penelitian ini, adalah sejumlah kitab atau buku seperti kitab-

kitab syurûh al-hadîts, seperti Fath al-Bârî karya al-Imâm Ibn Hajar46

,

Ikmâl al-Mu’lim karya Qâḍî „Iyâḍ47

, al-‘Urf al-Syâdzî karya Muhammad

Unwarsyah al-Kasymîrî48

, dan lain-lain, kitab-kitab ‘Ulûm al-Hadîs dan

buku-buku dalam kajian kritik hadis, seperti : kitab Maqâyîs Naqd Mutûn al-

Sunnah49

, Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhadditsîn50

terkait landasan teori

dalam kajian kritik matan sanad hadits yang diteliti. Untuk kitab-kitab yang

membahas terkait kenabian dalam masalah teologi, seperti kitab ‘Iṣmah al-

Anbiyâ’, Kairo: Maktabah al-Tsaqâfah al-Dîniyyah, 1406 H/1986 M, cetakan

ke-1, karya al-Imâm Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H), dan lain

sebagainya.

46

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm

Abî Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, tahqîq : al-Syeikh „Abd al-„Azîz bin

Abdillâh bin Bâz, (tt. : al-Maktabah al-Salafiyyah, tth.) 47

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣabî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, tahqîq : Yahyâ Isma‟îl, (tt. : Dâr al-Wafâ‟, 1419 H/1998 M). 48

Muhammad Unwarsyah bin Mu‟ẓamsyah al-Kasymîrî, al-‘Urf al-Syâdzî Syarh

Sunan al-Tirmîdzî, taṣhîh : Mahmûd Syâkir, (Beirut : Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1425

H/2004 M). 49

Musfir „Azmillâh al-Dumînî, Maqâyîs Naqd Mutûn al-Sunnah, (Riyâḍ : al-

Sa‟ûdiyyah, 1404 M/1984 M), cetakan pertama. 50

Muhammad Ṭahîr al-Jawâbî, Juhûd al-Muhadditsîn fî Naqd Matn al-Hadîts al-

Nabawî al-Syarîf, (Tunis : Mu‟assasah „Abd al-Karîm bin „Abdullâh, 1986).

Page 36: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 20 ]

2. Teknik Analisa Data

Dalam hal teknis pengumpulan dan pengolahan (analisis) data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis, yakni alur

penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif dari objek yang diamati.51

Penelitian tersebut akan dimulai dengan cara menelaah seluruh data, baik

dari data primer ataupun data sekunder, yang telah dikumpulkan dan

dieksplorasi secara berhati-hati, rinci dan seksama, selanjutnya

dikomparasikan52

dengan berbagai pendapat yang ada, baik pendapat yang

sependapat maupun pendapat yang berseberangan. Untuk kemudian semua

data yang telah diperoleh, selanjutnya dianalisa kekuatan dan kelemahan

masing-masing, lalu dikaji terkait dampak dan implikasi yang ditimbulkan.

Dengan demikian, cara seperti ini akan menghasilkan kajian ilmiah dan

kebenaran yang obyektif.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini, penulis mengacu pada

buku Pedoman Akademik Program Magister Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan.

Dalam penelitian tesis ini terdiri dari lima bab yang memiliki

hubungan pembahasan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang

lain sehingga menjadi satu kesatuan kajian yang komprehensif dan

diharapkan mampu memberikan jawaban ilmiah dari permasalahan yang ada.

Pembagian bab-bab tersebut antara lain tergambar secara umum pada:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat seluk beluk

penelitian ini, dengan uraian mengenai latar belakang masalah itu muncul

51

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya,

2004), hal. 3 52

Teknik analisa data yang bersifat komparatif menggambarkan pola pikir dengan

membandingkan beberapa pendapat, fakta maupun peristiwa yang telah diketahui dengan

kaidah-kaidah yang dijadikan sebagai landasan dalam berpijak. Lihat, Tatan Maupun

Amirin, Metodologi Riset, (Yogyakarta : Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UIJ,

1979), hal. 4

Page 37: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 21 ]

sebagai tolok ukur pentingnya suatu kajian ilmiah (penelitian), kemudian

penulis melakukan identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah

yang sedang dibahas sebagai fokus pembahasan yang sedang dituju.

Selanjutnya, penulis melakukan langkah peninjauan terhadap kepustakaan

yang telah ada dan sedang berkembang sebelumnya, sehingga masalah yang

menjadi tujuan dalam penulisan tersebut tidak mengalami tumpang-tindih

(objek pembahasan yang sama) sebab adanya pembahasan atau kajian yang

pernah dilakukan di luar penulis sendiri. Kemudian, dalam bab yang sama,

penulis juga menyebutkan dan memilih metodologi penelitian yang

digunakan, dan terakhir menyebutkan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas tentang hadis-hadis hammî dalam kajian hadis.

Dalam bab ini akan dibagi menjadi beberapa sub, yakni sub-bab berisikan

penjelasan tentang penggunaan terminologi hadis hammî dengan berbagai

riwayat yang terkait dengannya dalam beberapa kitab induk hadis sekaligus

disinggung diskursus kehujjahan hadis-hadis hammî menurut para ulama.

Dalam bab ini pula membahas problematika kemaksuman dalam diri seorang

nabi sebagai penentu lahirnya keputusan suatu hukum hingga pembahasan

tentang konteks kesejarahan yang mengantarkan pembentukan dan gambaran

maksud dari wahyu itu sendiri.

Bab ketiga menguraikan tentang penetapan sahih atau tidaknya suatu

hadis, dalam hal ini status kesahihan hadis hammî. Lazimnya, dalam

tindakan ilmiah untuk mendapatkan dan menetapkan sahih atau tidaknya

suatu hadis atau riwayat, upaya yang dilakukan adalah takhrîj al-hadîts,

penulis akan berupaya sesuai dengan prosedur atau pun langkah-langkah

dalam pen-takhrîj-an yang selanjutnya akan didapatkan jenis atau pun

kategorisasi hadis-hadis hammî tersebut ; kesamaan lafaẓ atau memang isi

matan yang memang berbeda dalam persoalan yang sedang dibicarakan (oleh

Nabi saw).

Bab keempat merupakan bab inti dari penelitian ini yang membahas

tentang implikasi-implikasi atau dampak dari keinginan-keinginan nabi saw

yang tidak terealisasi terhadap otoritas hadis sebagai sumber ajaran Islam.

Baik dalam ranah teologis maupun interrelasi antara keinginan nabi dan

pembentukan hukum, serta kehidupan sosial lainnya dalam perkembangan

pemahaman pemikiran dalam Islam serta diuraikan di dalamnya seputar

Page 38: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 22 ]

analisa tentang sikap para ulama dalam mencari solusi menyikapi kontradiksi

di dalamnya. Selanjutnya, dalam pembahasan ini penulis menganalisa

berbagai pemahaman yang dikemukakan para ulama, yang selanjutnya

mencari dan menemukan titik temu atau „benang merah‟ antara redaksi hadis

dengan pemahaman-pemahaman para ulama tersebut.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini merupakan kesimpulan dari

penelitian tesis ini sebagai satu kesatuan suatu jawaban atas perumusan

masalah dan hasil deskripsi serta pembahasan yang telah dilakukan pada

bab-bab sebelumnya, di samping saran-saran serta kritik konstruktif untuk

melengkapi keterbatasan dalam pembahasan di atas.

Page 39: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 23 ]

Bab Dua

HADIS HAMMÎ : ANTARA PAHAM ‘IṢMAH

DAN KEHUJJAHANNYA

A. Penggunaan Terminologi Hadîts Hammî

Terminologi ini terdiri dari dua kata, yaitu hadîts dan hammî. Kata

hadîts atau al-hadîts adalah bentuk tunggal dari kata al-ahâdîts menurut

bahasa berarti : baru (al-jadîd), kebalikan dari arti: lama (ḍidd al-qadîm),

berita (al-khabar), ucapan (al-kalâm), baik ucapan yang sedikit atau pun

banyak.1 Sedangkan menurut istilah sebagaimana telah disinggung pada bab

sebelumnya, hadîts adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw,

baik berupa perkataan (qauliyyah), perbuatan (fi’liyyah), ketetapan

(taqrîriyyah), tabiat-perangai, fisik (khalqiyyah), budi pekerti, akhlak

(khuluqiyyah), perjalanan hidup (biografi), baik yang terjadi sebelum

diangkatnya nabi Muhammad saw menjadi nabi (seperti ber-tahannuts,

beribadah di gua Hirâ’) maupun setelah diangkat menjadi seorang rasûl.2

Definisi ini dinilai penulis lebih representative, dengan cakupan yang lebih

luas sebab sesuai dengan tema penelitian yang akan diangkat selanjutnya.

Sedangkan kata hamm ( ), secara bahasa (etimologi) adalah bentuk

maṣdar (noun) yang berasal dari akar kata hamma-yahummu-hamman

(hamm), atau al-hamm dan al-himm, yang memiliki arti : tujuan, maksud,

niat dan cita-cita, keinginan (al-‘azm wa al-hawâ), ‘azm/’azam (keinginan

yang kuat),3 cemas, khawatir, sedih, duka, gelisah yang terjadi dalam jiwa,

termasuk rasa sakit pada fisiknya, kurus, disebabkan kesedihan yang

berlarut-larut.4 Menurut ahli bahasa, al-Jurjânî (w. 816 H = 1413 M),

1Muhammad Ṭâhir al-Jawâbi, Juhûd al-Muhadditsîn fî Naqd Matn al-Hadîts al-

Nabawî al-Syarîf, (Tunis : Mu‟assasah „Abd al-Karîm bin „Abdullâh, 1986), hal. 59 2Muhammad Ṭâhir al-Jawâbi, Juhûd al-Muhadditsîn fî Naqd Matn al-Hadîts al-

Nabawî al-Syarîf, hal. 59 3Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,

taṣhîh : KH. Ali Ma‟shum dan KH. Zainal Abidin Munawwir, (Surabaya : Pustaka Progresif,

2014), hal. 1519 4Majd al-Dîn Muhammad bin Ya‟qûb al-Fairûz Âbâdî, Qâmûs al-Muhîṭ,

(Damaskus : Mu‟assasah al-Risâlah),1998, hal, 1171

Page 40: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 24 ]

memahami makna al-hamm sebagai suatu penetapan hati (‘aqd al-qalb)

untuk melakukan sesuatu (perbuatan) sebelum munculnya tindakan nyata,

baik menghasilkan kebaikan maupun keburukan.5 Sedangkan kata al-himm

adalah tertujunya hati dan keinginan yang keluar darinya -melalui kekuatan

rûhâniyyah- menuju sisi kebenaran untuk menghasilkan kesempurnaan atau

selain hal itu.6

Ahli bahasa lainnya, seperti al-Tahânuwî menjelaskan, kata al-hamm,

dengan dibaca fathah atau pun kasrah pada huruf ha’-nya (al-hamm/al-

himm) memiliki arti : tujuan, maksud atau keinginan untuk mewujudkan atau

tidak terhadap sesuatu hal, baik sesuatu itu (berimplikasi) mulia atau

sebaliknya. Menurutnya, Penggunaan kata al-hamm, di kalangan sufi kata

tersebut biasanya digunakan untuk pengertian: perolehan, pencapaian

martabat yang tinggi (terhormat), meskipun juga terkadang digunakan untuk

menetapkan suatu maksud atau pun perolehan dan pencapaian itu sendiri.7

Namun, al-himm (dengan kasrah pada huruf ha’-nya) berarti suatu keinginan

atau cita-cita yang cenderung untuk direalisasikan (li yuf’ala), demikian al-

Fairûz Âbâdî menjelaskan.8

Lebih lanjut, al-Tahânuwî menjelaskan bahwa hamm ini berbeda

dengan pengertian dari kata al-himmah, yang lebih cenderung kepada sikap

angkuh (kibr). Sebenarnya al-hamm ini bersifat mulia, yang secara kodrati

telah disemayamkan oleh Allah SWT pada setiap insan manusia, yang bisa

menempati sisi, tempat manapun dalam diri seseorang. Ada dua pertanda

untuk mengenali hamm ini, pertama, bersifat aktual, seketika itu (hâliyyah),

yaitu kepastian keyakinan yang (ditentukan) dengan berhasilnya sesuatu

yang menjadi tujuan. Kedua, bersifat fi’liyyah, yaitu jika gerakan-gerakan

5„Alî bin Muhammad al-Sayyid al-Syarîf al-Jurjânî (w. 816 H = 1413 M), Mu’jam

al-Ta’rîfât, Qâmûs li Muṣṭalâhât wa Ta’rîfât ‘Ilm al-Fiqh wa al-Lughah wa al-Falsafah wa

al-Manṭiq wa al-Taṣawwuf wa al-Nahw wa al-Ṣarf wa al-‘Arûḍ wa al-Balâghah, tahqîq :

Muhammad Ṣiddîq al-Minsyâwî, (Kairo : Dâr al-Faḍîlah, tth), hal. 215 6„Alî bin Muhammad al-Sayyid al-Syarîf al-Jurjânî (w. 816 H = 1413 M), Mu’jam

al-Ta’rifât, Qômûs li Muṣṭalahât wa Ta’rîfât ‘Ilm al-Fiqh wa al-Lughah wa al-Falsafah wa

al-Manṭiq wa al-Taṣawwuf wa al-Nahw wa al-Ṣarf wa al-‘Arûḍ wa al-Balâghah, hal. 216 7Muhammad „Alî al-Tahânuwî, Mausû’ah Kasysyâf Iṣṭilâhât al-Funûn wa al-

‘Ulûm, (Beirût : Maktabah Lubnân Nâsyirûn, 1996), cetakan ke-1, hal. 1744 8Majd al-Dîn Muhammad bin Ya‟qûb al-Fairuz Âbâdî, Qamûs al-Muhîṭ, hal, 1171

Page 41: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 25 ]

(aktifitas) yang beriringan bersama-sama dengan adanya rasa ketenangan

(sebelum aktualisasi), bisa dirasakan sesuai dengan apa yang menjadi

maksud dan tujuannya. Jika yang terjadi tidak demikian atau sebaliknya,

maka cita-cita dan keinginan tersebut merupakan cita-cita yang dusta,

harapan palsu (âmâl kâdzibah).9

Al-„Askarî menyebutkan ada beberapa varian kata yang semakna

(yang bermakna : keinginan) dengan hamm, namun memiliki karakteristik

dan penggunaan yang berbeda, adalah sebagai berikut:

Pertama, al-‘azm (اؼي), yakni keinginan secara umum, yang terjadi

dalam setiap perbuatan, pekerjaan (fi’l) yang khusus bagi setia manusia.

Kedua, al-zimâ’ (ايبع), yaitu keinginan yang dikhususkan untuk aktifitas

perjalanan (safar), seperti contoh ungkapan: ؼذ ا ٤و أى , (aku hendak

bepergian). Ketiga, al-irâdah (االهاكح) terjadi pada ucapan dan perbuatan (al-

qaul wa al-fi’l). Keempat, al-tayammum (از٤) berasal dari term al-

ta’ammum (ازؤ) yang berarti menuju kepada sesuatu yang berada di

hadapannya. Kelima, al-taharrî (ازؾو), yaitu keinginan untuk menempati

(tinggal) di suatu tempat. Keinginan ini disertai dengan suatu keyakinan

(kepastian), maka jika keinginan itu tidak sesuai, tidak bisa disebut dengan

al-taharrî. Keenam, al-qaṣd (اول) adalah keinginan atau maksud yang

dikhususkan pada perbuatan seseorang tanpa tercampur (intervensi) oleh

orang lain ; dan dilakukan secara berkesinambungan (istiqâmah). Ketujuh,

al-hard (اؾوك) yang bermakna keinginan (yang tertuju) dari jarak jauh atau

asing.10

Menurut al-„Askarî, makna kata al-hamm sendiri adalah keinginan

yang muncul setelah ‘azm.

Ibn Hajar al-Haitamî (909 – 974 H) memahami kata hamm,

sebagaimana juga terjadi pada diri nabi Yûsuf, as dalam surah Yusuf: 24,

sebagai berikut:

ۦ ذ ث مذ ء ٱغ ه ظشف ع سثۦ وز ءا ثش ل أ س ب ث

خظ١ عجبدب ٱ ۥ فذشبء إ ٱ

9Muhammad „Alî al-Tahânuwî, Mausû’ah Kasysyâf Iṣṭilâhât al-Funûn wa al-

‘Ulûm, hal. 1744 10

Abî Hilâl al-„Askarî, al-Furûq al-Lughawiyyah, tahqîq : Muhammad Ibrâhîm

Salîm, (Kâiro : Dâr al-„Ilm wa al-Tsaqâfah, tth.) , hal. 125-127

Page 42: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 26 ]

Artinya: “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan

perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan

pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari)

Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya

kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk

hamba-hamba Kami yang terpilih”.

Menurutnya, sebenarnya nabi Yûsuf, as pun memiliki keinginan

(hasrat) yang sama dengan wanita yang disebutkan dalam ayat tersebut,

namun urung ditunaikan sebab adanya al-burhân11

yang tiba-tiba muncul

dari Tuhannya. Maka hamm yang terjadi pada diri nabi Yûsuf, as termasuk

ke dalam kategori „bisikan hati‟ (hadîs al-nafs) yang dimaafkan.12

Ibn al-Atsîr (544 – 606 H) menjelaskan dalam sebuah ungkapan yang

menunjukkan sindiran terhadap kelambanan, dinyatakan bahwa disebut

hamm jika telah menjadi keinginan yang kuat (‘azm):

بػ ش فبه ١ش ش ش ا

11

Maksud al-burhân di sini dipahami oleh Abu Hayyân sebagai suatu hal yang

sengaja didatangkan oleh Allâh SWT berupa pemberitahuan (pengetahuan, al-‘ilm) tentang

hal yang sudah ditetapkan keharamannya oleh-Nya. Menurut Ibnu „Abbâs r.a, sebagaimana

dikutip oleh al-Imâm Jalâl al-Din al-Suyuṭî bahwa pada saat yang kritis itu tiba-tiba Nabi

Ya‟qûb, as (ayahnya) tampak di hadapan Yûsuf, lalu memukul dadanya sehingga keluarlah

nafsu syahwat yang telah membara itu dari semua ujung-ujung jarinya. Disebutkan dalam

sebuah riwayat dari Qatâdah dan diakui oleh mayoritas ulama ahli tafsir, sebagaimana

dikutip Al-Jamal (w. 1204 H), menyatakan bahwa nabi Yûsuf, as melihat ayahnya, Ya‟qûb,

as, dan mengatakan : „Wahai Yûsuf, apakah engkau akan melakukan seperti perbuatan

orang-orang bodoh (al-sufahâ’), sedangkan engkau telah ditetapkan (maktûb) sebagai salah

satu nabi Allâh SWT”. Munculnya al-burhân tersebut sebagai tanda kemaksuman seorang

nabi yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan ungkapan lain, jikalau bukan karena Allah

SWT memeliharamu (‘aṣamaka), niscaya engkau akan terjerumus ke dalam perbuatan

maksiat itu. Demikian tulis pendapat mayoritas ahli tafsîr. Lihat lebih jauh, Abû Hayyân

Muhammad bin Yûsuf bin Alî al-Andalûsi, Tafsîr al-Bahr al-Muhîṭ, tahqîq : al-Syeikh „Âdil

Ahmad Abd al-Maujûd dan al-Syeikh „Alî Muhammad Ma‟ûḍ, (Beirut : Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1413 H/1993 M), cetakan ke-1, juz ke-5, hal. 294-295. Lihat juga, Sulaimân bin

„Umar al-„Ajîlî al-Syâfi‟î al-Syahîr bi al-Jamal, al-Futûhât al-Ilâhiyyah bi Tawḍîh Tafsîr al-

Jalâlain li al-Daqâ’iq al-Khafiyyah wa bi al-Hâmisy Kitâb Imlâ’ Mâ Manna bihi al-Rahmân

Min Wujûh al-I’râb wa al-Qirâ’ât Fî Jamî’ al-Qur’ân li Abî al-Biqâ’ Abdillâh bin al-Husain

al-‘Akbarî, (Mesir : „Îsâ al-Bâb al-Halabî wa Syirkâh, tth.), jilid ke-2, hal. 445. 12

Syihâb al-Dîn Ahmad bin Muhammad bin „Alî bin Hajar al-Haitamî al-Syâfi‟î, al-

Fath al-Mubîn bi Syarh al-Arba’în, (Beirut : Dâr al-Minhâj, 1428 H/2008 M), cetakan ke-1,

hal. 592-593

Page 43: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 27 ]

Artinya: “Bergegaslah, karena sebenarnya engkau adalah orang yang

sangat bersemangat, juga yang lebih dahulu berkeinginan”.

Ibn al-Atsîr melanjutkan bahwa yang dimaksud syair tersebut adalah:

„Jika engkau telah yakin dengan suatu hal, maka bergegaslah (untuk

menyelesaikannya)‟.13

Dengan ungkapan lain, pada dasarnya al-hamm

sangat sulit untuk direalisasikan. Oleh sebab itu, al-himm, menurut Ibn al-

Atsîr diartikan sebagai orang yang lemah sebab umur, yakni orang tua yang

lemah, sesuai dengan pemahamannya dari sebuah riwayat bahwa Nabi saw

yang memerintahkan kepada pasukannya untuk tidak memerangi orang-

orang yang sudah lemah dan kaum perempuan.14

Orang lemah di sini

menggunakan kata al-himm, termasuk di dalamnya mengandung arti orang-

orang tua renta.

Dalam al-Mu’jam al-Wasîṭ disebutkan, kata al-hamm memiliki

makna: keinginan yang kuat untuk menunaikan, namun urung

merealisasikan. Kata ini juga memiliki makna tuntutan (ṭalab) dalam hati

yang berisi siasat (ihtâla) yang bisa terjadi dalam setiap diri seseorang.15

Ada

juga yang memahaminya dengan bisikan, ambisi.16

Dengan ungkapan lain,

kata tersebut bisa berarti suatu keinginan, rencana yang sudah disusun dan

terencana dengan berbagai pertimbangan, meskipun batal dalam realisasinya.

Penelusuran terhadap penggunaan kata hamm, selanjutnya diperluas

cakupannya dalam bahasa asing lainnya (Inggris), penulis temukan ketika

13

Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad al-Jazarî bin al-Atsîr, al-

Nihâyah fi Gharîb al-Hadîts wa al-Âtsâr, tahqîq : Ṭâhir Ahmad al-Zâwî dan Mahmûd

Muhammad al-Ṭanâhî, (Riyâḍ : al-Maktabah al-Islâmiyyah), juz ke-5, hal. 274. 14

Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad al-Jazarî bin al-Atsîr, al-

Nihâyah fi Gharîb al-Hadîts wa al-Âtsâr, hal. 275 15

Ibrâhîm Unais dan kawan-kawan, al-Mu’jam al-Wasîṭ, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth.),

juz ke-2, hal. 995 16

Tidak sedikit yang salah memahami, atau bahkan tertukar, antara obsesi dan

ambisi. Padahal kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda, di samping

persamaan dari sisi kemunculannya, yaitu kemauan atau keinginan seseorang. Obsesi adalah

keinginan yang cenderung besar bahkan sering tidak terkendali dan terkesan memaksa untuk

meraih keinginan yang dituju. Lain halnya dengan ambisi, yang dipahami sebagai keinginan

yang besar dan kuat dalam meraih kesuksesan. Dengan demikian, perbedaan fundamental

kedua keinginan tersebut adalah pada sisi negatif atau positif. Ambisi cenderung bersifat

positif, sebaliknya obsesi lebih kepada arah negatif. Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1988), hal. 27-28, dan hal. 623

Page 44: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 28 ]

mengamati hasil terjemahan dari salah satu hadis yang dijadikan sebagai

bagian dalam penelitian di sini.

Potongan dalam sebuah matan hadis disebutkan: ش ا ذ ا مذ

di sini diterjemahkan dengan: “...I was about toorder for collecting ,ثذطت...

firewood (fuel)...”.17

Be about to merupakan frase yang digunakan untuk

membicarakan hal-hal yang akan terjadi atau bisa juga dilakukan dengan

sangat segera, tergantung pada pelaksanaan atau tidak, dan bermakna:

memiliki tujuan (to be about). Di samping itu, ia memiliki makna seperti:

1. „Hampir’, atau baru saja hendak, seperti contoh: „Nina was about to eat

her friend’s cake (Nina hampir memakan kue temannya).

2. Pada saat past tense, mengarah kepada hal-hal yang akan terjadi namun

pada akhirnya tidak terjadi, tidak terwujud ; sering digunakan dengan

adverb of time saja. Contoh :

- I was about to text you back but my battery died, (saya hampir

membalas pesanmu, namun baterai saya habis).

- We were about to leave the coffee shop when he arrived (Kami hampir

meninggalkan kedai kopi ketika dia tiba).

- I’m just about to go for lunch, I will call you later. (Saya akan segera

pergi untuk makan siang, saya akan menghubungimu nanti).18

Dengan demikian, penggunaan kata dalam bahasa Inggris tersebut

memiliki beberapa kesamaan di antaranya adalah sejalan dengan makna al-

hamm yang berarti suatu keinginan yang besar kemungkinan tidak adanya

realisasi, sebagaimana menjadi batasan pembahasan penelitian ini, yakni

hadis hammî nabi Muhammad saw yang tidak terealisasi atau tidak terwujud.

Adapun untuk mengetahui terminologi hadis hammî dapat

menggunakan kata kunci hamma ( ) yang dapat ditelusuri dalam kitab-kitab

hadis. Namun untuk memahami terkait hadis-hadis hammî dalam kategori

17

Sahih Bukhari, Call For Prayers, Hadith No. 41,

(www.Qur‟anReading.com,Version 2.6, copyright : 2016-2017) 18

https://www.wordsmile.com. lihat juga, Estiwi Retno Purnaning, dkk, Big Book

TOEFL, Tip & Trik Melejitkan Skor toefl, Jakarta : CMedia Imprint Kawan Pustaka, 2014,

cetakan ke-1, hal.118

Page 45: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 29 ]

yang tidak terealisasi, penulis mengikuti kategorisasi yang telah disebutkan

di antaranya oleh al-Syaukânî (w.1255 H) dan dinyatakan di antaranya oleh

Muhammad Sulaimân al-Asyqar dan Nabîl Khaḍr, tidak mengharuskan

menggunakan kata kunci hamma ( ), melainkan bisa dengan melihat dari

bukti kesejarahan dan segi makna bahwa redaksi riwayat yang dimaksud

menunjukkan keinginan Nabi saw yang tidak terwujud.19

1. Kedudukan (manzilah) Hamm Dalam Diri Manusia.

Untuk mengetahui eksistensi hamm dalam diri manusia, perlu

disebutkan di sini secara hirarki mengenai pembagian dan tingkatannya

menurut klasifikasi al-Imâm al-Subkî (683 H-756 H),20

sebagai berikut:

a. Al-hâjiz, adalah sesuatu yang terjadi dalam diri seseorang tanpa ada

tujuan atau maksud (al-qaṣd) atau tidak ada kelanjutannya sebab hanya

muncul sekejap atau sekilas saja (wamḍah al-ḍau’), seperti ungkapan:

“٠ و ك٠ ل األ ,yang berarti: „terlintas dalam hatiku‟. Kata ini ,”غ

menurut al-Imâm al-Subkî, dibangun berdasarkan tingkat waktu yang

sangat singkat, yang digambarkan dengan seperti halnya suara samar-

samar yang terdengar namun tidak bisa dipahamiatau perasaan was-

was, sesuatu yang terlintas dalam hati, pikiran atau angan-angan.

b. Al-khâṭir, yaitu sesuatu yang berlangsung dalam hati dengan rasa

kebimbangan, keraguan dan berulang-ulang (taraddud). Perasaan ini

berlangsung lebih lama ketimbang perasaan yang terjadi dalam al-

hâjiz. Kata ini berasal dari ungkapan: “ yakni „unta itu ,”فطو اجؼ٤و ثنج

mengeluarkan suara dengan gerakan ekornya‟ ketika ia bergerak ke

kanan dan ke kiri.

c. Hadîts al-nafs, yaitu ungkapan hati yang hendak dimanifestasikan ke

dalam suatu perbuatan, juga berkeinginan untuk tidak mengerjakan

(tidak ingin mewujudkanya). Keadaan ini disebabkan karena adanya

19

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al- Syar’iyyah, (Beirut : al-Risâlah, 1424 H/2003 M), cetakan ke-6, juz ke-2, hal.

132-133. Lihat juga, Blog.Nabîl Hâmid Khaḍr, 27 Juni 2009 M/4 Rajab 1430 H. 20

Nama lengkapnya adalah al-Imâm Abû al-Hasan „Alî bin „Abd al-Kâfî bin „Alî

bin Tamâm bin Yûsuf bin Mûsâ bin Tamâm bin Hâmid bin Yahyâ bin „Umar bin „Utsmân

bin „Alî bin Miswâr bin Sawâr bin Salîm al-Khazrajî al-Anṣârî, Taqî al-Dîn al-Subkî al-

Kabîr.

Page 46: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 30 ]

dua pilhan yang hampir sama dan bersamaan, sehingga terjadi

beberapa pertimbangan di dalamnya.

d. Al-hamm, adalah keinginan untuk memilih antara dua hal yang harus

dikerjakan, atau justru ditinggalkan, seperti sebuah ungkapan:

ػ٤ و٠ ث٤ ا اما ػي اهت عبجب*٤ و اؼ م ت ػ

“Tatkala dia meghendaki (sesuatu), muncul di hadapannya kemauan

yang kuat, lalu kami memperingatkan dengan berbagai konsekuensi yang

akan dialaminya”.

Jadi, hamm itu terjadi sebelum ungkapan „azm, lalu akan

menyesuaikan suatu hal lain yang muncul dalam hati tentang pertimbangan

penting untuk meninggalkannya, yang pada akhirnya menghasilkan kemauan

yang kuat (yaitu al-„azm).

5. Al-‘azm, adalah kuatnya keinginan untuk berbuat atau sebaliknya,

yakni untuk meninggalkan. Hal tersebut terjadi setelah adanya rasa

kebimbangan yang telah berakhir, kemudian tidak ada lagi keinginan

yang lain kecuali (yang ada) tinggal kecenderungan dan kemungkinan

yang tepat. Pengertian kata ini sebagaimana termaktub dalam firman

Allah SWT:

ه د ا ت لفؼ م وذ فظب غ١ظ ٱ ذ ٱلل خ ب سد فج

ع و ذ فز ش فئرا عض ف ٱل س شب ٱعزغفش فٱعف ع ٱلل إ ٱلل

١ و ز ٠ذت ٱ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut

terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,

tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu

maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian

apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada

Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal

kepada-Nya”. (QS. Âlu 'Imrân/3:159).

Page 47: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 31 ]

Dalam hal ini, al-Laits mengatakan bahwa al-‘azm adalah sesuatu

perkara yang telah dikukuhkan bahwa orang tersebut (yang ber‟azam) adalah

pelakunya.21

Dengan demikian, al-‘azm bisa dipahami dengan suatu keputusan

kehendak (irâdah) setelah mengalami ketidakpastian atau kebimbangan dari

berbagai pertimbangan nalar dan lain sebagainya. Oleh karena itu, ‘azm

dinilai oleh sebagian ahli, sebagaimana ditegaskan oleh Sulaiman al-Asyqar,

menempati lebih dahulu dari sebuah tindakan ; dan terjadi sebelum „azm.22

2. Riwayat Hadis-hadis Hammî Dalam Kutub al-Sittah

Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya,

riwayat-riwayat hadis hammî adalah terkait keinginan atau rencana yang

akan dilakukan oleh Rasûlullâh saw, namun tidak diteruskan atau tidak

direalisasikan oleh beliau saw. Para ulama menyebutnya dengan „riwâyah

hamm al-Nabî saw al-syai’a wa lam yaf’alhu‟.23

Riwayat-riwayat tersebut

21

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al- Syar’iyyah, juz ke-2, hal. 131-132 22

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al- Syar’iyyah, juz ke-2, hal. 136 23

Dalam beberapa riwayat yang teridentifikasi, lalu dilakukan perbandingan redaksi

yang satu dengan yang lain, ditemukan penggunaan kata kunci hamm, yang secara tidak

konsisten disebut di tempat lain dengan kata kunci arâda. Perbedaan tersebut menunjukkan

bahwa yang dimaksud dengan keinginan (hamm) adalah berbeda dengan term arâda, yakni

term arâda memberikan pengertian sesuatu keinginan yang terealisasi atau terlaksana,

berbeda dengan term hamm. Terlebih, penulis mengkhususkan kepada pelaku tertentu, yaitu

Nabi saw. Selanjutnya, penulis mendalami maksud dari materi hadis tidak memberikan

kesan pada makna hamm Nabi saw yang tidak terealisasi, misalnya :

بد و ؽ زجزب ػ ب ، ػ خ ، كب زجزب ؽ ب ، ٣ؼ خ ػجل١ ثؾ اما اما ؼق ، بئخ جغ ا٠

اؽلح ٤ئخ زجزب ب ، ػ ،كب زجب ػ٤ أ ب ، ٣ؼ ٤ئخ ث

٤ئخ ػجل١ اما زجب ث كالر ػ٤ كب اما ٤ئخ زجب ب كب ػ خ ك ب ثؾ ك ٣ؼ خ كب زجبؽ ب ب ػ

وا زجبػ كب

Ini adalah dua riwayat Abû Hurairah dalam Ṣâhîh Muslim. Jika kita bandingkan

satu per satu, maka akan terlihat masing-masing memiliki versi redaksi atau lafaẓ yang

variatif. Versi Imâm Mâlik (w. 95) mendahulukan „idzâ hamma ‘abdî bi sayyi’ah...‟.

Demikian halnya dengan riwayat lain yang ditemukan dengan penggunaan kata kunci yang

berbeda pula, yakni bisa kita temukan dengan periwayat yang sama, yakni Abû Hurairah

dalam Ṣahîh Ibn Hibbân, bab : tâbi’ kitâb al-birr wa al-ihsân..dan bâb : mâ jâ’a fî al-ṭâ’ât

wa tsawâbihâ.... dan Ṣahîh al-Bukhârî, no.7501, bâb : qaul Allâh ‘yurîdûna an yubaddilû...,

yang menggunakan redaksi : „idzâ arâda ‘abdî an ya’mala sayyi’ah....‟ :

Page 48: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 32 ]

tersebar dalam kitab-kitab induk hadis, berikut penulis informasikan

berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan, sebagai berikut:

A. Riwayat tentang Rasûl saw berniat menjatuhkan diri dari ketinggian

puncak gunung, terdeteksi hanya sekali disebutkan dalam Ṣahîh al-Bukhârî,

kitâb al-ta’bîr (91), bâb awwal mâ budi’a bihi Rasûlullâh saw min al-wahy

al-ru’yâ al-ṣâlihah (1), no. 6982, dengan melalui dua jalur: pertama,

(haddatsanâ) Yahyâ bin Bukair, (haddatsanâ) al-Laits, (‘an) „Uqail, (‘an)

Ibn Syihâb. Jalur kedua, (haddatsanî) „Abdullâh bin Muhammad,

(haddatsanâ) „Abd al-Razzâq, (haddatsanâ) Ma‟mar. Al-Zuhrî berkata

(qâla) bahwa ia menerima informasi (akhbaranî) dari „Urwah, (‘an)

„Âisyah.24

Riwayat dengan lafaẓ: “...menjatuhkan diri dari ketinggian

puncak gunung...”, tidak terdapat dalam kitab-kitab selain Ṣahîh al-Bukhârî

dalam cakupan Kutub al-Sittah, yang akan disinggung pada bab setelah

bagian ini.

B. Riwayat tentang Rasûl saw berencana membakar rumah-rumah

penduduk yang tidak mengikuti ṣalat berjamâ’ah, terdeteksi dalam:

1. Ṣahîh al-Bukhârî merekam riwayat tersebut di empat tempat,

yaitu: pertama, kitab al-adzân (10), bab wujûb ṣalâh al-jamâ’ah (29), no.

644, dengan jalur dari (akhbaranâ) „Abdullâh bin Yûsuf, dari (‘an) Mâlik,

dari (‘an) Abû al-Zinnâd, dari al-A‟râj, dari (‘an) Abû Hurairah. Makna

redaksi menunjukkan pengertian tentang perintah Nabi saw untuk

mengumandangkan adzan, lalu mengutus salah satu jama‟ah untuk menjadi

imam, sedangkan beliau saw sendiri bermaksud mendatangi dan membakar

ك ب ػ ب ك ب ؼ ٣ ٠ز ؽ ٤ ػ ب ج ز ر ال ك خ ئ ٤ ؼ ٣ أ ١ل ج ػ اك ه أ ام ا هللا و ٣ ب و ر ا ب ض ث ب ج ز ب

ك ٢ ع أ ك ب ؼ ٣ ك خ ؽ ٣ؼ أ اك ه أ ام ا خ ؽ بج ز ب ك ب ػ ب ك خ ؽ بج ز ب ٠ ا ب ب ض أ و ؼ ث بج ز ب

ق ؼ خ بئ ؼ ج

Lihat, Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim,

tahqiq : Muhammad Fuâd Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, 1374

H/1954 M), juz ke-1, hal. 117-118. Lihat juga, al-Imâm Muhammad bin Hibbân Abû Hâtim

al-Tamîmî al-Bustî al-Sijistânî, Ṣâhîh Ibn Hibbân, juz ke-2, hal. 97, 105, dan 205. Lihat

juga, Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh al-

Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, tahqîq : Muhîb al-Dîn al-

Khaṭîb, (Kairo : al Salafiyyah, 1400 H), cetakan ke-1, juz ke-4, hal. 403 24

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-4, hal. 295-296

Page 49: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 33 ]

rumah-rumah orang yang tidak mendatangi jamâ‟ah ṣalat isyâ‟ dengan

membandingkan keutamaannya seperti daging yang masih menempel pada

tulang-tulang kambing.25

Kedua, kitâb al-adzân (10), bâb faḍl ṣalâh al-‘isyâ’ fi al-jamâ’ah

(34), no. 657, dengan jalur dari (haddatsanâ) „Umar bin Hafṣ, (haddatsanâ)

Abî, (haddatsanâ) al-A‟masy, (haddatsanî) Abû Ṣâlih, (‘an) Abî Hurairah.

Makna redaksi menunjukkan pengertian tentang hal terberat bagi orang

munafik untuk melakukan ṣalâh isyâ‟ dan subuh berjama‟ah, dan Nabi saw

akan membakar rumah-rumah mereka yang tidak mengikuti jama‟ah.26

Ketiga, kitâb al-khuṣûmât (44), bâb ikhrâj ahl al-ma’âṣî wa al-

khuṣûm min al-buyût ba’da al-ma’rifah (5), no. 2420, dengan jalur:

(haddatsanâ) Muhammad bin Basysyâr, (haddatsanâ) Muhammad bin Abû

„Adî, (‘an) Syu‟bah, (‘an) Sa‟d bin Ibrâhîm, (‘an) Humaid bin „Abd al-

Rahmân, (‘an) Abî Hurairah. Makna redaksi menunjukkan pengertian

tentang keinginan Nabi saw berjama‟ah dalam pelaksanaan salat, lalu beliau

akan menginspeksi ke rumah-rumah orang yang tidak menghadirinya, lalu

membakarnya.27

Keempat, kitâb ahkâm (93), bâb ikhrâj al-khuṣûm wa ahl al-riyâb

min al-buyût ba’da al-ma’rifah (52), no. 7224, dengan jalur: (haddatsanâ)

Ismâ‟îl, (haddatsanî) Mâlik, (‘an) Abî al-Zinnâd, (‘an) al-A‟raj, (‘an) Abî

Hurairah. Makna redaksi menunjukkan pengertian yang hampir sama dengan

bagian pertama tersebut di atas, dengan sedikit perbedaan makna redaksi

ucapan Nabi saw: „Seandainya seorang munafik mengetahui bahwa di masjid

ada daging-daging kecil yang masih menempel di tulang (‘arqan samînan)

atau kikil kambing yang sangat bagus (mirmatain hasatain), niscaya ia akan

datang untuk salat isyâ‟ berjama‟ah‟.28

25

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 215-216 26

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 218 27

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-2, hal. 181-182 28

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-4, hal. 347

Page 50: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 34 ]

2. Ṣahîh Muslim merekam riwayat tersebut di lima tempat, yaitu:

dalam kitâb dan bâb yang sama, yaitu: kitâb al-masâjid wa mawâḍi’ al-ṣalâh

(al-mu‟jam 5), (al-mu‟jam 42) bâb faḍl ṣalâh al-jamâ’ah wa bayân al-

tasydîd fî al-takhalluf ‘anhâ wa annahâ farḍ kifâyah (al-tuhfah 95), sebagai

berikut:

Pertama, hadis no. [1481] 251-(651), dengan jalur (haddatsanî) „Amr

al-Nâqid, (haddatsanâ) Sufyân bin „Uyainah, („an) Abi al-Zinnâd, (‘an) al-

A‟raj, (‘an) Abî Hurairah. Makna redaksi menunjukkan pengertian tentang

Rasûlullâh saw merasa kehilangan beberapa kali dalam jama‟ah ṣalat.

Mereka yang dimaksud adalah orang-orang munafik, lalu ingin membakar

rumah mereka yang tidak mengikuti jama‟ah29

Kedua, hadis no. [1482] 252-(…), dengan dua jalur:

1. (haddatsana) Ibn Numair, (haddatsana) Abî, (haddatsana) al-

A‟masy, (‘an) Abî Ṣâlih, (‘an) Abî Hurairah.30

2. (haddatsana) Abu Bakr bin Abî Syaibah dan Abu Kuraib,

(haddatsana) Abu Mu‟âwiyyah, (‘an) al-A‟masy, (‘an) Abî Ṣâlih,

(‘an) Abi Hurairah. Kedua jalur tersebut, makna redaksinya

menunjukkan pengertian tentang salat yang paling sulit dikerjakan

orang munafik (yakni ṣalât isyâ‟ dan subuh), lalu membakar

rumah orang-orang yang tidak menyaksikan (lâ yasyhadûn)

jama‟ah.31

Ketiga, hadis no. [1483] 253-(…), dengan jalur: (haddatsanâ)

Muhammad bin Rafî‟, (haddatsanâ) „Abd al-Razzâq, (haddatsanâ) Ma‟mar,

(‘an) Hammâm bin Munabbih, (haddatsanâ) Abû Hurairah, makna redaksi

menunjukkan pengertian tentang membakar rumah orang-orang yang tidak

mengikuti jama‟ah, meski tanpa menggunakan ungkapan „yatakhallafûn‟.32

29

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 451 30

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 451-452 31

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 451-452 32

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 452

Page 51: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 35 ]

Keempat, hadis no. [1484] (…), dengan jalur : (haddatsanâ) Zuhair

bin Harb dan Abû Kuraib dan Ishâq bin Ibrâhîm, (‘an) Wakî‟, (‘an) Ja‟far

bin Burqân, (‘an) Yazîd bin al-Aṣamm, (‘an) Abî Hurairah, lafaẓ hadis sama

seperti no [1483].33

Kelima, hadis no. [1485] 254-(652), dengan jalur: (haddatsanâ)

Ahmad bin Abdillâh bin Yûnus, (haddatsanâ) Zuhair, (haddatsanâ) Abu

Ishâq, (‘an) Abi al-Ahwaṣ, (sami’ahu minhu ‘an) Abdillah. Lafaẓ hadis

menunjukkan pengertian: membakar rumah-rumah yang tidak mengikuti

salat Jum‟at (yatakhallafûn ‘an al-jumu’ah).34

3. Sunan Abû Dâwûd merekam riwayat tersebut dua kali di satu

tempat, yaitu : (al-mu’jam 2) kitâb al-ṣalâh (al-tuhfah 2), (al-mu’jam 46) bâb

al-tasydîd fî tark al-jamâ’ah (al-tuhfah 47), no. hadits 548, dengan jalur:

(haddatsanâ) „Utsman bin Abi Syaibah, (haddatsanâ) Abû Mu‟âwiyah, (‘an)

al-A‟masy, (‘an) Abî Ṣâlih, (‘an) Abi Hurairah. Makna redaksi menunjukkan

pengertian bahwa Nabi saw menyuruh (utusan) orang untuk melaksanakan

salat berjama‟ah, lalu beliau mengajak beberapa orang dengan membawa

beberapa ikat kayu bakar, untuk mendatangi kaum yang tidak mengikuti

jama‟ah.35

Hadits no. 549, dengan jalur: (haddatsanâ) al-Nufailî, (haddatsanâ)

Abu al-Malîh, (haddatsanî) Yazîd bin Yazîd, (haddatsanî) Yazîd bin al-

Aṣamm, ia mendengar (sami’a) Abû Hurairah. Makna redaksi menunjukkan

pengertian bahwa Nabi saw memerintahkan bersama beberapa pemuda untuk

mendatangi kaum yang salat di rumah (yuṣallûna fî buyûtihim), tanpa „udzur

(laisat bihim ‘illah), lalu membakar mereka. Dalam riwayat tersebut Yazîd

bin Yazîd meminta penegasan kepada Yazîd bin al-Aṣamm, apakah yang

dimaksud (dalam sabda Nabi saw itu) yang meninggalkan salat Jum‟at atau

juga selainnya. Yazîd bin al-Aṣamm menjawab: “Semoga telingaku tuli jika

aku tidak benar-benar mendengar dari Abû Hurairah yang meriwayatkan

33

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 452 34

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 452 35

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

tahqîq : Muhammad „Abd al-„Azîz al-Khâlidî, (Beirut : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1416

H/1996 M), juz ke-1 hal. 190

Page 52: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 36 ]

dari Rasûlullâh saw, bahwa beliau tidak menyebutkan apakah hal itu terkait

salat Jum’at atau selainnya”.36

4. Sunan al-Tirmidzî merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu

: (al-mu‟jam 2) kitâb al-ṣalâh ‘an Rasûlillâh saw (al-tuhfah 2), bâb mâ jâ’a fî

man sami’a al-nidâ’ falâ yujîb, (al-tuhfah 48), no. 217, dengan jalur:

(haddatsanâ) Hannâd, (haddatsanâ) Wakî‟, (‘an) Ja‟far bin Burqân, (‘an)

Yazîd bin al-Aṣamm, (‘an) Abî Hurairah. Makna redaksi riwayat ini tentang

keinginan Nabi saw untuk mengumpulkan kayu bakar, untuk membakar

rumah-rumah kaum yang tidak menyaksikan (lâ yasyhadûna, melaksanakan)

salat berjama‟ah.37

5. Sunan al-Nasâ’î merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu:

(al-mu‟jam 2) kitâb al-imâmah, (al-mu‟jam 49) bâb al-tasydîd fî al-takhalluf

‘an al-jamâ’ah (al-tuhfah 241), dengan jalur : (akhbarnâ) Qutaibah, (‘an)

Mâlik, (‘an) Abî al-Zinnâd, (‘an) al-A‟raj, (‘an) Abî Hurairah. Makna

redaksi menunjukkan pengertian tentang perintah Nabi saw untuk

mengumandangkan adzan, lalu mengutus salah satu jama‟ah untuk menjadi

imam, sedangkan beliau saw sendiri bermaksud mendatangi dan membakar

rumah-rumah orang yang tidak mendatangi jama‟ah ṣalât „isyâ‟ dengan

membandingkan keutamaannya seperti daging yang masih menempel pada

tulang-tulang kambing.38

6. Sunan Ibn Mâjah merekam riwayat tersebut di dua tempat, yaitu:

pertama, (al-mu‟jam 3) kitâb al-masâjid wa al-jamâ’ât, (al-tuhfah17) bâb al-

taghlîẓ fi takhalluf ‘an al-jamâ’ah (al-tuhfah 37), no. 791, dengan jalur:

(haddatsanâ) Abû Bakr bin Abî Syaibah, (haddatsanâ) Abû Mu‟âwiyah,

(‘an) al-A‟masy, (‘an) Abi Ṣâlih (‘an) Abi Hurairah. Makna redaksi

menunjukkan pengertian bahwa Nabi saw menyuruh (utusan) orang untuk

melaksanakan ṣalât berjamaah, lalu beliau mengajak beberapa orang dengan

36

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-1, hal. 190-191 37

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, tahqîq : Ahmad Muhammad Syakir, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâbî al-Halabî,

tth.), juz ke-1, hal. 422 38

Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî Sunan al-Nasâ‟î (215-303 H),

Sunan al-Nasâ’î, ta‟lîq : Muhammad Nâṣir al-Dîn al-Albânî, (Riyâḍ : Maktabah al-Ma‟ârif,

tth.), cetakan ke-1, hal. 140

Page 53: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 37 ]

membawa beberapa ikat kayu bakar (huzam min haṭab), untuk mendatangi

kaum yang tidak mengikuti jama‟ah.39

Kedua, hadis no. 795, dengan jalur: (haddatsanâ) „Utsmân bin

Ismâ‟îl al-Hudzalî al-Dimasyqî, (haddatsanâ) al-Walîd bin Muslim, (‘an)

Abi Dzi‟b, (‘an) al-Zabriqân bin „Amr al-Ḍamrî, (‘an) Usâmah bin Zaid, ia

berkata (qâla). Dalam jalur ini, redaksi tidak menyebutkan tentang keinginan

Nabi saw, selain ungkapan redaksi : „Sungguh orang-orang yang mencegah

diri dari berjama’ah, atau aku benar-benar akan membakar rumah-rumah

mereka‟.40

C. Riwayat Tentang Rasul Saw Berencana Melaksanakan Puasa Tâsû’â’

Dengan Tujuan Menyelisihi Kaum Yahudi, terdekteksi dalam:

1. Ṣahîh al-Bukhârî tidak merekam riwayat tersebut di tempat atau

bagian mana pun dalam kitab Ṣahîh-nya. Namun al-Bukhârî hanya menyebut

terkait puasa âsyûrâ’ saja, misal sabda Nabi saw ketika tiba di Madinah

bertepatan dengan hari tersebut: “Ini adalah hari âsyûrâ’. Allâh tidak

mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa, tetapi hari ini saya sedang

berpuasa. Barang siapa ingin berpuasa pada hari ini, silahkan, dan barang

siapa tidak ingin juga tidak mengapa ”.41

2. Ṣahîh Muslim merekam riwayat tersebut di satu tempat, yakni:

(al-mu‟jam 13) kitâb al-ṣiyâm (al-tuhfah 6) bâb ayyu yaum yuṣâm fî âsyûrâ’,

no. [2666] 133-(1134), dengan jalur, yaitu :(haddatsanâ) al-Hasan bin „Alî

al-Hulwânî, (haddatsanâ) Ibn Abi Maryam, (haddatsanâ) Yahyâ bin Ayyûb,

(haddatsanî) Ismâ‟îl bin Umayyah, ia mendengar (sami’a) Abû Ghaṭafân bin

Ṭarîf al-Murrî, ia mendengar (sami’a) „Abdullâh bin „Abbâs. Makna redaksi

dalam riwayat tersebut tentang Rasûlullâh yang sedang berpuasa âsyûrâ’,

para sahabat menginformasikan kepada beliau bahwa hari ini adalah hari di

mana orang Yahudi dan Nasrani mengagungkannya. Lalu dijawab oleh Rasûl

39

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

tahqîq : Muhammad Fuâd „Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, tth.), juz

ke-1, hal. 259 40

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-1, hal. 260 41

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-2, hal. 58

Page 54: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 38 ]

saw bahwa tahun depan, beliau akan berpuasa pada hari kesembilannya (al-

tâsi’), in syâ’a Allâh, tanpa ada penjelasan untuk menyelisihi umat Yahudi

atau pun Nasrani42

Hadits no. [2667] 134-(...), dengan jalur: (haddatsanâ) Abû Bakr bin

Abî Syaibah dan Abû Kuraib, keduanya (haddatsanâ) Wakî‟ (‘an) Ibn Abî

Dzi‟b, (‘an) al-Qâsim bin „Abbâs, (‘an) „Abdillâh bin „Umair, (‘an) Abdillâh

bin „Abbâs. Makna redaksinya : „Jika Nabi saw masih menjumpai tahun

berikutnya, beliau akan berpuasa pada hari yang kesembilan (al-tâsi’).43

Muslim memberikan catatan bahwa dalam riwayat tersebut, Abu Bakr

mengatakan bahwa yang dimaksud „hari yang kesembilan (al-tâsi‟) adalah

hari âsyûrâ’. Dalam riwayat ini pun tanpa ada penjelasan untuk menyelisihi

umat Yahudi atau pun Nasrani.44

3. Sunan Abû Dâwûd, merekam riwayat tentang âsyûrâ’ pada no.

hadis (2444), dengan jalur : (haddatsanâ) Ziyâd bin Ayyûb, (haddatsanâ)

Husyaim, (haddatsanâ) Abu Bisyr, (‘an) Sa‟id bin Jubair, (‘an) Ibn „Abbâs.

Makna redaksi terkait alasan dari segi pelaksanaanya adalah sebagai bentuk

penghormatan terhadap nabi Musa, as. (ta’ẓîman lahu), tanpa ada

singgungan terhadap kaum Yahudi.45

Adapun tentang puasa tâsû’â, Abû Dâwûd merekam riwayat dalam

(al-mu‟jam 14) kitâb al-ṣiyâm (al-tuhfah 8), (al-mu‟jam 65) bâb mâ ruwiya

anna âsyûrâ’ al-yaum al-tâsi’ (al-tuhfah 65), no. 2445, dengan jalur:

(haddatsanâ) Sulaimân bin Dâwûd al-Mahrî, (akhbaranâ) Ibn Wahb,

(akhbaranî) Yahyâ bin Ayyûb, ia menyampaikan hadis (haddatsahu)

bahwasanya ia mendengar (sami’a) Abu Ghaṭafân berkata, aku mendengar

(sami’tu) „Abdullâh bin „Abbâs.Makna redaksi hadis secara prinsip sama

42

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 797-798 43

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 798 44

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 798 45

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2 , hal. 196

Page 55: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 39 ]

persis dengan redaksi dalam Ṣahîh Muslim, no. [2666] 133-(1134), tersebut

di atas.46

No. 2446, memiliki dua jalur, sebagai berikut :

Pertama, (haddatsanâ) Musaddad, (haddatsanâ) Yahyâ, yakni Ibn

Sa‟îd, dari (‘an) Mu‟âwiyah bin Ghallâb.

Kedua, (haddatsanâ) Musaddad, (haddatsanâ) Ismâ‟îl, (akhbaranî)

Hâjib bin „Umar (seluruh maknanya), dari (‘an) al-Hakam bin al-A‟raj. Ia

berkata (qâla) untuk menanyakan perihal puasa âsyûrâ’ kepada Ibn „Abbâs.

Ia menjawab, „jika engkau sudah melihat hilal bulan Muharram, maka

hitunglah. Pada saat memasuki hitungan hari kesembilan (yaum al-tâsi’),

maka berpuasalah. Ia kembali ditanya dan menjawab, „memang demikian

Rasûlullâh melakukannya (berpuasa)‟.47

4. Sunan al-Tirmidzî, merekam riwayat tersebut di satu tempat,

yaitu: (al-mu‟jam 6) kitâb al-ṣiyâm (al-tuhfah 4), (al-mu‟jam 50) bâb ma ja’a

âsyûrâ’ ayyu yaum huwa (al-tuhfah 50), no. 754, dengan jalur (haddatsanâ)

Hannâd dan Abû Kuraib, keduanya berkata: (haddatsanâ) Waki‟, dari (‘an)

Hâjib bin „Umar, dari (‘an) al-Hakam bin al-A‟raj, yang menemui Ibn

„Abbâs yang sedang tidur beralaskan selendangnya di dekat Zam-zam48

,

sebagaimana makna pada Sunan Abî Dâwûd No. 2446 tersebut di atas.

Namun, al-Tirmidzî menambahkan di dalam kitabnya tersebut no.755

berdasarkan riwayat dari Ibn „Abbâs yang menyatakan: “ṣûmû al-tâsi’a wa

al-‘âsyira wa khâlifû al-yahûd”.

5. Sunan al-Nasâ’î, tidak menyinggung sedikitpun tentang riwayat

tersebut (puasa tâsû’â), kecuali singgungan tentang puasa Âsyûrâ’di nomor

2322 dan 2323.49

6. Sunan Ibn Mâjah, merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu

: (al-mu‟jam 7) kitâb mâ jâ’a fi al-ṣiyâm (al-tuhfah 5), (al-mu‟jam 41) bâb

46

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2 , hal. 196 47

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2 , hal. 196 48

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 119 49

Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî Sunan al-Nasâ‟î (215-303 H),

Sunan al-Nasâ’î, hal. 363

Page 56: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 40 ]

ṣiyâm yaum âsyûrâ’ (al-tuhfah 41), no. 1736, dengan jalur : (haddatsanâ)

„Alî bin Muhammad, (haddatsanâ) Wakî‟, (‘an) Ibn Abî Dzi‟b, (‘an) al-

Qâsim bin „Abbâs, (‘an) „Abdillâh bin „Umair maulâ Ibn „Abbâs, (‘an) Ibn

„Abbâs. Dalam riwayat tersebut, Ibn Mâjah menambahkan komentar dari

Abû „Alî, ia berkata: Ahmad bin Yûnus meriwayatkannya (rawâhu) dari

(‘an) Ibn Abî Dzi‟b, ia menambahkan: „Beliau saw khawatir akan

melewatkan hari âsyûrâ’ (makhâfatan an yafûtahu âsyûrâ’).50

Bukan

menggunakan ungkapan „menyelisihi kaum yahudi (yukhâlifu ‘alâ al-

Yahûd).

D. Riwayat Tentang Rasul Saw Berencana Membangun Pintu Kedua

Ka’bah Dari Sisi Yang Lain, terdeteksi dalam:

1. Ṣahîh al-Bukhârî merekam riwayat tersebut di beberapa tempat,

yaitu:

Pertama, kitâb al-‘ilm (3), bâb man taraka ba’ḍa al-ikhtiyâr makhâfata

an yaqṣura fahm ba’ḍ al-nâs ‘anhu fayaqa’û fî asyadd minhu (48), no. 126,

dengan jalur : (haddatsanâ) „Ubaidullâh bin Mûsâ, (‘an) Isrâ‟îl, (‘an) Abî

Ishâq, (‘an) al-Aswad, (qâla lî) Ibn al-Zubair, ia berkata. Makna redaksi

yang disampaikan adalah informasi yang bersumber dari „Âisyah tentang

Nabi saw yang pernah mengucapkan akan merobohkan Ka‟bah dan akan

membuat pintu untuk masuk dan pintu untuk keluar (bâban yadkhulûn al-nâs

wa bâban yakhrujûnah), jika bukan karena sebab masih dekatnya zaman

bagi kaum Quraisy (al-Zubair menyebutkan maksud ‘hadîts ‘ahdihim’:

kekufuran).51

Kedua, kitâb al-hajj (25), bâb faḍl Makkah wa bunyânihâ (42), no.

1585, dengan jalur: (haddatsanâ) „Ubaid bin Ismâ‟îl, (haddatsanâ) Abû

Usâmah, (‘an) Hisyâm, (‘an) Abîhi, (‘an) „Â‟isyah. Dengan redaksi yang

50

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-, hal. 552 51

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 64

Page 57: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 41 ]

berbeda: “..lalu aku akan membangun pintu belakang Ka‟bah (wa ja’altu

lahu khalfan)”.52

Ketiga, hadis no.1586, dengan jalur: (haddatsanâ) Bayân bin „Amr,

(haddatsanâ) Yazîd, (haddatsanâ) Jarîr bin Hâzim, (haddatsana) Yazid bin

Rûmân, (‘an) Urwah, (‘an) ‟Â‟isyah. Dengan redaksi: „dua pintu; pintu

timur dan pintu barat‟ dan alasan al-Zubair merobohkan kembali Ka‟bah .53

Terdapat hadis-hadis terkait tanpa menyebutkan ungkapan: „dua pintu

atau dua sisi‟, no. 1582, 1583, 1584. Kitâb ahâdîts al-anbiyâ’ (60), bâb

yaziffûn (surah al-ṣâffât: 94): al-nasalân fî al-masyi (9), no. 3368.54

Kitâb al-

tafsîr (65), bâb (10) QS. Âlu „Imrân: 127. no. 4484.55

Kitâb al-tamannî (94),

bâb mâ yajûz min al-lau (9), no. 7243.56

2. Ṣahîh Muslim merekam riwayat tersebut di dua tempat, yaitu:

Pertama, (al-mu‟jam 15) kitâb al-hajj (al-tuhfah 7), (al-mu‟jam 69)

bâb naqḍ al-Ka’bah wa binâuhâ (al-tuhfah 69), no. [3244] 401-(…), dengan

jalur : (haddatsanî) Muhammad bin Hâtim, (haddatsanî) Ibn Mahdi,

(haddatsanâ) Sâlim bin Hayyân, (‘an) Sa‟îd (yakni, Ibn Minâ‟), ia berkata:

aku mendengar Abdullâh bin al-Zubair berkata : (haddatsanî) bibinya (yakni

„Â‟isyah). Dengan redaksi : Rasûl saw berkata kepada „Â‟isyah tentang

bangunan yang dibuat lebih kecil dari pondasi sebenarnya (qawâ’id Ibrâhîm)

oleh Quraisy. Lalu beliau ditegaskan kembali oleh „Â‟isyah, dengan berkata:

„Bukannya engkau yang akan mengembalikan ke bentuk semula. Beliau saw

menjawab: „jika bukan karena kaummu yang baru saja meninggalkan

kekufuran (hidtsân qaumik bi al-kufr)…aku jadikan dua pintu, pintu timur

dan pintu barat”.57

52

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 488 53

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 489 54

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih,juz ke-2, hal. 466 55

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih,juz ke-3, hal. 192-193 56

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-4, hal. 352 57

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 969-970

Page 58: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 42 ]

Kedua, hadis no. [3245] 402-(…), dengan jalur : (haddatsana),

Hannâd bin al-Sarî, (haddatsana) Ibn Abi Zâidah, (akhbaranî) Ibn Abi

Sulaimân, (‘an) Aṭâ‟. Dengan redaksi yang sangat panjang tentang Ibn al-

Zubair yang pada awal mula keinginannya yang kuat dan berbagai

pertimbangan serta pandangan dari masyarakat untuk membongkar dan

mengembalikan bangunan Ka‟bah seperti yang diinginkan oleh Rasûlullâh

saw.

Ibn al-Zubair pun membangunnya dengan menambahkan 5 hasta ke

Hijr Isma‟il, ia juga menambahkan 10 hasta panjang Ka‟bah, yang

sebelumnya 18 hasta, kemudian membuka pintu masuk dan pintu keluar.

Namun, ketika ia dibunuh pada masa khalifah Mâlik bin Marwân, Ka‟bah

dibongkar kembali , terutama pada bagian yang ia tambahkan terhadap Hijr

Ismâ‟îl tersebut, dan kedua pintu itu ditutup kembali.58

Terdapat hadis-hadis terkait tanpa menyebutkan ungkapan: „dua

pintu atau dua sisi‟: (al-mu‟jam 15) kitâb al-hajj (al-tuhfah 7), (al-mu‟jam

70) bâb jadr Ka’bah (Hijr Ismâ‟îl) wa bâbuhâ (al-tuhfah 70), no. [3249] 405-

(…), dan no. [3250] 406-(…),59

dan (al-mu‟jam 69) bâb naqḍ al-Ka’bah wa

binâihâ (al-tuhfah 69), no. [3240] 398-(1333), [3241] (…), [3242] 399-(…),

[3243] 400-(…).60

3. Sunan al-Tirmidzî, merekam riwayat tersebut di satu tempat,

yaitu: (al-mu‟jam 7) kitâb al-hajj ‘an Rasûlillâh saw (al-tuhfah 5), (al-

mu‟jam 47) bâb mâ ja’a fi kasr al-Ka’bah (al-tuhfah 47), no. 875, dengan

jalur : (haddatsanâ) Mahmûd bin Ghailân, (haddatsanâ) Abû Daûd,(‘an)

Syu‟bah, (‘an) Abî Ishâq, (‘an) al-Aswad bin Yazid, al-Zubair berkata

kepadanya (al-Aswad) tentang informasi yang ia dapatkan dari „Â‟isyah,

umm al-mu’minîn, tentang sabda Rasûl saw: “Jika bukan karena masalah

58

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 970 59

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal.973 60

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 968-969

Page 59: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 43 ]

masa kejahiliyahan kaum Quraisy, beliau akan merobohkan Ka‟bah dan

membuat dua pintu (wa ja’altu lahâ bâbain).61

4. Sunan al-Nasâ’î, merekam riwayat tersebut di dua jalur

periwayatan, pada kitâb dan bâb yang sama, yaitu : (al-mu‟jam 24) kitâb

manâsik al-hajj (al-tuhfah 6), (al-mu‟jam 125) bâb binâ’ al-Ka’bah (al-

tuhfah), no.2902 dan 2903. Hadis no.2902 melalui jalur: (akhbaranâ) Ismâ‟îl

bin Mas‟ûd dan Muhammad bin „Abd al-A‟lâ, (‘an) Khâlid, (‘an) Syu‟bah,

(‘an) Abi Ishâq, (‘an) al-Aswad. „Â‟isyah berkata : , dengan menggunakan

redaksi: „...wa ja’altu lahâ bâbain‟, dan hadis no.2903, melalui jalur:

(akhbarana) „Abd al-Rahmân bin Muhammad Sallâm, ia berkata

(haddatsanâ) Yazîd bin Hârûn, ia berkata (akhbaranâ) Jarir bin Hâzim, ia

berkata (haddatsanâ) Yazîd bin Rûmân, (‘an) „Urwah, (‘an) „Â‟isyah.

Makna redaksi yang digunakan sama dengan redaksi yang lain, dengan

beberapa tambahan dan perbedaan: „...wa ja’altu lahâ bâbain,

menjadikannya dua pintu; pintu sebelah timur dan barat (bâban syarqiyyan,

wa bâban gharbiyyan). Sungguh, mereka (kaum Quraisy) tidak sanggup

membangun ulang dengan sempurna. Dengan begitu, aku akan

mengembalikan pondasi nabi Ibrâhîm.62

5. Sunan Ibn Mâjah merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu:

(al-mu‟jam 25) kitâb al-manâsik (al-tuhfah 17), (al-mu‟jam 31) bâb al-ṭawâf

bi al-Hijr (al-tuhfah 31), no. 2955, dengan jalur : (haddatsanâ) Abu Bakr bin

Abi Syaibah, (haddatsanâ) „Ubaidullâh bin Mûsâ, (haddatsanâ) Syaiban,

(‘an) Asy‟ats bin Abi al-Sya‟tsâ‟, (‘an) al-Aswad bin Yazid, (‘an) „Â‟isyah.

Redaksi tersebut berawal dari pertanyaan „Â‟isyah yang menanyakan tentang

Hijr Ismâ‟îl, lalu dijawab oleh Rasûlullâh saw bahwa ia bagian Baitullâh.

Lalu ditanya kembali tentang sebab yang menghalangi dimasukkannya Hijr

Ismâ‟îl ke dalamnya. Dijawab oleh Rasul saw bahwa mereka (Quraisy)

kekurangan biaya (‘ajazat bihim al-nafaqah). Dalam riwayat tersebut tidak

menyebut tentang keinginan Nabi saw akan membangun dua pintu Ka‟bah,

61

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 215-216 62

Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî Sunan al-Nasâ‟î (215-303 H),

Sunan al-Nasâ’î,hal. 449

Page 60: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 44 ]

melainkan ucapan beliau: „...dan aku akan jadikan pintunya menempel ke

tanah (wa ja’altu bâbahu bi al-arḍ)‟.63

B. Paham ‘Iṣmah Para Nabi Atau Rasul : Kajian Teologis Dalam Potret

Kesejarahan Umat Islam.

Pembahasan ini adalah untuk menjawab pertanyaan apakah mungkin

para nabi atau rasul terjebak dalam kekeliruan, kelalaian, dan kealpaan atau

bahkan bisa jadi jatuh ke dalam bid‟ah dan kekufuran sebagaimana diyakini

sekelompok extrem dalam sekte Islam, al-Fuḍailiyyah,64

sempalan sekte

Khawârij modern.

Para teolog muslim sepakat bahwa para nabi dan rasul mendapatkan

kemaksuman dari Tuhan; mereka terjaga (ma’ṣûm) dari kekufuran dan

bid’ah sebagai konsekuensi dari tugas yang diemban mereka sebagai

penyampai risalah-Nya.65

Yang membedakan di antara para teolog adalah

pada persoalan apakah kemaksuman tersebut berlaku pada keseluruhan

keadaan mereka atau hanya sebagiannya.66

63

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-1, hal. 985 64

Penyebutan sekte al-Fuḍailiyyah berdasarkan hasil bacaan dalam kitab al-Râzî,

namun sekte tersebut tidak penulis temukan dalam beberapa literatur yang dibaca. Sekilas

ditemukan manakala browsing melalui internet dengan hasil informasi yang menyatakan

bahwa sekte tersebut merupakan perkembangan sekte modern yang banyak berkembang

banyak di Irak, dan tergolong sangat berbahaya. Lihat Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H),

‘Iṣmah al-Anbiyâ’, (Kairo : Maktabah al-Tsaqâfah al-Dîniyyah, 1406 H/1986 M), cetakan

ke-1, hal. 39. Menurut Alî al Tahânuwî, kelompok yang meyakini bahwa nabi atau rasul

yang bisa terjerumus ke dalam dosa, dusta, yang menurut mereka, hal tersebut yang

menyebabkan munculnya kekufuran, adalah sekte al-Azâriqah, dari golongan Khawârij,

ma’âdzallâh..! Sekte tersebut adalah pengikut Abû Rasyîd bin Nâfi‟ bin al-Azraq. Lihat,

Muhammad „Alî al Tahânuwî, Mausû’ah Kasysyâf Iṣṭilâhât al-Funûn wa al-‘Ulûm, hal.

1184. Lihat juga Abû al-Fath Muhammad „Abd al-Karîm bin Abî Bakr Ahmad al-

Syahrastânî, al-Milal wa al-Nihal, tahqîq : „Abd al-„Azîz Muhammad al-Wakîl, (Beirut :

Dâr al-Fikr, tth.), hal. 118-119 65

„Umar Sulaimân al-Asyqar, al-Rusul wa al-Risâlât, (Kuwait : Dâr al-Nafâ‟is,

1410 H/1989 M), cetakan ke-4, hal. 97 66

„Umar Sulaimân al-Asyqar, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 97

Page 61: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 45 ]

Bagi kelompok Syî‟ah (pengikut fanatik „Alî bin Abî Ṭâlib) meyakini

secara mutlak kemaksuman para nabi, rasûl dan imam-imam mereka67

, baik

dari dosa kecil maupun dosa besar. Mereka juga mengakui bahwa para nabi

dan rasul tidak mungkin melakukan suatu hal yang disebabkan oleh kealpaan

dan kekeliruan.68

Kata ‘iṣmah (infallibility, vertue, chastity) atau ma’ṣûm itu sendiri

berasal dari kata ‘aṣama-ya’ṣimu-‘aṣman au ‘aṣaman wa ‘iṣmah, yang

berarti : mencegah, melarang, melindungi, menjaga, berpegang, terikat erat.

Maka yang dimaksud dengan para nabi dan rasul memiliki sifat ma’ṣûm,

disebabkan mereka tercegah, terlindungi, terjaga dari sifat lupa, keliru, lalai

dan dosa ; mereka terlarang dari sifat-sifat demikian; dan mereka juga selalu

menjaga dan berpegang erat kepada perintah dan aturan-aturan yang datang

dari Allah SWT.69

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

ضي بأ عي ثغ باش ٠بأ٠ للا بثغذ سعبز ف رفع إ سثه إ١ه

ىبفش٠ ا م ذ ا ل٠ ابط إبلل ه ٠عظ

“Hai Rasûl, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari

Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,

berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-risâlah-Nya. Allâh

memelihara (ya’ṣimu) kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya

Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS.

Al-Mâidah/5 : 67).

67

Syî‟ah Imâmiyyah meyakini bahwa Allâh SWT menciptakan roh yang berada

dalam diri seorang imam, bertugas sebagai makhluk yang meluruskan dalam kehidupan para

imam tersebut. Mereka berdalil dengan QS. Al-Syûrâ/42 : 52, firman-Nya : ...“Dan

demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu ruh (wahyu) sesuai dengan perintah Kami”.

Makna rûh di ayat tersebut diyakini sebagai makhluk yang lebih mulia (roh qudus) dari pada

Jibrîl dan Mikâ‟îl. Roh tersebut berpindah setelah nabi atau rasul meninggal dunia. Sebab

menurut mereka, seorang nabi atau rasul apabila meninggal tidak meninggalkan wasiat,

maka kenabiannya dinilai tidak sempurna (nâqiṣ), dan dianggap telah menelantarkan umat

(ḍayya’a) yang ditinggal setelahnya. Lihat „Umar Sulaimân al-Asyqar, al-Rusul wa al-

Risâlât, hal. 115-116 68

Abû al-Fath Muhammad „Abd al-Karîm bin Abî Bakr Ahmad al-Syahrastanî, al-

Milal wa al-Nihal, hal. 146-147 69

Muhammad „Alî al-Tahânuwî, Mausû’ah Kasysyâf Iṣṭilâhât al-Funûn wa al-

‘Ulûm, hal. 1183-1184

Page 62: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 46 ]

Dan firman Allah SWT :

٠ ي ع١ب ثعغ ٱللب رم ١ ١ ثٱ لخزب ر١ ٱ مطعب ص

“Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan

atas (nama) Kami,niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan

kanannya, kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya”.

(al-Hâqqah/69: 44-46).

Menurut sebagian ahli bahasa selain disebutkan di atas,’iṣmah juga

bisa berarti: al-man’u: pencegahan, penghalangan, termasuk juga di

dalamnya pengertian dari makna perlindungan (al-wiqâyah).70

Namun

demikian, tidak selamanya penggunaan kata al-man’u untuk pengertian

„iṣmah. Makna sejati dari term „iṣmah adalah untuk menunjukkan arti

mencegah atau merintangi sesuatu jika ke-muḍarat-an akan menimpanya.

Seperti tersebut dalam al-Qur‟ân:

٠عزظ ثٱلل سعۥ ف١ى ذ ٱلل ءا٠ ع١ى رز أز و١ف رىفش

غزم١ ؽ طش إ ذ فمذ

“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah

dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah

kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah,

maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.

(QS. Ali 'Imran/3 : 101).

Kata „ya’taṣim‟ diartikan dengan „yatamassak bi habl,: berpegang

erat pada tali, maka bisa memberikan pengertian: „jika berpegang teguh

(kepada agama Allâh), maka Ia akan menunjukkannya dari kekhawatiran

adanya penyimpangan (inhirâf). Memang, Menurut al-Zajjâj, kata „iṣmah

asalnya bermakna „tali‟ (al-habl) atau juga bermakna „kalung‟ (al-qilâdah).71

70

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, (Beirut : al-Risâlah, 1424 H/2003 M), cetakan ke-6, juz ke-1, hal. 140 71

Muhammad bin al-Mandzûr, Lisân al-‘Arab, (Beirut : Dâr Ṣâdir, tth.), juz ke-12,

hal. 403. Ahmad bin Fâris, Mu’jam Maqâyîs al-Lughah, tahqîq : „Abd al-Salâm Muhammad

Hârûn, (Mesir : al-Bâb al-Halabî, 1389 H), juz ke-4, hal 332. Muhammad bin Abî Bakr al-

Râzî, Mukhtâr al-Ṣihâh, tartîb : Mahmud Khâṭir, (Mesir : Dâr al-Nahḍah, tth.), hal. 437. Al-

Fairûz Âbâdî, al-Qâmûs al-Muhîṭ, juz ke-4, hal. 148-149. Ahmad Fayûmî, al-Miṣbâh al-

Page 63: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 47 ]

Disebut demikian, sebab segala sesuatu jika dijadikan untuk berpegangan

erat maka ia telah ter-’iṣmah.72

Di samping penggunaan kata „aṣama yang disinggung dalam al-

Qur‟ân, beberapa hadis juga menyebutkan, misalnya:

اث ػ اب أهبر ود أ أ ٠ هللا ػ٤ هب هللا ه و أ ػ

٣ئرا الح ، ا ا ٣و٤ ، هللا لا ه ؾ أ ال ا اال هللا لا أ ؽز٠ ٣

ا بح ، كبما كؼا مي ػ ، اي ال اال ثؾن اإل ا أ بء ٠ ك

)ها ( ػ٠ هللا بث ؽ

“Dari Ibnu Umar, bahwa Rasûlullâh saw bersabda: “Aku diperintah

untuk memerangi manusia sehingga bersaksi bahwa tiada ilah kecuali

Allâh dan Muhammad adalah utusan Allâh; (dan supaya) mereka

menegakkan salat dan mengeluarkan zakat. Jika mereka melakukan itu,

maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku, kecuali

karena alasan-alasan hukum Islam. Sedangkan perhitungan terakhir

mereka terserah kepada Allah SWT” (HR. Muslim).

Beberapa pengertian di atas, menurut Ibn al-Atsîr (544 – 606 H),

memiliki kesatuan pengertian yang utuh, yaitu tetap kepada pengertian al-

man’u yang al-hâmî : penghalang yang bisa memberikan perlindungan (al-

hâmî); pegangan, pedoman (al-imtisâk) yang bisa menghalangi, sebagaimana

tersebut dalam ungkapan :

الا اال هللا“ بكح ا ز بذ ػ ”

Yakni, bagi seseorang yang menjadikan kalimat: “lâ ilâha illallâh”

sebagai pelindungnya (‘iṣmatuhu) dari kehancuran kelak di hari kiamat ; dan

kalimat tersebut menjadi pegangan atau pedomannya.73

Munîr fî Gharîb al-Syarh a- Kabîr, taṣhîh : Muṣṭafâ al-Saqâ, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâb al-

Halabî, 1369 H), juz ke-2, hal. 566 72

Muhammad Sulaiman al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, hal. 141. Ibn al Mandzûr, Lisân al-‘Arab, juz ke-12, hal. 403, Ibn

Fâris, Mu’jam Maqâyîs al-Lughah, juz ke-4, hal 332. Al-Râzî, Mukhtâr al-Ṣihâh, hal. 437.

Al-Fairûz Âbâdî, al-Qâmûs al-Muhîṭ, juz ke-4, hal. 148-149. Ahmad Fayûmî, al-Miṣbâh al-

Munîr, juz ke-2, hal. 566 73

Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad al-Jazarî bin al-Atsîr, al-

Nihâyah fi Gharîb al-Hadîts wa al-Âtsâr, tahqîq : Mahmûd Muhammad al-Ṭanâhî, (Riyâḍ :

al-Maktabah al Islâmiyyah, tth.), juz ke-5, hal. 250

Page 64: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 48 ]

Menurut istilah (terminologi) kata al-‘iṣmah adalah perlindungan

Allâh SWT kepada hamba-Nya dari terjerumusnya ke dalam hal-hal yang

buruk, baik dalam bentuk dosa atau kesalahan, dan lain sebagainya.74

Ibn al-

Najjâr mengatakan bahwa ‘iṣmah adalah menolak, menghindari ajakan dari

berbagai unsur maksiat, sesuai dengan kemaksuman yang diberikan oleh

Allâh SWT berupa targhîb dan tarhîb.75

Al-Tilmisânî dari kelompok al-Asy‟âriyyah memahami al-‘iṣmah

sebagai bentuk kesediaan seorang hamba untuk menyesuaikan, menyepakati

(al-muwâfaqah) secara mutlak. Menurutnya, hal tersebut dikembalikan

kepada kemampuannya menciptakan setiap bentuk ketaatan.76

Sedikit

berbeda dari kelompok lainnya, Mu‟tazilah memahami‘iṣmah dengan:

menciptakan berbagai macam kebaikan (alṭâf), yang bisa mendekatkan diri

dalam ketaatan. Dalam hal ini, mereka tidak mengembalikan kepada suatu

kemampuan (dalam melakukan ketaatan). Sebab menurut mereka,

kemampuan melakukan kataatan adalah baik bagi kebalikannya.77

74

Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H), ‘Iṣmah al-Anbiyâ’, hal. 39. Lihat juga

Muhammad „Alî al-Tahânuwîy, Mausû’ah Kasysyâf Iṣṭilâhât al-Funûn wa al-‘Ulûm, hal.

1184 75

Al-targhîb berasal dari kata raghghaba yang berarti : menjadikan ingin, atau

membujuk. Menurut istilah al-targhîb adalah segala sesuatu yang sangat digemari atau

disenangi oleh objek dakwah, dan mau memenuhi ajakan menuju kebenaran. Dan al-tarhîb

berasal dari kata rahhaba, yang berarti : menakuti atau mengintimadasi. Menurut istilah al-

tarhîb adalah segala sesuatu yang bisa menjadikan ketakutan sebagai peringatan bagi objek

dakwah sebab tidak mengindahkan ajakan atau dakwah nabi serta menolak kebenaran, bisa

juga disebabkan meninggalkan kebenaran setelah mengakuinya. Abd al-Karîm Zaidân, Uṣûl

al-Da’wah, (Beirut : Mu‟assasah al-Risâlah, 1414 H/1993 M), cetakan ke-3, hal. 437 76

Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-Futûhî al-Hanbalî al-Ma‟rûf

bi Ibn al-Najjâr, Syarh al-Kaukab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtaṣar al-Tahrîr aw al-

Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtaṣar fî Uṣûl al-Fiqh, tahqîq : Dr. Muhammad al-

Zuhaili dan Dr. Nazîh Hammâd, (al-Mamlakah al-„Arâbiyyah al-Sa‟ûdiyyah : Wazârah al-

Syu‟ûn al-Islâmiyyah wa al-Auqâf wa al-Da‟wah wa al-Irsyâd, 1413 H/1993 M), juz ke-2.

hal.167 77

Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-Futûhî al-Hanbalî al Ma‟rûf

bi Ibn al-Najjâr, Syarh al-Kaukab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtaṣar al-Tahrîr au al-

Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtaṣar fî Uṣûl al-Fiqh, hal.168

Page 65: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 49 ]

Abû Bakr al-Bâqillânî berpendapat bahwa al-‘iṣmah bisa bersifat

tidak mutlak untuk selain para nabi atau malaikat,78

kecuali dengan adanya

indikasi (qarînah) pada makna bahasanya, yakni arti „al-salâmah‟,

keselamatan dari sesuatu. Dari sini, lanjut al-Bâqillânî, sebagaimana al-

Syâfi‟î (w.204 H) menyebutkan dalam kitabnya al-Risâlah, sebuah ungkapan

do‟a, yaitu: as’alu al-‘iṣmah, yakni memohon kepada Allâh SWT

perlindungan dan atau keselamatan dari sisi-Nya.Pendapat inilah yang

banyak diikuti oleh para ulama.79

Alhasil, makna al-salâmah (untuk para

nabi) lebih luas cakupannya dari keharusan al-salâmah yang terkadang

dijumpai pada selain sorang nabi atau pun raja, yaitu manusia biasa. Namun

hal itu tidak bersifat mesti atau harus, demikian menurut al Barmâwî,

sebagaimana dikutip al-Syarbînî.80

Dari berbagai definisi (ta’rîf) tersebut di atas, sepertinya perlu

dikemukakan di sini, yakni definisi yang menurut penulis lebih representatif

dan boleh jadi lebih tepat. Al-Imâm al-Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H), sebagaimana

dikutip al-Syarbînî, memberikan definisi tentang „iṣmah sebagai berikut:

78

Tentang kemaksuman malaikat pun para ahli berbeda pendapat. Sebagian

mengatakan bahwa mereka tetap dalam keadaan ma’ṣûm ; tidak mungkin melakukan

kesalahan. Dalil yang menunjukkan hal itu adalah :

بها ٤ أ ا ها أل ءا ؤ٣ب ٱن٣ ٣ و ب أ ٱلل لاك ال ٣ؼ خ ؿالظ ئ ؾغبهح ػ٤ب ٱ هكب ٱب

و ب ٣ئ ٣لؼ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka

dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. Al-Tahrîm/66 : 6).

Namun pendapat yang lain (minoritas) mengatakan bahwa malaikat adakalanya

berbuat kesalahan (tidak maksum). Menurut mereka, bukti yang menyatakan hal tersebut

adalah Iblis. Menurut mereka, Iblis pada awalnya adalah dari golongan malaikat sebelum

mereka menentang keputusan Allah SWT. Lihat, Badr al-Dîn Muhammad bin Bahâdur bin

Abdillâh al-Zarkasyî al-Syâfi‟î (745-794 H), al-Bahr al-Muhîṭ fî Uṣûl al-Fiqh¸ juz ke-4, hal.

174-175 79

Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-Futûhî al-Hanbalî al Ma‟rûf

bi Ibn al-Najjâr, Syarh al-Kawkab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtashar al-Tahrîr aw al-

Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtashar fî Ushûl al-Fiqh, hal.168 80

Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-Futûhî al-Hanbalî al Ma‟rûf

bi Ibn al-Najjâr, Syarh al-Kawkab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtashar al-Tahrîr aw al-

Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtashar fî Ushûl al-Fiqh, hal.168

Page 66: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 50 ]

“Taufiq dan perlindungan yang datang dari Allâh SWT, yang

mengantarkan atau mengarahkan Nabi-Nya dalam perbuatan baik

(kebaikan) ; dan menghalaunya dari keburukan disertai dengan

tetap adanya ujian dan cobaan (ikhtibâr) sebagai bukti perwujudan

adanya proses cobaan (ibtilâ’).81

Dalam kajian teologis, konteks i’tiqâdiyyah, menurut al-Râzî (544 -

606 H), para nabi dan rasul memiliki kemaksuman dari kekufuran dan

bid‟ah.Dan kelompok yang meyakini bahwa rasul dan nabi pun bisa

terjerumus dalam kekufuran berargumentasi bahwa mereka (rasul dan nabi)

boleh jadi melakukan suatu perbuatan yang mengandung dosa, dan bagi

mereka, dosa adalah bentuk kekufuran.82

Sedangkan dalam konteks yang berkaitan dengan syarî‟ah dan

hukum-hukum yang datang dari Allah SWT, para nabi dan rasul tidak

diperkenankan untuk merubah (tahrîf) dan berkhianat, baik disengaja

ataupun sebab lalai.Adapun dalam konteks fatwa, para nabi dan rasul tidak

diperkenankan melakukan kesalahan. Namun jika disebabkan oleh lupa,

maka dalam hal ini para teolog berbeda pendapat.83

Lebih lanjut, al-Râzî menyatakan bahwa berkenaan dengan persoalan

perbuatan dan keadaan para nabi dan rasul, para teolog berbeda pendapat,

paling tidak terpecah menjadi lima kelompok (madzhab). Pertama,

kelompok al-hasywiyyah, golongan literalis yang membolehkan atas diri

seorang nabi atau rasul melakukan dosa besar dan kecil. Kedua, kelompok

yang mengatakan bahwa seorang nabi atau rasul tidak pantas, dengan

sengaja, melakukan dosa besar sama sekali. Adapun jika melakukan dosa

kecil meski disengaja itu diperbolehkan (jâ’iz), dengan catatan perbuatan

tersebut (dosa kecil) bukan termasuk perbuatan dosa yang merendahkan,

81

„Imâd al-Sayyid al-Syarbînî, Radd Syubuhât Hawla ‘Iṣmah al-Nabî fî Ḍau’ al-

Kitâb wa al-Sunnah, (Mesir : Dâr al-Shahîfah, 1424 H/2003 M),cetakan ke-1, hal 25 82

Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H), ‘Iṣmah al-Anbiyâ’, hal. 39. Lihat juga

Muhammad „Alî al-Tahânuwîy, Mausû’ah Kasysyâf Iṣṭilâhât al-Funûn wa al-‘Ulûm, hal.

1184 83

Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H), ‘Iṣmah al-Anbiyâ’, hal. 39

Page 67: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 51 ]

menghinakan (munfir). Ini pendapat yang dipegang mayoritas penganut

Mu‟tazilah.84

Madzhab yang ketiga, adalah pendapat yang mengatakan seorang

nabi atau rasul tidak diperkenankan dengan sengaja melakukan dosa besar

dan kecil. Akan tetapi diperbolehkan memunculkan hal yang mengandung

dosa dengan cara yang disebabkan oleh lupa atau keliru ketika melakukan

suatu penta‟wilan. Pendapat tersebut dipegang oleh Abû „Alî al-Jubbâ‟î.

Sedangkan pendapat yang keempat, menyatakan bahwa tidak diperkenankan

bagi seorang nabi atau rasul melakukan tindakan dosa besar maupun kecil,

baik disengaja maupun tidak; dengan menta‟wil atau pun keliru. Adapun jika

disebabkan oleh lupa dan lengah maka diperbolehkan, meskipun mereka

(nabi dan rasul) tetap mendapat celaan sebab kelengahan dan kealpaannya

tersebut. Selanjutnya, kewajiban bagi mereka adalah harus benar-benar

mengingat ketika pengetahuan mereka telah menjadi sempurna. Pendapat ini

dipegang oleh Abû Ishâq Ibrâhîm bin Sayyâr al-Naẓẓâm.

Madzhab yang terakhir, kelima adalah kelompok Syî‟ah, yang

menyatakan bahwa tidak diperkenankan bagi seorang nabi atau rasul

melakukan tindakan dosa besar atau pun kecil ; tidak pula menta‟wil ; tidak

diperkenan untuk lupa ataupun keliru.85

Sifat lupa tidak luput dari sekalipun seorang nabi. „Umar al-Asyqar

memberikan contoh tentang sifat lupa dan pengingkaran (juhûd) yang pernah

dilakukan oleh nabi Adam, as,86

sebagaimana digambarkan dalam sebuah

riwayat, sebagai berikut:

ػ أث٢ و٣وح ػ٤ ٠ هللا هللا ه : هب ب فن : هب

هللا آك ٣ز مه فبوب خ و ظ و ػ و ك ؼ ظ خ ، و٤ب ا ا٠ ٣

ػ٠ ػو ه ، ص ب ث٤ ب ا ػ٢٤ ث٤ عؼ أ١ هة آك ، كوب

: أ١ ! ، هب ػ٤٤ ب ث٤ ث٤ كؤػغج ، ٣زي . كوأ هعال مه ئالء ؟ كوب

نا ؟ هب ك : هة ! : .كا خ . هب ز٤ : و ؟ هب ذ ػ عؼ : هة ! كوب

84

Contoh yang termasuk dosa kecil yang tidak “memalukan”, menurut mereka,

adalah mengurangi berat timbangan. Lihat Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H), ‘Iṣmah al-

Anbiyâ’, hal. 40 85

Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H), ‘Iṣmah al-Anbiyâ’, hal. 40 86

„Umar Sulaimân al Asyqâr, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 100

Page 68: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 52 ]

ػ ٠ هة ىك و ب ا : ) ك ػ٤ ٠ هللا هللا ه خ ( . هب و١ أهثؼ٤

و ػ آك د ، كوب ي ا عبء اال أهثؼ٤ خ ؟ :آك و١ أهثؼ ػ ٣جن أ

رؼطب : أ ك اثي هب ؟ كغؾل كا ٢ آك ٣ز ، ، كغؾلد مه غوح ، آك ا كؤ

٣ز فطؤد مه فطؤ ٣ز ، ٤ذ مه ا ) ك (از ه ن١ . و

Abu Hurairah ra, berkata: „Rasûlullâh saw bersabda: "Ketika Allâh

SWT menciptakan Âdam, Dia mengusap punggungnya. Lalu, dari

punggungnya tersebut jatuhlah benih yang kemudian diciptakannya

anak keturunannya hingga hari kiamat. Dan menjadikan di antara

kedua mata setiap mata mereka (manusia) terdapat seberkas cahaya,

kemudian Dia memperlihatkan mereka kepada Adam. Lalu Adam

bertanya, "Wahai Tuhanku, siapakah mereka?" Dia menjawab,

"Mereka adalah anak keturunanmu". Kemudian Âdam melihat

seorang laki-laki di antara mereka, ia kagum terhadap seberkas

cahaya di antara kedua matanya yang menarik perhatiannya, lalu dia

bertanya, "Wahai Tuhanku, siapa dia?" Allâh menjawab, "Dia adalah

seorang laki-laki yang hidup di akhir zaman dari anak keturunanmu,

namanya Dâwûd." Âdam berkata, "Wahai Tuhanku, berapa usia yang

Engkau berikan kepadanya?" Dia berkata, "Enam puluh tahun".

Adam berkata, "Wahai Tuhan, tambahkan umurnya dari umurku 40

tahun. "Maka ketika umur nabi Adam, as telah habis, Malaikat maut

(pencabut nyawa) datang kepadanya. Dia berkata, "Bukankah masih

tersisa umurku 40 tahun?" Malaikat itu menjawab, "Bukankah telah

engkau berikan kepada keturunanmu, Dâwûd?". Âdam mengingkari,

maka anak keturunannya pun ada yang ingkar. Âdam lupa, maka

anak keturunannya pun ada yang lupa. Âdam keliru maka anak

keturunannya pun ada yang keliru." (HR. Al-Tirmidzî).87

Contoh lain disebutkan, bahwa seorang nabi membakar sarang semut

hanya karena ia digigit oleh seekor semut, sehingga ratusan semut, atau

mungkin bahkan ribuan semut mati.88

Berikut riwayat yang menjelaskan

perihal tersebut :

87

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-5, hal. 267 88

„Umar Sulaimân al-Asyqâr, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 100

Page 69: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 53 ]

ت أخجش ٠ظ ٠ذ١ لبل أخجشب اث خ ث دش ش دذص أث اطب

عجذ خ ث أث ع غ١ت ا عع١ذ ث بة ع ش اث أث ع ع د اش

ع ط للا سعي للا ش ش٠شح ع ج١بء فأ ال خ لشطذ ج١ب أ ع ١

ال خ ىذ أ خ أ لشطزه أف أ إ١ د للا فأدشلذ فأ ثمش٠خ ا

رغجخ )سا غ(

“Seekor semut menggigit seorang nabi, lalu nabi tersebut

memerintahkan untuk membakar sarang semut itu, lalu terbakar.

Kemudian Allâh SWT mewahyukan kepadanya: “Apakah hanya

karena seekor semut yg menggigitmu, lalu engkau musnahkan suatu

umat yg selalu membaca tasbih”.89

Dalam riwayat lain disebutkan:

أث ع ذضا ا د عجذ اش غ١شح ٠ع اث صب ا عع١ذ دذ صب لز١جخ ث دذ

لبي ضي ج ع ع١ ط للا اج ش٠شح أ أث العشط ع بد ع اض

ج١ب ب فأدشلذ ال ش ث أ ب ص رذز فأخشط بص ش ثج خ فأ ء رذذ شجشح فذغز

ادذح )سا غ( خ ل ف إ١ د للا فأ

“Suatu hari seorang nabi berhenti di bawah pohon, lalu dia disengat

seekor semut. Kemudian nabi tersebut memerintahkan untuk

mengeluarkan makanan & mengeluarkan semua semut dari sarangnya,

setelah itu memerintahkan untuk membakarnya. Kemudian Allâh

mewahyukan kepadanya: “Apakah karena seekor semut kamu

kemudian membakarnya”.90

Contoh lain, dikisahkan bahwa Mûsâ, as datang --dari menyelesaikan

tugas dari Tuhannya-- dalam keadaan sangat marah setelah melihat kaumnya

sedang menyembah anak sapi (al-‘ijl), sehingga dengan spontan ia

memegang kepala saudaranya lalu menariknya. Lalu, ia melemparkan

89

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-4, hal. 1759 90

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-4, hal. 1759

Page 70: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 54 ]

lembaran-lembaran (lauh) yang berisi petunjuk.91

Peristiwa tersebut tercatat

dalam al Qur‟an, sebagai berikut:

ب خفز أعفب لبي ثئغ ۦ غؼج ل إ ع ب سجع

ش سث أ ز ثعذ أعج لبي ٱث ۥ إ١ ٠جش أخز ثشأط أخ١ اح م ٱل أ ى

ل رجع ٱلعذاء ذ ث وبدا٠مز فل رش ٱعزؼعف م ٱ إ أ

١ ٱظ م ع ٱ

Artinya: “Dan tatkala Mûsâ telah kembali kepada kaumnya dengan

marah dan sedih hati berkatalah dia: "Alangkah buruknya perbuatan

yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak

mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan lembaran-

lembaran (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya

(Hârûn) sambil menariknya ke arahnya, Hârûn berkata: "Hai anak

ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-

hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan

musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku

ke dalam golongan orang-orang yang ẓalim.” (QS. Al-A‟râf/7:150).

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw pernah

lupa ketika melakukan ṣalat ẓuhur yang beliau kerjakan dua rakaat. Berikut

riwayat yang dikutip dari kitab Nail al-Auṭâr, abwâb sujûd al-sahw, bâb mâ

jâ’a fî man sallama min nuqṣân92

, sebagai berikut:

ع ٤و٣ اث ػ٤ لبي : أث٢ و٣وح ع ٠ هللا هللا ٠ ثب ه

٢ ، ك ؼ الر٢ ا اؽل خ ؼو جخ ا٠ ف ، كوب ص ؼز٤ ٠ ه

جي ث٤ و ٤ ٠ ػ٠ ا ٤ غ ٣ل ا ، جب ؿ ؤ ؤ ػ٤ب غل كبر ك٢ ا

٤ ا ل و ػ٠ ظ األ٣ غ فل ، بثؼ أ وػب فوعذ ا و ،

و ك٢ ا الح ؟ ود ا غل ، كوبا : ه اة ا و أث و أث ث ػ كبثب أ

: ٣وب هع و ك٢ ا ب ، ٣ ٤ل٣ م ا أ٤ذ أ هللا : ٣ب ه ود كوب ه

ب ٣و : أ و ، كوب رو أ : الح ؟ كوب ا ٤ل٣ ا ، كزول ؟ كوبا : ؼ

91

„Umar Sulaimân al Asyqar, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 99-100 92

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâb al-Halabî wa Aulâdah,

1371 H/1952 M), juz ke-3, cetakan ke-2, hal. 114-115

Page 71: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 55 ]

هكغ هأ ، ص أ أ غك ض غل جو ، ص ب روى ، ص ٠ ك

ؤ ، ب جو كوث هكغ هأ ، ص أ أ غك ض غل جو جو ، ص

جئذ أ : أ ، ك٤و ص ٤ ؽ ث وا ػ : ص . هب زفك ع١ ( .

١ظ ل ازشج١ه(. ١ذ ١ذ ع ا ػع ا ف١

ا٠خ لبي: ف س و الح اظ ػ٤ ٠ هللا غ اج٢ ٢ ب أب أ ث٤

هع ، كوب ؼز٤ ه ٤ ث٢ الح أ ود ا أه هللا ٣ب ه كوب

٤ذ. ذذ٠ش عبق ا ا ) ل . س أؽ خ وبذ مظ ا زا ٠ذي ع أ .

ثعذ (ثذؼشر إعل

ب لبي: ب زفك ع١ ا٠خ ف س ٤ذ : ث٠ هل و هب رو أ ,

زا ٠ذي ع رى أ ١ذ٠ اة را ا ب ١ظ ثج اغخ ول عذ ب ع ثعذ

عؤاي.

Dari Abî Hurairah, ia berkata: Rasûlullâh saw bersama kami

melaksanakan salah satu dari salat di waktu sore.93

Lalu beliau salat

(bersama kami) dua rakaat kemudian salam, lalu beliau berdiri menuju

kayu yang terdapat di masjid. Beliau lalu berbaring pada kayu tersebut

seolah sedang marah dengan meletakkan lengan kanannya di atas

lengan kirinya serta menganyam (menggenggam) jari jemarinya,

sedangkan pipi kanannya diletakkan pada punggung telapak tangan

kiri. Orang-orang cepat-cepat keluar dari pintu masjid, mereka pun

berkata: “Apakah salat telah di-qaṣar (diringkas)?” Padahal di tengah-

tengah orang banyak tersebut ada Abû Bakar dan „Umar, keduanya

enggan membicarakannya.

Dan di antara mereka terdapat seseorang yang dikenal dengan nama

Dzû al-Yadain, dia berkata: “Wahai Rasûlullâh, apakah engkau lupa atau

salat (telah) di-qaṣar?‟ Beliau menjawab: “Aku tidak lupa dan salat juga

tidak di-qaṣar.”

93

Kata „al ‘asyiyyî’ diartikan oleh al Azharî, sebagaimana pula dikutip oleh al

Syaukânî, adalah waktu di antara tergelincirnya matahari dan tenggelamnya, yakni waktu

zhuhur dan ashar, demikian kebiasaan yang dipahami orang Arab. Lihat, Muhammad bin

„Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ al-Akhbar Min Ahâdîts

Sayyid al-Akhyâr, hal. 115

Page 72: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 56 ]

Beliau bertanya: “Apa benar yang dikatakan Dzû al-Yadain?” Orang-

orang menjawab: „Benar‟. Beliau kemudian maju ke depan dan mengerjakan

salat yang tertinggal kemudian salam. Setelah itu beliau takbir dan sujud

seperti sujudnya yang dilakukan atau lebih lama lagi. Kemudian beliau

mengangkat kepalanya dan bertakbir, kemudian bertakbir dan bersujud

seperti sujudnya atau lebih lama lagi, kemudian mengangkat kepalanya dan

takbir.

Bisa jadi, orang-orang bertanya kepadanya (Ibn Sirrîn), apakah dalam

hadis ada lafaẓ: „kemudian beliau salam‟, lalu ia berkata: Aku mendapat

berita bahwa „Imrân bin Huṣain berkata: „Kemudian beliau salam‟. (muttafaq

‘alaih).

Di dalam riwayat Muslim tidak ada kata (keterangan): „meletakkan

tangan di atas tangan‟ dan tidak juga: „menggenggam jari-jarinya‟.

Dalam riwayat lain, ia berkata: “Ketika aku salat bersama Nabi saw

mengerjakan salat zuhur, beliau salam setelah dua rakaat. Lalu ada seorang

laki-laki dari Bani Sulaim berdiri dan berkata: „Wahai Rasûlullâh, apakah

salat di-qaṣar atau Anda lupa?‟ Lalu menyebutkan kelanjutan hadis tersebut.

(HR. Ahmad dan Muslim).

Hal ini menunjukkan bahwa kisah tersebut terjadi di hadapannya dan

setelah keislamannya.

Dan dalam sebuah riwayat Muttafaq ‘Alaih, disebutkan, ketika

mengatakan: “Aku tidak lupa dan (shalat) tidak di-qaṣar”, ia berkata: „Benar,

engkau telah lupa‟, ini menunjukkan bahwa Dzû al-Yadain berbicara bukan

menjawab pertanyaan, setelah tahu tidak ada naskh.

Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan bahwa Rasûlullâh saw pernah

mengalami lupa, sebagaimana manusia biasa lainnya. Hal ini pun pernah

beliau tegaskan:

ش فئرا غ١ذ فزو غ ب ر غ و ب أب ثشش أ )ها (إ

“Saya adalah manusia biasa,saya juga bisa lupa sebagaimana kalian

bisa lupa. Oleh sebab itu, jika aku lupa, ingatkanlah aku” (HR.

Muslim).94

94

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 400

Page 73: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 57 ]

Sebagian pendapat mengatakan bahwa sebenarnya Rasul saw tidak

lupa, namun „dilupakan‟, tentu, oleh Allah SWT, dengan tujuan untuk

pengajaran kepada umatnya. Pendapat tersebut berdasarkan riwayat dari

Abdullâh bin Mas‟ûd, sebagaimana dikutip al-Syaukânî, sebagai berikut:

. اغ لع ى غ, : "ا ل أ ع ط للا ع١ ل ا

“Sebenarnya, aku tidak lupa, akan tetapi dilupakan untuk (tujuan)

mengajarkan tentang kesunnahan”.

Riwayat tersebut menunjukkan tidak adanya sifat lupa dalam diri

Rasul saw. Namun, riwayat tersebut mendapat reaksi keras oleh para ulama,

di antaranya adalah Ibn Hajar al-„Asqallânî, ia menilainya sebagai riwayat

yang tidak memiliki sumber yang jelas ( ال ا). Menurutnya, hadis

tersebut adalah bagian dalam balaghât-nya95

Imam Mâlik yang ghair

mauṣûl (tidak bersambung atau tidak ittiṣâl)96

sanadnya, terbukti setelah

95

Terminologi al-balaghât adalah bentuk jamak dari kata „balâgh‟, terambil dari

kata balagha, yang berarti : sampai..atau sesuatu sampai kepada tujuan”. Dalam Ilmu Hadis,

terminologi ini biasa diartikan dengan „ucapan seorang perawi dengan menggunakan kata

فالن“ عن yakni periwayatan yang tidak muttaṣil, bahkan Hammâm „Abd al-Rahmân ,”بلغىن

mengakui ada beberapa riwayat, yang diakui lupa oleh Imâm Mâlik. Istilah ini sering

digunakan Imâm Mâlik bin Anas (93 H- ) dalam beberapa tempat dalam kitabnya “al-

Muwaṭṭa’”. Tidak hanya balaghat, marasil dan mu’ḍal pun banyak dtemukan dalam kitab

tersebut. Para ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan balaghat tersebut. Mayoritas

ulama ahli hadits menolak kesahihannya. Di antara ulama yang membela adalah Ibn Abd al-

Barr dalam kitabnya “al-Tamhîd” dengan memberikan komentar-komentar (ta’qîb) tentang

alasan Imam Malik menggunakan balaghât. Di antara alasan kebolehan menggunakan

balaghat bagi Imam Malik adalah karena beliau masih dekat dengan periode kenabian (li

qurbih min ‘iṣr al-nubuwwah). Lihat Jalâl al-Dîn al-Suyûṭî, Tadrîb al-Râwî, (Beirut : Dâr

al-Fikr, tth.), juz ke-1, hal. 326. Lihat juga, Hammâm „Abd al-Rahîm Sa‟îd, al-Fikr al-

Manhajî ‘Inda al-Muhadditsîn, (Qatar : Kitâb al-Ummah, 1408 H), cetakan ke-1, hal. 113-

114. 96

Kriteria hadis ṣahîh yang paling banyak diikuti oleh para ahli hadis adalah apa

yang telah dinyatakan oleh Ibn al-Ṣalâh :

لل ع م ل او اذ ش ون ك ي ل اهو ه ت ن ىم ل ا ط اب الض ل د الع ل ق ن هب اد ن س ا ل ص ت ي ىذ ال د ن س الم ث ي د الح و ه ف ح ي ح الص ث ي د االح م ا “Hadis ṣahîh adalah hadis yang disandarkan kepada Nabi saw ; yang sanadnya

bersambung ; diriwayatkan oleh perawi yang adil dan ḍabiṭ ; diterima oleh perawi yang adil

dan ḍabiṭ pula ; tidak ada kejanggalan, dan tidak ber-illah”.

Dengan demikian, suatu hadis bisa disebut ṣahîh apabila ia memenuhi lima kriteria

: pertama, sanadnya bersambung, kedua, perawi yang ‘adl, ketiga, perawi yang ḍâbiṭ,

keempat, tidak terdapat syâdz, kelima, tidak adanya ‘illah.Lihat, Abû „Amr „Utsmân bin

Page 74: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 58 ]

dilakukan penyelidikan dan penelitian tentang kebenarannya oleh Ibn

Hajar.97

Lalu kemaksuman apa saja yang merupakan kelaziman bagi para nabi

dan rasul? Umar al-Asyqar memberikan elaborasi bahwa setiap nabi dan

rasul ma’ṣûm dalam hal-hal sebagai berikut:

Pertama, ma’ṣûm dalam mengemban tugas dan menyampaikan

risalah ketuhanan (‘iṣmah fî tahammul wa al-tablîgh).98

Artinya, mereka

tidak akan lalai, apalagi terlupa dari apa yang telah diwahyukan oleh Allah

SWT kepada mereka. Allâh SWT berfirman:

ب ٣بأ٣ هللا بز ذ ه ـ بث ك رلؼ ا هثي ا٤ي يبأ ثؾ او

ا اب ي ال ٣ؼ هللا بكو٣ ا و ل١ ا ٣

“Hai Rasûl, sampaikanlah (sesuai) apa yang diturunkan kepadamu dari

Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,

berarti) kamu tidak menyampaikan amanat atau risalah-Nya. Allâh

SWT memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allâh

tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. Al-

Maidah/5 : 67).

Juga firman Allâh SWT:

ب ٠خف ش ج ٱ ۥ ٠ع إ ب شبء ٱلل .إل عمشئه فل رغ“Kami akan membacakan (Al-Qur‟ân) kepadamu (Muhammad) maka

kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allâh menghendaki.

Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi”.

(QS. Al-A‟lâ/87: 6-7).

Termasuk kemaksuman para nabi dan rasul adalah kemaksuman yang

bersifat penjagaan atau penjagaan terhadap diri mereka (fisik)99

dari halangan

„Abd al-Rahmân al-Syahrazûrî, ‘Ulûm al-Hadîts li Ibn Ṣalâh, tahqîq : Nûr al-Dîn „Itr,

(Beirut : Dâr al-Fikr al-Mu‟âṣir, 1406 H/1986 M), hal. 11-12. 97

Muhammad bin „Ali bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbâr Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, hal. 117 98

„Umar Sulaimân al-Asyqâr, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 97 99

Pengertian ini (‘iṣmah dalam arti penjagaan dari segi fisik), sesuai dengan definisi

yang dijelaskan dalam kitab Jauharah al-Tauhîd, menyebutkan bahwa termasuk makna

‘iṣmah adalah: “hifẓ Allâh ‘Azza wa Jalla li al-anbiyâ’ bawâṭinahum wa ẓawâhirahum”,

yakni penjagaan dan perlindungan Allâh SWT kepada para nabi dan rasul, baik fisik

maupun batin mereka. Lihat, Muhammad al-Amîr, Ithâf al-Murîd Syarh Jauharah al-Tauhîd

Page 75: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 59 ]

berdakwah, seperti usaha percobaan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad

saw, sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Hisyâm yang dikutip oleh Ṣafî al-

Rahmân al-Mubârakfûrî, sebagai berikut:

ف١ز اخطخ ف اإلعذاد ز بس لش٠ش فمؼا جش ب أوبثش أ

اخز١ش ب، ح( طجبد ىخ )داس اذ ب ب ثش خ از أثش شع زه أدذ عشش ا

ؤلء الوبثش، ب شب, :سئ١غ ث أث اعبص, أث ج ث عمجخ اذى

ع١ؾ, أث اذبسس, ث خف, اؼش ث ١خ ث د, أ الع عخ ث ص خ ث ؽع١

ت, عذ, اث خف, أث ث بط.لبي اث اذج ج ث بط, أخ اذج ج١ ث

، ف١ضج ز ب عا ع ثبث ٠شطذ خ ا١ اجز ب وبذ عز إعذبق: ف

ز جبح جبص ٠م١ وبا ع صمخ لف أث ع١ ١خ، دز شح اذ ؤا ا

ف عخش٠خ ف١ ط خبؽجب لطذبث ا لبي اخ١لء، لفخ اض ج

ن ز و ش ع أ ربثعز إ أى ا ٠ضع ذ ذ ضاء : إ اعز عشة ا

رفعا السد، إ وجب جب ، فجعذ ى رى ثعذ ثعضز ، ص اعج

لذ ب. ف١ ا رذشل بس جعذ ى ، ص رى ثعذ ثعضز ، ص ف١ى رثخ وب

و زظش ٠ ز١مظ١ ، فجبرا زظف ا١ شح ثعذ ؤا ه ا ف١ز ر ١عبد ر ب

اد السع، ٠فع ب د اغ ى ، ث١ذ ش للا غبت ع أ ى فش، عبعخ اظ

ل ٠ج١ش ب ٠شبء، ي ط للا ع اش ب خبؽت ث ، فمذ فع ٠جبس ع١

٠خشجن، ٠مزن أ وفشا ١ضجزن أ ىش ثه از٠ إر ٠ ب ثعذ : ف١ ع ع١

ب خ١ش ا للا ، ىش للا ٠ ىش ٠ . وش٠

“Adapun para pemimpin penjahat dari suku Quraisy menggunakan

waktu siang mereka untuk mempersiapkan diri guna melaksanakan

rencana yang telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan parlemen

Mekkah, yakni „Dâr al-Nadwah‟100

pada pagi harinya. Untuk

bi Hâmisy Hâsyiyah Muhammad al-Amîr ‘Alâ Jauharah al-Tauhîd, (Mesir : al-Bâb al-

Halabî, 1368 H), hal. 114 100

Dâr al-Nadwah, secara bahasa berarti rumah tempat berkumpul atau

bermusyawarah (balai pertemuan), biasanya tertulis dengan “Barlamân Quraisy”, parlemen

Quraisy. Dâr al-Nadwah adalah sebuah majelis tempat bertemunya para pemimpin besar

kafir Quraisy di Kota Makkah, tepatnya berada di sekitar Masjid al-Harâm. Rumah ini

adalah tempat untuk memusyawarahkan sesuatu urusan bangsa Quraisy. Lembaga ini

dibangun oleh Qusay bin Kilâb. Di tempat ini, lahir keputusan-keputusan yang dilegitimasi

Page 76: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 60 ]

mengeksekusi hal tersebut dipilihlah sebelas orang terkemuka dari

kalangan mereka, yaitu : Abû Jahal bin Hisyâm, al-Hakam bin Abû al-

„Âṣ, „Uqbah bin Abî Mu‟îṭ, al-Naḍr bin al-Hârits, Umayyah bin

Khalaf, Zam‟ah bin al-Aswad bin „Adî, Abû Lahab, Ubay bin Khalaf,

Nabîh bin al-Hajjâj, Munabbih bin al-Hajjâj. Ibn Ishâq mengatakan :

„Ketika malam telah gelap mereka berkumpul di depan pintu rumah

Rasûlullâh saw dan mengintai kapan beliau bangun, sehingga dapat

menyergapnya. Mereka benar-benar yakin bahwa persekongkolan kali

ini akan berhasil, sehingga melihat hal seperti itu membuat Abu Jahal

berdiri tegak dengan penuh keangkuhan dan kesombongan. Kepada

rekan-rekannya yang ikut mengepung rumah Rasûl saw, dengan nada

mengejek dan merendahkan, dia (Abu Jahal) berkata : „Sesungguhnya

Muhammad mengaku bahwa jika kalian mengikuti ajarannya, niscaya

kalian akan menjadi raja dari raja-raja Arab dan non-Arab, kemudian

kelak kalian akan dibangkitkan (setelah mati) dijadikan untuk kalian

surga-surga laksana suasanan surgawi di lembah-lembah Yordania.

Jika kalian tidak mau melaksanakannya, dia akan menyembelih kalian,

lalu kalian dibangkitkan untuk dijadikan bagi kalian api yang

membakar. Waktu pelaksanaan rencana persekongkolan (al-

muâmarah, conspiracy) tersebut adalah setelah pertengahan malam

saat beliau biasa keluar rumah. Mereka melewati malam dengan terus

berjaga-jaga sembari menunggu tengah malam yang tepat. Namunn,

Allâh Maha Kuasa atas segala sesuatu. Di tangan-Nya segala urusan

langit dan bumi. Dia melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Dialah

Yang Maha Melindungi dan tidak ada yang mampu melindungi kecuali

Dia. Dialah yang telah menetapkan janji yang difirmankan kepada

Rasul-Nya saw, yaitu firman-Nya : “Dan ingatlah, ketika orang-orang

kafir (Quraisy) memikirkan segala daya dan upaya terhadapmu untuk

menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau

bersama, misalnya keputusan perihal pengangkatan pemimpin Quraisy, peperangan,

keputusan haji, perdagangan hingga perjalanan bisnis. Ketika Islam lahir di Makkah,

lembaga inilah yang menjadi sentral keluarnya keputusan yang menentang, menghadapi, dan

menghalangi dakwah Nabi Muhammad saw. Di tempat inilah mereka mengadakan

pertemuan kritis-politis, perundingan perkara yang sangat krusial, genting, bersepakat

merencanakan hal terkutuk bagi keselamatan diri Nabi Muhammad saw. Peristiwa tersebut

terjadi pada hari Kamis, tanggal 26 Ṣafar tahun 14 kenabian, bertepatan dengan bulan

September 622 M. Lihat lebih jauh, Ṣafî al-Rahmân al-Mubârakfûrî, al-Rahîq al-Makhtûm,

Bahts fî al-Sîrah al-Nabawiyyah ‘Alâ Ṣâhibiha Afḍal al-Ṣalâh wa al-Salâm, (India : Dâr

Ihyâ‟ al-Turâts, tth.), hal. 143-145

Page 77: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 61 ]

mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan

tipu daya itu, dan Allah-lah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Al

Anfal/8 : 30).101

Kedua, nabi dan rasul terkadang keliru dalam mencapai kebenaran

untuk memutuskan suatu persoalan (qad yukhṭi’ûn fi iṣâbah al-haq fî al-

qaḍâ’).102

Hal tersebut digambarkan dalam sebuah riwayat yang menyatakan

bahwa Nabi saw mendengar pertikaian atau keributan di depan pintu

rumahnya, lalu beliau keluar dan berkata:

صب ؽل ػجل هللا ؼي٣ي ث صب ػجل ا ؼل ؽل ث ٤ اثوا بؼ ػ ػ اث

بة أفجو٢ ث٤و هب اي ح ث ػو أ ذ أث٢ خ ى٣ت ث خ أفجور أ أ

ػ٤ ٠ هللا ط اج٢ أفجورب ى أ ػ٤ ٠ هللا هللا ه ػ

كوب كقوط ا٤ خ ثجبة ؽغور غ ف ق ٣ؤر٢٤ ا ا و ب أب ث ا

أث ٣ أ ثؼ كؼ ثؼ ؾ ٢ ثني ك بكم كؤه ت أ كؤؽ

ب ٤زو ٤ؤفنب أ ابه ك ٢ هطؼخ ب كب ٤ذ ثؾن (ه

“Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa (seperti manusia lainnya).

Terkadang ada orang yang terlibat pertikaian mendatangiku, maka

mungkin saja sebagian dari kalian ada orang yang lebih pandai

berbicara (berargumen) dari pada yang lainnya, lalu aku mengira

bahwa dia yang jujur, lalu aku memutuskan (perkara itu) untuk

memenangkannya. Maka dari itu, barang siapa yang telah aku

menangkan dengan (mengambil) hak sesama muslim, maka

sesungguhnya keputusan itu adalah potongan bara api neraka, maka,

(terserah) dia mengambilnya atau menolaknya. (HR. Al-Bukhârî).103

Ketiga, ma’ṣûm dari syirik, maksiat dan dosa, baik dosa besar

maupun dosa kecil.104

Namun, para nabi dan rasul tidak ma’ṣûm dilihat dari

sisi kemanusiaan mereka, seperti takut, marah dan lupa (al-a’râḍ al-

101

Ṣafî al-Rahmân al-Mubârakfûrî, al-Rahîq al-Makhtûm, Bahts fî al-Sîrah al-

Nabawiyyah ‘Alâ Ṣâhibihâ Afḍal al-Ṣalâh wa al-Salâm, hal. 146-147 102

„Umar Sulaimân al Asyqâr, al Rusul wa al Risâlât, hal. 102 103

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-4, hal. 338

104„Umar Sulaimân al-Asyqar, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 107-108

Page 78: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 62 ]

basyariyyah al-jibilliyyah lâ tunâfî al-‘iṣmah).105

Pendapat ini sesuai dengan

statement Ibn Taimiyyah yang mengatakan bahwa pendapat yang

menyatakan bahwa para nabi dan rasul dijaga dari dosa besar namun tidak

dari dosa kecil adalah pendapat yang diikuti kebanyakan ulama Islam, dan

semua golongan, bahkan itu adalah pendapat kebanyakan ahli kalam,

sebagaimana disebutkan oleh Abû al-Hasan al-Âmidî bahwa ini adalah

pendapat mayoritas golongan Asy‟ariyyah, juga pendapat para ahli tafsir dan

hadits, serta ahli fiqih. Bahkan para ulama salaf, sahabat, dan tabi‟in dan para

pengikut mereka tidak menyebutkan pendapatnya kecuali sesuai dengan

pendapat ini.106

Ibn al-Najjâr (w. 972 H) menutup pendiriannya, dengan menyatakan

bahwa ‘iṣmah akan tetap ada pada diri seluruh para nabi atau rasul. Mereka

ma’ṣûm dari setiap dosa, baik dosa besar atau pun dosa kecil ; baik dilakukan

dengan sengaja atau pun karena lupa dalam menetapkan terkait berbagai

hukum syariah. Kemaksuman mereka berlaku secara mutlak, baik sebelum

nubuwwah maupun setelahnya, bahkan semenjak mereka dilahirkan.107

Menurut al-Râzi, tidak demikian kemaksuman berlaku secara mutlak, sebab

dalam masalah ini para ulama masih berselisih pendapat. Sebagian mereka

mengatakan bahwa kemaksuman para nabi dan rasul berlaku mulai dari awal

kelahiran mereka hingga akhir dari umur mereka. Sebagian pendapat lain

mengatakan bahwa hal tersebut berlaku hanya pada usia kenabian (zamân al-

nubuwwah). Adapun masa sebelum kenabian, menurutnya, tidaklah wajib.108

Dari data-data tersebut di atas, dikelompokkan oleh Muhammad

Sulaimân al-Asyqar menjadi madzhab-madzhab ulama (perbedaan pendapat

para ulama) tentang kemaksuman para nabi dan rasul, sebagai berikut:

1. Kelompok Syî‟ah Imâmiyyah menetapkan kemaksuman para nabi

secara mutlak (absolute), sehingga mereka menolak semua perilaku dosa

besar maupun kecil yang bertentangan dengan kenabian, baik itu disengaja

105

„Umar Sulaimân al-Asyqar, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 99 106

„Umar Sulaimân al-Asyqar, al-Rusul wa al-Risâlât, hal. 107 107

Muhammad bin Ahmad bin Abd al „Azîz bin „Ali al Futûhî al-Hanbalî al-Ma‟rûf

bi Ibn al-Najjâr, Syarh al-Kaukab al-Munîr al-Musammâ bi Mukhtaṣar al-Tahrîr au al-

Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtaṣar fî Uṣûl al-Fiqh, hal.177 108

Fakhr al-Dîn al-Râzî (544 - 606 H), ‘Iṣmah al-Anbiyâ’, hal. 40

Page 79: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 63 ]

ataupun karena lalai. Meski di dalam kelompok tersebut terdapat sekelompok

kecil pendapat yang tidak sejalan, yang mengambil jalan tengah, yakni Ibn

Abî al-Hadîd. Baginya, rasul atau nabi boleh saja melakukan dosa yang

disebabkan karena lupa atau lalai, meskipun demikian pendapat ini tidak

berani mengambil keputusan lebih lanjut.109

2. Mayoritas Mu‟tazilah menyepakati pendapat Syî‟ah, kecuali

pendapat seputar dosa-dosa kecil (yang bersifat merendahkan) yang

dilakukan sebelum dan sesudah masa kenabian ; juga tidak sependapat

tentang kedustaan, baik yang besar ataupun yang kecil ; (tentang) lupa dalam

hal yang mesti dilaksanakan. Dalam hal ini, Abu al-Husain al-Baṣri, secara

singkat ia menyatakan: “Tidak diperkenankan bagi para nabi atau rasul

(tindakan dosa-dosa kecil) yang berpengaruh dalam pemenuhan atau

penunaian tugas, kewajiban(al-adâ’), pendidikan (al ta’lîm), dan kerelaan

atau pun kesejahteraan (al-qabûl).110

3. Para ahli kalam (al-Mutakallimûn), di antaranya adalah al-Âmidî,

al-Râzî, al-Bâqillânî, sebagian dari Mu‟tazilah. Mereka berpendapat bahwa

sebelum masa kenabian (qabl al-bi’tsah) para nabi atau rasul tidak terhalang

dalam melakukan dosa besar maupun kecil.111

4. Kelompok Khawârij (khususnya al-Azâriqah), berpendapat bahwa

kelompok ini memperkenankan mengutus nabi yang telah diketahui oleh

Allah, melakukan kekufuran ketika telah ditetapkan kenabiannya (ba’da al-

bi’tsah).112

5. Kelompok Ahl al-Hadîts, berpendapat bahwa para nabi atau rasul

berkemungkinan untuk melakukan dosa besar dengan sengaja. Ibn

Taimiyyah pernah mengatakan: “Sesungguhnya kemaksuman mereka dalam

hal menyampaikan (tablîgh) apa yang telah ditetapkan dari Allah SWT,

sesuai dengan kesepakatan umat”. Dalam kesempatan lain, ia menyatakan

109

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, juz ke-1, hal. 144 110

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, juz ke-1, hal. 144 111

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, juz ke-1, hal. 145 112

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, juz ke-1, hal. 145

Page 80: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 64 ]

bahwa nabi ma’ṣûm dalam hal menyampaikan hal-hal yang telah ditetapkan

oleh Allah, namun tidak dijamin kemaksuman dalam kekeliruan

penyampaiannya. Adapun dalam hal yang berkaitan dengan dosa-dosa

mereka tidak ma’ṣûm dalam tindakannya, akan tetapi tidak ada ketetapan

kemaksuman atas dosa, bahkan mereka diberi peringatan ataupun untuk

bertaubat.113

6. Kelompok al-Ẓâhiriyyah, berpandangan bahwa kemaksuman para

nabi atau rasul setelah masa nubuwwah dari dosa besar maupun kecil yang

dilakukan dengan sengaja, namun tidak dalam tindakan yang dilakukan

sebab lupa tanpa suatu maksud dan tujuan, lalu Allah memberikan

peringatan (tanbîh) dengan memperlihatkan kepada mereka dan menjelaskan

maksud dan tujuan adanya peringatan-Nya itu.114

Uraian tersebut di atas, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

kelompok pertama yang mengatakan bahwa nabi tidak mungkin melakukan

dosa atau pun kesalahan. Kelompok kedua, adalah mereka yang menyatakan

bahwa nabi tidak mungkin melakukan dosa. Masing-masing kelompok

memiliki tesis dan argumentasi yang berbeda dan sama-sama kuat. Sebagai

anti-tesisnya, kelompok pertama dianggap sebagai telah menyalahi al-Qur‟ân

dan al-Sunnah, yang telah banyak menyinggung tentang perihal kesalahan,

kekeliruan mereka di samping banyak pula menyinggung tentang

pertaubatan para nabi. Kelompok kedua, membuktikan bahwa apa yang

dilakukan para nabi bukanlah sebuah tindakan dosa, hanyalah bentuk

kekeliruan yang langsung dibersihkan oleh Allah SWT sebagai jaminan-Nya

bagi kesucian mereka.115

Dengan demikian, dari seluruh rangkaian diskusi yang sangat panjang

sebagaimana telah sedikit dibahas, Syeikh al-Marâghî mengomentari bahwa

apa yang mereka (para nabi dan rasul) lakukan, tidak selamanya, wahyu akan

selalu menyertai sisi-sisi kehidupan dan aktivitas yang mereka perbuat,

113

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, juz ke-1, hal. 146 114

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, juz ke-1, hal. 146 115

Muhammad al-Arûsy „Abd al-Qadîr, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm, (Jeddah : Dâr al-Mujtama‟, tth.), hal. 23

Page 81: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 65 ]

ataupun ucapan yang muncul dari mulut mereka; mereka tidak luput dari

kesalahan atau pun kekeliruan. Namun satu hal yang perlu menjadi catatan

adalah bahwa mereka sangat berbeda dengan manusia biasa pada umumnya,

demikian tulis Syeikh al Marâghî dalam muqaddimah ketika

memperkenalkan buku “Hayâh Muhammad”.116

Tentu, kekeliruan yang telah

mereka lakukan, secepatnya akan mendapat koreksi langsung dari

„pemegang sah risâlah‟, yaitu Allâh SWT.

ه ٱلل ب أد رذش ب ٱج أ٠ ٠ Artinya: “Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah

Allah halalkan bagimu..” (QS. Al-Tahrîm/66: 1).

Ayat ini sebagai teguran langsung dari Allâh SWT atas Rasûlullâh

saw kepada salah satu di antara istrinya. Namun, riwayat terkait latar

belakang turunnya ayat tersebut, para ulama berbeda pendapat. Ada yang

mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Mariyyah yang

diharamkan oleh Rasûlullâh saw untuk tidak akan menggaulinya lagi atas

dasar desakan dari istri-istri lainnya, terutama „Â‟isyah dan Hafṣah. Beliau

saw lakukan supaya bisa menyenangkan hati istri-istri yang lain. Pendapat

lain menyebutkan bahwa teguran dalam ayat tersebut berkenaan dengan

pengharaman madu oleh beliau saw atas dasar kecemburuan „Â‟isyah dan

Hafṣah terhadap Zainab binti Jahsy.117

C. Pandangan Ulama Tentang Kehujjahan Hadîts Hammi

Sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya, terkait kehujjahan

hadis hammî para ulama terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok

ulama yang mendukung kehujjahannya.118

Kedua, kelompok ulama yang

116

Muhammad Husain Haikal, Hayâh Muhammad, (Kâiro : Dâr al-Ma‟ârif, 1935

M), cetakan ke-14, hal. 11 117

Riwayat-riwayat tersebut terkait penafsiran Surat al-Tahrîm : 1-5. Lihat, Abî

„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh al-Musnad

Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-3, hal. 312-314. 118

Kehujahan tersebut mengandung konsekuensi fungsional, yakni pelaksanaan

praktis sesuai dengan ketetapan-ketetapan dan tuntutan-tuntutan yang telah digariskan oleh

sunnah. Lihat, Abî „Abdillâh Muhammad bin Sa‟îd Ruslân, al-Sunnah wa Bayân

Makânatihâ fî al-Islâm, (Mesir : Dâr Aḍwâ‟ al-Salaf, 1430 H/2009 M), cetakan ke-1, hal. 71

Page 82: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 66 ]

tidak menjadikan kehujjahannya berdasarkan argumentasi yang menyatakan

bahwa hadis hammî tidak termasuk bagian dari Sunnah Nabi saw.

Kelompok pertama yang meyakini kehujjahan hadis hammî, adalah

al-Imâm al-Syâfi‟î (150-204 H) dan para pengikutnya. Namun, dalam hal

kategorisasi hadis-hadis hammî, kelompok ini tidak secara tegas

membedakan hammî yang terealisasi ataupun yang tidak; kelompok ini

menganggap semua hadis yang menggunakan term hamm ( ) dianggap

sama kedudukannya sebagai hujjah syar’iyyah.

Mereka, seperti al-Zarkâsyî, menjadikan contoh riwayat tentang

keinginan Nabi saw untuk merubah posisi selendang atau surbannya ketika

khutbah pada salat istisqâ’, sebagai bagian dari hadis hammî, sebagaimana

disebut dalam riwayat dari al-Imâm al-Syâfi‟î (150-204 H), sebagai berikut :

هك١ أفجوب ها ل ال ؾ ؼي٣ي ث ػجل ا ؿي٣خ ، ػ بهح ث ػ ػجبك ، ػ

٤ ر خ ث ٤ ف ػ٤ ػ٤ ٠ هللا هللا و٠ ه ز : ا كاء، ، هب

. هجب ػ٠ ػبرو ب صوذ ػ٤ لب ك٤غؼ أػالب، ك ٣ؤفن ثؤ كؤهاك أ

„Abd al-„Azîz bin Muhammad al-Darâwardî (menginformasikan)

kepada kami, dari „Imârah bin Ghaziyyah, dari „Abbâd bin Tamîm, ia

berkata : “Rasûlullâh saw salat memohon diturunkannya hujan (salat

istisqâ’). Pada saat itu, beliau memakai khamîṣah119

berwarna hitam,

beliau hendak meletakkan bagian kain yg ada di bawah dipindahkan ke

atas, tatkala beliau (terlihat) kesulitan, maka beliau membaliknya di

atas pundak.120

119

Khamîṣah adalah sejenis pakaian yang berwarna hitam, yang memiliki dua

karakter yang berbeda di antara dua sisinya. Namun, dalam perkembangannya, penyebutan

khamîṣahjuga berlaku untuk jenis warna lain, selain hitam. Riwayat yang menggunakan

term khamîṣah, pada jalur tersebut di atas, selainnya menggunakan term al-ridâ’, yang

berarti selendang (sorban). Lihat, Ibn al-Atsîr Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin

Muhammad bin „Abd al-Karîm al-Jazrî, al-Syâfî fî Syarh Musnad al-Syâfi’î, tahqîq : Ahmad

bin Sulaimân dan Abî Tamîm Yâsir bin Ibrâhîm, (Riyâḍ : Maktabah al-Rusyd, 1426 H/2005

M), cetakan ke-1, juz ke-2, hal. 336 120

Di dalam riwayat lain yang diinformasikan oleh al-Nasa‟i secara marfu’ oleh

„Abbâd bin Tamîm dari „Abdillâh bin Yazîd. Lihat lebih jauh, Ibn al-Atsîr Majd al-Dîn Abî

al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad bin „Abd al-Karîm al-Jazrî, al-Syâfî fî Syarh Musnad

al-Syâfi’î, tahqîq : Ahmad bin Sulaimân dan Abî Tamîm Yâsir bin Ibrâhîm, juz ke-2, hal.

335

Page 83: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 67 ]

Menurut Ibn al-Atsîr riwayat tersebut terdapat dalam naskah al-Rabî‟

bin Sulaimân, salah satu murid terdekat al-Syâfi‟î (w.204 H), juga

disebutkan dalam kitab al-Umm.121

Lebih lanjut, menurut Ibn al-Atsîr,

riwayat tersebut mursal tâbi’î122

, sebab „Abbâd bin Tamîm adalah seorang

tâbi‟în, tidak mungkin langsung menisbatkan kepada Nabi saw.123

Terkait hal ini, Ibn „Abd al-Barr, sebagaimana dikutip Abî Mu‟âdz

Ṭâriq, menjelaskan bahwa ke-mursal-an seorang tabi‟in masih bisa diterima

dan harus diterima hadisnya serta bisa dijadikan hujjah, selama tabi‟in

tersebut sudah jelas ke-tsiqah-annya dan diterima dari orang yang tsiqah

pula.124

„Alâ‟ al-Dîn menyebutkan bahwa riwayat „Abbâd bin Tamîm dalam

pembahasan salat istisqâ’ bisa dijadikan sebagai hujjah.125

Oleh karena itu,

dengan berdasarkan riwayat tersebut, al-Syâfi‟î (w.204 H) dalam qaul jadid-

nya menetapkan:

غ ..." ٣ي٣ل ل أػال أ هكاء ك٤غؼ ٣ أ ب و اإل , كؤ ثنا أه

ج ان١ ػ٠ و, األ٣ ج ػ٠ األ٣ ج ان١ ػ٠ و ك٤غؼ ٤ ر

121

Muhammad bin Idrîs al-Syâfi‟î, al-Umm wa bi Hâmisyih Mukhtaṣar al-Imâm al-

Jalîl Abî Ibrâhîm Ismâ’îl bin Yahyâ al-Muzanî al-Syâfi’î (w.264 H), (Kairo : Dâr al-Syu‟ab,

1388 H/1968 M), juz ke-1, hal. 222 122

Hadis mursal adalah hadis yang di-marfu’-kan langsung oleh seorang perawi

dari kalangan tâbi’î (baik tâbi’î besar ataupun kecil) kepada Rasûl saw, baik ucapan,

perbuatan, maupun taqrîr-nya. Para ulama berbeda pendapat dalam hal mursal tâbi’î besar

atau kecil. Menurut sebagian ulama, hadis mursal hanya bagi tabi‟i besar, sedangkan mursal

tabi‟i kecil, menurut sebagian ulama digolongkannya sebagai hadîts munqaṭi’. Lihat,

Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, Uṣûl al-Hadîts ‘Ulûmuhu wa Muṣṭalahuhu, (Beirut : Dâr al-

Fikr, 1426-7 H/2006 M), hal. 222-223. Lihat juga, al-Imâm Abû „Amr „Utsmân bin „Abd al-

Rahmân al-Syahrazûrî, ‘Ulûm al-Hadîts li Ibn Ṣalâh, tahqîq : Nûr al-Dîn „Itr, (Beirut : Dâr

al-Fikr al-Mu‟âṣir, 1406 H/1986 M), hal. 52 123

Ibn al-Atsîr Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad bin „Abd

al-Karîm al-Jazrî, al-Syâfî fî Syarh Musnad al-Syâfi’î, juz ke-2, hal. 335 124

Abî Mu‟âdz Ṭâriq bin „Iwaḍillâh bin Muhammad (Ed.), Jâmi’ al-Masâ’il al-

Hadîtsiyyah al-Qawâ’id al-Hadîtsiyyah, (Mesir : Dâr Ibn „Affân, 1431 H/2010 M), cetakan

ke-1, jilid ke-2, hal. 20 125

Abû „Abdillâh „Alâ‟ al-Dîn Maghlaṭî bin Qalîj bin „Abdillâh al-Bakjarî al-Miṣrî

al-Hakarî al-Hanafî, Ikmâl Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ’ al-Rijâl, tahqîq : Abû „Abd al-

Rahmân „Âdil bin Muhammad, (Mesir : al-Fâruq al-Hadîtsah, 1422 H/2001 M), juz ke-7,

hal. 164

Page 84: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 68 ]

األ٣ و ػ٠ ٠ هللا ػ٤ هللا ب أهاك ه هل عبء ث , ك٤ األ٣ ج

"... ٣ رؾ ب كؼ ث

“...(Berdasarkan riwayat ini, kami berpendapat: „Hendaknya seorang

khaṭîb membalikkan rida’-nya, (dengan cara): bagian atasnya dijadikan

sebagai bagian bawah (bersamaan dengan) merubah sisi bagian pundak

kanan menjadi berpindah ke pundak bagian kiri. Dan (jika

sebelumnya) berada pada bagian pundak kiri dipindahkan ke bagian

pundak kanan. Demikian seperti keadaan yang diharapkan oleh

Rasûlullâh saw yang menghendaki untuk membalikkan dan merubah

rida’ (ketika khutbah istisqâ’)...”.126

Lebih lanjut, al-Zarkasyî menyebutkan contoh tentang al-ghîlah atau

al-ghiyâl127

, sebagaimana terekam dalam Ṣahîh Muslim, kitâb al-nikâh, bâb

jawâz al-ghîlah wa hiya waṭ’ al-murḍi’ wa karâhah al-‘azl. Nabi saw pernah

memiliki niat dan maksud akan melarang tentang al-ghîlah. Namun,

larangan tersebut tidak diteruskan ; tidak dibakukan di dalam masyarakat

(ditarik oleh Nabi sendiri) ketika melihat langsung (di dalam matan hadis

disebutkan و ٠ ؽز٠ م : teringat) tentang fakta sejarah yang menyatakan

bahwa masyarakat bangsa Rumawi maupun Persia telah terbiasa melakukan

al-ghîlah tersebut, karena tidak membahayakan bagi anak mereka yang

masih berada dalam kandungan.128

Dari beberapa contoh yang diajukan, penulis cenderung sependapat

dengan Sulaimân al-Asyqar yang menegaskan adanya kemusykilan yang

jelas terkait hal tersebut yang dikelompokkan ke dalam hadis hamm meski

menggunakan term hamm ( ). Padahal, Nabi saw sendiri telah menarik

126

Muhammad bin Idrîs al-Syâfi‟î, al-Umm wa bi Hâmisyih Mukhtaṣar al-Imâm al-

Jalîl Abî Ibrâhîm Ismâ’îl bin Yahyâ al-Muzanî al-Syâfi’î, hal. 222 127

Al-Nawawî mengatakan, sebagaimana dikutip Mûsâ Syâhin Lâsyîn, bahwa para

ulama berbeda pendapat tentang maksud dari term al-ghîlah dalam hadits tersebut di atas.

Menurut Mâlik dalam kitab Muwaṭṭâ, al-Aṣmu‟i dan beberapa ahli bahasa lainnya

mengatakan bahwa maksudnya adalah seorang suami yang menyetubuhi istrinya dalam

keadaan menyusui. Sedangkan menurut Ibn al-Sikkît, yang dimaksud al-ghîlah adalah

menyetubuhi istri yang sedang dalam keadaan menyusui dan hamil pula. Lihat, Mûsâ Syâhîn

Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, (Kairo : Dar al-Syurûq, 1423 H/2002 M),

cetakan ke-1, juz ke-5, hal. 600 128

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairi al-Naisâbûrî (206-261 H), Ṣahîh

Muslim, tahqîq : Muhammad Fu‟âd „Abd al-Bâqî, (Kairo : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-

„Arabiyyah, 1374 H/1954 M), juz ke-2, hal.1067

Page 85: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 69 ]

ucapan atau pun tindakannya sendiri sehingga ucapan dan tindakan yang

beliau sampaikan menjadi urung dilaksanakan atau tidak diteruskan sebagai

keputusan dan atau ketetapan hukum.129

Mayoritas ulama, seperti pengikut Imâm Mâlik (93-179 H) dan

pengikut Imâm Ahmad bin Hanbal (164-241 H) menolak pendapat tersebut,

bahkan, Ibn Qudâmah menyangsikan otenstisitas hadisnya, sehingga ia

sendiri menilai kemungkinan adanya kekeliruan perawi (ihtimâl khaṭa’ al-

râwi) dalam meriwayatkan hadis-hadis tersebut.130

Sebab jika memang benar

itu riwayat yang ṣahîh bersumber dari Nabi saw, tentu para sahabat dan

generasi setelahnya akan mengikutinya sebagai kesunnahan yang dikerjakan

oleh Rasûlullâh saw.131

Kalangan Syâfi‟iyyah sendiri, sebagaimana diungkap oleh al-

Zarkâsyî (745-794 H), menyatakan bahwa mereka menjadikannya sebagai

bagian dari sunnah Nabi saw yang mesti dilaksanakan oleh umat, meskipun

dalam rotasi istinbaṭ-nya akan mendahulukan sunnah yang bersifat qaulî,

lalu fi’lî, lalu taqrîrî Nabi saw, kemudian jika di dalam ketiganya tidak bisa

didapati sumber hukum yang bisa dijadikan dalam penetapan hukum, maka

langkah selanjutnya adalah menjadikan sunnah hammî sebagai dalilnya.132

Dengan demikian, paparan tersebut di atas memberikan kesimpulan

bahwa terkait kehujjahan hadis hammî tetap memunculkan dua kelompok

pendapat yang berbeda, yakni kelompok yang menetapkan sebagai bagian

dari sunnah Nabi saw dan sepenuhnya mendukung kehujjahannya.

Kelompok ini memunculkan konsekuensi fungsional, yakni adanya bentuk

pelaksanaan praktis sesuai dengan ketetapan-ketetapan dan tuntutan-tuntutan

yang telah digariskan oleh sunnah. Sedangkan kelompok lain yang tidak

menjadikannya sebagai hujjah, berdasarkan argumentasi yang menyatakan

129

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al- Syar’iyyah,juz ke-2, hal. 134-135 130

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al- Syar’iyyah, juz ke-2, hal. 136 131

Muhammad Sulaimân al-Asyqâr, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al- Syar’iyyah, juz ke-2, hal. 136 132

Badr al-Dîn Muhammad bin Bahâdur bin „Abdillâh al-Zarkasyî al-Syâfi‟î, al-

Bahr al-Muhîṭ fî Uṣûl al-Fiqh, (Kairo : Dâr al-Ṣafwah, 1409 H/1988 M), cetakan ke-1, juz

ke-4, hal. 211

Page 86: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 70 ]

bahwa hadis hammî tidak termasuk bagian dari sunnah Nabi saw yang

mengharuskan umat untuk menjalankan nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya.

Oleh karena itu, ucapan atau pun tindakan Nabi saw yang urung

dilaksanakan atau tidak terealisasi, dapat bersifat mengikat dan juga bisa

menjadi keputusan atau ketetapan hukum yang tidak mengikat. Dan menurut

penulis, terkait kemaksuman seorang nabi atau rasul, keputusan hukum

tersebut bisa mengikat atau tidaknya dapat dilihat dari faktor atau motif133

yang melatarbelakangi riwayat tersebut muncul ke permukaan, yang akan

diurai pada pembahasan-pembahasan berikut.

133

Dalam hal ini, penulis memahami arti kata faktor atau motif sebagai burhân atau

‘ilm atau pengetahuan atau koreksi yang didatangkan dan diinformasikan dari Allâh SWT

melalui wahy, sebagaimana telah diuraikan oleh Abû Hayyân al-Andalûsî dan al-Jamal.

Page 87: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 71 ]

Bab Tiga

TAKHRÎJ

HADIS-HADIS HAMMÎ

Untuk mengetahui autentisitas atau kesahihan suatu hadis secara

komprehensif, baik dari segi sanad dalam cakupan kritik eksternal suatu

penelitian atau pun segi matan dalam cakupan kritik internalnya, tidak bisa

tidak upaya pentakhrijan mutlak dilakukan, demi obyektifitas suatu penilaian

atas kebenaran dalam sumber-sumber hadis, serta hal-hal yang berkaitan

dengan diterima atau ditolaknya sebuah hadits.1 Paling tidak, urgensi yang

akan diraih dalam cakupan eksternal (al-khârijî)2, akan diperoleh adanya

kemungkinan kekeliruan atau pun unsur distorsi serta kualitas di dalamnya,

maupun dalam cakupan internal (al-baṭinî, al-dâkhilî), yakni pemahaman

yang benar terhadap makna-makna yang terkandung dalam teks (naṣ).3

Oleh sebab itu, dengan langkah pentakhrijan ini, pengumpulan dari

berbagai sanad dan redaksi dari suatu hadits (matn), merupakan sebuah

metode perbandingan dari berbagai bentuk periwayatan untuk menakar

1Abû Muhammad „Abd al-Mahdi menyebutkan di antara urgensi atau manfaat dalam

upaya pentakhrijan suatu hadis : 1. Mengetahui sumber-sumber hadis, kitab-kitab sumber

yang memuat hadis terkait beserta ulama-ulama yang terlibat dalam koleksi periwayatan 2.

Mengetahui variasi matan serta para perawi (rijâl) dalam variasi sanad yang berbeda-beda 3.

Dengan perbedaan dan variasi yang ada, akan dapat diketahui riwayat yang muttaṣil,

munqaṭi’, ataupun mu’ḍal dan seterusnya, dan dengan keadaan yang banyak seperti akan

diketahui munculnya syawâhid atau pun mutâbi’ sehingga keadaan suatu hadis yang semula

ḍa’îf akan menjadi penguat dengan mengangkat derajat hadis yang lemah menjadi hasan 3.

Mengetahui pendapat dan dasar penetapan para ulama seputar hadis 4. Memperjelas keadaan

ataupun nama seorang perawi yang masih samar melalui perbanding di antara sanad-sanad

yang telah ditakhrij atau diangkat ke permukaan 5. Mengetahui pen-tadlis-an, mukhtalif atau

mukhtaliṭ tafarrud atau yang syâdz, adanya mudraj dan seterusnya dalam suatu periwayatan.

Lihat, „Abd al-Mahdî „Abd al-Qâdir „Abd al-Hâdî, Ṭuruq Takhrîj al-Hadîts Rasûlillâh saw,

(Kairo : Maktabah al-Îmân, 1433 H/2012 H), cetakan ke-4, hal. 13-16 2Ibrâhîm Amîn al-Jâf al-Syahrazûrî al-Baghdâdî, Manâhij al-Muhadditsîn fî Naqd

al-Riwâyât al-Târîkhiyyah li al-Qurûn al-Hijriyyah al-Tsalâtsah al-Ûlâ, (Dubai : Dâr al-

Qalam, 2014), juz ke-1, hal. 92 3Ibrâhîm Amîn al-Jâf al-Syahrazûrî al-Baghdadi, Manâhij al-Muhadditsîn fî Naqd

al-Riwâyât al-Târîkhiyyah li al-Qurûn al-Hijriyyah al-Tsalâtsah al-Ûlâ, juz ke-1, hal.110

Page 88: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 72 ]

tingkat akurasi4 antara satu riwayat dengan yang lain, meskipun disebutkan

dalam kitab yang sudah dianggap memiliki tingkat akurasi yang paling

tinggi, seperti al-Bukhârî.5

Dalam studi analisa sanad, menjadi sangat penting terkait validitas

pembawa informasi yang beredar dalam rotasi periwayatan. Kenyataan ini

menjadi sangat urgen, paling tidak setelah terjadinya peristiwa fitnah di

dalam umat Islam sendiri, sebagaimana ditegaskan oleh Ibn Sîrîn (33-110

H), sebagaimana dikutip Ibrâhîm Amîn al-Jâf, bahwa sebelumnya di

kalangan mereka tidak mempersoalkan siapa pembawa hadis (transmisi

hadis) hingga peristiwa fitnah itu muncul, setiap mendengar suatu hadis

mereka pasti akan menanyakan dari siapa hadis itu diperoleh.6

4Menurut Ibn al-Ṣalâh, tingkat akurasi seorang perawi dapat diketahui dengan cara

memperbandingkan riwayatnya dengan riwayat perawi yang telah dikenal ke-tsiqah-annya.

Jika riwayatnya sesuai dengan perawi lain yang tsiqah, dan jarang melakukan riwayat yang

berbeda, meskipun hanya sebatas isi, maka perawi tersebut telah melakukan kontrol

terhadap riwayatnya, karena itu ia disebut perawi yang ḍâbiṭ tsubut. Namun jika sebaliknya,

sering ditemukan adanya perbedaan dengan yang lain, maka bisa diketahui bahwa ke-ḍâbiṭ-

annya telah rusak atau lemah ; riwayatnya tidak boleh digunakan sebagai hujjah. Abû

„Umar wa „Utsmân bin „Abd al-Rahmân al-Syahrazûrî, ‘Ulûm al-Hadîts li Ibn Ṣalâh, tahqîq

: Nûr al-Dîn „Itr, (Beirut : Dâr al-Fikr al-Mu‟âṣir, 1406 H/1986 M), hal., hal. 106 5Al-Bukhârî (w.256 H) sendiri tidak pernah menjelaskan secara rinci dalam

kitabnya terkait kriteria atau syarat-syarat yang dijadikannya sebagai standar autentisitas

hadis. Pada kenyataanya, sebagaimana beberapa bukti dalam penelitian oleh Ṭâriq

Muhammad Am‟itîq dan Mahmûd Idrîs al-„Awâmî, ditemukan di beberapa tempat, perawi

yang dipertanyakan ke-ḍabiṭ-annya, tanpa adanya mutâba’ât atau pun syawâhid-nya. Lihat,

Ṭâriq Muhammad Am‟itîq dan Mahmûd Idrîs al-„Awâmî, Namâdzij Min Marwiyyât Man

Khaffa Ḍabṭuhum Fî Ṣahîh al-Bukhârî, Dirâsah Taṭbîqiyyah, (Beirut : Dâr al-kutub al-

„Ilmiyyah, 1433 H/2012 M), cetakan ke-1, hal. 33 6Ibrâhîm Amîn al-Jâf memberikan contoh tentang bagaimana penelusuran seorang

perawi untuk mendapatkan validitas dari para informan yang ia temui. Adalah al-Syabî‟î

yang memperoleh riwayat hadis dari al-Rabî‟ bin Khutsaim, lalu dikatakan kepadanya (al-

Rabî‟), „siapa yang telah menyampaikan informasi ini kepadamu?‟. Dijawab oleh al-Rabî‟

bahwa ia mendapatkannya dari Ibn Abî Lailâ. Al-Syabî‟î pun menemui informan tersebut

terus menerus hingga pada informan yang mendapatkan informasinya langsung dari

Rasûlullâh saw. Lihat lebih jauh, Ibrâhîm Amîn al-Jâf al-Syahrazûrî al-Baghdâdî, Manâhij

al-Muhadditsîn fî Naqd al-Riwâyât al-Târîkhiyyah li al-Qurûn al-Hijriyyah al-Tsalâtsah al-

Ûlâ, hal. 334. Lihat riwayat tersebut secara lengkap dalam mukadimah Imâm Muslim, Abî

al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî (206-261), Ṣahîh Muslim, tahqîq

dan taṣhîh : Muhammad Fu‟âd „Abd al-Bâqî, (Kairo : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al‟Arabiyyah,

1918 H), juz ke-1, hal. 14

Page 89: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 73 ]

Sehingga, baik Ibn al-Mubârak (w.181 H) maupun Ibn Sîrîn (33-110

H), sama-sama menandaskan bahwa sistem sanad itu merupakan bagian dari

agama; yang bisa memberikan pengaruh terhadap paham serta penyerapan

agamanya. Maka tanpa adanya sistem ini, siapa pun akan mengklaim ucapan

atau pun tindakannya sekehendak dan kepentingannya sendiri; orang akan

berkata semaunya (tanpa memiliki sandaran yang kuat dan benar).7

Sedemikian krusial sanad dalam disiplin ilmu hadis, telah jelas bahwa

ia adalah tiang (sandaran) yang digunakan untuk mengukuhkan atas proses

pentashihan dan pentadh‟ifan hadis. Namun yang dijadikan sandaran bukan

hanya sanad, juga harus ditopang dengan berbagai hal penting lainnya. Jika

keberadaan isnad menjadi hal yang musti (diperlukan) untuk menetapkan

semua hadis, baik ṣahîh atau pun ḍa’îf, maka yang demikian itu termasuk

berbagai hal yang dijadikan keputusan atau ketetapan ; suatu pendapat yang

tidak memiliki sandaran-sanad dalam penuturan dari pembicara, maka tidak

akan ada nilainya (percuma).

Perumpamaan ketiadaan sanad adalah adanya kedustaan di dalamnya.

Dengan demikian, sebenarnya dengan adanya kedustaan maka tidak bisa

diambil seluruh hadisnya. Boleh jadi, ada sebagian kecil di dalam sanad

tersebut yang bersifat jujur (bisa dipercaya), namun pernah berani

memalsukan hadis sekali maka akan dihukumi sama dengan tidak

diterimanya keseluruhan hadisnya.8

Jika keberadaan sanad menjadi begitu prinsip dalam penetapan atas

semua hadis atau pun ucapan (pendapat) yang disandarkan kepada

pemiliknya, maka tidak ada keanehan dan keganjilan ketika itu jika perhatian

para ahli hadis menempatkan kajian sanad pada kedudukan yang utama.

Sebab penetapan (hukum) atas hadis tidak bisa dilakukan kecuali setelah

melakukan pertimbangan dalam sanadnya.9

7Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 15 8Musfir „Azmillâh al-Dumînî, Maqâyîs Naqd Mutûn al-Sunnah, (Riyâḍ: al-

Sa‟ûdiyyah, 1404 M/1984 M), cetakan pertama, hal. 50 9Mahmûd al-Ṭahhân, Uṣûl al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânîd, (al-Riyâḍ: Maktabah

al-Ma‟ârif, 1412 H/1991 M), cetakan ke-2, hal. 138. Lihat juga, Musfir „Azmillâh al-

Dumînî, Maqâyîs Naqd Mutûn al-Sunnah, hal. 50

Page 90: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 74 ]

Namun menetapkan hukum kesahihan hadis tidak hanya cukup

dengan isnad yang tanpa ada unsur kedustaan di dalamnya, bahkan tidak

boleh tidak memenuhi di antara syarat-syarat lainnya yang dikembalikan

pada keadaan perawi dan periwayatan itu sendiri. Syarat-syarat tersebut telah

disebutkan oleh imâm al-Syâfi‟î (w.204 H) di antaranya sebagai berikut:

Pertama, orang yang meriwayatkan khabar harus terpercaya

agamanya. Kedua, (orang tersebut) dikenal jujur dalam penuturannya.

Ketiga, ia paham terhadap hal (hadis) yang disampaikan. Keempat, ia

mengetahui dengan benar (alim) suatu lafaẓ yang bisa mengubah makna

hadis ; atau dia adalah periwayat yang bisa menyampaikan hadis sesuai

dengan huruf-hurufnya sebagaimana yang telah ia dengar, tidak menurut

makna. Karena apabila ia meriwayatkan hadis dalam bentuk makna,

sedangkan ia tidak mengetahui aspek-aspek yang bisa mengubah maknanya,

maka ia tidak tahu barangkali ia mengalihkan halal kepada yang haram.

Apabila ia meriwayatkan hadis sesuai dengan huruf-hurufnya, maka tidak

ada lagi alasan kekhawatiran mengubah hadis. Kelima, ia harus hafal jika ia

meriwayatkannya dari hafalannya; ia harus menjaga catatannya jika ia

meriwayatkannya dari kitab (catatannya). Apabila ia menghafal satu hadis

bersama-sama penghafal hadis lainnya, maka ia harus sejalan, sesuai dengan

hadis mereka. Keenam, terbebas dari tuduhan sebagai periwayat mudallis,

yaitu periwayat yang menuturkan atau meriwayatkan dari orang yang

dijumpainya tentang hal yang tidak pernah didengarnya dari orang itu. Di

samping itu, ia juga terbebas dari meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad

saw sedangkan para periwayat terpercaya meriwayatkan hal sebaliknya dari

Nabi saw‟.10

Periwayatan harus terhindar dari syadz11

, dengan menyandarkan

kepada periwayatan lain, sama halnya dalam hadis ahad atau hadis-hadis

yang disusun berdasarkan pokok masalah (yang dibahas), hadis yang disusun

berdasarkan bab atau yang lainnya dari semua hadis-hadis yang diriwayatkan

10

Al-Imâm al-Muṭṭallibî Muhammad bin Idrîs al-Syâfi‟î, al-Risâlah, hal. 370-371. 11

Secara bahasa kata syâdz berarti jarang, yang menyendiri, yang asing, yang

menyalahi aturan, dan yang menyalahi orang banyak. Lihat, Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb,

Uṣûl al-Hadîts ‘Ulûmuhu wa Muṣṭalahuhu, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1426-7 H/2006 M), hal.

229

Page 91: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 75 ]

dari Rasûlullâh saw. Al-Syâfi‟î (w.204 H) berkata : „Bukanlah suatu hadis

dinyatakan mengandung syâdz, hanya jika diriwayatkan oleh seorang

periwayat yang tsiqah, sedang periwayat yang lainnya tidak meriwayatkan

hadits tersebut. Namun yang dimaksud syâdz juga jika hadis diriwayatkan

oleh satu orang perawi tsiqah, yang menyalahi hadis yang diriwayatkan

orang banyak yang juga tsiqah.12

Dari sini, kemungkinan dapat kita pahami bahwa kata syudzûdz

adalah peristilahan yang lebih sering berkaitan dengan matan dari pada

berkaitan dengan sanad. Sebab suatu hadis itu mengandung syâdz atau tidak,

tidak bisa diketahui kecuali dengan cara membandingkan dengan hadis-hadis

lainnya yang berbeda.

Oleh karena itu, para ahli hadis benar-benar mempertimbangkan

persoalan ini menurut definisi mereka terhadap hadis ṣahîh. Maka mereka

mensyaratkan: „Suatu hadis tidak boleh terdapat syudzûdz dan „illah. „Illah’

pada umumnya terjadi pada atau di dalam sanad, sedangkan syudzûdz terjadi

di dalam matan, terkadang juga di dalam sanad. Dan jika ditelusuri, pada

umumnya terjadi di dalam matan, sebagaimana terlihat dari definisi yang

tergambarkan dalam pendapat al-Syâfi‟î yang menyatakan bahwa jika

seorang perawi yang tsiqah meriwayatkan hadis yang menyalahi (berlainan)

dengan hadis yang diriwayatkan orang banyak yang juga tsiqah.13

Jika hal itu

menyalahi pada sebagiannya maka telusuri secara tersendiri supaya cukup

untuk menggambarkan terhadap nilai ke-syâdz-an tanpa yang lainnya.

Namun pendapat mayoritas ulama adalah yang ṣahîh. Betapa banyak hadis

yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang juga tsiqah, tapi tidak disebut

dengan syâdz, serta kesepakatan mereka dengan penilaian ṣahîh.14

Begitu juga, matan tidak bisa ditetapkan kesahihannya hanya karena

para perawi yang tsiqah, namun mengharuskan adanya ketersediaan faktor-

faktor lainnya. Ibn al-Qayyim (691-751 H), sebagaimana dikutip Musfir

„Azmillâh al-Dumînî, berkata: „Mesti diketahui bahwa kesahihan sanad

12

Al-Bulqînî, Mahâsin al-Iṣṭilâh Hâsyiyah ‘Alâ Muqaddimah Ibn Ṣalâh, tahqiq :

„Âisyah Abd al-Rahmân Bint al-Syâṭi‟, (Kairo : Dâr al-Ma‟ârif, 1409 H/1989 M), hal. 173 13

Al-Bulqînî, Mahâsin al-Iṣṭilâh Hâsyiyah ‘Alâ Muqaddimah Ibn Ṣalâh, hal. 173 14

Lihat pembahasan lebih jauh dalam Al-Bulqînî, Mahâsin al-Iṣṭilâh Hâsyiyah ‘Alâ

Muqaddimah Ibn Ṣalâh, hal. 174-176.

Page 92: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 76 ]

adalah salah satu syarat dari berbagai syarat dalam kesahihan hadis dan

bukan hal yang dijadikan sebagai alasan bagi kesahihan hadis. Maka

sebenarnya, suatu hadis bisa dikatakan ṣahîh hanya dengan memenuhi

beberapa syarat, di antaranya: sahih sanadnya, tidak adanya „illah, tidak

adanya syudzûdz dan pengingkaran terhadapnya, dan para perawinya tidak

ada yang menyalahi para perawi lain yang juga tsiqah atau menyimpang,

berbeda (syâdz) dari yang lainnya.15

Lebih lanjut, Ibn al-Jauzî (510-597 H) mengatakan bahwa terkadang

suatu sanad keseluruhannya adalah tsiqah, dan juga terkadang maqlûb,16

atau

juga terjadi tadlîs di dalamnya. Ini termasuk persoalan-persoalan yang sulit,

yang tidak bisa dideteksi, diketahui kecuali dengan melakukan kritikan-

kiritikan‟.17

Jika tidak, suatu hadis tidak perlu ditelusuri para perawinya,

sebab tidak mungkin (mustahil) jikalau suatu penuturan dari orang-orang

15

Musfir „Azmillâh al-Dumînî, Maqâyîs Naqd Mutûn al-Sunnah, hal. 52 16

Hadîts maqlûb adalah hadis yang oleh seorang perawi susunan matannya terbalik,

atau diputarbalikkan dengan membalikkan yang belakang ke depan dan sebaliknya, atau

juga terbaliknya nama seorang perawi dalam sanad hadis. Lihat, Muhammad „Ajâj al-

Khaṭîb, Ushûl al-Hadîts ‘Ulûmuhu wa Muṣṭalahuhu, hal. 228 17

Abî al-Faraj „Abd al-Rahmân bin „Alî bin al-Jauzî al-Qurasyî (510-597 H), al-

Mauḍû’ât, tahqîq : „Abd al-Rahmân Muhammad „Utsmân (Madînah al-Munawwarah :

Maktabah al-Salafiyyah, 1386 H/1966 M), cetakan ke-1, juz ke-1, hal. 99-100. Kata “kritik”

dalam bahasa Arab digunakan oleh beberapa ahli dengan kata al-naqd yang bisa dimaknai

dengan upaya untuk membedakan sesuatu yang baik dan salah, juga upaya pembuktian akan

suatu hal konfirmatif. Istilah ini, menurut M. M. Azami, belum dikenal pada masa Nabi

SAW atau pun masa awal perkembangan hadis. Namun jika pengertiannya seperti hal

tersebut, maka konsep demikian bisa dilihat dalam istilah “tamyîz”, sebagaimana tertuang

dalam pengertian al Qur‟an:

... م نمالطي ب المب يثم الم ؤم ن نيمعملمىمماأمن ت معملميه حمتيم يزم رم كمانمالله ل يمذم مما

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam

keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik

(mukmin)...(QS. Ali Imron/3:179).

Selanjutnya, ia mengatakan bahwa jika maksud “kritik” sebagaimana tersebut di

atas, sebenarnya hal tersebut dalam makna ayat, telah dimulai pada masa Nabi saw,

meskipun pada masa itu hanya lebih bersifat “pembuktian” dengan cara menemui Nabi saw

untuk mengkonfirmasi sesuatu itu benar berasal dari beliau. Lihat Muhammad Mustafa

Azami, MA. Ph. D., Metodologi Kritik Hadis, terj. Drs. Ahmad Yamin, judul asli “Studies In

Hadith Methodology and Literature“, (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1992), cetakan ke-2, hal.

82

Page 93: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 77 ]

yang terpercaya, ternyata yang dinisbatkan dan dikembalikan kepada mereka

adalah keliru.18

Jadi, isnâd dan matn adalah dua hal yang saling bertautan, terikat,

yang tidak terpisahkan satu sama lain. Maka penetapan hukum terhadap

keda‟ifan suatu sanad, dituntut pula adanya penetapan terhadap matan --dari

jalur tersebut-- dengan yang ḍa’îf juga. Dan suatu matan tidak bisa

ditetapkan mengandung syudzûdz atau ḍa’îf kecuali di dalam sanadnya

terdapat cacat atau ‘illah dan kelemahan juga. Syu‟bah, sebagaimana dikutip

al-Khathîb al-Baghdâdî (w. 463) pernah berkata bahwa suatu hadis yang

syâdz tidak akan anda dapatkan kecuali (berasal) dari perawi (rijâl) yang

syâdz juga.19

Namun, dari uraian tersebut di atas, dalam pembahasan selanjutnya

penulis sangat tidak memungkinkan untuk menelusuri hadis-hadis yang

sangat banyak jumlahnya. Oleh karena itu, penulis akan membatasi

penelusuran pada pen-takhrîj-an secara umum saja, paling tidak, dalam

kajian tersebut dapat mengetahui sumber-sumber hadis, kitab-kitab sumber

yang memuat hadis terkait beserta ulama-ulama yang terlibat dalam koleksi

periwayatan. Di samping itu, penulis dapat mengetahui variasi matan serta

para perawi (rijâl) dalam variasi sanad yang berbeda-beda.20

TAKHRÎJ AL-AHADÎTS

Dari berbagai riwayat yang telah terdeteksi, sebagaimana tersebut di

atas, dapat ditelusuri beberapa perbedaan redaksi, baik perubahan yang

signifikan atau yang terkesan bertentangan, sebagai berikut:

A. Matan dan Sanad Hadis Tentang Hamm Nabi saw Menjatuhkan Diri

Dari Atas Ketinggian Bukit (upaya intihâr, suicide).

18

Abî al-Faraj „Abd al-Rahmân bin „Alî bin al-Jauzî al-Qurasyî (510-597 H), al-

Mauḍû’ât, hal. 105-106. 19

Ahmad bin „Alî bin Tsâbit al-Baghdâdî Abû Bakr al-Khathîb (w. 463), al-Kifâyah

fi ‘Ilm al-Riwâyah, (Heidar Abad : Dâirah al-Ma‟ârif al-„Utsmâniyyah, 1357), hal. 224 20

„Abd al-Mahdî „Abd al-Qâdir „Abd al-Hâdî, Ṭuruq Takhrîj al-Hadîts Rasûlillâh

saw, (Kairo : Maktabah al-Îmân, 1433 H/2012 M), cetakan ke-4, hal. 13

Page 94: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 78 ]

صب ٤و ؽل ث صب٣ؾ٠٤ ث ا٤ش ؽل ػ ػو٤ بة ػ ػ ص٢ اث ؽل ػجل

ث ل هللا صب ؾ ام ؽل ى صب ػجل او و ؽل ؼ و١ هب اي

ح كؤفجو٢ ػو خ ػ ػبئ ٢ هللا ب هبذ ه ب أ ػ هللا ه ب ثلة ث أ

ب إ٣ب ا ؽ٢ او ا ػ٤ ٠ هللا ال ٣و هإ٣ب اال ب ك كهخ ك٢ ا

٣ؤر٢ ب جؼ ك كن ا ض اد ؽواء عبءد ازؼجل ا٤ب٢ م ك٤زؾش ك٤

٣وعغ ا٠ ك ني ص ٣زي ؼلك ض فل٣غخ ا ك كزي ؾن ب ؽز٠ كغئ ا

ؿبه ؽواء ك٢ ػ٤ ٠ هللا اج٢ اهوأ كوب كوب ي ك٤ كغبء ا

ذ ٢ كو أه ل ص غ ٢ ا ٢ ؽز٠ ثؾ ط ـ ب أب ثوبهة كؤفن٢ ك ذ اهوأ كو كوب

اهوأ كو ٢ كوب أه ل ص غ ٢ ا ٢ اضب٤خ ؽز٠ ثؾ ط ـ ب أب ثوبهة كؤفن٢ ك ذ

أه ل ص غ ٢ ا ٢ اضبضخ ؽز٠ ثؾ ط ـ ب أب ثوبهة كؤفن٢ ك ٢ كوب اهوأ ثب

ؽز٠ ثؾ هثي ان١ فن ٣ؼ ب ب اإل اكه ؽز٠ ػ كوعغ ثب روعق ث

ػ٠ فل٣غخ كف ع كوب او ؽز٠ مت ػ ٢ كي ٢ ى ى كوب

ب فل٣غخ ٣ب و ال أث ٢ كوبذ ٤ذ ػ٠ ل هل ف هب قجو أفجوب ا ٢

روو١ ا رؾ ؾل٣ش لم ا ر ؽ او أثلا اي ز ال ٣قي٣ي هللا هللا ك

ؾ ائت ا ػ٠ رؼ٤ ٤ق ا طوذ ث ا فل٣غخ ن ص ك ههخ ث ؽز٠ أرذ ث

٢ ه ث ؼي ػجل ا ل ث أ ث ػ اث و فل٣غخ وأ ر ا ب أف أث٤ب

ؼوث٢ زبة ا زت ا ٣ ب ٤خ غب ك٢ ا أ بء هللا ب غ٤ اإل ؼوث٤خ زت ثب ك٤

٢ كوبذ ج٤وا هل ػ ٤قب ب زت أف٤ي فل٣غخ ٣ اث غ ا ػ أ١ اث

ههخ كوب بما رو كؤفجو اج٢ أف٢ ب هأ اث ػ٤ ٠ هللا

ههخ كوب ػ٠ ي ان١ أ ٠ نا اب ؽ٤ب ؽ٤ ٣ب ٤ز٢ ك٤ب عنػب أ

كو قوع٢ أ ػ٤ ٠ هللا هللا ه ي كوب ٣قوعي ه ههخ ب ؼ

وا وى ي أ ٢ ٣ ٣له ا اال ػك١ ب عئذ ث ض ث ه ٣ؤد هع

ت ٣ ها ص ئى ههخ ؽ٢ كزوح كزو ا ك٢ ر أ ٠ هللا اج٢ ؽز٠ ؽي

غجب ن ا ا هء ٢ ٣زوك واها ب ؽيب ؿلا ـ ب ث ك٤ ػ٤

رجل ل و٢ ٢ ٣ ح عج ك٠ ثنه ب أ ك ل اي عجو٣ ؾ ٣ب كوب

ؽ هللا ؽ٢ ه كزوح ا ك٤وعغ كبما بذ ػ٤ روو ل ني عؤ وب ك٤

Page 95: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 79 ]

رجل ح عج ك٠ ثنه مي كبما أ ض ؿلا مي عجو٣ ض كوب هب اث

جبؽ ػجب كبن اإل و ثب٤ و ء ا به ثب ء ا . )ها اجقبه(

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahyâ bin Bukair telah

menceritakan kepada kami al-Laits dari „Uqail dari Ibnu Syihâb. Dan

Telah menceritakan kepadaku „Abdullâh bin Muhammad telah

menceritakan kepada kami „Abd al-Razzâq telah menceritakan kepada

kami Ma‟mar, al-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku

Urwah dari „Â‟isyah ra, ia menceritakan; wahyu pertama-tama yang

diturunkan kepada Rasûlullâh saw adalah berupa mimpi yang baik

ketika tidur, beliau tidak bermimpi selain datang seperti fajar subuh,

dan beliau selalu pergi ke gua Hirâ‟ untuk ber-tahannus21

di sana, yaitu

beribadah selama beberapa malam, kemudian kembali kepada

Khadîjah agar dia dapat membekali beliau untuk keperluan seperti itu,

sampai akhirnya beliau dikejutkan dengan al-Haq ketika beliau sedang

berada di dalam gua Hirâ‟, malaikat datang kepada beliau dan berujar;

„bacalah! Nabi saw berkata kepadanya; “maka aku menjawab; „Saya

tidak bisa membaca! Lalu dia mendekapku dan menutupiku hingga

aku kepayahan. kemudian melepasku dan berkata; „Bacalah! „ aku

menjawab; „Saya tidak bisa membaca! Ia mendekapku lagi dan

menutupiku untuk kedua kalinya hingga aku kepayahan, kemudian

melepasku lagi seraya mengatakan; „Bacalah! „ saya menjawab; „Saya

tidak bisa membaca.‟ Maka ia mendekapku dan menutupiku untuk kali

ketiganya hingga aku kepayahan, kemudian melepasku lagi dan

mengatakan; ‘iqra’ bismi rabbik al-ladzî khalaq sampai ayat ‘allam al-

insâna mâ lam ya’lam, kemudian beliau pulang dengan menggigil

21

Kata al-tahannuts berarti ritual peribadatan (yata’abbad), seperti ungkapan :

“Fulân yatahannats, bermakna „Fulan melakukan peribadatan yang berfungsi untuk

mengeluarkan atau melepaskan dari dosa dan kesalahan. Kata ini jg digunakan ketika

menggambarkan peribadatan pada masa jahiliyah yang bermakna al-taqarrub, yakni upaya

untuk mendekatkan diri kepada Allâh. Lihat, Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin

Muhammad al-Jazarî bin al-Atsîr, al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsâr, tahqîq :

Mahmûd Muhammad al-Ṭanâhî, (Riyâḍ : al-Maktabah al-Islâmiyyah, tth.), juz ke-1, hal.

449. Al-„Ainî (w.855 H) menyatakan bahwa kata tersebut adalah sisipan (idrâj) tafsiran dari

al-Bukhârî, yang bermakna kegiatan menyendiri dengan ritual ibadah, menurut satu

pendapat hanya memperhatikan (Jawa=nyawang) ke arah Ka‟bah. Kegiatan tersebut

sebelumnya sudah dilakukan oleh tokoh sesepuh Quraisy, terutama oleh kakek beliau saw,

„Abd al-Muṭṭalib. Lihat, Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd bin Ahmad al-„Ainî (w.855

H), ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-Bukhârî, taṣhîh dan ta‟lîq : Muhammad Munîr „Abduh,

(Beirut : Dâr al-Fikr, tth.), juz ke-24, hal. 128

Page 96: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 80 ]

hingga menemui Khadîjah dan berkata; “Selimutilah aku, selimutilah

aku!” maka keluarganya pun menyelimuti beliau, sampai rasa

ketakutan beliau menghilang, kemudian beliau berkata: “ya Khadîjah,

apa yang terjadi pada diriku?” beliau menceritakan peristiwa tersebut

kepadanya dan berkata; “Aku mengkhawatirkan diriku” Maka

Khadîjah menjawab: „Sekali-kali tidak, bergembiralah, demi Allâh,

Allâh tidak akan menghinakanmu selama-lamanya, sebab engkau suka

menyambung silaturrahim, berkata jujur, menghilangkan kesusahan

orang lain serta menjamu tamu, serta membela kebenaran! „ Maka

Khadîjah pergi bersama beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad

bin Abd al-„Uzzâ bin Quṣṣay, anak paman Khadîjah, atau saudara

ayahnya, ia adalah semasa jahiliyah beragama nashrânî dan suka

menulis kitab suci Arabi, ia menulis Injil Arabi dengan kehendak

Allâh, dan dia seorang kakek yang cukup umur dan buta. Maka

Khadîjah berkata kepadanya; „Wahai anak pamanku, dengarlah (apa

yang dituturkan) anak saudaramu! „ Waraqah bertanya; „Hai anak

saudaraku, apa yang telah kau lihat? „Maka Nabi saw mengabarkan apa

yang telah beliau lihat, spontan Waraqah mengatakan; „Ini adalah

Nâmûs yang pernah diturunkan kepada Mûsâ, duhai sekiranya ketika

itu aku masih gagah perkasa dan masih hidup, ketika kaummu

mengusirmu! „ “Adakah kaumku akan mengusirku?” tanya Nabi saw.

Waraqah menjawab; „Iya, tidak ada seorang pun yang membawa

seperti yang kau bawa, melainkan ia akan dimusuhi. Jikalau aku temui

hari-harimu, niscaya aku membelamu dengan gigih.‟ kemudian tak

berselang lama Waraqah meninggal dan wahyu berhenti beberapa lama

hingga Nabi saw sedih. Berita yang sampai kepada kami, kesedihan

yang beliau alami sedemikian rupa, hingga beliau beberapa kali ingin

bunuh diri dengan cara menerjunkan diri dari puncak gunung. Namun

setiap kali beliau naik ke puncak gunung untuk menerjunkan dirinya,

Jibril menampakkan diri dan mengatakan; „Hai Muhammad,

sesungguhnya engkau betul-betul utusan Allâh! „ nasehat ini

menjadikan hatinya lega dan jiwanya tenang lalu beliau pulang.

Namun jika sekian lama wahyu tidak turun, jiwanya kembali

terguncang, dan setiap kali ia naik puncak gunung untuk bunuh diri,

Jibril menampakkan diri dan menasehati semisalnya. Ibnu Abbas

mengatakan tentang ayat; „fâliq al-iṣbâh‟ yaitu cahaya matahari ketika

siang, dan cahaya bulan ketika malam.22

22

Abî Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

Page 97: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 81 ]

Redaksi tersebut di atas terdapat dalam Ṣahîh al-Bukhârî, kitâb al-

ta’bîr (91), bâb awwal mâ budi’a bihi Rasûlullâh saw min al-wahy al-ru’yâ

al-ṣâlihah (1), no. 6982. Secara terpisah, Imam al-Bukhârî menyebutkan

juga dengan bentuk redaksi dan tempat yang berbeda, tanpa menyebutkan

kisah Rasûl saw yang hendak menjatuhkan diri dari puncak ketinggian.

Perbedaan tersebut dimulai dari teks hadis yang bergaris bawah. Redaksi

tersebut disebutkan pada kitab: „bad’ al-wahy‟ dalam Ṣahîh al-Bukhârî23

,

sebagai berikut:

صب ٤و ؽل ث صب ٣ؾ٠٤ ث ؽل ش ا٤ هب ػ ػو٤ بة ػ اث ح ػ ػو

ث٤و اي ث ػ ٤ ئ ا خ أ ب هبذ ػبئ أ ٠ هللا هللا ه ب ثلة ث أ

ض ال ٣و هإ٣ب اال عبءد ب ك بؾخ ك٢ ا إ٣ب ا ؽ٢ او ا ػ٤

٣ ب قالء ا ؽجت ا٤ جؼ ص به ؽواء قكن ا ـ ازؼجل ث ك٤زؾش ك٤

٣وعغ ك ني ص ٣زي يع ا٠ أ ٣ أ ؼلك هج اد ا ا٤ب٢ م

به ؽواء فل٣غخ ا٠ ـ ك٤ ؾن ضب ؽز٠ عبء ا ك ك٤زي ي كوب اهوأ كغبء ا

اهوأ ٢ كوب أه ل ص غ ٢ ا ٢ ؽز٠ ثؾ ط ـ كؤفن٢ ك ب أب ثوبهة هب هب

ب أب ثوبهة ذ ه ل ص غ ٢ ا ٢ اضب٤خ ؽز٠ ثؾ ط ـ اهوأ كؤفن٢ ك ٢ كوب أه

٢ كوب أه ٢ اضبضخ ص ط ـ ب أب ثوبهة كؤفن٢ ك ذ هثي ان١ كو فن اهوأ ثب

و هثي األ ػن اهوأ ب ػ٤ فن اإل ٠ هللا هللا كوعغ ثب ه

ػ٠ ٣وعق كئاك كلف ب ػ ٢ هللا ٣ل ه ذ ف ٢ فل٣غخ ث ى كوب

٢ كي ى ع كوب او ؽز٠ مت ػ ٤ذ قل٣غخ قجو ول ف أفجوب ا

٢ كوبذ فل٣غخ ػ٠ ل رؾ ؽ او أثلا اي ز ب ٣قي٣ي هللا هللا ال

ؼل ت ا ر طوذ ا ؾن كب ائت ا ػ٠ رؼ٤ ٤ق روو١ ا

فل٣غخ ث ؽز٠ أرذ ث ػ اث ؼي ػجل ا ل ث أ ث ك ههخ ث فل٣غخ ب

زب زت ا ٣ ب ٤خ غب و ك٢ ا وأ هل ر ا غ٤ اإل زت ؼجوا٢ ك٤ ة ا

٢ كوبذ ج٤وا هل ػ ٤قب ب زت ٣ أ بء هللا ب ؼجوا٤خ فل٣غخ ثب ٣ب اث

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, tahqîq : Muhîb al-Dîn al-

Khaṭîb, (Kairo : al-Salafiyyah, 1400 H), cetakan ke-1, juz ke-4, hal. 295 23

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 14-15

Page 98: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 82 ]

أف٤ي كوب اث غ ا ههخ ػ بما رو أف٢ ٣ب اث هللا كؤفجو ه

ب هأ كوب فجو ػ٤ ٠ هللا ههخ هللا ان١ ي نا اب

٠ ػ٠ هللا ه ي كوب ؽ٤ب ام ٣قوعي ه ٣ب ٤ز٢ ك٤ب عنػب ٤ز٢ أ

اال ب عئذ ث ض ث ه ٣ؤد هع ؼ هب قوع٢ أ ػ٤ ٠ هللا

ت ٣ ها ص ئى وا وى ي أ ٢ ٣ ٣له ا ههخ ػك١ كزو ك٢ ر أ

ؽ٢ .ا

Redaksi tersebut di atas (yang bergaris bawah dan seterusnya) diakui

oleh Ibn Hajar al-„Asqalânî adalah murni tambahan (ziyâdah) dan lafaẓnya

itu sendiri adalah milik Ma‟mar pada riwayat „Uqail sebab riwayat yang

dimiliki Ibn Hajar, sebagaimana ia akui, jalur lain yang sama dari „Uqail dari

jalur Abû Zur‟ah al-Râzî dari Yahyâ bin Bukair (guru al-Bukhârî) tidak

menyebutkan riwayat tersebut (tentang keinginan Nabi saw menjatuhkan

diri). Oleh sebab itu, tindakan ini (dengan cara menggabungkan,

sebagaimana terlihat dalam Ṣahîh al-Bukhârî) memberikan kesan seperti

bagian yang sama dari riwayat „Uqail. Al-Humaidî, sebagaimana dikutip Ibn

Hajar, menyatakan bahwa hadis ini hingga kalimat : كزواؽ٠, (dan wahyu pun

terputus; masa kekosongan wahyu), lalu al-Humaidi menyatakan: „Selesai

sampai di sini hadîs „Uqail yang diriwayatkan sendirian (al-mufrad) dari Ibn

Syihâb hingga yang telah kami sebutkan‟.24

Adapun sanad hadis tersebut Imâm al-Bukhârî merekam dari dua

jalur (sanad) periwayatan, terbukti dengan dibubuhkannya tanda huruf (ػ) di

tengah-tengah sanad yang, menurut Ibn Ṣalâh (w.643 H), memberikan

pengertian harf tahwîl25

, yaitu :

24

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-12, hal. 359 25

Ibn Ṣalâh (w.643 H) menjelaskan bahwa huruf hâ’ berasal dari kata hâ’il (yang

merintangi, menghalangi antara dua sisi yang berbeda) atau harf tahwîl yakni simbol yang

menandakan adanya peralihan dalam jalur sanad ; yang menandakan bahwa dalam hadis

tersebut al-Bukhârî memiliki jalur lain. Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi adanya

penumpukkan sanad yang disangka satu, padahal yang dimaksud adalah dua sanad atau

lebih yang berbeda. Sebagian yang lain mengatakan ha’ itu sebagai simbol dari kata al-

hadîs, maka ketika sampai pada huruf tersebut mengucapkan kata : al-hadîts, hal ini sudah

menjadi tradisi sebagian ulama Maghribî, namun sebagian yang lain mengucapkan hâjiz

(pemisah) bukan al-hadis. Lihat Syams al-Dîn Abî al-Khair Muhammad bin Abd al-

Page 99: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 83 ]

Jalur pertama, al-Bukhârî mendapatkan informasi (dengan

menggunakan term haddatsanâ) dari Yahyâ bin Bukair, ia mendapatkan

informasi (dengan menggunakan term haddatsanâ) dari al-Laits, ia

mendapatkan informasi (dengan menggunakan term ‘an) dari „Uqail, ia

mendapatkan informasi (dengan menggunakan term ‘an) dari Ibn Syihâb.

Jalur kedua, al-Bukhârî mendapatkan informasi (dengan

menggunakan term haddatsanâ) dari Abdullâh bin Muhammad, ia

mendapatkan informasi (dengan menggunakan term haddatsanî) dari

„Abd al-Razzâq, ia mendapatkan informasi (dengan menggunakan term

haddatsanâ) dari Ma‟mar. Sampai di sini, Ma‟mar langsung menyebutkan

al-Zuhrî (Ibn Syihâb), dan al Zuhrî langsung mengatakan (dengan

menggunakan term qâla) bahwa ia mendapatkan berita (dengan

menggunakan term akhbaranî) dari „Urwah, ia mendapatkan informasi

langsung (dengan menggunakan term ‘an) dari „Âisyah, ra.

Jalur isnad pertama dalam hadis tersebut terdiri dari 4 (empat orang

perawi), yakni Yahyâ bin Bukair, al-Laits, „Uqail, dan Ibn Syihâb. Lalu,

bagaimana komentar para kritikus hadis tentang para perawi ini? Beberapa

kritikus hadis menilainya sebagai berikut:

Yahyâ bin Bukair (15526

-231 H27

), ia adalah Abû Zakariyyâ al-

Miṣrî Yahyâ bin „Abdillâh bin Bukair al-Qurasyiyyi al-Makhzûmî, mawlâ

Banî Makhzûm. Ia menerima atau mendapatkan periwayatan hadis (guru),

Rahmân al-Sakhâwî al-Syâfi‟î, Fath al-Mughîts bi Syarh Alfiyyah al-Hadîts, tahqîq : „Abd

al-Karîm Abdullâh bin Abd al-Rahmân al-Khuḍair dan Muhammad Abdullâh bin Fuhaid

Âlu Fuhaid, (Riyâḍ : Maktabah al-Minhâj, 1426 H), juz ke-2, cetakan ke-1, hal. 90. Lihat

juga, Abû „Umar wa „Utsmân bin „Abd al-Rahmân al-Syahrazûrî, ‘Ulûm al Hadîts li Ibn

Ṣalâh, hal. 203-204. Lihat juga, al-Kirmânî, Ṣahîh Abî ‘Abdillâh al-Bukhârî bi Syarh al-

Kirmânî, (Beirut : Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1401 H/1981 M), cetakan ke-2, juz ke-24,

hal. 94 26

Menurut Abû Sa‟îd bin Yûnus, Yahyâ bin Bukair lahir pada tahun 154 H. Lihat

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl,

tahqîq : Basysyâr „Awwâd Ma‟rûf, (Beirût : Mu‟assasah al-Risâlah, 1413 H/1992 M),

cetakan ke-1, juz ke-31, hal. 403 27

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, (Beirut

: Mu‟assasah al-Risâlah, 1422 H/2001 M), juz ke-10, hal. 614

Page 100: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 84 ]

dari Ḍamrah bin Rabî‟ah, al-Laits bin Sa’d, Mâlik bin Anas.28

Adapun

orang-orang yang menerima riwayat darinya (murid) adalah al-Bukhârî,

Muhammad bin „Abdillâh bin Numair, Muhammad bin Abdillâh, yakni

Muhammad bin Yahyâ bin Abdillâh al-Dzuhalî,Yahyâ bin Ma‟în,.29

Al-

Mizzî (645-742 H) menambahkan di dalamnya termasuk juga Muslim dan

Ibn Mâjah.30

Para kritikus hadis, di antaranya al-Dzahabî (w.748 H/1374 M)

menilai Yahyâ bin Bukair sebagai orang yang hâfiẓ (hafal) lagi ṣadûq (jujur).

Ibn Hibbân menggolongkannya dalam kelompok para perawi yang “tsiqât”

dan ia termasuk orang yang dijadikan sebagai hujjah (otoritatif) oleh

Syaikhân (al-Bukhârî-Muslim). Sedangkan Abû Hâtim menganggap bahwa

Yahyâ, hadisnya boleh ditulis31

, namun tidak bisa dijadikan hujjah (tidak

otoritatif).32

Dan al-Nasâ‟î mengatakan bahwa ia adalah ḍa’îf (lemah).33

Di

tempat lain, al-Nasâ‟î menggunakan ungkapan „tidak tsiqah’ (laisa

bitsiqah).34

Pendapat al-Nasâ‟î ini dibantah oleh al-Dzahabî (w.748 H/1374

M) dengan mengatakan : „aku tidak mengerti atas dasar apa sehingga ia

menilainya lemah (mâ adrî mâ lâha li al-Nasâ’î minhu hattâ ḍa’’afahu).35

Al-Laits (w.175 H), Laits bin Sa‟d bin „Abd al-Rahmân al-Fahmî,

Abû al-Hârits al-Miṣrî, maulâ „Abd al-Rahmân bin Khâlid bin Musâfir (ada

yang mengatakan) maulâ bin Tsâbit bin Ẓâ‟in, kakek „Abd al-Rahman bin

28

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-31, hal. 401-402 29

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-31, hal. 402-403 30

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-31, hal. 404 31

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-31, hal. 403 32

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al Nubalâ’, juz ke-

10, hal. 613 33

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al Nubalâ’, juz ke-

10, hal. 613 34

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-31, hal. 403 35

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

10, hal. 615

Page 101: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 85 ]

Khâlid bin Musâfir. Ia lahir di Qarqasyandah, perkampungan kira-kira empat

parsakh dari mesir.36

Ia menerima riwayat di antaranya dari „Aṭâ‟, Ibn Abî Mulaikah,

Nâfi‟. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Qutaibah,

Muhammad bin Rumh Al-Dzahabî (w.748 H/1374 M) berkata, ia seorang

yang hâfiẓ dan „âlim al-diyâr (seorang yang „alim di negerinya).37

‘Uqail (w. 141/144 H). Ia adalah „Uqail bin Khâlid al-Ailî. Ia

menerima riwayat dari ‟Ikrimah, al-Qâsim, al-Zuhrî. Sedangkan orang-orang

yang meriwayat darinya seperti al-Laits, Ḍimâm bin Ismâ‟îl, Khalq. Menurut

al-Dzahâbî (673-748 H/1374 M), ia hâfiẓ.38

Ahmad dan al-Nasâ‟î menilainya

sebagai orang yang tsiqah. Abu Zur‟ah mengatakan bahwa ia adalah orang

yang tsiqah ṣadûq (terpercaya lagi jujur).39

Ibn Syihâb (w.124 H). Ia adalah Muhammad bin Muslim bin

„Ubaidillah bin „Abdillah bin Syihâb al-Zuhrî Abu Bakr. Ia menerima hadits

dari Abdullah bin Umar, Anas, Sahl, dan Ibn al-Musayyab. Orang-orang

yang menerima riwayat darinya, seperti Yûnus, „Uqail, Ma‟mar, al-Zubaidî,

Syu‟aib, Mâlik, dan Ibn „Uyainah. Dalam al-Kâsyif, al-Dzahâbî (673-748

H/1374 M) mengatakan bahwa hadis yang ia riwayatkan dari Abi Hurairah

dalam koleksi al-Tirmidzi; dari Rafi‟ bin Khadîj dalam koleksi al-Nasa‟i,

berkedudukan mursal40

.41

36

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-24, hal. 255-256 37

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

8, hal. 137 38

Syams al-Din Abi „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah wa Hâsyiyatuh li al-Imâm

Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ Ibrâhîm bin Muhammad Sibṭ bin al-‘Ajamî al-Halabî, ta‟lîq :

Muhammad „Awwâmah, (Jeddah : Dâr al-Qiblah li al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah, 1413 H/1992

M), cetakan ke-1, hal. 32 39

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

6, hal. 303 40

Hadis mursal adalah hadis yang di-marfu’-kan langsung oleh seorang perawi dari

kalangan tabi‟i (baik tabi‟i besar ataupun kecil) kepada Rasûl saw, baik ucapan, perbuatan,

maupun taqrîr-nya. Para ulama berbeda pendapat dalam hal mursal tabi‟i besar atau kecil.

Menurut sebagian ulama, hadis mursal hanya bagi tabi‟i besar, sedangkan mursal tabi‟i

kecil, menurut sebagian ulama digolongkannya sebagai hadîts munqathi’. Lihat,

Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, Uṣûl al-Hadîts ‘Ulûmuhu wa Muṣṭalahuhu, (Beirut : Dâr al-

Page 102: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 86 ]

Jalur isnad kedua dalam hadis tersebut terdiri dari 6 (enam orang

perawi), yakni: Abdullah bin Muhammad, „Abd al-Razzâq, Ma‟mar, al-Zuhrî

(Ibn Syihâb), „Urwah, „Âisyah, ra. Para kritikus hadis memberikan komentar

terhadap para perawi tersebut, sebagai berikut:

Abdullâh bin Muhammad (w.229 H). Ia adalah Abû Ja‟far

„Abdullâh bin Muhammad bin Abdullâh bin Ja‟far bin Yamân al-Ju‟fî,

seorang al-Imâm, al-hâfiẓ, al-mujawwid, al-musnid. Abû Hâtim berkata, ia

orang yang ṣadûq. Ia adalah salah satu guru Imam al-Bukhari, sebagaimana

diakui oleh al-Hâkim.42

‘Abd al-Razzâq (126 H). Ia adalah „Abd al-Razzâq bin Hammâm

bin Nâfi‟al-Hâfiẓ Abû Bakr al-Ṣan‟ânî. Ia menerima riwayat dari Ibn Juraij,

Ma‟mar, Tsaur. Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya,

seperti Ahmad, Ishâq, al-Ramâdî, dan al-Dabarî.43

Para kritikus hadis, seperti

al-Dzahâbî (w.748 H/1374 M), sebagaimana ia mengutip Ahmad al-„Ijlî,

menyatakan bahwa „Abd al-Razzâq seorang tsiqah, juga menganut paham

syi‟ah (tasyayyu’44

).45

Fikr, 1426-7 H/2006 M), hal. 222-223. Lihat juga, Abû „Amr „Utsmân bin „Abd al-Rahmân

al-Syahrazûrî, ‘Ulûm al-Hadîts li Ibn Ṣalâh, tahqîq : Nûr al-Dîn „Itr, (Beirut : Dâr al-Fikr al-

Mu‟âṣir, 1406 H/1986 M), hal. 52 41

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah wa Hasyiyatuh li al-Imam

Burhan al-Din Abi al-Wafa Ibrahim bin Muhammad Sibṭ bin al-‘Ajami al-Halabi, juz ke-2,

hal. 219 42

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

10, hal. 659 43

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah wa Hasyiyatuh li al-Imam

Burhan al-Din Abi al-Wafa Ibrahim bin Muhammad Sibṭ bin al-‘Ajami al-Halabi, juz ke-1,

hal. 651 44

Menurut ulama jarh dan ta’dîl, perawi yang menganut paham ahl al-bid‟ah,

termasuk di dalamnya adalah sekte Syî’ah, Râfiḍah atau Murji’ah dan lain-lain,

periwayatannya masih bisa diterima selagi tidak mengandung unsur ajakan fanatisme

madzhab pribadinya (idzâ lam yakun dâ’iyatun ilaih). Hal ini berdasarkan pendapat

sebagian ulama ahli hadis, seperti jawaban Ahmad bin Hanbal dan al-Baihaqî tentang

hukum penulisan ilmu (hadîts). Lihat, Fârûq Hamâdah, Al-Manhaj al-Islâmî Fî al-Jarh wa

al-Ta’dîl Dirâsah Manhajiyyah Fî ‘Ulûm al-Hadîts, (Kairo : Dâr al-Salâm, 1429 H/2008

M), cetakanke-1, hal. 270-271 45

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

9, hal. 566

Page 103: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 87 ]

Ma’mar (lahir 75 atau 76 H-150 atau 152, 153), ia adalah Ma‟mar

bin Rasyîd al-Azdî al-Huddânî, Abû „Urwah bin „Amr al-Bashrî, maula „Abd

al-Salâm bin „Abd al-Quddûs.

Ia menerima atau mendapatkan periwayatan hadis (guru), dari Abân

bin Abî „Ayyâsy, Ayyûb al-Sakhtiyânî, Bahz bin Hakîm, Tsâbit al-Bunânî,

Tsumâmah bin Abdillâh bin Anas bin Mâlik, Jâbir bin Yazîd al-Ju‟fî, Ja‟far

bin Burqân, Muhammad bin Muslim bin Syihâb al-Zuhrî, Yahyâ bin Abî

Katsîr.46

Adapun orang-orang yang menerima riwayat darinya (murid) adalah:

Ayyûb al-Sakhtiyânî (di antara guru Ma‟mar), Hammâd bin Zaid,Abd al-

Razzâq bin Hammâm, Yahyâ bin Abî Katsîr.47

Para kritikus hadis, seperti al-Mizzî (654-742 H)

mengungkapkan,banyak pujian yang diarahkan kepada Ma‟mar, di antaranya

al-Faḍl bin Ziyâd yang menyatakan bahwa Ma‟mar termasuk perawi yang

pawai ; orang yang pertama kali melakukan perjalanan mencari hadits ke

Yamân, Syâm termasuk al-Jazîrah.48

„Abbas al-Dûrî mengatakan bahwa di

antara orang yang paling tsubut adalah Ma‟mar, selain al-Zuhrî Mâlik bin

Anâs, Yûnus, „Uqail, Syu‟aib bin Abî Hamzah, dan Ibn „Uyainah.49

Mu‟awiyyah bin Shalih dari Yahya bin Ma‟in, dan al „Ijli, Ya‟qub bin

Syaibah, berkata : Ma‟mar seorang yang tsiqqah, dan al Nasa‟i menyebutnya

sebagai al-tsiqah al-ma’mûn.„Utsmân bin Sa‟îd berkata : ia seorang yang

ṣâlih tsiqah.50

Ibn Hibbân sendiri memasukkannya kedalam kitab “al-

Tsiqât”.51

Abû Hafṣ al-Fallâs, sebagaimana dikutip al-Dzahâbî (w.748

46

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 304-305 47

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 305-306 48

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 307 49

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 308 50

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 10 51

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 309

Page 104: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 88 ]

H/1374 M) berkata: Ma‟mar adalah aṣdaq al-nâs.52

Meski demikian,

Ma‟mar menjadi waham53

terutama ketika ia menziarahi ibunya di Baṣrah,

dan ia sering ghalaṭ (katsrah al-ghalaṭ)54

.55

Dari segi kesinambungan sanad, Ibn Hajar memberikan komentar

bahwa maksud dari penyebutan: “... telah sampai kepada kami tentang berita

dari Rasul saw dalam kisah tersebut...” adalah merupakan balâghât al-Zuhrî,

dan riwayat tersebut tidak bersambung (laisa mauṣûlan).56

Al-Kirmânî

menegaskan bahwa jika dilihat dari konteks kalimat : „..telah sampai kepada

kami...‟ tersebut menunjukkan informasi itu bukan berasal dari al-Zuhrî,57

dan yang menyebutkan kalimat tersebut adalah al-Zuhrî itu sendiri.58

Sementara itu, para mukharrij lain, baik Ahmad, Muslim, al-Ismâ‟ilî,

maupun Abû Nu‟aim (dalam Mustakhraj-nya) dan selainnya59

mengacu pada

52

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 7 53

Al-wahm adalah keadaan seorang perawi yang diduga melakukan kekeliruan

dalam periwayatan (‘alâ sabîl al-tawahhum). Ada dua kondisi untuk menerima periwayatan

dari perawi yang waham. „Abd al-Rahman al-Mahdî menyatakan bahwa jika pada umumnya

yang diriwayatkannya sahih, maka hadisnya bisa diterima, namun jika sebaliknya, yakni

lebih banyak yang waham, maka harus ditolak. Lihat, Fârûq Hamâdah, Al-Manhaj al-Islâmî

Fî al-Jarh wa al-Ta’dîl Dirâsah Manhajiyyah Fî ‘Ulûm al-Hadîts, hal. 287 54

Katsrah al-ghalaṭ adalah kesalahan dalam periwayatanya semakin banyak atau

bertambah dari pada benarnya. Keadaan ini samadengan fahsy al-ghalaṭ yang bisa

mengakibatkan tercerabutnya keḍabiṭan seorang perawi. Periwayatan yang seperti ini

ditolak sebagai hujjah (yutraku hadîtsuh wa lâ yakûnu hujjatan). Lihat, Fârûq Hamâdah, Al-

Manhaj al-Islâmî Fî al-Jarh wa al-Ta’dîl Dirâsah Manhajiyyah Fî ‘Ulûm al-Hadîts, hal.

284-285 55

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 12 56

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, tahqîq : al-Syeikh „Abd al-„Azîz bin „Abdillâh

bin Bâz, (tt. : al-Maktabah al-Salafiyyah, tth.), juz ke-12, hal. 359 57

Al-Kirmânî, Ṣahîh Abî ‘Abdillâh al-Bukhârî bi Syarh al-Kimânî, (Beirut : Dâr

Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1401 H/1981 M), cetakan ke-2, juz ke-24, hal. 97 58

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-12, hal. 359 59

Penyebutan „...dan selainnya‟ tidak terdapat dalam Fath al-Bârî, namun penulis

cantumkan berdasarkan penelitian al-Mallâh. Lihat, Abû „Abd al-Rahmân Mahmûd bin

Muhammad al-Mallâh, al-Ta’lîq ‘Alâ al-Rahîq al-Makhtûm, (Mesir : al-Dâr al-„Âlamiyyah,

1431 H/2010 M), cetakan ke-1, hal. 55

Page 105: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 89 ]

jalur seluruh perawi al-Laits (aṣhâb al-Laits) dari al-Laits tidak

mencantumkan kalimat tersebut.60

B. Matan dan Sanad Hadis Tentang: Hamm Nabi saw Membakar

Rumah-rumah Penduduk Yang Tidak Mendatangi Salat

Berjama’ah, tersebar dalam berbagai kitab hadis, sebagai berikut:

1. Ṣahîh al-Bukhârî, merekam dalam beberapa tempat, yaitu:

a. Kitab al-adzân (10), bâb wujûb ṣalâh al-jamâ’ah (29), no. 644.

صب ق ؽل ٣ ث أفجوب ػجل هللا بي هب أث٢ ػ

بك اي األػوط ػ ان١ أث٢ و٣وح ػ هب ػ٤ ٠ هللا هللا ه أ

الح ٢ ث٤ل ل و ثب آ و ثؾطت ك٤ؾطت ص آ ذ أ و ول آ ب ص ك٤ئم

٢ ث٤ل ان١ ل ث٤ر م ػ٤ كؤؽو أفبق ا٠ هعب ص اب هعال ك٤ئ

أؽل بء ٣ؼ ؼ ل ا ز٤ ؽ بر٤ و ٤ب أ ٣غل ػوهب أ

b. Kitâb ahkâm (93), bâb ikhrâj al-khuṣûm wa ahl al-riyab min al-

buyût ba’da al-ma’rifah (52), no. 7224.

صب ؽل بػ٤ ص٢ ا بي ؽل بك ػ أث٢ اي األػوط ػ أث٢ ػ

و٣وح ػ ٢ هللا ه ٢ ث٤ل ان١ ل هب ػ٤ ٠ هللا هللا ه ول أ

ب الح ك٤ئم و ثب آ و ثؾطت ٣ؾزطت ص آ ذ أ و هعال ك٤ آ ص اب ئ

أ أؽل ٣ؼ ٢ ث٤ل ان١ ل ث٤ر م ػ٤ كؤؽو أفبق ا٠ هعب ٣غل ص

بء ؼ ل ا ز٤ ؽ بر٤ و ٤ب أ ػوهب

Maksud redaksi tersebut adalah tentang keinginannya mengumpulkan

kayu bakar dan memerintahkan seseorang untuk menjadi imam dalam

pelaksanaan salat, sementara Nabi saw beranjak menemui orang-orang untuk

membakar rumah-rumah mereka yang tidak menghadiri (jama‟ah) salat

isya‟, dengan perbandingan adanya perandaian (keutamaan) tentang daging

kikil yang sangat bagus.

c. Kitâb al-khuṣûmât (44), bâb ikhrâj ahl al-ma’âṣî wa al-khuṣûm

min al-buyût ba’da al-ma’rifah (5), no. 2420.

60

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-12, hal. 359

Page 106: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 90 ]

صب به ؽل ث ل ث ؾ صب أث٢ ػل١ ؽل ل ث ؾ ؼجخ ػ ؼل ػ ث

٤ اثوا ػ ؽ ػجل او ٤ل ث ؽ أث٢ و٣وح ػ ػ٤ ٠ هللا اج٢ ػ

هب ل ال ٣ ه بى أفبق ا٠ ص الح كزوب و ثب آ ذ أ الح ول ا

م ػ٤ كؤؽو

Maksud redaksi tersebut adalah tentang keinginannya akan

mendatangi kediaman (manâzil) kaum yang tidak menghadiri (jama‟ah) salat

(tanpa menyebutkan waktu salat tertentu), lalu membakar (kediaman)

mereka.

d. Kitâb al-adzân (10), bab faḍl ṣalâh al-‘isya’ fî al-jamâ’ah (34),

no. 657.

صب ؽل ؽل و ث صب ػ ؽل صب أث٢ هب ؽل هب ص٢ األػ ؽل أث هب

بؼ أث٢ و٣وح ػ هب ػ٤ ٠ هللا اج٢ هب الح أصو ػ٠ ٤

بء ؼ ا لغو ا بكو٤ ا ذ أ ا ول ؽج ب ب ألر ب ك٤ ٣ؼ

ال م ػ٠ به كؤؽو ؼال آفن ص اب و هعال ٣ئ آ ص ك٤و٤ ئم و ا آ

الح ثؼل ٣قوط ا٠ ا

Maksud redaksi tersebut adalah tentang dua statemen Nabi saw:

pertama, tentang dua waktu salat yang paling sulit dilaksanakan oleh orang

munafik adalah salat subuh dan isyâ‟,61

dan jika mereka mengetahui

keutamaan keduanya, niscaya akan menghadirinya meskipun dengan cara

merangkak. Kedua, keinginan beliau saw untuk membakar rumah-rumah

bagi seseorang yang tidak menghadiri (jama‟ah) salat, terlihat dalam

statemen Nabi saw: „setelah itu (ba’d)‟.

Adapun para perawi dalam Ṣahîh al-Bukhârî periwayatannya melalui

jalur, sebagai berikut:

(haddatsanâ) „Abdullâh bin Yûsuf, dari (akhbaranâ) Mâlik, dari (‘an)

Abû al-Zinnâd, dari al-A‟râj, dari (‘an) Abû Hurairah.

61

Al-„Ainî (w.855 H) mengetengahkan bahwa terdapat berbagai riwayat yang

berbeda yang hanya menyebutkan salat „isyâ‟, dan juga riwayat lain yang hanya

menyebutkan salat fajar (subuh). Lihat, Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd bin Ahmad

al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-Bukhârî, taṣhîh dan ta‟lîq : Muhammad Munîr

„Abduh, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth.), juz ke-5, hal. 161

Page 107: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 91 ]

(haddatsanâ) Ismâ‟îl, (haddatsanî) Mâlik, (‘an) Abî al-Zinnâd, (‘an)

al-A‟râj, (‘an) Abî Hurairah.62

‘Abdullâh bin Yûsuf, Abû Muhammad al-Dimasyqî (w.218 H). Ia

menerima riwayat dari „Abd al-Rahmân bin Yazîd bin Jabir, Sa‟id bin Abd

al-„Azâz. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhari,

Bakr bin Sahl, Habbûsy bin Rizqillâh.63

Yahyâ bin Ma‟în menyebutnya

sebagai atsbat al-nâs, dan Abû Hâtim menyebutnya: tsiqah. Ibn „Adi

menyebutnya: ṣadûq khair fâḍil. Ibn Yunus menyebutnya: tsiqah hasan al-

hadîts.64

Ismâ’il (w.167 H), „Abdullâh bin „Abdillâh bin Abî Uwais al-Aṣbahî,

Abu Uwais. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Syarahbîl bin Sa‟d,

Ḍamrah bin Sa‟îd, al-Zuhrî. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya : Abu Bakr (puteranya), Ismâ‟îl, dan Manṣûr bin Abî Muzâhim. Ibn

Ma‟în menyatakan bahwa ia orang yang ṣâlih sebagai pujian atas agama dan

‘adâlah-nya, tapi ia tercela dalam hafalannya (talyîn li ḍabṭihi)65

, Ibn Hajar

dalam al-Taqrîb, sebagaimana dikutip al-Dzahabî (673-748 H), menyatakan,

ia orang yang jujur tapi terkadang lupa (ṣadûq yahim).66

Mâlik (93-179 H), al-Imâm Abû Abdillâh Mâlik bin Anas al-Aṣbahî.

Ia menerima riwayat di antaranya dari : Nâfi‟ dan al-Zuhrî. Dan di antara

62

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-4, hal. 347 63

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 610 64

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

10, hal. 358 65

Maksud talyîn dalam ilmu hadis (khususnya dalam disiplin jarh wa ta’dîl),

menurut Abû Hâtim al-Râzî (w.327 H) adalah pensifatan kepada periwayat yang hadisnya

dapat ditulis namun masih perlu diperhatikan (lebih jeli) dalam penelitian selanjutnya. Al-

Dâruquṭnî (w.385 H) mengatakan bahwa lafaz tersebut menunjukkan bahwa hadis yang

diriwayatkannya mengandung kecacatan, namun nilai cacatnya bukan berasal dari tingkat

„adâlahnya. Lihat, Abû Hâtim al-Râzî (w.327 H). Al-Dzahabî (673-748 H) menjadikan jarh

tersebut pada urutan ke-5 (terakhir) dalam urutan derajat al-jarh,sedangkan al-Sakhawî

menjadikannya pada martabat yang ke-6. hal. Lihat, Fârûq Hamâdah, Al-Manhaj al-Islâmî

Fî al-Jarh wa al-Ta’dîl Dirâsah Manhajiyyah Fî ‘Ulûm al-Hadîts, hal. 299-302 66

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 565

Page 108: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 92 ]

orang yang menerima riwayat darinya: Ibn Mahdî, Ibn al-Qâsim, Ma‟n, dan

Abû Muṣ‟ab.67

Abû al-Zinnâd (w.131 H), al-Imâm Abdullâh bin Dzakwân Abû

„Abd al-Rahmân Abû al-Zinnâd al-Madanî. Ia menerima riwayat di

antaranya dari : Anas bin Mâlik, „Umar bin Abi Salamah, Sa‟id bin al-

Musayyab, al-A‟raj, dan „Iddah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya : Mâlik bin Anas, al-Laits. Syams al-Din al-Dzahabi (673-748 H),

menyebutnya : tsiqah tsabt.68

Al-A’raj (w.117 H),„Abd al-Rahman bin Hurmuz al-A‟raj Abû

Dâwûd. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Abu Hurairah, „Abdullah

bin Buhainah. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : al-

Zuhrî, Ibn Luhai‟ah. Syams al-Dîn al-Dzahabî (673-748 H), menyebutnya :

tsiqah tsabt ‘âlim.69

(haddatsanâ) „Umar bin Hafṣ, (haddatsanâ) Abi, (haddatsanâ) al-

A‟masy, (haddatsani) Abû Ṣâlih, (‘an) Abî Hurairah.70

‘Umar bin Hafṣ (w.222 H),„Umar bin Hafṣ bin Ghiyâts al-Nakhâ‟î.

Ia menerima riwayat di antaranya dari : ayahnya (Hafṣ bin Ghiyâts),

Jamâ‟ah. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Bukhari,

Muslim, Abu Zur‟ah, dan Khalq. Ibn Hibbân, dan Abî Hâtim, sebagaimana

dikutip Syams al-Din al-Dzahabi (673-748 H), menyebutnya: tsiqah dan

terkadang juga ragu (wahm), terkadang keliru (akhṭa’).71

Bahkan, Abu

Dâwûd, sebagaimana dikutip al-Dzahâbî (w.748 H), pernah menyatakan:

„Aku pernah mengikuti hingga ke tempatnya, namun sepertinya aku tidak

67

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 234 68

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 549 69

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 647 70

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 218 71

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 57

Page 109: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 93 ]

sesuai untuk mendengarkan (riwayat) darinya (wa lam yattafiq lî an asma’a

minhu)‟.72

Abî (w.194 H), ayah dari „Umar bin Hafṣ, yaitu Hafṣ bin Ghiyâts al-

Nakhâ‟î, seorang qâdî di wilayah Kûfah. Ia menerima riwayat di antaranya

dari : „Âṣim al-Ahwal, Yahyâ bin Sa‟îd, al-A‟masy. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya : Ahmad, Yahyâ, Ishâq. Al-Dzahabi (673-

748 H) menyatakan, ia seorang yang tsabt tatkala meriwayatkan hadits dari

tulisannya (kitab), dan sangat berhati-hati dalam sebagian hafalannya (wa

yuttaqâ ba’ḍ hifẓihi).73

Al-A’masy (w.148 H), Sulaimân bin Mihrân al-Hâfiẓ Abû

Muhammad al-Kâhilî al-A‟masy. Menurut Ibn al-Madînî, ia memiliki 1300

hadis. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Ibn Abî Aufâ, Wazirr, dan Abi

Wâ‟il. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Syu‟bah, Wakî‟.

Menurut al-Tirmidzi dalam „al-Jâmi’-nya‟, kitâb al-ṭahârah, bâb al-istitâr

‘inda al-hâjah, sebagaimana dikutip al-Dzahabî (673-748 H), menyatakan

bahwa al-A‟masy (dalam riwayat tentang hal itu) melakukan tadlis dan irsal,

sebab ia tidak pernah mendengar langsung dari Anas bin Mâlik atau pun

salah satu sahabat Nabi saw lainnya.74

Ibn Hajar al-„Asqallânî (w.852 H)

menyebutkan bahwa al-A‟masy dinilai melakukan tadlîs di antaranya oleh

al-Karâbîsî, al-Nasâ‟î, al-Dâraquṭnî.75

Abû Ṣâlih (w.101 H), Dzakwân Abû Ṣâlih al-Sammân al-Ziyyât. Ia

menerima riwayat di antaranya dari : „Âisyah, Abi Hurairah. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya : (putera-puteranya: „Abdullah, Suhail,

dan Ṣâlih), al-A‟masy. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia termasuk di

antara imam-imam hadits yang tsiqah (min al-aimmah al-tsiqât).76

72

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

10, hal. 639 73

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 343 74

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 464 75

Ahmad bin „Alî bin Muhammad bin Hajar al-„Asqallânî, Ta’rîf Ahl al-Taqdîs bi

Marâtib al-Mauṣûfîn bi al-Tadlîs, tahqîq : „Âṣim bin „Abdillâh al-Qaryûtî, (Madînah :

Maktabah al-Mannâr, tth.), cetakan ke-1, hal. 33 76

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 386

Page 110: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 94 ]

(haddatsanâ) Muhammad bin Basysyâr, (haddatsanâ) Muhammad bin

Abû „Adî, (‘an) Syu‟bah, (‘an) Sa‟d bin Ibrâhîm, (‘an) Humaid bin

„Abd al-Rahmân, (‘an) Abî Hurairah.77

Muhammad bin Basysyâr (w.252 H), Muhammad bin Basysyâr bin

„Utsmân Abû Bakr al-Baṣrî Bundâr. Ia menerima riwayat di antaranya dari:

Mu‟tamir, Ghundâr. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: al-

Jamâ‟ah, Ibn Khuzaimah. Menurut Ahmad bin „Abdillah al-„Ijlî, ia tsiqah.

Abû Hâtim al-Râzî berkata, ia ṣadûq.78

Muhammad bin Abî ‘Adî (w.194 H), Muhammad bin Ibrâhîm bin

Abî „Adî Abu „Amr. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Humaid

(sami’a). Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Ahmad bin

Sinân. Al-Dzahabî (673-748 H), Abu Hâtim al-Râzî dan lainnya mengatakan,

ia tsiqah.79

Syu’bah (w.160 H), bin al-Hajjâj al-Hâfiẓ Abû Bisṭâm al-„Atakî,

mendapat julukan dalam bidang hadis: amîr al-mu’minîn. Ia menerima

riwayat langsung (sami’a) di antaranya dari : Mu‟âwiyah bin Qurrah, al-

Hakam, Salamah bin Kuhail. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya: Ghundar, Abû al-Walîd, „Alî bin al-Ja‟d. Al-Dzahabî (673-748 H)

berkata, ia sedikit keliru dalam menyebutkan beberapa nama perawi, namun

ia tsabt, dan bisa dijadikan hujjah.80

Sa’d bin Ibrâhîm (w.125 H), bin „Abd al-Rahmân bin „Auf al-Zuhrî,

seorang qâḍî di Madinah. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Anas, Abi

Umâmah bin Sahl. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya:

Ibrahim (puteranya), Syu‟bah, Ibn „Uyainah. Al-Dzahabî (673-748 H)

berkata, ia tsiqah, berpuasa sepanjang usianya.81

77

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-2, hal. 181-182 78

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

12, hal. 146 79

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 154 80

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 485 81

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 427

Page 111: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 95 ]

Humaid bin ‘Abd al-Rahmân (w.95 H), bin „Auf al-Zuhrî (saudara

sekandung Sa‟d bin Ibrâhîm). Ibunya (Umm Kaltsûm binti „Uqbah bin Abî

Mu‟aiṭ) adalah salah satu di antara para wanita yang ikut berhijrah ke

Madinah. Ia menerima riwayat di antaranya dari : „Umar dan kedua orang

tuanya. Ada yang berpendapat bahwa ia tidak pernah bertemu (melihat)

Umar. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: „Abd al-Rahmân

(puteranya), al-Zuhri,dan Qatâdah. Menurut al-„Alâ‟î, sebagaimana dikutip

al-Dzahabî (673-748 H) berkata, hadis yang ia riwayatkan dari sahabat Abu

Bakr dan „Ali sebagai mursal, --padahal ia bersama „Ali berada di Madinah--

sebab ia memperoleh langsung (sami’a) dari ayahnya, „Umar dan „Utsmân.82

B. Matan Dan Sanad Dalam Ṣahîh Muslim.

Ṣahîh Muslim, merekam riwayat tersebut di lima tempat, yaitu :

1. Dalam kitâb dan bâb yang sama, yaitu : kitâb al-masâjid wa

mawâḍi’ al-ṣalâh (al-mu‟jam 5), (al-mu‟jam 42) bâb faḍl ṣalâh al-jamâ’ah

wa bayân al-tasydîd fî al-takhalluf ‘anhâ wa annahâ farḍ kifâyah (al-tuhfah

95), sebagai berikut:

Pertama, hadis no. [1481] 251-(651). Makna redaksi menunjukkan

pengertian tentang Rasûl saw merasa kehilangan (beberapa orang) beberapa

kali dalam jama‟ah salat. Mereka yang dimaksud adalah orang-orang

munafik, lalu ingin membakar rumah mereka yang tidak mengikuti jama‟ah83

ص٢ ؽل و ابهل صب ػ ػ٤٤خ ؽل ث ل٤ب أث٢ ػ

بك اي األػوط ػ ب أث٢ و٣وح ػ كول ب ػ٤ ٠ هللا هللا ه ك٢ أ

اد كوب ا ثؼ أفبق ا٠ هعب ص ٢ ثبب و هعال ٣ آ ذ أ ول

ها ػ٤ ك٤ؾو و ث ب كآ ػ ٣زقل أ أؽل ػ ؾطت ث٤ر ا ثؾي

بء ٣غل ػظ ؼ الح ا لب ٣ؼ٢ ٤ب .ب

Maksud redaksi tersebut adalah tentang Nabi saw melihat sebagian

orang tidak melaksanakan beberapa waktu salat (faqida nâsan fî ba’ḍ al-

ṣalawât), lalu Nabi saw memerintahkan seseorang untuk menjadi imam

82

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 353 83

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 451

Page 112: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 96 ]

dalam pelaksanaan salat, sementara Nabi saw beranjak untuk mendatangi

(ukhâlifa) mereka yang tidak memenuhi pelaksanaan salat (yatakhallafûn

‘anhâ), lalu membakar rumah-rumah mereka. Nabi saw membandingkan

dengan perandaian tentang keutamaannya dengan daging yang gemuk

(tebal), niscaya mereka akan melaksanakan. Maksud salat tersebut adalah

salat isyâ.

Kedua, hadis no. [1482] 252-(…), dengan dua jalur:

صب ٤و ؽل صب اث صب أث٢ ؽل ؽل صب األػ ؽل ٤جخ ػ و ثؤث٢ أث أث ث

صب و٣ت ب هبال ؽل الع ٣خ ؼب أث ػ األػ بؼ ؼ أث٢ أث٢ ػ

و٣وح هب ػ٤ ٠ هللا هللا ه هب بكو٤ الح ػ٠ ا أصو ا

لغو الح ا بء ؼ الح ا ؽج ب بألر ب ك٤ ٣ؼ ذ أ ول ا

ؽي ؼ ؼ٢ ثوعب طن أ ص ٢ ثبب و هعال ك٤ آ ص الح كزوب و ثب آ

ثببه ث٤ر م ػ٤ الح كؤؽو ا ل ال ٣ ؽطت ا٠ ه

Kedua jalur tersebut, makna redaksinya menunjukkan pengertian

tentang ṣalat yang paling sulit dikerjakan orang munafik (yakni salat isya‟

dan subuh), lalu membakar rumah orang-orang yang tidak menyaksikan (lâ

yasyhadûn) jama‟ah.84

صب ٤و ؽل صب اث صب أث٢ ؽل األ ؽل صب ػ ؽل أث٢ ػ و ث أث ث

٤جخ و٣ت أث ب هبال الع صب ٣خ ؽل ؼب أث ػ األػ أث٢ ؼ

بؼ أث٢ و٣وح ػ هب ػ٤ ٠ هللا هللا ه الح ػ٠ هب أصو ا

لغو الح ا بء ؼ الح ا بكو٤ ول ا ا ؽج ب بألر ب ك٤ ٣ؼ

و ث آ ذ أ ؼ٢ ثوعب طن أ ص ٢ ثبب و هعال ك٤ آ ص الح كزوب ب

ثببه ث٤ر م ػ٤ الح كؤؽو ا ل ال ٣ ؽطت ا٠ ه ؽي ؼ

Ketiga, hadis no. [1483] 253-(…). Makna redaksi menunjukkan

pengertian tentang membakar rumah orang-orang yang tidak mengikuti

jama‟ah, meski tanpa menggunakan ungkapan „yatakhallafûn‟.85

84

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim , juz

ke-1, hal. 451-452 85

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, , juz

ke-1, hal. 452

Page 113: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 97 ]

صب ؽل هاكغ ل ث ؾ صب ام ؽل ى صب ػجل او و ؽل ؼ ػ ج ث ب هب

صب ب ؽل و أؽبك٣ش أث و٣وح نا كن ػ٤ ٠ هللا هللا ه ػ

ب ػ٤ ٠ هللا هللا ه هب ا زؼل ٣ و كز٤ب٢ أ آ ذ أ ول

م ث٤د ػ٠ رؾو ص ٢ ثبب و هعال ٣ آ ؽطت ص ٢ ثؾي

صب ك٤ب ؽل ؽوة و٣ت ى٤و ث أث ٤ اثوا ؾن ث ا ٤غ ػ عؼلو ػ

ثوهب ث ػ األ ؤث٢ و٣وح ػ ٣ي٣ل ث ٠ هللا اج٢ ػ ثؾ ػ٤

Keempat, hadis no. [1484] (…). Lafaẓ hadis sama seperti no [1483].86

صب ؽل ٣ ث ػجل هللا ل ث صب أؽ صب ى٤و ؽل ؾن ؽل أث ا أث٢ ػ

األؽ ػ ؼ ػجل هللا هب ػ٤ ٠ هللا اج٢ أ ٣زقل و

ؼخ غ ا ػ ٣زقل م ػ٠ هعب أؽو ص ٢ ثبب و هعال ٣ آ ذ أ ول

ؼخ ث٤ر غ ا .ػ

Maksud redaksi tersebut adalah tentang Nabi saw mengatakan kepada

suatu kaum (qâla li qaum) yang memenuhi, meniggalkan (yatakhallafûn)

salat Jum‟at, lalu Nabi saw memerintahkan untuk melaksanakan salat

tersebut, sementara beliau saw akan membakar rumah-rumah mereka yang

meninggalkan salat Jum‟at.

Kelima, hadis no. [1485] 254-(652). Lafaẓ hadis menunjukkan

pengertian: membakar rumah-rumah yang tidak mengikuti salat Jum‟at

(yatakhallafûn ‘an al-jumu’ah).87

الح كزوب و ثب آ ؾطت ص ا ؼا ؽي ٣غ و كز٤ز٢ أ آ ذ أ م ول أؽو ص

ال ا الح ػ٠ أه ا ل ٣ .

ل هب غب ئ ػجب ٣و اث به ا ٣ هع ال ػ ؼخ ل ع ال ٣ ا٤

بػخ هب ك٢ ابه ع صب ثني ؽل صب بك هب ؾبهث٢ ؽل ا ٤ش ػ ل ػ غب هب

ال ؾل٣ش أ ؼ٠ ا ب ثب رب ب زقلبكب ثؾو ا ب ؼخ هؿجخ ػ غ ا بػخ غ ل ا ٣

86

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 452 87

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 452

Page 114: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 98 ]

Maksud redaksi tersebut adalah tentang keinginannya mengumpulkan

kayu bakar, lalu memerintahkan dilaksanakannya salat, sementara Nabi saw

sendiri yang akan membakar kaum yang tidak menghadiri salat (lâ

yasyhadûna). Mujâhid mengatakan tentang Ibn „Abbâs yang ditanya perihal

seseorang yang berpuasa di siang harinya, dan tahajjud di malam harinya

(yaqûm al-laila), namun tidak menghadiri salat Jum‟at dan tidak pula

berjama‟ah. Dijawab oleh Ibn „Abbâs: „orang tersebut masuk neraka.

Dijelaskan juga dalam riwayat lain oleh Mujâhid tentang makna hadis

tersebut adalah bagi orang-orang yang tidak menghadiri salat berjama‟ah dan

Jum‟at karena tidak suka, merendah dan menganggap remeh tentang

memenuhi perintah tersebut (raghbatan ‘anhâ wa istikhfâfan bi haqqihâ wa

tahâwunan bihâ).

Adapun para perawi dalam Ṣahîh Muslim periwayatannya melalui

jalur, sebagai berikut:

Pertama, hadis no. [1481] 251-(651), dengan jalur:

(haddatsanî) „Amr al-Nâqid, (haddatsanâ) Sufyân bin „Uyainah, (‘an)

Abî al-Zinnâd, (‘an) al-A‟raj, (‘an) Abû Hurairah.88

‘Amr al-Nâqid (w.232 H), „Amr bin Muhammad bin Bukair al-

Nâqid Abû „Utsmân al-Hâfiẓ al-Baghdâdî. Ia menerima riwayat di antaranya

dari: Husyaim, Mu‟tamir. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya: al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd, al-Firyâbî, al-Baghawî. Ahmad

dan Ibn Ma‟în mengatakan, ia ṣadûq, sedangkan Abû Dâwûd dan selainnya

menyatakan bahwa ia tsiqah.89

Abu Hatim menandaskan bahwa ia tsiqah

amîn.90

Sufyân bin ‘Uyainah (w.198 H), Abû Muhammad al-Hilâlî al-Kûfî

al-A‟war. Ia menerima riwayat di antaranya dari : al-Zuhri, „Amr bin Dinar.

Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Ahmad, „Alî, al-

88

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 451 89

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 148 90

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 87

Page 115: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 99 ]

Za‟farânî, Ibn Juraij. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah tsabt hâfiẓ

imâm.91

Abi al-Zinnâd, (w.131 H), al-Imâm Abdullâh bin Dzakwân Abû

„Abd al-Rahmân Abû al-Zinnâd al-Madanî. Ia menerima riwayat di

antaranya dari : Anas bin Malik, „Umar bin Abi Salamah, Sa‟îd bin al-

Musayyab, al-A‟raj, dan „Iddah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya : Malik bin Anas, al-Laits. Syams al-Din al-Dzahabi (673-748 H),

menyebutnya : tsiqah tsabt.92

Al-A’raj (w.117 H), „Abd al-Rahmân bin Hurmuz al-A‟raj Abû

Dâwûd. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Abu Hurairah, „Abdullâh bin

Buhainah. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Zuhrî, Ibn

Luhai‟ah. Syams al-Dîn al-Dzahabî (673-748 H), menyebutnya: tsiqah tsabt

‘âlim.93

Kedua, hadis no. [1482] 252-(…), dengan dua jalur:

a. (haddatsanâ) Ibn Numair, (haddatsanâ) Abî, (haddatsanâ) al-

A‟masy, (‘an) Abî Ṣâlih, (‘an) Abî Hurairah.94

Ibn Numair (w.234 H), Muhammad bin „Abdillâh bin Numair al-

Hâfiẓ, Abû Abd al-Rahmân al-Khârifî al-Kûfî al-Zâhid. Ia menerima riwayat

di antaranya dari: al-Muṭṭalib bin Ziyâd, Ibn „Uyainah. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya: al-Bukhâri, Muslim, Abû Dâud, Ibn Mâjah,

Muṭayyin, Abû Ya‟lâ. Ahmad bin Hanbal sangat mengagumi dan

menghormati Ibn Numair (ta’ẓîman ‘ajîban).95

Abu Hatim, Ahmad bin

91

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 449. 92

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 549 93

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 647 94

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim, juz

ke-1, hal. 451-452 95

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 191

Page 116: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 100 ]

Abdillâh al-„Ijli mengatakan, ia tsiqah dan hadisnya dijadikan hujjah. Al-

Nasa‟i berkata, ia tsiqah ma’mun. Abu Dâwûd berkata, ia atsbat.96

Abî (w.199 H), „Abdullâh bin Numair al-Hamdânî Abû Hisyâm. Ia

menerima riwayat di antaranya dari : Hisyam bin „Urwah, al-A‟masy. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya : puteranya (Ibn Numair),

Ahmad, Ibn Ma‟în. Al-Dîn al-Dzahabî (673-748 H), menyebutnya hujjah

(bisa dijadikan sebagai hujjah).97

Al-A’masy (w.148 H), Sulaimân bin Mihrân al-Hâfiẓ Abû

Muhammad al-Kâhilî al-A‟masy. Menurut Ibn al-Madînî, ia memiliki 1300

hadis. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Ibn Abî Aufâ, Wazirr, dan Abi

Wâ‟il. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : Syu‟bah, Wakî‟.

Menurut al-Tirmidzi dalam „al-Jâmi’-nya‟, kitâb al-ṭahârah, bâb al-istitâr

‘inda al-hâjah, sebagaimana dikutip al-Dzahabî (673-748 H), menyatakan

bahwa al-A‟masy melakukan tadlis dan irsal, sebab ia tidak pernah

mendengar langsung dari Anas bin Mâlik atau pun salah satu sahabat Nabi

saw lainnya.98

Abî Ṣâlih Abû Ṣâlih (w.101 H), Dzakwan Abû Ṣâlih al-Sammân al-

Ziyyât. Ia menerima riwayat di antaranya dari: „Âisyah, Abi Hurairah. Dan

di antara orang yang menerima riwayat dariny: (putera-puteranya: „Abdullah,

Suhail, dan Ṣâlih), al-A‟masy. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia termasuk

di antara imam-imam hadits yang tsiqah (min al-aimmah al-tsiqât).99

b. (haddatsanâ) Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abû Kuraib,

(haddatsanâ) Abû Mu‟âwiyyah, (‘an) al-A‟masy, (‘an) Abî Ṣâlih,

(‘an) Abî Hurairah.100

96

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 457 97

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 604 98

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 464 99

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 386 100

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim ,

juz ke-1, hal. 451-452

Page 117: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 101 ]

Abû Bakr bin Abî Syaibah (w.235 H), „Abdullâh bin Muhammad

bin al-Qâḍî Abî Syaibah al-Hâfiẓ, Abû Bakr al-„Abasî al-Kûfî. Ia menerima

riwayat di antaranya dari: Syarîk, Ibn al-Mubârak, Husyaim. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya : al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâud, Ibn

Mâjah, Abû Ya‟lâ, al-Bâghandî.101

Ahmad bin Hanbal, berkata, ia ṣadûq, al-

„Ijlî berkata, ia tsiqah, dan al-Khaṭîb berkata, ia mutqin hâfiẓ.102

Abû Kuraib (w.248 H), Muhammad bin al-„Alâ‟ Abû Kuraib al-

Hamdânî al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Husyaim, Ibn al-

Mubârak. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Sarrâj, Ibn

Khuzaimah. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah hâfiẓ.103

Abû Hâtim

berkata, ia ṣadûq. Al-Nasâ‟î dan selainnya berkata, ia tsiqah.104

Abû Mu’âwiyah (w.195 H), Muhammad bin Khâzim Abû

Mu‟âwiyah al-Ḍarîr al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari:

Hisyâm, al-A‟masy. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya:

Ahmad, Ishâq, „Alî, Ibn Ma‟în. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia dinilai

tsiqah hâfiẓ pada periwayatan jalur al-A‟masy.105

Menurut Abu Daud, ia

seorang kepala sekte Murji‟ah di Kufah. Al-Nasa‟i berkata, ia tsiqah. Ibn

Hibban berkata, ia hâfiẓ mutqin, namun ia seorang penganut murji‟ah yang

buruk (murji’an khabîtsan).106

Al-A’masy (w.148 H), Sulaimân bin Mihrân al-Hâfiẓ Abû

Muhammad al-Kâhilî al-A‟masy. Menurut Ibn al-Madînî, ia memiliki 1300

hadis. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Ibn Abî Aufâ, Wazirr, dan Abi

Wâ‟il. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : Syu‟bah, Wakî‟.

Menurut al-Tirmidzi dalam „al-Jâmi’-nya‟, kitâb al-ṭahârah, bâb al-istitâr

101

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 592 102

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 124-125 103

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 208 104

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 397-398 105

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 167 106

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

9, hal. 77

Page 118: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 102 ]

‘inda al-hâjah, sebagaimana dikutip al-Dzahabî (673-748 H), menyatakan

bahwa al-A‟masy melakukan tadlis dan irsal, sebab ia tidak pernah

mendengar langsung dari Anas bin Mâlik atau pun salah satu sahabat Nabi

saw lainnya.107

Abû Ṣâlih (w.101 H), Dzakwan Abû Ṣâlih al-Sammân al-Ziyyât. Ia

menerima riwayat di antaranya dari: „Âisyah, Abi Hurairah. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya: (putera-puteranya: „Abdullah, Suhail,

dan Ṣâlih), al-A‟masy. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia termasuk di

antara imam-imam hadits yang tsiqah (min al-aimmah al-tsiqât).108

Ketiga, Hadis no. [1483] 253-(…), dengan jalur:

(haddatsanâ) Muhammad bin Rafî‟, (haddatsanâ) „Abd al-Razzâq,

(haddatsanâ) Ma‟mar, (‘an) Hammâm bin Munabbih, (haddatsanâ)

Abû Hurairah.109

Muhammad bin Râfi’ (w. 245), Muhammad bin Râfi‟ al-Qusyairi

al-Hâfiz al-zâhid.Ia menerima riwayat langsung (sami’a) di antaranya dari :

Waki‟, „Abd al-Razzâq. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya

: para imam mukharrij (jama’ah) selain Ibn Mâjah, Ibn Khuzaimah, Ibn Abî

Dâwûd. Al-Nasâ‟î berkata, ia seorang yang tsiqah ma’mûn.110

‘Abd al-Razzâq (w.211 H), „Abd al-Razzâq bin Hammâm Nâfi‟ al-

Hâfiẓ Abu Bakr al-Ṣan‟ânî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Ibn Juraij,

Ma‟mar, Tsaur. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Ahmad,

Ishâq, al-Ramâdî, al-Dabarî. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah

hâfiẓ. Di akhir umurnya ia mengalami kebutaan dan berpaham syi‟ah

(tasyayyu’).111

107

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 464 108

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 386 109

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim, ,

juz ke-1, hal. 452 110

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 170 111

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 651

Page 119: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 103 ]

Ma’mar, (lahir 75 atau 76 H-150 atau 152, 153), ia adalah Ma‟mar

bin Rasyîd al-Azdî al-Huddânî, Abû „Urwah bin „Amr al-Baṣrî, maula „Abd

al-Salâm bin „Abd al-Quddûs. Ia menerima riwayat di antaranya dari: al-

Zuhri, Hammam. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya

:Ghundar, Ibn al-Mubarak, „Abd al-Razzaq.112

Para kritikus hadis, seperti al-Mizzî (654-742 H) mengungkapkan,

banyak pujian yang diarahkan kepada Ma‟mar, di antaranya al-Faḍl bin

Ziyâd yang menyatakan bahwa Ma‟mar termasuk perawi yang pawai; orang

yang pertama kali melakukan perjalanan mencari hadits ke Yamân, Syâm

termasuk al-Jazîrah.113

„Abbas al-Dûrî mengatakan bahwa di antara orang

yang paling tsubut adalah Ma‟mar, selain al-Zuhrî Mâlik bin Anas, Yûnus,

„Uqail, Syu‟aib bin Abî Hamzah, dan Ibn „Uyainah.114

Mu‟âwiyyah bin Ṣalih dari Yahyâ bin Ma‟în, dan al „Ijli, Ya‟qûb bin

Syaibah, berkata : Ma‟mar seorang yang tsiqah, dan al Nasâ‟î menyebutnya

sebagai al-tsiqah al-ma’mûn. „Utsmân bin Sa‟id berkata: ia seorang yang

ṣâlih tsiqah.115

Ibn Hibbân sendiri memasukkannya kedalam kitab “al-

Tsiqât”.116

Abû Hafṣ al-Fallâs, sebagaimana dikutip al-Dzahabî (w.748

H/1374 M) berkata: Ma‟mar adalah aṣdaq al-nâs.117

Meski demikian,

Ma‟mar menjadi wahm terutama ketika ia menziarahi ibunya di Baṣrah, dan

ia sering ghalaṭ.118

Hammâm bin Munabbih (w.132 H), bin Kâmil bin Saij al-Abnâwi

al-Ṣan‟ânî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Abu Hurairah, Mu‟awiyah.

112

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 282 113

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 307 114

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 308 115

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 10 116

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 309 117

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 7 118

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 12

Page 120: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 104 ]

Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya „Uqail bin Ma‟qil,

Ma‟mar. Al-Dzahâbî (w.748 H/1374 M) berkata, ia tsiqah.119

Keempat, hadis no. [1484] (…), dengan jalur :

(haddatsanâ) Zuhair bin Harb dan Abû Kuraib dan Ishâq bin

Ibrâhîm, (‘an) Wakî‟, (‘an) Ja‟far bin Burqân, (‘an) Yazîd bin al-

Aṣamm, (‘an) Abî Hurairah, lafaẓ hadis sama seperti no [1483].120

Zuhair bin Harb (w.234 H), bin Syaddâd Abu Khaitsamah al-Nasâ‟î

al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari Jarir, Husyaim. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhari, Muslim, Abû

Dâwûd, al-Nasâ‟î, Abu Ya‟lâ. Al-Dzahâbî (w.748 H/1374 M) berkata, ia

tsiqah tsabt.121

Abû Kuraib (w.248 H), Muhammad bin al-„Alâ‟ Abû Kuraib al-

Hamdânî al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari Husyaim, Ibn al-

Mubârak. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya al-Sarrâj, Ibn

Khuzaimah. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah hâfiẓ.122

Abû Hâtim

berkata, ia ṣadûq. Al-Nasâ‟î dan selainnya berkata, ia tsiqah.123

Ishâq bin Ibrâhîm (w.238 H), Ishâq bin Ibrâhîm bin Makhlad al-

Imam Abu Ya‟qub al-Marwazî Ibn Râhawaih. Ia menerima riwayat di

antaranya dari Jarir, al-Darâwardî, Mu‟tamir. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya al-Bukhari, Muslim, Abû Dâwûd, al-Tirmidzi, al-

Nasa‟i, Abu al-„Abbas al-Sarrâj.124

Wakî’ (128-197 H), Wakî‟ bin al-Jarrâh Abu Sufyan al-Ru‟âsî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari al-A‟masy, Hisyâm bin „Urwah. Dan di

119

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 339 120

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim,

tahqiq : Muhammad Fuâd Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, 1374

H/1954 M), juz ke-1, hal. 452 121

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 407 122

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 208 123

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 397-398 124

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 233

Page 121: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 105 ]

antara orang yang menerima riwayat darinya Ahmad, Ishaq, Ibrahim bin

Abdillah al-Qiṣṣâr.125

Ja’far bin Burqân (w.154 H), Ja‟far bin Burqân al-Kilâî al-Raqiyyî.

Ia menerima riwayat di antaranya dari Maimun bin Mihrân, „Uddah. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya Wakî‟, Abu Na‟îm. Ibn Ma‟î

berkata, ia seorang yang tsiqah, namun tidak pandai membaca dan menulis

(ummî). Ahmad berkata bahwa ia tidak lengsung mendengar dari al-Zuhri.

Abu Hatim pun menegaskan bahwa ia tidak dibenarkan riwayatkan yang ia

peroleh dari mendengar dari Abi al-Zubair, bahkan, menurut Abu Hatim,

boleh jadi keduanya menjadi lemah (la’allahumâ ḍa’îf).126

Yazîd bin al-Aṣamm (w.103 H), Yazîd bin al-Aṣamm al-„Âmirî Abû

„Auf. Ia menerima riwayat di antaranya dari Maimûnah (saudara

perempuannya), Abu Hurairah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya al-Zuhri, Ja‟far bin Burqân. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia

tsiqah.127

Kelima, hadis no. [1485] 254-(652), dengan jalur:

(haddatsanâ) Ahmad bin Abdillâh bin Yûnus, (haddatsanâ)

Zuhair, (haddatsanâ) Abû Ishâq, (‘an) Abi al-Ahwaṣ, (sami’ahu

minhu ‘an) Abdillah bin Mas‟ûd.128

Ahmad bin Abdillâh bin Yûnus (w.227 H), Ahmad bin Abdillâh

bin Yûnus al-Tamimi al-Yarbu‟i al-Kufi al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di

antaranya dari Ibn Abi Dzi‟b, „Âṣim bin Muhammad, al-Tsauri. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhari, Muslim, Abu

125

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 350 126

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 294 127

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 380 128

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim,

tahqiq : Muhammad Fuâd Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, 1374

H/1954 M), juz ke-1, hal. 452

Page 122: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 106 ]

Daud129

, „Abd, Khalq. Abu Hatim berkata, ia tsiqah mutqin selain

periwayatan dari Sufyân. Al-Nasa‟i berkata, ia tsiqah.130

Zuhair (w.173 H), Zuhair bin Mu‟awiyah bin Hudaij al-Hâfiẓ Abû

Khaitsamah al-Ju‟fi al-Kufi. Ia menerima riwayat di antaranya dari Ziyad bin

„Ilâqah, Manṣûr. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya al-

Qaṭṭân, „Ali bin al-Ja‟d, dan Yahya bin Yahya. Al-Dzahabî (673-748 H)

berkata, ia tsiqah hujjah. Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟ berkata bahwa ia

(Zuhair) mendapatkan riwayat (simâ’) dari Abi Ishâq pada masa-masa

belakangan (simâ’uhu min Abî Ishâq bi akharah).131

Abû Ishaq (w.127 H), „Amr bin „Abdillah bin Dzî Yahmad Abû

Ishaq al-Hamdani al-Sabî‟î. Ia menerima riwayat di antaranya dari Jarir, „Adî

bin Hâtim, Zaid bin Arqam, Ibn „Abbas, Umam. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya Yunus (puteranya), Hafîduh Isrâ‟îl, Syu‟bah, Abu

Bakr bin „Iyâsy.Abî al-Wafâ‟ berkata bahwa iaseorang yang banyak

beribadah, dan pada masa-masa akhir ia sering ikhtilaṭ132

dan tadlîs. Namun

pendapat ini disangkal al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Burhân al-Dîn Abî

al-Wafâ‟, bahwa ia tidak mukhtaliṭ, hanya terkadang berubah sedikit (wa lam

yakhtaliṭ, wa qad taghayyar qalîlan).133

129

Menurut Ahmad bin „Abd al-Jabbar al-„Uṭârî, pendapat yang menyatakan Abû

Dâwûd menerima riwayat dari Ahmad bin Yunus adalah pendapat yang keliru. Lihat

hâsyiyah dalam Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-

Dimasyqî, al-Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 198 130

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 198 131

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 408 132

Ikhtilaṭ adalah istilah bagi perawi yang melakukan kesalahan atau kekeliruan

dalam penyebutan periwayatan. Untuk menetapkan hukum dalam keadaan seperti ini, ulama

ahli hadis mengkondisikan, jika kekeliruan atau kesalahannya terjadi setelah periwayatan,

maka hadisnya bisa diterima. Namun jika sebaliknya, maka harus ditolak. Persoalan ini tidak

dianggap final manakala muncul persoalan bagaimana jika terdapat kesulitan untuk

menetapkan atau mendeteksi kapan terjadinya ikhtilaṭ, maka ulama ahli hadis menetapkan

hadisnya ditolak (mardûd). Lihat, Jâsim bin Muhammad bin Muhalhal al-Yâsîn, al-Jadâwil

al-Jâmi’ah fî al-‘Ulûm al-Nâfi’ah, (Beirut : Mu‟assasah al-Ryyân, 2010), cetakan ke-3, hal.

hal. 471 133

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 82

Page 123: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 107 ]

Abi al-Ahwaṣ (w.179 H), Sallâm bin Sulaim al-Hâfiẓ Abu al-Ahwaṣ.

Ia menerima riwayat di antaranya dari Âdam bin „Alî, Ziyad bin „Ilâqah. Dan

di antara orang yang menerima riwayat darinya Musaddad, Hannâd. Ibn

Ma‟in berkata, ia tsiqah mutqin.134

C. Matan dan Sanad Hadis Dalam Sunan Abû Dâwûd

Sunan Abû Dâwûd merekam riwayat tersebut dua kali di satu tempat,

yaitu : (al-mu‟jam 2) kitâb al-ṣalâh (al-tuhfah 2), (al-mu‟jam 46) bâb al-

tasydîd fî tark al-jamâ’ah (al-tuhfah 47), no. hadits 548. Makna redaksi

menunjukkan pengertian bahwa Nabi saw menyuruh (utusan) orang untuk

melaksanakan salat berjamaah, lalu beliau mengajak beberapa orang dengan

membawa beberapa ikat kayu bakar, untuk mendatangi kaum yang tidak

mengikuti jama‟ah.135

صب ٤جخ ؽل أث٢ ث ب صب ػض ٣خ ؽل ؼب أث ػ األػ أث٢ ػ

بؼ أث٢ و٣وح ػ هب ػ٤ ٠ هللا هللا ه و هب آ ذ أ ول

ؽي ؼ ؼ٢ ثوعب طن أ ص ٢ ثبب و هعال ك٤ آ ص الح كزوب ثب

ؽطت ا٠ ث٤ر م ػ٤ الح كؤؽو ا ل ال ٣ ثببه ه

Hadits no. 549 tersebut menunjukkan pengertian bahwa Nabi saw

memerintahkan bersama beberapa pemuda untuk mendatangi kaum yang

salat di rumah (yuṣallûna fî buyûtihim), tanpa „udzur (laisat bihim ‘illah),

lalu membakar mereka. Dalam riwayat tersebut Yazîd bin Yazîd meminta

penegasan kepada Yazîd bin al-Aṣamm, apakah yang dimaksud (dalam

sabda Nabi saw itu) yang meninggalkan salat Jum‟at atau juga selainnya.

Yazîd bin al-Aṣamm menjawab: “Semoga telingaku tuli jika aku tidak

benar-benar mendengar dari Abu Hurairah yang meriwayatkan dari

134

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 474 135

Abû Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

tahqîq : Muhammad „Abd al-„Azîz al-Khâlidî, (Beirut : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1416

H/1996 M), juz ke-1 hal. 190

Page 124: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 108 ]

Rasulullah saw, bahwa beliau tidak menyebutkan apakah hal itu terkait salat

Jum’at atau selainnya”.136

صب صب ال٢٤ ؽل ٤ؼ ؽل ص٢ أث ا ٣ي٣ل ٣ ؽل ص٢ ي٣ل ث ؽل ٣ي٣ل ث

ؼذ األ أثب و٣وح هب ذ ٣و ول ػ٤ ٠ هللا هللا ه هب

ؽطت ص ب ؼا ؽي و كز٤ز٢ ك٤غ آ أ ذ ث ٤ ك٢ ث٤ر ب ٣ آر٢ ه

هب ػ٤ ذ ػخ كؤؽو ه األ ؿ٤وب هب ٣ب ٤ي٣ل ث ؼخ ػ٠ أ غ كب أثب ػ

ؼذ أ زب أمب١ ا أثب و٣وح ػ٤ ٠ هللا هللا ه ٣ؤصو ػ

ال ؿ٤وب ؼخ و ع ب م

Nabi saw memerintahkan kepada sekelompok pemuda untuk

mengumpulkan kayu bakar, lalu beliau mendatangi orang-orang yang

melaksanakan salat di rumah-rumah mereka tanpa suatu sebab „udzur („illah)

dan membakarnya. Ditanyakan (menegaskan) kepada Yazîd bin al-Aṣamm

apakah yang dimaksud salat Jum‟at atau juga selainnya. Dia (Yazîd)

menegaskan dengan klaim mendengar langsung dari Abû Hurairah bahwa

yang dimaksud adalah salat Jum‟at juga selainnya.

Adapun para perawi dalam Sunan Abû Dâwûd, periwayatannya

melalui jalur sebagai berikut:

(haddatsanâ) „Utsmân bin Abî Syaibah, (haddatsanâ) Abû

Mu‟âwiyah, (‘an) al-A‟masy, (‘an) Abî Ṣâlih, (‘an) Abî Hurairah.137

‘Utsmân bin Abî Syaibah (w.239 H),„Utsmân bin Abî Syaibah Abû

al-Hasan al-„Absî al-Kûfî al-Hâfiẓ.Ia menerima riwayat di antaranya dari

Syarîk, Abu al-Ahwaṣ. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya

al-Bukhârî, Muslim, Abu Dâwûd, Ibn Mâjah, Abû Ya‟lâ, dan al-Baghawî.

Yahyâ berkata, ia tsiqah. Menurut Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟, berkata

bahwa perihal „Utsmân, terdapat beberapa pendapat, ada yang mengatakan

bahwa ia tsiqah hâfiẓ syahîr, tapi ia tidak hafal al-Qur‟ân (al-Hâfiẓ),

136

Abû Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-1, hal. 190-191 137

Abû Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-1 hal. 190

Page 125: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 109 ]

sebagaimana yang lain memberikannya gelar tersebut, bahkan dalam kitab

„al-‘Ilal‟ ia memiliki wahm.138

Abû Mu’âwiyah (w.195 H), Muhammad bin Khâzim Abû

Mu‟âwiyah al-Ḍarîr al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari Hisyâm,

al-A‟masy. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Ahmad,

Ishâq, „Alî, Ibn Ma‟în. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia dinilai tsiqah

hâfiẓ pada periwayatan jalur al-A‟masy.139

Menurut Abu Dâwûd, ia seorang

kepala sekte Murji‟ah di Kufah. Al-Nasa‟i berkata, ia tsiqah. Ibn Hibban

berkata, ia hâfiẓ mutqin, namun ia seorang penganut murji‟ah yang buruk

(murji’an khabîtsan).140

Al-A’masy (w.148 H), Sulaimân bin Mihrân al-Hâfiẓ Abû

Muhammad al-Kâhilî al-A‟masy. Menurut Ibn al-Madînî, ia memiliki 1300

hadis. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Ibn Abî Aufâ, Wazirr, dan Abi

Wâ‟il. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : Syu‟bah, Wakî‟.

Menurut al-Tirmidzi dalam „al-Jâmi’-nya‟, kitâb al-ṭahârah, bâb al-istitâr

‘inda al-hâjah, sebagaimana dikutip al-Dzahabî (673-748 H), menyatakan

bahwa al-A‟masy melakukan tadlîs dan irsâl, sebab ia tidak pernah

mendengar langsung dari Anas bin Mâlik atau pun salah satu sahabat Nabi

saw lainnya.141

Abû Ṣâlih (w.101 H), Dzakwân Abû Ṣâlih al-Sammân al-Ziyyât. Ia

menerima riwayat di antaranya dari: „Âisyah, Abi Hurairah. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya: (putera-puteranya: „Abdullâh, Suhail,

dan Ṣâlih), al-A‟masy. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia termasuk di

antara imam-imam hadits yang tsiqah (min al-aimmah al-tsiqât).142

Hadits no. 549, dengan jalur:

138

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal.12 139

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 167 140

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

9, hal. 77 141

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 464 142

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 386

Page 126: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 110 ]

(haddatsanâ) al-Nufailî, (haddatsanâ) Abû al-Malîh, (haddatsanî)

Yazîd bin Yazîd, (haddatsanî) Yazîd bin al-Aṣamm, ia mendengar

(sami’a) Abu Hurairah.143

Al-Nufailî (w.234 H), „Abdullâh bin Muhammad bin „Alî bin Nufail

al-Hâfiẓ Abû Ja‟far al-Nufailî al-Harrânî. Ia menerima riwayat di antaranya

dari : Mâlik, Zuhair. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya:

Abu Dâwûd, Hilâl bin al-„Alâ‟, al-Firyâbî.144

Abû Hâtim berkata, ia tsiqah

ma’mûn.145

Abu al-Malîh (w.181 H), al-Hasan bin „Umar Abû al-Malîh al-Raqî.

Ia menerima riwayat di antaranya dari: Maimûn bin Mihrân, „Aṭâ‟. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Nufailî, Dâwûd bin

Rusyaid. Menurut Ahmad dan Abû Zur‟ah, ia tsiqah.146

Yazîd bin Yazîd (w.133 H), Yazîd bin Yazîd bin Jâbir al-Azdî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari: „Umar bin „Abd al-„Azîz, Yazîd bin al-

Aṣamm. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Sufyan bin

„Uyainah, Sufyân al-Tsaurî. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia tsiqah

ṣâlih, seorang yang banyak menangis (bukkâ’).147

Menurut Burhân al-Dîn

Abî al-Wafâ‟, berkata, perawi yang majhûl, yakni ia tidak meriwayatkan

kepada selain Abû al-Malîh.148

Yazîd bin al-Aṣamm (w.103 H), Yazîd bin al-Aṣamm al-„Âmirî Abû

„Auf. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Maimûnah (saudara

perempuannya), Abu Hurairah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

143

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâud, juz

ke-1, hal. 190-191 144

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 595 145

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

10, hal. 636-637 146

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 328 147

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 391 148

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 391

Page 127: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 111 ]

darinya: al-Zuhri, Ja‟far bin Burqân. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia

tsiqah.149

D. Matan dan Sanad Hadis Dalam Sunan al-Tirmidzî

Sunan al-Tirmidzî merekam riwayat tersebut di dua tempat, yaitu:

(al-mu‟jam 2) kitâb al-ṣalâh ‘an Rasûlillâh saw (al-tuhfah 2), bâb mâ jâ’a fî

man sami’a al-nidâ’ falâ yujîb, (al-tuhfah 48), no. 217. Makna redaksi

riwayat ini tentang keinginan Nabi saw untuk mengumpulkan kayu bakar,

untuk membakar rumah-rumah kaum yang tidak menghadiri (lâ yasyhadûn)

salat berjama‟ah.150

صب صب بك ؽل ٤غ ؽل ػ ثوهب ػ عؼلو ث األ ٣ي٣ل ث أث٢ ػ

و٣وح هب ػ٤ ٠ هللا اج٢ ؼا ػ ٣غ و كز٤ز٢ أ آ ذ أ ول

الح كزوب و ثب آ ؾطت ص ا ؽي ال ٣ ا هؼ٠ أه أؽو الح ص ا ل

Dalam Kitâb al-ṣalâh, bâb mâ ja’a fî faḍl ṣalâh jamâ’ah, al-Tirmidzî

menguatkan riwayat tersebut di atas dengan makna redaksi yang menyatakan

tentang orang yang tidak menghadiri salat berjama‟ah dan salat Jum‟at

dengan alasan benci, menganggap enteng atau merendahkan kewajibannya

sebagaimana telah disebutkan dalam riwayat Muslim di atas.

Adapun para perawi dalam Sunan al-Tirmidzî, periwayatannya

melalui jalur, sebagai berikut:

(haddatsana) Hannâd, (haddatsana) Wakî‟, (‘an) Ja‟far bin Burqân,

(‘an) Yazid bin al-Aṣamm, (‘an) Abi Hurairah.151

Hannâd (w.243 H), Hannâd bin al-Sarî bin Muṣ‟ab bin Abi Bakr bin

Syibr bin Ṣa‟fûq Abu al-Sarî al-Tamîmî al-Dârimî al-Kûfî al-Hâfiẓ al-Zâhid.

Ia menerima riwayat di antaranya dari : Syarîk, „Absyar. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya: Muslim, al-Bukhari, al-Tirmidzî, Abu

149

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 380 150

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, tahqîq : Ahmad Muhammad Syâkir, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâbî al-Halabî,

tth.), juz ke-1, hal. 422 151

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-1, hal. 422

Page 128: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 112 ]

Dâwûd, al-Nasâ‟î, al-Sarrâj. al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia seorang

rahib di wilayah Kufah.152

Menurut Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟, berkata ia

tsiqah.153

Wakî’ (128-197 H), Wakî‟ bin al-Jarrâh Abu Sufyan al-Ru‟âsî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari: al-A‟masy, Hisyâm bin „Urwah. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya : Ahmad, Ishâq, Ibrâhîm bin

Abdillâh al-Qiṣṣâr.154

Ja’far bin Burqân (w.154 H), Ja‟far bin Burqân al-kilâî al-Raqiyyî.

Ia menerima riwayat di antaranya dari : Maimun bin Mihrân, „Uddah. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya : Wakî‟, Abu Na‟îm. Ibn Ma‟în

berkata, ia seorang yang tsiqah, namun tidak pandai membaca dan menulis

(ummî). Ahmad berkata bahwa ia tidak lengsung mendengar dari al-Zuhri.

Abû Hâtim pun menegaskan bahwa ia tidak dibenarkan riwayatkan yang ia

peroleh dari mendengar dari Abi al-Zubair, bahkan, menurut Abû Hâtim,

boleh jadi keduanya menjadi lemah (la’allahumâ ḍa’îf).155

Yazîd bin al-Aṣamm (w.103 H), Yazîd bin al-Aṣamm al-„Âmirî Abû

„Auf. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Maimûnah (saudara

perempuannya), Abu Hurairah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya: al-Zuhri, Ja‟far bin Burqân. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia

tsiqah.156

E. Matan Dan Sanad Hadis Dalam Sunan al-Nasâ’î

Sunan al-Nasâ‟î merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu: (al-

mu‟jam 2) kitâb al-imâmah, (al-mu‟jam 49) bâb al-tasydîd fî al-takhalluf ‘an

al-jamâ’ah (al-tuhfah 241). Makna redaksi menunjukkan pengertian tentang

perintah Nabi saw untuk mengumandangkan adzân, lalu mengutus salah satu

152

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 339 153

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 339 154

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 350 155

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 294 156

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 380

Page 129: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 113 ]

jama‟ah untuk menjadi imam, sedangkan beliau saw sendiri bermaksud

mendatangi dan membakar rumah-rumah orang yang tidak mendatangi

jama‟ah shalat isya‟ dengan membandingkan keutamaannya seperti daging

yang masih menempel pada tulang-tulang kambing.157

هز٤جخ أفجوب بي ػ بك ػ أث٢ اي األػوط ػ أث٢ و٣وح ػ أ

ػ٤ ٠ هللا هللا ه و ثؾطت هب آ ذ أ ول ٢ ث٤ل ان١ ل

أفبق ا٠ هعب ص اب و هعال ك٤ئ آ ب ص الح ك٤ئم و ثب آ ك٤ؾطت ص

ث٤ر م ػ٤ كؤؽو ٢ ث٤ل ان١ ل ٤ب أ ب ٣غل ػظ أ أؽل ٣ؼ

بء ؼ ل ا ز٤ ؽ بر٤ و

Adapun para perawi dalam Sunan al-Nasâ‟î, periwayatannya

melalui jalur, sebagai berikut:

(akhbaranâ) Qutaibah, (‘an) Mâlik, (‘an) Abî al-Zinnâd, (‘an) al-A‟raj,

(‘an) Abî Hurairah.158

Qutaibah (w.240 H), Qutaibah bin Sa‟îd bin Jamîl bin Ṭarîf Abu

Rajâ‟ al-Tsaqafî al-Balkhî. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Mâlik al-

Laits. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : al-Jamâ‟ah (para

ulama hadis, mukharrij) selain Ibn Mâjah, al-Firyâbî, al-Sarrâj.159

Mâlik (93-179 H), al-Imâm Abû Abdillâh Mâlik bin Anas al-Aṣbahî.

Ia menerima riwayat di antaranya dari : Nâfi‟ dan al-Zuhrî. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya: Ibn Mahdî, Ibn al-Qâsim, Ma‟n, dan

Abû Muṣ‟ab.160

157

Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî Sunan al-Nasâ‟î (215-303 H),

Sunan al-Nasâ’î, ta‟lîq : Muhammad Nâṣir al-Dîn al-Albânî, (Riyâḍ : Maktabah al-Ma‟ârif,

tth.), cetakan ke-1, hal. 140 158

Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî Sunan al-Nasâ‟î (215-303 H),

Sunan al-Nasâ’î, ta‟lîq : Muhammad Nâṣir al-Dîn al-Albânî, (Riyâḍ : Maktabah al-Ma‟ârif,

tth.), cetakan ke-1, hal. 140 159

Terkait nama Qutaibah, para ulama berbeda pendapat, sebagaimana diikuti

Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟, bahwa di antara nama-nama yang diperselisihkan adalah :

Yahyâ, „Alî, Yasâr. Menurut al-Khaṭib, yang lebih tepat adalah Yasâr, sebab Qutaibah

adalah laqabnya. Lihat, Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-

Dimasyqi, al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 134 160

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 234

Page 130: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 114 ]

Abû al-Zinnâd (w.131 H), al-Imâm Abdullâh bin Dzakwân Abû

„Abd al-Rahmân Abû al-Zinnâd al-Madanî.Ia menerima riwayat di antaranya

dari: Anas bin Malik, „Umar bin Abi Salamah, Sa‟id bin al-Musayyab, al-

A‟raj, dan „Iddah.Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Malik

bin Anas, al-Laits. Syams al-Din al-Dzahabi (673-748 H), menyebutnya:

tsiqah tsabt.161

Al-A’raj (w.117 H),„Abd al-Rahmân bin Hurmuz al-A‟raj Abû

Dâwûd. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Abu Hurairah, „Abdullâh bin

Buhainah. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Zuhri, Ibn

Luhai‟ah. Syams al-Dîn al-Dzahabî (673-748 H), menyebutnya: tsiqah tsabt

‘âlim.162

F. Matan Dan Sanad Hadis Dalam Sunan Ibn Mâjah

Sunan Ibn Mâjah merekam riwayat tersebut di dua tempat, yaitu:

pertama, (al-mu‟jam 3) kitâb al-masâjid wa al-jamâ’ât, (al-tuhfah 17) bâb

al-taghlîẓ fi takhalluf ‘an al-jamâ’ah (al-tuhfah 37), no. 791. Makna redaksi

menunjukkan pengertian bahwa Nabi saw memerintahkan orang (utusan)

untuk melaksanakan salat berjamaah, lalu beliau mengajak beberapa orang

dengan membawa beberapa ikat kayu bakar (huzam min haṭab), untuk

mendatangi kaum yang tidak mengikuti jama‟ah.

Dalam riwayat lain disebutkan tentang orang yang mendengar

panggilan (al-nidâ’) untuk melaksanakan jama‟ah, salat yang dikerjakannya

tidak sah tanpa adanya ‘udzur. 163

صب ٤جخ ؽل أث٢ و ث صب أث ث ٣خ ؽل ؼب أث ػ األػ أث٢ ػ

بؼ أث٢ و٣وح ػ هب ػ٤ ٠ هللا هللا ه و هب آ ذ أ ول

٢ ثبب و هعال ك٤ آ ص الح كزوب ؽطت ثب ؽي ؼ طن ثوعب أ ص

ثببه ث٤ر م ػ٤ الح كؤؽو ا ل ال ٣ ا٠ ه

161

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 549 162

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 647 163

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

tahqîq : Muhammad Fuâd „Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, tth.), juz

ke-1, hal. 259

Page 131: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 115 ]

صب ؾ ؽل ط٢ ػجل ا ا ا ث٤ب ٤ل ث جؤب أ ٤ ؼجخ ػ ػ ػل١ ث

صبثذ عج٤و ػ ؼ٤ل ث ػ ػجب اث هب ػ٤ ٠ هللا اج٢ ػ

ال كال ٣ؤر غ الاء ك ػنه ح اال

Kedua, hadis no. 795.164

صب و٢ ؽل ن٢ ال ا ؼ٤ ا ث ب صب ػض ؽل ٤ل ث ا أث٢ ػ اث

مئت و١ ػ و ا ػ ث ثوهب اي ى٣ل ػ خ ث ب ٠ هب أ هللا ه وب

ػ٤ هللا ث٤ر ه ألؽو بػخ أ غ روى ا ػ هعب ٤ ز ٤

Dalam redaksi tersebut tidak menyebutkan tentang keinginan Nabi

saw, selain ungkapan redaksi: „Sungguh orang-orang yang mencegah diri

dari berjama’ah, atau aku benar-benar akan membakar rumah-rumah

mereka‟.

Adapun para perawi dalam Sunan Ibn Mâjah, periwayatannya melalui

jalur, sebagai berikut:

(haddatsanâ) Abu Bakr bin Abi Syaibah, (haddatsanâ) Abu

Mu‟awiyah, (‘an) al-A‟masy, (‘an) Abi Ṣâlih (‘an) Abi Hurairah.165

Abû Bakr bin Abî Syaibah (w.235 H), „Abdullâh bin Muhammad

bin al-Qâḍî Abî Syaibah al-Hâfiẓ, Abû Bakr al-„Abasî al-Kûfî. Ia menerima

riwayat di antaranya dari Syarîk, Ibn al-Mubârak, Husyaim. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd, Ibn

Mâjah, Abû Ya‟lâ, al-Bâghandî.166

Ahmad bin Hanbal, berkata, ia ṣadûq, al-

„Ijlî berkata, ia tsiqah, dan al-Khaṭîb berkata, ia mutqin hâfiẓ.167

Abû Mu’âwiyah (w.195 H), Muhammad bin Khâzim Abû

Mu‟âwiyah al-Ḍarîr al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari Hisyâm,

164

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-1, hal. 260 165

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

tahqîq : Muhammad Fuâd „Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, tth.), juz

ke-1, hal. 259 166

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 592 167

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 124-125

Page 132: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 116 ]

al-A‟masy. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Ahmad,

Ishâq, „Alî, Ibn Ma‟în. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia dinilai tsiqah

hâfiẓ pada periwayatan jalur al-A‟masy.168

Menurut Abu Dâwûd, ia seorang

kepala sekte Murji‟ah di Kufah. Al-Nasâ‟î berkata, ia tsiqah. Ibn Hibbân

berkata, ia hâfiẓ mutqin, namun ia seorang penganut murji‟ah yang buruk

(murji’an khabîtsan).169

Al-A’masy (w.148 H), Sulaimân bin Mihrân al-Hâfiẓ Abû

Muhammad al-Kâhilî al-A‟masy. Menurut Ibn al-Madînî, ia memiliki 1300

hadis. Ia menerima riwayat di antaranya dari Ibn Abî Aufâ, Wazirr, dan Abi

Wâ‟il. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Syu‟bah, Wakî‟.

Menurut al-Tirmidzi dalam „al-Jâmi’-nya‟, kitâb al-ṭahârah, bâb al-istitâr

‘inda al-hâjah, sebagaimana dikutip al-Dzahabî (673-748 H), menyatakan

bahwa al-A‟masy melakukan tadlis dan irsal, sebab ia tidak pernah

mendengar langsung dari Anas bin Mâlik atau pun salah satu sahabat Nabi

saw lainnya.170

Abû Ṣâlih (w.101 H), Dzakwan Abû Ṣâlih al-Sammân al-Ziyyât. Ia

menerima riwayat di antaranya dari „Âisyah, Abi Hurairah. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya adalah (putera-puteranya: „Abdullah,

Suhail, dan Ṣâlih), al-A‟masy. Menurut al-Dzahabî (673-748 H), ia termasuk

di antara imam-imam hadits yang tsiqah (min al-aimmah al-tsiqât).171

Kedua, hadis no. 795, dengan jalur:

(haddatsanâ) „Utsmân bin Ismâ‟îl al-Hudzalî al-Dimasyqî,

(haddatsanâ) al-Walîd bin Muslim, (‘an) Abû Dzi‟b, (‘an) al-

Zabriqân bin „Amr al-Ḍamrî, (‘an) Usâmah bin Zaid.

‘Utsmân bin Ismâ’îl bin ‘Imrân al-Hudzalî Abu Muhammad al-

Dimasyqî. Ia menerima riwayat di antaranya dari al-Walîd bin Muslim,

168

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 167 169

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

9, hal. 77 170

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 464 171

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 386

Page 133: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 117 ]

Marwân bin Mu‟âwiyah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya : Ibn Mâjah, Muhammad bin Khuraim, dan al-Hasan bin Sufyân. Al-

Dzahabi berkata, haditsnya maqbûl.172

Al-Walîd bin Muslim (w.195 H), al-Walîd bin Muslim al-Hâfiẓ Abu

al-„Abbâs. Ia menerima riwayat di antaranya dari Yahyâ al-Dzimârî, Tsaur

bin Yazîd. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Ahmad,

Ishâq, dan Duhaim.173

Ibn Abî Dzi’b (w.159 H), Muhammad „Abd al-Rahmân bin al-

Mughîrah bin Abî Dzi‟b Abû al-Hârits al‟Âmirî. Ia menerima riwayat di

antaranya dari: „Ikrimah, Nâfi‟, al-Zuhrî. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya: Ma‟mar, Ibn al-Mubârak, Ibm Wahb, al-Qaṭṭân, „Alî bin al-

Ja‟d. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah.174

Al-Zabriqân bin ‘Amr bin Umayyah al-Ḍamrî. Ia menerima

riwayat di antaranya dari: „Urwah, „Uddah. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya: Bakr bin Sawâdah, Ibn Abî Dzi‟b. Al-Nasâ‟î

menilainya tsiqah.175

Usâmah bin Zaid (w.54 H), Usâmah bin Zaid bin Hâritsah bin

Syarâhîl bin „Abd al-„Uzza bin „Umri‟ al-Qais. Ia salah satu sahabat tercinta

Rasûlullâh saw. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Kuraib,

Abû Ẓabyân, dan Khalq.176

Ibn Mâjah (207-275 H) sendiri, dalam al-Zawâ’id memberikan

komentar bahwa isnad al-Walîd bin Muslim al-Dimasyqî adalah seorang

mudallis. Dan „Utsman bin Ismâ‟îl adalah perawi yang tidak ditemukan

identitasnya (lâ yu’raf hâluhu).177

172

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 5 173

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 355 174

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 194 175

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 401 176

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 232 177

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn

Mâjah, juz ke-1, hal. 260

Page 134: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 118 ]

C. Matan Dan Sanad Hadis Tentang Hamm Nabi saw Melakukan

Puasa Pada Tanggal 9-nya (Tâsû’â’) Atau pun Pada Tanggal 11-nya,

tersebar dalam berbagai kitab hadis, sebagai berikut:

A. Ṣahîh al-Bukhârî tidak merekam riwayat tersebut di tempat atau bagian

mana pun dalam kitab Shahîh-nya. Namun al-Bukhârî hanya menyebut

terkait puasa „âsyûrâ’ saja, misal sabda Nabi saw ketika tiba di Madinah

bertepatan dengan hari tersebut:

“Ini adalah hari Âsyûrâ’. Allah tidak mewajibkan kepada kalian

untuk berpuasa, tetapi hari ini saya sedang berpuasa. Barang siapa

ingin berpuasa pada hari ini, silahkan, dan barang siapa tidak ingin

juga tidak mengapa ”.178

B. Ṣahîh Muslim, merekam riwayat tersebut di satu tempat, yakni: (al-

mu‟jam 13) kitâb al-ṣiyâm (al-tuhfah 6) bâb ayyu yaum yuṣâm fî Âsyûrâ’, no.

[2666] 133-(1134). Makna redaksi dalam riwayat tersebut tentang Rasulullah

yang sedang berpuasa Âsyûrâ’, para sahabat menginformasikan kepada

beliau bahwa hari ini adalah hari di mana orang Yahudi dan Nasrani

mengagungkannya. Lalu dijawab oleh Rasul saw bahwa tahun depan, beliau

akan berpuasa pada hari kesembilannya (al-tâsi’), in syâ’a Allâh, tanpa ada

penjelasan untuk menyelisihi umat Yahudi atau pun Nasrani.179

صب ؽل ا٢ ؾ ػ٢ ا ث ؾ صب ا ؽل و٣ أث٢ صب اث ؽل ٣ؾ٠٤ ث

٤خ ؾلص٢أ٣ث أ ث ؼ٤ غ ا ١ أ و و٣ق ا ث أثب ؿطلب ٣و

ؼذ ػجب ث ػجل هللا ب ٣و ػ ٢ هللا ه ٠ هللا هللا ه ب ؽ٤

ػ٤ ٣ ا هللا هبا ٣ب ه ٤ب و ث أ هاء ػب ٣

٤ك رؼظ به ا ا ػ٤ ٠ هللا هللا ه كوب ؼب ا ب كبما

از ٤ ب ا بء هللا ا وج غ ا ب ك٢ ه ؽز٠ ر وج ا ؼب ٣ؤد ا ك هب

ػ٤ ٠ هللا هللا

178

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-

Ṣahîh al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-2, hal. 58 179

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 797-798

Page 135: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 119 ]

Hadits no. [2667] 134-(...). Makna redaksinya: „Jika Nabi saw masih

menjumpai tahun berikutnya, beliau akan berpuasa pada hari yang

kesembilan (al-tâsi’).180

Muslim memberikan catatan bahwa dalam riwayat

tersebut, Abu Bakr mengatakan bahwa yang dimaksud „hari yang

kesembilan (al-tâsi’)‟ adalah hari Âsyûrâ’. Dalam riwayat ini pun tanpa ada

penjelasan untuk menyelisihi umat Yahudi atau pun Nasrani.181

صب ٤جخ ؽل أث٢ و ث و ، أث ث أث صب ٣ت ٤غ ، هبال : ؽل ، ػ اث

ت أث٢ مئ ، ػ ػجب ث وب ا ث ، ػ ٤و ػجل هللا ػ : ػ هب ، ؼ ػجل هللا

ػجب ث ػ٤ ٠ هللا هللا ه : هب ب ، هب ػ ٢ هللا ثو٤ذ : ه ئ

غ ازب ، أل هاء ا٠ هبث ػب : ٣ؼ٢ ٣ و ، هب ا٣خ أث٢ ث ك٢ ه ،

صب أ ؽل و ث ٤جخ أث ث صب ث٢ اػ ، ؽل غو ا ٤غ ث ، ػ ؽبعت ث

و ػ األػوط ، ػ ث ؾ ز٤ذ ا٠ ا : ا ، هب ػجب اث ب ػ ٢ هللا و

هاء ، كوب ػب ذ أفجو٢ ػ ، كو ي ل هكاء ك٢ ى ز اما هأ٣ذ :

ب بئ غ ازب جؼ ٣ أ كبػلك ، ؾو ا ال هللا ه ب نا ذ : ، ه

: ؼ ، هب ٣ ػ٤ ٠ هللا ص٢ ، ؽل ؽبر ل ث ؾ صب ٣ؾ٠٤ ، ؽل

وطب ؼ٤ل ا و، ػ ث ػ ٣خ ث ؼب ص٢ األػوط ، ؽل ث ؾ : ا ، هب

ذ ؤ ػجب اث ، ػ ي ل ى ل هكاء ػ ز ب ػ ٢ هللا ه

و ػ ؽل٣ش ؽبعت ث ض هاء ، ث ػب

Adapun para perawi dalam Ṣahîh Muslim, periwayatannya melalui

jalur sebagai berikut:

(haddatsanâ) al-Hasan bin „Alî al-Hulwânî, (haddatsanâ) Ibn Abî Maryam,

(haddatsanâ) Yahyâ bin Ayyûb, (haddatsanî) Isma‟il bin Umayyah, ia

mendengar (sami’a) Abû Ghaṭafân bin Ṭarîf al-Murrî, ia mendengar (sami’a)

„Abdullâh bin „Abbâs.182

180

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim,juz

ke-2, hal. 798 181

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim,juz

ke-2, hal. 798 182

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 797-798

Page 136: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 120 ]

Al-Hasan bin ‘Ali al-Hulwânî (w.242 H), al-Hasan bin „Ali al-

Hudzalî al-Hulwânî al-Raihânî al-Khallâl. Ia menerima riwayat di antaranya

dari Abû Mu‟âwiyah, Wakî‟. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd, al-Tirmidzî, Ibn Mâjah, al-Sarrâj.

Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsabt hujjah.183

Ya‟qûb bin Syaibah

berkata, ia tsiqah tsabt mutqin.184

Ibn Abî Maryam (w.224), Sa‟îd bin Abî Maryam Abû Muhammad

Sa‟îd bin al-Hakam bin Muhammad bin Sâlim al-Jumahî. Ia menerima

riwayat di antaranya dari: Mâlik, Nâfi‟ bin „Umar. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya: al-Bukhârî, Ahmad bin Hammâd. Abû Hâtim dan

selainnya berkata, ia tsiqah.185

Yahyâ bin Ayyûb (w.168 H), Yahyâ bin Ayyûb Abû al-„Abbâs al-

Ghâfiqî al-Miṣrî. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Yazîd bin Abî

Habîb, Ja‟far bin Rabî‟ah.Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya: Ibn Wahb, Sa‟îd bin Abî Maryam. Abû Hâtim berkata, hadisnya

tidak dapat dijadikan hujjah (lâ yuhtajj bihi). Al-Nasâ‟i berkata, ia tidaklah

kuat (laisa bi al-qawî).186

Ismâ’îl bin Umayyah (w.139 H), Ismâ‟îl bin Umayyah bin „Amr bin

Sa‟îd al-Umawî. Ia menerima riwayat di antaranya dari: ayahnya, Jamâ‟ah,

„Ikrimah.Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Bisyr bin al-

Mufaḍḍal. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah. Dalam kasus (riwayat)

lain, Ismâ‟il dipersoalkan oleh al-Dâruquṭnî dalam „al-Tatabbu’ wa al-

Ilzâmât‟, sebagaimana dikutip Burhân al-Din Abû al-Wafâ‟ (753-841 H)

dalam al-Dzahabî (673-748 H).187

183

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-1, hal. 328 184

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 399 185

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 433-434 186

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 361-362 187

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 243-244

Page 137: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 121 ]

Abû Ghaṭafân bin Ṭarîf al-Murrî. Ia menerima riwayat di

antaranya dari : Khuzaimah bin Tsâbit, Abû Hurairah.Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya: Ismâ‟îl bin Umayyah, „Umar bin Hamzah.

Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah.188

Hadits no. [2667] 134-(...), dengan jalur:

(haddatsanâ) Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib, keduanya

(haddatsanâ) Waki‟ (‘an) Ibn Abi Dzi‟b, (‘an) al-Qâsim bin „Abbâs,

(‘an) „Abdillah bin „Umair, (‘an) Abdillâh bin „Abbâs.189

Abu Bakr bin Abi Syaibah (w.235 H), „Abdullâh bin Muhammad

bin al-Qâḍî Abî Syaibah al-Hâfiẓ, Abû Bakr al-„Abasî al-Kûfî. Ia menerima

riwayat di antaranya dari Syarîk, Ibn al-Mubârak, Husyaim. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd, Ibn

Mâjah, Abû Ya‟lâ, al-Bâghandî.190

Ahmad bin Hanbal, berkata, ia ṣadûq, al-

„Ijlî berkata, ia tsiqah, dan al-Khaṭîb berkata, ia mutqin hâfiẓ.191

Abû Kuraib, (w.248 H), Muhammad bin al-„Alâ‟ Abû Kuraib al-

Hamdânî al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Husyaim, Ibn al-

Mubârak. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : al-Sarrâj,

Ibn Khuzaimah. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah hâfiẓ.192

Abû

Hâtim berkata, ia ṣadûq. Al-Nasâ‟î dan selainnya berkata, ia tsiqah.193

Wakî’ (128-197 H), Wakî‟ bin al-Jarrâh Abû Sufyân al-Ru‟âsî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari al-A‟masy, Hisyâm bin „Urwah. Dan di

188

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqi, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 450 189

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim,juz

ke-2, hal. 798 190

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqi, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 592 191

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 124-125 192

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 208 193

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 397-398

Page 138: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 122 ]

antara orang yang menerima riwayat darinya Ahmad, Ishâq, Ibrâhîm bin

Abdillah al-Qiṣṣâr.194

Ibn Abî Dzi’b (w.159 H), Muhammad „Abd al-Rahmân bin al-

Mughîrah bin Abî Dzi‟b Abû al-Hârits al‟Âmirî. Ia menerima riwayat di

antaranya dari „Ikrimah, Nâfi‟, al-Zuhrî. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya Ma‟mar, Ibn al-Mubârak, Ibm Wahb, al-Qaṭṭân, „Alî bin al-

Ja‟d. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah.195

Al-Qâsim bin ‘Abbâs (w.131 H),196

al-Qâsim bin „Abbâs al-Hâsyimî

al-Lahabî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Nâfi‟ bin Jubair, Jam‟. Dan

di antara orang yang menerima riwayat darinya Ibn Abî Dzi‟b. Ibn Hajar

menilainya tsiqah.197

‘Abdillâh bin ‘Umair (w.117 H)198

, „Abdillah bin „Umair al-

„Abbasî. Ia menerima riwayat di antaranya dari „Abdullah bin „Abbâs. Dan

di antara orang yang menerima riwayat darinya al-Qâsim bin „Abbâs199

, Ibn

Abî Dzi‟b200

. Ibn Sa‟d, dan Abû Hâtim menilainya tsiqah. Ibn Hibbân

menyebutkannya dalam “al-Tsiqât”. Menurut Ibn al-Mundzîr, „Abdillâh bin

194

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 350 195

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 194 196

Al-Dzahabî tidak menyebutkan lebih jauh terkait biografi, tahun kelahiran atau

pun wafatnya. Burhân al-Dîn Abû al-Wafâ, menyebutkan tahun wafatnya, 130 atau 131 H,

dengan kuniyah : Abû Muhammad. Ibn Hibbân memasukkannya di dalam kitabnya, al-

Tsiqqât. Lihat, Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-

Dimasyqî, al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 128 197

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 128 198

Al-Dzahabî dan selainnya tidak menyebutkan lebih jauh terkait biografi, tahun

kelahiran atau pun wafatnya. Namun menurut Ibn Hibbân, sebagaimana dikutip al-Mizzî

(654-742 H), ia wafat pada tahun 110 H, ada juga yang berpendapat 117 H. Lihat, Syams al-

Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-Kâsyif fî Ma’rifah

Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 581. Lihat juga, Jamâl al Dîn Abî al-

Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-15, hal. 385 199

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-15, hal. 385 200

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 581

Page 139: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 123 ]

„Umair adalah perawi yang tidak dikenal (lâ yu’raf).201

Berdasarkan catatan

Al-Mizzî (654-742 H), Muslim dan Ibn Mâjah merekam hadis dari sanad

„Abdillâh bin „Umair hanya sekali, yakni hanya pada hadits tentang puasa

yang ke-9, sebagaimana dalam ungkapan redaksi : „lain baqîtu ilâ qâbilin

laaṣûmanna al-yaum al-tâsi’‟.202

C. Sunan Abû Dâwûd, merekam riwayat tentang Âsyûrâ’ pada no. hadis

(2444). Makna redaksi terkait alasan dari segi pelaksanaanya adalah sebagai

bentuk penghormatan terhadap nabi Musa, as. (tu’aẓẓamahu = ta’ẓîman

lahu), tanpa ada singgungan terhadap kaum Yahudi.203

Adapun tentang puasa tasu’a, Abû Dâwûd merekam riwayat dalam

(al-mu‟jam 14) kitâb al-ṣiyâm (al-tuhfah 8), (al-mu‟jam 65) bâb mâ ruwiya

anna Âsyûrâ’al-yaum al-tâsi’ (al-tuhfah 65), no. 2445. Makna redaksi hadis

secara prinsip sama persis dengan redaksi dalam Ṣahîh Muslim, no. [2666]

133-(1134), tersebut di atas.204

صب و١ ؽل ك ا كا ث ب ٤ صب ت ؽل أفجو٢ اث ٣ؾ٠٤ ث

أ٣ة ٢ أ وو ٤خ ا أ ث ؼ٤ غ ا ص أ ؽل ؼز أثب ؿطلب ٣و ث ؼجل هللا

ػجب ٣و ؽ٤ ػ٤ ٠ هللا اج٢ ب وب أ هاء ػب ٣

٤ب ث رؼظ ٣ ا هللا ٤ك هبا ٣ب ه ٠ ا هللا ه بهىلوب ا

٣ غ ك ازب ب ٣ وج ا ؼب ا ب كبما ػ٤ ؽز٠ هللا وج ا ؼب ؤد ا

ػ٤ ٠ هللا هللا ك٢ ه ر

Al-Hakam bin al-A‟raj menanyakan perihal puasa Âsyûrâ‟ kepada

Ibn Abbâs. Ia menjawab, „jika engkau sudah melihat hilal bulan Muharram,

maka hitunglah. Pada saat memasuki hitungan hari kesembilan (yaum al-

201

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 581 202

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-15, hal. 385 203

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2, hal. 196 204

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2 , hal. 196

Page 140: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 124 ]

tâsi’), maka berpuasalah. Ia kembali ditanya dan menjawab, „memang

demikian Rasûlullâh melakukannya (berpuasa)‟.205

صب ك ؽل ل صب ؼ٤ل ٣ؾ٠٤ ؽل ٣ؼ٢ اث ة ػ ؿال ٣خ ث ؼب ػ

صب ك ؽل ل صب ؽل ؼ٤ و أفجو٢ ا ػ ؽبعت ث ث ؾ ب ؼ٠ ػ ٤ؼب ا ع

األػوط أر٤ذ هب ػجب ل هكاء ك٢ اث ز ؾوا غل ا ا ز ػ ؤ ك

هاء كوب ػب ٣ كبػلك كبما ؾو ا ال غ اما هأ٣ذ ازب ٣ ب

ب بئ جؼ كؤ ب ني كوب ٣ ػ٤ ٠ هللا ل ؾ ب نا ذ كو

٣ ػ٤ ٠ هللا ل ؾ

Adapun para perawi dalam Sunan Abû Dâwûd, periwayatannya

melalui jalur, sebagai berikut:

(haddatsanâ) Sulaimân bin Dâwûd al-Mahrî, (akhbaranâ) Ibn

Wahb, (akhbaranî) Yahyâ bin Ayyûb, ia menyampaikan hadis

(haddatsahu) bahwasanya ia mendengar (sami’a) Abû Ghaṭafân

berkata, aku mendengar (sami’tu) „Abdullâh bin „Abbâs.206

Sulaimân bin Dâwûd al-Mahrî (w.253 H), Abû al-Rabî‟ al-Mahrî

al-Miṣrî Ia menerima riwayat di antaranya dari Ibn Wahb, „Uddah. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya Abû Dâwûd, al-Nasâ‟î, Ibn Abî

Dâwûd. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah faqîh.207

Ibn Wahb (w.197 H), „Abdullâh bin Wahb bin Muslim Abû

Muhammad al-Fihrî. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Ibn Juraij,

Yûnus. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Ahmad bin

Ṣâlih, Harmalah, al-Rabî‟. Burhân al-Din Abû al-Wafâ‟ (753-841 H) dan

Yahyâ bin Ma‟în berkata, ia seorang tsiqah hâfiẓ ‘âbid. Abu Hatim berkata,

ia ṣadûq.208

205

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2 , hal. 196 206

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2 , hal. 196 207

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 459 208

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 606

Page 141: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 125 ]

Yahyâ bin Ayyûb (w.168 H), Yahyâ bin Ayyûb Abû al-„Abbâs al-

Ghâfiqî al-Miṣrî. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Yazîd bin Abî

Habîb, Ja‟far bin Rabî‟ah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya : Ibn Wahb, Sa‟îd bin Abî Maryam. Abû Hâtim berkata, haditsnya

tidak dapat dijadikan hujjah (lâ yuhtajj bihi). Al-Nasâ‟i berkata, ia tidaklah

kuat (laisa bi al-qawî).209

Abu Ghaṭafân, Ia menerima riwayat di antaranya dari: Khuzaimah

bin Tsâbit, Abû Hurairah. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya : Ismâ‟îl bin Umayyah, „Umar bin Hamzah. Al-Dzahabî (673-748 H)

berkata, ia tsiqah.210

Hadits no. 2446, memiliki dua jalur, sebagai berikut:

Pertama, (haddatsanâ) Musaddad, (haddatsanâ) Yahyâ, yakni Ibn

Sa‟îd, dari (‘an) Mu‟âwiyah bin Ghallâb.

Kedua, (haddatsanâ) Musaddad, (haddatsanâ) Ismâ‟îl, (akhbaranî)

Hâjib bin „Umar (seluruh maknanya), dari (‘an) al-Hakam bin al-A‟raj. Ia

berkata (qâla) untuk menanyakan perihal puasa Âsyûrâ‟ kepada Ibn „Abbâs.

Ia menjawab, „jika engkau sudah melihat hilal bulan Muharram, maka

hitunglah. Pada saat memasuki hitungan hari kesembilan (yaum al-tâsi’),

maka berpuasalah. Ia kembali ditanya dan menjawab, „memang demikian

Rasûlullâh melakukannya (berpuasa)‟.211

Musaddad212

(w. 228 H), Musaddad bin Musarhad bin Musarbal al-

Asadî al-Baṣrî Abû al-Hasan al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari

Juwairiyyah bin Asmâ‟, Hammâd bin Zaid, Abî „Awânah. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhârî, Abû Dâwûd, Abû Hâtim,

209

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 361-362 210

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 450 211

Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Asy„ats al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî Dâwûd,

juz ke-2 , hal. 196 212

Menurut sebagian ulama, sebagaimana dukutip Burhân al-Din Abû al-Wafâ‟

(753-841 H),nama yang sebenarnya adalah „Abd al-Malik bin „Abd al-„Azîz. Adapun

penyebutan Musaddad dan Musarhad, keduanya adalah laqabnya. Syams al-Dîn Abî

„Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu

Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 256

Page 142: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 126 ]

dan Abû Khalîfah. Abu Hâtim dan al-Nasâ‟î berkata, ia tsiqah. Yahyâ bin

Ma‟în dan selainnya berkata, ia ṣadûq.213

Yahyâ (120-198 H), yakni Yahyâ bin Sa‟îd bin Farrûkh, Abû Sa‟îd

al-Tamîmî al-Baṣrî al-Qaṭṭân al-Hâfiẓ al-Kabîr. Ia menerima riwayat di

antaranya dari : Hisyâm bin „Urwah, Humaid, dan al-A‟masy. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya : Ahmad, „Ali, Yahyâ.214

Abû Hâtim

dan Abû Zur‟ah berkata, ia tsiqah hâfiẓ. Al-Nasâ‟î berkata, ia tsiqah tsabt

murḍî.215

Mu’âwiyah bin Ghallâb.216

Mu‟âwiyah bin „Amr Ghallâb al-Naṣrî

al-Baṣrî. Ia menerima riwayat di antaranya dari al-Hasan al-Baṣrî, al-Hakam

bin al-A‟raj. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Hammâd

bin Salamah, Yahyâ bin Sa‟îd al-Qaṭṭân. Al-Nasâ‟î dan Ibn Hibbân, Yahya

bin Ma‟in berkata, ia tsiqah.217

Ismâ’îl (w.193 H), Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin Miqsam al-Asadî bin

„Ulayyah Abu Bisyr. Ia menerima riwayat di antaranya dari Ayyûb bin Abi

Tamim, Ibn Jud‟ân, „Aṭâ‟ bin al-Sâib. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya Ahmad, Ishâq, Ibn Ma‟în. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata,

ia hujjah.218

Yahyâ bin Ma‟în berkata, ia tsiqah ma’mun ṣadûq muslim

wara’.219

213

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 256 214

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 366 215

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-31, hal. 340 216

Ibn Hajar membacanya dengan takhfîf huruf lâmnya, yakni Ghalâb, sedangkan

al-Sam‟ânî membacanya dengan tasydîd pada huruf lâmnya, yakni Ghallâb sesuai dengan

nasabnya. Menurut al-Mizzî (654-742 H) yang lebih tepat adalah yang dibaca takhfîf.

Tentang tahun lahir dan wafatnya, baik al-Dzahabi, Abu al-Wafâ maupun al-Mizzi tidak

merekam terkait hal tersebut. Lihat, Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H),

Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 304 217

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-28, hal. 305 218

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 243 219

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-3, hal. 29

Page 143: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 127 ]

Hâjib bin ‘Umar (w.158 H), Hâjib bin „Umar Abu Khusyainah al-

Tsaqafî al-Baṣrî. Ia menerima riwayat diantaranya dari al-Hasan,

Muhammad. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya al-Qaṭṭân,

al-Hauḍî. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah.220

Al-Hakam bin al-A’raj, Al-Hakam bin „Abdillah al-A‟raj. Ia

menerima riwayat di antaranya dari „Imrân bin Huṣain, Ibn „Abbâs. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya : Abû Khaitsamah Hâjib bin

„Umar. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia ṣadûq. Ahmad bin Hanbal

menilainya tsiqah.221

D. Sunan al-Tirmidzî, merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu: (al-

mu‟jam 6) kitâb al-masâjid wa al-jamâ’ât (al-tuhfah 4), (al-mu‟jam 50) bâb

ma ja’a Âsyûrâ’ayyu yaum huwa (al-tuhfah 50), no. 754, dengan jalur

(haddatsanâ) Hannâd dan Abû Kuraib, keduanya berkata : (haddatsanâ)

Wakî‟, dari (‘an) Hâjib bin „Umar, dari (‘an) al-Hakam bin al-A‟raj, yang

menemui Ibn „Abbâs yang sedang tidur beralaskan selendangnya di dekat

Zam-zam222

, sebagaimana makna pada Sunan Abi Dâwûd, No. 2446,

tersebut di atas. Namun, al-Tirmidzî menambahkan di dalam kitabnya

tersebut no.755 berdasarkan riwayat lain dengan sumber yang sama dari Ibn

„Abbâs, menyatakan: “ṣûmû al-tâsi’a wa al-‘âsyira wa khâlifû al-yahûd”.

صب و٣ت بك ؽل صب أث ٤غ هبال ؽل و ػ ػ ؽبعت ث ػ ث ؾ ا

األػوط ز٤ذ ا٠ هب ا ػجب ل هكاء ك٢ اث ز ي ذ ى أفجو٢ كو

هاء أ١ ٣ ػب ٣ ػ هب أ كبػلك ؾو ا ال اما هأ٣ذ ص

جؼ أ غ بازب بئ هب ب نا ذ أ كو ل ٣ ؾ ٠ هللا ػ٤

ؼ هب

Adapun para perawi dalam Sunan al-Tirmidzî, periwayatannya

melalui jalur, sebagai berikut:

220

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 301 221

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 344 222

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 119

Page 144: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 128 ]

(haddatsanâ) Hannâd dan Abû Kuraib, keduanya berkata :

(haddatsanâ) Wakî‟, dari (‘an) Hâjib bin „Umar, dari (‘an) al-

Hakam bin al-A‟raj, yang menemui Ibn „Abbâs yang sedang tidur

beralaskan selendangnya di dekat Zam-zam.223

Hannâd (w.243 H), Hannâd bin al-Sarî bin Muṣ‟ab bin Abi Bakr bin

Syibr bin Ṣa‟fûq Abu al-Sarî al-Tamîmî al-Dârimî al-Kûfî al-Hâfiẓ al-Zâhid.

Ia menerima riwayat di antaranya dari : Syarîk, „Absyar. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya : Muslim,al-Bukhari, al-Tirmidzi, Abu

Dâwûd, al-Nasâ‟i, al-Sarrâj. al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia seorang

rahib di wilayah Kufah.224

Menurut Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟, berkata ia

tsiqah.225

Abû Kuraib, (w.248 H), Muhammad bin al-„Alâ‟ Abû Kuraib al-

Hamdânî al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Husyaim, Ibn al-

Mubârak. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Sarrâj, Ibn

Khuzaimah. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah hâfiẓ.226

Abû Hâtim

berkata, ia ṣadûq. Al-Nasâ‟î dan selainnya berkata, ia tsiqah.227

Wakî’ (128-197 H), Wakî‟ bin al-Jarrâh Abû Sufyân al-Ru‟âsî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari: al-A‟masy, Hisyâm bin „Urwah. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya: Ahmad, Ishâq, Ibrâhîm bin

Abdillâh al-Qiṣṣâr.228

Hâjib bin ‘Umar (w.158 H), Hâjib bin „Umar Abu Khusyainah al-

Tsaqafî al-Baṣrî. Ia menerima riwayat di antaranya dari: al-Hasan,

223

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 119 224

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 339 225

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 339 226

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 208 227

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 397-398 228

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 350

Page 145: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 129 ]

Muhammad. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Qaṭṭân,

al-Hauḍî. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah.229

Al-Hakam bin al-A’raj, Al-Hakam bin „Abdillah al-A‟raj. Ia

menerima riwayat di antaranya dari : „Imrân bin Huṣain, Ibn „Abbâs. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya: Abû Khaitsamah Hâjib bin

„Umar. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia ṣadûq. Ahmad bin Hanbal

menilainya tsiqah.230

F. Sunan Ibn Mâjah, merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu: (al-

mu‟jam 7) kitâb mâ jâ’a fi al-ṣiyâm (al-tuhfah 5), (al-mu‟jam 41) bâb ṣiyâm

yaum Âsyûrâ’ (al-tuhfah 41), no. 1736. Dalam riwayat tersebut, Ibn Mâjah

menambahkan komentar dari Abû „Alî, ia berkata: Ahmad bin Yûnus

meriwayatkannya (rawâhu) dari (‘an) Ibn Abi Dzi‟b, ia menambahkan:

„Beliau saw khawatir akan melewatkan hari Âsyûrâ‟ (makhâfatan an

yafûtahu Âsyûrâ’).231

Bukan menggunakan ungkapan „menyelisihi kaum

yahudi (yukhâlifu ‘alâ al-Yahûd).

صب ل ؽل ؾ صب ػ٢ ث ٤غ ؽل أث٢ مئت ػ اث ا ػ ث وب

ػجب ٤و ػ ػ ث ٠ ػجل هللا ػجب اث ػ ػجب اث هب هللا ه هب

ػ٤ ٠ هللا غ ازب ٤ ا أل ثو٤ذ ا٠ هبث ئ أث هب

ا ػ٢ ه ٣ ل ث أؽ أث٢ مئت ػ هاء اث ٣لر ػب قبكخ أ ىاك ك٤

Adapun para perawi dalam Sunan Ibn Mâjah, periwayatannya

melalui jalur, sebagai berikut:

(haddatsanâ) „Alî bin Muhammad, (haddatsanâ) Wakî‟, (‘an) Ibn Abî

Dzi‟b, (‘an) al-Qâsim bin „Abbâs, (‘an) „Abdillâh bin „Umair maulâ Ibn

„Abbâs, (‘an) Ibn „Abbâs.

229

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 301 230

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 344 231

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-, hal. 552

Page 146: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 130 ]

‘Alî bin Muhammad232

(w.230/233 H), „Alî bin Muhammad bin

Ishâq al-Ṭanâfisî Abû al-Hasan al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya

dari: Muhammad bin „Ubaid, Ya‟lâ bin Muhammad, Ibn „Uyainah, Wakî‟,

Ibn Wahb. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Ibn Mâjah,

Ibn Abî Hâtim. Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟, berkata ia ṣadûq, terkadang

keliru.233

Wakî’ (128-197 H),Wakî‟ bin al-Jarrâh Abu Sufyan al-Ru‟âsî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari : al-A‟masy, Hisyam bin „Urwah. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya: Ahmad, Ishâq, Ibrahim bin

Abdillah al-Qiṣṣâr.234

Ibn Abî Dzi’b (w.159 H), Muhammad „Abd al-Rahmân bin al-

Mughîrah bin Abî Dzi‟b Abû al-Hârits al‟Âmirî. Ia menerima riwayat di

antaranya dari : „Ikrimah, Nâfi‟, al-Zuhrî. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya : Ma‟mar, Ibn al-Mubârak, Ibm Wahb, al-Qaṭṭân,

„Alî bin al-Ja‟d. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsiqah.235

Al-Qâsim bin ‘Abbâs (w.131 H)236

, al-Qâsim bin „Abbâs al-Hâsyimî

al-Lahabî. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Nâfi‟ bin Jubair, Jam‟.

232

„Alî bin Muhammad bin Abi al-Khaṣîb al-Kûfi al-Wasysyâ‟ (w.258 H) dan „Alî

bin Muhammad bin Ishâq al-Ṭanâfisî Abû al-Hasan al-Kûfi al-Hâfiẓ, keduanya sama-sama

guru Ibn Mâjah menerima riwayat yang sama, yakni dari Wakî‟ bin al-Jarrâh. Yang

membedakan adalah guru yang kedua disebutkan tersebut tinggal di perkampungan yang

sama dengan Ibn Mâjah, yaitu Qazwain. Dan penilaian dari kritikus hadis menyebutkan

bahwa „Alî bin Muhammad, yang pertama disebutkan dinilai terkadang keliru. Lihat, Syams

al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-Kâsyif fi Ma’rifah

Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 36 233

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 36 234

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 350 235

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 194 236

Al-Dzahabî tidak menyebutkan lebih jauh terkait biografi, tahun kelahiran atau

pun wafatnya. Burhân al-Dîn Abû al-Wafâ, menyebutkan tahun wafatnya, 130 atau 131 H,

dengan kuniyah : Abû Muhammad. Ibn Hibbân memasukkannya di dalam kitabnya, al-

Tsiqqât. Lihat, Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-

Dimasyqî, al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 128

Page 147: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 131 ]

Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : Ibn Abî Dzi‟b. Ibn

Hajar menilainya tsiqah.237

‘Abdillah bin ‘Umair (w.117 H), „Abdillah bin „Umair al-„Abbasî.

Ia menerima riwayat di antaranya dari : „Abdullah bin „Abbâs.Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya: al-Qâsim bin „Abbâs, Ibn Abî Dzi‟b.

Ibn Sa‟d, dan Abû Hâtim menilainya tsiqah. Ibn Hibbân menyebutkannya

dalam “al-Tsiqât”. Menurut Ibn al-Mundzîr, „Abdillâh bin „Umair adalah

perawi yang tidak dikenal (lâ yu’raf).238

Berdasarkan catatan Al-Mizzî (654-

742 H), Muslim dan Ibn Mâjah merekam hadis dari sanad „Abdillah bin

„Umair hanya sekali, yakni hanya pada hadits tentang puasa yang ke-9,

sebagaimana dalam ungkapan redaksi: „lain baqîtu ilâ qâbilin la aṣûmanna

al-yaum al-tâsi’‟.239

D. Matan dan Sanad Hadis Tentang Hamm Nabi saw Membuat Dua

Pintu Pada Kedua Sisi Ka’bah, tersebar dalam berbagai kitab hadis,

sebagai berikut:

A. Ṣahîh al-Bukhârî, merekam riwayat tersebut di beberapa tempat, yaitu:

Pertama, kitâb al-‘ilm (3), bâb man taraka ba’ḍa al-ikhtiyâr

makhâfata an yaqṣura fahm ba’ḍ al-nâs ‘anhu fayaqa’û fî asyadd minhu

(48), no. 126, dengan makna redaksi yang disampaikan adalah informasi

yang bersumber dari „Â‟isyah tentang Nabi saw yang pernah mengucapkan

akan merobohkan Ka‟bah dan akan membuat pintu untuk masuk dan pintu

untuk keluar (bâban yadkhulûn al-nâs wa bâban yakhrujûna), jika bukan

karena sebab masih dekatnya zaman kaum Quraisy (al-Zubair menyebutkan

maksud ‘hadîts ‘ahdihim’ : kekufuran).240

صب ٠ ؽل ث ػج٤ل هللا ، ػ وائ٤ ا ؾبم ، ػ أث٢ ا ك ، ػ ، األ

: هب ث٤و ٢ هب اي بذ : اث خ و ا٤ي ػبئ ؼجخ ، ر صزي ك٢ ا ب ؽل ض٤وا ، ك

237Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 128 238

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 581 239

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-15, hal. 385 240

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal.64

Page 148: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 132 ]

ػ٤ ٠ هللا اج٢ ذ : هبذ ٢ : هب ي ؽل٣ش " : ه ال ه خ ، ٣ب ػبئ

ذ ؼجخ ، كغؼ ذ ا لو و ث٤و : ث اي اث ، هب ل ػ ، ثبة ٣لف ب ثبث٤

ثبة ٣قوع ث٤و " اب اي ، كلؼ اث

Kedua, kitâb al-hajj (25), bâb faḍl Makkah wa bunyânuhâ (42), no.

1585, dengan redaksi yang berbeda: “..lalu aku akan membangun pintu

belakang Ka‟bah (wa ja’altu lahu khalfan)”.241

صب ؽل بػ٤ ا صب ػج٤ل ث أث ؽل

خ ب أ ػ ب ػ أث٤ خ ػ ب هبذ ػبئ ػ ٢ هللا ه هللا ٢ ه هب

ذ لو و ي ثب ال ؽلاصخ ه ػ٤ ٠ هللا ج٤ذ ج٤ز ػ٠ ا ص

ب أ ٤ ػ اثوا ال كب ا ب ٤ لب هو٣ ذ ف عؼ ود ثبء زو أث ا هب

لب ٣ؼ٢ ثبثب ف ب صب ٣خ ؽل ؼب

Ketiga, hadis no. 1586, dengan redaksi: „dua pintu ; pintu timur dan

pintu barat‟ dan alasan al-Zubair merobohkan kembali Ka‟bah .242

صب و ؽل ػ ث صب ث٤ب صب ٣ي٣ل ؽل ؽل عو٣و ث صب ؽبى ؽل ٣ي٣ل ث

ب ه ح ػ ػو خ ػ ب ػبئ ػ ٢ هللا ه هب ػ٤ ٠ هللا اج٢ أ

خ ب ٣ب ٤ ػبئ ل ثغب ي ؽل٣ش ػ ه ال أ ود ج٤ذ خ أل ثب كل ذ ك٤ كؤكف

ذ ث ـ ثبثب ؿوث٤ب كج وه٤ب ثبثب ذ ثبث٤ عؼ يهز ثبأله أ ب أفوط

ب أ ٤ اثوا ث٤و كني ان١ ؽ اي اث ٢ هللا ه ب ػ٠ ل ػ

لد ٣ي٣ل هب ث٤و اي اث ك٤ أكف ثب ل ؾغو ؽ٤ هل هأ٣ذ ا

ب أ ٤ اثوا هب ث خ اإل ؤ أه عو٣و ؽغبهح ؼ هب ذ أ٣ كو ٣

ؼ ذ كلف ؾغو ا٥ ا ب ب هب كوب ب به ا٠ كؾيهد عو٣و كؤ

ؾغو ب ا ؾ زخ أمهع أ

Adapun para perawi dalam Ṣahîh al-Bukhârî, periwayatannya melalui

jalur, sebagai berikut:

241

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 488 242

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 489

Page 149: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 133 ]

A. Ṣahîh al-Bukhârî, merekam riwayat tersebut di beberapa tempat, yaitu:

Pertama, kitâb al-‘ilm (3), bâb man taraka ba’ḍa al-ikhtiyâr

makhâfata an yaqṣura fahm ba’ḍ al-nâs ‘anhu fayaqa’û fî asyadd minhu

(48), no. 126, dengan jalur:

(haddatsanâ) „Ubaidullâh bin Mûsâ, (‘an) Isrâ‟îl, (‘an) Abî Ishâq,

(‘an) al-Aswad, (qâla lî) Ibn al-Zubair.243

‘Ubaidullâh bin Mûsâ (w.213 H), „Ubaidullâh bin Mûsâ Abû

Muhammad al-„Absî al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari:

Hisyâm bin „Urwah, Ismâ‟îl bin Abî Khâlid, Ibn Juraij. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya : al-Bukhârî, al-Dârimî, al-Hârits bin

Muhammad. Dzahabî (673-748 H) Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟berkata, ia

tsiqah dan pernah melakukan bid‟ah serta menganut paham Syi‟ah

(tasyayyu’).244

Isrâ’îl (w.162 H), Isrâ‟îl bin Yûnus bin Abî Ishâq „Amr bin

„Abdillâh. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Abî Ishâq (kakeknya),

Ziyâd bin „Ilâqah, Âdam bin „Alî. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya : Yahyâ bin Âdam, Muhammad bin Katsîr. Menurut Ahmad

dan Yahyâ bin Ma‟în, sebagaimana dikutip al-Dzahabî, berkata, ia tsiqah.

Abû Hâtim berkata, ia tsiqah ṣadûq.245

Sedangkan menurut Ibn al-Madînî, ia

ḍa’îf.246

Abû Ishaq (w.127 H), „Amr bin „Abdillâh bin Dzî Yahmad Abû

Ishâq al-Hamdanî al-Sabî‟î. Ia menerima riwayat di antaranya dari :Jarir,

„Adî bin Hâtim, Zaid bin Arqam, Ibn „Abbas, Umam. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya : Yunus (puteranya), Hafîduh Isrâ‟îl,

Syu‟bah, Abu Bakr bin „Iyâsy.Abî al-Wafâ‟ berkata bahwa iaseorang yang

banyak beribadah, dan pada masa-masa akhir ia sering ikhtilaṭ dan tadlîs.

Namun pendapat ini disangkal al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Burhân al-

243

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal.64 244

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 687 245

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 358. 246

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 241

Page 150: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 134 ]

Dîn Abî al-Wafâ‟, bahwa ia tidak mukhtaliṭ, hanya terkadang berubah sedikit

(wa lam yakhtaliṭ, wa qad taghayyar qalîlan).247

Al-Aswad (w.74/75 H), Al-Aswad bin Yazîd bin Qais al-Nakha‟i

Abû „Amr. Ada yang menyebutnya Abû „Abd al-Rahmân al-Kûfî.Ia

menerima riwayat di antaranya dari : Abû Bakr, „Umar, „Ali, Mu‟âdz, Ibn

Mas‟ûd. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Muhârib bin

Dîtsâr, Abû Ishâq al-Sabî‟î. Menurut Abû Hâtim dan Yahyâ bin Ma‟în,

sebagaimana dikutip al-Mizzî (654-742 H) menyebutkan, ia tsiqah.248

Ibn al-Zubair (w.72/73 H), „Abdullâh bin al-Zubair bin al-„Awwâm

bin Khuwailid bin Asad al-Qurasyî al-Asadî Abû Bakr. Ada yang

menyebutnya, Abû Khubaib al-Madanî. Ia berumur 8 tahunan Rasûl saw

wafat.

Kedua, kitâb al-hajj (25), bâb faḍl Makkah wa bunyânuhâ (42), no.

1585, dengan jalur:

(haddatsanâ) „Ubaid bin Ismâ‟îl, (haddatsanâ) Abû Usâmah, (‘an)

Hisyâm, (‘an) Abîhi, (‘an) „Â‟isyah.249

‘Ubaid bin Ismâ’îl (w.250 H), „Ubaid bin Ismâ‟îl al-Habbârî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari: Ibn „Uyainah, al-Muhâribî. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya: al-Bukhârî, Ibn Bujair.250

Muṭayyin, sebagaimana dikutip Abî al-Wafâ‟, menilainya sebagai tsiqah.251

Abû Usâmah (w.201 H), Hammâd bin Usâmah Abu Usâmah al-Kûfî

al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Hisyâm bin „Urwah, al-

A‟masy. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Ahmad, Ishâq,

Yahyâ.252

Abû al-Wafâ berkata, ia tsiqah tsabt, terkadang ia berbuat tadlîs.

247

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 82 248

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-3, hal. 234-235 249

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 488 250

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 688 251

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 688 252

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 348

Page 151: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 135 ]

Pada masa-masa belakangan, ia pernah menyampaikan riwayat (yang ia

ambil) dari kitab milik orang lain (wa kâna bi akhrah yuhadditsu min kutub

ghairih).253

Hisyâm (w.146 H), Hisyâm bin „Urwah bin al-Zubair bin al-

„Awwâm bin Khuwailid Abû al-Mundzir. Ada yang menyebutnya Abû

„Abdillah. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Ibn al-Zubair, „Urwah.

Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya: Syu‟bah, Mâlik, al-

Qaṭṭân. Abû Hâtim berkata, ia tsiqah imâm fî al-hadîts.254

Burhân al-Dîn

Abû al-Wafâ menyebutkan, sebagaimana pendapatnya diperkuat oleh Ibn

Hajar, bahwa Hisyâm terkadang mentadlîs, bahkan disebutkan dalam urutan

pertama perawi yang melakukan tadlîs.255

Abîhi (w.93/94 H), „Urwah bin al-Zubair bin al-„Awwâm Abû

„Abdillâh. Ia menerima riwayat di antaranya dari: kedua orang tuanya,

saudaranya (Abdullâh), „Alî, Khalq. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya : putera-puteranya, „Utsmân, „Abdillah, Hisyâm Yahyâ, al-

Zuhrî. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsabt ma’mûn katsîr al-hadîts.256

Ketiga, hadis no. 1586, dengan jalur:

(haddatsana) Bayan bin „Amr, (haddatsana) Yazid, (haddatsana) Jarir

bin Hâzim, (haddatsana) Yazid bin Rûmân, (‘an) Urwah,257

Bayân bin ‘Amr (w.222 H),Bayân bin „Amr al-Bukhârî al-

Âbid.258

Ada yang menyebutnya Abû Muhammad al-Âbid, dengan kuniyah

Muslim atau Abû „Amr.259

Ia menerima riwayat di antaranya dari: Yahyâ al-

253

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 348 254

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 337 255

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 337 256

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 18 257

Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, juz ke-1, hal. 489 258

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 277 259

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-4, hal. 304-305

Page 152: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 136 ]

Qaṭṭân. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhârî, Abû

Zur‟ah. Burhân al-Dîn Abû al-Wafâ menyatakan, ia ṣadûq jalîl.260

Abû

Hâtim mencatatnya dalam kitab “al-Tsiqât”. Al-Mizzî (654-742 H)

menyebutkan bahwa dia seorang yang wahm.261

Yazîd (w.206 H),Yazîd bin Hârûn bin Zâdzî Abû Khâlid al-Sulamî

al-Wâsiṭî. Ia menerima riwayat di antaranya dari : Humaid, al-Jurairî. Dan di

antara orang yang menerima riwayat darinya : al-Dzuhlî, „Abd, al-Hârits bin

Abî Usâmah. Ahmad berkata, ia seorang yang hâfiẓ mutqin. Al-„ijlî berkata,

ia tsabt.262

Jarîr bin Hâzim (w.), Jarîr bin Hâzim bin Zaid bin „Abdillâh bin

Syujâ‟ al-Azdî al-„Atakî atau al-Jahḍamî. Ia menerima riwayat di antaranya

dari : Yazîd bin Rûmân, Yazîd bin Hâzim. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya: Yazîd bin Hârûn, Yahya bin Ayyûb al-Miṣrî.

Menurut Abu Bakr bin Abi Khaitsamah, sebagaimana dikutip al-Mizzî (654-

742 H), ketika ditanya perbandingan antara Jarîr bin Hâzim dengan Abu al-

Asyhab, ia menjawab: „ia (Jarîr bin Hâzim) lebih sering wahm-nya (wa lâkin

Jarîr kâna aktsaruhumâ wahman).263

Yazîd bin Rûmân (w.129/130 H264

),Yazîd bin RûmânAbû Raum al-

Madanî al-Qârî. Ia menerima riwayat di antaranya dari: Ibn al-Zubair, Ṣâlih

bin Khawwât. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya :Jarîr bin

Hâzim, Mâlik.265

‘Urwah (w.93/94 H),„Urwah bin al-Zubair bin al-„Awwâm Abû

„Abdillâh. Ia menerima riwayat di antaranya dari : kedua orang tuanya,

260

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 277 261

Al-Hâfizh al-Mutqin Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H),

Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-4, hal. 306 262

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 391 263

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-4, hal.524-528 264

Tahun wafat Yazîd bin Rûmân tersebut berdasarkan catatan Burhân al-Dîn Abû

al-Wafâ. Lihat, Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al- Dzahabî al-

Dimasyqi, al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 382 265

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al- Dzahabî al-Dimasyqi,

al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 382

Page 153: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 137 ]

saudaranya (Abdullâh), „Alî, Khalq. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya: putera-puteranya, „Utsmân, „Abdillah, Hisyâm Yahyâ, al-

Zuhrî. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsabt ma’mûn katsîr al-hadîts.266

B. Ṣahîh Muslim, merekam riwayat tersebut di dua tempat, yaitu:

Pertama, (al-mu‟jam 15) kitâb al-hajj (al-tuhfah 7), (al-mu‟jam 69)

bâb naqḍ al-Ka’bah wa binâuhâ (al-tuhfah 69), no. [3244] 401-(…). Dengan

redaksi : Rasûl saw berkata kepada „Â‟isyah tentang bangunan yang dibuat

lebih kecil dari pondasi sebenarnya (qawâ’id Ibrâhîm) oleh Quraisy. Lalu

beliau ditegaskan kembali oleh „Â‟isyah, dengan berkata: „Bukannya engkau

yang akan mengembalikan ke bentuk semula. Beliau saw menjawab : „jika

bukan karena kaummu yang baru saja meninggalkan kekufuran (hidtsân

qaumik bi al-kufr)…aku jadikan dua pintu, pintu timur dan pintu barat”.267

ص٢ ؽل ؽبر ل ث ؾ ص٢ ل١ ؽل صب اث ؽل ؽ٤ب ث ٤ ؼ٤ل ػ

٤بء ؼذ ٣ؼ٢ اث ث٤و هب اي ث صز٢ ػجل هللا ؽل فبز٢ ٣و

خ ٣ؼ٢ هبذ ػبئ ه ٣بهب ػ٤ ٠ هللا هللا خ ي ػبئ ه ال أ

ذ وى ل ل ث ؼجخ ؽل٣ض ػ وه٤ب ا ثبثب ذ ب ثبث٤ عؼ يهزب ثبأله كؤ

زخ أمهع ىكد ك٤ب ثبثب ؿوث٤ب ؾغو ا ب كب ورب ؽ٤ش هو٣ اهز

ؼجخ ثذ ا

Kedua, hadis no. [3245] 402-(…). Dengan redaksi yang sangat panjang

tentang Ibn al-Zubair yang pada awal mula keinginannya yang kuat dan

berbagai pertimbangan serta pandangan dari masyarakat untuk membongkar

dan mengembalikan bangunan Ka‟bah seperti yang diinginkan oleh

Rasûlullâh saw.

Ibn al-Zubair pun membangunnya dengan menambahkan 5 hasta ke

Hijr Ismâ‟îl, ia juga menambahkan 10 hasta panjang Ka‟bah, yang

sebelumnya 18 hasta, kemudian membuka pintu masuk dan pintu keluar.

Namun, ketika ia dibunuh pada masa khalifah Mâlik bin Marwân, Ka‟bah

266

Syams al-Din Abi „Abdillah Muhammad bin Ahmad al- Dzahabî al-Dimasyqi,

al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 18 267

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 969-970

Page 154: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 138 ]

dibongkar kembali, terutama pada bagian yang ia tambahkan terhadap Hijr

Ismâ‟îl tersebut, dan kedua pintu itu ditutup kembali.268

صب و١ ؽل ا صب بك ث أث٢ ىائلح ؽل أث٢ أفجو٢ اث اث

ب ٤ ب اؽزوم ػطبء ػ ج٤ذ هب ا ٣خ ى ؼب ؿياب ٣ي٣ل ث ؽ٤

أ ب ا رو ب ب و أ ب ث٤و ك اي اث ٣و٣ل أ ا اب ؽز٠ هل

ػ٠ أ ث ٣ؾو أ ئ ٣غو ب ٤وا ػ٢ ك ا أ ب اب ٣ب أ٣ هب له اب ب

ؼجخ ك٢ ا ب هب ٠ ب ؼ أ أث٢ ثبءب أ ب ص و أ ػجب كب٢ هل اث

ر ب ٠ ب ؼ ر كوم ٢ هأ١ ك٤ب أه أ ػ٤ اب لع ث٤زب أ

كوب ػ٤ ٠ هللا ثؼش ػ٤ب اج٢ ػ٤ب اب أؽغبها أ اث

ث٤و ٤ق ث٤ذ اي ك ٢ ؽز٠ ٣غل ب ه اؽزوم ث٤ز أؽل ب ا٢ هث

غ هأ٣ ػ٠ أ ٠ اضالس أع ب و١ ك ػ٠ أ ػبى زق٤و هث٢ صالصب ص

ؼل بء ؽز٠ ا و أ ؼل ك٤ ٣ اب ثؤ ي ٣ أ ب اب ب كزؾب و ٣

ـا هع ؽز٠ ث ٢ء رزبثؼا كو بث أ ٣و اب ب ؽغبهح ك و٠ كؤ

كغؼ األه ث٤و ث اي اث هب زه ؽز٠ اهرلغ ثبإ زو ػ٤ب ا لح ك أػ اث

ث٤و ؼذ ا٢ اي خ ػبئ اج٢ رو ا هب ػ٤ ٠ هللا اب ال أ

ذ ك٤ ذ أكف ١ ػ٠ ثبئ ب ٣و الوخ ل١ ػ ٤ لو ث ل ؽل٣ش ػ

ؾغو أمهع ا ف اب ذ ب ثبثب ٣لف غؼ ثبثب ٣قوع هب

ؾغو ا أمهع ف كياك ك٤ هب ذ أفبف اب لن ب أ أعل ٤ كؤب ا

ب جبء ا كج٠ ػ٤ ا٤ ب ظو اب ؼجخ ؽز٠ أثل أ وح ا ب٢ ػ ص

ب أؽل ثبث٤ عؼ و أمهع ػ و كياك ك٢ زو ا ب ىاك ك٤ مهاػب ك

ب هز ك ا٥فو ٣قوط ث٤و ٣لف اي زت اث بط ؾغ ا٠ ا ي ث ػجل ا

ا و ٣قجو أ ث٤و ٣قجو ثني اي اث ظو ا٤ جبء ػ٠ أ غ ا هل

أ ؼل خ ا زت ا٤ ي ػجل ك ط٤ـ ا ر ب ث٤و اب اي ٢ء اث ك٢

جبة ل ا ا٠ ثبئ ؾغو كوك ا ب ىاك ك٤ ب أ كؤهو ب ىاك ك٢ ب أ

أػبك ا٠ ثبئ ان١ كزؾ كو

268

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal.970

Page 155: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 139 ]

Terdapat hadis-hadis terkait tanpa menyebutkan ungkapan: „dua pintu

atau dua sisi‟ : (al-mu‟jam 15) kitâb al-hajj (al-tuhfah 7), (al-mu‟jam 70) bâb

jadr Ka’bah (Hijr Ismâ‟îl) wa bâbihâ (al-tuhfah 70), no. [3249] 405-(…),

dan no. [3250] 406-(…),269

dan (al-mu‟jam 69) bâb naqḍ al-Ka’bah wa

binâuhâ (al-tuhfah 69), no. [3240] 398-(1333), [3241] (…), [3242] 399-(…),

[3243] 400-(…).270

Adapun biografi singkat para perawi dalam Ṣahîh Muslim,

periwayatannya melalui jalur, sebagai berikut:

Pertama, (al-mu‟jam 15) kitâb al-hajj (al-tuhfah 7), (al-mu‟jam 69) bâb

naqḍ al-Ka’bah wa binâuhâ (al-tuhfah 69), no. [3244] 401-(…), dengan

jalur:

(haddatsani) Muhammad bin Hatim, (haddatsani) Ibn Mahdi,

(haddatsanâ) Salim bin Hayyan, (‘an) Sa‟id (yakni, Ibn Minâ‟), ia

berkata.271

Muhammad bin Hâtim (w.235 H), Abû „Abdillâh Muhammad bin

Hâtimbin Maimûn al-Qaṭî‟î al-Marwazî al-Baghdâdî al-Samîn.Ia menerima

riwayat di antaranya dari: Ibn „Uyainah, „Abdullâh bin Idrîs, Ismâ‟îl bin

„Ulayyah. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya :Muslim, Abû

Dâud, Ahmad bin al-Hasan al-Ṣûfî. Al-Dâruquṭnî Ibn Hibbân menilainya

tsiqah.272

Ibn Ma‟în menyatakan, ia seorang yang lembek, mudah berubah

(talyîn). Pernyataan ini (talyîn) dipertegas oleh Abû al-Wafâ, mengutip dari

kitab “al-Tahdzîb” bahwa ia seorang yang banyak dusta (kadzdzâb). Ibn

Qâni‟ berkata, ia ṣadûq. Dan Ibn Hajar berkata, ia ṣadûqterkadang waham

(ṣadûq rubamâ wahm), meski sebelumnya utama.273

269

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim, juz

ke-2, hal.973 270

Al-Imâm al-Hâfizh Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî,

Shahîh Muslim, juz ke-2, hal. 968-969 271

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Shahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 969-970 272

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 451 273

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 162

Page 156: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 140 ]

Ibn Mahdî (w.198 H), „Abd al-Rahmân bin Mahdî bin Hissân Abû

Sa‟îd al-„Anbarî al-Baṣrî al-Lu‟luî. Ia menerima riwayat di antaranya dari:

„Umar bin Dzarr, Aiman bin Nâbil. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya: Ahmad, Rustah, al-Dzuhalî.274

Abu „Utsmân al-Nasâ‟î dan

selainnya berkata, ia tsiqah. Ibn Hajar dan selainnya berkata, ia ḍabṭ.275

Salîm bin Hayyân, Salîm bin Hayyân al-Hudzalî Baṣrî. Ia menerima

riwayat di antaranya dari: Sa‟îd bin Mînâ, Nâfi‟. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya: al-Qaṭṭân, „Affân bin Muslim. Al-Dzahabî

berkata, ia ṣadûq. Abû al-Wafâ berkata, ia tsiqah.276

Sa’îd (w.), yakni, Sa‟îd bin Minâ‟Abû al-Walîd al-Hijâzî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari: Abû Hurairah, Jâbir. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya: Salîm bin Hayyân, Hanẓalah bin Abî

Sufyân. Al-Dzahabî dan Ahmad bin Hanbal berkata, ia tsiqah.277

Kedua, hadis no. [3245] 402-(…), dengan jalur:

(haddatsana), Hannad bin al-Sarî, (haddatsana) Ibn Abi Zâidah, (akhbaranî)

Ibn Abi Sulaiman, (‘an) Atha‟.278

Hannâd bin al-Sarî (w.243 H), Hannâd bin al-Sarî bin Muṣ‟ab bin

Abî Bakr bin Syibr bin Ṣa‟fûq Abû al-Sarî al-Tamîmî al-Dârimî al-Kûfî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari :Syarîk, „Abtsar. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya : Muslim, Abu Daud, al-Nasa‟i, al-Tirmidzi,

al-Sarrâj. Ada yang menyebutnya, ia seorang rahib di wilayah Kufah. Abû

al-Wafâ berkata, ia tsiqah.279

274

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 645 275

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 645 276

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 456 277

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 445 278

Al-Imâm al-Hâfizh Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî,

Shahîh Muslim, juz ke-2, hal.970 279

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 339

Page 157: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 141 ]

Ibn Abî Zâidah (w.183 H), Yahyâ bin Zakariyyâ bin Abî Zâidah

Abû Sa‟îd al-Wâdi‟î. Ia menerima riwayat di antaranya dari : ayahnya,

„Âṣim al-Ahwal, Dâwûd bin Abî Hindun. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya : Ibn Ma‟în, Abû Kuraib. Ibn Hajar dalam al-

Taqrîb, sebagaimana dikutip Abû al-Wafâ, berkata bahwa ia tsiqah

mutqin.280

Ibn Abî Sulaimân (w.145 H),„Abd al-Malik bin Abî Sulaimân Abû

Muhammad Abû „Abdillâh al-„Arzumî al-Kûfî.Ia menerima riwayat di

antaranya dari : Anas, Sa‟îd bin Jubair, „Aṭâ‟. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya : al-Qaṭṭân, Ya‟lâ bin „Ubaid. Ahmad berkata

bahwa ia seorang yang tsiqah namun seringkeliru (tsiqah yukhṭi’).281

Aṭâ’ (w.114/115 H) Aṭâ‟ bin Abî Rabâh Abû Muhammad al-Qurasyî.

Ia menerima riwayat di antaranya dari „Âisyah, Abû Hurairah. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya al-Auzâ‟î, Ibn Juraij, Abû Hanîfah, al-

Laits. Para ulama, seperti Ibn „Aun, berselisih pendapat bahkan

meninggalkan riwayat yang datang darinya, tentang kebenaran Atha‟

memperoleh secara simâ’ dari para sahabat disebabkan usianya yang masih

sangat belia (minfutyâhum fi al-ṣarf). Ibn Hajar sendiri, sebagaimana dikutip

oleh Abû al-Wafâ, menyatakan bahwa tidak dibenarkan (lam yaṣihh)

simâ’nya (Atha‟) dari Abî al-Dardâ‟, demikian juga dari al-Faḍl bin

„Abbâs.282

C. Sunan al-Tirmidzî, merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu: (al-

mu‟jam 7) kitâb al-hajj ‘an Rasûlillâh saw (al-tuhfah 5), (al-mu‟jam 47) bâb

ma ja’a fi kasr al-Ka’bah (al-tuhfah 47), no. 875, tentang informasi yang ia

dapatkan dari „Â‟isyah, umm al-mukminîn, tentang sabda Rasûl saw : “Jika

280

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 365 281

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 665 282

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 22

Page 158: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 142 ]

bukan karena masalah masa kejahiliyahan kaum Quraisy, beliau akan

merobohkan Ka‟bah dan membuat dua pintu (wa ja’altu lahâ bâbain).283

صب ؽل ؿ٤ال ك ث ؾ صب ك ؽل أث كا ؼجخ ػ أث٢ ػ

ؾن ا ٣ي٣ل ػ ك ث األ ث٤و أ اي اث ٢ ا٤ي أ بذ رل ب ص٢ ث ؽل هب

٣ؼ٢ ٤ ئ خ ا صز٢ ػبئ ؽل : كوب هب ػ٤ ٠ هللا هللا ه أ

ل ث ب ي ؽل٣ض ػ ه ال أ ذ ٤خ ل غب ب ذ ب ثبث٤ عؼ ؼجخ ب ا ك هب

ي ث٤و اي اث ٠ نا ؽل٣ش ؽ أث ػ٤ هب ب ثبث٤ عؼ ب ؾ٤ؼ ل

Adapun para perawi dalam Sunan al-Tirmidzî, periwayatannya

melalui jalur, sebagai berikut:

(haddatsanâ) Mahmûd bin „Ghailân, (haddatsanâ) Abu Dâwûd, (‘an)

Syu‟bah, (‘an) Abi Ishaq, (‘an) al-Aswad bin Yazid, al-Zubair berkata

kepadanya (al-Aswad) tentang informasi yang ia dapatkan dari „Aisyah,

umm al-mukminin..284

Mahmûd bin ‘Ghailân (w.239 H), Mahmûd bin „Ghailân Abû

Ahmad al-Marwazî. Ia menerima riwayat di antaranya dari al-Faḍl bin Mûsâ,

Ibn „Uyainah. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya selain

Abû Dâwûd, Ibn Khuzaimah, al-Baghawî. Abû al-Wafâ dan al-Nasâ‟î

berkata, ia tsiqah.285

Abû Dâwûd (w.204 H), Sulaimân bin Dâwûd bin al-Jârûd al-Asadî

al-Fârisî al-Ṭayâlisî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Ibn „Aun,

Syu‟bah. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Bundâr, Ibn

al-Furât, al-Kudaimî. Menurut Al-Dzahabî (673-748 H), ia keliru dalam

menyebutkan hadits yang ke seribunya. Ibn „Adî dan akhirnya pun diakui

oleh Ahmad bin Hanbal bahwa ia tsiqah jugakeliru dalam beberapa hadits.286

283

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 215-216 284

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 215-216 285

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 246 286

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 458. Lihat juga,

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahâbî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-9, hal. 384

Page 159: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 143 ]

Syu’bah (w.160 H),bin al-Hajjâj al-Hâfiẓ Abû Bisṭâm al-„Atakî,

mendapat julukan dalam bidang hadis : amîr al-mu’minîn. Ia menerima

riwayat langsung (sami’a) di antaranya dari Mu‟âwiyah bin Qurrah, al-

Hakam, Salamah bin Kuhail. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya Ghundar, Abû al-Walîd, „Alî bin al-Ja‟d. Al-Dzahabî (673-748 H)

berkata, ia sedikit keliru dalam menyebutkan beberapa nama perawi, namun

ia tsabt, dan bisa dijadikan hujjah.287

Abû Ishâq (w.127 H), „Amr bin „Abdillah bin Dzî Yahmad Abû

Ishaq al-Hamdani al-Sabî‟î. Ia menerima riwayat di antaranya dari Jarir, „Adî

bin Hâtim, Zaid bin Arqam, Ibn „Abbas, Umam. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya : Yunus (puteranya), Hafîduh Isrâ‟îl, Syu‟bah,

Abu Bakr bin „Iyâsy.Abî al-Wafâ‟ berkata bahwa iaseorang yang banyak

beribadah, dan pada masa-masa akhir ia sering ikhtilaṭ dan tadlîs. Namun

pendapat ini disangkal al-Dzahabî (673-748 H), sebagaimana dikutip Burhân

al-Dîn Abî al-Wafâ‟, bahwa ia tidak mukhtaliṭ, hanya terkadang berubah

sedikit (wa lam yakhtaliṭ, wa qad taghayyar qalîlan).288

Al-Aswad (w.74/75 H), Al-Aswad bin Yazîd bin Qais al-Nakha‟î

Abû „Amr. Ada yang menyebutnya Abû „Abd al-Rahmân al-Kûfî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari Abû Bakr, „Umar, „Ali, Mu‟âdz, Ibn

Mas‟ûd. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : Muhârib bin

Dîtsâr, Abû Ishâq al-Sabî‟î. Menurut Abû Hâtim dan Yahyâ bin Ma‟în,

sebagaimana dikutip al-Mizzî (654-742 H) menyebutkan, ia tsiqah.289

D. Sunan al-Nasâ’î, merekam riwayat tersebut di dua jalur periwayatan,

pada kitab dan bab yang sama, yaitu : (al-mu‟jam 24) kitâb manâsik al-hajj

(al-tuhfah 6), (al-mu‟jam 125) bâb bina’ al-Ka’bah (al-tuhfah), no. 2902 dan

2903. Hadis no. 2902, dengan menggunakan redaksi: „...wa ja’altu lahâ

bâbain‟.

287

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 485 288

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 82 289

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-3, hal. 234-235

Page 160: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 144 ]

ؼك أفجوب ث ؼ٤ ػجل ا ل ث ؾ

األػ٠ فبل ػ ؼجخ ػ ؾن ػ أث٢ ا ك ػ األ أ ٤ ئ ا بذ ه أ ا

هب ػ٤ ٠ هللا هللا ك٢ ؽل٣ش ه ٢ ه ال أ ل ؾ ي ؽل٣ش ه ذ ٤خ ل ل ثغب ؼجخ ػ ذ ب ثبث٤ ا عؼ ي ب ث٤و ل اي اث ب ثبث٤ عؼ

Dan hadis no. 2903. Makna redaksi yang digunakan sama dengan

redaksi yang lain, dengan beberapa tambahan dan perbedaan: „...wa ja’altu

lahâ bâbain, menjadikannya dua pintu ; pintu sebelah timur dan barat (bâban

syarqiyyan, wa bâban gharbiyyan). Sungguh, mereka (kaum Quraisy) tidak

sanggup membangun ulang dengan sempurna. Dengan begitu, aku akan

mengembalikan pondasi Nabi Ibrâhîm.290

أفجوب ال ل ث ؾ ث ؽ صب ػجل او ؽل هب به ٣ي٣ل ث هب

جؤب أ ؽبى صب عو٣و ث ؽل هب ب ه ٣ي٣ل ث ح ػ ػو خ ػ ػبئ ه أ

ب هب ػ٤ ٠ هللا خ ٣ب هللا ػبئ ي ؽل٣ش ػ ه ال أ ٤خ ل ثغب

ود ج٤ذ أل ثب ب أفوط ذ ك٤ كؤكف كل ذ ثبث٤ عؼ يهز ثبأله أ

ب أ ذ ث ـ كج ثبئ هل ػغيا ػ ثبثب ؿوث٤ب كب وه٤ب ٤ ثبثب اثوا ػ٤

ال ا كني ان١ ؽ ث٤و هب اي اث هب لد ٣ي٣ل ػ٠ ل هل اث

ث٤و اي ك٤ أكف ثب ل ؾغو ؽ٤ ا ب هل هأ٣ذ أ ٤ اثوا ػ٤

ث خ اإل ؤ ال ؽغبهح خ ا زالؽ

Adapun para perawi dalam Sunan al-Nasâ‟î, periwayatannya melalui

jalur, sebagai berikut:

1. Hadis no. 2902 melalui jalur:

(akhbaranâ) Ismâ‟îl bin Mas‟ûd dan Muhammad bin „Abd al-A‟lâ, (‘an)

Khâlid, (‘an) Syu‟bah, (‘an) Abî Ishâq, (‘an) al-Aswad. „Â‟isyah berkata:

„...‟.

Ismâ’îl bin Mas’ûd (w.248 H), Ismâ‟îl bin Mas‟ûd al-Jahdarî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari Khalaf bin Khalîfah. Dan di antara orang

290

Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî al-Nasâ‟î (215-303 H), Sunan

al-Nasâ’î,hal. 449

Page 161: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 145 ]

yang menerima riwayat darinya al-Nasâ‟î, Muhammad bin Jarîr. Al-Dzahabî

(673-748 H) berkata, ia tsiqah.291

Muhammad bin ‘Abd al-A’lâ (w.245 H), Muhammad bin „Abd al-

A‟lâ al-Ṣan‟ânî al-Baṣrî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Ibn

„Uyainah, Mu‟tamir. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya

Muslim, al-Tirmidzî, al-Nasâ‟î, Ibn Mâjah, Ibn Khuzaimah, Ibn Bujair. Abû

Hâtim berkata, ia tsiqah.292

Khâlid (w.186 H), Khâlid bin al-Hârits bin „Ubaid bin Sulaimân bin

„Ubaid bin Sufyân Abû „Utsmân al-Hujaimî. Ada yang mengatakan, ia

adalah Khâlid bin al-Hârits bin Sulaim bin „Ubaid bin Sufyân. Ia menerima

riwayat di antaranya dari Humaid, Husain al-Mu‟allim. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya : Ahmad, Ishâq. Menurut al-Tirmidzî,

sebagaimana dikutip Abû al-Wafâ dalam al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia

tsiqah ma’mûn.293

Syu’bah (w.160 H), bin al-Hajjâj al-Hâfiẓ Abû Bisṭâm al-„Atakî,

mendapat julukan dalam bidang hadis : amîr al-mu’minîn. Ia menerima

riwayat langsung (sami’a) di antaranya dari Mu‟âwiyah bin Qurrah, al-

Hakam, Salamah bin Kuhail. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya Ghundar, Abû al-Walîd, „Alî bin al-Ja‟d. Al-Dzahabî (673-748 H)

berkata, ia sedikit keliru dalam menyebutkan beberapa nama perawi, namun

ia tsabt, dan bisa dijadikan hujjah.294

Abû Ishaq (w.127 H), „Amr bin „Abdillah bin Dzî Yahmad Abû

Ishaq al-Hamdani al-Sabî‟î. Ia menerima riwayat di antaranya dari Jarir, „Adî

bin Hâtim, Zaid bin Arqam, Ibn „Abbas, Umam. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya Yunus (puteranya), Hafîduh Isrâ‟îl, Syu‟bah, Abu

Bakr bin „Iyâsy.Abî al-Wafâ‟ berkata bahwa iaseorang yang banyak

beribadah, dan pada masa-masa akhir ia sering ikhtilaṭ dan tadlîs. Namun

291

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 249 292

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 191 293

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 362 294

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 485

Page 162: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 146 ]

pendapat ini disangkal al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Burhân al-Dîn Abî

al-Wafâ‟, bahwa ia tidak mukhtaliṭ, hanya terkadang berubah sedikit (wa lam

yakhtaliṭ, wa qad taghayyar qalîlan).295

Al-Aswad (w.74/75 H), Al-Aswad bin Yazîd bin Qais al-Nakha‟i

Abû „Amr. Ada yang menyebutnya Abû „Abd al-Rahmân al-Kûfî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari Abû Bakr, „Umar, „Ali, Mu‟âdz, Ibn

Mas‟ûd. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya Muhârib bin

Dîtsâr, Abû Ishâq al-Sabî‟î. Menurut Abû Hâtim dan Yahyâ bin Ma‟în,

sebagaimana dikutip al-Mizzî (654-742 H) menyebutkan, ia tsiqah.296

2. Dan hadis no. 2903, melalui jalur:

(akhbarna) „Abd al-Rahmân bin Muhammad Sallâm, ia berkata

(haddatsanâ) Yazîd bin Hârûn, ia berkata (akhbaranâ) Jarir bin

Hâzim, ia berkata (haddatsana) Yazîd bin Rûmân, (‘an) „Urwah,

(‘an) „Â‟isyah.297

‘Abd al-Rahmân bin Muhammad bin Sallâm298

bin Nâṣih al-

Ṭarasûsî al-Baghdâdî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Abû

Mu‟âwiyah, Ishâq al-Azraq. Dan di antara orang yang menerima riwayat

darinya Abû Dâwûd, al-Nasâ‟î, keduanya menilainya tsiqah.299

Al-Nasâ‟ di

tempat lain berkata, ia tsiqah dan tidak mengapa(lâ ba’sa bih), dan Ibn

Hibbân berkata, ia terkadang bertentangan (rubamâ khâlafa).300

Yazîd (w.206 H), Yazîd bin Hârûn bin Zâdzî Abû Khâlid al-Sulamî

al-Wâsiṭî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Humaid, al-Jurairî. Dan di

295

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 82 296

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-3, hal. 234-235 297

Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî Sunan al-Nasâ‟î (215-303 H),

Sunan al-Nasâ’î,hal. 449 298

Burhân al-Dîn Abû al-Wafâ (673-748 H) mendapati informasi dalam al-Taqrîb

bahwa biografi tersebut („Abd al-Rahmân bin Muhammad bin Sallâm) yang dimaksud

adalah „Abd al-Rahman bin Muhammad bin Zaid bin Jud‟ân. Lihat, Syams al-Dîn Abî

„Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu

Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 642, hal. 643 299

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 642 300

Jamâl al Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-17, hal. 392

Page 163: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 147 ]

antara orang yang menerima riwayat darinya al-Dzuhlî, „Abd, al-Hârits bin

Abî Usâmah. Ahmad berkata, ia seorang yang hâfiẓ mutqin. Al-„ijlî berkata,

ia tsabt.301

Jarîr bin Hâzim (w.), Jarîr bin Hâzim bin Zaid bin „Abdillâh bin

Syujâ‟ al-Azdî al-„Atakî atau al-Jahḍamî. Ia menerima riwayat di antaranya

dari Yazîd bin Rûmân, Yazîd bin Hâzim. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya Yazîd bin Hârûn, Yahyâ bin Ayyûb al-Miṣrî.

Menurut Abu Bakr bin Abi Khaitsamah, sebagaimana dikutip al-Mizzî (654-

742 H), ketika ditanya perbandingan antara Jarîr bin Hâzim dengan Abu al-

Asyhab, ia menjawab : „ia (Jarîr bin Hâzim) lebih sering wahamnya (wa

lâkin Jarîr kâna aktsaruhumâ wahman).302

Yazîd bin Rûmân (w.129/130 H303

), Yazîd bin Rûmân Abû Raum

al-Madanî al-Qârî. Ia menerima riwayat di antaranya dari Ibn al-Zubair,

Ṣâlih bin Khawwât. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya

Jarîr bin Hâzim, Mâlik.304

‘Urwah (w.93/94 H),„Urwah bin al-Zubair bin al-„Awwâm Abû

„Abdillâh. Ia menerima riwayat di antaranya dari kedua orang tuanya,

saudaranya (Abdullâh), „Alî, Khalq. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya putera-puteranya, „Utsmân, „Abdillah, Hisyâm Yahyâ, al-

Zuhrî. Al-Dzahabî (673-748 H) berkata, ia tsabt ma’mûn katsîr al-hadîts.305

E. Sunan Ibn Mâjah merekam riwayat tersebut di satu tempat, yaitu: (al-

mu‟jam 25) kitâb al-manâsik (al-tuhfah 17), (al-mu‟jam 31) bâb al-ṭawâf bi

al-Hijr (al-tuhfah 31), no. 2955. Redaksi tersebut berawal dari pertanyaan

„Â‟isyah yang menanyakan tentang Hijr Ismâ‟îl, lalu dijawab oleh

301

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 391 302

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-4, hal.524-528 303

Tahun wafat Yazîd bin Rûmân tersebut berdasarkan catatan Burhân al-Dîn Abû

al-Wafâ. Lihat, Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-

Dimasyqî, al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 382 304

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 382 305

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-2, hal. 18

Page 164: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 148 ]

Rasûlullâh saw bahwa ia bagian dari Baitullâh. Lalu ditanya kembali tentang

sebab yang menghalangi dimasukkannya Hijr Ismâ‟îl ke dalamnya. Dijawab

oleh Rasûl saw bahwa mereka (Quraisy) kekurangan biaya (‘ajazat bihim al-

nafaqah). Dalam riwayat tersebut tidak menyebut tentang keinginan Nabi

saw akan membangun dua pintu Ka‟bah, melainkan ucapan beliau: „...dan

aku akan jadikan pintunya menempel ke tanah (wa ja’altu bâbahu bi al-

arḍ)‟.306

صب ٤جخ ؽل أث٢ و ث صب أث ث ؽل ػج٤ل هللا ث

٠ صب ؽل ٤جب ؼضبء ػ أث٢ ا ؼش ث أ ػ ك ث األ

٣ل ٣ي خ ػ ػ هبذ ػبئ ٠ هللا هللا ذ ه ؤ ػ ؾغو ٤ ا كوب

ج٤ذ الوخ ا ػغيد ث كوب ٣لف ك٤ أ ؼ ب ذ ثبث ه ؤ ب ذ ك ه

ي ٤لف ه مي كؼ هب اال ث ؼل ا٤ ورلؼب ال ٣ ؼ ٣ بءا

أؿ٤و ظود لو هث ر قبكخ أ لو ل ث ي ؽل٣ش ػ ه ال أ بءا

ذ ثبث ثبأله عؼ زو ب ا ك٤ كؤكف

Adapun para perawi dalam Sunan Ibn Mâjah, periwayatannya melalui

jalur, sebagai berikut:

Abû Bakr bin Abî Syaibah (w.235 H), „Abdullâh bin Muhammad

bin al-Qâḍî Abî Syaibah al-Hâfiẓ, Abû Bakr al-„Abasî al-Kûfî. Ia menerima

riwayat di antaranya dari Syarîk, Ibn al-Mubârak, Husyaim. Dan di antara

orang yang menerima riwayat darinya al-Bukhârî, Muslim, Abû Dâwûd, Ibn

Mâjah, Abû Ya‟lâ, al-Bâghandî.307

Ahmad bin Hanbal, berkata, ia ṣadûq, al-

„Ijlî berkata, ia tsiqah, dan al-Khaṭîb berkata, ia mutqin hâfiẓ.308

‘Ubaidullâh bin Mûsâ (w.213 H), „Ubaidullâh bin Mûsâ Abû

Muhammad al-„Absî al-Hâfiẓ. Ia menerima riwayat di antaranya dari Hisyâm

bin „Urwah, Ismâ‟îl bin Abî Khâlid, Ibn Juraij. Dan di antara orang yang

menerima riwayat darinya al-Bukhârî, al-Dârimî, al-Hârits bin Muhammad.

306

Abî „Abdillâh Muhammad bin Yazîd al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-1, hal. 985 307

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahâbî al-Dimasyqî, al-

Kasyif fi Ma’rifah Man Lahu Riwayah fi al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 592 308

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

11, hal. 124-125

Page 165: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 149 ]

Dzahabî (673-748 H) Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ‟berkata, ia tsiqah dan

pernah melakukan bid‟ah serta menganut paham Syi‟ah (tasyayyu’).309

Syaibân (w.164 H), Syaibân bin „Abd al-Rahmân al-Nahwî al-

Mu‟addib al-Tamîmî al-Baṣrî. Ia menerima riwayat di antaranya dari al-

Hasan al-Baṣrî, Yahyâ bin Abî Katsîr. Dan di antara orang yang menerima

riwayat darinya adalah Abû Hanîfah, „Ubaidillâh bin Mûsâ. Al-Dzahabî

sebagaimana ia mengutip Yahyâ bin Ma‟în, berkata bahwa ia (Syaibân)

tsiqah. Abû Hâtim berkata : ia hasan al-hadîts, ṣâlih al-hadîts.310

Ibn al-Atsîr

mengatakan bahwa ia tidak pernah meriwayatkan hadis kecuali dua saja.311

Asy’ats bin Abî al-Sya’tsâ’ (w.125 H), Sulaim al-Mahâribî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari ayahnya, al-Aswad. Dan di antara orang

yang menerima riwayat darinya adalah Syu‟bah, Zâidah. Al-Dzahabî berkata

ia tsiqah.312

Al-Aswad (w.74/75 H), Al-Aswad bin Yazîd bin Qais al-Nakha‟i

Abû „Amr. Ada yang menyebutnya Abû „Abd al-Rahmân al-Kûfî. Ia

menerima riwayat di antaranya dari : Abû Bakr, „Umar, „Ali, Mu‟âdz, Ibn

Mas‟ûd. Dan di antara orang yang menerima riwayat darinya : Muhârib bin

Dîtsâr, Abû Ishâq al-Sabî‟î. Menurut Abû Hâtim dan Yahyâ bin Ma‟în,

sebagaimana dikutip al-Mizzî (654-742 H) menyebutkan, ia tsiqah.313

Dari paparan tersebut di atas, selain penjelasan pada hadis hammî

yang pertama, terdapat beberapa perawi yang mempengaruhi kualitas dalam

periwayatan hadis, seperti terkait dengan paham bid‟ah, melakukan irsal, dan

tadlîs. Pertama, para perawi yang tersangkut paham bid‟ah seperti paham

Syî‟ah, Râfiḍah, atau pun Murji‟ah, menurut ulama jarh dan ta’dîl,

periwayatannya masih bisa diterima selagi tidak mengandung unsur ajakan

309

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 687 310

Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân al-Dzahabî, Siyâr A’lâm al-Nubalâ’, juz ke-

7, hal. 408 311

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 491 312

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Dzahabî al-Dimasyqî, al-

Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah, juz ke-1, hal. 253 313

Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl fî

Asmâ’ al-Rijâl, juz ke-3, hal. 234-235

Page 166: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 150 ]

fanatisme madzhab pribadinya (idzâ lam yakun dâ’iyan ilaih). Hal ini

berdasarkan pendapat sebagian ulama ahli hadis, seperti jawaban Ahmad bin

Hanbal dan al-Baihaqî tentang hukum penulisan ilmu (hadîts) dari para

perawi yang berpaham tersebut.314

Kedua, terkait perawi yang melakukan

irsal dalam periwayatannya. Menurut ulama ahli hadis, hadis mursal adalah

hadis yang di-marfu’-kan langsung oleh seorang perawi dari kalangan tâbi’î

(baik tâbi’î besar atau pun kecil) kepada Rasûl saw, baik ucapan, perbuatan,

maupun taqîr-nya. Para ulama berbeda pendapat pendapat dalam hal mursal

tâbi’î besar atau kecil. Menurut sebagian ulama, hadis mursal hanya bagi

tabi‟i besar, sedangkan mursal tabi‟i kecil, menurut sebagian ulama

digolongkannya sebagai hadîts munqaṭi’.315

Ibn „Abd al-Barr menyatakan

bahwa ke-mursal-an seorang tabi‟in masih bisa diterima dan harus diterima

hadisnya serta bisa dijadikan hujjah, selama tabi‟in tersebut sudah jelas ke-

tsiqah-annya dan diterima dari orang yang tsiqah pula.316

Ketiga, di antara data-data tersebut di atas, terdapat perawi yang

melakukan tadlîs dalam periwayatan. Terkait hal ini, al-Syâfi‟i (w.204 H),

sebagaimana dikutip Ṣubhî al-Ṣâlih, adalah seorang ulama yang menolak

sama sekali periwayatan seorang perawi yang pernah melakukan tadlîs

meskipun hanya sekali. Namun bagi mayoritas ulama berpendapat bahwa

perawi yang pernah melakukan tadlîs masih bisa diterima riwayatnya,

dengan ketentuan apa yang disampaikan menggunakan lafaz yang

menegaskan bahwa ia mendengar sendiri, sebaliknya riwayatnya itu ditolak

jika menggunakan ungkapan yang masih mengandung adanya kemungkinan

lain atau tidak jelas.317

Dalam riwayat-riwayat hammî tersebut di atas,

terdapat perawi mudallis yaitu al-A‟masy. Bagi sebagian ulama kritikus

314

Fârûq Hamâdah, al-Manhaj al-Islâmî Fî al-Jarh wa al-Ta’dîl Dirâsah

Manhajiyyah Fî ‘Ulûm al-Hadîts, hal. 270-271 315

Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, Uṣûl al-Hadîts ‘Ulûmuhu wa Muṣṭalahuhu, (Beirut

: Dâr al-Fikr, 1426-7 H/2006 M), hal. 222-223. Lihat al-Imâm Abû „Amr „Utsmân bin „Abd

al-Rahmân al-Syahrazûrî, ‘Ulûm al-Hadîts li Ibn Ṣalâh, tahqîq : Nûr al-Dîn „Itr, (Beirut :

Dâr al-Fikr al-Mu‟âṣir, 1406 H/1986 M), hal. 52 316

Abî Mu‟âdz Ṭâriq bin „Iwaḍillâh bin Muhammad (Ed.), Jâmi’ al-Masâ’il al-

Hadîtsiyyah al-Qawâ’id al-Hadîtsiyyah, (Mesir : Dâr Ibn „Affân, 1431 H/2010 M), cetakan

ke-1, jilid ke-2, hal. 20 317

Ṣubhî al-Ṣâlih, Ulûm al-Hadîts wa Muṣṭalhuh ‘Arḍ wa Dirâsah, (Beirût : Dâr al-

Malâyîn, 1984 H), cetakan ke-1, hal. 171

Page 167: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 151 ]

hadis semisal Ibn Hajar al-„Asqallânî, keberadaannya (al-A‟masy) dalam

kitab Ṣahîh lebih tepat dengan sebutan mursal khafî, bukan tadlîs. Di antara

alasan-alasan yang dikemukakan oleh sebagian ulama yang membela perawi

mudallis yang terdapat dalam kitab-kitab Ṣahîh adalah bahwa bisa jadi Imâm

al-Bukhârî atau pun Imâm Muslim tidak mengetahui bahwa mudallis yang

mereka riwayatkan hadisnya memang dari mendengar langsung. Dan kedua

Imâm tersebut tahu persis bahwa hadis-hadisnya memiliki mutâbi- mutâbi

yang menunjukkan kesahihannya.318

Tidak hanya pembelaan tersebut di atas, Fahmî Ahmad „Abd al-

Rahmân, membuktikan berdasarkan penelitiannya yang menyatakan bahwa

para perawi yang ditengarai telah di-tadlîs oleh al-A‟masy, seperti Abî al-

Ṣâlih al- Sammân, Ibrâhîm, Abî Wâ‟il (sebagaimana para perawi tersebut

masuk dalam jalur-jalur pada isnad beberapa periwayatan di pembahasan

tersebut di atas) adalah jalur yang ada kemungkinannya bersambung (fa inna

riwâyatahu ‘an hâdzâ al-ṣinf mahmûlah ‘alâ al-ittiṣâl) dan hadisnya bisa

dijadikan sebagai hujjah.319

Hal ini juga ditegaskan oleh al-Ṭahawî yang

menilai pada setiap jalurnya sebagai para perawi yang tsiqah (rijâluh tsiqât)

atau dengan menyatakan isnâduh ṣahîh ‘alâ syarṭ al-syaikhain.320

318

Ṣubhî al-Ṣâlih, Ulûm al-Hadîts wa Muṣṭalhuh ‘Arḍ wa Dirâsah, hal. 176-177 319

Fahmî Ahmad „Abd al-Rahmân, al-Mudallisîn wa Marwiyyâtihim fî Ṣahîh al-

Bukhârî, (Beirût : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1433 H/2012 M), cetakan ke-1, juz ke-1, hal.

531 320

Abî Ja‟far Ahmad bin Muhammad bin Salâmah al-Ṭahâwî, Syarh Musykil al-

Âtsâr, tahqîq : Syu‟aib al-Arnaûṭ, (Beirût : Mu‟assasah al-Risâlah, 1415 H/1994 M), cetakan

ke-1, hal. 36-49, dan juz ke-15, hal. 96-101

Page 168: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 152 ]

Bab Empat

ANALISA IMPLIKASI HADIS HAMMÎ

TERHADAP PEMAHAMAN HADIS

Secara faktual, terdapat perbedaan signifikan antara al-Qur’ân dan

al-Hadîts, selain perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan kaidah

kesahihan hadis, yaitu hal yang telah menjadi konsensus umat bahwa sifat al-

Qur’ân yang qaṭ’î al-wurûd dan tsubut-nya dengan al-Hadîts yang ẓannî al-

wurûd. Al-Qur’ân disebut demikian, sebab proses periwayatan yang dimulai

dari masa awal Nabi saw hingga periode selanjutnya berlangsung secara

mutawâtir1, baik redaksi maupun maknanya.

2 Tidak sepenuhnya demikian

yang terjadi dalam hadis atau sunnah Nabi saw, para ulama berbeda pendapat

dalam menetapkan status wurûd atau pun dalâlah-nya.

Kenyataan ini membawa dampak kepada pemahaman terhadap hadis,

sebagai suatu pekerjaan yang tidak bisa disebut dengan hal yang mudah

dalam menelaah serta meneropong segala sesuatu hal yang dinisbahkan

kepada Nabi saw. Boleh jadi, bagi generasi awal di mana mereka hidup

berdampingan dengan Rasûlullâh saw tidak mengalami kesulitan dan

hambatan; dari berbagai kendala dan persoalan pemahaman yang ada, baik

terkait persoalan keagamaan atau pun sosial kemasyarakatan akan segera

1Muhammad „Ajâj al-Khaṭîb, Uṣûl al-Hadîts ‘Ulûmuhu wa Muṣṭalahuhu, (Beirut :

Dâr al-Fikr, 1426-7 H/2006 M), hal. 127-128. 2Terdapat di antara riwayat yang menyebutkan tentang gambaran tersebut di atas,

al-Makhûl berkata : „Kami pernah mengunjungi Watsîlah bin al-Asqâ‟, kemudian kami

berkata : „Wahai Abû al-Asqâ‟, sampaikan kepada kami suatu hadis yang pernah engkau

dengar dari Rasûlullâh saw, yang tiada rasa was-was dan lupa, maka al-Asqâ‟ berkata :

„Apakah di antara kalian membaca ayat-ayat al-Qur‟an dalam semalam?. Mereka menjawab

: „Iya, ia berkata : „Apakah kalian menambahkan sesuatu, alif atau wau? Maka aku katakan :

„Sesungguhnya kami (tidak akan berani) menambahkan atau pun mengurangi, kami tidak

akan melakukan demikian (terhadap al-Qur‟ân) dalam menghafal. Ia berkata : „Al-Qur‟ân

ini di tengah-tengah kalian sedangkan kalian mempelajarinya siang dan malam. Lalu

bagaimana kami menyampaikan suatu hadis yang kami dengar dari Rasulullah saw sekali

atau dua kali, jika aku menyampaikan kepada kalian sesuai dengan maknanya, maka itu

sudah cukup bagi kalian”. Lihat lebih jauh, Ahmad bin „Alî bin Tsâbit al-Baghdâdî Abû

Bakr al-Khaṭîb (w. 463), al-Kifâyah fi ‘Ilm al-Riwâyah, (Heidar Abad : Dâirah al-Ma‟ârif al-

„Utsmâniyyah, 1357), hal. 308

Page 169: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 153 ]

merujuk atau menanyakan langsung kepada Rasûlullâh saw, atau beliau saw

sendiri yang langsung mengaturnya.

Kondisi tersebut berbeda secara kontras jika dibandingkan dengan

kondisi kekinian yang harus menghadapi persoalan yang menuntut acuan

agar tetap „ṣâlih li kull zamân wa makân‟, di tengah-tengah sikap dan

tindakan sebagian pendapat yang mengkhawatirkan terbuangnya sebuah

hadis3, penetapan terhadap syarat sah suatu hadis

4, dan perbedaan pandangan

nalar, serta eksistensi redaksi (lafẓ al-hadîts) yang mengandung

kemungkinan makna yang tidak tunggal5, dalam memahami teks hadis

sebagai salah satu sumber dalam perkembangan pemikiran Islam (al-kalimah

al-nabawiyyah min manâbi’ al-fikr al-islâmî), meminjam istilah Anwar al-

Jundî.6

Pada akhirnya, dalam memberikan pemahaman terhadap eksistensi

hadis tersebut, khususnya pada pembahasan hadis-hadis hammî, akan

berimplikasi dalam pembentukan dua kelompok besar ulama yang „mau

tidak mau‟ memberikan perbedaan-perbedaan pemahaman atau pemikiran

masing-masing yang meyakini keabsahan suatu riwayat sebagai bukti

kemaksuman seorang nabi. Di sisi lain yang berseberangan, kelompok ulama

yang tidak perlu memberikan argumentasi panjang lebar meyakini bahwa

eksistensi hadis-hadis tersebut tidak lebih dari suatu rencana atau keinginan

seorang nabi layaknya manusia pada umumnya yang tidak ditindaklanjuti.

Maka kelompok yang disebutkan terakhir ini hampir selalu memberikan

argumentasi dengan prinsip yang menegaskan: „laisa fî al-hadîts hujjah li

annahu ‘alaih al-salâm hamma wa lam yaf’al‟ atau pun dengan menyatakan

hadis tersebut mansûkh berdasarkan data-data riwayat selainnya. Paling

3Lihat lebih jauh terkait pembahasan tentang beberapa kesulitan dalam penelitian

kritik matan hadis (ṣu’ûbah al-bahts fî al-Mauḍû’) dalam Ṣalâh al-Dîn bin Ahmad al-Adlabî,

Manhaj al-Naqd al-Matn ‘Inda ‘Ulamâ’ al-Hadîts al-Nabawî, (Beirut : Dâr al-Âfâq al-

Jadîdah, 1403 H/1983 M), cetakan ke-1, hal. 22-23 4Muhammad „Awwâmah, Atsar al-Hadits al-Syarîf fî Ikhtilâf al-Aimmah al-

Fuqahâ’ Raḍiyallâh ‘Anhum, (Kairo : Dâr al-Salâm, 1407 H/1987 M), cetakan ke-2, hal. 26 5Muhammad „Awwâmah, Atsar al-Hadits al-Syarîf fî Ikhtilâf al-Aimmah al-

Fuqahâ’ Raḍiyallâh ‘Anhum, hal. 85 6Anwar al-Jundî, Min Manâbi’ al-Fikr al-Islâmî, (Kementerian Luar Negeri Sa‟ûdî

Arâbiyyah : Lajnah al-Ta‟rîf al-Islâm, 1386 H/1967 M), hal. 9

Page 170: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 154 ]

tidak, kelompok ini akan memberikan penetapan hukum yang berbeda

dengan ketetapan ulama pada umumnya, sebagaimana akan tergambar pada

pembahasan-pembahasan berikut ini.

A. Hadis Hammî Pertama

1. Masa Fatrah al-Wahy (Kekosongan Wahyu).

Menurut keterangan dari Ahmad bin Hanbal yang diriwayatkan dari

al-Sya‟bî, sebagaimana dikutip Ibn Hajar, bahwa masa kekosongan wahyu

berlangsung selama tiga tahun atau dua setengah tahun. Al-Baihaqî

menyatakan bahwa masa Nabi saw menerima wahyu lewat mimpi (muddah

al-ru’yâ) berlangsung selama enam bulan dimulai dengan permulaan

kenabian (ibtidâ’ al-nubuwwah) yang terjadi pada bulan kelahiran beliau,

yaitu Rabî‟ al-Awwal. Sedangkan permulaan wahyu dalam keadaan terjaga

terjadi pada bulan Ramaḍân setelah genap usia beliau saw empat puluh

tahun.7

Pendapat tersebut di atas, menurut Ibn Hajar, bukanlah yang

dimaksud dengan masa fatrah adalah selama tiga tahun ketidakhadiran Jibril,

as kepada Nabi saw hingga turunnya ayat “iqra’ bismirabbika....” dan ayat

“yâ ayyuha al-muddatstsir...”, melainkan (masa fatrah) adalah turunnya al-

Qur‟ân hanya terlambat sebentar saja. Hal ini dipertegas dengan riwayat dari

Ibn „Abbâs yang menyatakan bahwa masa tersebut hanya beberapa hari

saja.8 Terkait riwayat Ibn „Abbâs tersebut, Ṣafî al-Rahmân al-Mubârakfûrî

memberikan komentar, bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukannya, riwayat-riwayat yang menyatakan masa kekosongan wahyu

berlangsung hingga dua setengah atau tiga tahun sama sekali tidak ṣahîh.9

7Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, tahqîq : „Abd al-„Azîz bin „Abdillâh bin Bâz,

(tt. : al-Maktabah al-Salafiyyah, tth.), juz ke-1, hal. 27 8Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-1, hal. 27 dan juz ke-12, hal. 360 9Ṣafî al-Rahmân al-Mubârakfûrî, al-Rahîq al-Makhtûm Bahts Fî al-Sîrah al-

Nabawiyyah ‘Alâ Ṣâhibihâ Afḍal al-Ṣalâh wa al-Salâm, (Riyâḍ : Dâr Ihyâ‟ al-Turâts, tth.),

hal. 58

Page 171: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 155 ]

2. Pemahaman Seputar Hadis Pertama.

Hadis pertama dalam penelitian ini adalah tentang hamm Nabi saw

menjatuhkan diri dari atas ketinggian bukit pada saat kekosongan wahyu

(fatrah al-wahy), di mana pada Nabi saw merasakan kesedihan yang sangat

berat. Ungkapan ini (bunuh diri) sepertinya terdengar „tidak melegakan‟ di

telinga, „bergemuruh‟ dalam hati seorang mukmin, atau bahkan secara

spontan mengkerenyutkan dahi, memicingkan mata kita dan seterusnya,

manakala dikaitkan dengan tindakan salah seorang nabi agung, Muhammad

saw. Memang demikian penangkapan bunyi makna dalam redaksi yang

sudah disebut-sebut di atas.10

Bahkan, oleh beberapa ulama, riwayat tersebut

dijadikan sebagai data untuk mendukung penafsiran mereka terhadap surat

dalam al-Qur‟an. Dengan ungkapan lain, secara jelas mereka, sebut saja

Syeikh al-Marâghî, mendukung dan mensahîhkan riwayat tersebut. Bisa

dibuktikan tatkala mereka mengawali dalam tafsirannya dengan

menggunakan ungkapan, sebagai berikut:

اح ػ غ او أع س كزوح ك٢ ي هح ؽل ا ن جت ي ٠ أ

هللا ؽ٢ ػ٠ ه ملسو هيلع هللا ىلصا واها ا٠ اغجب ل٣لا ؽز٠ ؿلا ني ؽيب ؽي أ

ؼ اال ٣ ب ب أ وب، ا ٤زوك ه افجبه ا٣ب أ ي ا ض ر

.هللا ؽوبArtinya: “Telah menjadi kesepakatan para perawi bahwa sebab

turunnya ayat ini (al-Ḍuhâ) adalah kesedihan yang sangat berat, yang

terjadi pada masa kekosongan turunnya wahyu kepada Rasulullah

10

Hal ini akan menjadi jelas dengan mengemukakan berbagai masalah yang

dijadikan sebagai perbandingan dalam standarisasi atau tolok ukur kritik hadis dengan naṣ

al-Qur‟ân, hadîts ṣahîh atau tidak menutup kemungkinan dengan teori-teori yang cukup

untuk menyangkal dan membantah, dengan asumsi bahwa ini bukan hukum yang ditetapkan

Rasûlullâh saw-- hal demikian disebabkan karena menyalahi maksud al-Qur‟ân dan lain-

lainnya yang menjadi perhatian para peneliti hadits : „bahwasanya itu bukan ucapan

Rasûlullâh saw‟. Al-Qur‟ân dan al-Sunnah yang ṣahîh adalah wahyu yang datang dari sisi

Allâh SWT --fakta dari masalah ini-- dan tidak mungkin keduanya saling berseberangan dan

bertolak belakang. Boleh jadi, orang yang meriwayatkan atau menyampaikannya keliru atau

lupa ; atau ia tidak menyampaikan seluruh apa yang ia dengar ; atau juga pemahaman dari

lafaẓ-lafaẓ hadîts tersebut tidak sesuai dengan yang dimaksud oleh Rasûl saw. Lihat, Musfir

„Azmillâh al-Dumînî, Maqâyîs Naqd Mutûn al-Sunnah, (Riyâḍ : al-Sa‟ûdiyyah, 1404

M/1984 M), cetakan pertama, hal. 61

Page 172: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 156 ]

saw. Hal tersebut menjadikan beliau berkali-kali berusaha untuk

menjatuhkan dirinya dari atas bukit. Dan hal itu tercegah setelah

malaikat muncul dan menyampaikan bahwa ia (Muhammad) adalah

benar-benar utusan Allah SWT...”.11

Sedikit berbeda dengan Muṣṭafâ al-Marâghî di atas, pendahulunya,

Muhammad Abduh pun mengawali ulasannya dengan menyatakan: „...telah

menjadi kesepakatan dari berbagai riwayat (ittafaqat al-riwâyât)...‟, lalu ia

mengklaim telah bersumber dalam kitab al-Ṣahîh (mungkin yang dimaksud

adalah kitab al-Bukhâri), sedangkan para ulama ahli hadis telah menetapkan

bahwa riwayat tersebut adalah bagian dari afrâd al-Bukhârî dan belum

menjadi kesepakatan secara bersama (kolektif). Bahkan, menurut hemat

penulis, dalam uraiannya seolah-olah Abduh sedang lupa dengan

„rasionalitas‟ yang selama itu ia sandang.

Menurut „rasionalisasi sufistik‟ yang digunakan „Abduh adalah

bahwa yang sedang terjadi dengan Nabi saw merupakan rasa kerinduan dan

kenikmatan rasa (dzauq) yang begitu besar tatkala berhubungan dengan

kewahyuan (dzâqa min halâwah al-ittiṣâl bi wahyihi), dan kerinduan

munculnya hal-hal yang ia lihat dan apa saja yang telah ia pahami tentang

Allah SWT (wa mâ fahima ‘an Allâh). Bagi Abduh, setiap kerinduan akan

memunculkan kegelisahan, kecemasan dan setiap kegelisahan akan

melahirkan ketakutan (wa kull syauq yuṣbihuhu qalaq wa kullu qalaq

yasyûbuhu khauf).12

Dari sini, Nabi saw yang hanya manusia biasa ; yang

membedakan hanyalah dari segi penerimaan wahyu, sangat lumrah

mengalami kesedihan yang menyebabkan beliau berniat untuk menjatuhkan

diri dari ketinggian bukit.13

Abduh menolak informasi yang menyatakan bahwa penyebab

kesedihan Nabi saw adalah ucapan serta ejekan kaum kafir14

yang

11

Ahmad Muṣṭafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâbî al-

Halabî, 1365 H/1946 M), cetakan ke-1, juz ke-30, hal. 182 12

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, Juz ‘Amma, (Mesir : Syirkah

Sâhimah Miṣriyyah, 1341 H), Muntadan al-„Aqlâniyyîn al-„Arab, cetakan ke-3, hal. 109 13

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, Juz ‘Amma, (Mesir : Syirkah

Sâhimah Miṣriyyah, 1341 H), hal. 109 14

Terdapat beberapa riwayat yang menyebutkan tentang orang yang melontarkan

ucapan : “Ya Muhammad, Tuhanmu telah membencimu dan juga meninggalkanmu!”.

Page 173: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 157 ]

mengatakan bahwa: „Tuhan Muhammad telah membencinya dan juga

meninggalkannya‟.15

Baginya, ayat ini (al-Ḍuhâ: 3) merupakan gambaran

kegelisahan Nabi saw selama kekosongan turunnya wahyu, yang dengan

keadaan ini, Allah SWT ingin menenangkan hati Nabi-Nya.16

Terlepas dari beberapa pena‟wilan kedua mufassir di atas, Târiq bin

Muhammad al-Ṭawârî17

memberikan penawaran terkait riwayat tersebut

dengan mengawali analisanya menyebutkan berbagai persangkaan negatif

oleh sekelompok orang yang tidak menyukai Islam, selain permasalahan dari

segi periwayatannya (isnâd). Tuduhan mereka di antaranya adalah apakah

pantas, dalam konteks teologis, seorang nabi hendak menjatuhkan diri dari

puncak gunung atau bunuh diri, dan tuduhan lain seperti nabi yang masih

meragukan kenabiannya (ma’ṣûm), padahal sebelumnya telah diinformasikan

kepadanya tentang datangnya kebenaran tanda-tanda kenabian dalam dirinya

oleh Waraqah bin Naufal dan peneguhan langsung dari istrinya, Khadîjah,

terlebih Jibril telah berulang kali menegaskan dengan ucapannya bahwa ia

(Muhammad) benar-benar seorang rasul Allâh, sebagaimana ditegaskan

dalam redaksi hadis.18

Pertanyaan dan sikap demikian pun telah dirasakan semenjak masa

al-Ismâ‟ilî, sebagaimana dikutip Ibn Hajar. Ia menanggapi bahwa jika

perkara besar dan mulia hendak disampaikan kepada seorang manusia yang

Menurut al-Jamal, orang yang melontarkan ucapan tersebut adalah : pertama, Umm Jamîl,

isteri Abû Lahab. Kedua, orang-orang Yahudi, yang sebelumnya, menanyakan tentang rûh,

Dzî al-Qarnain, dan Aṣhâb al-Kahfi. Dijawab oleh Nabi saw : „Aku akan menjawabnya

besok‟, tanpa menyebut kata „in syâ’a Allâh‟, ternyata keesokan harinya wahyu pun tidak

kunjung tiba hingga ditegur oleh Jibrîl dengan turunnya QS. al-Kahfi/18 : 23. Lihat,

Sulaimân bin „Umar al-„Ajîlî al-Syâfi‟î al-Syahîr bi al-Jamal, al-Futûhât al-Ilâhiyyah bi

Tawḍîh Tafsîr al-Jalâlain li al-Daqâ’iq al-Khafiyyah wa bi al-Hâmisy Kitâb Imlâ’ Mâ

Manna bihi al-Rahmân Min Wujûh al-I’râb wa al-Qirâ’ât Fî Jamî’ al-Qur’ân li Abî al-

Biqâ’ Abdillâh bin al-Husain al-‘Akbarî, (Mesir : „Îsâ al-Bâb al-Halabî wa Syirkâh, tth.),

jilid ke-4, hal. 550 15

QS. al-Ḍuhâ/93 : 3 16

Muhammad „Abduh, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, Juz ‘Amma, hal. 108-109 17

Târiq bin Muhammad al-Ṭawârî, adalah salah satu tenaga pengajar pada Fakultas

Syarî‟ah, Universitas Kuwait. 18

Târiq bin Muhammad al-Ṭawârî, „Ilal Riwâyah Muhâwalah Taradduyi al-Nabî

Min al-Jabal ‘Inda al-Bukhârî wa Ghairih Min Kutub al-Sunnah, dalam Majallah Jâmi‟ah

al-Syâriqah li al-„Ulûm al-Syar‟iyyah wa al-Qânûniyyah, (Kuwait, edisi 8, Jumadî al-

Âkhirah 1432 H/2011 M), hal. 110

Page 174: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 158 ]

akan diangkat menjadi nabi, maka biasanya akan didahului dengan adanya

hal-hal yang berhubungan dengan nilai kepatutan serta pengukuhan baginya

(tarsyîh wa ta’sîs).19

Hal-hal tersebut di antaranya adalah kegemarannya

untuk berkhalwah, gemar berbuat baik, menyambung silaturrahim, mimpi

yang benar (al-ru’yâ al-ṣâdiqah). Dan termasuk di dalamnya adalah

munculnya malaikat secara tiba-tiba adalah peristiwa luar biasa bagi beliau

saw, sebagai calon nabi yang hendak menerima wahyu.

Menurut al-Ismâ‟ilî, hal-hal tersebut tidak menegasikan dan tidak

luput dari sisi kemanusiaan (basyariyyah) beliau sebagai seorang manusia

biasa, terutama munculnya malaikat yang menjadikan beliau ketakutan dan

merasa kaget. Al-Ismâ‟ilî menegaskan, status kenabian tidak menghilangkan

tabiat kemanusiaan seluruhnya (li anna al-nubuwwah lâ tazîl ṭibâ’a al-

basyariyyah kullahâ). Oleh sebab itu, bukan hal yang aneh jika beliau

dikagetkan oleh hal yang belum pernah dihadapi sebelumnya.20

Lebih lanjut, al-Ismâ‟ilî menjelaskan bahwa maksud Nabi saw yang

hendak menjatuhkan dirinya dari atas puncak adalah disebabkan oleh

beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, seperti: pertama, lemahnya

kekuatan beliau dalam menanggung beban kenabian (ḍa’f quwwatihi ‘an

tahammul mâ hamilahu min a’bâ’ al-nubuwwah), kedua, rasa takut atau

kekhawatiran dalam menjalankan dari apa yang telah beliau peroleh, dan

kekhawatiran tidak mampu memberikan penjelasan kepada seluruh umat

manusia.21

Kenyataan ini, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Ibn Hajar al-

„Asqalânî (773-852 H), membuat Nabi saw berujar: “(melihat keadaan

seperti ini) Sungguh aku bermaksud ingin menghempaskan diriku dari

puncak gunung (fa laqad hamamtu an aṭraha nafsî min hâliq jabal)”.22

19

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqallânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-12, hal. 360 20

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-12, hal. 360 21

Jalur sanad tersebut dinilai ṣahîh oleh ulama ahli hadis. Lihat, Ahmad bin „Alî bin

Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad bin

Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-12, hal. 361 22

Statement Ibn Hajar tersebut berdasarkan data riwayat yang ia kutip dari al-

Ṭabarî dari jalur al-Nu‟mân bin Râsyid dari Ibn Syihâb. Lihat, Ahmad bin „Alî bin Hajar al-

„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-

Bukhârî, juz ke-12, hal. 361

Page 175: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 159 ]

Adapun dari segi fungsional, menurut Ibn Taimiyah (w.728 H),

sebagaimana dikutip oleh Muhammad Sulaimân al-Asyqar, riwayat atau

hadis yang muncul sebelum masa kenabian (qabla al-bi’tsah) tersebut tidak

bisa dijadikan sebagai dasar pensyari‟atan (lâ tu’khad li tasyarru’),

menurutnya, hal tersebut telah menjadi kesepakatan umat bahwa masa

setelah nubuwwah, Allâh SWT telah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya

untuk mengimani serta mengamalkan apa saja yang dibawa oleh Rasûlullâh

saw.23

Berbeda dengan Ibn Taimiyyah (w.728 H), al-Khaṭîb al-Syarbînî

(w.977 H), seorang ulama bermadzhab Syâfi‟î, menyatakan bahwa masa

sebelum nubuwwah bisa dijadikan sebagai hujjah, ia berargumentasi bahwa

Nabi Muhammad saw ketika itu melakukan ibadah (yang telah ditetapkan

oleh Allâh SWT), beliau lakukan sendirian dan hal tersebut masih

berlangsung pada masa-masa awal keisalaman para sahabatnya yang

melakukan salat di rumah masing-masing.24

Kehujjahan riwayat tersebut

pun, menurut Muhammad Sulaimân al-Asyqar yang menyatakan ada

kemungkinan diakui pula oleh Imâm al-Bukhârî (w.256 H) terbukti dengan

adanya riwayat-riwayat tersebut dalam kitab Ṣahîh-nya.25

Dari berbagai paparan di atas, menurut penulis, semua pemahaman

masih terfokus pada kesimpulan bahwa nabi Muhammad saw sendiri yang

berkeinginan untuk menjatuhkan diri. Analisa selanjutnya, penulis ingin

mengikuti beberapa data, dengan suatu keyakinan akan menemukan

jawaban-jawaban yang dianggap lebih meyakinkan dalam memberikan

pemahaman pada pembahasan kali ini, sebagai berikut:

1. Penulis berasumsi bahwa untuk memahami hadis ini perlu diungkap

beberapa hal: pertama, keinginan itu kalau pun terjadi pada diri seorang

nabi, bisa dianggap sah karena beliau tetap masih seperti manusia pada

umumnya yang memiliki tabiat lemah, takut, dan sebagainya, dan yang lebih

penting, ketika itu belum ada bentuk naṣ atau ayat yang turun (syarî‟ah)

23

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, (Beirut : al-Risâlah, 1424 H/2003 M), cetakan ke-6, juz ke-2, hal.139 24

Sulaimân bin Muhammad bin „Umar al-Bujairamî al-Syâfi‟î, Hâsyiyah al-

Bujairamî ‘Alâ al-Khaṭîb, (Beirût : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2011), cetakan ke-5, juz ke-3,

hal. 302 25

Muhammad Sulaimân al-Asyqar, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ al-

Ahkâm al-Syar’iyyah, juz ke-2, hal.139

Page 176: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 160 ]

tentang pengharaman bunuh diri. Sebab jika hal tersebut sudah disadari, akan

bertentangan dengan beberapa sabda beliau saw sendiri yang melarang

perbuatan membunuh diri, sebagaimana tersebut di bawah di antaranya

adalah :

أث٢ و٣وح ػ ػ٤ ٠ هللا هللا ه : هب " : ، هب هز ٣ز ثؾل٣لح ، كؾل٣لر ك٢ ٣ل قلا ك٤ب ل فبلا ، ك٢ به ع ؤ ثب ك٢ ثط ع

قلا ك٤ب فبلا ب ، ك٢ به ع ٣زؾ ك ل ب ، كوز وة أثلا ،

، ك ل ، كوز عج روك قلا أثلا ، فبلا ٣زوك ك٢ به ع

ك٤ب أثلا

Artinya: “Barang siapa yg membunuh dirinya sendiri dengan besi,

maka ia akan datang kelak pada hari kiamat, sedangkan besi itu

berada di tangannya seraya menusuk-nusuk perutnya di dalam neraka

jahannam kekal selama-lamanya. Dan barang siapa yg membunuh

dirinya sendiri dengan racun, maka racun itu akan senantiasa berada

di tangannya dan mengkomsumsinya di dalam neraka jahannam

selama-lamanya. Dan barang siapa membunuh diri (dengan cara)

menjatuhkan diri dari atas bukit” (HR. Muslim).26

Kedua, sebagaimana al-Ṭawârî mengutip Ibn Taimiyyah (w.728 H),

bahwa hadis ini hanya sebuah keinginan yang tidak terealisasi, dan keinginan

seperti itu tidak berdosa (wa al-hamm laisa dzanban). Hal ini berdasarkan

hadîts qudsî dalam riwayat Ibn „Abbâs :

ؼجب أث٢ ا ػ ٢ هللا ػب، ػ ت ه ػجل ا ث ػجب ث ػجل هللا : رؼب٠ هب ، رجبهى هث ، ك٤ب ٣و ػ ٠ هللا ػ٤ »ه هللا ا

خ ثؾ مي : ك ث٤ ٤ئبد ص ؾبد ا ل هللا زت ا ػ ب زجب هللا ٣ؼ ك

بد ا٠ و ؽ ػ زجب هللا ب ثب كؼ ا خ ل ؽخ ب رؼب٠ ػ رجبهى

زجب ب ٣ؼ ث٤ئخ ك ا ؼبف ض٤وح ، ؼق ا٠ أ بئخ جؼ ل ػ هللا

اؽلح ٤ئخ زجب هللا ب ثب كؼ ا خ ، خ ب زلن ػ٤« ؽ

26

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî (206-261), Ṣahîh

Muslim, tahqîq : Muhammad Fuâd „Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah,

1374 H/1954 M), juz ke-1, hal. 103-104

Page 177: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 161 ]

“Sesungguhnya Allâh SWT itu mencatat semua kebaikan dan

keburukan, kemudian menerangkan yang sedemikian itu, yakni

mana-mana yang termasuk kebaikan dan mana-mana yang termasuk

keburukan. Maka barangsiapa yang berkehendak mengerjakan

kebaikan, kemudian tidak jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh-

Nya sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisi-Nya, dan

barangsiapa berkehendak mengerjakan kebaikan itu kemudian

melakukannya, maka dicatatlah oleh Allâh SWT sebagai sepuluh

kebaikan di sisi-Nya, sampai menjadi tujuh ratus kali lipat, bahkan

dapat sampai menjadi berlipat ganda yang sangat banyak. Selanjutnya

barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian

tidak jadi melakukannya maka dicatatlah oleh-Nya sebagai suatu

kebaikan yang sempurna di sisi-Nya dan barangsiapa yang

berkehendak mengerjakan keburukan itu kemudian jadi

melakukannya, maka dicatatlah oleh Allâh SWT sebagai satu

keburukan saja di sisi-Nya”.27

2. Analisa yang dikemukakan al-Harawî (767 H-829 H), sebagaimana

dirasakan pula oleh Qâḍî „Iyâḍ (471 H-544 H), menyatakan bahwa

sebenarnya riwayat tersebut harus dikompromikan (al-jam’) dengan riwayat-

riwayat yang lain, di samping berargumentasi adanya ketidakmungkinan

seorang rasul atau nabi melakukan tindakan buruk atau keliru. Riwayat

pembanding yang akan dikompromikan dengan riwayat tersebut di atas

adalah sebagai berikut :

عل١، ص٢ أث٢، ػ : ؽل ا٤ش، هب ؼ٤ت ث ي ث ص٢ ػجل ا ؽل

ص٢ : ؽل ػجل هب خ ث ؼذ أثب : بة، هب اث فبل، ػ ث ػو٤

٠ هللا ػ٤ هللا غ ه ػجل هللا، أ : أفجو٢ عبثو ث ، ٣و ؽ او

: ٣و ؽ٢ ػ٢ كزوح » كزو ا ٢ص ؽل٣ش «، كج٤ب أب أ ض و م ، ص

: هب ، ؿ٤و أ ٣« ٣ذ ا٠ األه كوهب ؽز٠ أث «كغضضذ هب : ، هب

رزبثغ. ؽ٢ ثؼل ٢ ا ؽ : ص ، هب صب عي األ او خ: هاكغ، ل ث ؾ ص٢ ؽل

، ؽل٣ش ٣ بك ؾ ، ثنا اإل و١ اي و، ػ ؼ ام، أفجوب ى صب ػجل او ؽل

او { صو{ ا٠ ه ل ب ا رؼب٠: }٣ب أ٣ هللا رجبهى ي : كؤ هب غو{ عي كب

27

Târiq bin Muhammad al-Ṭawârî, „Ilal Riwâyah Muhâwalah Taradduyi al-Nabî

Min al-Jabal ‘Inda al-Bukhârî wa Ghairih Min Kutub al-Sunnah, hal. 111

Page 178: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 162 ]

الح 2-0]الصو: ا رلو أ -[ هج صب ٢ األ - ب هب : كغضضذ هب

ػو٤

“„Abd al-Malik bin Syu‟aib bin al-Laits menyampaikan kepadaku

dari ayah, dari kakeknya dari „Uqail bin Khâlid, dari Ibn Syihâb yang

mengatakan : „Aku mendengar dari Abû Salamah bin „Abd al-

Rahmân, dari Jâbir bin „Abdullâh yang mengabarkan bahwa dia

mendengar Rasûlullâh saw bersabda : “Kemudian wahyu terhenti

tidak turun kepadaku sementara waktu, ketika aku berjalan...,”.

Kemudian perawi menyebutkan seperti hadits riwayat Yunus, namun

dia menyebutkan : “Aku terkejut dan ketakutan hingga aku terjatuh

ke tanah --Abû Salamah mengatakan : „al-rujz = berhala-berhala--

setelah itu wahyu turun silih berganti”.28

Dari segi ketersambungan sanad, sebagian pendapat hanya

mempersoalkan kebenaran informasi yang diperoleh Jâbir dengan cara simâ’.

Sebab ketika itu masih dalam masa fatrah dan, tentu, pada masa itu ia sendiri

masih dalam masa jahiliyah. Terlebih, Jâbir adalah seorang anṣâr, sedang

peristiwa awal turunnya wahyu pertama di Mekkah.29

Namun, al-Harawî

(767 H-829 H) meyakini bahwa riwayat tersebut ada kemungkinan Jâbir

mendengar dari seorang sahabat (lainnya) yang hadir ketika kasus atau

perkara (al-qaḍiyyah) itu muncul meskipun ketika itu Jâbir belum menjadi

sahabat Nabi (wa in lam yakun ṣahâbiyan hâla wuqû’ al-qaḍiyyah).30

Bagi

al-Harawî riwayat ini tetap disebut berkesinambungan sanadnya (itsbât al-

ittiṣâl) dan bukan hadîts mursal. Statemen tersebut ia perkuat dengan riwayat

lain, yakni lafaẓ yang dimiliki al-Bukhârî, dengan redaksi: “...anna Jâbir ibn

‘Abdillâh al-Anṣârî qâla wa huwa yuhadditsu ‘an fatrah al-wahy....31

28

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî (206-261), Ṣahîh

Muslim, tahqîq dan taṣhîh : Muhammad Fu‟âd „Abd al-Bâqî, (Kairo : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-

‟Arabiyyah, 1918 H), juz ke-1, hal. 143 29

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin „Aṭâ‟illâh bin Muhammad al-Harawî

al-Hanafî al-Syâfi‟î, Faḍl al-Mun’îm Fî Syarh Ṣahîh Muslim, tahqîq : Nûr al-Dîn Ṭâlib,

(Damaskus : Dâr al-Nawâdir, 1433 H/2012 M), cetakan ke-1, jilid ke-4, hal. 58 30

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin „Aṭâ‟illâh bin Muhammad al-Harawî

al-Hanafî al-Syâfi‟î, Faḍl al-Mun’îm Fî Syarh Ṣahîh Muslim, jilid ke-4, hal. 59 31

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin „Aṭâ‟illâh bin Muhammad al-Harawî

al-Hanafî al-Syâfi‟î, Faḍl al-Mun’îm Fî Syarh Ṣahîh Muslim, jilid ke-4, hal. 59

Page 179: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 163 ]

Dari segi matan atau isi hadis, ia menitikberatkan pada statemen Nabi

Muhammad saw: “...hattâ hawaitu...” dan ini yang di-ṣahîh-kan oleh al-

Harawî (767 H-829 H). Baginya, bukan Nabi saw yang hendak menjatuhkan

diri dari ketinggian puncak gunung, sebagaimana terdapat dalam riwayat al-

Bukhârî. Menurutnya, nabi Muhammad saw memang terjatuh (hattâ hawaitu

: sehingga aku terjatuh) setelah melihat dan menyaksikan secara tiba-tiba

(dengan menggunakan ungkapan : fa idzâ huwa ‘alâ al-‘arsy fî al-hawâ)32

munculnya malaikat jibrîl dengan berbagai bentuk atau rupa (taṣwîr al-

malâikah ‘alâ ṣuwar mukhtalifah) ; terkadang muncul berada di atas puncak

gunung, terkadang di langit-langit goa, terkadang pula di atas (menempati)

sesuatu di udara. Sesuatu tersebut bisa diartikan dengan kursi, papan atau

pun sayap, atau juga bisa bermakna singgasana.33

Perbedaan bentuk dan

kondisi tersebut untuk memperlihatkan kekuasaan (qudrah) Allâh SWT

kepada seorang calon nabi.

Al-Harawî (767 H-829 H), sebagaimana juga diungkap oleh Qâḍî

„Iyâḍ (w.544 H), melanjutkan bahwa kata “hawâ-terjatuh” itu sendiri bisa

bermakna : terjatuh dari jarak dekat atau pun jauh (hawâ min qarîb wa ahwâ

min ba’îd),34

yakni nabi Muhammad saw terjatuh dari tempat yang telah ia

daki atau juga bisa bermakna „merosot‟ ( ketika beliau saw menaiki (اج

sesuatu.35

Statemen ini (hattâ hawaitu), ungkap al-Harawî (767 H-829 H),

disebutkan setelah Nabi Muhammad saw menyatakan : “fa jutsitstu minhu

faraqan” (lalu aku terkejut seraya takut...).36

32

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin „Aṭâ‟illâh bin Muhammad al-Harawî

al-Hanafî al-Syâfi‟î, Faḍl al-Mun’îm Fî Syarh Ṣahîh Muslim, jilid ke-4, hal. 60-61 33

Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin „Aṭâ‟illâh bin Muhammad al-Harawî

al-Hanafî al-Syâfi‟î, Faḍl al-Mun’îm Fî Syarh Ṣahîh Muslim, jilid ke-4, hal. 61 34

Menurut Qâḍî „Iyâḍ, para ulama lebih banyak menggunakan lafaẓ hawâ (همومى)

ketimbang ahwâ ( هومىا ). Lihat, Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-

Mu’lim bi Fawâ’id Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, tahqîq : Yahyâ Ismâ‟îl, (Kairo : Dâr al-

Wafâ, 1419 H/1998 M), cetakan ke-1, juz ke-1, hal. 492 35

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-1, hal. 492 36

Al-Qurṭubî, sebagaimana dikutip al-Harawî, menyatakan bahwa dalam berbagai

riwayat yang berbeda, penggunaan kata : jutsitstu, fuzi’tu, ru’ibtu, bermakna satu yaitu kaget

yang bercampur rasa takut. Lihat lebih jauh, Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin

„Aṭâ‟illâh bin Muhammad al-Harawî al-Hanafî al-Syâfi‟î, Faḍl al-Mun’îm Fî Syarh Ṣahîh

Page 180: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 164 ]

Dengan demikian, sebagaimana disimpulkan Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H)

bahwa nabi Muhammad saw terjatuh disebabkan oleh rasa takut dan

terkejutnya beliau melihat malaikat yang belum pernah beliau saksikan

sebelumnya tatkala menengadah ke arah langit (alqâ bihâ fîhâ ba’da an

rafa’ahâ ilâ al-samâ’).37

Dan dengan melihat riwayat tersebut, maka

sebenarnya imam al-Bukhârî pun memiliki riwayat yang sama seperti halnya

riwayat yang disebutkan dalam Ṣahîh Muslim. Riwayat tersebut disebutkan

dalam Ṣahîh al-Bukhârî, sebagai berikut:

صب ق ؽل ٣ ث ص٢ ش ا٤ أفجوب ػجل هللا ؽل هب ػو٤ بة ػ اث هب

ؼذ خ أفجو٢ أثب هب ػجل هللا ب عبثو ث ػ ٢ هللا غ اج٢ ه أ

٣و ػ٤ ٠ هللا رب ؼذ ٢ ؽ٢ كزوح كج٤ب أب أ كزو ػ٢ ا ص

بء كو ا ي بء كبما ا ا و١ هج هبػل ػ٠ ثؾواء ان١ عبء٢ كؼذ ث

٢ كغئذ أ ٣ذ ا٠ األه ؽز٠ كغئضذ األه بء ا ٢ ث٤ و

رؼب هللا ي ٢ كؤ ٢ ى ذ ى عي ٠كو او نه ا٠ ه كؤ صو ه ل ب ا ٣ب أ٣

غو كب خ هب أث صب عي األ او

“...Bahwasanya Jâbir bin 'Abdullâh, ra mendengar Nabi saw

bersabda: „Kemudian wahyu berhenti turun kepadaku pada masa

tertentu hingga ketika aku sedang berjalan, aku mendengar suara dari

langit. Maka aku mengarahkan pandanganku menghadap langit yang

ternyata ada malaikat yang pernah datang kepadaku di gua Hirâ‟

sedang duduk di atas kursî antara langit dan bumi. Aku menjadi takut

karenanya sehingga aku terjatuh ke tanah. Lalu aku mendatangi

keluargaku sambil mengatakan : „Selimuti aku, selimuti aku. Maka

kemudian Allâh SWT menurunkan firman-Nya (QS. Al-Mudatstsir

ayat 1-5): „Wahai orang yang berselimut, bangun dan berilah

peringatan hingga frman-Nya : Dan perbuatan dosa jauhilah. Abû

Salamah berkata : al-Rujz = berhala-berhala.38

Muslim, jilid ke-4, hal. 63-64. Lihat juga, Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî,

Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-1, hal. 490-492 37

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-1, hal. 492 38

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh

al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, tahqîq : Muhîb al-Dîn al-

Khaṭîb, (Kairo : al Salafiyyah, 1400 H), cetakan ke-1, juz ke-2, hal. 430

Page 181: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 165 ]

Oleh karena itu, menurut hemat penulis, Imâm al-Bukhârî (194-256

H) telah jujur dan transparan mengutarakan semua riwayat terkait Nabi

Muhammad saw. Hal ini bertentangan dengan pandangan miring seperti

yang dituduhkan beberapa kalangan muslim, seperti al-Albânî, sebagaimana

dikutip Ṣafî al-Rahmân al-Mubârakfûrî39

dan al-Mallâh, yang menyatakan

bahwa penisbatan riwayat (tentang Nabi saw menjatuhkan diri) telah sesuai

dengan syarat sahîh al-Bukhârî (194-256 H) adalah kekeliruan yang sangat

besar (khaṭa’ fâhisy), dan al-Bukhârî sendiri mengira bahwa kisah bunuh diri

itu benar (ṣahîh) sehingga ia mencantumkan dalam kitabnya.40

II. Hadis Hammî Kedua dan Pemahaman -pemahaman Di Dalamnya

Hadis tentang hamm Nabi saw membakar rumah-rumah penduduk

yang tidak mendatangi salat berjama‟ah. Tergambar dalam riwayat tersebut

seolah-oleh telah pasti ketentuan hukum terkait kewajiban pelaksanaan salat

berjamaah atau jika melihat secara literal dalam redaksinya ; akan

menetapkan suatu keputusan hukum yang menyatakan bahwa pelaksanaan

salat harus (wâjib) dilaksanakan secara berjama‟ah, jika tidak, rumah-rumah

mereka akan dibakar. Tidak demikian pemahamannya, tulis al-Tâwudî

mengawali analisa terhadap riwayat tersebut.41

Dari sini, muncul ketetapan hukum dalam pelaksanaan salat

berjamaah: pertama, pendapat yang dipegangi oleh Dâwûd al-Ẓâhirî,

menyatakan bahwa berjamaah adalah syarat sah salat, maka salat yang

dilakukan sendirian dianggap batal (salatnya). Kelompok ini, mensyaratkan

masjid sebagai tempat dalam pelaksanaannya.42

39

Ṣafî al-Rahmân al-Mubârakfûrî, al-Rahîq al-Makhtûm Bahts Fî al-Sîrah al-

Nabawiyyah ‘Alâ Ṣâhibihâ Afḍal al-Ṣalâh wa al-Salâm, (Riyâḍ : Dâr Ihyâ‟ al-Turâts, tth.),

hal. 56 40

Abû „Abd al-Rahmân Mahmûd bin Muhammad al-Mallâh, al-Ta’lîq ‘Alâ al-

Rahîq al-Makhtûm, (Mesir : al-Dâr al-„Âlamiyyah, 1431 H/2010 M), cetakan ke-1, hal. 55 41

Muhammad al-Tâwudî bin Muhammad al-Ṭâlib bin Saudah al-Murrî, Hâsyiyah

al-Tâwudî bin Saudah ‘Alâ Ṣahîh al-Bukhârî, tahqîq : „Umar Ahmad al-Râwî, (Beirut : Dâr

al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2007 M), cetakan ke-1, juz ke-1, hal. 389 42

Kelompok ini berpegang pada riwayat : (lâ ṣalâta li jâr al-masjid illâ fî al-masjid

: „tidak sah salat orang yang berdekatan dengan masjid kecuali di masjid‟). Para ulama

menyepakati bahwa riwayat tersebut adalah ucapan (maqâlah) „Alî bin Abî Ṭâlib, bukan

Page 182: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 166 ]

Menurut mereka, makna ẓâhir hadis telah menunjukkan kefarduan

atas setiap pribadi (farḍ ‘ain), hal ini bukan kesunnahan jika dilihat dari

bentuk ancaman pembakaran bagi yang meninggalkannya ; juga tidak bisa

ditetapkan sebagai farḍ kifâyah, sebab pelaksanaan hukuman pembakaran

hanya dilakukan oleh Rasûl saw sendiri tanpa orang lain yang

menyertainya.43

Kedua, adalah kelompok yang menyatakan sebagai

kewajiban yang bersifat bagi setiap pribadi (farḍ ‘ain) seperti halnya

kelompok pertama. Perbedaannya adalah, kelompok ini masih menganggap

sah yang dilakukan sendirian meski tetap berdosa, dan tidak mensyaratkan

dalam masjid sebagai tempat dalam pelaksaannya. Kelompok ini dipegangi

oleh „Alî ra, Ibn Qudâmah, Ishâq, „Aṭâ‟, al-Auzâ‟î, dan Ahmad bin Hanbal.44

Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa berjamaah adalah kewajiban yang

cukup dilakukan oleh sebagian kelompok (farḍ kifâyah). Kelompok ini

dipegangi oleh al-Syâfi‟î dan sebagian ulama Mâlikiyyah.45

Keempat,

pendapat yang menyatakan bahwa hukum berjamaah adalah sunnah

mu’akkadah. Pendapat ini dipegangi oleh mayoritas ulama, ulama madzhab

Mâlik yang masyhur, Abû Hanîfah, dan pengikut madzhab Syâfi‟î

(syâfi’îyyah).46

Kelima, pendapat yang menyatakan bahwa kewajiban

sabda Nabi saw. Lihat, Hamzah Muhammad Qâsim, Manâr al-Qârî Syarh Mukhtaṣar Ṣahîh

al-Bukhârî, taṣhîh dan murâja‟ah : Basyîr Muhammad „Uyûn dan al-Syeikh „Abd al-Qâdir

al-Arnâuṭ, (Beirut : Dâr al-Bayân, 1410 H/1990 M), juz ke-2, hal. 125 43

Dalam hal ini, Dâwûd al-Ẓâhirî murni hanya berpegang pada riwayat dalam al-

Bukhari no.644 tanpa mempertimbangkan riwayat lain, sebagaimana telah dibahas pada bab

sebelumnya (footnote). Lihat, Muhammad al-Tâwudî bin Muhammad al-Ṭâlib bin Saudah

al-Murrî, Hâsyiyah al-Tâwudî bin Saudah ‘Alâ Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-1, hal. 389 44

Kelompok ini berpegang pada riwayat : („ju’ilat lî al-arḍ ṭayyibatan ṭahûran wa

masjidan : Dijadikan untukku bumi itu sebagai tempat yang baik, bersih, serta sebagai

tempat untuk bersujud). Lihat, Hamzah Muhammad Qâsim, Manâr al-Qârî Syarh

Mukhtaṣar Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-2, hal.125 45

Kelompok ini berpegang pada riwayat : („mâ min tsalâtsah fî qaryah wa lâ badw

wa lâ tuqâm fîhim al-ṣalâh illâ qad istahwadza ‘alaihim al-syaiṭân fa ‘alaika bi al-jamâ’ah

fa innamâ ya’kulu al-dzi’b al-qâṣiyah : tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang

tidak didirikan salat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai

mereka. Karena itu, tetaplah kalian dalam berjamaah, karena sesungguhnya serigala itu

hanyaakan menerkam kambing yang sendirian‟). Lihat, Hamzah Muhammad Qâsim, Manâr

al-Qârî Syarh Mukhtaṣar Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-2, hal.125 46

Kelompok ini berpegang pada riwayat : („ṣalâh al-jamâ’ah tafḍulu ‘alâ ṣalâh al-

fadzdz bi sab’ wa ‘isyrîn darajah : salat berjamaah lebih unggul dari pada salat sendirian

Page 183: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 167 ]

berjama‟ah yang dimaksud adalah salat Jum‟at, bukan pada salat yang lain.

Pendapat ini dipegangi oleh al-Qurṭubî, sebagaimana dikutip Mûsâ Syâhîn

Lâsyîn.47

Bagi kelompok yang menganggap sebagai kewajiban setiap individu,

berargumentasi berdasarkan bentuk ketegasan dan penekanan sebagaimana

terkandung dalam makna redaksi hadis. Menurut mereka, jika perintah ini

hanya sekedar kesunnahan atau kifayah pasti lafaẓ yang digunakan dalam

hadis tersebut tidak sedemikian kerasnya.48

Pada gilirannya, bagi yang

menyatakan kewajiban berjama‟ah dan pelaksanaannya mesti di masjid,

muncul cabang hukum baru. Al-„Ainî (w.855 H) menyebutkan contoh bahwa

jika ada seseorang mendatangi masjid lalu yang ia jumpai salat berjama‟ah

telah selesai, maka ketetapan menurut madzhab mereka adalah : pertama,

orang tersebut tidak diwajibkan mencari (jama‟ah) lagi ke masjid lain,

sedangkan pendapat yang kedua menetapkan orang tersebut dinilai baik jika

tetap mencari masjid lain yang masih atau sedang melaksanakan pelaksanaan

salat jama‟ah (meski tertinggal beberapa rakaat).49

Secara luas, pembahasan

tersebut dikupas dalam kitab-kitab furu‟ fiqhiyyah seperti Muhadzdzab dan

lain sebagainya.

Al-Syâfi‟î (w.204 H) didukung ulama mutaqaddimin lainnya

menetapkan sebagai farḍ kifâyah. Sedangkan mayoritas ulama pengikut

madzhab Hanafî dan Mâlikî menetapkan sebagai sunnah mu’akkadah. Bagi

dengan nilai dua puluh tujuh derajat‟). Lihat, Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-

Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, (Mesir :

Muṣṭafâ al-Bâb al-Halabî wa Aulâdah, 1371 H/1952 M), juz ke-3, cetakan ke-2, hal. 133.

Lihat juga, Hamzah Muhammad Qâsim, Manâr al-Qârî Syarh Mukhtaṣar Ṣahîh al-Bukhârî,

juz ke-2, hal.125 47

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, (Kairo : Dâr al-

Syurûq, 1423 H/2002 M), cetakan ke-1, juz ke-3, hal. 379 48

Salah satu riwayat yang dijadikan dalil atau argumentasi dalam madzhab mereka

adalah sebagaimana terekam dalam Musnad Ahmad, menyatakan : “Sekiranya di dalam

rumah itu tidak ada wanita dan anak keturunan (dzurriyyah) mereka yang sedang

melaksanakan salat isyâ’, tentu aku perintahkan kepada seorang pemuda yang ikut

bersamaku untuk membakar rumah mereka”. Lihat, Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd

bin Ahmad al-„Ainî (w.855 H), ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-Bukhârî, taṣhîh dan ta‟lîq :

Muhammad Munîr „Abduh, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth.), juz ke-5, hal. 160 49

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd bin Ahmad al-„Ainî (w.855 H), ‘Umdah

al-Qârî Syarh Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-5, hal. 161

Page 184: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 168 ]

al-Tâwudî, penyebutan „wajib‟ dengan adanya bentuk ancaman (al-tahdîd)

adalah bagi mereka yang meninggalkan salat secara langsung, berbeda

dengan kaum yang meninggalkan jama‟ah dan melaksanakan salat di rumah

masing-masing disertai alasan „udzur50

, maka keadaan seperti ini termasuk

yang tidak akan dibakar, sebagaimana al-Tâwudî mengutip riwayat dalam

Sunan Abî Dâwûd.51

Berbeda dengan kebanyakan sarjana muslim lainnya, Qâḍî „Iyâḍ

(w.544 H) menyatakan dengan tegas bahwa hadis tersebut bukan suatu

hujjah dalam penetapan hukum. Baginya, tidak ada ada unsur kehujjahan di

dalamnya sebab hanya sebuah hamm (keinginan) Nabi saw yang tidak beliau

laksanakan (laisa fî al-hadîts hujjah li annahu hamm wa lam yaf’al).52

Pendapatnya ini dibantah oleh Daqîq al-„Îd (w.702 H) yang menyatakan

bahwa meskipun hanya keinginan Nabi saw pribadi, tetap bisa dijadikan

hujjah sebab beliau tidak mungkin menginginkan sesuatu perkara yang tidak

diperkenankan, dan semestinya umat yang menunaikan keinginan beliau

tersebut.53

Secara ẓahir, hadis tersebut terlihat keluar dari bentuk pelarangan dan

penegasan dilihat dari ungkapan riwayat lain yang menyebutkan: ( ػ٠ اصو

بكو٤ .(ا54

Menurut Daqîq al-„Îd (w.702 H), sebenarnya tidak demikian,

50

Ibn Qudâmah (541-620 H) menjelaskan bahwa hal yang termasuk ke dalam ‘udzr

meninggalkan jama‟ah adalah rasa takut (khauf) dan sakit (maraḍ), sebagaimana ia

mengutip sebuah riwayat Ibn „Abbâs. Lihat Muwaffiq al-Dîn Abî Muhammad bin „Abdillâh

bin Ahmad bin Muhammad bin Qudâmah al-Maqdisî al-Jammâ‟îlî al-Dimasyqî al-Ṣâlihî al-

Hanbalî, al-Mughnî, tahqîq : „Abdullâh bin „Abd al-Muhsin al-Turkî dan „Abd al-Fattâh

Muhammad al-Hulw, (al-Riyyâḍ : Dâr „Âlam al-Kutub, 1417 H/1997 M), cetakan ke-3, juz

ke-2, hal. 376. 51

Muhammad al-Tâwudî bin Muhammad al-Ṭâlib bin Saudah al-Murrî, Hâsyiyah

al-Tâwudî bin Saudah ‘Alâ Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-1, hal. 390 52

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî

‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, tahqîq : al-Syeikh „Abd al-„Azîz bin „Abdillâh

bin Bâz, (tt. : al-Maktabah al-Salafiyyah, tth.), juz ke-2, hal. 126 53

Muhammad al-Tâwudî bin Muhammad al-Ṭâlib bin Saudah al-Murrî, Hâsyiyah

al-Tâwudî bin Saudah ‘Alâ Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-1, hal. 389 54

Riwayat tersebut terdapat di antaranya dalam Ṣahîh al-Bukhârî, kitab al-adzân

(10), bab fadl ṣalah al-‘isya’ fi al-jama’ah (34), no. 657, dan kitâb ahkâm (93), bâb ikhrâj

al-khuṣûm wa ahl al-riyab min al-buyût ba’da al-ma’rifah (52), no. 7224. Lihat,

Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh al-Musnad

Page 185: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 169 ]

sebab maksud dari munâfiqîn di sini adalah kemunafikan dalam bentuk

perbuatan maksiat (nifâq al-ma’ṣiyyah), bukan kemunafikan dalam arti

kekufuran.55

Namun, pena‟wilan seperti ini (tentang makna dan maksud dari

munâfiqîn), bagi Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H) seraya menyatakan : „ma’âdzallâh‟

(memohon perlindungan kepada Allah) jika sifat ini ada pada diri para

sahabat dan orang-orang beriman lainnya ketika itu. Padahal, menurutnya,

yang dimaksud munâfiqîn dalam hadis tersebut adalah memang benar terjadi

pada diri orang-orang munafik yang sebenarnya, sebab para sahabat dan

muslimin lainnya selalu bersama dan tidak pernah meninggalkan Nabi saw.56

Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H) menyebutkan di antara kelompok munafiq yang

meninggalkan barisan muslimin tersebut adalah Ka‟b bin Mâlik, Murârah bin

al-Rabî‟ al-Âmirî, Hilâl bin Umayyah al-Wâqifî. Peristiwa pembelotan ini

terjadi pada perang Tabuk dan jumlah mereka bertambah hingga lebih dari

delapan puluh orang. Rasul saw sendiri telah melarang kaum muslimin untuk

berbicara kepada mereka.57

Bahkan, dalam catatan terakhir pembahasan

riwayat-riwayat tersebut, Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H) menegaskan bahwa semua

riwayat tersebut hanya menjelaskan tentang orang-orang munafiq (kulluh

bayân annahâ fî al-munâfiqîn).58

Hal ini dipertegas dengan riwayat di

antaranya dari Abdullâh bin Mas‟ûd yang menyatakan bahwa (ketika itu)

orang-orang yang meninggalkan jama‟ah hanyalah kelompok munafiq dan

orang-orang yang sakit.59

Senada dengan Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H), mula-mula al-Syaukânî

(w.1250 H) mengutip al-Hâfiẓ Ibn Hajar al-„Asqallânî (773-852 H), yang

Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih, tahqîq : Muhîb al-Dîn al-Khaṭîb, (Kairo

: al-Salafiyyah, 1400 H), cetakan ke-1, juz ke-1, hal. 218, dan dalam kitab yang sama, juz

ke-4, hal. 347 55

Muhammad al-Tâwudî bin Muhammad al-Ṭâlib bin Saudah al-Murrî, Hâsyiyah

al-Tâwudî bin Saudah ‘Alâ Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-1, hal. 389 56

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-2, hal. 622 57

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-2, hal. 623 58

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-2, hal. 624 59

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-2, hal. 623

Page 186: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 170 ]

menyatakan bahwa hukum membakar akan mendatangkan pembunuhan.

Namun penetapan sangsi hukuman tersebut akan ditetapkan, sebagaimana

terkandung dalam hadis, jika ada kesepakatan secara kolektif untuk

meninggalkan pelaksanaan jama‟ah (idzâ tamâla’a al-jamî’ ‘alâ al-tark)60

.

Di tempat lain, Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H) pun menyatakan bahwa dalam hadis

tersebut mengandung makna adanya penerimaan alasan atau mungkin

ampunan sebelum dijatuhkannya keputusan sangsi ; terlebih dahulu

diberikan peringatan atau pun ancaman (al-i’dzâr qabla al-‘uqûbah bi al-

tahdîd bi al-qaul wa al-wa’îd).61

Oleh sebab itu, menurut al-Syaukânî (1173-1250 H), adanya bentuk

ancaman tersebut bisa menjadi penguat adanya naskh, dibuktikan dengan

adanya hadis lain yang muncul tentang keutamaan salat berjama‟ah. Al-

Syaukânî juga menguatkannya dengan pendapat dari Qâḍî „Iyâḍ yang

menegaskan bahwa kewajiban salat yang dilakukan secara berjama‟ah itu

terjadi pada masa awal diperintahkannya salat, lalu perintah kewajiban ini di-

naskh (mansûkh).62

Sebagaimana Ibn Qayyim al-Jauziyyah (691-751 H)

menegaskan bahwa keniscayaan berjama‟ah (luzûm al-jamâ’ah) dalam

keadaan apa pun itu hanya terjadi pada masa fitnah dan peperangan.63

Namun bagi al-Khaṭîb al-Syarbînî (w.977 H), sebagaimana disampaikan al-

Bujairamî (w.1221 H), ia mengatakan bahwa selama kurang lebih 13 tahun

di Mekkah, Nabi Muhammad saw melaksanakan salat hanya sendirian, tanpa

berjama‟ah dengan beberapa sahabatnya. Sedangkan para sahabat yang

60

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr,juz ke-3, hal. 131 61

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-2, hal. 623 62

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, juz ke-3, hal. 133. Lihat juga, Ahmad bin „Alî bin

Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad bin

Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-2, hal. 126 63

Abî „Abdillâh Muhammad bin Abî Bakr bin Ayyûb bin Qayyim al-Jauziyyah, al-

Furûsiyyah al-Muhammadiyyah, tahqîq : Zâid bin Ahmad al-Nasyîrî, (Jeddah : Dâr „Ilm al-

Fawâid, tth.), hal. 206-207

Page 187: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 171 ]

menerima dakwah ketika itu masih melaksanakannya di rumah masing-

masing.64

Ibn al-„Arabî al-Mâlikî (435-542 H) memberikan analisa yang

berbeda. Menurutnya, perintah berjama‟ah itu menjadi suatu kewajiban

disebabkan kehadiran orang-orang munafik bisa mempengaruhi umat Islam

oleh sifat malas mereka (yatakâsalûn), maka jika salah satu dari umat Islam

diberikan peluang rukhṣah, pelaksanaan jama‟ah akan terancam batal dan

mereka (orang munafik) akan terus berbaur, mempengaruhi orang-orang

yang keimanannya masih murni, benar dan kokoh (al-muwahhid al-mukhliṣ).

Oleh karena itu, bagi Ibn al-„Arabî al-Mâlikî (435-542 H) yang ṣahîh

adalah seseorang yang salat dikerjakan di rumah secara berjamaah tetap

sama dalam memiliki pahala yang sempurna (wa âkhar ṣallâ fi al-jamâ’ah

yuqâlu lahu addâ fî baitih min ‘udzr fa ajruhu kâmil kamâ lau kâna fî ṣalâh

al-jamâ’ah). Lebih lanjut ia menyatakan bahwa hukum yang benar dalam

pelaksanaan tersebut adalah mandûb.65

Secara apik dan arif, al-Ustâdz Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, dalam Fath al-

Mun’im memberikan elaborasi dan gambaran yang cukup komprehensif.

Mûsâ Syâhîn mengungkapkan bahwa dalam rangka membentuk dan

menanamkan prinsip-prinsip kesatuan dan persamaan (al-mabda’ fi al-

musâwâh) dalam kelompok (barisan muslimin) yang kuat dan rapat

(mustaqîmah mutarâṣṣah) diperlukan mediasi-mediasi dan sarana yang tepat,

yakni dengan berdasarkan seruan beliau saw : “Salat yang dilakukan dengan

berjama’ah lebih utama nilainya dibandingkan dengan salat di antara

kalian yang dilakukan sendirian dengan (nilai) dua puluh lima bagian”,

Rasûl saw berhasil membuat pengaruh kepada umat Islam sehingga mereka

berlomba-lomba, baik laki-laki maupun perempuan atau bahkan anak-anak

mereka, untuk datang membentuk kelompok (berjama‟ah) pada satu tempat,

meski mereka berada dalam keadaan gelap gulita saat salat „isyâ’ dan

64

Sulaimân bin Muhammad bin „Umar al-Bujairamî al-Syâfi‟î, Hâsyiyah al-

Bujairamî ‘Alâ al-Khaṭîb, juz ke-3, hal. 302 65

Ibn al-„Arabî al-Mâlikî (435-542 H), ‘Âriḍah al-Ahwadzî bi Syarh Ṣahîh al-

Tirmidzî, (Beirut : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, tth.), juz ke-2, hal. 17-18

Page 188: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 172 ]

kenikmatan tidur yang masih menyelimuti mereka, tetap mendatangi salat

fajar dengan berjama‟ah.66

Keadaan ini menjadi berubah di saat kelompok munafiq memasuki

barisan umat Islam. Mereka merasa keberatan dengan adanya jama‟ah di

waktu „isyâ’ dan subuh67

, mereka pun meninggalkan barisan jama‟ah. Nabi

saw telah berkali-kali menyemangati mereka dengan mengatakan : “Jika

seseorang berwudu dan menyempurnakannya, lalu ia menuju masjid, maka

Allâh akan mencatat dari setiap langkahnya sebagai pahala kebaikan

untuknya, dan (langkahnya itu) Allâh akan mengangkat derajatnya, dan

akan menghapuskan dosanya”. Nabi saw juga memberikan penyemangat

dengan sabda beliau yang lain : “Barang siapa salat subuh berjama’ah maka

ia berada dalam jaminan dan pemeliharaan Allâh SWT sepanjang hari. Dan

barang siapa yang tidak melaksanakannya, Allâh akan menuntut hak-Nya,

dan barang siapa yang telah Allah tuntut maka akan ditelungkupkan

wajahnya ke dalam api neraka”. Namun, orang-orang munafik tetap

meninggalkan jama‟ah, mereka kelompok pengecut yang tidak tahu malu,

yang pantas mendapatkan ancaman, lalu Rasûl saw pun bersabda:

ود ٢ ول ك و هعال ٣ آ ، ص ٣و٤ الح ئم ا ٣ئم ذ أ اؾطت كزؾوم ث٤د ؽي ؼ الز٤خ آفن ثؼ ٢، ص ثلال ثبب

ثؾ مي ك٤ب بػخ اغ ػ زقل٤ بػخ ا ا ػ٠ اغ كؾبكظ بكو٤ ا

٣ ؼنه ا و٣ ا ٠ ب ػ٤ب، ؽز٠ األػ ؽو اىكاك ا

ب ٣زقق ػ ثب أ ٤ ز ف ...٣ ثؼل بػخ )كقق الح اغ بذ نا ق

ؿ٤ب( و ف ٣ ارل ارجؼا ا الح بػا ا أArtinya: “Aku benar-benar telah mempertimbangkan dan sangat ingin

memerintahkan seseorang untuk mengumandangkan adzan, lalu

dilaksanakanlah ṣalat. Kemudian aku perintahkan seseorang

menggantikanku untuk mengimami ṣalat, lalu kuperintahkan sebagian

66

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-3, hal. 371-372 67

Berdasarkan pendapat Abû al-Ṭayyib, waktu salat yang mesti dikerjakan dengan

berjama‟ah adalah waktu „îsyâ dan subuh. Lihat, Abû al-Ṭayyib Muhammad Syams al-Haq

al-„Aẓîm Âbadî, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwûd Ma’a Syarh al-Hâfiẓ Ibn Qayyim

al-Jauziyyah, tahqîq : „Abd al-Rahmân „Utsmân, (al-Madînah al-Munawwarah : al-

Maktabah al-Salafiyyah, 1388 H/1968 M), cetakan ke-2, hal. 252

Page 189: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 173 ]

pemuda untuk mengambil kayu bakar untuk membakar rumah-rumah

orang yang meninggalkan jama‟ah. Sampailah berita (tentang rencana

Nabi saw tersebut) kepada orang-orang munafik. Umat Islam pun

semakin bertambah semangat dalam menjaga jama‟ah, tidak

melalaikan meskipun buta dan sakit atau pun sedang dalam keadaan

„udzur....beginilah gambaran dahulu, Nabi saw memerintahkan salat

berjama‟ah, sehingga al-Qur‟ân menyingung keadaan tersebut :

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang

menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka

mereka kelak akan menemui kesesatan”.68

Lebih lanjut, seraya menyimpulkan berdasarkan pendapat Ibn Hajar

al-„Asqallânî (773-852 H), ia mengungkapkan bahwa makna ẓâhir hadis

(tentang keinginan Nabi saw membakar rumah) menunjukkan : pertama,

tidak adanya keharusan dalam pelaksanaan salat berjama‟ah dilihat dari

keinginan atau rencana beliau saw yang tidak diwujudkan (‘adam nafdz mâ

hamma bih). Ibn Hajar al-„Asqallânî (773-852 H) menegaskan, jika

keputusan Nabi saw meninggalkan sangsi pembakaran setelah adanya bentuk

ancaman, intimidasi atau peringatan menunjukkan tidak adanya perintah ke-

farḍu-an (fa tarkuhu saw al-tahrîq ba’da al-tahdîd dalîl ‘alâ ‘adam al-

farîḍah).69

Kedua, hadis tersebut muncul dengan bentuk teguran atau

ancaman (al-zajr).

Hakikatnya, hanya memberikan makna suatu pernyataan yang

bersifat sungguh-sungguh (mubâlaghah) yang ditujukan (sangsinya)

semestinya kepada orang-orang kafir, sedangkan umat Islam telah

menyepakati tidak adanya bentuk sangsi seperti itu (yursyidu ilâ dzâlik

wa’îdihim bi al-‘uqûbah allatî yu’âqibuhâ al-kuffâr, wa qad in’aqada al-

ijmâ’ ‘alâ man’ ‘uqûbah al-muslimîn bi dzâlik).70

Ketiga, hadis tersebut

menunjukkan peringatan dan teguran secara langsung (ketika itu) bagi

seseorang yang meninggalkan salat. Keempat, hadis tersebut muncul sebagai

himbauan (al-hitsts) kepada umat Islam untuk tidak berlaku seperti halnya

kelompok munafik, dan peringatan supaya tidak mengikuti perilaku mereka

68

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, (Kairo : Dâr al-

Syurûq, 1423 H/2002 M), cetakan ke-1, juz ke-3, hal. 371-372 69

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-3, hal. 378 70

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-3, hal. 378

Page 190: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 174 ]

(al-hitsts ‘alâ mukhâlafah fi’l ahl al-nifâq wa al-tahdzîr min al-tasyabbuh

bihim).71

Kelima, sebagaimana mengutip pendapat Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H),

bahwa kefarḍuan berjama‟ah terjadi pada masa awal perjuangan Islam

supaya dapat menutup rapat-rapat dari kemangkiran kewajiban-kewajiban

salat bagi orang-orang munafik (li ajl sadd bâb al-takhalluf ‘an al-ṣalawât

‘alâ al-munâfiqîn), lalu kewajiban tersebut dihapuskan (mansûkh) dengan

munculnya hadis tentang keutamaan salat berjama‟ah.72

Selain itu, al-Ṭahâwî (239-321 H) setelah menyebutkan berbagai

riwayat terkait, ia menyimpulkan bahwa para ahli sepakat ke-mansukh-an

riwayat tentang keinginan Nabi Muhammad saw yang hendak membakar

rumah-rumah orang yang akan meninggalkan jama‟ah. Dan menolak bentuk-

bentuk hukuman (asykâl al-‘uqûbah) terhadap fisik termasuk harta dan

benda.73

Dari paparan tersebut di atas, penulis cenderung dengan pendapat

yang menyatakan bahwa kemunafikan dalam riwayat tersebut bukan

dialamatkan kepada orang-orang terdekat Rasûlullâh saw atau kepada

mukmin dari umat beliau saw lainnya ; dan tidak mungkin beliau saw

berkeinginan untuk membakar rumah-rumah mereka. Namun, meskipun jika

pengertian yang dimaksud adalah orang-orang munafik sebenarnya, dari sisi

nubuwwah, sangat tidak mungkin akan dilakukan oleh Rasûlullâh saw.

Bukankah banyak riwayat yang menjelaskan larangan tentang hukum

membakar?74

Dalam hal ini, bukan berarti yang melaksanakan salat sendiri atau

yang pelaksanaannya di rumah akan dibakar, sebagaimana pula dirasakan

Ibn Qudâmah. Sebab menurut catatan Ibn Qudâmah (541-620 H), Rasûlullâh

71

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-3, hal. 378 72

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-3, hal. 379 73

Abî Ja‟far Ahmad bin Muhammad bin Salâmah al-Ṭahâwî, Syarh Musykil al-

Âtsâr, tahqîq : Syu‟aib al-Arnaûṭ, (Beirût : Mu‟assasah al-Risâlah, 1415 H/1994 M), cetakan

ke-1, juz ke-15, hal. 102 74

Terkait riwayat tentang larangan hukuman membakar, misal al-Imâm al-Bukhârî

merekam dalam kitabnya, di antaranya adalah no. 3016, 3017, 3018 dan lain-lain, kitab al-

jihâd wa al-sair. Lihat lebih lanjut, Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî (194-

256 H), al-Jâmi’ al-Ṣahîh al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih,

juz ke-2, hal. 362-363

Page 191: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 175 ]

saw pernah melaksanakan salat hanya berdua dengan „Abdullâh bin „Abbâs

yang ketika itu masih kanak-kanak atau belum baligh (al-ṣabî) ; pernah juga

dengan Ibn Mas‟ûd, sebab jumlah minimal dalam pelaksanaan ṣalât

berjama‟ah adalah dua orang (wa tan’aqid al-jamâ’ah biitsnain fa ṣâ’idan).75

Bagi kami (Ibn Qudâmah), pelaksanaan ṣalâh di rumah, di masjid,

hutan, padang pasir (al-ṣakhrâ’) atau pun di mana saja diperbolehkan dan

sah (anna al-ṣalâh fî ghair al-masjid ṣahîhah jâizah)76

sebagaimana

pelaksanaannya di dalam masjid yang dilaksanakan secara berjamaah. Yang

membedakan adalah dari sisi keutamaan ; semakin banyak orang yang

melaksanakan, akan semakin tinggi nilai keutamaannya.77

Dan yang

terpenting, hemat penulis adalah tidak lari dari jamaah, dalam arti, jika

sedang dilaksanakannya salat berjamaah, di mana pun berada, berapa pun

jumlahnya, maka semestinya mempercepat diri untuk mengikuti pelaksanaan

tersebut, bukan malah bersantai ria, asyik dan sibuk dengan handphone atau

pun merokok dengan maksud „sedikit meremehkan-tasâhul‟ bisa

dilaksanakan sendirian.

III. Hadis Hammî Ketiga

1. Pemaknaan ‘Âsyûrâ’, Tâsû’â’ dan Kesejarahannya.

Terminologi ‘Âsyûrâ’ dan Tâsû’â’ diambil dari kata bilangan al-‘asyr

(sepuluh) dan al-tis’ (sembilan), menggunakan wazan fâ’ûlâ’ yang bermakna

sungguh dan penghormatan (al-mubâlaghah wa al-ta’ẓîm).78

Pada mulanya,

penyebutan hari ‘Âsyûrâ’ dikaitkan dengan malam ‘Âsyûrâ’ (al-lailah al-

75

Ibn Qudâmah al-Maqdisî al-Jammâ‟îlî al-Dimasyqî al-Ṣâlihî al-Hanbalî, al-

Mughnî, juz ke-3, hal. 7 76

Dalam hal ini, Ibn Qudâmah (541-620 H) berpegang pada riwayat “...ju’ilat lî al-

arḍ ṭayyibah ṭahûran wa masjidan fa ayyumâ rajul adrakathu al-ṣalâh ṣallâ haitsu kâna...

Lihat pentakhrijan riwayat tersebut di kitab yang sama karya Ibn Qudâmah, juz ke-1, hal.

13. Lihat lebih jauh, Ibn Qudâmah al-Maqdisî al-Jammâ‟îlî al-Dimasyqî al-Ṣâlihî al-

Hanbalî, al-Mughnî, juz ke-3, hal. 7 77

Hal ini sebagaimana diungkap oleh Ibn Qudâmah (541-620 H) di antaranya

adalah : “..fi’l al-ṣalâh fî mâ katsura fîh al-jam’u min al-masjid afḍal...”. Lihat lebih jauh,

Ibn Qudâmah al-Maqdisî al-Jammâ‟îlî al-Dimasyqî al-Ṣâlihî al-Hanbalî, al-Mughnî, juz ke-

3, hal. 8-9 78

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, (Damaskus : Idârah al-Ṭibâ‟ah al-Munîriyyah, tth.), juz ke-11, hal. 116

Page 192: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 176 ]

„Âsyirah) yang kemudian lazim dengan penyebutan ‘Âsyûrâ’ saja, demikian

pendapat al-Qurṭubî (w. 671 H) sebagaimana dikutip al-„Ainî (w.855 H).79

Menurut Ibn al-Atsîr (544-606 H) adalah nama Islami (ism islâmî)

yang lahir setelah Nabi Muhammad saw mapan dan berkembang di

Madinah, bukan berasal dari Bahasa Arab sebab wazan dan cara pembacaan

tersebut (fâ’ûlâ’) tidak terdapat dalam bahasa yang biasa mereka gunakan.80

Masing-masing berasal dari kata al-‘âsyir dan al-tâsi’ yang berarti hari yang

kesepuluh dan kesembilan dari bulan Muharram, sebagaimana pula diungkap

al-Qurṭubî (w. 671 H), bahwa istilah tersebut semakna (ma’dûl) dengan kata

al-‘Âsyir (kesepuluh).81

Menurut Fairûzâbâdî (w.817 H), terminologi tersebut bisa berwazan

fâ’ûlâ’, sebagaimana telah menjadi pendapat yang masyhur atau fa’ulâ’

dengan dibaca pendek (al-qaṣr).82

Dan menurutnya, terminologi ‘Âsyûrâ’

bisa bermakna kesepuluh atau juga kesembilan dari bulan Muharram.83

Penakwilan seperti ini berdasarkan kebiasaan orang Arab zaman dahulu yang

memberikan minum unta-unta ternak mereka yang digembalakan dari tempat

jauh. Maka mereka menyebut hari kamis yang dimaksud adalah hari rabu,

dihitung dari kedatangan ternak mereka ke tempat di mana mereka

memberikan minum (mengistirahatkan).84

79

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-11, hal. 116 80

Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad al-Jazarî bin al-Atsîr, al-

Nihâyah fi Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar, tahqîq : Ṭâhir Ahmad al-Zâwî dan Mahmûd

Muhammad al-Ṭanâhî, (Riyâḍ : al-Maktabah al-Islâmiyyah), juz ke-3, hal. 240. Lihat juga,

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-Bukhârî,

juz ke-11, hal. 117 81

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 588 82

Abî al-„Alî Muhammad „Abd al-Rahmân bin „Abd al-Rahîm al-Mubârakfûrî

(1283-1353 H), Tuhfah al-Ahwadzî Bi Syarh Jâmi’ al-Tirmidzî, taṣhîh : „Abd al-Wahhâb

„Abd al-Laṭîf, (Dâr al-Fikr, tth.), juz ke-3, hal. 456 83

Majd al-Dîn Muhammad bin Ya‟qûb al-Fairûzâbâdî, al-Qâmûs al-Muhîṭ, tahqîq :

Maktabah al-Risâlah, (Damaskus : Mu‟assasah al-Risâlah, 1998), cetakan ke-6, hal. 440 84

Abî „Alî Muhammad „Abd al-Rahmân bin „Abd al-Rahîm al-Mubârakfûrî (1283-

1353 H), Tuhfah al-Ahwadzî Bi Syarh Jâmi’ al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 459. Lihat juga,

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ al-Akhbar

Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, juz ke-4, hal. 256

Page 193: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 177 ]

Pendapat yang disebutkan terakhir di atas berdasarkan pendapat

(madzhab) Ibn „Abbâs, sebagaimana dikutip oleh Abî al-„Alî al-Mubârakfûrî

(1283-1353 H), sebagaimana pula ia menegaskannya dengan mengukutip

pendapat Imâm al-Nawawî.85

Namun, menurut Muhammad Anwarsyâh al-

Kasymîrî pendapat tersebut adalah semata-mata pendapat ulama generasi

yang datang jauh setelah periode sahabat yang disandarkan (nisbah) kepada

„Abdullâh bin „Abbâs, yaitu al-Zain bin al-Munîr.86

Bahkan menurutnya,

pendapat tersebut adalah penisbahan yang keliru (nisbah ghalaṭ) ;

penisbahan yang tidak memiliki dasar yang kuat,87

dan penakwilan yang jauh

dari tujuan yang semestinya (ghâyah al-bu’d).88

Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, Badr al-Dîn al-„Ainî

(w.855 H) menyatakan bahwa sebenarnya terminologi ‘Âsyûrâ’ berasal dari

bahasa „Ibrânî yang telah dikenal luas oleh masyarakat Arab ketika itu,

hanya saja penyebutan kata yang berwazan tersebut tidak dikenal pada masa

jahiliyah.89

Dari sisi historis, berdasarkan makna dari riwayat tersebut, berawal

dari kedatangan Nabi saw di Madinah, lalu beliau menyaksikan orang-orang

Yahudi sedang melakukan puasa ‘âsyûrâ’, lalu beliau saw menanyakan hari

tersebut. Dijawab oleh mereka bahwa hari itu adalah hari di mana Allâh

menyelamatkan Mûsâ dan Bani Israil dari kekejaman Fir‟aun. Mereka

berpuasa sebagai bentuk penghormatan (ta’ẓîman) kepada nabi Mûsâ. Mûsâ

pun ketika itu berpuasa sebagai ungkapan syukur kepada Allâh. Mendengar

85

Abî al-„Alî Muhammad „Abd al-Rahmân bin „Abd al-Rahîm al-Mubârakfûrî

(1283-1353 H), Tuhfah al-Ahwadzî Bi Syarh Jâmi’ al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 459 86

Abî al-„Alî Muhammad „Abd al-Rahmân bin „Abd al-Rahîm al-Mubârakfûrî

(1283-1353 H), Tuhfah al-Ahwadzî Bi Syarh Jâmi’ al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 459. Lihat

juga, Muhammad Anwarsyah bin Mu‟ẓamsyah al-Kasymîrî, al-‘Urf al-Syadzî Syarh Sunan

al-Tirmidzî, taṣhîh : al-Syaikh Mahmûd Syâkir, (Beirut : Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1425

H/2004 M), juz ke-2, hal. 177 87

Muhammad Anwarsyah bin Mu‟ẓamsyah al-Kasymîrî, al-‘Urf al-Syadzî Syarh

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-2, hal. 177. Lihat juga, Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-

Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, juz ke-4,

hal. 259 88

Abî al-„Alî Muhammad „Abd al-Rahmân bin „Abd al-Rahîm al-Mubârakfûrî

(1283-1353 H), Tuhfah al-Ahwadzî Bi Syarh Jâmi’ al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 459 89

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-11, hal. 116

Page 194: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 178 ]

hal itu, Nabi saw berkata : „Kami lebih berhak dari pada kalian‟. Lalu beliau

pun memerintahkan untuk melakukan puasa.90

Dalam konteks historis-penanggalan, al-Kasymîrî (1292-1346 H).

mempersoalkan pengertian kedatangan Nabi ke Madinah, sebagaimana

tersebut dalam riwayat : “fa lammâ qadima al-Madînah”. Berdasarkan data

sejarah, menurutnya, ada perbedaan prinsipal antara perhitungan falakiyyah

(hisâb) antara Yahudi dan Islam ketika itu. Kaum Yahudi (pengikut ajaran

nabi Mûsâ, as = mûsawiyyah) menggunakan sistem kalender Syamsiyyah

sedangkan umat Islam dengan Qamariyyah. Dalam analisanya, puasa

„âsyûrâ’ yang dilakukan umat Yahudi ketika itu terjadi pada bulan ke

sepuluh yang pertama dari tahun Syamsiyyah, yang disebut dengan “Tisyrîn

al-awwal” atau bulan Oktober.91

Sedangkan kedatangan Nabi Muhammad

saw ke Madinah terjadi pada bulan Rabî‟ al-Awwal, dan beliau saw

meletakkan dasar penanggalan pelaksanaan puasa „âsyûrâ’ pada tanggal

sepuluh bulan Muharram.92

Analisanya tersebut berdasarkan statemen yang

digunakan oleh nabi Muhammad saw adalah : “..hari apakah ini?”. Dan

ketika peristiwa itu terjadi Nabi saw sendiri sedang dalam keadaan berpuasa,

yang menunjukkan bahwa beliau saw sendiri tidak menyadari dalam rangka

apa umat Yahudi melakukan puasa.

Keraguan Nabi saw tersebut dipertegas oleh al-Mâzarî (453-536 H),

sebagaimana dikutip al-Nawawî (w.676 H), yang menyebutkan bahwa Nabi

saw menerima informasi dan pengetahuan (al-‘ilm) tentang puasa ‘Asyûrâ’

bersumber dari orang-orang Yahudi. Pendapat tersebut tidak dibenarkan oleh

al-Nawawî (w.676 H) sebab beliau saw telah menerima wahyu (tentang

puasa tersebut), dan telah mengetahuinya sebelum tiba di Madinah.

90

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, (Mesir : al-Maṭba‟ah al-Miṣriyyah, 1347

H/1929 M), cetakan ke-1, juz ke-8, hal. 9 91

Penyebutan tisyrîn berasal dari bahasa Suryânî, yang berlaku selama dua bulan,

yaitu tisyrîn al-awwal dan tisyrîn al-tsânî ; perhitungan kalender Mîlâdiyyah yang berarti

bulan ke-10 dan ke-11. Lihat, Muhammad Anwarsyah bin Mu‟ẓamsyah al-Kasymîrî, al-‘Urf

al-Syadzî Syarh Sunan al-Tirmidzî, juz ke-2, hal. 178-179 92

Muhammad Anwarsyah bin Mu‟ẓamsyah al-Kasymîrî, al-‘Urf al-Syadzî Syarh

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-2, hal. 179

Page 195: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 179 ]

Setibanya di Madinah, beliau saw membenarkan informasi tentang puasa

Asyûrâ’ yang datang dari mereka.93

Pendapat al-Nawawî (w.676 H) ini diperkuat oleh pernyataan Qâḍî

„Iyâḍ berdasarkan riwayat dalam Ṣahîh Muslim. Menurutnya, puasa ‘Asyûrâ’

adalah puasa yang telah ada perintahnya94

dan telah lama rutin dilakukan di

kalangan Quraisy termasuk Rasûl saw sendiri dan para sahabat lainnya

(muslimin).95

Tatkala Nabi saw tiba di Madinah, di mana orang-orang

Yahudi sedang berpuasa, beliau sedang atau telah berpuasa dan (perintah itu)

bukan bermula dari informasi Yahudi.96

Oleh karena itu, menurutnya, ke-

farḍu-an puasa Âsyûrâ’ menjadi mansûkh.

Selain Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H), Abû Ja‟far sebagaimana dikutip al-

Ṭahâwî (239-321 H) meyakini bahwa puasa Âsyûrâ’ pada masa nabi Mûsâ,

as merupakan kewajiban seperti halnya puasa Ramaḍân, bukan semata-mata

berdasarkan ungkapan rasa syukur atas keselamatannya dari kejaran

Fir‟aun.97

Namun, bagi al-Syâfi‟î (w.204 H) puasa ‘âsyûrâ’ tidak pernah

menjadi suatu kewajiban, melainkan hanya sunnah mu’akkadah, dan di

tempat lain disebut dengan mustahab saja.98

Dari perbedaan pendapat tersebut, al-Nawawî (w.676 H) memberikan

kesimpulan bahwa jauh sebelum datang ke Madinah, Nabi saw dan kalangan

Quraisy Makkah telah melakukan puasa Âsyûrâ’ berdasarkan tuntunan

93

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bn Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-8, hal. 10-11 94

Tentang hukum pelaksanaan puasa ‘Asyûrâ’ sebelum turun pensyariatan puasa

Ramaḍan, para ulama berbeda pendapat. Kalangan Syâfi‟iyyah menyatakan sunnah

mu’akkadah, sebagian yang lain menyatakan suatu anjuran (mustahab). Sedangkan menurut

mazhab Abî Hanîfah menyatakan wajib. Pendapat yang terakhir ini didukung oleh Qâḍî

„Iyâḍ dan sebagian ulama salaf. Lihat, Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bn Murrî bin Hasan

bin Husain bin Hizâm al-Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, hal. 5-6. 95

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 792 96

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bn Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-8, hal. 11 97

Abî Ja‟far Ahmad bin Muhammad bin Salâmah al-Ṭahâwî, Syarh Musykil al-

Âtsâr, juz ke-6, hal. 44, 48 98

Ibn al-Atsîr Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad bin „Abd al-

Karîm al-Jazrî, al-Syâfî fî Syarh Musnad al-Syâfi’î, tahqîq : Ahmad bin Sulaimân dan Abî

Tamîm Yâsir bin Ibrâhîm, (Riyâḍ : Maktabah al-Rusyd, 1426 H/2005 M), cetakan ke-1, juz

ke-3, hal. 244

Page 196: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 180 ]

wahyu, atau berdasarkan rentetan berita yang beredar secara mutawâtir di

negeri Mekkah, atau bisa jadi muncul dari ijtihad Nabi saw itu sendiri, bukan

semata-mata bersumber dari informasi orang Yahudi.99

2. Pemahaman-pemahaman Seputar ‘Âsyûrâ’, Dan Tâsû’â’.

Hadis tentang hamm Nabi saw melakukan puasa pada tanggal 9-nya

(tasû’â) atau pun pada tanggal 11-nya (al-hâdiya ‘asyara) supaya berbeda

dengan puasanya umat Yahudi. Sebagaimana telah diketahui pada bab

sebelumnya, redaksi riwayat yang menyebutkan rencana Nabi saw berpuasa

pada tanggal sembilannya (tasû’â) ada dalam Kutub al-Sittah kecuali Ṣahîh

al-Bukhârî. Sedangkan redaksi riwayat yang menyebutkan statement tentang

menyelisihi kaum Yahudi, hanya disebutkan dalam Sunan al-Tirmidzî

sebagai tambahan di dalam kitabnya tersebut no.755 berdasarkan riwayat

lain yang sama bersumber dari Ibn „Abbâs, menyatakan : “ṣûmû al-tâsi’a wa

al-‘âsyira wa khâlifû al-yahûd”, sebagaimana pula ditegaskan oleh Ahmad

Syâkir.100

Terkait riwayat tersebut, al-Tirmidzî menyatakan bahwa para

ulama berbeda pendapat mengenai puasa âsyûrâ’. Sebagian ulama

mengatakan bahwa puasa âsyûrâ’ adalah hari kesembilan, sebagian lainnya

menyatakan hari kesepuluh.101

Terkait pemahaman tersebut, Mûsâ Syâhîn menyatakan, ada dua

kemungkinan maksud dari penggalan kalimat : “ṣumnâ al-yaum al-tâsi’”.

Pertama, bermakna keinginan untuk mengalihkan puasa pada hari kesepuluh

(al-‘âsyir) berada pada hari kesembilan (al-tâsi’). Kedua, bermakna

99

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-8, hal. 11 100

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, tahqîq : Ahmad Muhammad Syâkir, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâbî al-Halabî,

tth.), juz ke-3, hal. 119 101

Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin Saurah (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa Huwa

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-3, hal. 119

Page 197: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 181 ]

keinginan untuk menggabungkan hari kesembilan dengan hari kesepuluh102

sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjalankan ibadah.103

Para ulama sendiri berbeda pendapat dalam memahami terminologi

hari âsyûrâ’ dan tâsû’â’. Al-„Ainî (w.855 H) mencatat bahwa

Sayyidah„Âisyah, Sa‟îd bin al-Musayyab, Mâlik, al-Syâfi‟î, Ahmad, Ishâq

dan Abdullâh bin „Abbâs berpendapat yang disebut dengan âsyûrâ’ adalah

hari yang kesembilan (tâsû’â). Lebih lanjut, al-„Ainî (w.855 H) menjelaskan

bahwa di kalangan para sahabat sendiri berbeda pendapat dalam memaknai

âsyûrâ’. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa yang disebut dengan

âsyûrâ’ adalah hari kesembilan, hari kesepuluh dan hari kesebelas (tanggal 9,

10, dan 11 Muharram). Bahkan, Abdullâh bin Umar sendiri tidak pernah

berpuasa pada hari tersebut kecuali ia sendiri sedang berpuasa pada hari

biasanya ia berpuasa tanpa mengkhususkan (ta’yîn) hari âsyûrâ’ atau pun

tâsû’â.104

Dan Ibn Umar memandang makruh bagi seseorang yang dengan

sengaja berniat berpuasa hanya pada hari tersebut.105

Sedangkan Abû al-Laits

al-Samarqandî (310-395 H), sebagaimana dikutip al-„Ainî (w.855 H),

meyakini bahwa hari âsyûrâ’ adalah malam kesebelas (al-lailah al-hâdiya

‘asyara).106

Muhammad Anwarsyah al-Kasymîrî menyatakan bahwa yang disebut

dengan puasa hari Âsyûrâ’ adalah puasa yang dilakukan pada hari

kesembilan (tasû’â) digabungkan dengan hari yang kesepuluh (al-‘âsyir),

bukan hari kesembilan adalah hari Âsyûrâ’. Baginya, derajat atau kedudukan

yang paling utama dalam melakukan puasa Âsyûrâ’ adalah melakukan pada

hari kesembilan dan sesudahnya (kesembilan dan kesebelas, qablahu wa

ba’dahu), yakni hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas. Kedudukan

102

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 591.

Lihat juga, Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, juz ke-4, hal. 259 103

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, juz ke-4, hal. 259 104

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-11, hal. 119 105

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 79 106

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-11, hal. 117

Page 198: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 182 ]

setelahnya (yang lebih rendah) adalah pelaksanaan hari kesembilan yang

digabungkan dengan hari kesepuluh atau sebaliknya yaitu hari kesepuluh

yang digabungkan dengan hari kesebelas. Kemudian derajat atau kedudukan

yang lebih rendah lagi adalah pelaksanaan puasa yang dilakukan hanya satu

hari di hari kesepuluhnya. Sedangkan yang hanya melakukan puasa pada hari

kesepuluh atau secara tersendiri (tidak digabungkan dengan hari sebelum

atau sesudahnya) dihukumi makruh. Menurutnya, hal ini dibuktikan dengan

adanya statement Rasûlullâh saw yang berniat atau bercita-cita akan

melakukan pada hari kesembilannya, meski umur beliau tidak sampai pada

keinginan yang dimaksud.107

Namun ketika memahami statement Nabi saw yang menyatakan :

khâlifû al-Yahûd, tidak banyak ulama yang memberikan ragam komentar

terkait hal itu. Al-Syaukânî, misalnya, ia hanya menyatakan bahwa maksud

membedakan atau menyelisihi Yahudi adalah merupakan bentuk

kekhawatiran atau kehati-hatian terhadap kesamaan atau keserupaan

(tasyabbuh) dengan agama Yahudi.108

Dan menurut al-Syâfi‟î (w.204 H)

statement Ibn „Abbâs tersebut memberikan dua maksud : pertama, supaya

tidak sampai ada kesesuaian waktu atau bebarengan (muwâfaqah) dengan

waktu pelaksanaannya jika dilakukan secara tersendiri (fî ifrâdihi), yakni

hanya pada tanggal sepuluhnya. Kedua, tidak hanya sebagai bentuk kehati-

hatian (ihtiyâṭ) saja, tetapi mempertimbangkan faktor tidak menentunya

cuaca atau kondisi, yang mana kondisi hilal terkadang dalam keadaan

tertutup awan dalam proses ru’yah al-hilâl.109

Sedikit berbeda pendapat dengan al-Syâfi‟î (w.204 H), Ahmad bin

Hanbal (164-241 H), sebagaimana dikutip Ibn Qudâmah (w.629 H)

menyatakan bahwa jika ragu dalam menetapkan awal bulan, maka puasa

Âsyûrâ’ bisa dilakukan tiga hari sebab hal tersebut akan meyakinkan puasa

107

Muhammad Anwarsyah bin Mu‟ẓamsyah al-Kasymîrî, al-‘Urf al-Syadzî Syarh

Sunan al-Tirmidzî, juz ke-2, hal. 177 108

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, juz ke-4, hal. 258. Lihat juga, Ahmad bin „Alî bin

Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad bin

Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-4, hal. 245 109

Ibn al-Atsîr Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad bin „Abd al-

Karîm al-Jazrî, al-Syâfî fî Syarh Musnad al-Syâfi’î, juz ke-3, hal. 246

Page 199: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 183 ]

hari yang kesembilan dan kesepuluh (fa in isytabaha ‘alaih awwal al-syahr,

ṣâma tsalâtsah ayyâm. Wa innamâ yaf’alu dzâlik liyatayaqqana ṣaum al-

tâsi’ wa al-‘âsyir).110

Oleh karena itu, Qâḍî „Iyâḍ (w.544 H) dalam pendapat lainnya,

secara ṣarîh menetapkan untuk mengkompromikan (al-jam’) kedua riwayat

tersebut, yakni antara riwayat yang menyatakan puasa âsyûrâ’ dan yang

menyatakan al-tâsû’â. Baginya, kedua riwayat tersebut memberikan

pengertian bahwa supaya tidak tasyabbuh dengan umat yahudi dan

membedakan dari mereka ; dan sebagai bentuk kehati-hatian, maka berpuasa

pada hari sebelumnya.111

Lebih lanjut, Qâḍî „Iyâḍ menjelaskan, sebagaimana

ia mengutip al-Khaṭṭâbî, bahwa maksud dari kedua ungkapan Nabi saw

adalah bahwa beliau saw memberikan petunjuk dan anjuran untuk dapat

melakukan puasa yang dimaksud oleh kedua riwayat di atas, di waktu-waktu

yang utama (li auqât al-faḍl) sesuai dengan petunjuk dan arahan langsung

dari beliau saw, yaitu tanggal sembilan atau sepuluhnya supaya tidak terlupa

ketika waktunya tiba secara tidak terduga (muṣâdafah waqtih).112

Hal ini sebagaimana diyakini Ibn „Abbâs bahwa Rasûlullâh saw

sendiri bermaksud menetapkan dan menentukan (hal itu) berdasarkan

kehendaknya sendiri (muzmi’an ‘alâ fi’lih),113

sebagaimana al-Nawawî

menyebutnya dengan : “berdasarkan ijtihad beliau saw sendiri”.114

Dari paparan tersebut di atas, penulis menggarisbawahi dua hal

sebagaimana menjadi fokus pembahasan dalam penulisan ini, yaitu :

terminologi al-tâsi’ atau al-tâsû’â dan statement : menyelisihi Yahudi,

sebagai berikut:

110

Ibn Qudâmah al-Maqdisî al-Jammâ‟îlî al-Dimasyqî al-Ṣâlihî al-Hanbalî, al-

Mughnî, juz ke-4, hal. 441 111

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 85 112

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 90 113

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 86 114

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-8, hal. 11

Page 200: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 184 ]

Pertama, terdapat banyak perbedaan pendapat ulama dalam

memahami tentang âsyûrâ’. Dari perbedaan pendapat tersebut terhimpun ke

dalam pemahaman-pemahaman di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Terminologi âsyûrâ’ asli muncul dari Islam.

2. Terminologi âsyûrâ’ bukan berasal dari terminologi Islam, melainkan

dari bahasa „Ibrânî yang kemudian digunakan secara turun temurun

hingga telah lazim di dalam masyarakat Arab, terutama di kalangan

umat Islam awal.

3. Secara ẓâhir, pengertian âsyûrâ’ adalah hari kesepuluh dari bulan

Muharram.

4. Pengertian âsyûrâ’ dipahami oleh para ulama dengan : hari kesembilan,

kesepuluh, dan kesebelas.

5. Penyebutan al-tâsi’ bermakna keinginan untuk mengalihkan atau

mengganti puasa pada hari kesepuluh (al-‘âsyir) berada pada hari

kesembilan (al-tâsi’).

6. Penyebutan al-tâsi’ bermakna keinginan untuk menggabungkan hari

kesembilan dengan hari kesepuluh

7. Hukum menjalankan puasa âsyûrâ’ bagi umat terdahulu adalah wajib.

8. Hukum menjalankan puasa âsyûrâ’ bagi umat Islam setelah turun

kewajiban Ramaḍân adalah sunnah.

9. Hukum menjalankan puasa âsyûrâ’ bagi umat terdahulu adalah sunnah,

dan mustahab (anjuran) bagi umat Islam.

10. Puasa âsyûrâ’ bukan merupakan kesunnahan sebagaimana dilakukan

sahabat Ibn Umar. Bahkan dihukumi makruh bagi yang mengkhususkan

berpuasa pada hari tersebut.

11. Pelaksanaan puasa pada tanggal 9 atau 11 tidak hanya sebagai bentuk

kehati-hatian (ihtiyâṭ) saja, tetapi mempertimbangkan faktor tidak

menentunya cuaca atau kondisi, yang mana kondisi hilal terkadang

dalam keadaan tertutup awan dalam proses ru’yah al-hilâl.

12. Untuk meyakinkan (tayaqqun) dalam pelaksanaan, puasa âsyûrâ’

dilakukan selama tiga hari.

Kedua, statement nabi Muhammad saw yang menyatakan bahwa

beliau saw melakukan puasa pada hari yang kesembilan (al-tâsi’) supaya

bisa menyelisihi Yahudi (khâlifû al-Yahûd); supaya tidak menyamai

Page 201: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 185 ]

(tasyabbuh) syari‟at Yahudi. Hal ini memunculkan pertanyaan, mengapa

harus menyelisihi mereka, padahal syari‟at mereka sudah jelas-jelas berbeda,

baik aqidah maupun cara mereka berpuasa?115

Padahal puasa Âsyûrâ‟ adalah

mengikuti nabi Mûsâ, as yang notabene adalah seaqidah dengan Rasûlullâh

saw.

Dengan demikian, penulis lebih cenderung dengan pendapat paling

masyhur yang dikemukakan oleh al-Imâm al-Syâfi‟i (w.204 H), sebagaimana

dikutip al-„Ainî (w.855 H), yang mengatakan bahwa baik puasa âsyûrâ’,

puasa tasû’â atau pun pada tanggal 11-nya (al-hâdiya ‘asyara) hanyalah

kesunnahan di mana awal mula puasa tersebut disyari‟atkan kepada umatnya

(sebelum Islam). Namun, tatkala turun kewajiban puasa Ramaḍân,

kedudukannya hanya sebatas anjuran saja (mustahab)116

atau pun seperti

halnya kesunnahan hari-hari lainnya dalam ibadah puasa yang memang tidak

diwajibkan oleh Allâh SWT.117

Hal ini menambah keyakinan penulis bahwa penyebutan “ṣumnâ al-

yaum al-tâsi’” atau “ṣûmû al-tâsi’a wa al-‘âsyira wa khâlifû al-yahûd”

adalah bagian dari ijtihad Nabi Muhammad saw, sebagaimana juga diperkuat

dalam riwayat Ibn Mâjah, yang menyatakan bahwa nabi Muhammad saw

akan melakukan puasa pada hari sebelumnya disebabkan karena beliau saw

khawatir akan melewatkan hari Âsyûrâ‟ (makhâfatan an yafûtahu

115

Pertanyaan serupa pernah dilontarkan oleh al-Idlibî ketika mengomentari riwayat

tentang puasanya nabi Nuh, as dan puasanya Rasûlullâh saw. Lihat lebih jauh, Ṣalâh al-Dîn

bin Ahmad al-Idlibî, Manhaj Naqd al-Matn ‘Inda ‘Ulamâ al-Hadîts al-Nabawî, (Beirût :

Dâr al-Âfâq al-Jadîdah, 1403 H/1983 M), hal. 306 116

Menurut sebagian ulama ahli uṣûl, pengertian terminologi mustahab, sunnah, al-

nafl atau pun muraghghab fîh adalah sama (mutarâdif). Sedangkan menurut Zakariyyâ al-

Anṣârî, mustahab adalah perbuatan yang dikerjakan oleh Rasûlullâh saw satu atau dua kali

dan atau belum dikerjakan sama sekali. Perbedaan makna masing-masing, Lihat lebih jauh,

Abî Yahyâ Zakariyyâ al-Anṣârî al-Syâfi‟î, Ghâyah al-Wuṣûl Syarh Lubb al-Wuṣûl, (Mesir :

Dâr al-Kutub al-„Arabiyyah al-Kubrâ, tth.), hal. 11. Lihat Badr al-Dîn Abî Muhammad

Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-Bukhârî, juz ke-11, hal. 118 117

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 86

Page 202: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 186 ]

Âsyûrâ’)118

, sebagaimana juga diduga oleh al-Nawawî (w.676 H) dalam

kitabnya, al-Minhâj.119

Di samping itu, ibadah puasa merupakan amaliyah kebaikan bagi

manusia itu sendiri dan bisa dilakukan pada hari dan waktu-waktu yang baik,

sehingga dalam kehidupan Abdullâh bin Umar tidak berpuasa pada hari

tersebut kecuali ia sendiri sedang berpuasa pada hari biasanya ia berpuasa

tanpa mengkhususkan (ta’yîn) hari âsyûrâ’ atau pun tâsû’â.120

Bahkan, pada

masa jahiliyah, menurut al-Syaukânî (w.1250 H) sebagaimana pula ia

mengutip Ibn Hajar al-„Asqalânî (773-852 H), mereka melaksanakan puasa

tersebut tanpa menyebutkan atau tidak lazim dengan menyebutkan nama

âsyûrâ’ (wa lâkinna ṣaumahum lâ yastalzim an yakûn musammâ ‘indahum

bi dzâlik al-ism).121

Rasûlullâh saw sendiri sama sekali tidak bermaksud

mengikuti mereka (Yahudi), sebab sebelum Nabi saw mengetahui mereka

berpuasa, beliau saw sedang atau telah berpuasa. Pendapat inilah yang

dipegang diantaranya oleh al-Qurṭubî dan al-Syaukânî.

Oleh karena itu, hemat penulis, jika dirunut ungkapan dalam riwayat

tersebut akan menjadi pernyataan yang mengungkapkan bahwa nabi

Muhammad saw suatu ketika mendatangi (bukan hijrah) kota Madinah

dalam kadaan sedang berpuasa sunnah, sebagaimana biasa dilakukan dalam

kesehariannya. Namun di tengah-tengah perkampungan, beliau saw

menyaksikan sebagian warga Yahudi di Madinah terlihat sedang berpuasa.

Ditanya terkait alasan mereka berpuasa adalah disebabkan oleh waktu yang

bertepatan dengan hari di mana nabi Mûsâ, as mensyukuri (dengan cara

berpuasa) atas anugerah diselamatkannya oleh Allâh SWT.

118

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn Mâjah,

juz ke-, hal. 552 119

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-8, hal. 11 120

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-11, hal. 119 121

Muhammad bin „Alî bin Muhammad al-Syaukânî, Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ

al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr, juz ke-4, hal. 256. Lihat juga, Ahmad bin „Alî bin

Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad bin

Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-4, hal. 248

Page 203: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 187 ]

Melihat jawaban mereka seperti itu, ditanggapi oleh Rasûlullâh saw

seolah-olah beliau menjawab : “Jika mereka berpuasa atas dasar rasa syukur

Mûsâ kepada Tuhannya, maka, semestinya kami yang seakidah, lebih berhak

untuk mengungkapkan rasa syukur tersebut dari pada kalian. Oleh sebab itu,

aku anjurkan kepada kalian (para sahabat) untuk melakukan puasa itu, dan

jika kelak umurku sampai tahun depan, aku akan melakukan puasa pada hari

sebelumnya atau sesudahnya, karena aku khawatir akan melewatkan hari

Âsyûrâ‟ tersebut.122

Dengan demikian, dalam pembahasan ini, penulis berasumsi bahwa

boleh jadi motif atau burhân yang melatarbelakangi diurungkannya

keinginan Nabi Muhammad saw, penulis sependapat dengan analisa al-

Nawawî (w.676 H) dan al-Kasymirî, adalah besar kemungkinan ketika Nabi

Muhammad saw berkunjung ke Madinah, beliau sedang berpuasa seperti

biasanya beliau lakukan dalam kesehariannya yang memang sering berpuasa.

Lalu mendengar alasan kaum Yahudi yang berpuasa ‘âsyûrâ’ (sesuai dengan

penanggalan mereka) karena memperingati nabi Mûsâ, lantas Nabi saw

langsung seolah-olah berujar : “(jika kalian berpuasa karena alasan seperti

itu), sebenarnya kami yang lebih berhak melakukannya, sebab saya adalah

pewarisnya. Maka untuk membedakan ‘âsyûrâ’ mereka (kaum Yahudi)

dengan ‘âsyûrâ’ umat Islam, Rasûlullâh saw menyampaikan kepada para

sahabatnya untuk melakukannya pada tanggal 9 Muharram sebagai bagian

murni ijtihad beliau saw, sebagaimana dirasakan pula oleh al-Nawawî

(w.676 H).

IV. Hadis Hammî Keempat

1. Sejarah Singkat Renovasi Kabah Masa Nabi Ibrahim, Quraisyi Dan

Masa Al-Zubair

Imam al-Nawawî (w.676 H), sebagaimana dikutip Mûsâ Syâhîn,

mencatat bahwa sepanjang sejarah kemanusiaan, Ka‟bah pernah mengalami

lima kali perubahan dalam konstruksinya. Pertama, disebutkan bahwa

Ka‟bah pertama kali dibangun oleh Malaikat, sebelum nabi Adam, as tanpa

122

Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn

Mâjah, juz ke-, hal. 552

Page 204: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 188 ]

ada catatan sejarah yang mengabadikan bentuk dan gambaran dari Ka‟bah itu

sendiri.123

Kedua, Nabi Ibrâhîm bersama puteranya membangun kembali

Ka‟bah dengan bentuk persegi panjang dan Hijr Ismâ‟îl termasuk bagian di

dalamnya. Ketiga, setelah mengalami kerusakan akibat banjir, Ka‟bah

dibangun kembali oleh Quraisy pada masa jahiliyyah, dan ketika itu Rasul

saw ikut andil di dalamnya sekitar umur 35 tahun, sebelum kenabian.

Keempat, renovasi berlangsung kembali pada masa Ibn al-Zubair. Kelima,

Ka‟bah diperbaiki kembali oleh al-Hajjâj pada masa kekhalifahan „Abd al-

Malik bin Marwân, dan bentuk konstruksinya tidak berubah hingga

sekarang.124

Menurut makna redaksi dalam riwayat tersebut pada bab sebelumnya,

Rasûlullâh saw tidak sepenuhnya menerima hasil perbaikan yang telah

dilakukan oleh kalangan Quraisy. Oleh karena itu, untuk melihat perbedaan

periode perbaikan masing-masing, penulis perlu mengemukakan di sini,

paling tidak, tiga periode tersebut, sebagaimana disebutkan dalam redaksi

hadis, tanpa menyebutkan secara rinci aspek kesejarahan lainnya, sebagai

berikut :

Pertama, berdasarkan catatan al-Kharbuṭlî, Nabi Ibrâhîm dan

puteranya, Ismâ‟îl, as membangun Ka‟bah tanpa memiliki atap dan

membuka dua pintu dari arah yang sama, sejajar dengan tanah tanpa daun

pintu yang menutup. Keduanya telah meninggikan Ka‟bah atas perintah

Allâh SWT dengan tinggi 9 hasta ( + 4,5 m), panjang dari utara hingga ke

selatan (sisi timur) adalah 32 hasta ( +16 m). Sedangkan panjang dari utara

hingga ke selatan (sisi barat) adalah 31 hasta (+15.5 m). Adapun panjang

dari timur ke barat melalui sisi selatan atau dari arah Hajar Aswad ke arah

Rukun Yamani adalah 20 hasta (+10 m). Sedangkan panjang dari timur ke

barat melalui sisi utara atau dari arah Hijr Ismâ‟îl adalah 22 hasta (+11 m).

Pada bagian utara dibangun semacam rangka kayu yang diperuntukkan

sebagai kandang kambing Ismâ‟îl, yang disebut dengan Hijr Ismâ‟îl. Nabi

Ibrâhîm dan Ismâ‟îl, as juga membuat dua pintu yang sejajar dari arah yang

123

Menurut al-Kharbuṭlî, riwayat terkait pembangunan pertama oleh malaikat atau

sebelum Nabi Adam, as tidak memiliki dasar yang kuat. Lihat, „Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-

Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, (Kairo : Dâr al-Ma‟ârif, tth.), cetakan ke-2, hal. 7

124Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-5, hal. 378

Page 205: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 189 ]

berbeda hingga menyentuh tanah. Pintu pertama berada di sebelah timur,

dekat Hajar Aswad, dan pintu kedua berada di sebelah barat, dekat rukun

Yamanî.125

Kedua, periode Quraisy. Menurut catatan sejarah, lima tahun sebelum

kenabian Mekkah mengalami banjir besar sehingga konstruk Ka‟bah

mengalami beberapa kerusakan dan banyak bagian yang memang telah

termakan usia (rapuh), yang mengharuskan dilakukannya perbaikan. Namun,

pihak Quraisy sendiri dihinggapi rasa bimbang antara memperbaiki atau

membiarkan Ka‟bah dalam keadaan apa adanya, di samping keadaan

ekonomi mereka yang dilanda kesulitan. Bahkan banyak pula di kalangan

mereka yang tidak berani mengotak-atik keadaan Ka‟bah disebabkan

keyakinan mereka akan „kesakralan‟-nya.126

Melihat keadaan Ka‟bah yang semakin memprihatinkan, memaksa

kaum Quraisy untuk memperbaikinya. Selesai diruntuhkan, Ka‟bah dibangun

kembali dan di antara perubahan dalam konstruk Ka‟bah adalah

ditinggikannya pintu Ka‟bah setinggi badan orang dewasa127

, dengan

maksud untuk menghindari adanya pencurian barang-barang persembahan

yang berharga yang tersimpan dalam Ka‟bah128

sebagaimana yang telah

terjadi sebelumnya.

Dengan kondisi ekonomi yang memperihatinkan, kaum Quraisy

kehabisan dana dari penghasilan yang baik, mereka menyisakan atau

mengurangi pembangunan pada bagian utara kira-kira 6 hasta lebih sejengkal

(3 meter lebih sedikit), yang kemudian disebut dengan nama al-Hijr atau al-

Hâtim. Ketinggian Ka‟bah mencapai 15 hasta129

yang disangga oleh 6 tiang

penyangga. Ada juga pendapat yang mengatakan tingginya hingga 19 hasta

125

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 22 126

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 68 127

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 70 128

Tempat tersebut berupa galian dalam Ka‟bah yang dibuat oleh Nabi Ibrahim, as

yang berfungsi sebagai tempat atau gudang penyimpanan semua harta nadzar. Dan pada

masa-masa selanjutnya, banyak kalangan yang memberikan sesembahan berupa emas dan

barang-barang berharga lainnya. Lihat, „Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-

‘Uṣûr, hal. 22 129

„Ali al-Kharbuṭlî menyebutkan 18 hasta. Lihat, „Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-

Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 71

Page 206: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 190 ]

(9 meter). Mereka juga membuat atap dan membuat pancuran atap dari kayu

dengan bentuk Pintu yang berada di sebelah barat mereka tutup dan

meninggikan pintu sebelah timur setinggi kira-kira dua meter untuk

mencegah pihak-pihak yang tidak dikehendaki keluar masuk Ka‟bah.130

Ketiga, konflik politis antara „Abdullâh bin al-Zubair dan pasukan

utusan dari Yazîd bin Mu‟âwiyyah pada tahun 64 H/683 M menyebabkan

banyak bagian-bagian Ka‟bah mengalami kerusakan. Ibn al-Zubair

bermaksud untuk memperbaiki dan mengembalikan berdasarkan atas

pondasi-pondasi Ibrâhîm, as sebagaimana telah menjadi cita-cita Rasûl saw.

Bahkan bermaksud membangunnya dengan bangunan yang lebih indah.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Ibn al-Zubair mendatangkan batu-batu

berwarna (mozaik, fusaifusâ’) dan sebagian bahan-bahan lainnya dari

Ṣana’â’, yang konon dahulu digunakan juga oleh Abrâhah untuk

membangun gereja yang dijadikan sebagai „saingan‟ dari Ka‟bah.131

Namun niat dan maksud yang menurutnya baik, justru mendapat

kecaman dari sebagian kaum muslimin, terlebih Ibn al-Zubair dinilai banyak

melakukan perubahan-perubahan dalam proses pembangunan Ka‟bah. Di

antara perubahan-perubahan yang dilakukannya adalah menambah

ketinggian Ka‟bah menjadi 27 hasta yang sebelumnya hanya 9 hasta, pintu

Ka‟bah dibuat menjadi 2 bagian, sebagaimana pengakuan Ibn al-Zubair yang

teringat dengan keinginan Nabi Muhammad saw dan hanya berharap rida

Allâh SWT.132

Selain itu, Ibn al-Zubair juga memberi aroma wewangian yang sangat

kuat pada bangunan Ka‟bah ; membuatkan kain penutup Ka‟bah dari bahan

sutera yang sebelumnya dari bahan wol.133

Ibn al-Zubair pun membangunnya

130

Ṣafî al-Rahmân al-Mubârakfûrî, al-Rahîq al-Makhtûm Bahts Fî al-Sîrah al-

Nabawiyyah ‘Alâ Ṣâhibihâ Afḍal al-Ṣalâh wa al-Salâm, hal. 52. Lihat juga, „Alî Husnî al-

Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 71 131

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 97 132

Diakui sejarahwan al-Mas‟ûdî dan al-‟Umarî bahwa upaya yang dilakukan Ibn

al-Zubair telah sesuai dengan keinginan Rasûlullâh saw yang tertunda, bahkan sebelum

melakukan pembongkaran, hal tersebut telah disaksikan oleh tujuh puluh tokoh Quraisy

setelah melalui musyawarah. Di antara sahabat yang tidak sejalan dengan langkah yang

diambil al-Zubair adalah „Abdullâh bin „Abbâs. Lihat, „Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah

‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 98 133

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 98

Page 207: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 191 ]

dengan menambahkan 5 hasta ke Hijr Ismâ‟îl (memasukkan Hijr Ismâ‟îl ke

dalam Ka‟bah),134

ia juga menambahkan 10 hasta panjang Ka‟bah, yang

sebelumnya 18 hasta, kemudian membuka pintu masuk dan pintu keluar

serta menjadikan keduanya rata dengan tanah.135

Namun, ketika ia dibunuh

pada masa khalifah Malik bin Marwân, Ka‟bah dibongkar kembali, terutama

pada bagian yang ia tambahkan terhadap Hijr Ismâ‟îl tersebut, dan kedua

pintu itu ditutup kembali.136

Keempat, periode al-Hajjâj bin Yûsuf al-Tsaqafî. Pada periode ini,

konflik lanjutan antara „Abdullâh bin al-Zubair dan Bani Umayyah di bawah

kepemimpinan khalifah Malik bin Marwân, menyebabkan Ka‟bah kembali

rusak di banyak bagian dan sisinya dan di masa ini pula, Ka‟bah mengalami

perombakan hingga dua kali yang dilakukan oleh satu tangan.137

Pada masa

ini, sesuai perintah khalifah, al-Hajjâj merubah kembali kondisinya seperti

masa sebelum al-Zubair (periode Quraisy). Ia membangun kembali Ka‟bah

seperti pada masa Rasûlullâh saw, kecuali tinggi Ka‟bah yang masih

dipertahankan dan menghancurkan seluruh tambahan yang dilakukan

„Abdullâh bin al-Zubair.

Perombakan tersebut menjadi penyesalan bagi khalifah „Abd al-

Malik bin Marwân setelah al-Hârits bin Abî Rabî‟ah menyampaikan hadis

dari „Âisyah tentang maksud dan tujuan yang telah dilakukan „Abdullâh bin

al-Zubair dalam membangun Ka‟bah adalah telah sesuai dengan keinginan

yang dicita-citakan oleh Rasûlullâh saw. Dengan rasa penyesalan,

perombakan kedua pun kembali dilakukan.

Dari paparan di atas, perbedaan secara prinsip dalam perubahan

konstruk Ka‟bah yang dilakukan al-Hajjâj adalah perubahan kembali pada

kedua pintu Ka‟bah sebagaimana kondisi yang telah dilakukan pada masa

Quraisy, yakni hanya satu pintu yang berada dekat dengan rukun Hajar

Aswad dan menutup pintu yang kedua serta memisahkan konstruk Ka‟bah

134

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 97 135

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 97 136

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 970 137

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 102

Page 208: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 192 ]

dan Hijr Isma‟il sehingga Ka‟bah berbentuk kubus yang sebelumnya persegi

panjang.

2. Pemahaman-pemahaman Seputar Pembuatan Dua Pintu Ka’bah

Hadis tentang hamm Nabi saw membuat dua pintu pada kedua sisi

ka‟bah telah disinggung sebelumnya dan berakhir dengan keputusan umat

untuk menutup sisi lain dari pintu Ka‟bah. Dengan demikian, pintu Ka‟bah

hanya satu yaitu yang berada pada sisi kiri Rukun Hajar Aswad dan

Multazam.

Sesuai dengan riwayat-riwayat tersebut di atas, faktor yang

menyebabkan kaum Quraisy tidak dapat menyesuaikan konstruk Ka‟bah

adalah kondisi finansial atau kekurangan biaya yang sedang mereka alami,

sehingga tidak mampu untuk menyempurnakan bangunan sebagaimana

bentuk semula yang sesuai dengan pondasi-pondasi nabi Ibrâhîm, as.138

Menurut al-Fâkihî, sebagaimana dikutip Mûsâ Syâhîn, menuturkan

bahwa sebenarnya Rasûlullâh saw seolah-olah ingin mengutarakan kepada

kaum Quraisy bahwa di dalam Ka‟bah terdapat perbendaharaan yang cukup

untuk menopang kekurangan biaya pembangunan Ka‟bah sebesar 60 ûqiyyah

(kira-kira 1 ûqiyyah = 12 dirhâm = 28 gram emas). Namun maksud beliau

saw tersebut urung disampaikan untuk menjaga perasaan kaum Quraisy,

sebagaimana juga Rasûlullâh saw mendiamkan pembangunan Ka‟bah tidak

sesuai dengan pondasi Ibrâhîm, as. Di samping itu, lanjut al-Fâkihî,

penyebab Rasûlullâh saw tidak ingin mengutarakan maksudnya adalah

karena Ka‟bah bagian wakaf umat yang tidak diperkenankan untuk dirubah

oleh beliau saw kecuali oleh pemegang hak wakaf. Namun pendapat ini tidak

diterima oleh Ibn Hajar (773 H–852 H) sebagaimana dikutip Mûsâ Syâhîn,

sebab tidak bisa memberikan alasan yang jelas.139

Dengan kondisi seperti ini, Ka‟bah berbentuk kubus dan Hijr Ismâ‟îl

berada seperti di luar bangunan Ka‟bah. Namun, terkait masalah al-hijr atau

al-jadr telah ditetapkan oleh Rasûlullâh saw bahwa al-Hijr termasuk bagian

dari Bait (Ka‟bah), sesuai riwayat „Â‟isyah yang menanyakan tentang al-jadr

138

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-9, hal. 89 139

Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-5, hal. 374

Page 209: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 193 ]

atau al-hijr kepada Rasûl saw.140

. Meskipun demikian masih terdapat

perbedaan pendapat ulama seputar permasalahan al-jadr atau al-hijr apakah

termasuk bagian dari Ka‟bah atau tidak, sebagian atau keseluruhannya.141

Hal tersebut tidak secara luas penulis kemukakan dalam penelitian ini untuk

lebih fokus kepada persoalan yang menjadi konsentrasi yang dijadikan inti

pembahasan dalam penelitian ini.

Melihat kondisi tersebut, ditambah kesan seolah meninggalkan

keinginan Rasûl saw, Ibn Baṭâl sebagaimana dikutip al-„Ainî (w.855 H),

menyatakan bahwa persoalan itu (terkait dengan riwayat-riwayat yang

tersebar) memberikan implikasi beberapa pemahaman, sebagai berikut :

Pertama, di dalam makna riwayat tersebut memberikan pemahaman

bahwa persoalan yang sederhana dari suatu kebajikan (al-ma’rûf) terkadang

akan dikesampingkan jika khawatir menimbulkan fitnah dari suatu kaum

yang akan mengingkari. Dalam hal ini, Nabi saw mengharuskan

meninggalkan ke-maṣlahat-an di satu sisi, yaitu pembangunan Ka‟bah yang

sesuai dengan pondasi sebelumnya dan seterusnya untuk menutup rapat-rapat

mafsadah yang akan muncul di sisi lain. Ketiga, menurut al-Nawawî (w.676

H), sebagaimana pula diungkap Ibn Hajar (773-852 H), dalam riwayat

tersebut Nabi saw memberikan pelajaran bahwa jika dihadapkan pada

kondisi yang berbeda, yaitu antara maṣlahah dan mafsadah yang keduanya

sulit untuk dikompromikan (ta’adzdzur al-jam’i), maka yang didahulukan

adalah hal atau perkara yang lebih krusial dan berdampak luas.142

Keempat,

memberikan pelajaran bagi seorang walî al-amr (pemerintah) diberikan

140

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 427 141

Persoalan al-jadr atau al-hijr bagian dari Ka‟bah atau tidak, erat kaitannya

dengan sah-tidaknya dalam proses tawaf. Mayoritas ulama menyatakan bahwa tawaf yang

dilakukan di dalam al-hijr atau al-jadr dianggap tidak sah atau tidak sempurna, namun tetap

sah dan sempurna menurut Abî Hanîfah (80-148 H). Lihat, Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin

„Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal.

427 142

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-2, hal. 204. Lihat juga, Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî

bi Syarh Ṣahîh al-Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-3, hal. 448.

Lihat juga, Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-9, hal. 89

Page 210: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 194 ]

kebijakan yang luas dalam masalah memberikan kemaslahatan dan

pengayoman kepada wilayah kekuasaannya serta mampu menjauhkan atau

menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan maḍârat, di luar hal-hal yang

telah ditetapkan oleh syarî‟ah, seperti zakat dan pelaksanaan had.143

Selain itu, lanjut al-„Ainî (w.855 H), di dalam riwayat tersebut

menggambarkan karakter asli manusia yang mana dalam segala hal akan

mengatur dan memilih atau pun menghias benda yang dimiliki sesuai dengan

yang ia sukai144

, sehingga ketika Ibn al-Zubair merasa memiliki finansial dan

modal yang kuat untuk memperbaiki Ka‟bah, maka ia memberikan perhatian

yang terbaik dan material bangunan yang berkualitas terbaik untuk membuat

bangunan Ka‟bah seindah mungkin.145

Dari paparan tersebut di atas, penulis menggarisbawahi beberapa hal,

yang menurut hemat penulis, semua pertimbangan pemikiran atau pun

tindakan untuk memelihara Ka‟bah, baik kaum Quraisy, Rasûlullâh saw, Ibn

al-Zubair atau pun generasi selanjutnya, sama-sama merujuk kepada nilai-

nilai kemaslahatan dan kepentingan umum, sebagai berikut : pertama,

pertimbangan yang dilakukan kaum Quraisy, sebagaimana tersebut dalam

riwayat, adalah mempertimbangkan sisi keluhuran, yakni dengan

menetapkan sumber pembiayaan yang bersih, atau dari penghasilan yang

halal ; bukan dari hasil kotor seperti : hasil perjudian dan lain-lain. Bukan

hanya faktor kekurangan pembiayaan yang menyebabkan

ketidaksempurnaan konstruk Ka‟bah (qaṣarat ‘an tamâm binâihâ), selain itu,

terkait penutupan salah satu pintu Ka‟bah, kaum Quraisy

mempertimbangkan dari segi keamanan. Hal tersebut bisa dilihat dari awal

mula yang menjadi faktor utama diperbaikinya Ka‟bah. Terkait faktor-faktor

tersebut, al-Kharbuṭlî menulis :

143

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-2, hal. 204 144

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-2, hal. 204 145

Al-Mas‟ûdî, sebagaimana dikutip al-Kharbuṭlî, menggambarkan Ibn al-Zubair

mendatangkan batu-batu berwarna (al-fusaifisâ’) dari Ṣana‟a yang dahulu digunakan

Abrahah untuk membangun gereja Ṣana‟â‟. Ia juga membawa tiga tiang penuh warna

dengan ukiran sandrusi hingga orang-orang yang melihatnya menyangka bahwa tiang itu

terbuat dari emas. Lihat, „Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 97

Page 211: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 195 ]

ض٤وح ك اد ن و رل بذ هو٣ ..." بذ ثل ؼجخ. كول و ا ٠ ا

وهخ ثؼ ا ػ٠ اهل , ان٣ ٤ب ب عؼب خ االهرلبع قل وق,

اه ب كب. ثب ك٠ ع ٣ؾزلظ ٤ اوو ب ؼجخ از٠ ى ا غ ؼجخ ر رلبع ا

األه ز ثبثب ث ب وق. ب ٣ زبه جؼخ ا ا امهع ا ؾ

ك, ك و ٤ت زبع ؽ٢ ه ن و٠ ك٤ب ابمه ٣ بء. زوغ ك٤لفب

٤ ل ثبثب ػ٠ ٣ ٢ ثئو ػ ه, م ن ل ضبثخ بذ ث ؼجخ از٠ ك٠ فياخ ا

"... اف ال“...selama bertahun-tahun kaum Quraisy memikirkan kondisi Ka‟bah

yang tidak beratap dan dindingnya rendah. Akibatnya, para pencuri

seringkali masuk dan mengambil barang-barang berharga dari hasil

persembahan kepada Ka‟bah yang diletakkan di dasar bagian

dalamnya. Ketika itu, tinggi Ka‟bah hanya 9 hasta (kira-kira 7 meter);

pintunya sejajar dengan tanah sehingga siapa pun bisa memasukinya.

Dahulu, orang-orang yang bernadzar bisa melemparkan benda

nadzarnya bisa berupa perhiasan, barang-barang berharga lainnya,

wewangian atau uang ke dalam sebuah tempat di bawah ka‟bah yang

berbentuk sumur di sebelah kanan pintu masuk Ka‟bah...”.146

Selain itu, hemat penulis, ada hal lain yang lebih relevan dalam

menjawab persoalan Ka‟bah selain kondisi fisik yang mengharuskan untuk

diperbaiki, yaitu ucapan Abû Khudzaifah al-Mughîrah, sebagaimana dikutip

al-Kharbuṭlî :

, ال٣لفب "....٣به , كب ث ؼجخ ؽز٠ ال٣لفب اؽل اال ا ثبة ا اهكؼ

بال به و ك ث ٤ز ه و ر عبء اؽل , كب اهكر ؽ٤ئن اال

٣وا..." “Wahai kaum Quraisy, tinggikanlah pintu Ka‟bah sehingga tidak ada

seorang pun yang bisa memasukinya kecuali dengan menggunakan

tangga.147

Dengan demikian, tidak ada yang bisa memasukinya

kecuali seseorang yang kalian kehendaki. Jika ada seseorang yang

146

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 67-68 147

Statemen ini sesuai dengan riwayat dalam Ṣahîh Muslim, sebagaimana diungkap

Mûsâ Syâhîn, yaitu sebab ditinggikannya pintu Ka‟bah supaya tidak bisa memasukinya

kecuali dengan tangga atau alat yang bisa mencapainya. Lihat, Mûsâ Syâhîn Lâsyîn, Fath

al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-5, hal. 374

Page 212: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 196 ]

tidak kalian sukai, lempari saja ia sampai terjatuh supaya (hal itu)

menjadi pelajaran dan peringatan bagi yang melihatnya...”.148

Kedua, pertimbangan Rasûlullâh saw, juga sangat beralasan, sebab

beliau saw secara genetik, harus meneruskan estafet kenabian dari

pendahulunya, nabi Ibrâhîm, as. Tentu, Rasûlullâh saw berharap apa yang

telah dibangun oleh Bapak para nabi (abû al-anbiyâ’) itu tetap utuh ; Ka‟bah

tidak berubah sedikit pun sebagai warisan sejarah dan simbol dari qiblah

agama monoteisme yang dibawanya dengan tetap mempertahankan “warisan

sejarah” generasi hunafâ’.149

Al-Kharbuṭlî mencatat, sebelum Islam hadir di

tengah-tengah masyarakat Mekkah, muncul beberapa kelompok, termasuk

Rasûlullâh saw, yang sangat berharap mengembalikan Ka‟bah menjadi

qiblah yang bersih dari berhala-berhala (takhlîṣ al-Ka’bah ‘an al-autsân)

sesuai dengan ajaran dan tujuan agama Ibrâhîm yang hanîf.150

Selain itu, sebagaimana sedikit disinggung di atas, Nabi saw harus

menetapkan untuk meninggalkan ke-maṣlahat-an di satu sisi, yaitu

pembangunan Ka‟bah yang sesuai dengan pondasi sebelumnya dan

seterusnya, untuk menutup rapat-rapat mafsadah yang akan muncul di sisi

lain, yaitu kekhawatiran kembalinya kekufuran masyarakat Quraisy,151

di

mana mereka meyakini sepenuhnya keagungan Ka‟bah tanpa merubahnya

kembali.152

Kekhawatiran Rasûlullâh saw ini terlihat dalam ucapannya : „jika

bukan karena kaummu yang baru saja meninggalkan kekufuran (hidtsân

qaumik bi al-kufr)…aku jadikan dua pintu, pintu timur dan pintu barat”.153

148

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 70 149

Di antara pengertian hanîf, al-hanîfiyyah, atau hunafâ’, menurut al-Kharbuṭlî

adalah orang-orang yang tetap berpegang teguh mengikuti agama ; ajaran yang dibawa nabi

Ibrâhîm, as. Mereka tidak menyembah berhala ; mereka tidak syirik. Mereka juga bukan

Yahudi atau pun Nasrani. Lihat, „Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr,

hal. 65 150

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 64, 151

Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd al-„Ainî, ‘Umdah al-Qârî Syarh Ṣahîh al-

Bukhârî, juz ke-2, hal. 204 152

Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin Hizâm al-

Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, juz ke-9, hal. 89 153

Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Ṣahîh Muslim, juz

ke-2, hal. 969-970

Page 213: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 197 ]

Ketiga, pertimbangan „Abdullâh bin al-Zubair sebagai pemimpin,

tokoh masyarakat, plus generasi yang masih tergolong sangat dekat dengan

masa kenabian berharap bisa merealisasikan cita-cita sang Pemimpin besar

umat manusia. Ditambah, Ibn al-Zubair menyaksikan perlakuan para sahabat

Rasûlullâh saw serta pemimpin dan tokoh-tokoh terkemuka lainnya yang

begitu mengistimewakan dan sangat memperhatikan Ka‟bah. Dalam hal ini,

dualisme muncul dalam diri Ibn al-Zubair, yakni antara merealisasikan

keinginan Rasûlullâh saw terhadap Ka‟bah dan keinginannya untuk

memperbaiki secara keseluruhan (sempurna), sebagaimana ucapannya:

“Sekiranya rumah kalian terbakar, tentu tidak akan rela kecuali akan

diperbaiki dengan sempurna” (law anna baita ahadikum ihtaraqa lam yarḍa

lahu illâ bi akmal iṣlâh)”154

, bagaimana pula (sikap kalian) jika terjadi

dengan rumah Tuhan kalian sendiri?155

Perombakan ini terus berlangsung sehingga ketika khalifah Hârûn al-

Rasyîd berkeinginan untuk mengembalikan kondisi Ka‟bah sebagaimana

yang dikehendaki Ibn al-Zubair atau Rasûlullâh saw, Imâm Mâlik bin Anas

memberikan saran kepadanya :

لري هللا ٣ب ى...ب ؼجخ ٤و ٣ ٠ ا ٤ل : أف و أ بي ث هب

بء أؽل اال ى ال٣ ج٤ذ ؼجخ نا ا ال رغؼ أ ٤ ئ ٤و ا ثب أ و

ه اب ل .كزنت ٤جز

“Aku khawatir akan menjadi bahan permainan bagi para

penguasa156

...(dengan tegas) Aku menghimbau kepadamu, wahai Amîr

al-Mu‟minîn untuk tidak menjadikan Rumah Allâh (Ka‟bah) ini

sebagai permainan para raja sehingga mudah sekali bagi mereka untuk

154

„Alî Husnî al-Kharbuṭlî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, hal. 97. Lihat juga, Ibn

al-„Arabî al-Mâlikî (435-542 H), ‘Âriḍah al-Ahwadzî bi Syarh Ṣahîh al-Tirmidzî, juz ke-4,

hal. 106 155

Ibn al-„Arabî al-Mâlikî (435-542 H), ‘Âriḍah al-Ahwadzî bi Syarh Ṣahîh al-

Tirmidzî, juz ke-4, hal. 106 156

Ahmad bin „Alî bin Hajar al-„Asqalânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-Imâm

Abî ‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, juz ke-3, hal. 448

Page 214: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 198 ]

menghancurkan kemudian membangunnya kembali. (Jika ini

dibiarkan) akan hilanglah kehebatannya di hati umat manusia...”.157

Dengan demikian, boleh dikata, motif atau al-burhân yang

melatarbelakangi diurungkannya keinginan Nabi Muhammad saw adalah

terkait pertaruhan yang sangat prinsip antara maṣlahah dan keberlangsungan

dakwah Islam. Jika Nabi saw lebih memilih maṣlahah, boleh jadi dakwah

Islam yang dimulai dari kota kelahiran beliau saw sendiri akan gagal dan

tidak menutup kemungkinan dakwah selanjutnya, Islam tidak bisa

diperkenalkan di dunia lain. Sungguh ini pelajaran sangat berharga dari

Baginda nabi besar Muhammad saw.

157

Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin „Iyâḍ al-Yahṣâbî, Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id

Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, juz ke-4, hal. 428

Page 215: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 199 ]

Bab Lima

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan di atas, penelitian ini menyimpulkan

hal-hal sebagai berikut:

Pertama, berdasarkan data-data yang didapat, penulis melakukan

generalisasi berdasarkan pendapat ulama yang menetapkan validitas atau

kesahihan dan kehujjahan hadis-hadis hammî. Kedua, adanya relasi teologis

kemaksuman nabi Muhammad saw dengan hadis-hadis hammî. Relasi

teologis tersebut erat hubungannya dengan pendirian atau pun pandangan

umat (ulama) terhadap bagaimana memahami kemaksuman.

Secara garis besar, sebagian ulama menyatakan bahwa iṣmah akan

tetap ada pada diri seluruh para nabi atau rasul. Mereka ma’ṣûm dari setiap

dosa, baik dosa besar atau pun dosa kecil ; baik dilakukan dengan sengaja

atau pun karena lupa dalam menetapkan terkait berbagai hukum syari‟ah.

Kemaksuman mereka berlaku secara mutlak, baik sebelum nubuwwah

maupun setelahnya, bahkan semenjak mereka dilahirkan. Sebagian lainnya

menyatakan bahwa iṣmah muncul untuk membuktikan bahwa apa yang

dilakukan para nabi bukanlah sebuah tindakan dosa, tapi hanyalah bentuk

kekeliruan yang langsung dibersihkan atau dikoreksi oleh Allâh SWT

sebagai jaminan-Nya bagi kesucian mereka. Kemaksuman dalam pandangan

ini diyakini sebagai taufik dan perlindungan yang datang dari Allâh SWT,

yang mengantarkan atau mengarahkan nabi-Nya dalam perbuatan baik

(kebaikan); dan menghalaunya dari keburukan.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pendirian dan pandangan

teologis tersebut berdampak pada pemahaman para ulama terhadap hadis-

hadis hammî. Ulama yang berpendirian bahwa kemaksuman berlaku dari

semenjak lahir akan menegasikan riwayat-riwayat hammî sebab tidak ada

unsur ittibâ’ di dalamnya, paling tidak, akan menetapkan riwayat tersebut

sebagai mansûkh. Terhadap ulama yang berpendirian kemaksuman sebagai

bentuk koreksi, menjumpai motif dan burhân yang menjadi faktor

Page 216: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 200 ]

diurungkannya keinginan-keinginan Rasûlullâh saw tersebut. Namun

berdasarkan hasil penelitian selanjutnya ternyata muncul upaya yang tidak

masuk ke dalam pendirian pertama maupun yang kedua, yaitu ulama lebih

memilih untuk menempuh upaya lain dalam memahami hadis-hadis hammî,

yakni kelompok yang mengambil jalan tengah di antara dua kelompok

tersebut di atas.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti banyak menemukan

khazanah dan wawasan keilmuan serta tradisi pemikiran Islam yang sangat

luas terkait hadis yang diangkat di sini. Peneliti meyakini bahwa dengan nilai

obyektivitas yang murni tanpa tendensi miring, komprehensif serta efisien,

suatu riwayat dapat ditangkap pemahaman yang berbeda, paling tidak,

menurut hemat penulis lebih mendekati kebenaran obyektif. Oleh karena itu,

kajian dan penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih bisa terus

untuk dikembangkan, diperdalam dengan berbagai metode dan objek kajian

yang relevan untuk diamati. Dan dari sini, peneliti ingin memberikan saran-

saran, sebagai berikut:

1. Riwayat-riwayat terkait hamm atau keinginan Nabi Muhammad saw yang

tidak terwujud, betapa pun keadaan kualitasnya, baik sanad atau pun

matannya, masih terbuka adanya kemungkinan lain dalam memahaminya

sebelum ditetapkan sebagai suatu riwayat yang lemah atau bahkan palsu.

2. Bagi para peneliti kajian ilmiah yang melakukan penelitian terkait hadis-

hadis hammî atau lainnya dalam lingkup kajian Islam, hendaknya bisa

mengembangkannya dengan metode atau pun pendekatan-pendekatan

terkait lainnya.

3. Dalam penelitian selanjutnya, perlu adanya kesepakatan dari berbagai ahli

dalam menetapkan kategorisasi terkait cakupan hadis-hadis hammî. Sebab

selama penelitian, penulis merasakan bahwa penelusuran dengan hanya

menggunakan kata kunci hamm ( ) banyak yang tidak ditemukan maksud

atau makna dalam fokus dan cakupan pembahasan penelitian ini. Oleh

sebab itu, perlu waktu yang tidak sedikit dalam pencarian riwayat-riwayat

yang memberikan maksud terkait riwayat hammî yang tidak terwujud.

Page 217: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 201 ]

Daftar Pustaka

Al-Qur‟ân al-Karîm dan Terjemahnya, Departemen Agama Republik

Indonesia.

Âbadî, Abû al-Ṭayyib Muhammad Syams al-Haq al-„Aẓîm, ‘Aun al-Ma’bûd

Syarh Sunan Abî Dâwûd Ma’a Syarh al-Hâfiẓ Ibn Qayyim al-Jauziyyah,

tahqîq: „Abd al-Rahmân „Utsmân, (al-Madînah al-Munawwarah : al-

Maktabah al-Salafiyyah, 1388 H/1968 M), cetakan ke-2

Âbâdî, Majd al-Dîn Muhammad bin Ya‟qûb al-Fairûz, Qâmûs al-Muhîṭ,

(Damaskus : Mu‟assasah al-Risâlah), 1998.

„Abd al-Hâdî, „Abd al-Mahdî „Abd al-Qâdir, Ṭuruq Takhrîj al-Hadîts

Rasûlillâh saw, (Kairo : Maktabah al-Îmân, 1433 H/2012 H), cetakan

ke-4

„Abduh, Muhammad, Tafsîr al-Qur’ân al-Karîm, Juz ‘Amma, (Mesir :

Syirkah Sâhimah Miṣriyyah, 1341 H), Muntadan al-„Aqlâniyyîn al-

„Arab, cetakan ke-3

Abî Bakr, Muhammad bin al-Râzî, Mukhtâr al-Ṣihâh, tartîb : Mahmud

Khâṭir, (Mesir : Dâr al-Nahḍah, tth.)

Al-Adlabî, Ṣalâh al-Dîn bin Ahmad, Manhaj al-Naqd al-Matn ‘Inda ‘Ulamâ’

al-Hadîts al-Nabawî, (Beirut : Dâr al-Âfâq al-Jadîdah, 1403 H/1983 M),

cetakan ke-1

Ahmad, Abû al-Fath Muhammad „Abd al-Karîm bin Abî Bakr al-

Syahrastânî, al-Milal wa al-Nihal, tahqîq : „Abd al-„Azîz Muhammad

al-Wakîl, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth.)

Al-„Ainî, Badr al-Dîn Abî Muhammad Mahmûd bin Ahmad, ‘Umdah al-

Qârî Syarh Ṣahîh al-Bukhârî, taṣhîh dan ta‟lîq : Muhammad Munîr

„Abduh, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth.)

Al-Amîr, Muhammad, Ithâf al-Murîd Syarh Jauharah al-Tauhîd bi Hâmisy

Hâsyiyah Muhammad al-Amîr ‘Alâ Jauharah al-Tauhîd, (Mesir : al-Bâb

al-Halabî, 1368 H)

Amirin, Tatan Maupun, Metodologi Riset, (Yogyakarta : Pusat Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat UIJ, 1979).

Page 218: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 202 ]

Alî, Abû Hayyân Muhammad bin Yûsuf bin al-Andalûsi, Tafsîr al-Bahr al-

Muhîṭ, tahqîq : al-Syeikh „Âdil Ahmad Abd al-Maujûd dan al-Syeikh

„Alî Muhammad Ma‟ûḍ, (Beirut : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1413

H/1993 M), cetakan ke-1

Al-Ṣâlih, Ṣubhî, Ulûm al-Hadîts wa Muṣṭalhuh ‘Arḍ wa Dirâsah, (Beirût :

Dâr al-Malâyîn, 1984 H), cetakan ke-1

Al-„Askarî, Abî Hilâl, al-Furûq al-Lughawiyyah, tahqîq: Muhammad

Ibrâhîm Salîm, (Kâiro : Dâr al-„Ilm wa al-Tsaqâfah, tth.)

Al-Asy„ats, Abî Dâwûd Sulaimân bin al-Sijistânî (w. 275 H), Sunan Abî

Dâwûd, tahqîq : Muhammad „Abd al-„Azîz al-Khâlidî, (Beirut: Dâr al-

Kutub al-„Ilmiyyah, 1416 H/1996 M)

Al-Asyqar, Muhammad Sulaimân, Af’âl al-Rasûl saw wa Dalâlatuhâ ‘alâ

al-Ahkâm al-Syar’iyyah, (Beirut : al-Risâlah, 1424 H/2003 M), cetakan

ke-6, Juz ke-1

Al-Asyqar, „Umar Sulaimân, al-Rusul wa al-Risâlât, (Kuwait: Dâr al-

Nafâ‟is, 1410 H/1989 M)

„Awwâmah, Muhammad, Atsar al-Hadits al-Syarîf fî Ikhtilâf al-Aimmah al-

Fuqahâ’ Raḍiyallâh ‘Anhum, (Kairo : Dâr al-Salâm, 1407 H/1987 M),

cetakan ke-2

Al-„Awâmî, Ṭâriq Muhammad Am‟itîq dan Mahmûd Idrîs, Namâdzij Min

Marwiyyât Man Khaffa Ḍabṭuhum Fî Ṣahîh al-Bukhârî, Dirâsah

Taṭbîqiyyah, (Beirut : Dâr al-kutub al-„Ilmiyyah, 1433 H/2012 M),

cetakan ke-1

Al-A‟ẓamî, Muhammad Mustafa, Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhadditsîn

Nasy’atuh wa Târikhuh, (Mamlakah al-„Arâbiyyah al-Sa‟ûdiyyah :

Maktabah al-Kautsar, 1410 H/1990 M), cetakan ke-3

......., Metodologi Kritik Hadis, terj. Drs. Ahmad Yamin, judul asli “Studies

In Hadith Methodology and Literature“, (Jakarta: Pustaka Hidayah,

1992), cetakan ke-2

......., On Schacht’s Origin of Muhammadan Jurisprudence, (Lahore,

Pakistan : Suhail Academy, Chowk Urdu Bazar, 2004).

......., The History of The Qur'anic Text From Revelation to Compilation,

(Leicester, England : UK Islamic academy, tth.).

Page 219: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 203 ]

Al-Baihaqî, Abî Bakr Ahmad bin al-Husain bin „Alî, al-Sunan al-Kubrâ,

(Beirut : Dâr al-Ma‟rifah, tth.), juz ke-4, hal. 287

Al-Bakjarî, Abû „Abdillâh „Alâ‟ al-Dîn Maghlaṭî bin Qalîj bin „Abdillâh al-

Miṣrî al-Hakarî al-Hanafî, Ikmâl Tahdzîb al-Kamâl fi Asmâ’ al-Rijâl,

tahqîq : Abû „Abd al-Rahmân „Âdil bin Muhammad, (Mesir: al-Fâruq

al-Hadîtsah, 1422 H/2001 M)

Bik, Muhammad al-Khuḍarî, Târîkh al-Tasyrî’ al-Islâmî, (Mesir: Dâr al-Fikr,

1387 H/1967 M), cetakan ke-8.

Al-Bujairamî Sulaimân bin Muhammad bin „Umar al-Syâfi‟î, Hâsyiyah al-

Bujairamî ‘Alâ al-Khaṭîb, (Beirût : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2011),

cetakan ke-5

Al-Bukhârî, Abî„Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl (194-256 H), al-Jâmi’ al-

Ṣahîh al-Musnad Min Hadîts Rasûlillâh saw wa Sunanih wa Ayyâmih,

tahqîq : Muhîb al-Dîn al-Khaṭîb, (Kairo: al Salafiyyah, 1400 H), cetakan

ke-1

Al-Bulqînî, Mahâsin al-Iṣṭilâh Hâsyiyah ‘Alâ Muqaddimah Ibn Ṣalâh, tahqiq

: „Âisyah Abd al-Rahmân Bint al-Syâṭi‟, (Kairo : Dâr al-Ma‟ârif, 1409

H/1989 M)

Al-Bûṭî, Muhammad Sa‟id Ramaḍân, Fiqh al-Sîrah al-Nabawiyyah Ma’a

Mujîz li Târikh al-Khilâfah al-Rasyîdah, (Beirut: Dâr al-Fikr al-Mu‟âṣir,

1411 H/1991 M), cetakan ke-10

Al-Dumînî, Musfir „Azmillâh, Maqâyîs Naqd Mutûn al-Sunnah, (Riyâḍ : al-

Sa‟ûdiyyah, 1404 M/1984 M), cetakan pertama.

Al-Dzahabî,

Syams al-Din Abi „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-

Dimasyqi, al-Kâsyif fî Ma’rifah Man Lahu Riwâyah fî al-Kutub al-Sittah

wa Hâsyiyatuh li al-Imâm Burhân al-Dîn Abî al-Wafâ Ibrâhîm bin

Muhammad Sibṭ bin al-‘Ajamî al-Halabî, ta‟lîq : Muhammad

„Awwâmah, (Jeddah : Dâr al-Qiblah li al-Tsaqâfah al-Islâmiyyah, 1413

H/1992 M), cetakan ke-1

Fayûmî, Ahmad, al-Miṣbâh al-Munîr fî Gharîb al-Syarh a- Kabîr, taṣhîh:

Muṣṭafâ al-Saqâ, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâb al-Halabî, 1369 H)

Haikal, Muhammad Husain, Hayâh Muhammad, (Kâiro : Dâr al-Ma‟ârif,

1935 M), cetakan ke-14

Page 220: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 204 ]

Al-Haitamî, Syihâb al-Dîn Ahmad bin Muhammad bin „Alî bin Hajar al-

Syâfi‟î, al-Fath al-Mubîn bi Syarh al-Arba’în, (Beirut : Dâr al-Minhâj,

1428 H/2008 M), cetakan ke-1, hal. 592-593

Al-Hajjâj, Abî al-Husain Muslim bin al-Qusyairî al-Naisabûrî, Ṣahîh

Muslim, tahqiq : Muhammad Fuâd Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-

Kutub al-„Arabiyyah, 1374 H/1954 M)

Hajar, Ahmad bin „Alî bin al-„Asqallânî, Fath al-Bârî bi Syarh Ṣahîh al-

Imâm Abî ‘Abdillâh Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî, tahqîq : „Abd

al-„Azîz bin „Abdillâh bin Bâz, (tt. : al-Maktabah al-Salafiyyah, tth.).

......., Ta’rîf Ahl al-Taqdîs bi Marâtib al-Mauṣûfîn bi al-Tadlîs, tahqîq :

„Âṣim bin „Abdillâh al-Qaryûtî, (Madînah : Maktabah al-Mannâr, tth.),

cetakan ke-1

Hamâdah, Fârûq, Al-Manhaj al-Islâmî Fî al-Jarh wa al-Ta’dîl Dirâsah

Manhajiyyah Fî ‘Ulûm al-Hadîts, (Kairo : Dâr al-Salâm, 1429 H/2008

M), cetakanke-1

Al-Harawî, Syams al-Dîn Abî „Abdillâh Muhammad bin „Aṭâ‟illâh bin

Muhammad al-Hanafî al-Syâfi‟î, Faḍl al-Mun’îm Fî Syarh Ṣahîh

Muslim, tahqîq : Nûr al-Dîn Ṭâlib, (Damaskus : Dâr al-Nawâdir, 1433

H/2012 M), cetakan ke-1

Hizâm, Muhy al-Dîn Yahyâ bin Syaraf bin Murrî bin Hasan bin Husain bin

al-Nawawî, Ṣahîh Muslim bi Syarh al-Nawawî, (Mesir : al-Maṭba‟ah al-

Miṣriyyah, 1347 H/1929 M), cetakan ke-1

Ibn al-„Arabî, al-Mâlikî (435-542 H), ‘Âriḍah al-Ahwadzî bi Syarh Ṣahîh al-

Tirmidzî, (Beirut : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, tth.)

Ibn al-Atsîr Majd al-Dîn Abî al-Sa‟âdât al-Mubârak bin Muhammad al-

Jazarî, al-Nihâyah fi Gharîb al-Hadîts wa al-Âtsâr, tahqîq : Ṭâhir

Ahmad al-Zâwî dan Mahmûd Muhammad al-Ṭanâhî, (Riyâḍ : al-

Maktabah al-Islâmiyyah).

......., al-Syâfî fî Syarh Musnad al-Syâfi’î, tahqîq : Ahmad bin Sulaimân dan

Abî Tamîm Yâsir bin Ibrâhîm, (Riyâḍ : Maktabah al-Rusyd, 1426

H/2005 M), cetakan ke-1

Ibn Saurah, Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ (209-279 H), al-Jâmi al-Ṣahîh wa

Huwa Sunan al-Tirmidzî, tahqîq : Ahmad Muhammad Syakir, (Mesir :

Muṣṭafâ al-Bâbî al-Halabî, tth.)

Page 221: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 205 ]

Ibn Hibbân, al-Imâm Muhammad Abû Hâtim al-Tamîmî al-Bustî al-Sijistânî,

Ṣâhîh Ibn Hibbân

Ibn al-Najjâr, Muhammad bin Ahmad bin Abd al-„Azîz bin „Alî al-Futûhî al-

Hanbalî al-Ma‟rûf, Syarh al-Kaukab al-Munîr al-Musammâ bi

Mukhtaṣar al-Tahrîr au al-Mukhtabar al-Mubtakar Syarh al-Mukhtaṣar

fî Uṣûl al-Fiqh, tahqîq : Muhammad al-Zuhaili dan Nazîh Hammâd, (al-

Mamlakah al-„Arâbiyyah al-Sa‟ûdiyyah : Wazârah al-Syu‟ûn al-

Islâmiyyah wa al-Auqâf wa al-Da‟wah wa al-Irsyâd, 1413 H/1993 M)

Ibn Fâris, Ahmad, Mu’jam Maqâyîs al-Lughah, tahqîq : „Abd al-Salâm

Muhammad Hârûn, (Mesir : al-Bâb al-Halabî, 1389 H)

Ibn al-Mandzûr, Muhammad, Lisân al-‘Arab, (Beirut : Dâr Ṣâdir, tth.)

Ibn Muhammad, Abî Mu‟âdz Ṭâriq bin „Iwaḍillâh (Ed.), Jâmi’ al-Masâ’il al-

Hadîtsiyyah al-Qawâ’id al-Hadîtsiyyah, (Mesir : Dâr Ibn „Affân, 1431

H/2010 M), cetakan ke-1

Ibn Qayyim, Abî „Abdillâh Muhammad bin Abî Bakr bin Ayyûb al-

Jauziyyah, al-Furûsiyyah al-Muhammadiyyah, tahqîq : Zâid bin Ahmad

al-Nasyîrî, (Jeddah : Dâr „Ilm al-Fawâid, tth.)

Ibn Qudâmah, Muwaffiq al-Dîn Abî Muhammad bin „Abdillâh bin Ahmad

bin Muhammad al-Maqdisî al-Jammâ‟îlî al-Dimasyqî al-Ṣâlihî al-

Hanbalî, al-Mughnî, tahqîq : „Abdullâh bin „Abd al-Muhsin al-Turkî dan

„Abd al-Fattâh Muhammad al-Hulw, (al-Riyyâḍ : Dâr „Âlam al-Kutub,

1417 H/1997 M), cetakan ke-3

Ibrâhîm Amîn al-Jâf al-Syahrazûrî al-Baghdâdî, Manâhij al-Muhadditsîn fî

Naqd al-Riwâyât al-Târîkhiyyah li al-Qurûn al-Hijriyyah al-Tsalâtsah

al-Ûlâ, (Dubai : Dâr al-Qalam, 2014)

„Iyâḍ, Abî al-Faḍl „Iyâḍ bin Mûsâ bin al-Yahṣabî, Ikmâl al-Mu’lim bi

Fawâ’id Muslim Syarh Ṣahîh Muslim, tahqîq : Yahyâ Isma‟îl, (tt. : Dâr

al-Wafâ‟, 1419 H/1998 M).

Izutsu, Toshihiko, God And Man in The Koran : Semantics of The Koranic

Weltanschauung, (Malaysia : Islamic Book Trust, 2002).

Jackson, Sherman, From Prophetic Action to Constitutional Theory, dalam

(International Journal of Middle East Studies, 25), I, 1993.

Al-Jamal, Sulaimân bin „Umar al-„Ajîlî al-Syâfi‟î al-Syahîr bi, al-Futûhât al-

Ilâhiyyah bi Tawḍîh Tafsîr al-Jalâlain li al-Daqâ’iq al-Khafiyyah wa bi

Page 222: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 206 ]

al-Hâmisy Kitâb Imlâ’ Mâ Manna bihi al-Rahmân Min Wujûh al-I’râb

wa al-Qirâ’ât Fî Jamî’ al-Qur’ân li Abî al-Biqâ’ Abdillâh bin al-Husain

al-‘Akbarî, (Mesir : „Îsâ al-Bâb al-Halabî wa Syirkâh, tth.)

Al-Jawâbi, Muhammad Ṭâhir, Juhûd al-Muhadditsîn fî Naqd Matn al-Hadîts

al-Nabawî al-Syarîf, (Tunis : Mu‟assasah „Abd al-Karîm bin „Abdullâh,

1986).

Al-Jundî, Anwar, Min Manâbi’ al-Fikr al-Islâmî, (Kementerian Luar Negeri

Sa‟ûdî Arâbiyyah : Lajnah al-Ta‟rîf al-Islâm, 1386 H/1967 M).

Al-Jurjânî, „Alî bin Muhammad al-Sayyid al-Syarîf (w. 816 H = 1413 M),

Mu’jam al-Ta’rîfât, Qâmûs li Muṣṭalâhât wa Ta’rîfât ‘Ilm al-Fiqh wa

al-Lughah wa al-Falsafah wa al-Manṭiq wa al-Taṣawwuf wa al-Nahw

wa al-Ṣarf wa al-‘Arûḍ wa al-Balâghah, tahqîq : Muhammad Ṣiddîq al-

Minsyâwî, (Kairo : Dâr al-Faḍîlah, tth)

Al-Kasymîrî, Muhammad Anwarsyah bin Mu‟ẓamsyah, al-‘Urf al-Syadzî

Syarh Sunan al-Tirmidzî, taṣhîh : al-Syaikh Mahmûd Syâkir, (Beirut :

Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1425 H/2004 M)

Khaḍr, Nabîl Hâmid, Blog.Nabîl Hâmid Khaḍr, 27 Juni 2009 M/4 Rajab

1430 H.

Al-Kharbuṭlî, „Alî Husnî, al-Ka’bah ‘Alâ Marr al-‘Uṣûr, (Kairo : Dâr al-

Ma‟ârif, tth.), cetakan ke-2

Al-Khaṭîb, Ahmad bin „Alî bin Tsâbit al-Baghdâdî Abû Bakr (w. 463), al-

Kifâyah fi ‘Ilm al-Riwâyah, (Heidar Abad : Dâirah al-Ma‟ârif al-

„Utsmâniyyah, 1357).

Al-Khaṭîb, Muhammad „Ajâj, , al-Sunnah Qabla al-Tadwîn, (Kairo :

Maktabah Wahbah, 1408 H/1988 M), cetakan ke-2

......., Uṣûl al-Hadîts ‘Ulûmuh wa Muṣṭalahuh, (Beirut : Dâr al-Fikr, 1427

H/2006 M).

Al-Khaṭîb, Mu‟taz, Radd al-Hadîts Min Jihah al-Matn Dirâsah fî Manâhij

al-Muhadditsîn wa al-Uṣûliyyîn, (Beirut : al-Syubkah al-‟Arabiyyah li

al-Abhâts wa al-Nasyr, 2011), cetakan ke-1

Al-Kirmânî, Ṣahîh Abî ‘Abdillâh al-Bukhârî bi Syarh al-Kirmânî, (Beirut :

Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabî, 1401 H/1981 M), cetakan ke-2

Lâsyîn, Mûsâ Syâhîn, Fath al-Mun’im Syarh Ṣahîh Muslim, (Kairo : Dar al-

Syurûq, 1423 H/2002 M), cetakan ke-1.

Page 223: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 207 ]

Al-Mallâh, Abû „Abd al-Rahmân Mahmûd bin Muhammad, al-Ta’lîq ‘Alâ

al-Rahîq al-Makhtûm, (Mesir : al-Dâr al-„Âlamiyyah, 1431 H/2010 M)

Al-Marâghî, Ahmad Muṣṭafâ, Tafsîr al-Marâghî, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâbî

al-Halabî, 1365 H/1946 M), cetakan ke-1

Al-Mizzî, Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf (654-742 H), Tahdzîb al-Kamâl

fî Asmâ’ al-Rijâl, tahqîq : Basysyâr „Awwâd Ma‟rûf, (Beirût :

Mu‟assasah al-Risâlah, 1413 H/1992 M), cetakan ke-1

Moleong Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja

Rosdakarya, 2004)

Al-Mubârakfûrî, Abî al-„Alî Muhammad „Abd al-Rahmân bin „Abd al-

Rahîm (1283-1353 H), Tuhfah al-Ahwadzî Bi Syarh Jâmi’ al-Tirmidzî,

taṣhîh : „Abd al-Wahhâb „Abd al-Laṭîf, (Dâr al-Fikr, tth.)

Al-Mubârakfûrî, Ṣafî al-Rahmân, al-Rahîq al-Makhtûm, Bahts fî al-Sîrah al-

Nabawiyyah ‘Alâ Ṣâhibiha Afḍal al-Ṣalâh wa al-Salâm, (India : Dâr

Ihyâ‟ al-Turâts, tth.)

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia

Terlengkap, taṣhîh : KH. Ali Ma‟shum dan KH. Zainal Abidin

Munawwir, (Surabaya : Pustaka Progresif, 2014)

Al-Munjid, Muhammad Ṣâlih, (https://islamqa.info), Selasa, 29 Jumâdî al-

Âkhir, 1438 H/28 Maret 2017 M

......., Majelis Alûkah dalam www.alukah.net.

Al-Murrî, Muhammad al-Tâwudî bin Muhammad al-Ṭâlib bin Saudah,

Hâsyiyah al-Tâwudî bin Saudah ‘Alâ Ṣahîh al-Bukhârî, tahqîq : „Umar

Ahmad al-Râwî, (Beirut : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2007 M), cetakan

ke-1

Mu‟ẓamsyah, Muhammad Unwarsyah bin al-Kasymîrî, al-‘Urf al-Syâdzî

Syarh Sunan al-Tirmîdzî, taṣhîh : Mahmûd Syâkir, (Beirut : Dâr Ihyâ‟

al-Turâts al-„Arabî, 1425 H/2004 M).

Al-Naisâbûrî, Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî (206-261 H),

Ṣahîh Muslim, tahqîq dan taṣhîh : Muhammad Fu‟âd „Abd al-Bâqî,

(Kairo : Dâr Ihyâ‟ al-Kutub al-‟Arabiyyah, 1918 H), juz ke-1

Al-Nasâ‟î, Abî „Abd al-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Alî (215-303 H),

Sunan al-Nasâ’î, ta‟lîq : Muhammad Nâṣir al-Dîn al-Albânî, (Riyâḍ :

Maktabah al-Ma‟ârif, tth.), cetakan ke-1

Page 224: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 208 ]

Purnaning, Estiwi Retno, dkk, Big Book TOEFL, Tip & Trik Melejitkan Skor

toefl, Jakarta : CMedia Imprint Kawan Pustaka, 2014, cetakan ke-1,

hal.118

Qâsim, Hamzah Muhammad, Manâr al-Qârî Syarh Mukhtaṣar Ṣahîh al-

Bukhârî, taṣhîh dan murâja‟ah : Basyîr Muhammad „Uyûn dan al-Syeikh

„Abd al-Qâdir al-Arnâuṭ, (Beirut : Dâr al-Bayân, 1410 H/1990 M)

Al-Qazwînî, Abi „Abdillah Muhammad bin Yazid (207-275 H), Sunan Ibn

Mâjah, tahqîq : Muhammad Fuâd „Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-

Kutub al-„Arabiyyah, tth.).

Al-Rahmân, Fahmî Ahmad „Abd, al-Mudallisîn wa Marwiyyâtihim fî Ṣahîh

al-Bukhârî, (Beirût : Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1433 H/2012 M),

cetakan ke-1

Ruslân, Abî „Abdillâh Muhammad bin Sa‟îd, al-Sunnah wa Bayân

Makânatihâ fî al-Islâm, (Mesir : Dâr Aḍwâ‟ al-Salaf, 1430 H/2009 M),

cetakan ke-1.

Ṣabrî, Muṣṭafâ, Mauqif al-‘Aql wa al-‘Ilm wa al-Âlim min Rabb al-‘Âlamîn

wa Ibâdihi al-Mursalîn, (Beirut : Dâr Ihyâ‟ al-Turâts, 1981), juz ke-4

Al-Syahrazûrî, Abû „Amr „Utsmân bin „Abd al-Rahmân, ‘Ulûm al-Hadîts li

Ibn Ṣalâh, tahqîq : Nûr al-Dîn „Itr, (Beirut : Dâr al-Fikr al-Mu‟âṣir, 1406

H/1986 M).

Sa‟îd, Hammâm „Abd al-Rahîm, al-Fikr al-Manhajî ‘Inda al-Muhadditsîn,

(Qatar : Kitâb al-Ummah, 1408 H), cetakan ke-1

Al-Sakhâwî, Syams al-Dîn Abî al-Khair Muhammad bin Abd al-Rahmân al-

Syâfi‟î, Fath al-Mughîts bi Syarh Alfiyyah al-Hadîts, tahqîq : „Abd al-

Karîm Abdullâh bin Abd al-Rahmân al-Khuḍair dan Muhammad

Abdullâh bin Fuhaid Âlu Fuhaid, (Riyâḍ : Maktabah al-Minhâj, 1426

H), juz ke-2, cetakan ke-1.

Saurah, Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ bin al-Tirmidzî (209-279 H), al-Jâmi

al-Ṣahîh wa Huwa Sunan al-Tirmidzî, tahqîq : Ahmad Muhammad

Syâkir, (Mesir : Muṣṭafâ al-Bâbî al-Halabî, tth.).

Al-Suyûṭî, Jalâl al-Dîn, Tadrîb al-Râwî, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth.), juz ke-1.

Al-Syâfi‟î, Muhammad bin Idrîs, al-Umm wa bi Hâmisyih Mukhtaṣar al-

Imâm (Kairo : Dâr al-Syu‟ab, 1388 H/1968 M).

Page 225: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 209 ]

Al-Syarbînî, „Imâd al-Sayyid, Radd Syubuhât Hawla ‘Iṣmah al-Nabî fî Ḍau’

al-Kitâb wa al-Sunnah, (Mesir : Dâr al-Shahîfah, 1424 H/2003

M),cetakan ke-1.

Al-Syaukânî, Muhammad bin „Alî bin Muhammad, Irsyâd al-Fuhûl ilâ

Tahqîq al-Haqq min ‘Ilm al-Uṣûl wa bi Hâmisyih Syarh al-Syeikh

Ahmad bin Qâsim al-‘Ibâdî al-Syâfi’î ‘alâ Syarh Jalâl al-Dîn

Muhammad bin Ahmad al-Mahallî al-Syâfi’î ‘Alâ al-Waraqât fi al-Uṣûl

li al-Imâm al-Haramain ‘Abd al-Malik bin Abdillâh al-Juwainî al-

Syâfi’î, (Beirut : Dâr al-Fikr, tth).

......., Nail al-Auṭâr Syarh Muntaqâ al-Akhbar Min Ahâdîts Sayyid al-Akhyâr,

(Mesir : Muṣṭafâ al-Bâb al-Halabî wa Aulâdah, 1371 H/1952 M), juz ke-

3, cetakan ke-2

Al-Tahânuwî, Muhammad „Alî, Mausû’ah Kasysyâf Iṣṭilâhât al-Funûn wa

al-‘Ulûm, (Beirût : Maktabah Lubnân Nâsyirûn, 1996), cetakan ke-1

Al-Ṭahâwî, Abî Ja‟far Ahmad bin Muhammad bin Salâmah, Syarh Musykil

al-Âtsâr, tahqîq : Syu‟aib al-Arnaûṭ, (Beirût : Mu‟assasah al-Risâlah,

1415 H/1994 M), cetakan ke-1

Al-Ṭahhân, Mahmûd, Uṣûl al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânîd, (al-Riyâḍ :

Maktabah al-Ma‟ârif, 1412 H/1991 M), cetakan ke-2

Al-Ṭawârî, Târiq bin Muhammad, „Ilal Riwâyah Muhâwalah Taradduyi al-

Nabî Min al-Jabal ‘Inda al-Bukhârî wa Ghairih Min Kutub al-Sunnah,

dalam Majallah Jâmi‟ah al-Syâriqah li al-„Ulûm al-Syar‟iyyah wa al-

Qânûniyyah, (Kuwait, edisi 8, Jumadî al-Âkhirah 1432 H/2011 M)

Terzic, Faruk, The Problematic of Prophethood and Miracle : Mustafa

Sabri’s Response, (Islamabad : International Islamic University, Islamic

Studies 48, 2009), no. 1.

Tim P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1988).

Al-Tirmidzî, Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ, al-Jâmi’ al-Kabîr, tahqîq :

Basysyâr „Awwâd Ma‟rûf, (Beirut : Dâr al-Gharb al-Islâmî, 1996),

cetakan ke-1

Unais, Ibrâhîm dan kawan-kawan, al-Mu’jam al-Wasîṭ, (Beirut : Dâr al-Fikr,

tth.)

Page 226: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 210 ]

Al-Yâsîn, Jâsim bin Muhammad bin Muhalhal, al-Jadâwil al-Jâmi’ah fî al-

‘Ulûm al-Nâfi’ah, (Beirut : Mu‟assasah al-Ryyân, 2010), cetakan ke-3.

Yazîd, Abi „Abdillah Muhammad bin al-Qazwînî (207-275 H), Sunan Ibn

Mâjah, tahqîq : Muhammad Fuâd „Abd al-Bâqî, (Mesir : Dâr Ihyâ‟ al-

Kutub al-„Arabiyyah, tth.)

Zaidân, Abd al-Karîm, Uṣûl al-Da’wah, (Beirut : Mu‟assasah al-Risâlah,

1414 H/1993 M), cetakan ke-3, hal. 437

Zakariyyâ, Abî Yahyâ al-Anṣârî al-Syâfi‟î, Ghâyah al-Wuṣûl Syarh Lubb al-

Wuṣûl, (Mesir : Dâr al-Kutub al-„Arabiyyah al-Kubrâ, tth.)

Al-Zarkasyî, Badr al-Dîn Muhammad bin Bahâdur bin „Abdillâh al-Syâfi‟î,

al-Bahr al-Muhîṭ fî Uṣûl al-Fiqh, (Kairo : Dâr al Shafwah, 1409 H/1988

M), cetakan pertama

https://www.wordsmile.com.

Sahih Bukhari, Call For Prayers, Hadith No. 41,

(www.Qur‟anReading.com,Version 2.6, copyright : 2016-2017)

Page 227: HADIS HAMMÎ NABI SAW - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44227/1/Tesis S2... · PENGANTAR Alhamdulillâh wa al-syukur lillâh, segala puji

hadis hammî nabi saw dan implikasinya terhadap pemahaman hadis

Abdul Syukur [ 211 ]

Biodata Penulis

Abdul Syukur lahir di Tegal pada 14 Juni 1978 dari pasangan Kyai

Muh. Qodim dan Nyai Siti Masyrifah. Pendidikan dasarnya dimulai di SDN

Kaligangsa 04 pagi. Pada level pendidikan dasar yang sama, siang hingga

menjelang maghrib mengenyam pendidikan agamanya di Madrasah

Diniyyah Awwaliyyah dan jenjang Wustho di Raudhatul „Ulum selama

kurang lebih enam tahun. Pada tahun 1991 melanjutkan pendidikan

menengahnya pada MTs Negeri Brebes. Tiga tahun kemudian melanjutkan

pendidikan agamanya di MAK sekaligus mondok di pesantren al-Hikmah

Benda, Sirampog, Brebes.

Pendidikan sarjana (S1) dan Program Magister (S2) dilalui pada Jurusan

yang sama pada Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada

tahun 2005-2007 mengikuti program Pendidikan Kader Ulama angkatan VII

MUI DKI Jakarta. Semenjak tahun 2004-sekarang aktif dalam berbagai

kegiatan keagamaan masyarakat sebagai pengajar ta‟lim di wilayah

Mampang dan sekitarnya. Dan pada tahun 2013-sekarang menjadi pengasuh

pada yayasan pengembangan ilmu dan Ma‟had al-Islâmî Himmatul‟Ârif Ilâ

Nailisysyarîf Duren Tiga-Pancoran.