habis gelap terbitlah terang

download habis gelap terbitlah terang

If you can't read please download the document

Transcript of habis gelap terbitlah terang

DARI GELAP MENUJU CAHAYA KARTINI BUKAN PEJUANG GENDER, FEMINISME DAN LIBERALISME (Meninjau Kembali Perjuangan Kartini) Oleh : Asep Kurniawan (Abdul Hanif)

Tanggal 21 April bagi wanita Indonesia adalah hari yang khusus untuk memperingati perjuangan kartini. Kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa kartini memperjuangkan emansipasi, feminisme dan liberalisme. Mereka juga beranggapan kartini-lah pelopor perjuangan wanita agar setara dengan laki-laki dalam berbagai hal. Nama kartini mereka jadikan sebagai legislasi atas apa yang mereka lakukan. Pada tahun 1991, J.H. Abendanon menyusun sebuah buku yang berjudul Door Duisternis Tot Licht. Buku tersebut berisi kumpulan surat-surat kartini yang menggambarkan perjuangan beliau. Oleh Armin Pane diterjemahkan sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang. Sedangkan Prof. Dr. Haryati Soebadio (Dirjen Kebudayaan Depdikbud) mengartikan sebagai Dari Gelap Menuju Cahaya. Bagaimanakah sebenarnya perjuangan kartini? Benarkah kartini pejuang emansipasi, feminisme dan liberalisme? Atau tidak ada hubungannya sama sekali? Maka tulisan ini mencoba untuk meninjau kembali perjuangan beliau. Kartini dalam kegelapan Kartini dibesarkan dan belajar dilingkungan adat istiadat serta tata cara ningrat Jawa (feodalisme). Ia hanya boleh bergaul dengan orang-orang Belanda atau orangorang yang terhormat dan tidak boleh bergaul dengan rakyat kebanyakan. Kartini tidak menyukai lingkungan yang demikian. Beliau mendobrak adat keningratan, karena menurutnya setiap manusia sederajat dan mereka berhak untuk mendapat perlakuan sama. Itu beliau lakukan pada masa dimana seseorang diukur dengan darah keningratan. Semakin biru darah ningratnya semakin tinggi kedudukannya. Hal ini terlihat dari isi suratnya yang ditujukkan kepada Stella, tanggal 18 Agustus 1899 : Sesungguhnya adat sopan santun kami orang jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak, bila hendak berlalu dihadapanku. Kalau adik duduk di kursi, saat aku lalu, haruslah ia turun duduk di tanah dengan menundukkan kepala sampai aku tak terlihat lagi. Mereka hanya boleh menegurku dengan bahasa kromo inggil. Tiap kalimat haruslah diakhiri dengan sembah. Berdiri bulu kuduk, bila kita berada dalam lingkungan keluarga bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang lain yang lebih tinggi derajatnya haruslah perlahan-lahan, jalannya melangkah pendek-pendek, gerakannya lambat-lambat seperti siput. Bila berjalan cepat dicaci orang, disebut sebagai kuda liar. Peduli apa aku dengan segala tata cara itu. Segala peraturan itu buatan manusia dan menyiksa diriku saja. Kamu tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etika keningratan di dunia jawa itu.

1

Tapi sekarang mulai dengan aku, antara kami (kartini, Roekmini dan Kardinah) tidak ada tatacara itu lagi. Perasaan kami sendirilah yang akan menunjukkan atau menentukan sampai batas mana cara liberal itu boleh dijalankan. Bagi saya hanya ada dua macam keningratan, keningratan pikiran (fikroh), dan keningratan budi (akhlaq). Tidak ada manusia yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal sholeh orang yang bergelar macam Graaf atau Baron..? tidaklah dapat dimengerti oleh pikiranku yang picik ini. Sejak kecil Kartini sudah berinteraksi dengan Islam, tapi interaksi itu bukanlah hal yang menyenangkan. Beliau diajarkan Islam dengan cara yang bersifat dogmatis dan indoktrinatif. Beliau hanya diajarkan bagaimana membaca dan menghafal AlQuran serta cara melakukan shalat, tapi tidak diajarkan terjemahan, apalagi tafsirnya. Guru mengajinya memarahi beliau ketika menanyakan makna dari katakata Al-Quran yang diajarkan membacanya. Waktu itu penjajah Belanda memang memperbolehkan orang mempelajari AlQuran asal jangan diterjemahkan. Sejak saat itu timbullah penolakan pada diri Kartini, hal ini terlihat pada suratnya: Mengenal agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? AlQuran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apapun. Disini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Disini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu. Sama saja halnya seperti engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati, bukankah begitu Stella?(surat kartini kepada Stella, 6 November 1899) Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Al-Quran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya. (surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 15 Agustus 1902) Pada awalnya, perjuangan Kartini banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran barat. Hal ini terjadi selain karena kekecewaannya terhadap ajaran Islam, juga karena beliau memang banyak bergaul dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Seakan-akan mereka adalah orang yang ingin menolong beliau, namun sebenarnya mereka adalah musuh dalam selimut yang berusaha mempengaruhi Kartini dengan cara dan pahamnya masing-masing. Mereka itu diantaranya adalah: Mr. J.H. Abendanon

Datang ke Hindia tahun 1900. Diutus oleh pemerintah Belanda untuk melaksanakan politik Ethis. Tugasnya adalah sebagai Direktur Departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan. Karena masih baru, ia meminta nasehat teman sehaluan politiknya yaitu Snouck Hurgronje. Snouck memiliki konsepsi politik Asosiasi, menurutnya, memasukkan peradaban barat dalam masyarakat pribumi adalah cara yang paling ampuh untuk membendung dan mengatasi Islam di Hindia Belanda. Tapi tidak mungkin mempengaruhi rakyat sebelum kaum ningratnya dibaratkan. Sesudah itu akan semakin mudah membaratkan rakyat bumi putera. Untuk itu, maka langkah pertama yang harus diambil adalah mencari orang-orang ningrat yang Islamnya tidak teguh lalu dibaratkan. Dan pilihan pertama adalah Kartini. Annie Glasser Seorang guru yang mempunyai akte bahasa dan mengajar secara privat bahasa Perancis kepada Kartini. Annie Glasser dikirim oleh Abendanon untuk memata-matai dan mengikuti perkembangan Kartini. Melalui Anni Glasser-lah Abendanon mendidik, mempengaruhi, dan menjatuhkan Kartini.

Stella (Estalle Zeehandelaar) Sewaktu dalam masa pingitan, Kartini banyak membaca untuk menghabiskan waktunya. Tetapi Kartini tidak puas mengikuti perkembangan pergerakan wanita di Eropa hanya melalui majalah dan buku-buku. Karena ingin mengetahui keadaan sesungguhnnya, maka Kartini memasang iklan disebuah majalah negeri Belanda, yaitu Hollandsche Lelie. Dengan segera iklan itu disambut oleh Stella, wanita Yahudi anggota pergerakan feminis di Belanda yang bersahabat karib dengan gembong Sosialis, Ir. H. Van Kol. Ir. H. Van Kol Pernah tinggal di Hindia Belanda selama 16 tahun. Ia berkenalan dengan Kartini dan berusaha memperjuangkan Kartini agar dapat pergi ke Belanda atas biaya pemerintah Tinggi Belanda. Tapi rupanya ada udang di balik batu. Ia berharap dapa mengajak Kartini ke Belanda sebagai saksi hidup tentang kebobrokan pemerintah Hindia Belanda di tanah jajahan. Melalui Kartini, Van Kol ingin mengungkapkan penyelewengan yang dilakukan para pejabat Hindia Belanda. Sehingga partai Sosialis, tempatnya bercokol, dapat berkuasa di parlemen dan menjatuhkan partai yang berkuasa. Ny. Van. Kol (Nellie Van Kol) Seorang penulis berpendirian humanis dan progresif, yang paling berperan mendangkalkan aqidah Islamiyah Kartini. Pada mulanya ia bermaksud menjadikan Kartini sebagai seorang Kristen, tapi gagal. Mulanya ia berbuat seolah-olah sebagai penolong yang mengangkat Kartini dari keadaan tidak mempedulikan agama menjadi penuh perhatian. Bahkan ia berhasil mengakhiri Gerakan mogok shalat dan mogok ngaji yang dilakukan Kartini. Berikut ini cuplikan beberapa surat yang dilayangkan Kartini kepada sahabat nya dan yang berkiblat kepada Kristen atau yang berusaha menggiringnya ke arah pemikiran Barat: 3

Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata Emansipasi belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup di dalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri. (kepada Stella, 25 Mei 1899) ...Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik, orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi pula, dialah orang Eropa. (kepada Stella, 25 Mei 1899) Aku mau meneruskan pendidikan ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah aku pilih. (kepada Ny. Ovinksoer, 1900) Sekarang kami merasakan badan kami telah kokoh, segala sesuatu tampak lain sekarang. Sudah lama cahaya itu tumbuh dalam hati kami. Kami belum tahu waktu itu dan Ny. Van Kol yang menyibak tabir yang tergantung di hadapan kami. Kami sangat berterima kasih kepadanya. (kepada Ny. Ovinksoer, 12 Juli 1902) Ny. Van Kol banyak bercerita kepada kami tentang Yesus yang tuan muliakan itu, tentang rasul-rasul Petrus dan Paulus. Dan kami senang mendengar itu semua. (kepada Dr. Adriani, 5 Juli 1902) Malaikat yang baik beterbangan disekeliling saya dan Bapak yang ada di langit membantu saya salam perjuangan saya dengan bapakku yang ada di dunia ini. (kepada Ny. Ovinksoer, 12 Juli 1902)

Kartini Menuju Cahaya Suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak (Pangeran Ario Hadiningrat). Saat itu sedang berlangsung pengajian bulanan, khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama Raden Ayu yang lain dari balik khitab (tabir). Kartini tertarik kepada materi yang sedang disampaikan Kiyai Haji Mohammad Soleh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat Semarang, yaitu tentang tafsir al-Fatihah. KH. Soleh Darat ini demikian ia dikenal sering memberikan pengajian diberbagai Kabpuaten disepanjang pesisir utara. Setelah selesai pengajian, Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemaninya untuk menemui KH. Soleh Darat. Inilah dialog antara kartini dan KH. Soleh Darat, yang ditulis oleh Ny. Fadhila Soleh, cucu KH. Soleh Darat : Kiyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya? KH. Soleh tertegun mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu. Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?, KH. Soleh Darat balik bertanya, sambil berfikir kalau saja apa yang dimaksud oleh pertanyaan Kartini pernah terlintas dalam pikirannya.

Kiyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama (al-Fatihah), dan induk al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka, bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penterjemahan dan penafsiran al-Quran dalam bahasa jawa. Bukankah al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia? Tergugah dengan kritik itu, KH. Soleh Darat kemudian menterjemahkan al-Quran dalam bahasa jawa dan menuliskannya dalam sebuah buku berjudul Faidhir Rahman fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat alFatihah hingga surat Ibrahim. Belum sempat menulis jilid keduanya, KH. Soleh Darat keburu meninggal pad tanggal 18 Desember 1903. Namun beliau masih sempat menghadiahkan buku jilid pertamanya kepada Kartini saat menikah dengan Bupati Rembang (R.M. joyodiningrat) pada tanggal 12 November 1903. Melalui buku tersebut, mulailah terbuka pikiran Kartini mengenai Islam dan ajaranajarannya. Salah satu hal yang memberikan kesan mendalam pada beliau adalah ketika membaca tafsir surat al-Baqarah. Dari situlah tercetus kata-kata beliau dalam bahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht. Ungkapan itu sebenarnya merupakan terjemahan bahasa Belanda dari petikan firman Allah SWT yaitu Minadz Dzulumaati ila an-Nuur (dari kegelapan menuju cahaya) yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 257. !$#