GNK (TM 3)
description
Transcript of GNK (TM 3)
TUGAS MANDIRI 3
“GLOMERULONEPHRITIS KRONIS”Disusun untuk melengkapi tugas blok Urinary System
Disusun oleh :
Kenny Maharani 135070201111016
PSIK 2013 / Reguler 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG2015
GLOMERULONEPHRITIS KRONIS
A. DEFINISI
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini
dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus
sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin )
ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir
dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada
pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka
panjang yang kurang baik (Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronis mungkin mempunyai awatan sebagai glomerulonefritis akut atau
mungkin menunjukkan reaksi antigen-antibodi tipe yang lebih ringan yang tidak terdeteksi.
Setelah reaksi ini terjadi berulang, ukuran ginjal berkurang sedikitnya seperlima dari ukuran
normalnya dan mengandung jaringan fibrosa dalam jumlah yang banyak. Dengan berkembangnya
glomerulonefritis kronis, gejala-gejala dan tanda-tanda berikut serta insufisiensi ginjal dan gagal
ginjal kronis terjadi. Akibatnya adalah kerusakan hebat glomerulus yang menyebabkan penyakit
ginjal tahap akhir (PGTA) (Baughman, 2000).
Glomerulonefritis kronis (GNK) adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel
glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan proteinuria yang
menetap. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urine) dan
proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari, 2012; Mansjoer, et al., 2000). Jalan
penyakit GNK dapat berubah-ubah. Ada pasien yang mengalami gangguan fungsi minimal dan
merasa sehat. Perkembangan penyakitnya juga perlahan. Walaupun perkembangan penyakit
GNK perlahan atau cepat, keduanya akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir (Baradero,
2008).
B. KLASIFIKASI
1. Glomerulonefritis dibedakan menjadi 3 bagian:
a. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat gagal
ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3 :
1) Akut
Jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi stroptococcus
dan disertai endapan kompleks imun pada membrana basalis glomerulus dan
perubahan proliferasif seluler.
2) Sub akut
Bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan perubahan-
perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus sehingga dapat
mengakibatkan kematian akibat uremia dalam waktu beberapa bulan.
3) Kronik
Glomerulonefritis progresif lambat berlangsung 2-40 tahun yang berjalan menuju
perubahan sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kecil, kematian
akibat uremia.
b. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal.
c. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnormal misalnya satu sampai kapiler.
2. Mekanisme kekebalan
a. Kompleks imun, granular
Antigen antibody nonglomerular eksogen meupun endogen membentuk kompleksantigen
antibody masuk sirkulasi lalu terperangkap di membrane basalis glomerulus.
b. Nefrotik (anti GBM), linear
Antigen yang bereaksi dengan memebran basalis glomerulus sebagai antigen
3. Gambaran histologik
a. Perubahan minimal
Glomerulus tampak normal pada mikroskop cahaya pada mikroskop electron tampak
penyatuan podosit, glomerulonefritis mayor tidak memperlihatkan imunopatologi, sering
pada anak usia 1-5 tahun sebagai sindrom nefrotik
b. Perubahan progresif
Sering terjadi pada RPGN dan GNK yang lanjut terbentuk endapan immunoglobulin,
komplemen dan fibrin- proliferasi sel-sel endotel, mesangium dan epitel, sel endotel
membrane membentuk sabit yang melingkari dan menyumbat rumbai glomerulus
c. Perubahan membranosa
Pada orang dewasa sebagai sindrom nefrotik ideopatik, lesi tersebar difus dan menyerang
semua glomerulus , bahan imun di GMB- endapan epimembranosa- GBM menebal
d. Perubahan membrane proliferative
Endapan kompleks imun terbentuk antara GBM dan endotel, GBM menebal, proliferasi sel
mesangeal dan endotel- glomerulus tampak berlobus seperti kumparan kawa, mikroskopis:
kadar komplemen seru menurun, hematuria, sindrom nefrotik.
e. Glomerulonefritis fokal
Mengenai sebagian dari rumbai glomerulus, lesi ditandai dengan sklerosis dan hialinosis
pada beberapa glomerulus, terjadi pada penyakit SBE, SLE, poliarteritis nodosa, sindrom
goodpasture dan purpura, kadang pada anak-anak sebagai GN fokal ideopatik
4. Sindrom klinis
a. Sindrom nefrotik akut
Timbul mendadak, biasanya menyertai GNA pasca streptokokus: dapat terjadi pada
poenyakit ginjal lain dan sebagai eksasarbasi akut GNK
b. Sindrom nefrotik
Kompleks klinik yang ditandai dengan proteinuria massif (>3,5 gr/hari), hipoalbuminemia,
edema, hiperlipidemia; terjadi padaa penyakit ginjal primer dan sistemik; 50% pasien GN
pernah mengalami
c. Kelainan urin asimptomatik persisten
Stadium laten GNK; ditandai dengan proteinuria minimal dan / atau hematuria, tapi tanpa
gejla; fungsi glomerulus stabil atau memperlihatkan perkembangan yang lambay (silen
azotemia)
d. Sindrom uremik
Stadium akhir gagal ginjal simptomatik.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Kedua penyakit ini
berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil akhir dari peradangan
tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Kerusakan
glomerulus sering diikuti oleh atropi tubulus. (Muttaqin, Arif & Sari,Kumala, 2011)
Sebagian besar glomerulonefritis timbul didahului oleh infeksi ekstrarenal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe
12, 4, 16, 25 dan 49. antara infeksi bakteri dan timbulnya GN terdapat masa laten selama 10 hari.
GN juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis, trombosis
vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosis.
Hubungan antara GN dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan bahwa :
Timbulnya GN setelah terjadinya infeksi skarlatina.
Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A.
Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.
Penyebab penyakit ini yaitu :
Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta hemoliticus group A.)
Keracunan (timah hitam, tridion).
Penyakit sipilis
Diabetes mellitus
Trombosis vena renalis
Hipertensi kronik
Penyakit kolagen
Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.
D. PATOFISIOLOGI
Terlampir.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari glomerulonefritis kronis bervariasi. Beberapa pasien dengan penyakit yang berat
tidak menunjukkan gejala selama beberapa waktu.
1. Indikasi pertama mungkin terjadi perdarahan hidung hebat mendadak, stroke, atau konvulsi.
2. Banyak pasien semata-mata menemukan bahwa kakinya membengkak pada malam hari
3. Gejala-gjala lainnya termasuk penurunan berat badan dan kekuatan, peningkatan peka
rangsang, dan nokturia.
4. Sakit kepala, pening, dan gangguan pencernaan umum terjadi. (Boughman, 2000)
GNK dicirikan dengan kerusakan (karena menjadi sklerotik) glomeruli dan hilangnya fungsi
ginjal secara perlahan. Glomeruli mengalami pengerasan (sklerotik). Ginjal mengecil,
tubula ,mengalami atrofi, ada inflamasi interstisial yang kronik, dan arteriosklerosis. Gejala yang
menyebabkan pasien mencari bantuan medis adalah :
1. Sakit kepala, terutama waktu pagi.
2. Dispnea waktu melakukan kegiatan.
3. Penglihatan kabur.
4. Merasa tidak enak, cepat capek, dan lelah.
Tanda GNK adalah edema, nokturia, berat badan menurun, dan pada urinalisis terlihat adanya
albumin dan eritrosit (Baradero, 2008).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Dalam evaluasi diagnostik GNK menurut Boughman (2000), ditemukan adanya keabnormalitas
laboratorium berupa :
1. Urinalisis menunjukkan berat jenis 1,010 proteinuria variabel, dan cast.
2. Pemeriksaan darah yang berhubungan dengan kemajuan gagal ginjal, anemia,
hipoalbuminemia, penurunan kalsium serum dan peningkatan fosfor serum,
hipermagnesemia.
3. Film dada mungkin menunjukkan perbesaran jantung dan edema pilmonal.
4. Elektrokardiogram mungkin normal, atau mencerminkan hipertrofi ventrikel.
Hasil pemeriksaan diagnostik secara lengkap adalah sebagai berikut :
1. Urinalitis menunjukkan gravitasi mendekati 1.010,proteinuria dan endapan urinarius (butr-
butir yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak). Kriteria pemeriksaan urin
a. Warna
Secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
mioglobin, porfirin
b. Volume urine
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
c. Berat jenis
Kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
d. Osmolalitas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio urin/serum
sering 1:1
e. Protein
Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM
dan fragmen juga ada
f. Klirens kreatinin
Mungkin agak menurun
g. Natrium
Lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
2. Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun dibawah 50ml/menit (N : 100-
120ml/menit,1,67-2,00 ml/detik, maka terjadi perubahan :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eskresi,masukan dari makanan dan medikasi,asidosis dan
katabolisme.
b. Asidosis metabolic akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk regenerasi
bikarbonat.
c. Anemia akibat penurunan eritropoesis (produk SDM)
d. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membrane glomerulus
yang rusak.
e. Serum kalsium meningkat
f. Hipermagnesrumia akibat penurunan eskresi dan ingesti antacid yang mengandung
magnesium.
g. Kerusakan hantaman saraf akibat abnormalitas elektrolidt dan uremia
3. Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema pulmoner
4. EKG mungkin normal imun dapat juga menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi
ventrikel kiri dan gangguan elektrolit,seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T.
5. Ultrasonografi Ginjal (Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas)
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi (Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif)
7. Arteriogram Ginjal (Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa)
8. Pemeriksaan laboratorium
a. LED (Laju Endap Darah) meningkat.
b. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air).
c. Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
d. Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Berat jenis urine meningkat.
e. Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan :Albumin (+), eritrosit (++),
leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin.
f. Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta- IC) sedikit
menurun.
g. Ureum dan kreatinin meningkat.
h. Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi streptococcus yang
mendahului hanya mengenai kulit saja.
i. BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
j. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.
k. GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
G. KOMPLIKASI
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada
anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran jantung
dan meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga
disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi Gagal
Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di miocardium.
4. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.
H. PENATA LAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan dibagi menjadi 2, yaitu medik dan perawatan :
1. Medik :
a. Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
b. Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
c. Pengawasan hipertenasi antihipertensi.
d. Pemberian antibiotik untuk infeksi.
e. Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
2. Keperawatan :
a. Disesuaikan dengan keadaan pasien.
b. Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
c. Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
d. Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.
e. Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom nefrotik
atau GGK.
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
2. Pemberian penisilin pada fase akut.
3. Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan
mengurangi penyebaran infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin
dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh
terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat imuntas yang menetap.
4. Pengaturan dalam pemberian cairan (perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan
elektrolit). Pemberian diet rendah protein ( 1 gr/kg BB/hari) dan rendah garam (1 gr/hari).
Makanan lunak dinerikan pada pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal
kembali. Bila ada anuria/muntah diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Komplikasi
seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
5. Pengobatan terhadap hipertensi.
6. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat
dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan sebagainya.
7. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian
furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk
pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
ASUHAN KEPRAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa
diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika
gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami
glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
2. Identitas
Sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
3. Riwayat penyakit
a. Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus
(penyakit autoimun lain).
b. Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan seluruh
tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare yang dialami klien.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan (malaise)
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi, pucat,edema.
c. Eliminasi
Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
d. Makanan atau cairan
Gejala : edema, anoreksia, mual, muntah
Tanda : penurunan keluaran urine
e. Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
f. Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
5. Pengkajian berpola
a. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi
karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh.
Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
b. Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan
yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
c. Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien
perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2
minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1
minggu.
d. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan,
kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
e. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal. Gangguan
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
f. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang
lama.
g. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak mengalami kondisi
kritis menyebabkan anak banyak diam.
Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
a. Hb menurun ( 8-11 )
b. Ureum dan serum kreatinin meningkat.
c. Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
d. Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
e. Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
f. Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
g. Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å, leukosit Å)
h. Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.
B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS :- klien mengeluh
jarang berkemih- klienmengeluhbagian
kaki terasabengkak
DO :- klientampak edema - hipernatremia- hipoalbuminemia
Faktor resiko dan etiologi↓
Reaksi inflamasi pada glomerulus↓
Glomerulonefritis↓
Permeabilitas membrane filtrasi turun
↓Proteinuria
↓Hipoalbuminemia
↓Tekanan onkotik membrane sel
turun↓
Ekstravasasi cairan ke intertisial↓
Edema ↓
Kelebihan Volume
Cairan
Kelebihan volume cairan2 DS :
- klien mengeluh mual dan muntah
- klien mengeluh tidak nafsu makan
DO :- hipoalbuminemia- terjadi fluktuasi berat
badan- klien tampak lemah
Faktor resiko dan etiologi
↓Reaksi inflamasi pada glomerulus
↓Glomerulonefritis
↓Respon GIT
↓Fetoruremia
↓Peradangan mukosa saluran
pencernaan
↓Anoreksia
↓Intek nutrisi tidak adekuat
↓Ketidakseimbangan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh
3 DS :- klien mengeluh gatal-
gatal pada kulit
DO :- klien tampak edema- hiperuremia- klien tampak lemah
Faktor resiko dan etiologi
↓Reaksi inflamasi pada glomerulus
↓Glomerulonefritis
↓Penurunan GFR
↓Penurunan volume urine
↓Retensi air dan Na
↓Edema
↓Retensi ureum pada darah dan
menyebar di jaringan kulit
↓Gatal- gatal pada kulit
Resiko infeksi
↓Tindakan klien untuk mengatasi
gatal pada kulit
↓Resiko terjadi luka pada kulit
↓Resiko infeksi
C. DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA
Nama Klien : X
No. Reg :
NO Tanggal Muncul Diagnosa TTD
1 Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan gangguan mekanisme regulasi
yang ditandai dengan :
- Klien mengeluh jarang berkemih
- Klien tampak edema
- Hipoalbuminemia
- Hipernatremia
2 Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis yang ditandai
dengan
- Klien mengeluh tidak nafsu makan
- Klien mengeluh mual dan muntah
- Klien tampak lemah
- Terjadi fluktuasi berat badan
- Hipoalbuminemia
3 Resiko infeksi berhubungan dengan
penyakit kronis
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan No. 1
Kelebihan volume cairan
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 4X24 jam kelebiahan volume cairan klien dapat
teratasi dengan kriteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Fluid overload severity, Kidney function
No Indikator 1 2 3 4 5
1
2
3
Tidak ada edema
24 jam intake dan output seimbang
Elektrolit urin dalam batas normal
(Na : 40-220 mEq /hari)
Intervensi NIC : Fluid management, Electrolytemanagement: hypernatremia
1. Monitor posisi edema klien
2. Monitor kadar albumin darahklien
3. Perbaiki status albumin darahklien
4. Kolaborasipemberiandeuritik
5. Monitor intake dan output urin 24
6. Monitor status hemodinamik
Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 7X24 jam status nutrisi klien teratasi dengan
kriteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : Nutritional status, Nutritional status : biochemical measure
No Indikator 1 2 3 4 5
1
2
3
4
Intek nutrisi klien terpenuhi
Energy untuk beraktivitas terpenuhi
Ada peningkatan berat badan ( 2 kg)
Serum albumin dalam batas normal
(> 3,5 mg/dl)
Intervensi NIC : Nutritional monitoring, Nutritional management
1. monitor mual dan muntah pasien
2. Anjurkan klien mengkonsumsi makan tinggi kalori dan protein
3. Monitor berat badan klien secar berkala.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet TKTP
Diagnosa Keperawatan No. 3
Resiko infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3X24 jam klien terhindar dari resiko infeksi
dengan kriteria hasil
Kriteria Hasil :
NOC : risk control: infectious proses
No Indikator 1 2 3 4 5
1
2
3
Pasien mampu mengidentifikasi
penyebab infeksi
Pasien mampu mengontrol lingkungan
Pasien mengenali tanda dan gejala
infeksi
Intervensi NIC : Infection protection
1. Ajarkan pasien cara untuk menghindari infeksi
2. anjurkan pasein dan keluarga untuk membatasi pengunjung
3. Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
4. Anjurkan klien untuk segera melaporkan apabila ada tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth.
Jakarta : EGC
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3.Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif & Sari, Kulama. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta: EGC