Group Think

7
GROUPTHINK Teori Groupthink digagaskan oleh Irving Janis. Groupthink menurut Janis adalah suatu model berpikir yang diterapkan oleh orang-orang yang terlibat secara mendalam dalam suatu kelompok yang kohesif, dimana para anggotanya ingin mencapai unanimity sehingga menghilangkan motivasi mereka untuk menilai secara realistis rangkaian tindakan lainnya. Di dalam kelompok ada yang disebut dengan kohesivitas (cohesiveness), yaitu batasan di mana anggota-anggota kelompok bersedia untuk bekerja sama dengan anggota kelompok lainnya. Secara sederhanya, kohesivitas bisa diumpamakan sebagai rasa kebersamaan dalam kelompok. Rasa kebersamaan ini dapat muncul dari sikap, nilai, dan pola perilaku kelompok. Kelompok dapat dikatakan kohesif jika antara anggota yang satu dengan anggota yang lain ada rasa saling tertarik dari segi sikap, nilai dan pola perilaku. Kelompok dengan kohesivitas tinggi terkadang sering gagal dalam memikirkan alternatif tindakan lain. Hal ini dikarenakan adanya rasa tidak enak jika kelompok berada dalam suatu keadaan yang tegang sehingga para anggotanya cenderung lebih senang mempertahankan keadaan kelompok yang “tanpa masalah”, karena semakin kohesif suatu kelompok, semakin kuat tekanan pada anggotanya untuk memelihara kohesivitas. Dalam groupthink, pemikiran anggota kelompok berusaha untuk meminimalkan konflik dan mencapai konsensus tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang independen menjadi hilang karena mengejar kekompakan kelompok. Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk mengutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus

description

asdf

Transcript of Group Think

Page 1: Group Think

GROUPTHINK

Teori Groupthink digagaskan oleh Irving Janis. Groupthink menurut Janis adalah suatu model

berpikir yang diterapkan oleh orang-orang yang terlibat secara mendalam dalam suatu kelompok

yang kohesif, dimana para anggotanya ingin mencapai unanimity sehingga menghilangkan motivasi

mereka untuk menilai secara realistis rangkaian tindakan lainnya.

Di dalam kelompok ada yang disebut dengan kohesivitas (cohesiveness), yaitu batasan di

mana anggota-anggota kelompok bersedia untuk bekerja sama dengan anggota kelompok lainnya.

Secara sederhanya, kohesivitas bisa diumpamakan sebagai rasa kebersamaan dalam kelompok. Rasa

kebersamaan ini dapat muncul dari sikap, nilai, dan pola perilaku kelompok. Kelompok dapat

dikatakan kohesif jika antara anggota yang satu dengan anggota yang lain ada rasa saling tertarik

dari segi sikap, nilai dan pola perilaku. Kelompok dengan kohesivitas tinggi terkadang sering gagal

dalam memikirkan alternatif tindakan lain. Hal ini dikarenakan adanya rasa tidak enak jika kelompok

berada dalam suatu keadaan yang tegang sehingga para anggotanya cenderung lebih senang

mempertahankan keadaan kelompok yang “tanpa masalah”, karena semakin kohesif suatu

kelompok, semakin kuat tekanan pada anggotanya untuk memelihara kohesivitas.

Dalam groupthink, pemikiran anggota kelompok berusaha untuk meminimalkan konflik dan

mencapai konsensus tanpa pengujian secara kritis, analisis yang tepat, dan mengevaluasi ide-ide dari

luar kelompok. Kreativitas individu, keunikan, dan cara berpikir yang independen menjadi hilang

karena mengejar kekompakan kelompok. Dalam kasus groupthink, anggota kelompok

menghindari untuk mengutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir

kelompoknya. Motif ini dilakukan anggota kelompok agar tidak terlihat bodoh, atau keinginan

untuk menghindari konflik dengan anggota lain dalam kelompok. Groupthink dapat

menyebabkan suatu kelompok membuat keputusan secara tergesa-gesa dan membuat

keputusan yang tidak rasional. Dalam groupthink, pendapat individu disisihkan karena

dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan kelompok.

Groupthink meninggalkan cara berpikir individual dan menekankan pada proses

kelompok. Sehingga pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik terletak pada proses

pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan

keputusan yang buruk dengan akibat yang sangat merugikan kelompok.Selanjutnya diperjelas oleh

Janis, bahwa kelompok yang sangat kompak dimungkinkan terlalu banyak menyimpan atau

Page 2: Group Think

menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompok ini, sehingga mengorbankan

proses keputusan yang baik dari proses tersebut.

Asumsi-asumsi dalam teori groupthink diantaranya:

1. Terdapat kondisi-kondisi didalam kelompok yang menyebabkan kosehivitas tinggi.

Anggota kelompok memiliki sentiment yang sama dan cenderung memelihara identitas

kelompok. Maksudnya, jika suatu kelompok berada dalam suatu kondisi yang stabil dimana

anggota-anggotanya dapat dengan mudah berinteraksi satu sama lain, maka satu sama lain

dari anggota kelompok tersebut akan saling mengetahui sifat, nilai dan perilaku dari anggota

yang lainnya yang akan memicu terjadinya kohesivitas.

2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu.

Biasanya memelihara persatuan adalah hal penting karena berkaitan dengan keutuhan dari

kelompok. Individu seharusnya tak mempersulit proses pengambilan keputusan di dalam

kelompok. Ketika kohesivitas sudah tinggi, maka akan ada kesamaan persepsi dan perasaan

mengenai suatu masalah, sehingga dalam penyelesaiannya mereka akan cenderung

memelihara kestabilan kelompok daripada memperpanjang ketegangan dengan

memberikan masukkan yang lain. Para anggota kelompok cenderung akan bersikap baik dan

tidak ingin mengganggu jalannya pengambilan keputusan. Di sini, terdapat istilah affiliative

constraints yang berarti bahwa anggota kelompok lebih memilih untuk menahan

pendapatnya karena takut ditolak. Hal tersebut menyebabkan kecenderungan dari anggota

kelompok untuk memberikan perhatian lebih pada pemeliharaan kelompok daripada

menaruh perhatian pada isu yang sedang dibicarakan/dipertimbangkan. Oleh karena itu

anggota kelompok akan mengikuti keputusan dari pemimpin ketika pengambilan keputusan

tiba.

3. Kelompok dan penyatuan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat kompleks.

Asumsi ketiga ini menggarisbawahi sifat-sifat kelompok dan bagaimana kompleksnya proses

pemecahan masalah dan menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok. Kelompok, dalam

menyelesaikan masalah dan tugas haruslah mampu menemukan alternatif dan

membedakan masing-masing alternatif tersebut dari segi baik dan buruknya. Anggota

kelompok juga tidak hanya memahami tugas yang sedang mereka kerjakan, tetapi juga

memahami masukkan dari orang-orang mengenai tugas tersebut. Dalam pengambilan

keputusan, terdapat dua konsep penting yaitu: (1) homogenitas. Yaitu kemiripan dalam

kelompok. Kelompok yang memiliki homogenitas tinggi, akan lebih kondusif terhadap

groupthink. (2) Proses yang dianggap penting daripada hasil yang efektif. Dalam

Page 3: Group Think

pengambilan keputusan sebenarnya proses lebih penting daripada hasil yang dicapai.

Karena, misalnya, dalam proses tersebut, anggota kelompok dapat mempelajari banyak sisi

negatif dan positif dari suatu alternatif yang nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan

untuk masalah-masalah selanjutnya. Dan dari proses tersebut itulah nantinya akan

ditemukan suatu kesepakatan yang tidak akan menyinggung pihak manapun jika memang

semua anggota kelompok memberikan masukkannya terhadap masalah yang sedang

dibahas.

Penyebab groupthink

1. Group Cohesiveness/Kohesivitas Kelompok. Yang perlu diingat adalah bahwa kohesivitas

antara satu kelompok akan berbeda dengan kelompok lainnya. Dalam beberapa kelompok,

kohesi dapat menuntun pada perasaan positif mengenai pengalaman kelompok dan anggota

kelompok lain. Kelompok yang tingkat kohesivitasnya tinggi mungkin akan lebih antusias

mengenai tugas-tugas mereka dan anggotanya akan dianggap mampu untuk menyelesaikan

tugas-tugas lain. Tetapi di sisi lain, kelompok yang sangat kohesif juga menghasilkan hal yang

mengganggu groupthink. Menurut Janis, kelompok dengan kohesivitas tinggi memberikan

tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk menaati standar kelompok karena

ketika kohesivitas tinggi, maka euforia dari kohesivitas tersebut akan mematikan alternatif

lain yang bisa muncul. Hal ini ditandai dengan enggannya para anggota kelompok yang lain

untuk mengemukakan pendapatnya ataupun keberatan mereka mengenai solusi yang ada.

2. Faktor Struktural. Menurut Janis, karakteristik struktural yang spesifik (yang berupa

kesalahan) akan mendorong terjadinya groupthink. Faktor-faktor ini termasuk: (1) group

insulation yaitu kemampuan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh dunia luar. Kelompok

akan kebal terhadap pengaruh dari luar meskipun mereka sering bertemu dengan banyak

orang di luar kelompok mereka, ataupun terdapat orang luar kelompok yang ada dalam

organisasi tetapi tidak dimintai partisipasinya. (2) lack of impartial leadership yang berarti

bahwa anggota-anggota kelompok dipimpin oleh seorang yang memiliki mniat pribadi

terhadap hasil akhir dari pengambilan keputusan kelompok tersebut. (3) lack of decision

making procedures beberapa kelompok memiliki sedikit (jika ada) prosedur untuk

mengambil keputusan. Menurut Dennis Gouran dan Randy Hirokawa, jika suatu kelompok

menyadari adanya masalah, mereka masih harus mencari tahu penyebabnya dan sejauh apa

masalah itu. Oleh karena itu, kelompok padat dipengaruhi oleh suara-suara yang dominan

dan mengikuti mereka yang memilih untuk mengemukakan pendapatnya.

Page 4: Group Think

3. Group Stress (Tekanan Kelompok). Tekanan kelompok dapat berupa tekanan internal dan

eksternal. Kedua-duanya dapat memunculkan groupthink. Tekanan eksternal dan internal

kelompok merupakan penggunaan tekanan terhadap kelompok dengan membuat isu yang

berasal dari dalam kelompok maupun dari luar kelompok. Ketika pembuat keputusan

mendapatkan tekanan yang berat baik dari dalam maupun luar kelompok, dia cenderung

tidak dapat menguasai emosi. Ketika tekanan tinggi, biasanya kelompok akan mengikuti

pimpinan mereka dan menyatakan keyakinan mereka terhadap pilihan mereka itu.

Gejala Groupthink

Concurrence seeking. Merupakan usaha-usaha untuk mencari kesepakatan bersama dalam

kelompok. Ketika concurrence seeking telah berjalan terlampau jauh, maka menurut Janis hal

tersebut akan menimbulkan gejala groupthink. Ada tiga kategori gejala dari groupthink:

1. Overestimation of the group yaitu keyakinan yang keliru bahwa suatu kelompok itu lebih

baik dari dirinya (seorang anggota kelompok) yang sebenarnya. Terdapat dua gejala spesifik

dari kategori ini yaitu illusion of invulnerability adalah keyakinan kelompok bahwa mereka

cukup istimewa dalam mengatasi tantangan atau masalah apapun, belief in the inherent

morality of the group yaitu asumsi bahwa anggota-anggota kelompok adalah orang-orang

yang bijaksana dan baik oleh karena itu keputusan yang mereka buat juga akan baik.

2. Close-minded merupakan kondisi dimana suatu kelompok tidak menghargai perbedaan yang

ada antara individu yang satu dengan yang lain dalam suatu kelompok dan ini akan

membawa kelompok pada keputusan yang tidak baik. Kategori ini memiliki dua gejala

spesifik yaitu out-group stereotypes yang merupakan persepsi stereotip mengenai lawan

atau musuh yang menekankan fakta bahwa lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk

membalas taktik yang ofensif, collective razionalization merujuk pada situasi di mana

anggota-anggota kelompok tidak mengindahkan peringatan yang dapat mendorong mereka

untuk mempertimbangkan kembali pemikiran dan tindakan mereka sebelum akhirnya

menemukan keputusan akhir.

3. Pressure toward uniformity, suatu keadaan yang terjadi ketika para anggota kelompok

berusaha untuk menjaga hubungan baik antar anggota yang akan memungkinkan para

anggota kelompok terlibat dalam groupthink. Terdapat empat gejala yaitu self-censorship

yang merujuk pada kecenderungan pada anggota kelompok untuk meminimalkan keraguan

mereka dan adanya argumen-argumen yang menentang, illusion of unanimity yaitu

keyakinan bahwa diam merupakan tanda setuju, self-appointed mindguards dimana

anggota kelompok akan menjadi kelompok dari informasi yang tidak mendukung demi

Page 5: Group Think

menjaga kepentingan terbaik kelompok mereka, pressures on dissenters yang merupakan

pengaruh langsung terhadap para anggota kelompok yang menyumbangkan pendapat yang

bertolakbelakang dengan pendapat kelompok.

Cara menghindari groupthink

1. Meningkatkan pengambilan keputusan dalam kelompok dengan menerapkan supervisi dan

kontrol eksternal. Menurut Janis, kelompok perlu menekankan bahwa pembuat keputusan

kunci akan bertanggung jawab atas tindakan mereka dan ini harus dilakukan sebelum

kelompok memulai pertimbangan mereka mengenai isu-isu tertentu.

2. Mendukung adanya pelaporan terhadap kecurangan (whistle-blowing) dalam kelompok.

Maksudnya, para anggota kelompok harus dimotivasi untuk menyuarakan keberatan mereka

dibandingkan dengan menerima mentah-mentah suatu pendapat.

3. Menerima adanya keberatan di dalam kelompok. Kelompok harus mengizinkan adanya

conscientious objector yaitu penolakan dari anggota kelompok untuk berpartisipasi karena

melanggar nurani pribadi.

4. Menyeimbangan konsensus dan suara mayoritas. Kelompok tidak seharusnya mencari

konsensus karena konsensus menuntut semua anggota kelompok untuk setuju akan sebuah

keputusan dan anggota-anggota kelompok seringkali merasa tertekan untuk sepakat,

sebaiknya kelompok berusaha untuk mencapai suara mayoritas untuk kesepakatan bersana

agar kelompok tersebut dapat berfungsi sebagai sebuah tim.